Proposal Val's New

download Proposal Val's New

of 32

Transcript of Proposal Val's New

BAB I PENDAHULUAN

I.1. JUDUL PENELITIAN Judul yang diangkat adalah Geologi dan Karakteristik Lapisan Pembawa Batubara (Coal Bearing Strata) Formasi Balikpapan Bagian Bawah di Daerah PT. Kaltim Batumanunggal, Provinsi Kalimantan Timur

I. 2. LATAR BELAKANG Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumber daya dan cadangan batubara menjadi hal yang mendasar di dalam merencanakan strategi kebijaksanaan energi nasional. Dewasa ini pemerintah tengah meningkatkan pemanfaatan batubara sebagai energi alternatif baik untuk keperluan domestik seperti pada sektor industri dan pembangkit tenaga listrik, maupun untuk ekspor. Sejalan dengan itu pemerintah telah melibatkan pihak swasta dalam pengusahaan pengembangan batubara. Produksi batubara di Indonesia berkembang dengan baik. Dimana proses produksi batubara tersebut dapat terlaksana dengan baik karena dalam tahap eksplorasi dan ekslpoitasinya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam tahap eksplorasi batubara kita dituntut untuk menemukan cadangan batubara baru, untuk mengetahui pola penyebaran batubara baik secara lateral ataupun vertikal, untuk mengetahui kualitas batubara, dll. Pada tahap elsplotasi kita juga diberikan tanggung jawab untuk melakukan penambangan yang terencana dengan baik. Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung berhubungan dengan perencanaan produksi, sistem penambangan, perhitungan cadangan dan umur tambang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor pengendali terjadinya kecenderungan arah perubahan ketebalan, penipisan, pembajian, splitting dan kapan terjadinya. Apakah

1

terjadi selama proses pengendapan, antara lain akibat perubahan kecepatan akumulasi batubara, perbedaan morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar, dan proses karst atau terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan, sehingga perlu diketahui bagaimana karakteristik batubara pada lapisan pembawa batubara. Judul penelitian yang diajukan oleh peneliti adalah Geologi dan Karakteristik Lapisan Pembawa Batubara (Coal Bearing Strata) Formasi Balikpapan Bagian Bawah. Berikut ini ringkasan posisi penelitian terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya, (Tabel 1.1)Geologi batubara Peneliti S. Supriatna, Sukardi & E. Rustandi (1995) Claus F.K Diessel, 1992 Pater J. McCabe, 1984. M. L. Jeremic, 1985 R. A. Rahmani & R. M. Flores, 1984 Duncan dan Stanley Westoll, 1967 Kuncoro, P, 1996 Naafiakra Nouval W, 2010 RegionalLokasi Penelitian lapisan Pembawa batubara Lapisan Batubara Lapisan Bukan BatubaraLingkungan pengendapan lapisan pembawa batubara

Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa peneliti terdahulu, maka tampak jelas permasalahan penting yang belum dirumuskan yaitu : 1. Pengaruh Lingkungan pengendapan terhadap lapisan pembawa batubara. 2. Pengaruh Struktur Geologi terhadap lapisan pembawa batubara. 3. Model lapisan pembawa batubara Formasi Balikpapan Bagian Bawah

2

I.3. Rumusan masalah Untuk menjawab permsalahan tersebut di atas maka, ada beberapa empat hal pokok yang harus di jawab, yaitu : 1. Geologi Daerah Telitian Pengaruh stratigrafi dan struktur geologi terhadap karakteristik lapisan pembawa batubara. Pertanyaan masalahnya adalah : a. Bagaimana karakteristik stratigrafi daerah penelitian? b. Bagaimana mengidentifikasi karakteristik stratigrafi di daerah penelitian? c. Struktur geologi apa saja yang dijumpai di daerah penelitian? d. Bagaimana mengidentifikasi karakteristik struktur geologi tersebut? e. Bagaimana mengidentifikasi karakteristik stratigrafi di daerah penelitian? 2. Lapisan pembawa batubara Pengaruh lapisan pembawa batubara terhadap lingkungan pengendapan. Pertanyaan masalahnya adalah : a. Bagaimana Pengaruh lingkungan pengendapan terhadap lapisan pembawa batubara? Pengaruh lapisan pembawa batubara terhadap Struktur Geologi Lokal. Pertanyaan masalahnya adalah : a. Bagaimana Pengaruh Struktur Geologi terhadap lapisan pembawa batubara? 3. Model lapisan pembawa batubara Membangun model lapisan pembawa batubara. Pertanyaan masalahnya adalah : a. Bagaimana cara mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut di atas untuk membangun model lapisan pembawa batubara? b. Berdasarkan perolehan data yang ada, Berapa macam jenis model yang dapat di bangun?

3

I.4. Maksud dan tujuan penelitian Maksud dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana karakteristik lapisan pembawa batubara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui secara keruangan sebaran lapisan pembawa batubara secara vertical dan lateral. Serta Membangun model lapisan pembawa batubara.

I.5. Lokasi penelitian PT. Kaltim Batumanunggal berada di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Gambar 1.1).

Gamabar 1.1 Peta samarinda, Propvinsi Kalimantan Timur (peterloud.co.uk /Indonesia/index.html)

4

I.4 Judul Penelitian Judul dari penelitian yang diajukan pada PT. Kaltim Batumanunggal adalah : Geologi dan Karakteristik Lapisan Pembawa Batubara (Coal Bearing Strata) Formasi Balikpapan Bagian Bawah.

5

BAB II. METODE PENELITIANII.1. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian Dalam penelitian ini, tahapan metode tersebut dicerminkan pada diagram alir sebagai berikut:

Gambar 2.1. Diagram Alir Penelitian

7

Alasan penelitian berbasis lapisan pembawa batubara, lingkungan pengendapan, dan struktur geologi adalah agar mengetahui model karakteristik batubara pada lapisan pembawa batubara yang dipengaruhi oleh faktor geologi dan lingkungan pengendapan. Sistematika kerja dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

IV.1.1 Studi Pustaka : Peneliti melakukan kajian pustaka untuk menunjang penelitian. Berdasarkan kajian pustaka, peneliti mengkaji dari beberapa kajian pustaka yang terpilih terdiri dari: 1. Jeremic, M.L., 1985, Strata Mechanics in Coal Mining, A.A. Balkema Publs., Netherlands. 564 hal. 2. Diessel CFK, 1992, Coal Bearing Depositional Systems, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 3. R. A. Rahmani & R. M. Flores.1984, Sedimentology of Coal and Coal-bearing Sequences. Oxford London Edinburgh. 4. Supriatna S, Sukandi dan Rustandi E (1995), Peta Geologi Regional Lembar Samarinda, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. 5. Kuncoro Prasongko, B, 1996, Perencanaan Eksplorasi Batubara, Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung, tidak dipublikasikan. 120 hal 6. Duncan dan Stanley Westoll, 1967, Coal and Coal-Bearing Strata. Robert Cunningham and Sons Ltd., Longbank Works, Alva. 387 hal. Dalam kajian pustaka mengenai geologi daerah telitian yang terdiri dari Stratigrafi geologi regional, Struktur geologi regional, dan Batubara regional daerah telitian. Hal ini dipandang perlu karena salah satu modal dasar yang harus dimiliki dalam suatu kegiatan penelitian adalah pemahaman yang baik mengenai daerah telitian dan topik yang dipilih sebagai bahan penelitian.

34

II.1. 2. Akusisi Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Perolehan data primer terdiri atas :

1. Pemetaan geologi : a. Pengamatan singkapan b. Lintasan stratigarafi terukur c. Kedudukan struktur geologi

Perolehan data sekunder terdiri atas : 1. Pemboran a. Log bor 2. Permecontohan a. Contoh Singkapan (Channel Sampling) b. Contoh Bor (Core Sampling)

II.1.3 Analisis Tahapan analisis terdiri atas analisis : 1. Profil singkapan batubara Profil singkapan di buat dengan cara melakukan pengukuran langsung di lapangan dan mengolah data yang didapatkan kedalam bentuk gambar dengan menggunakan skala.

35

Gambar 2.2. Contoh bentuk profil singkapan lapisan batubara (Kuncoro, 2007 dan Horne, 1978).

2. Penampang stratigrafi Penampang stratigrafi di dapatkan dengan memasukan data lapangan, kedalam bentuk gambar, dan menganalisa lapisan batuan yang terdapat.

36

Gambar 2.3. Contoh bentuk profil singkapan lapisan batubara (Kuncoro 2007).

3. Lipatan Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk lengkungan. Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu (a). Lipatan sinklin adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah atas, sedangkan lipatan antiklin adalah lipatan yang cembung ke arah atas. Berdasarkan kedudukan garis sumbu dan bentuknya, lipatan dapat dikelompokkan menjadi: lipatan paralel, lipatan similar, lipatan harmonik, lipatan ptigmatik, lipatan chevron, lipatan isoklin, lipatan klin bands.

37

Data lipatan didapatkan dengan mengukur kedudukan sayap lipatan dan merekontruksi lipatan yang didapatkan.

4. Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Umumnya disertai oleh struktur yang lain seperti lipatan, rekahan dsb. Adapun di lapangan indikasi suatu sesar / patahan dapat dikenali melalui :a) Gawir sesar atau bidang sesar; b). Breksiasi, gouge, milonit, ; c).Deretan mata air; d).Sumber air panas; gores, garis, lipatan dsb. Berdasarkan pergeserannya, struktur sesar dalam geologi dikenal ada 3 jenis yaitu: 1). Sesar mendatar (Strike slip fault); 2).Sesar naik (Thrust faults); 3).Sesar turun (normal faults).(Gambar 2.4).

Gambar 2.4. blok diagram dari Sesar Naik (Reverse fault), Sesar Mendatar (Striike slip fault), Sesar Normal (Dip-slip fault) dan Oblique-slip fault. ( W.H Freeman, 1994)

1. Sesar mendatar (Strike slip fault) adalah sesar yang pergerakannya sejajar,blok bagian kiri relatif bergeser kearah yang berlawanan dengan

38

blok bagian kanannya. Berdasarkan arah pergerakan sesarnya,sesar mendatar dibagi menjadi dua jenis sesar,yaitu: 1).Sesar mendatar dextral (sesar mendatar menganan) dan (2).Sesar mendatar sinistral (sesar mendatar mengiri). Sesar mendatar dextral adalah sesar yang arah pergerakannya searah dengan arah perputaran jarum jam sedangkan sesar mendatar sinistral adalah sesar yang arah pergeserannya berlawanan arah dengan arah perputaran jarum jam. Pergeseran pada sesar mendatar dapat sejajar dengan permukaan sesar atau pergeseran sesarnya dapat membentuk sudut (dip-slip / oblique). Sedangkan bidang sesarnya dapat tegak lurus maupun menyudut dengan bidang horisontal.

2. Sesar naik (thrust fault) adalah sesar dimana salah satu blok batuan bergeser ke arah atas dan blok bagian lainnya bergeser ke arah bawah disepanjang bidand sesarnya. Pada umumnya bidang sesar naik mempunyai kemiringan lebih dari 45.

3. Sesar turun (normal fault) adalah sesar yang terjadi karena pergeseran blok batuan akibat pengaruh gaya gravitasi. Secara umum,sesar normal terjadi sebagai akibat dari hilangnya pengaruh gaya sehingga batuan menuju ke posisi seimbang (isostasi). Sesar normal dapat terjadi dari kekar tension,release maupun kekar gerus

5. Reconsiled Reconsiled merupakan mengkonversikan data well log ke log bor, dan akan berguna mengkorelasikan data log bor dan penampang stratigrafi

39

Gambar 2.5. Contoh hasil analisa reconciled (ilmubatubara.wordpress.com)

6. Analisa Kimia Dengan melakukan analisa laboratorium maka akan mendapatkan : a. Kandungan sulfur b. Kandungan abu c. Nilai kalori

Gambar 2.6. Contoh hasil analisa kimia (ilmubatubara.wordpress.com)

40

7. Petrografi batubara Analisa petrografi di lakukan untuk mendapatkan jenis maseral, dimana dapat mengetahui lingkungan pengendapan lapisan batubara dan kualitas batubara. Analisis analisis tersebut yaitu analisis : a. Pengolahan data jenis lingkungan pengendapan b. Kualitas batubara Analisis analisis tersebut yaitu analisis : 1. lingkungan pengendapan 2. Struktur Geologi Lokal 3. Karakteristik Lapisan Pembawa batubara

Data diolah dalam bentuk lintasan stratigrafi yang nantinya didapatkan : a. Variasi Ketebalan lapisan pembawa Batubara b. Variasi Ketebalan lapisan Batubara c. Variasi Ketebalan lapisan bukan Batubara

Pada pengolahan data struktur geologi akan didapatkan : a. Pengamatan langsung struktur geologi di lapangan. b. Menentukan struktur geologi yang muncul pada daerah telitian. c. Data lapisan batubara yang terlipat dan tersesarkan diproses dan akan menghasilkan jawaban dalam bentuk penampang geologi. Batubara yang dipengaruhi oleh lipatan diproses dalam bentuk peta, Sehingga dapat diketahui hubungan dan kondisi daerah-daerah yang tersesarkan. d. Menentukan hubungan antara struktur geologi yang muncul dengan geometri lapisan batubara.

41

Analisa lingkungan pengendapan batubara akan didapatkan dari: a. Penampang Stratigrafi Gabungan b. Kandungan Maseral Menganalisis penampang stratigrafi, struktur geologi lokal, lingkungan pengendapan batubara, umur satuan batuan yang nantinya akan mengahasilkan lapisan pembawa batubara pada daerah telitian.

IV.1.4 Sintesis Setelah keseluruhan analisis dilakukan maka dilakukan sintesis yang terdiri atas : a. Pengaruh Lingkungan Pengendapan terhadap lapisan pembawa batubara b. Pengaruh Struktur Geologi terhadap lapisan pembawa batubara c. Model Lapisan Pembawa Batubara Formasi Balikpapan bagian bawah Berdasakan ketiga sintesis tersebut di atas maka dapat dibangun model lapisan pembawa batubara daerah telitian.

1V.5. Sintesa hasil analisis : Dengan mengkombinasikan hasil analisis yang di dapat dari semua data, maka akan dapat diinterpretasikan karateristik lapisan sedimen pembawa batubara.

42

BAB III GEOLOGI REGIONAL

III. Geologi Regional III.1. Fisiografi Regional Secara fisiografis daerah telitian termasuk dalam Cekungan Kutai, Sejak Oligosen Cekungan Kutai telah dipisahkan oleh Cekungan Tarakan dan Punggungan Mangkalihat dibagian utara kemudian sejak Miosen Tengah cekungan ini dipisahkan kembali oleh pembentukan Cekungan Barito pada bagian selatan dan Punggungan Paternoster. Dan pada bagian barat dari Cekungan Kutai dibatasi oleh Tinggian Kuching (Moss et.al., 1997) dan Cekungan Makasar Utar pada bagian timur (Nuey et.al., 1985)

Gambar 3.1. Fisiografi pulau Kalimantan (Nuey, et, al 1987)

Supriatna dan Rustandi (1981), menyebutkan secara fisografi Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu :

43

1. Rawa-rawa, yang berada di bagian barat. 2. Pegunungan bergelombang Antiklinorium Samarinda, yang berada di bagian tengah. 3. Delta Mahakam, yang berada dibagian timur.

III.2. Stratigrafi Regional S Supriatna, Sukandi dan E Rustandi (1995) melakukan pemetaan geologi yang menghasilkan peta geologi permukaan lembar Samarinda Kalimantan dengan skala 1 : 250.000 terdiri dari formasi : 1. Qa : Aluvium : Kerikil, pasir dan lumpur terendapakan dalam lingkungan

sungai, rawa, delta dan pantai. 2. Tpkb : Formasi Kampung Baru : Batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih, lanau dan lignit, pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa , putih, setempat kemeranahan atau kekuningan, tidak berlapis mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau konkrensi, tufan lanauan, dan sisipanbatupasir dan kolongmeratan atau kolongmerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung diameternya 0,5 1 m, mudah lepas . Lempung kelabu kehitaman mengandung sisa tumbuhan, kepingan batubara, koral , lanau kelabu tua menyerpih, laminasi lignit, tebal 1 2 m, diduga berumur Miosen Akhir - Plioplistosen. Lingkungan pengendapan delta, laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan. 3. Tmbp : Formasi Balikpapan perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1 3 m. Disisipi lapisan batubara, tebal 5 10 cm. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silang siur, tebal lapisan 20 40 cm. Mengandung foraminifera kecil, disisipi lapisan karbon. Lempung kelabu kehitaman setempat mengandung lensa lensa

44

batupasir gampingan. Lanau gampingan berlapis tipis, serpih kecoklatan. Berlapis tipis, batugamping pasiran mengandung foraminifera besar. Moluska menunjukan umur Miosen Akhir bagian bawah Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan perengan paras delta dataran delta tebal 1000 1500 meter. 4. Tmpb : Formasi pulau baling : Perselingan antara grewake dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara, tuf dan dasit. Batupasir Grewake, kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50-100 cm.Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan dengan gampingan. tebal lapisan antara 15-60 cm. Batugamping, coklat muda kekuningan,mengandung

foraminifera besar, batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau lensa dalam batupasir kuarsa, tebal lapisan antara 10-40 cm. Di S. Loa Haur, mengandung foraminifera besar antara lain Austrotrilina Howchini, Borelis Sp. Lepidocyclina Sp. Miogypsina Sp, menunjukan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung,kelabu kehitaman, tebal lapisan 1-2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang menacapai 4 m. Tufa dasit, putih meruapakan sisipan dalam batupasir kuarsa. 5. Tmb : Formasi Bebuluh : Batugamping Terumbu dengan sisipan Batugamping Pasiran dan serpih. Warana kelabu,padat,mengandung foraminifera

besar,berbutir sedang. Setempat Batugamping menghablur, kekar tak beraturan. Serpih, kelabu kecoklatan berselingan dengan Batupasir halus kelabu tua kehitaman. Foraminifera besar Sumatransis yang dijumpai antara lain : Lepidocylina Sp,Miogypsinaides Sp,Operculina

BRADY,Miogypsina

Sp,menunjukan umur Miosen Awal-Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300m. Formasi Bebuluh tertindih selaras oleh Formasi Pulau Balang.

45

6.

Pomp:

Formasi

Pamaluan

:

Batupasir

kuarsa

dengan sangat

sisipan baik.

batulempung,serpih,batugamping,dan Batupasirkuarsa merupakan batuan

batulanau,berlapis utama, kelabu

kehitaman

kecoklatan,berbutir halus-sedang,terpilah baik,butiran membulat membulat tanggung,padat,karbonan dan gampingan. Setempat dijumpai struktur sedimen silang-siur dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 m. Batulempung tebal, rata-rata 45 cm. Serpih, kelabu kecoklatan-kelabu tua,padat,tebal sisipan antara 10-20 cm. Batugamping kelabu,pejal,berbutir sedang-kasar,setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar . Batulanau kelabu tua - kehitaman. Formasi Pamaluan merupakan batuan paling bawah yang tersingkap dilembar ini dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi Bebuluh. Tebal Formasi lebih kurang 2000 m.

Gambar 3.2. Korelasi Satuan Batuan (S Supriatna, Sukandi dan E Rustandi, 1995, P3G-Bandung)

46

Gambar 3.3. Peta geologi regional lembar Samarinda, Kalimantan (S Supriatna, Sukandi dan E Rustandi, 1995, P3G-Bandung)

47

III.3. Struktur Geologi Regional Struktur yang dapat diamati di lembar Samarinda berupa lipatan antiklinorium dan sesar, lipatan umunya berarah timur laut - barat daya, dengan sayap lebih curam dibagian tenggara. Formasi Pamaluan, Bebuluh dan Balikpapan sebagian terlipat kuat dengan kemiringan antara 40-75. Batuan yang lebih muda seperti Formasi Kampung baru pada umumnya terlipat lemah. Di daerah ini terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar turun, dan sesar mendatar. Sesar naik diduga terjadi pada Miosen Akhir yang kemudian terpotong oleh Sesar mendatar yang terjadi kemudian. Sesar turun terjadi pada kala Pliosen.

48

BAB IV DASAR TEORI

IV.1. Pengertian Batubara Thiessen (1947) mendefinisikan batubara sebagai berikut : Batubara adalah suatu benda padat yang kompleks, terdiri dari bermacam-macam unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana hanya sedikit dari komponen kimia tersebut yang dapat deketahui. Pada umumnya benda padat tersebut homogen, tetapi hampir semua berasal dari sisa-sisa tumbuhan. Sisa-sisa tumbuhan tersebut sangat kompleks, terdiri dari berbagai macam tissue dimana setiap tissue terdiri dari beberapa sel. Dengan sendirinya akan berkomposisi sejumlah komponen kimia dalam perbandingan yang bervariasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa batubara adalah suatu benda padat organik yang mempunyai komposisi kimia yang sangat rumit. Dari definisi yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil suatu rangkuman pengertian batubara adalah suatu karbonat berlapis yang terbentuk oleh akumulasi sisasisa tumbuhan bersama hasil dekomposisinya yang terawetkan dalam lapisan sedimen dan menjadi kaya akan unsur karbon dengan adanya proses diagenesis. IV.2. Model Geologi untuk Endapan Batubara Model geologi untuk pengendapan batubara menerangkan hubungan antara genesa batubara dan batuan sekitarnya baik secara vertikal maupun lateral pada suatu cekungan pengendapan dalam kurun waktu tertentu. Model pengendapan batubara akan menjelaskan hubungan antara mulajadi batubara dan batuan sekitarnya berikut konfigurasi geometri lapisan batubara secara vertikal maupun lateral berikut faktorfaktor pengendalinya pada suatu cekungan pengendapan batubara dalam kurun waktu tertentu. Model model pengendapan batubara di lingkungan delta Horne et al (1978), yaitu : 49

IV.2.1 Lingkungan Pengendapan dan Fasies Batubara Identifikasi bermacam lingkungan pengendapan di tunjukkan oleh semua komponen sistem pengendapan dan letak lapisan batubara pada lingkungan modern berdasarkan studi lingkungan pengendapan dengan didukung data dari tambang batubara, pemboran, dan profil singkapan. a. Lingkungan Pengendapan Barrier Ke arah laut batupasir butirannya semakin halus dan berselang seling dengan serpih gampingan merah kecoklatan sampai hijau. Batuan karbonat dengan fauna laut ke arah darat bergradasi menjadi serpih berwarna abu-abu gelap sampai hijau tua yang mengandung fauna air payau. Batupasir pada lingkungan ini lebih bersih dan sortasi lebih baik karena pengaruh gelombang dan pasang surut. b. Lingkungan Pengendapan Back-Barrier Lingkungan ini terutama disusun oleh urutan perlapisan serpih abu-abu gelap kaya bahan organik dan batulanau yang terus diikuti oleh batubara yang secara lateral tidak menerus dan zona siderit yang berlubang. Lingkungan back barrier : batubaranya tipis, pola sebarannya memanjang sejajar sistem penghalang atau sejajar jurus perlapisan, bentuk lapisan melembar karena dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan dan kandungan sulfurnya tinggi. c. Lingkungan Pengendapan Lower Delta Plain Endapan yang mendominasi adalah serpih dan batulanau yang mengkasar ke atas. Pada bagian bawah dari teluk terisi oleh urutan lempung-serpih abu-abu gelap sampai hitam, kadang-kadang terdapat mudstone siderit yang penyebarannya tidak teratur. Pada bagian atas dari sekuen ini terdapat batupasir dengan struktur ripples dan struktur lain yang ada hubungannya dengan arus. Hal ini menunjukkkan bertambahnya energi pada perairan dangkal ketika teluk terisi endapan yang mengakibatkan terbentuk permukaan dimana tanaman menancapkan akarnya, sehingga batubara dapat terbentuk. Lingkungan lower delta plain: batubaranya tipis, pola sebarannya umumnya sepanjang channel atau jurus pengendapan, bentuk

50

lapisan ditandai oleh hadirnya splitting oleh endapan crevase splay dan kandungan sulfurnya agak tinggi. d. Lingkungan Pengendapan Upper Delta Plain-Fluvial Endapan didominasi oleh bentuk linier tubuh batupasir lentikuler dan pada bagian atasnya melidah dengan serpih abu-abu, batulanau, dan lapisan batubara. Mineral batupasirnya bervariasi mulai dari lithic greywackearkose, ukuran butir menengah sampai kasar. Di atas bidang gerus terdapat kerikil lepas dan hancuran batubara yang melimpah pada bagian bawah, makin ke atas butiran menghalus pada batupasir. Dari bentuk batupasir dan pertumbuhan point bar menunjukkan bahwa hal ini dikontrol oleh meandering. Endapan levee dicirikan oleh sortasi yang buruk, perlapisan batupasir dan batulanau yang tidak teratur hingga menembus akar. Ketebalannya bertambah apabila mendekati channel dan sebaliknya. Lapisan pembentuk endapan alluvial plain cenderung lebih tipis dibandingkan endapan upper delta plain. Lingkungan upper delta plain fluvial: batubaranya tebal dapat mencapai lebih dari 10 m, sebarannya meluas cenderung memanjang sejajar jurus pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel, bentuk batubara ditandai hadirnya splitting akibat channel kontemporer dan washout oleh channel subsekuen dan kandungan sulfurnya rendah. e. Lingkungan Pengendapan Transitional Lower Delta Plain Zona diantara lower dan upper delta plain dijumpai zona transisi yang mengandung karakteristik litofasies dari kedua sekuen tersebut. Disini sekuen bay fill tidak sama dengan sekuen upper delta plain ditinjau dari kandungan fauna air payau sampai marin serta struktur burrowed yang meluas. Endapan channel

menunjukkan kenampakan migrasi lateral lapisan piont bar accretion menjadi channel pada upper delta plain. Channel pada transitional delta plain ini berbutir halus daripada di upper delta plain, dan migrasi lateralnya hanya satu arah. Levee berasosiasi dengan channel yang menebal dan menembus akar secara meluas daripada lower delta plain. Batupasir tipis crevasse splay umum terdapat pada endapan ini, tetapi lebih sedikit banyak daripada di lower delta plain namun tidak

51

semelimpah di upper delta plain. Lingkungan transitional lower delta plain : batubaranya tebal dapat lebih dari 10 m, tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel, bentuk lapisan batubara ditandai splitting akibat channel kontemporer dan washout oleh channel subsekuen dan kandungan sulfurnya agak rendah.

Gambar 4.1. Model lingkungan pengendapan batubara di lingkungan delta (Horne et. al., 1979 ; modifikasi dari Ferm, 1976)

IV.2.2 Pola Sebaran dan Kemenerusan Lapisan Batubara a. Endapan Back Barrier Batubara yang terbentuk cenderung menunjukkan bentuk memanjang,

berorientasi sejajar dengan arah orientasi sistem penghalang dan seringkali sejajar dengan jurus pengendapan. Bentuk perlapisan yang dihasilkan mungkin berubah sebagian oleh aktivitas tidal channel pada post depositional atau bersamaan dengan proses sedimentasi. b. Endapan Lower Delta Plain Batubara yang dihasilkan relatif tipis dan terbelah (split) oleh sejumlah endapan crevasse splay. Lapisan batubara cenderung menerus sepanjang jurus kemiringan

52

pengendapan, tetapi sering juga tidak menerus sejajar dengan jurus pengendapan karena batubara digantikan tempatnya oleh materian bay fill secara interdistribusi. c. Endapan Upper Delta Plain Fluvial Endapan batubara terbentuk sebagai tubuh-tubuh pod shaped pada bagian lapisan bawah dari dataran banjir yang berbatasan dengan channel sungai bermender. Lapisan batubara yang di hasilkan cenderung sejajar dengan kemiringan pengendapan, tetapi sedikit yang menerus dibandingkan dengan fasies lower delta plain. Berhubung bagian yang teratur sedikit jumlahnya yang mengikuti channel sungai, maka lapisan-lapisannya sangat tebal dengan jarak yang relatif pendek dengan sejumlah split (membelah) mungkin berkembang dalamhubungannya dengan endapan tanggul yang kontemporer. Bentuk lapisan mungkin juga dimodifikasi secara besar-besaran oleh perkembangan washout pada tingkat akhir dari proses pengendapan. d. Endapan Transitional Transisi antara upper delta plain dan lingkungan lower delta plain ditandai oleh perkembangan rawa yang ekstensif. Lapisan batubara umumnya tersebar meluas dengan kecenderungan agak memanjang sejajar dengan jurus pengendapan. Seperti pada batubara upper delta plain, batubara di transisi juga berkembang split di daerah dekat channel. Berdasarkan kontrol lingkungan pengendapannya, batubara yang terbentuk di upper delta plain cenderung tipis, sedang untuk lower delta plain dan transisi batubaranya relatif tebal.

Lapisan batubara umumnya dicirikan mempunyai koefisien variasi rendah dengan geometri dan distribusi kadar sederhana, unsur-unsur utamanya mudah di evaluasi, sedangkan unsur-unsur minor sulit di evaluasi, di lusi internal dan di lusi tepi seringkali menimbulkan masalah. Secara umum geometri lapisan batubara memang lebih sederhana bila dibandingkan dengan endapan mineral yang lain (Spero Carras, 1984 dalam B. Kuncoro 2000). Tetapi kenyataan di lapangan, selain ditemukan sebagai lapisan yang melampar luas dengan ketebalan menerus dan dalam urutan yang teratur,

53

juga di jumpai lapisan batubara yang tersebar tidak teratur, tidak menerus, menebal, menipis, terpisah dan melengkung dengan geometri yang bervariasi. Maka geometri menjadi perlu dipelajari dan dipahami secara baik karena merupakan salah satu aspek penting di dalam usaha mengembangkan industri pertambangan batubara. Adapun parameter geometri lapisan batubara harus dikaitkan dengan kondisi penambangannya, karena hasil pemetaan mengenai geometri lapisan batubara akan menjadi dasar untuk tahap berikutnya, yaitu tahap penambangan. Untuk kualitas batubara khususnya masalah kandungan sulfur umumnya terjadi pada batubara yang berasosiasi dengan kondisi marin. Material pirit khususnya yang berbentuk framboidal, banyak melimpah pada lapisan-lapisan yang di tutupi secara langsung oleh stratum marine (William & Keith, 1963 dalam B. Kuncoro 1996). Lapisan yang terakumulasi pada daerah yang berkondisi marin, seperti lingkungan back barrier dan lower delta plain yang lebih banyak ditumpangi oleh sedimen-sedimen marin atau brackish daripada lingkungan upper delta plain atau lingkungan fluviatil dan sebagian terdiri dari pirit framboidal. (Menurut Caruccio et al, 1977 dalam B. Kuncoro 1996) kandungan sulfur yang hadir sebagai markasit atau firit terjadi dalam bentuk butiran euhedral, massa berbutir kasar (lebih besar dari 25 mikron) yang menggantikan material asli tanaman, berupa massa lembaran (platy) yang mengisi cleat atau rekahan dan framboidal pirit. Dari hasil penelitian sulfur pirit berbentuk framboidal dihasilkan karena pengurangan sulfur oleh mikroba organisma yang dijumpai di lingkungan marin hingga air payau dan tidak pada air tawar. Pembentukan endapan batubara yang terdapat di Indonesia umumnya terjadi dalam zaman Tersier dan diantaranya dapat dibedakan dua kelompok yang menonjol, yaitu batubara yang berasal dari zaman Eosen ( 50 juta tahun) umumnya bermutu lebih tinggi dan tergolong sub-bituminous serta bituminous dan yang bersal dari zaman Miosen ( 40 juta tahun) yang umumnya terdiri dari lignit atau sub-bituminous dengan nilai kalori lebih rendah dan kadar air cenderung tinggi.

54

Penyebaran endapan batubara di Indonesia cukup meluas baik di Indonesia bagian barat maupun Indonesia bagian timur. Kebanyakan terdapat di cekungancekungan batubara pada beberapa tempat di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, seperti cekungan Sumatera Selatan, cekungan Kutai, cekungan Barito dan sebagainya. Batuan yang biasanya berasosiasi dengan lapisan batubara. Batuan yang sering ditemukan di dalam atau dekat dengan lapisan batubara adalah batuan sedimen klastika halus seperti batulempung, batulanau, serpih dan batupasir. Juga kaolin seperti flint clay dan underclay material siliceous seperti chert dan gannister serta endapan ferrigenous seperti mudstone siderit dan clay ironstone termasuk yang berasosiasi dengan batubara. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lapisan pembawa batubara berhubungan atau dikendalikan oleh faktor lingkungan pengendapan dan proses tektonik yang berlangsung. Kedua faktor tersebut di atas dicerminkan oleh proses-proses geologi, yaitu: 1. Proses geologi yang berlangsung bersamaan dengan pembentukan batubara: perbedaan kecepatan sedimentasi dan bentuk morfologi dasar pada cekungan, pola struktur yang sudah terbentuk sebelumnya, dan kondisi lingkungan saat batubara terbentuk. 2. Proses geologi yang berlangsung setelah lapisan batubara terbentuk: adanya sesar, erosi oleh proses-proses yang terjadi di permukaan, atau terobosan batuan beku (intrusi).

Oleh karena itu, pemahaman lapisan pembawa batubara akan diperoleh jika kita dapat menghubungkan antara lapisan pembawa batubara dengan lingkungan pengendapan, serta menghubungkannya dengan proses tektonik yang menyebabkan adanya struktur geologi yang mempengaruhi daerah tersebut.

55

BAB V JUDUL DAN WAKTU PENELITIAN

V.1. Judul Penelitian Geologi dan Karakteristik Batubara Pada Lapisan Pembawa Batubara (Coal Bearing Strata) Formasi Balikpapan Bagian Bawah

V.2. Waktu Penelitian Setelah disesuaikan dengan jadwal akademik, pelaksanaan tugas akhir ini direncanakan selama 2 bulan pada bulan Februari s/d maret 2010 atau pada waktu lain yang telah ditentukan.

Tabel 5.1. Usulan rencana kerjaWaktu Kegiatan Persiapan Bulan 1 2 3 Bulan 2 2 3

1

4

1

4

Z

Penelitian Lapangan Checking Lapangan Pengolahan Data Analisa Laboratorium dan Studio Konsultasi dan Penyusunan Laporan

34

V.3. Alat dan fasilitas Dalam melakukan penelitian mahasiswa membutuhkan beberapa fasilitas yang menunjang guna memperlancar jalannya penelitian. a. Perijinan b. Asuransi c. Akomodasi dan transportasi Akomodasi dan transportasi yang diperlukan adalah : 1. Biaya perjalan pulang pergi dari Yogyakarta ke daerah penelitian untuk satu mahasiswa yang melaksanakan tugas akhir. 2. Tempat tinggal dan konsumsi selama 2 bulan untuk seorang mahasiswa yang melakukan kerja praktek dan tugas akhir. d. Kebutuhan / perlengkapan penelitian : 1. Data-data yang diteliti sesuai dengan judul / tema penelitian 2. Peralatan yang terkait dengan penelitian 3. Ruang kerja dan perpustakaan 4. Personal komputer yang menunjang penelitian Ketentuan mengenai pemberangkatan dan kedatangan mahasiswa peneliti selanjutnya diatur oleh PT. Kaltim Batumanunggal, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur

35

BAB VI PEMBIMBINGAN DAN PENUTUP

VI.1. Pembimbing Untuk pembimbing di lapangan diharapkan dapat disediakan oleh perusahaan, sedangkan untuk pembimbing di kampus kami telah mendapatkan pembimbing dari staf pengajar pada Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

VI.2. Penutup Kesempatan yang diberikan pada mahasiswa dalam melakukan tugas akhir ini akan dapat membuka wawasan mahasiswa pada bidang teknologi geologi yang dipakai dalam dunia pekerjaan dan dalam kesempatan ini mahasiswa akan memanfaatkanya semaksimal dan seoptimal mungkin, serta hasil dari tuags akhir ini akan dibuat dalam bentuk laporan dan akan dipresentasikan di perusahan terkait dan juga di Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta.

36

DAFTAR PUSTAKA

Diessel CFK, 1992, Coal Bearing Depositional Systems, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Duncan dan Stanley Westoll, 1967, Coal and Coal-Bearing Strata. Robert Cunningham and Sons Ltd., Longbank Works, Alva. 387 hal. Jeremic, M.L., 1985, Strata Mechanics in Coal Mining, A.A. Balkema Publs., Netherlands, 564 hal. Kuncoro Prasongko, B, 1996, Perencanaan Eksplorasi Batubara, Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. Kuncoro Prasongko, B, 1996, Model Pengendapan Batubara Untuk Menunjang Eksplorasi dan Perencanaan Penambangan, Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung; Unpublis. Kuncoro Prasongko, B, 2007, Karakteristik cleat pada lapisan batubara yang terlipat dan tersesarkan di daerah Palaran dan Busui, Kalimantan Timur, Jurnal Geoaplika 2007 Volume 2, Nomor 2, hal. 053-066. Rahmani RA. & Flores RM, 1984, Sedimentology of Coal and Coal-bearing Sequences. Oxford London Edinburgh. Supriatna S, dkk. (1995), Peta Geologi regional lembar Samarinda, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

37