Lapsus Pterigium

24
LAPORAN KASUS LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MATA PTERIGIUM Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Oleh: Prajatiwi N. Dilla 209.121.0036 Pembimbing: dr. Sigit Wibisono, Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK MADYA

description

lapsus pterigium

Transcript of Lapsus Pterigium

LAPORAN KASUSLABORATORIUM ILMU KESEHATAN MATA

PTERIGIUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh:Prajatiwi N. Dilla 209.121.0036

Pembimbing:dr. Sigit Wibisono, Sp.M.

KEPANITERAAN KLINIK MADYAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANGRSUD KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG2014

9

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata yang berjudul Pterigium ini dapat terselesaikan sesuai rencana yang diharapkan.Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan penyakit pada mata khususnya Pterigium. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pembimbing kami, dr. Chairunnisa F., Sp.M., dr. Sigit Wibisono, Sp.M., dr. Lina J.P., Sp.M. atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada kami selama proses pembuatan laporan ini.Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini belumlah sempurna.Untuk itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini.Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.Semoga laporan ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.

Kepanjen, Desember 2014Penyusun

Prajatiwi N. DillaDAFTAR ISIJudul Kata Pengantar 1BAB I : Pendahuluan Latar Belakang3Rumusan Masalah3Tujuan3Manfaat4BAB II : Status PasienIdentitas Penderita5Anamnesis5Pemeriksaan FisikStatus Generalis6Status Oftalmologis6Diagnosis7Penatalaksanaan8Prognosis9BAB III : Pembahasan10BAB IV : Penutup 14Daftar Pustaka15

BAB IPENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANGPterigiummerupakan penetrasi lapisan Bowman akibat pertumbuhan fibrovaskular yang berasal dari penebalan dan lipatan konjungtiva bulbi yang bersifat degeneratif dan invasive.Seperti daging berbentuk segitigadengan banyak pembuluh darah, puncaknya terletak di kornea dan dasarnya di bagian perifer.Umumnya bilateral di sisi nasal. Keadaan ini diduga merupakan suatu keadaan iritatif akibat sinar ultraviolet, daerah yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik.Pterigium banyak terdapat pada orang dewasa tetapi dijumpai pula pada anak-anak.Pterigium dilaporkan terjadi 2 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan wanita.Jarang mengenai umur 20 tahun ke bawah. Pasien dengan usia lebih 40 tahun mempunyai prevalensi pterigium yang lebih besar.1.2. RUMUSAN MASALAH1.2.1. Bagaimana karakteristik pasien dengan penyakit Pterigium?1.2.2. Bagaimana manifestasi klinis dan penegakan diagnosa pada pasien dengan Pterigium?1.2.3. Bagaimana penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi pasien dengan Pterigium?

1.3. TUJUAN1.3.1. Mengetahui karakteristik pasien dengan penyakit Pterigium ?1.3.2. Mengetahui manifestasi klinis dan penegakan diagnosa pada pasien dengan Pterigium ?1.3.3. Mengetahui penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi pasien dengan Pterigium ?

1.4. MANFAATLaporan kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum tentang penyakit Pterigium, sehingga dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan dalam penegakan diagnosa maupun penatalaksanaannya pada pasien.BAB IISTATUS PASIEN

2.1IDENTITAS PASIENNama: Ny.SJenis Kelamin: PerempuanUmur: 45 tahunAlamat: PakisajiPendidikan: SDPekerjaan: Ibu Rumah TanggaStatus: MenikahSuku Bangsa: Jawa

2.2ANAMNESA1. Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri mengganjal dan berselaput.

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang pasien perempuan berusia 45 tahun datang ke poliklinik Mata RSUD Kepanjen dengan keluhan kedua mata mengganjal dan berselaput secara perlahan selama 6 bulan terakhir. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah penglihatan kabur pada mata kiri, penglihatan kabur seperti ada yang menutupi pandangan. Kabur dirasakan saat melihat jauh ataupun dekat Pasien juga mengeluh tidak bisa membaca dekat sejak 1 th terakhir ini, keluhan ini terjadi terus menerus tidak berhubungan dengan waktu, pasien juga tidak mengeluh jika berjalan sering menabrak meja atau kursi disekitarnya, pasien tidak mengeluh nyeri pada mata, dan tidak pusing. keluhan tidak bisa membaca sudah ada sebelum adanya keluhan mata berselaput. Sebelumnya pasien belum pernah menggunakan kacamata baca.Pasien juga mengeluh pandangan silau dan sering berair.Pasien tidak merasa ada perubahan warna pada mata depan, tidak ada trauma pada mata sebelumnya, pasien menyangkal jika pernah mengalami sakit mata sebelumnya. Penyakit yang dialami sekarang belum pernah di obati, baru rencana berobat saat ini.

3. Riwayat Penyakit Dahulu: riwayat penyakit serupa (-), kencing manis (-), darah tinggi (-), alergi makanan & obat (-), trauma (-), mata merah (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga: riwayat penyakit serupa (-), kencing manis (-), darah tinggi (-),alergi makanan & obat (-).

5. Riwayat Pengobatan:(-)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran : compos mentis (GCS 456)Vital sign : Tensi : 120/80 mmHgNadi : 80 x/menitRR : 19 x/menitSuhu : dalam batas normal2.4STATUS OFTALMOLOGI

Gambar 1. Gambaran mata pada pasien

Tabel 1. Pemeriksaan oftalmologiPemeriksaanODOS

AVTanpa koreksiPin Hole5/8,55/55/125/5

TION/PN/P

Kedudukanorthophoriaorthophoria

Pergerakan

Palpebra Odem Hiperemi Trikiasis------

Konjungtiva Tarsal BulbiHiperemi (-)Jaringan fibrovaskuler di sisi nasal melewati limbus > 2 mm tidak melewati pupilHiperemi (-)Jaringan fibrovaskulermelewati limbus > 2 mm, telah melewati pupil

Kornea warna permukaan infiltrate edemaJernihCembung--JernihCembung--

Bilik mata depan kedalaman hifema hipopionCukup--Cukup--

Iris dan pupil warna iris bentuk pupil reflek cahaya diameter pupilCoklatBulat, central+3 mmCoklatBulat, central+3 mm

Lensa warna Iris shadowjernih-jernih-

VitreusJernih (+)(+)

RetinaTidak dilakukanTidak dilakukan

2.5Diagnosa Working diagnosisI: Susp. OD Pterigium Stadium III Susp. OS Pterigium Stadium IVDifferential DiagnosisI:ODS Pingekuela ODS PseudopterigiumWorking diagnosisII:ODS PresbiopiaDifferential diagnosisII:ODS Hipermetropia ODS Astigma

2.6 PENATALAKSANAANPlanning Diagnosis:Slit Lamp + test sondasePemeriksaan visus ulang dengan koreksiPlanning Therapy: Non farmakologi KIE mengenai apa yang terjadi pada pasien mengenai penyakitnya. Menghindari faktor Menyarankan menggunakan kaca mata yang sesuai

2.7PROGNOSAAd vitam: ad bonamAd Functionam: dubia admalamAd Sanationam: dubia ad malam

BAB IIIPEMBAHASAN

Diagnosis pterigium pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis didapatkan keluhan kedua mata mengganjal dan berselaput secara perlahan selama 6 bulan terakhir. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah penglihatan kabur pada mata kiri, penglihatan kabur seperti ada yang menutupi pandangan. Pasien juga mengeluh pandangan silau dan sering berair. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa keluhan subjektif penderita pterigium bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai timbulnya gejala berupa adanya bayangan hitam di depan mata, sesuatu yang mengganjal, perih, gatal dan sering keluar air mata. Gatal, atau perih dapat terjadi bila terjadi iritasi pada pterigium.Penglihatan kabur disebabkan oleh karena pterigium yang berada di kornea yang mempengaruhi visus karena dapat menimbulkan astigmatisma ireguler.Pasien adalah ibu rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar saat memasak. Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga disebabkan oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) atau inframerah, disamping debu, angin, dan udara panas. UV-B merupakan faktor mutagenik bagitumor supressor genep53 yang terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF- dan VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis.Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular.Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea.Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.Limbal stem celladalah sumber regenerasi epitel kornea.Pada keadaan defisiensilimbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea.Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membranbasementdan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsilocalized interpalpebral limbal stem cell.Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel.Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas.Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.Keluhan lain adalah pasien mengaku tidak bisa membaca dekat sejak 1 th terakhir sebelum terdapatnya keluhan utama sekarang ini. Pada pemeriksaan visus didapatkan visus OD: 5/8,5 sedangkan visus OS: 5/12. Penurunan ketajaman penglihatan pada okulus dekstra sinistra disebabkan oleh pterigium yang telah meluas sampai ke kornea yang menyebabkan suatu astigmatisma irreguler. Dan setelah dilakukan pemeriksaan visus dengan pinhole visus OD : 5/5 dan OS : 5/6. Perlu dilakukan koreksi untuk mengetahuidiagnosis pasti kelainan frefraksi pada pasien.Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi pada konjungtiva ODpada bagian nasal terdapat selaput fibrovaskuler berbentuk segitiga dengan puncak telah melewati limbus > 2 mm dan tidak melewati pupil, dan pada konjungtiva OS pada bagian nasal terdapat selaput fibrovaskuler berbentuk segitiga dengan puncak melewati limbus lebih dari 2 mm dan telah melewati pupil. Kornea jernih, permukaan sebelah nasal tidak rata, ditutupi oleh selaput putih yang berbentuk segitiga. Hal inilah yang memperkuat penegakan diagnosa pterigium. Pada kepustakaan pterigium didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk suatu membran atau selaput putih segitiga dengan dasar pada konjungtiva bulbi dan puncak di daerah kornea. Pada awalnya pterigium tampak sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh darah sehingga warnanya merah, yang kemudian menjadi suatu membran tipis dan berwarna putih. Bagian sentral yang melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel, juga membran Bowman dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan mendekati pupil, yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada seorang dengan pterigium. Pada pemeriksaan dengan menggunakan pan light didapatkan pada OD : kornea jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh selaput putih berbentuk segitiga yang puncaknya melewati limbus telah melewati setengah jarak antara limbus dan pupil (> 2 mm dari 2 mm), COA cukup dalam dan lensa jernih, OS : kornea jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh selaput putih berbentuk segitiga yang puncaknya melewati limbus telah melewati setengah jarak antara limbus dan pupil (lebih dari 2 mm), COA cukup dalam dan lensa jernih.Berdasarkan kepustakaan, pemeriksaan-pemeriksaan diatas yang mencakup observasi eksternal dan pemeriksaan dengan instrumen yaitu slit lamp, sudah memenuhi syarat dalam mendiagnosis suatu pterigiumPterigium terbagi atas 4 stadium, yaitu: Stadium I: puncak pada konjungtiva bulbi Stadium II: puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil. Stadium III: puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum melewati pupil. Stadium IV: puncak sudah melewati pupil.Pada penderita ini didiagnosa mata kanan pterigium stadium III okulus dekstra bagian nasal, karena pterigium berada di bagian nasal dengan puncak melewati limbus dan melewati setengah jarak antara limbus dan pupil, dan pada mata kiri pterigium stadium IV okulus sinistra bagian nasal, karena pterigium berada di bagian nasal dengan puncak melewati setengah jarak antara limbus dan melewati pupil.Differensial diagnosis pingekuela dapat di tepis dari bentuk pingekuela yang bentuk puncak segitiganya berada di nasal, berkebalikan dengan pterigium. Sedangkan pseudopterigium dapat ditepis karena selaput yang berada di mata pasien benar benar melekat di jaringan subkonjungtiva sehingga tes sonde negatif.Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterigium meliputi: menurunnya ketajaman penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang bersifat kronik pada konjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas mata menjadi terbatas karena terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus ekstraokuler. Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi pemberian tetes air mata buatan (condo lyteers). Selain itu juga direncanakan pembedahan yaitu dengan alasan pterigium sudah sangat mengganggu pasien dan juga sudah menyebabkan gangguan penglihatan akibat terjadi astigmatisma irreguler. Berdasarkan kepustakaan suatu pterigium ditangani dengan pembedahan apabila menyebabkan gangguan visus, bersifat progresif, menyebabkan gangguan pergerakan bola mata, mendahului suatu operasi besar dan bila ada alasan kosmetik. Untuk gangguan pengelihatan pasien disarankan memakai kacamata.Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang bermakna, karena itu prognosanya adalah baik.Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga diharapkan agar penderita sedapat mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya pterigium seperti sinar matahari dan debu serta mengganti kompor dengan kompor biasa (agar tidak terkena asap). Hal ini sesuai kepustakaan bahwa untuk mencegah pterigium terutama bagi mereka yang sering beraktifitas di luar rumah dapat menggunakan kacamata atau topi pelindung untuk menghindari kontak dengan sinar matahari, debu, udara panas dan angin.

BAB IVPENUTUP

4.1 KESIMPULANPterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di karenakan oleh letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga banyak terpapar oleh sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab dari piterigium. Pterigium banyak diderita oleh pasien di atas 40 tahun karena faktor degeneratif.Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing hingga perubahan tajam penglihatan tergantung dari stadiumnnya.Terapi dari pterigium umumnya tidak perlu diobati, hanya perawatan secara konservatif seperti memberikan anti inflamasi pada pterigium yang iritatif. Pada pembedahan akan dilakukan jika piterigium tersebut sudah sangat mengganggu bagi penderita semisal gangguan visual, dan pembedahan ini pun hasilnya juga kurang maksimal karena angka kekambuhan yang cukup tinggi mengingat tingginya kuantitas sinar UV di Indonesia. Walaupun begitu penyakit ini dapat dicegah dengan menganjurkan menghindari faktor pencetusnya.

4.2 SARANPemberian KIE kepada masyarakat awam mengenai cara mencegah timbulnya pterigium yaitu dengan cara mennghindari faktor pencetusnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6, 116 1172. Sirlan F, Wiyana IGP. Survey morbiditas mata dan kebutaan di Indonesia, 1993-1996. Warta kesehatan mata. 1996 ; VII : 7.3. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas. Laporan hasil survey kasehatan indra penglihatan dan pendengaran di propinsi Sumatera Barat dan Sulawesi Utara tahun 1995. Jakarta.4. Mangindaan IAN, Bustani NM. Insiden pterigium di desa bahoi dan serei di pesisir pantai minahasa utara,20055. Ilyas S. Mata Merah dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FK UI. Jakarta. 20036. Lazuarni. 2009. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat 2010. Tesis. Fakultas kedokteran Universitas Sumatra Utara. Medan7. American Academy Of Ophthalmology. 2005-2006. Base and Clinical Science Course ,section 8, External Disease and Corne. P:344,4038. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum ed 14. Widya Medika. Jakarta. 20009. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Binarupa Aksara. Jakarta. 198310. D. Gondhowiardjo Tjahjono, Simanjuntak W.S Gilbert,2006, Pterigium,Panduan Management Klinis Perdani, CV Ondo, Jakarta,P: 56-5811. Wisnujono S, dkk. Pterigium dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 199412. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III penerbit Airlangga Surabaya. 2006. hal: 102 104