Mata Pterigium (Repaired)

24
LAPORAN PENDAHULUAN PTERIGIUM OLEH : DIAN WIDIASTUTIK,S.Kep I. TINJAUAN TEORI A. Definisi Pterigium berasal dari kata Yunani “pterygos” yang berarti “sayap kecil” (Aminlari dkk, 2010). Pterigium merupakan pertumbuhan epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva pada mata dan dapat menganggu penglihatan (Erry dkk, 2011). Pterigium adalah suatu pertumbuhan dari epitel konjungtiva bulbaris dan jaringan ikat subkonjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang terdapat dicelah kelopak mata bagian medial atau nasal berbentuk segitiga, dengan puncaknya mengarah kebagian tengah dari kornea. Pterigium ini lebih sering tumbuh di bagian nasal daripada dibagian temporal, namun dapat juga terjadi pertumbuhan nasal dan temporal pada satu mata disebut double pterigium. Pterigium dapat mengenai kedua mata dengan derajat pertumbuhannya yang berbeda (Erry dkk, 2011). Laporan Pendahuluan Pterigium Dian Widiastutik ,S.Kep STIKES Widyagama Husada Malang Page 1

description

pteregium

Transcript of Mata Pterigium (Repaired)

TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUANPTERIGIUMOLEH : DIAN WIDIASTUTIK,S.Kep

I. TINJAUAN TEORIA. Definisi Pterigium berasal dari kata Yunani pterygos yang berarti sayap kecil (Aminlari dkk, 2010). Pterigium merupakan pertumbuhan epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva pada mata dan dapat menganggu penglihatan (Erry dkk, 2011). Pterigium adalah suatu pertumbuhan dari epitel konjungtiva bulbaris dan jaringan ikat subkonjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang terdapat dicelah kelopak mata bagian medial atau nasal berbentuk segitiga, dengan puncaknya mengarah kebagian tengah dari kornea. Pterigium ini lebih sering tumbuh di bagian nasal daripada dibagian temporal, namun dapat juga terjadi pertumbuhan nasal dan temporal pada satu mata disebut double pterigium. Pterigium dapat mengenai kedua mata dengan derajat pertumbuhannya yang berbeda (Erry dkk, 2011).

Gambar 1.1 Pterigium

B. EtiologiPterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasama, radang, dan degenerasi (Ilyas, 2009).

C. Klasifikasi1. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.2. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal

D. StadiumDari pemeriksaan fisik, didapatkan massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sklera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan puncak pada permukaan kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan (Inascrs, 2011).Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Youngson 2013, ) :1. Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea2. Derajat 2 :Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm kornea3. Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)4. Derajat 4:Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan (Inascrs, 2011)

E. Manifestasi KlinisPada awal proses penyakit, pterigium biasanya asimtomatis. Namun pterigium juga dapat memberikan keluhan mata kering (seperti terbakar atau gatal dan berair), iritatif, merah, dan memberikan keluhan gangguan penglihatan. Sejalan dengan progresivitas penyakit, lesi bertambah besar dan kasat mata sehingga secara kosmetik mengganggu pasien. Pertumbuhan lebih lanjut, lesi menyebabkan gejala visual karena terjadinya astigmatisma ireguler (Aminlari dkk, 2010). Keluhan lain yang mungkin didapat dari pasien adalah rasa mengganjal di mata seperti ada benda asing.

F. PatofisiologiTerjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik bagitumor supressor genep53 yang terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF- dan VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis.Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.Limbal stem celladalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensilimbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membranbasementdan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsilocalized interpalpebral limbal stem cell.Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.

G. PATHWAY

Terpapar sinar UV Debu, panas, angin kering

Gangguan apoptosis Perubahan Jaringan Sitokin Proinflamasi

PeningkatanPeningkatan Produksi Ploriferasi JaringanEnzim metiloproprinaze

PTERYGIUM

Menutup Selaput merah Operasi pengangkatan Kornea pada kornea pterygium

Hambatan Perubahan statusPenerimaan Cahaya kesehatan Preoperasi Post operasi

Harga dirirendah

G3 persepsi sensorivisual Ancaman Perlukaan kehilangan pada korneafungsi organ

KecemasanKurang pengetahuanResiko Cedera

Resiko InfeksiNyeri Akut

H. Pemeriksaan diagnosticDiagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu (MDGuidelines, 2013).Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh. Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium tersebut (MDGuidelines, 2013).

G. KomplikasiPterigium dapat menimbulkan komplikasi baik pre maupun post operasi.1. Komplikasi dari pterigium sebelum dilakukan tindakan bedah meliputi sebagai berikut:a. Gangguan penglihatan karena astigmatisma iregulerb. Mata kemerahanc. Iritasid. Gangguan pergerakan bola mata.e. Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan korneaf. Dry Eye sindrom

2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:a. Infeksib. Ulkus korneac. Graft konjungtiva yang terbukad. Diplopiae. Adanya jaringan parut di kornea (Fisher, 2009)

II. MANAJEMEN KEPERAWATANA. Konsep Dasar Asuhan KeperawatanProses keperawatan adalah proses yang terdiri dari 5 tahap meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi/analisis masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan menyediakan pendekatan pemecahan masalah yang logis dan teratur untuk memberikan asuhan keperawatan sehingga kebutuhan pasien dipenuhi secara komprehensif dan efektif (Doenges, Marilynn E, 1998).

1. PengkajianTahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisir yang meliputi tiga aktivitas dasar : mengumpulkan data, menyortir dan mengatur data yang dikumpulkan, mendokumentasikan data yang dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali. Dengan menggunakan beberapa teknik, anda berfokus pada pendapatan profil pasien yang akan memungkinkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien dan diagnosa yang cocok, merencanakan masalah, mengimplementasikan intervensi dan mengevaluasi hasil. Profil ini disebut data-data pasien.

Data dasar pasien memberikan suatu pengertian tentang status kesehatan pasien yang menyeluruh. Data tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati.

Pada pemeriksaan fisik (inspeksi) pasien pterigium biasanya ditemukan terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan konjuntiva. Pterygium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterygium yang avaskuler dan flat. Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterygium pada daerah temporal.

2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respons individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Doenges, Marilynn E, 1998).

Diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada penderita pneumonia (Doenges, Marilynn E, 1999) adalah sebagai berikut :Berdasar pada data pengkajian, diagnose keperawatan utama pasien dapat meliputi :1. Nyeri berhubungan dengan cedera, inflamasi, peningkatan TIO, atau intervensi bedah.2. Ansietas berhubungan dengan gangguan penglihatan dan kehilangan otonomi.3. Perubahan sensori / persepsi (visual) berhubungan dengan trauma okuler, inflamasi, infeksi, tumor, penyakit structural, atau degenerasi sel fotosensitif.4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan

3. PerencanaanPerencanaan adalah proses yang terdiri dari dua bagian; pertama identifikasi tujuan dan hasil yang diinginkan dari pasien untuk memperbaiki masalah kesehatan atau kebutuhan yang telah dikaji, dan kedua, pemilihan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan berdasarkan diagnosa keperawatan yang lazim pada pterigium sebagai berikut :1. Nyeri berhubungan dengan cedera, inflamasi, peningkatan TIO, atau intervensi bedah. Kriteria hasil: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang Skala nyeri : 1-3 Klien nampak lebih rileksRencana tindakan :

IntervensiRasional

1. Tentukan lokasi, karakteristik dan ,Intensitas nyeri

2. Pantau tanda vital

3. Ajarkan tekhnik nafas dalam dan tindakan kenyamanan

4. Kolaborasi dalam pemberian analgesik1. Nyeri dada Biasanya ada dalam beberapa derajat dalam pneumonia, juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.

2. Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri

3. Tindakan non analgesi diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.4. Diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri.

2. Ansietas berhubungan dengan gangguan penglihatan dan kehilangan otonomi.

Kriteria hasil: Klien akan menunjukkan : 1. Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya2. Menghubungkan peningkatan psikologi dan kenyamanan fisiologis3. Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietasRencana tindakan:

IntervensiRasional

1. Bina hubungan saling percaya antara perawat-pasien

2. Pahami rasa takut/ ansietas pasien.

3. Kaji tingkat ansietas yang dialami oleh pasien

4. Temani atau atur supaya ada seseorang bersama pasien sesuai indikasi.

5. Berikan penjelasan pada pasien tentang penyakitnya.1. hubungan saling percaya adalah dasar hubungan terpadu yang mendukung klien dalam mengatasi perasaan cemas.

2. perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.antau tanda vital

3. mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh pasien.4. dukungan yang terus menerus mungkin membantu pasien mengurangi ansietas/ rasa takut ke tingkat yang dapat diatasi.

5. dapat mengurangi rasa cemas pasien akan penyakitnya.

3. Perubahan sensori / persepsi (visual) berhubungan dengan trauma okuler, inflamasi, infeksi, tumor, penyakit structural, atau degenerasi sel fotosensitif.Kriteria Hasil : 1. peningkatan ketajaman penglihatan dalam batas normal2. klien memahami dengan gangguan sensori yang dialamidan dapat beradaptasi bahaya disekitar klien terminimalisirRencana tindakan :IntervensiRasional

1. Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat. 2. Orientasikan klien tehadap lingkungan.

3. Perhatikan tentang penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.

4. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi mata yang tidak dioperasi.

1. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.2. Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan

3. Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator

4. Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan jelas.

4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.Kriteria hasil : 1. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.2. Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.Rencana tindakan :IntervensiRasional

1. Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.2. Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.3. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.4. Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.5. Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, pantau adanya kegelisahan, disorientasi.

1. Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien

2. Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.

3. Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata

4. Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.

5. Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi

5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatanKriteria Hasil : Klien nampak lebih mampu memenuhi perawatan diriIntervensiRasional

1. Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau- gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.

2. Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik yang benar memberikan obat.

3. Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.

4. Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.

1. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

2. Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.

3. Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah4. Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.

Rencana tindakan : 4. Evaluasi1. Nyeri hilang atau berkurang2. Klien nampak lebih rileks3. Klien mengalami peningkatan ketajaman pengelihatan 4. Mampu mengulang pemahaman program terapi, perawatan tindak lanjut dan kunjungan ke dokter5. Klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri sesuai kemampuannya.6. Klien tidak nampak terjadi

DATAR PUSTAKA

Aminlari, A., Singh, R., liang, D., 2010. Management of Pterygium 3738.Erry, Mulyani, U.A., Susilowati, D., 2011. Distribusi dan Karakterisitik Pterigium di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 14, 8449.Fisher, J.P., 2009. Pterygium. Medscape.Francisco J, Garcia-Ferrer, Ivan R. Schwab, Debra J. Shetlar, 2010. Konjungtiva, in: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC, Jakarta, p. 119.G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y Hong, D T H Tan, 2002. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. bjophthalmol 86, 13411346.Ilyas, S., 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.Inascrs, 2011. Panduan Penatalaksanaan Medis.Khurana, A.K., 2007. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Age International (P) Limited, New Delhi.Laszuarni, 2010. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat.MDGuidelines, n.d. Pterygium [WWW Document]. MDGuidelines. URLhttp://www.mdguidelines.com/pterygium(accessed 9.8.13).Mescher, Anthony L, 2007. Junqueiras Basic Histology: Text and Atlas, 12th ed. Mc Graw Hill, USA.Saerang, J.S.M., 2013. Vascular Endothelial Growth Factor Air Mata sebagai Faktor Risiko Tumbuh Ulang Pterygium. J Indon Med Assoc Volum: 63, 100105.Soewono, W., Oetomo, M.M., Eddyanto, 2006. Pterigium, in: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III 2006. pp. 102104.Tortora, Gerard T, Grabowski, Sandra, 2009. Principles of Anatomy and Physiology, 12th ed. John Wiley & Sons, USA

Laporan Pendahuluan PterigiumDian Widiastutik ,S.KepSTIKES Widyagama Husada MalangPage 2