Konjungtivitis dan Pterigium

38
KELOMPOK 9 Putri Maulia 030.10.224 Putri Sarah 030.10.225 R. Ifan Arief Fahrurozi 030.10.226 Rachel S Aritonang 030.10.227 Rachma Tia Wasril 030.10.228 Radian Savani 030.10.229 Ramayani Batjun 030.10.231 Ratu Suci Anggraini 030.10.232 Raysa Angraini 030.10.233 Reynatta Audralia 030.10.234 Riana Rahmadhany 030.10.235 Ricky Julianto 030.10.236 Riza Ernaldy 030.10.237 Riza Tafson 030.10.238 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta, September 2012 1

description

Pembahasan kasus mata yaitu Konjungtivitis dan Pterigium

Transcript of Konjungtivitis dan Pterigium

Page 1: Konjungtivitis dan Pterigium

KELOMPOK 9

Putri Maulia 030.10.224

Putri Sarah 030.10.225

R. Ifan Arief Fahrurozi 030.10.226

Rachel S Aritonang 030.10.227

Rachma Tia Wasril 030.10.228

Radian Savani 030.10.229

Ramayani Batjun 030.10.231

Ratu Suci Anggraini 030.10.232

Raysa Angraini 030.10.233

Reynatta Audralia 030.10.234

Riana Rahmadhany 030.10.235

Ricky Julianto 030.10.236

Riza Ernaldy 030.10.237

Riza Tafson 030.10.238

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, September 2012

1

Page 2: Konjungtivitis dan Pterigium

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar. Keluhan ini timbul

akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi

berwarna merah.

Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui

bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Mata terlihat merah akibat

melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya

pada keratitis, iritis, glaukoma akut, dan konjungtivitis.

Untuk memudahkan penentuan diagnosis penyakit penyebab mata merah, maka

keluhanmata merah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu mata merah dengan visus

normal dan matamerah dengan visus menurun. Kemudian, mata merah dengan visus menurun

terbagi lagi menjadidua yaitu merah tidak merata dan merah merata.

Mata merah tidak merata dengan visus normal dapat disebabkan oleh episkleritis,

skleritis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium, pseudopterigium, konjungtivitis flikten, dan

pinguekulitis iritans. Mata merah merata dengan visus normal dapat disebabkan oleh

konjungtivitis bakterial, viral, maupun alergi. Ketiga konjungtivitis tersebut dapat dibedakan

dari hasil anamnesis.

. Sedangkan penyebab mata merah dengan visus menurun antara lain, keratitis,

iridosiklitis akut, glaukoma akut, ulkus kornea danendoftalmitis. Dalam menentukan

diagnosis diperlukan data mengenai adanya faktor resiko pada pasien, gejala lain yang

menyertai dan tanda objektif pada pemeriksaan seperti ditemukannya  jaringan

fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak di kornea yang mengarah pada

penyakit pterigium.

2

Page 3: Konjungtivitis dan Pterigium

BAB II

LAPORAN KASUS

Kasus : “Seorang Pria dengan Kemerahan pada Kedua Matanya”

Sesi I – lembar I

Seorang pria usia 35 tahun dengan keluhan adanya kemerahan pada kedua matanya, sejak 3

hari yang lalu. Kemerahan merata pada kedua mata, namun mata kanan terasa lebih

mengganjal. Buram disangkal.

Sesi I – lembar II

Identitas :

Nama :Tn.Joni

Umur : 36 Tahun

Pekerjaan :nelayan

Status :menikah

Alamat : kampung batas ,cengkareng

Pasien datang dengan keluhan merah pada kedua matanya sejak 3 hari yang lalu. Merah

tampak merata pada kedua mata. Kotoran mata (+) berwarna kekuningan dan pasien

mengeluh terganggu dengan kotoran matanya. Bengkak tampak pada kedua mata. Mata

kanan terasa lebih mengganjal karena sebelumnya telah terdapat selaput dan sekarang selaput

tersebut juga ikut merah. Gatal dikeluhkan namun tidak terlalu gatal, air mata tidak terlalu

banyak keluar. Silau disangkal pasien. Mata juga tidak sakit atau buram. Tidak ada riwayat

sakit flu (demam,batuk,pilek) sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi demikian

juga keluarganya. Dahulu belum pernah sakit seperti ini, namun sejak beberapa tahun yang

lalu memang ada selaput putih di pojok mata kanan.

Sesi II

Hasil pemeriksaan fisik :

Status generalis :

3

Page 4: Konjungtivitis dan Pterigium

Keadaan umum : baik, compos mentis

Tanda vital : suhu : 36,5oC ; TD : 120/80 ; RR:18x/menit ; Nadi: 76X/menit

Pemeriksaan thorax,abdomen dan extremitas : dalam batas normal

Status lokalis :

Tajam penglihatan : 6/6

Tekanan intar okular : 17mmHg

Palpebra : edema ringan; sekret (+)

Konjungtiva bulbi :OD : terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan

puncak dilimbus, hiperemis (+), injeksi konjungtiva (+)

OS : injeksi konjungtiva (+)

Kornea : jernih

Kamera okuli anterior : dalam

Iris dan pupil : bulat, sentral, reflek cahaya (+)

Lensa : jernih

Vitreus : jernih

Funduskopi : papil bulat; batas tegas; CDR 0,3; aa/vv 2/3 , refleks makula (+) ;

retina baik

Pemeriksaan penunjang :

Pewarnaan gram terhadap air mata dan sekret mata : sel batang dan segmen (+)

4

Page 5: Konjungtivitis dan Pterigium

BAB III

PEMBAHASAN

MASALAH DAN HIPOTESIS

Masalah Penjelasan

1. Kedua mata merah

2. Mata merah sejak 3 hari

yang lalu

3. Merahnya merata

1. Mata merah terjadi karena adanya dilatasi

pembuluh darah yang disebabkan inflamasi,

neovaskular oleh kanker atau tumor. Dapat pula

terjadi pecahnya pembuluh darah karena trauma.

Hiperemia konjungtiva terjadi

akibat bertambahnya asupan pembuluh darah 

ataupun berkurangnya pengeluaran darah sep

erti pada pernbendungan pembuluh darah. Bila

terjadi perlebaran pembuluh darah konjungtiva,

maka akanterlihat warna merah pada mata

yang sebelumnya berwarna putih Namun pada

kasus ini dilaporkan bahwa yang merah adalah

kedua mata kanan dan kiri, maka kemungkinan

neovaskular lebih kecil karena biasanya terjadi

unilateral, sama halnya dengan trauma yang lebih

sering terjadi pada satu mata. Kemungkin terjadinya

inflamasi lebih besar pada pasien ini.

2. Menunjukan bahwa keadaan ini masih dalam fase

akut.

3. Mata merah dapat terjadi sebagian atau merata.

Mata merah sebagian terjadi karena adanya

peradangan lokal. Pada pasien ini terjadi merah

yang merata, menunjukan bahwa terjadi peradangan

yang lebih luas, seperti konjungtivitis

5

Page 6: Konjungtivitis dan Pterigium

4. Mata kanan terasa lebih

mengganjal

5. Buram disangkal

6. Pekerjaan sebagai

nelayan

4. Perasaan mengganjal yang dirasakan pasien ini

harus diketahui sebenarnya apa yang menyebabkan

perasaan mengganjal itu, apakah ada benda asing

atau mungkin ada pertumbuhan jaringan pada mata

pasien.

5. Pasien menyangkal buram bisa menandakan bahwa

tajam penglihatan pasien normal dan keadaan

pasien saat ini belum mempengaruhi

penglihatannya. Namun pemeriksaan visus harus

tetap dilakukan untuk memastikan bagaimana

penglihatan pasien.

6. Lapangan pekejaan pasien faktor resiko terpapar

cahaya sinar matahari dan udara yang panas secara

terus menerus. Ini dapat menyebabkan iritasi kronis

pada mata, sehingga mata menjadi merah.

HIPOTESIS

1. Konjungtivitis akut (virus, alergi, bakteri, jamur)

2. Pterigium

3. Pseudopterigium

4. Keratokunjugtivitis

5. Blefaritis

ANAMNESIS

RPS

1. Apakah ada keluhan lain seperti gatal, keluar sekret, nyeri?

6

Page 7: Konjungtivitis dan Pterigium

2. Bagaimana perjalanan penyakitnya? Kemerahan terjadi pada satu mata terlebih

dahulu atau langsung terjadi pada keduanya?

3. Bagaimana perasaan mengganjal yang dirasakan pasien pada mata kanan?

4. Apakah pasien merasa terganggu saat melihat cahaya (fotofobia) ?

5. Apakah pasien menggunakan lensa kontak?

6. Apakah ada gangguan pada kelopak? Gangguan membuka mata?

7. Apakah ada faktor-faktor yang memperberat atau meringankan gejala pasien?

8. Apakah pekerjaan pasien? Bagaimana aktivitas sehari-hari?

9. Apakah teman kerja atau keluarga di lingkungan pasien ada yang menderita hal

yang sama?

10. Obat apa yang sudah diberikan selama 3 hari ini?

RPD

1. Apakah pernah menjalani operasi mata?

2. Apakah sebelumnya pernah mengalami penyakit seperti ini?

3. Apakah memiliki penyakit bawaan, sistemik, seperti DM?

4. Apakah ada riwayat trauma?

5. Apakah memiliki alergi?

RPK

1. Apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit mata?

2. Apakah ada yang menderita DM, hipertensi di keluarga?

3. Apakah keluarga ada yang menderita alergi?

PEMERIKSAAN FISIK

K.U : Baik, Compos Mentis

Menunjukkan pasien tidak mengalami sakit kronis dan berat. Keadaan kesadaran pasien

dalam keadaan normal.

T.V :

T.D : 120/80 mmHg Normal (N < 120/80)

Nadi : 76x per menit Normal (N = 60-90)

7

Page 8: Konjungtivitis dan Pterigium

Suhu : 36,5°C Normal (N = 36,5 – 37,2)

Pernafasan : 18x per menit Normal (N = 16 - 20)

Tanda vital pasien yang normal menunjukkan pasien tidak menderita penyakit sistemik. Yang

menimbulkan kemerahan pada mata tersebut.

Pemeriksaan Fisik

Thorax : dalam batas normal

Menunjukkan tidak ada kelainan pada jantung, paru dan mediastinum.

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

Pemeriksaan Oftalmologi Dekstra dan Sinistra

Tajam Penglihatan / Visus : 6/6 Normal (N = 6/6)

Tekanan Intra Okular : 17 mmHg Normal (N = 15 – 20)

Palpebra : Edema Ringan dan Sekret (+)

Menunjukkan adanya reaksi inflamasi pada konjuntiva sehingga terjadi kumpulan

eksudat di jaringan yang longgar konjungtiva yang menimbulkan penonjolan konjungtiva

dimana sebagai hasilnya palpebra terlihat membengkak dan secret (+) membuktikan

terjadinya proses injeksi konjungtiva dengan bukti tambahan mata kemerahan pada

konjungtiva.

Konjungtiva Bulbi :

OD : Terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak di limbus kornea,

hiperemi (+), Injeksi Konjungtiva (+)

Kemerahan (+) disebabkan oleh injeksi konjugtiva. Hiperemi yang tampak merah

cerah biasanya menandakan konjungtivitis bakterial sedangkan hiperemi yang tampak seperti

kabut biasanya menandakan konjungtivitis karena alergi. Kemerahan paling nyata pada

forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva

8

Page 9: Konjungtivitis dan Pterigium

posterior Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga merupakan pterigium. Pterigium terbagi

atas 4 derajat yaitu :

Derajat 1 :

Jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.

Derajat 2 :

Jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.

Derajat 3 :

Pterigium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata

dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

Derajat 4 :

Pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Dari data diatas dapat ditentukan derajat pterigium pasien yaitu Pterigium OD derajat 1.

OS : Injeksi Konjungtiva (+)

Menunjukkan pasien mengalami Injeksi Konjungtiva ODS dan merupakan tanda terdapat

kelainan pada kedua konjugtiva.

Kornea : Normal

Kamera Okuli Anterior : Normal

Iris dan Pupil : Bulat, Sentral, Refleks Cahaya (+) (NORMAL)

Lensa dan Vitreous : Jernih (NORMAL)

Funduskopi : Papil bulat, berbatas tegas (NORMAL)

C/D Ratio (Cup to Disc Ratio) : 0,3 (Normal, karena nilai normal < 0,5) 1

9

Page 10: Konjungtivitis dan Pterigium

Penilaian diskus optikus. Dengan menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur

rasio cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika ternyata

melebihi 0,5 karena hal itu menunjukkan peningkatan tekanan intraokular yang signifikan.

Arteri : Vena Sentralis : 2/3 (NORMAL)

Refleks Makula : (+) (Retina bekerja NORMAL)

Retina : Baik (NORMAL)

Dari hasil pemeriksaan fisik maka pasien dapat di diagnosis sementara sebagai Konjungtivitis

ODS dengan pterigium OD derajat I.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Gram

Pemeriksaan gram terhadap air mata dan secret mata ditemukan adanya sel batang dan

segmen. Menunjukkan adanya infeksi bakterial akut, namun untuk mengidentifikasi jenis

bakteri masih memerlukan pemeriksaan lanjut yaitu kultur air mata.

DIAGNOSIS

Berdasarkan keluhan pasien yaitu kemerahan dan perasaan mata mengganjal,

pemeriksaan fisik ditemukan hiperemi konjungtiva, injeksi konjungtiva, secret mata eksudat,

jaringan firbovaskular di limbus kornea dan pemeriksaan penunjang ditemukan neutrophil

batang dan segmen, maka diagnosis pasien adalah Konjungtivitis ODS akut dengan

Pterigium OD derajat I.

10

Page 11: Konjungtivitis dan Pterigium

Patofisiologi

Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan

kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang berdekatan

atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi

bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik

meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini

mencapai permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan berpindah secara

mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas. Pertahanan tubuh

primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan

ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi

(tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang merangsang lakrimasi.

Pterigium terjadi pada permukaan yang terekspos udara luar serta mendapat paparan sinar dan iritsn

fisik lainnya. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau didaerah

komea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium

akan berwama merah.

Pada pasien ini, ada faktor resiko yang berkontribusi besar pada pterigium yang dialami, yaitu

paparan sinar UV (ultraviolet) dari matahari secara langsung. Pekerjaan pasien adalah

seorang nelayan. Lapangan pekerjaan seorang nelayan adalah di luar ruangan yang terpapar

sinar matahari secara langsung. Apabila pasien tidak menggunakan bahan seperti topi atau

kacamata untuk proteksi sinar UV maka pterigium sangat mudah terjadi pada pasien. Sinar

ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva, menghasilkan kerusakan pada sel serta

proliferasi sel yang menjadi dasar patogenesis pterigium

.

DIAGNOSIS BANDING

Konjungtivitis Viral

Yang membedakan konjungtivitis viral dan bakteri adalah secret air mata yang

sedikit, injeksi konjungtivitis tidak mencolok/ringan, dan ditemukannya sel monosit

dan limfosit pada pewarnaan.

Pseudopterigium

Perbedaan dengan pterigium adalah letak jaringan fibrovaskular, celah kelopak /

fisura palpebral dan riwayat penyakit sebelumnya yaitu ulkus kornea

11

Page 12: Konjungtivitis dan Pterigium

PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

Pasien disarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran dan sebagai tambahan

menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari, menjaga higienitas tubuh seperti

mencuci tangan sebelum menyentuh mata, dan menghindari mengucek mata terlalu sering.

Medikamentosa

Antibiotic tunggal

o Kloramfenikol

o Gentamisin

o Tobramisin

o Eritromisin

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan

dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri

sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa)

untuk mengetahui penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan

disesuaikan. Namun pada pasien ini, apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan

langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam

atau salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur

diberi salep mata (sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila

mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau

kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal.

Obat topikal

o Lubrikans

Air mata buatan (GenTeal)

o Kortikosteroid

Prednisolone acetate

Penggunaan obat topical diatas digunakan untuk menghilangkan gejala pterigium

terutama pada derajat 1 dan derajat 2.

12

Page 13: Konjungtivitis dan Pterigium

KOMPLIKASI

Astigmatisma

Konjungtivitis Kronis

Kerato-konjungtivitis

Obstruksi Ductus Nasolacrimal

PROGNOSIS

a. Ad Vitam : ad Bonam

b. Ad Functionam : ad Bonam.

c. Ad Sanationam : Dubia ad malam

karena mata pencaharian pasien yaitu nelayan yang akan selalu terkontak dengan

udara dan iritasi kronis.

13

Page 14: Konjungtivitis dan Pterigium

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Gambar : Anatomi mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari

luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan

siliaris/iris, dan (3) retina. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea

transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah

sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah

untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang

terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan saraf di dalam.

Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya

menjadi impuls saraf.

Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata. Dinding bola mata terditi

atas sklera dan kornea. Isi bola mata terdiri atas uvea, retina dan lensa.

Sklera membentuk putih mata dan bersambung pada bagian depan dengan sebuah

jendela membran bening yaitu kornea. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus,

serta membantu mempertahankan bentuk biji mata. Kornea melindungi struktur halus yang

14

Page 15: Konjungtivitis dan Pterigium

berada dibelakangnya serta membantu memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak

mengandung pembuluh darah.

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh

ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang

disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke

dalam bola mata. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk

kebutuhan akomodasi.

Iris memiliki celah ditengahnya yang disebut dengan pupil, yang berfungsi sebagai

tirai yang melindungi retina serta mengendalikan jumlah cahaya yang masuk ke mata.

Lensa adalah organ fokus utama yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang

terpantul dari benda-benda yang dilihat menjadi bayangan yang jelas pada mata.

Pupil adalah bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris

dimana cahaya masuk melaluinya untuk mencapai retina. Pupil yang normal akan

berkonstriksi jika terkena cahaya.

Gambar: tulang yang membentuk rongga orbita

Rongga mata (orbital) bertujuan untuk melindungi bola mata. Bentuk rongga mata

adalah piramida empat sisi yang ujungnya berada di foramen optikal. terdapat tujuh tulang

yang ikut membentuk formasi tulang orbital ini yaitu : maksilari, zygomaticum, frontal,

15

Page 16: Konjungtivitis dan Pterigium

ethmoidal, lakrima, palatin, dan sfenoid. Tulang-tulang ini membentuk rongga untuk bola

mata yang memberi tempat untuk masuknya otot-otot mata dan berasosiasi sangat dekat

dengan sinus sekitarnya dan fosa kranial. Banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati

foramen, fisura dan kanal dari tulang orbital.Rongga mata juga terdapat kelenjar air mata.

Periorbita adalah membran periosteal yang menutupi tulang orbital. Pada ujung

orbital, periorbita bersatu dengan durameter menutupi saraf optik. Pada bagian depan,

periorbita menyambung dengan septum orbital dan periosteum dari tulang fasial. Garis

persatuan dari ketiga lapisan pada lingkaran orbita disebut dengan arkus marginalis

Gambar : anatomi kelopak mata

Kelopak mata berfungsi juga untuk melindungi mata serta mengeluarkan sekresi

kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.Kulit dari kelopak mata bagian

atas sangatlah tipis sedangkan pada bagian bawah lebih tebal. Kelopak mata terdiri

lempengan tarsal yang terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan

dibatasi konjungtiva. Kelopak mata ditutup oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus

orbikularis okuli.

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam

dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,

16

Page 17: Konjungtivitis dan Pterigium

kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh

darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:

1. konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).

2. konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).

3. forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan

bola mata).

Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar

juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah

dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet

yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang

memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

Gambar; Konjungtiva

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.

Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang

umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang

banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan

17

Page 18: Konjungtivitis dan Pterigium

profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus

limfatikus yang kaya.

gambar : pendarahan orbita

Pendarahan orbita terutama disuplai oleh arteri optalmikus ( cabang arteri karotis

interna) dan infraorbitalis (cabang dari arteri karotis eksterna). Arteri optalmikus memiliki

banyak cabang yang mensuplai daerah tertentu.

18

Page 19: Konjungtivitis dan Pterigium

Arteri yang mensuplai retina adalah arteri centralis retinae. Arteri ini berjalan dibawah

nervus opticus dan masuk ke bola mata melalui papil optik. Arteri ini mensuplai permukaan

interna retina. Vena utama pada orbita adalah vena infra orbital dan vena optalmika inferior

dan superior. Vena optalmika superior dan inferior bergabung menjadi vena centralis retina.

Vena ini masuk ke fisura orbitalis superior untuk bergabung dengan sinus cavernosus.

Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V.

Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri

Terdapat enam otot penggerak mata, empat diantaranya lurus sementara dua yang lain

adalah oblik. Otot lurus terdiri dari otot rektus mata superior, inferior, medial dan lateral.

Otototot ini menggerakkan mata ke atas, bawah, ke dalam dan ke sisi luar bergantian. Otot-

otot oblik adalah otot inferior dan superior. Otot oblik superior menggerakkan mata ke bawah

dan ke sisi luar, sementara otot oblik inferior menggerakkan mata ke atas dan juga ke sisi

luar.

Gambar: otot extrinsik mata

HISTOLOGI

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan epitel silinder

bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas

karunkula dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel

epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang

mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi

19

Page 20: Konjungtivitis dan Pterigium

lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat

daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. Lamina propria

terdiri dari jaringak ikat jarang.

Produksi musin oleh sel-sel goblet konjungtiva sangat penting untuk membuat air

mata melekat pada epitel kornea. Kegagalan produksi sekret kelenjar lakrimalis atau produksi

sel-sel goblet akan mengakibatkan mata kering, kalau parah keadaan ini meyebabkan rasa

nyeri dan merupakan predisposisi terjadinya ulserasi serta kekeruhan kornea. Penghasil

musin:

1. Sel Goblet: terdapat pada konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi

2. Kel. Manz: terdapat melingkari libur kornea

3. Kriptus Henle: terdapa sepanjang 1/3 atas konjungtiva palpebra superior dan 1/3

bawah konjungtiva palpbera inferior

20

Page 21: Konjungtivitis dan Pterigium

MATA MERAH

Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui

bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemi konjungtiva

terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran

darah sepertu pada pembendungan pembuluh darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah

konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan sklera makan akan terlihat

warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih.

21

Page 22: Konjungtivitis dan Pterigium

Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada

peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan

melebar, pada iritis dan glaukoma akut kongestif, pembuluh darah arteri perkornea yang letak

lebih dalam akan melebar, sedangkan pada konjungtivitis pembuluh darah superfisial yang

melebar, maka bila diberi epinefrin topikal, akan terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan

kembali putih.

Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:

Arteri konjungtiva posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi

Arteri siliar anterior atau episklera yang memberikan cabang:

o Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior

longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus, yang akan

memperdarahi iris dan badan siliar.

o Arteri perikornea yang memperdarahi kornea

o Arteri episklera yang teletak di atas sklera, merupakan bagian arteri siliar

anterior yang memberikan perdarahan ke dalam bola mata

Bila terjadi pelebaran pembuluh-pembuluh darah di atas maka akan terjadi mata

merah. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah dapat juga terjadi akibat pecahnya

salah satu dari kedua pembuluh darah di atas dan darah tertimbun di bawah jaringan

konjungtiva. Keadaan ini disebut sebagia perdarahan subkonjungtiva.

Injeksi Konjungtiva

Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi konjungtiva ini

dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun injeksi pada jaringan konjungtiva.

Injeksi konjungtiva mempunyai sifat;

- Mudah digerakkan dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva posterior melekat

secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dari dasar sklera

- Pada radang konjungtiva pembuluh darah ini terutama didapatkan di daerah forniks

- Ukuran pembuluh darah makin besar ke bagian perifer, karena aslanya dari bagian

perifer atau arteri siliar anterior

- Berwarna merah yang segar

- Gatal

- Fotofobia (-)

22

Page 23: Konjungtivitis dan Pterigium

- Pupil ukuran normal dengan reaksi normal

- Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara

Injeksi Siliar

Melebarnya pembuluh darah perikornea (a. Siliar anterior) atau injeksi siliar atau

injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing pada kornea,

radang jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis

Injeksi siliar ini mempunyai sifat:

- Berwarna lebih ungu dibanding dengan injeksi konjungtiva

- Pembuluh darah tidak tampak

- Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena menempel

erat dengan jaringan perikornea

- Ukuran sangat halus terletak di sekitar kornea, paling padat sekitar kornea, dan

berkurang ke arah forniks

- Hanya lakrimasi

- Fotofobia (+)

- Sakit pada penekanan sekitar kornea

- Pupil ireguler keci (iritis) dan lebar (glaukoma)

- Pembuluh darah perikornea tidak menciut bila diberi epinefrin atau adrenalin 1:1000

PTERIGIUM

Definisi

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang

tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium

tumbu berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa

Yunani yaitu pteron yang artinya sayap.

Faktor resiko

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium adalah

terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan

23

Page 24: Konjungtivitis dan Pterigium

kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah, penggunaan

kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan

berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium,

kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan

pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini

merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong juga menunjukkan adanya

pterygium angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis

sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel

tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.

Patogenesis

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada

orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima

tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan

terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu

atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan

kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu

teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell.

Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan

dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.

Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial

fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan

vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea

terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering

disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, displasia. Limbal stem cell adalah

sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi

24

Page 25: Konjungtivitis dan Pterigium

pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal

adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan

membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada

pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan

manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar

ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra. tebal atau tipis dan

kadang terjadi

Gambar: jaringan fibrovaskular pada pterigium

KONJUNGTIVITIS

Definisi

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang

menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.

Etiologi

Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,

berkaitan dengan penyakit sistemik dan juga bahan-bahan kimia. Manifestasinya pun

berbeda-beda sesuai dengan etiologinya.

Gambaran klinis

1. Hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva) secara merata

2. Lakrimasi

3. Eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari

4. Pseudoptosis (akibat kelopak membengkak)

5. Kemosis

6. Hipertrofi papil

25

Page 26: Konjungtivitis dan Pterigium

7. Folikel

8. Pseudomembran

9. Flikten

10. Rasa mengganjal

Patogenesis

Patogenesis dari konjungtivitis bakterial ini yaitu terdapat perubahan pada:

Tingkat selular, yang berupa pembentukan eksudat akibat aktivitas sel PMN dan sel

inflamasi lainnya pada substansia propria konjungtiva

Tingkat vaskular, yang berupa kongesti dan peningkatan permeabilitas pembuluh

darah konjungtiva, juga terdapat proliferasi kapiler pada konjungtiva

Tingkat jaringan, yang berupa edema pada konjungtiva. Terjadi deskuamasi pada

epitel superfisial, proliferasi pada lapisan basal konjungtiva, dan peningkatan sel

goblet

Sekret konjungtiva, yang terdiri atas air mata, mukus, sel inflamasi, sel epitel yang

berdeskuamasi, fibrin, dan bakteri patogen. Pada konjungtivitis yang berat, dapat

ditemukan sel darah merah.

BAB V

KESIMPULAN

Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan kontaminasi

eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang berdekatan atau dari jalur aliran

darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva.

26

Page 27: Konjungtivitis dan Pterigium

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang

tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.

Tejadinya kedua penyakit ini pada pasien dapat dikarenakan yang pertama adalah

pekerjaan pasien sebagai nelayan yang merupakan faktor resiko terjadi pterigium, karena

paparan sinar matahari terus menerus yang akan menyebabkan iritasi kronis pada mata

pasien. Kemudian terjadinya konjungtivitas bakteri pada pasien ini karena adanya

kontaminasi eksternal

Penting bagi kita sebagai dokter untuk memberikan pengobatan yang adekuat

terhadap pasien agar kedua penyakit mata ini segera sembuh. Pterigium dan konjungtivitis

yang dialami pasien akan mengganggu pekerjaan pasien sebagai nelayan. Jika pengobatan

tidak adekuat maka konjungtivitis akan menjadi kronis dan akan lebih sulit untuk diobati,

selain itu pterigium pada pasien ini juga belum mengganggu penglihatannya, maka kita harus

menangani sebaik mungkin agar pterigium tidak semakin melebar dan mengganggu

penglihatan pasien. Selain medikamentosa, penatalaksaan yang tidak kalah penting adalah

edukasi pada pasien untuk menggunakan alat pelindung ketika bekerja, seperti topi, agar

tidak terpapar cahaya matahari secara langsung. Pasien juga diminta untuk lebih menjaga

kebersihan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Allingham RR, Damji K, Freedman S. Ch 2: Intraocular Pressure and Tonometry. In :

Shafranov G, Editors. Shield’s Textbook of Glaucoma. 5th ed.

Philadelphia :Lippincott Williams and Wilkins;2005;p36-58

27

Page 28: Konjungtivitis dan Pterigium

2. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. In: Clinically oriented Anatomy. 6 thed.

Philadelphia : lippincott Willian and Willkins;2010;p.889-909

3.

28