New Proposal

download New Proposal

of 33

Transcript of New Proposal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsurunsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri dan analisis (Hamzah, 2007:129). Hal ini menjadikan matematika sebagai ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, serta mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Dalam kenyataannya, penguasaan terhadap bidang studi matematika masih rendah. Menurut catatan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007, lembaga yang mengukur dan membandingkan kemampuan matematika siswa-siswa antarnegara, penguasaan matematika siswa grade 8 (setingkat SMP) negara Indonesia di peringkat ke-36 dari 48 negara. Rerata skor yang diperoleh siswa-siswa Indonesia adalah 397. Skor ini masih jauh di bawah rerata skor internasional yaitu 500. Selain itu, bila dibandingkan dengan tiga negara tetangga, yaitu Singapura, Malayasia dan Thailand, posisi peringkat siswa kita jauh tertinggal. Singapura berada pada peringkat ke-3 dengan rerata skor 593, Malaysia berada pada peringkat ke-20 dengan rerata skor 474, dan Thailand berada pada peringkat ke-29 dengan rerata Menurut skor Program 441 for (http://nces.ed.gov/timss/results07_math07.asp.).

International Assessment (PISA) tahun 2003, rerata skor siswa Indonesia usia 15 tahun mengenai literasi matematika (mathematics literacy) adalah 360 dan berada pada peringkat ke-38 dari 39 negara yang berpartisipasi (http://www.nces.ed.gov/programs/ /index.asp). Rendahnya penguasaan siswa di atas, mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa terhadap matematika masih sangat rendah. Salah satu penyebabnya adalah1

kurangnya respon siswa dan minat belajar terhadap pelajaran

matematika.

Rendahnya respon siswa belum tentu sumber kesalahan materi ajar pada siswa. Kemampuan guru menyampaikan materi yang kurang memadai dapat menyebabkan suasana kelas menjadi kurang menarik dan cenderung membosankan. Selama ini, kemampuan siswa tidak dapat dieksplorasi dengan baik, karena pembelajaran yang biasa diterapkan menggunakan metode ekspositori, di mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran merupakan salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Terdapat beragam model pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar diantaranya Numbered Heads Together (NHT) dan Student Teams Achievement Divisions (STAD). Kedua model pembelajaran tersebut dapat menciptakan pembelajaran matematika yang efektif dan menyenangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran NHT mampu mengasah kemandirian siswa. Pengembangan kemandirian siswa tercermin dari pelaksanaan model pembejaran NHT yang dilakukan dengan cara penomoran terhadap masing-masing siswa, sehingga setiap siswa bertanggung jawab atas materi yang diberikan. NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga model NHT ini mengacu pada keterlibatan total siswa (individual). Senada dengan model pembelajaran NHT, model pembelajaran STAD juga memiliki tupoksi yang sama yaitu variasi diskusi kelompok, hanya saja sasaran (objek) dari penerapan model ini adalah siswa dalam ranah kelompok bukan individual. Hal mendasar yang membedakan kedua model pembelajaran ini adalah pemberian kuis dan penghargaan. Artinya, pada langkah akhir STAD guru memberikan kuis dan penghargaan kepada siswa dengan skor tertinggi, sedangkan NHT tidak.

2

Berangkat dari uraian di atas, penulis berinisiatif membandingkan penerapan kedua model pembelajaran tersebut yang dituangkan dalam sebuah penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) terhadap Hasil Belajar Siswa ditinjau dari Minat Belajar Siswa. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diidentifikasi beberapa masalah berikut : 1. Penguasaan terhadap bidang studi matematika masih rendah. 2. Hasil belajar siswa terhadap matematika masih rendah.3. Kurangnya respon dan minat belajar siswa

4. Kemampuan siswa tidak dapat diekplorasi dengan baik. 5. Pembelajaran berpusat pada guru, sehingga siswa cenderung pasif dan kurang terlibat dalam pembelajaran.6. Siswa mengalami kejenuhan karena suasana kelas yang kurang menarik

dan cenderung membosankan.7. Model pembelajaran yang digunakan guru dalam penyampaian materi

kurang bervariasi.1.3 Batasan Masalah

Setelah penentuan judul, perlu bagi penulis untuk menetapkan pembatasan masalah agar penelitian ini lebih efektif, efisien dan terarah. Hasil belajar dipengaruhi oleh faktor internal (mencakup kondisi fisik, kondisi psikis, emosional dan kondisi sosial) dan faktor eksternal (mencakup tempat belajar, iklim, fasilitas, model pembelajaran, metode pembelajaran dan lainlain). Dari berbagai faktor ini, penulis cenderung untuk meneliti faktor eksternal, yaitu penerapan model pembelajaran dengan mempertimbangkan minat belajar siswa sebagai faktor internal yang berasal dari siswa itu sendiri.3

Adapun hal-hal (variabel) yang akan diteliti adalah :

Model pembelajaran ialah suatu pola atau kerangka konseptual dalam pembelajaran. Dalam hal ini digunakan dua model pembelajaran kooperatif yaitu Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).

Hasil belajar maksudnya ialah nilai/ hasil evaluasi berupa pemberian tes akhir (post test).

Minat belajar ialah suatu kecenderungan jiwa atau suatu penerimaan dalam diri siswa yang menimbulkan daya gerak dan ketertarikan terhadap sesuatu yang berasal dari luar. Ini dapat ditinjau pada saat proses pembelajaran berlangsung yang ditandai dari respon siswa termasuk didalamnya bagaimana partisipasi dan keaktifannya serta keterkaitannya dengan hasil belajar nantinya. Untuk mencegah kesimpang-siuran maka penulis membatasi permasalahan

dengan rumusan masalah sebagai berikut :1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) ?.2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan minat

belajar siswa terhadap hasil belajar siswa ?. 3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki minat belajar tinggi, menggunakan model tipe Numbered Heads Together (NHT) dan tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ?. 4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki minat belajar rendah, menggunakan model tipe Numbered Heads Together (NHT) dan tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ?.

BAB II KAJIAN TEORI2.1 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 4

2.1.1 Pengertian Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang didasarkan kepada paham konstruktivisme. Model Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan penekanan pada aspek sosial dalam pembelajaran menggunakan kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4 sampai 6 siswa yang sederajad secara heterogen untuk menghasilkan pemikiran dan tantangan miskonsepsi siswa sebagai unsur kuncinya (Slavin,1995). Menurut Richard Arends (2008:4) model pengajaran yang disebut cooperatif learning (pembelajaran kooperatif) berupaya membantu siswa untuk mempelajari isi akademis dengan berbagai keterampilan untuk mencapai berbagai sasaran dan tujuan sosial dan hubungan antar manusia yang penting. Struktur tujuan suatu pelajaran adalah jumlah saling ketergantungan yang dibutuhkan siswa saat mereka mengerjakan tugas mereka. Terdapat tiga macam struktur tujuan yang telah berhasil diidentifikasi adalah sebagai berikut. a. Individualistik, jika pencapaian tujuan itu tidak memerlukan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung pada baik buruknya pencapaian orang lain. Siswa yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan upaya siswa lain dalam mencapai tujuan tersebut. b. Kompetitif, terjadi bila seorang siswa dapat mencapai suatu tujuan jika dan hanya jika siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian setiap usaha yang dilakukan oleh suatu individu untuk mencapai tujuan merupakan saingan bagi individu lainnya. c. Kooperatif, terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut (lbrahim dkk, 2005 : 3). 2.1.2 Tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif Terdapat beberapa tipe yang berbeda dalam model pembelajaran kooperatif yaitu Student Team Achievement Division (STAD) atau tim Siswa Kelompok Prestasi, Numbered Heads Together (NHT) atau kepala bernomor, Team-Games5

Tournaments

(TGT)

atau

pertandingan-pertandingan

Tim,

Team-Assisted

Individualization (TAI) atau pengajaran Individual Dibantu-Tim, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) atau pengajaran kooperratif Terpadu Membaca dan Menulis, Jigsaw, Learning Together atau belajar Bersama, Group Investigation atau penelitian Kelompok, Cooperative Scrip atau Skrip Kooperatif dan Pendekatan Struktur (Slavin, 1995) 2.1.3 Manfaat Pembelajaran Kooperatif Manfaat pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim dkk. (2005) antara lain adalah sebagai berikut..a

Meningkatkan pencurahan waktu tugas. Rasa harga diri lebih tinggi. Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah. Memperbaiki kehadiran siswa. Angka putus sekolah lebih rendah. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar. Perilaku mengganggu yang lebih kecil. Konflik antar personal akan berkurang. Sikap apatis berkurang. Pemahaman yang lebih dalam. Motivasi lebih besar. Hasil belajar lebih tinggi. Retensi atau penyimpanan lebih lama. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

.b .c .d.e

.f .g .h .i .j .k .l.m

.n

2.2 Teori Belajar yang Mendukung 2.2.1 Teori Belajar Sosial

6

Teori belajar sosial merupakan perluasan perilaku dari teori belajar tradisional. Teori ini disamping menerapkan konsep-konsep teori perilaku juga menjelaskan berbagai aspek situasi penting, khususnya aspek sosial dalam belajar (Nur dan Budayasa, 1998 : 2). Proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar, faktor-faktor pribadi, dan perilaku saling berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam proses pembelajaran atau resiprocal determinasmn (Nur dan Budayasa, 1998 :2). Satu faktor yang terabaikan oleh teori perilaku tradisional adalah fakta adanya pengaruh yang amat kuat yang dimiliki oleh pemodelan dan pengimitasian terhadap belajar. Orang dapat belajar hanya dengan mengamati orang lain, dan fakta inilah yang menantang ide-ide behavioristik yang menyatakan faktor-faktor kognitif tidak perlu dipertimbangkan (Nur dan Budayasa, 1998 :2). Bandura menekankan peranan pengamatan dalam pembelajaran dan dalam proses-proses kognitif yang tidak dapat diamati. Pembelajaran melalui pengamatan (observational learning) terjadi melalui pengkondisian yang dialami orang lain (vicarious conditioning) dan pemodelan (modelling) serta peniruan (imitation). Ada empat fase dalam belajar pengamatan, yaitu perhatian (atensi), menyimpan informasi (retensi), memproduksi perilaku (produksi), dan motivasi untuk pengulangan perilakuvyang dipelajari (Bandura dalam Nur dan Budayasa, 1998 : 4). Ada lima kemungkinan hasil yang diperoleh dari pembelajaran melalui pengamatan, yaitu mengajarkan perilaku, mendorong perilaku yang telah ada, mengubah perilaku yang menghambat, mengarahkan perhatian, dan menimbulkan motivasi (Nur dan Budayasa, 1998 :7).

2.2.2

Teori Belajar Kognitif Teori pembelajaran kognitif dalam psikologi pendidikan dapat

dikelompokkan dalam teori konstruktivisme. Kostruktivis lahir dari gagasan7

Piaget dan Vygotsky yang keduanya menekankan adanya perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasiinformasi baru. Piaget dan Vygotsky juga menekankan adanya hakikat sosial belajar dan keduanya menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota yang berbeda-beda untuk mengupayakan pengertian atau belajar (Nur dan Wikandri 2000 : 4). 2.2.3 Pandangan belajar menurut teori konstruktivisme Hakikat dari teori kostruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Brooks,1990; Lendhardt,1992; Brown, 1989 dalam Nur, 2000). Teori ini menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri dibandingkan dengan apa yang saat ini dilaksanakan pada mayoritas kelas. Karena penekanannya pada siswa sebagai siswa yang aktif, strategi konstruktivis sering disebut pengajaran yang berpusat pada siswa atau student center instruction. Di dalam kelas yang berpusat pada siswa peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan dalam kelas (Nur dan Wikandri 2000 : 3) 2.2.4 Teori Belajar yang mendukung konstruktivisme

1) Teori Piaget Piaget adalah salah satu pioner yang menggunakan filsafat konstruktivis dalam proses belajar. Piaget menyatakan bahwa anak membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalamannya. Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penerapan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan atau media belajar yang lain serta peran guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.8

Teori Piaget juga memandang pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan pemikiran anak, dan pada taraf perkembangan kognitif yang lebih tinggi pengaruh lingkungan sosial menjadi lebih berperan. Dalam taraf ini bertukar pikiran dengan teman-teman dan berdiskusi bersama berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran anak. Implikasi teori kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah ( Berk 1991 dalam Nur,1998):

Memfokuskan pada proses berfikir anak, tidak sekedar pada produknya. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif Tidak menekankan praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anakMemaklumi akan adanya perbedaan individu. Dalam kemampuan perkembangan kognitif siswa, teori kognitif Piaget

dalam kegiatan belajar anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.

mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. 2) Teori Vygotsky Teori Vigotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dalam

pembelajaran. Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah: a) Penekanan hakekat sosial dalam pembelajaran Siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Pada proyek kooperatif, metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain terbuka untuk seluruh siswa. Pemecah masalah yang berhasil berbicara kepada diri mereka sendiri tentang langkah-langkah pemecahan masalah yang sulit. Siswa lain dapat mendengarkan pembicaraan dalam hati yang diucapkan dengan keras oleh pemecah masalah dan belajar bagaimana jalan pikiran atau pendekatan yang dipakai pemecah masalah yang berhasil ini (Nur, 2000 :4).b) Zona Perkembangan Terdekat atau zone of proximal development

9

Vigotsky mengemukakan bahwa siswa belajar konsep paling baik jika konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka atau yang sering disebut zone of proximal development. Tugas-tugas dalam zone of proximal development adalah yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh anak, namun bisa dilakukan dengan bantuan guru, teman atau orang tuanya (Nur, 2000 : 4)c) Pemagangan Kognitif atau Cognitive apprenticeship

Istilah pemagangan kognitif mengacu kepada proses dengan mana seseorang yang sedang belajar secara tahap demi tahap memperoleh keahlian dalarn interaksinya dengan seorang pakar, pakar itu bisa orang dewasa atau orang yang lebih tua atau kawan sebaya yang telah menguasai permasalahannya (Gardner 1991 dalam Nur, 2000). Mengajar siswa di kelas adalah suatu bentuk pemagangan. Penganut teori konstruktivis menganjurkan pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif ini ke dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan cara melibatkan siswa dalam tugas-tugas kompleks maupun membantu mereka mengatasi tugas-tugas tersebut dan melibatkan siswa yang lebih pandai membantu siswa yang kurang pandai dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks tersebut (Nur, 2000 : 6).d) Scaffolding atau mediated learning

Teori Vygotsky menekankan bahwa scaffolding atau dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai suatu hal yang penting dalam pemikiran konstruktivis modern. Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas yang kompleks di kelas seperti proyek, simulasi, penyelidikan di masayarakat, menulis untuk dipersentasikan ke pendengar yang sesungguhnya, dan tugas-tugas autentik yang lain.

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) 2.3.1 Pengertian10

Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model Pembelajaran NHT adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1998). Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas. Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78), dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Selain itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsepkonsep ataupun memecahkan permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000:7) bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis. 2.3.2 Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model NHT Adapun tahapan dalam pembelajaran NHT antara lain yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab (Nur, 2005:79; Ibrahim, dkk, 2000:27-28; Nurhadi, dkk, 2003:67).

11

Tahap 1: Penomoran (Numbering) Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 4-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5. Tahap 2: Mengajukan pertanyaan (Questioning) Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau bentuk arahan. Tahap 3: Berpikir bersama (Heads Together) Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Tahap 4: Menjawab (Answering) Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai berikut:a Setiap siswa menjadi siap semua b Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh c Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai

Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut: a. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru 2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) 2.4.1 Pengertian12

Pembelajaran tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif sederhana yang dapat membiasakan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam kelompok. Student Teams Achievement Divisions (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di Johns Hopkins University dan barangkali merupakan pendekatan cooperative learning yang paling sedehana dan paling mudah dipahami (Slavin, 1994, 1995). Guru yang menggunakan STAD menyajikan informasi akdemis baru kepada siswa setiap minggu atau secara reguler, baik melalui presentasi verbal atau teks. Siswa di kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok/tim belajar, dengan wakil-wakil dari kedua gender, dari berbagai kelompok rasial atau etnis, dan dengan prestasi rendah, rata-rata, dan tinggi. Anggota-anggota tim menggunakan worksheets atau alat belajar lain untuk menguasai berbagai materi akademis dan kemudian saling membantu untuk mempelajari berbagai materi melalui tutoring, saling memberikan kuis, atau melaksanakan diskusi tim. Secara individual, siswa diberi kuis mingguan atau dua mingguan tentang berbagai materi akdemis. Kuis-kuis ini diskor dan masingmasing individu diberi skor kemajuan. Skor kemajuan bukan didasarkan pada skor absolut siswa, tetapi seberapa banyak skor itu bertambah dari rata-rata skor sebelumnya. (Arends, 2008 : 13). 2.4.2 Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD Tahap pelaksanaan pembelajaran model STAD antara lain :a.

Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar

jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada :1.

Kemampuan akademik (pandai, sedang, dan rendah). Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang.

13

2. b. 1.

Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif), dll. Penyajian materi pelajaran, ditekankan pada hal-hal berikut: Pendahuluan Disini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari.

2.

Pengembangan Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Disini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-pertanyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih ke konsep lain.

3.

Praktek terkendali Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.

c.

Kegiatan kelompok Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.

d.

Evaluasi Dilakukan selama 45 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.

e.

Penghargaan kelompok Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.14

f.

Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok Satu periode penilaian (3 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman lain. Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

sebagai berikut: a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kerjasama kelompok.b. Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang

berasal dari ras yang berbeda. c. Menerapkan bimbingan oleh teman. d. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah. Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:a.

Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam

perlakuan seperti ini. b. pengelolaan kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat terampil menerapkan model ini.

2.5 Implementasi Model Pembelajaran NHT dan STAD Langkah-langkah NHT Penomoran: Guru Langkah-langkah STAD membagi Guru membagi siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 6 orang. Guru menjelaskan secara singkat

siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dan kepada masing-masing siswa15

dalam tiap kelompok diberi nomor yang berbeda. Guru

materi yang akan diajarkan. Guru membagikan LKS pada setiap kelompok. Siswa berkelompok mengerjakan

mengajukan pertanyaan

bervariasi dalam bentuk LKS. Dalam kerja kelompok, Siswa

soal dalam LKS. Masing-masing mempresentasikan hasil kelompok diskusi

berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dalam LKS tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya tersebut. Guru menyebut satu nomor dan

secara bergantian. Kelompok lain menanggapi dan bertanya. Siswa diberi kuis yang harus

mengetahui

jawaban

dikerjakan secara individu dengan waktu yang telah ditentukan oleh guru. Kuis ini harus dikerjakan sendiri-sendiri, tanpa ada kerjasama lagi antar kelompok. Guru menghitung skor, yaitu dengan menghitung nilai perkembangan individu pada setiap kelompok yang diperoleh dari nilai kuis. Selanjutnya, rata-rata nilai perkembangan individu (jumlah nilai tiap individu dalam satu kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok) disumbangkan sebagai kelompok. Bagi kelompok yang memiliki skor tinggi predikat.16

para siswa dari tiap kelompok yang sama, mengangkat tangan dan menyiapkan lain diberi jawaban kesempatan kepada untuk

seluruh siswa di kelas. Kelompok berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut. Guru atau memberikan kesimpulan jawaban yang akhir semua berhubungan

pertanyaan

dengan materi ajar.

nilai

perkembangan

perkembangan akan

kelompok mendapatkan

penghargaan berupa hadiah atau

2.6 Minat Belajar Minat sangat besar pengaruhnya terhadap proses belajar. Karena dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Banyak defenisi tentang minat, diantaranya : a. Menurut Hilgard dalam bukunya Slameto (2003:57) minat adalah kecendurungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang .b. Menurut Crow and Crow dalam bukunya Abd. Rachman

Abror (1935:135) Minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda, atau kegiatan . c. Minat menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kecenderungan keinginan. Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa minat adalah kecenderungan hati seseorang pada suatu situasi atau obyek tertentu yang dinyatakan dalam bentuk berbagai tindakan karena adanya suatu penerimaan, perhatian dan perasaan tertarik pada situasi atau obyek tersebut. Seseorang dikatakan berminat terhadap sesuatu bila individu tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1) Sikap 2) Kemauan 3) Ketertarikan 4) Dorongan 5) Ketekunan 6) Perhatian17

hati

yang

tinggi

terhadap

suatu

gairah

(Abd. Rachman Abror, 1989) Pada setiap minat manusia, minat memegang peranan penting dalam kehidupannya dan mempunyai dampak yang besar atas prilaku dan sikap, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar, anak yang berminat terhadap sesuatu kegiatan baik itu bekerja maupun belajar, akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. William Amstrong menyatakan bahwa kosentrasi tidak ada bila bila ada minat yang memadai, seseorang tidak akan melakukan kegiatan jika tidak ada minat, Lester dan Alice Crow juga menekankan beberapa pentingnya minat untuk mencapai sukses dalam hidup sesorang. Ada beberapa peranan minat dalam belajar antara lain : a. Menciptakan, menimbulkan kosentrasi atau perhatian dalam belajar b. Menimbulkan kegembiraan atau perasaan senang dalam belajar c. Memperkuat ingatan siswa tentang pelajaran yang telah diberikan guru d. Melahirkan sikap belajar yang positif dan kontruktif e. Memperkecil kebosanan siswa terhadap studi / pelajaran

2.7 Hasil Belajar Setelah melakukan aktivitas belajar dalam kurun waktu tertentu untuk suatu konsep, kemampuan siswa sering diidentikkan dengan hasil belajar. Menurut Sudjana (2005: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Dimyati18

dan Mudjiono (1999 : 5), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Merujuk pemikiran Gagne (dalam Suprijono, 2009: 6), hasil belajar berupa : 1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. 2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambing. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. 3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26) mengemukakan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah Kognitif terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut : 1. Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode. 2. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. 3. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata yang baru. Misalnya, menggunakan prinsip. 4. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang kecil.19

Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja. 6. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan criteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil karangan.5.

Keenam jenis perilaku ini bersifat hierarkis, artinya perilaku pengetahuan tergolong terendah, dan perilaku evaluasi tergolong tertinggi. Perilaku yang terendah merupakan perilaku yang harus dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari perilaku yang lebih tinggi. Ranah Afektif menurut Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 27) terdiri dari lima perilaku-perilaku sebagai berikut : 1. Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut. Misalnya, kemampuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan. 2. Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Misalnya, mematuhi aturan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. 3. Penelitian dan penentuan sikap, yang mencakup dan menerima suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. Misalnya, menerima suatu pendapat orang lain. 4. Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya, menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara bertanggung jawab. 5. Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang disiplin. Ranah psikomotor menurut Simpson (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 29) terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu : 1. Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskriminasikan) hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. 2. Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini memcakup jasmani dan rohani. 3. Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan. 4. Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakangerakan tanpa contoh.

20

Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancer, efisien dan tepat. 6. Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku. 7. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri.5.

Berdasarkan uraian di atas, seseorang selama maupun sesudah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan perubahan dalam dirinya. Jadi, hasil belajar adalah penguasaan siswa terhadap berbagai pengetahuan atau kemampuan (baik berupa sikap, nilai maupun keterampilan) yang dimiliki siswa setelah melalui proses pembelajaran. Hasil belajar ini mengacu pada ranah kognitif berdasarkan taksonomi Bloom.

2.8 Tinjauan Materi Keliling dan Luas Daerah Bangun Datar 2.8.1 a. b. c. d. e. Persegi Panjang Bangun datar persegi panjang memiliki sifat-sifat sebagai berikut : Setiap sisi yang berhadapan sama panjang Setiap sudutnya merupakan sudut siku-siku Mempunyai dua diagonal yang sama panjang dan berpotongan di satu titik pada bagian tengah persegi panjang. Diagonal persegi panjang membagi persegi panjang menjadi dua segitiga sikusiku yang kongruen. Persegi panjang mempunyai 2 sumbu simetri, 2 simetri lipat dan 2 simetri putar.p

l

d

21

Jika persegi panjang memiliki ukuran panjang = p dan lebar = l, maka luas dan kelilingnya dapat ditentukan dengan rumus berikut : Keliling (K) = 2 (p + l) Luas (L) = p x l Sedangkan untuk mencari panjang diagonalnya adalah dengan rumus berikut : Diagonal : d =p2 + l2

2.8.2

Persegi Persegi panjang yang keempat sisinya mempunyai panjang yang sama disebut

persegi. Persegi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a.b.

Setiap sisinya sama panjang. Setiap sudutnya merupakan sudut siku-siku. Mempunyai dua diagonal yang sama panjang dan berpotongan di satu titik pada bagian tengah persegi. Diagonal persegi membagi persegi menjadi dua segitiga siku-siku sama kaki yang kongruen. Diagonal persegi membagi sudut persegi sama besar dan perpotongannya membentuk sudut siku-siku. Persegi mempunyai empat sumbu simetri, empat simetri lipat, dan empat simetri putar. s s s

c. d. e.f.

s Jika sebuah persegi sisinya adalah s, maka luas, keliling, dan panjang diagonalnya dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Keliling (K) = 4 x s Luas (L) = s2 Diagonal : d = s 2

22

2.8.3

Jajar Genjang Jajar genjang adalah bangun datar segi empat dengan sisi-sisi yang

berhadapan sejajar dan sama panjang. Sifat-sifat jajar genjang adalah sebagai berikut : a. b.c.

Setiap sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar. Jumlah dua sudut yang berdekatan adalah 1800. Jajar genjang mempunyai dua diagonal yang berpotongan di satu titik dan saling membagi dua sama panjang. Jajar genjang tidak mempunyai simetri lipat, namun mempunyai dua simetri putar. b a Jika sebuah jajar genjang memiliki panjang sisi-sisi a dan b dengan tinggi t, t

d. e.

maka keliling dan luasnya dapat ditentukan dengan rumus berikut : Keliling (K) = 2 (a + b) Luas (L) = a x t 2.8.4 Segitiga Segitiga adalah bangun datar yang mempunyai tiga sisi yang ujungnya saling bertemu dan membentuk tiga buah sudut. Jumlah ketiga sudut dalam segitiga adalah 1800. Jenis-jenis segitiga antara lain :a.

Segitiga siku-siku, merupakan segitiga yang besar salah satu sudutnya 900. Segitiga sama kaki, merupakan segitiga yang memiliki dua sisi sama panjang. Segitiga sama sisi merupakan segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. Segitiga lancip, merupakan segitiga yang salah satu besar sudutnya < 900. Segitiga tumpul, merupakan segitiga yang salah satu besar sudutnya > 900.

b. c.d. e.

23

A B C D ct tttttttt

a

B

Jika segitiga memiliki sisi a, b, c dan tinggi segitiga yang tegak lurus alas a adalah t, maka luas dan kelilingnya dirumuskan sebagai berikut : Luas (L) = atau L= dengan s =a+b+c 2 s ( s a ) ( s b) ( s c ) a xt 2

Keliling (K) = a + b + c 2.8.5 Layang-Layang Layang-layang adalah bangun datar segi empat yang kedua diagonalnya berpotongan tegak lurus dan membentuk sudut siku-siku. Sifat-sifat layang-layang adalah sebagai berikut : a. b.c.

Terdapat dua pasang sisi sama panjang yang salah satu titik pangkalnya saling bertemu. Diagonalnya saling berpotongan membentuk sudut siku-siku. Mempunyai satu sumbu simetri, satu simetri lipat, dan satu simetri putar.D

A aB

d1

bd2

C

Luas dan keliling layang-layang ABCD dirumuskan sebagai berikut : Keliling (K) = 2 (a + b) atau jumlah keempat sisinya24

Luas (L) = x diagonal x digonal 2.8.6 Belah Ketupat Belah ketupat adalah bangun jajar genjang yang memiliki sisi-sisi yang sama panjang. Belah ketupat disusun dari dua buah segitiga yang kongruen dan alasnya berimpit. Sifat-sifat dari bangun belah ketupat antara lain : a)b)

Memiliki sisi-sisi sama panjang. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar serta dua memiliki dua simetri lipat dan simetri putar tingkat dua. Memiliki dua buah diagonal yang saling tegak lurus dan saling membagi dua sama panjang. Mempunyai dua buah sumbu simetri. D Aa

c) d)

C

b

B Rumus keliling dan luas belah ketupat adalah : Keliling (K) = 4 x s Luas (L) = x a x b 2.8.7 Trapesium Trapesium adalah sebuah bangun datar segi empat yang mempunyai sepasang sisi yang sejajar. Ada tiga macam trapesium, yaitu : trapesium sembarang, trapesium sama kaki, dan trapesium siku-siku. Dapat kita lihat pada gambar di bawah ini tiga macam trapesium.

(a)

(b)25

(c)

Ket : a) b) c) Trapesium sembarang Trapesium sama kaki Trapesium siku-siku Jika panjang sisi-sisi sejajar sebuah trapesium adalah a dan b, panjang sisi-sisi yang lain adalah c dan d, serta tingginya t, maka luas dan kelilingnya adalah sebagai berikut. bt

c a Luas (L) = ( a x b ) . t Keliling (K) = a + d + b + c 2.8.8 Lingkaran

d

Lingkaran adalah bangun datar di mana untuk setiap titik pada lingkaran itu mempunyai jarak yang sama terhadap suatu titik tertentu yang disebut pusat lingkaran. Jarak yang sama itu disebut jari-jari. Garis tengah lingkaran yang melewati titik pusat lingkaran disebut diameter. Panjang diameter adalah dua kali panjang jari-jari atau d = 2r.

r

A

Jika sebuah lingkaran memiliki panjang jari-jari r, maka keliling dan luasnya dirumuskan sebagai berikut. Keliling (K) = 2r = d Luas (L) = r2 = d2 2.9 Kerangka Berpikir

26

a. Perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika, guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan, karena melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru di kelas, ada siswa yang mempunyai daya serap cepat dan ada pula siswa yang mempunyai daya tanggap yang lama. Khususnya dalam penelitian ini akan diujicobakan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD). Model Pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT) dan tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada dasarnya memilki kesamaan yakni keduanya merupakan model pembelajaran kooperatif dimana dalam pelaksanaan pembelajaran siswa dibagi kedalam kelompok-kolompok kecil heterogen yang beranggotakan 4-6 orang untuk selanjutnya berdiskusi secara aktif dengan suatu harapan yaitu dapat mengasah kemandirian siswa. Perbedaannya adalah pada model Pembelajaran tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD), bukan saja memperhatikan/ mengukur perkembangan individu saja tapi juga perkembangan kelompok. Selain itu adanya pemberian kuis di akhir diskusi yang menjadikan setiap siswa berperan serta atau memperhatikan konten diskusi itu sendiri saat berlangsung. Pemberian penghargaan bagi kelompok yang memilki skor tertinggi menjadikan siswa termotivasi untuk berkompetisi dengan kelompok lain sehingga antar sesama anggota kelompok saling menyemangati dan berusaha masing-masing agar bisa mendapatkan skor individu yang tinggi pula. Sedangkan pada model pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT), akan ada kecenderungan timbulnya rasa egois pada diri siswa tertentu untuk lebih unggul dari teman sekelompoknya. Selain27

itu, tidak adanya penilaian terhadap perkembangan kelompok sehingga siswa kurang bekerjasama dengan baik. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka penulis berasumsi bahwa hasil belajar siswa pada materi Keliling dan Luas daerah bangun datar yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT). b. Interaksi antara model pembelajaran dan minat belajar siswa terhadap hasil belajar siswa Upaya memperbaiki proses pembelajaran diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Maksud kondisi pembelajaran di sini adalah tujuan bidang studi, kendala bidang studi dan karakterisitik siswa. Biasanya karakteristik bidang studi dan karakteristik siswa yang berbeda memerlukan model pembelajaran yang berbeda pula. Model pembelajaran ini mempengaruhi minat belajar siswa. Dalam artian menciptakan siswa yang mempunyai minat belajar yang besar, salah satunya adalah mengembangkan variasi dalam mengajar melalui penerapan model pembelajaran. Jika model mengajar guru kurang baik dalam artian guru kurang menguasai materi-materi kurang persiapan, guru tidak menggunakan variasi dalam menyampaikan pelajaran alias monoton, semua ini bisa berpengaruh tidak baik bagi semangat belajar siswa. Siswa bisa malas belajar, bosan, mengantuk dan akibatnya siswa tidak berhasil dalam menguasai materi pelajaran. Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa guru hendaknya menggunakan model mengajar yang tepat, efesien dan efektif yakni dengan dilakukannya keterampilan variasi dalam menyampaikan materi.

28

Dengan demikian erat kaitannya antara model pembelajaran dan minat belajar siswa terhadap hasil belajar matematika. Bertolak dari hal tersebut, maka penulis berasumsi bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran dan minat belajar siswa.c. Perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki minat belajar tinggi,

menggunakan model tipe Numbered Heads Together (NHT) dan tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Siswa yang memilki minat belajar tinggi diduga bahwa siswa tersebut memiki dorongan intern yang kuat untuk melakukan aktivitas dan memilki daya tariknya besar terhadap materi ajar tertentu. Dengan menggunakan model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Division (STAD), minat belajar siswa lebih meningkat lagi sehingga gairah belajar, tingkat pemahaman terhadap materi dan tentunya hasil belajar juga akan meningkat. Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT), terkadang guru tidak memberikan kesempatan kepada semua nomor urut untuk memaparkan jawaban sehingga siswa yang pada awalnya memilki minat belajar tinggi merasa terhambat untuk mengungkapkan idenya. Selain itu, tidak adanya pengukuran terhadap hasil belajar kelompok atau penghargaan terhadapnya, sehingga siswa akan cenderung tidak bergairah untuk berdiskusi dengan baik untuk kedepannya. Mengacu pada anggapan di atas, maka bagi siswa yang memiliki minat belajar tinggi, hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Division (STAD) akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT).d. Perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki minat belajar rendah,

menggunakan model tipe Numbered Heads Together (NHT) dan tipe Student Teams Achievement Division (STAD)29

Siswa dengan minat belajar yang rendah tentu akan memilki keaktifan atau tingkat partisipasi belajar yang berbeda dari siswa yang memilki minat belajar tinggi. Siswa yang memilki minat belajar rendah, dengan menggunakan model pembelajaran tipe Student Teams Achivement Division (STAD) diduga akan cenderung banyak diam (pasif) saat proses diskusi berlangsung. Sedangkan pada pembelajaran dengan model Numbered Heads Together (NHT), siswa tersebut harus siap masing-masing karena tiap siswa memilki nomor sendiri untuk memaparkan hasil diskusi. Dengan demikian, siswa yang mempunyai minat belajar rendah yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tipe Student Teams Achivement Division (STAD) diduga akan memberikan hasil belajar yang lebih rendah daripada yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT). 2.10 Penelitian yang relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain ; penelitian yang dilakukan oleh Erik Danuharja (2010), mahasiswa Universitas Negeri Malang dengan judul Perbandingan Penerapan Pembelajaran Kooperatif Learning Model Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Numbered Heads Together (NHT) pada Materi Fungsi Konsumsi, Tabungan dan Investasi bagi Siswa Kelas X SMP Laboratorium UM/ E. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa terdapat perbedaan model yang signifikan antara model STAD dibandingkan dengan NHT, dimana aktifitas dan hasil belajar siswa dengan model STAD lebih tinggi daripada menggunakan model NHT.

BAB III PENUTUP

30

3.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian teori, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :1. Hasil belajar siswa yang menggunakan model Student Teams Achievement

Divisions (STAD) lebih tinggi daripada menggunakan model Numbered Heads Together (NHT).2. Terdapat interaksi dan pengaruh antara model pembelajaran dengan minat

belajar siswa terhadap hasil belajar.3. Untuk siswa yang memiliki minat belajar tinggi, hasil belajar siswa

menggunakan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model Numbered Heads Together (NHT).4. Untuk siswa yang memiliki minat belajar rendah, hasil belajar siswa

menggunakan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan model Numbered Heads Together (NHT).

3.2

Saran

Hasil penelitian secara teoritis ini, kiranya perlu dilakukan pengujian secara eksperimen langsung pada proses pembelajaran di dalam kelas.

DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard. 2008. Learning To Teach. Yogyakarta : Pustaka Belajar.31

Digital Library Unima. 2010. Perbandingan penerapan pembelajaran kooperatif model STAD (Student Teams Achievement Divisions) dan NHT (Numbered Head Together) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada materi fungsi konsumsi, tabungan dan investasi bagi siswa kelas X SMA Laboratorium UM / E. (online) (http://library.um.ac.id/freecontents/index.php/pub/detail/perbandingan-penerapanpembelajaran-kooperatif-model-stad-student-teams-achievementdivisions-dan-nht-numbered-head-together-untuk-meningkatkanaktivitas-dan-hasil-belajar-pada-materi-fungsi-konsumsi-tabungandan-investasi-bagi-siswa-kelas-x-sma-laboratorium-um-e46115.html, diakses 27 September 2011). Ibrahim M., Rachmadiarti F.,Nur M. dan Ismono. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah, UNESA. Nur, M., dan Budayasa K. 1998. Teori Pembelajaran Sosial dan Teori Pembelajaran Perilaku. Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah. Nur, M., dan Wikandri R. 2000. Pengajaran berpusat kepada siswa dan pendekatan konstruktivis dalam pengajaran, edisi ke empat. Universitas Negeri surabaya. Nur, M. 1998. Teori-Teori Perkembangan. Surabaya : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. ______. 2005. Pembelajaran Koopertif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA. Nurmala, Irma. 2009. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dengan Pendekatan Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika. (online). (http://matematika.upi.edu/index.php/pengaruh-penggunaan-modelpembelajaran-kooperatif-tipe-number-head-together-nht-denganpendekatan-berbasis-masalah-terhadap-kemampuan-siswa-dalampemecahan-masalah-matematika/, diakses 27 September 2011). Sahara, Nidia. 2007. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Peubah melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT. (online).32

Setianingsih, Hesti. 2007. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Segi Empat Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi S1 Pendidikan Matematika UNNES. Siswanto, Didik. 2005. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Penjas Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kota Pekalongan. Skripsi S1 Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi Universitas Negeri Semarang. (online), (diakses 2 Desember 2010). Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning. Second Edition. Boston, Allyn and Bacon Publisher Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito. Sulipan. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together (NHT). (online) (http://sulipan.wordpress.com/2011/05/16/model-pembelajarankooperatif-numbered-head-together-nht/, diakses 27 September 2011). Uno, Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara. ___________. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta : PT. BUmi Aksara.

33