Proposal Penelitian Diare Pa

download Proposal Penelitian Diare Pa

of 32

description

weaasfas

Transcript of Proposal Penelitian Diare Pa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar BelakangDiare atau gastroenteritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi secara global. World Health Organization (WHO) mendefinisikan diare sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah dan pada tahun 2004 memasukkan diare kedalam daftar Global Burden of Disease (GBD) (WHO 2009). Hal ini disebabkan oleh angkanya kejadian diare didunia terutama pada negara berkembang. Diperkirakan ada 2 miliar kasus diare yang terjadi setiap tahunnya (WHO 2009). Pada region South-East Asia, Diare menempati urutan kedua dengan angka kejadian 23 juta kasus per tahunnya (World Gastroenterology Organisation 2012).

Di Indonesia penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan yang tinggi yaitu 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Berdasarkan survei morbiditas diare yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 Incidence Rate (IR) penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI. 2011).Puskesmas Payangan merupakan puskesmas yang berada di kecamatan Payangan kabupaten Giayar Bali. Puskesmas ini memiliki luas wilayah kerja seluas 75,88 Km2 yang meliputi 9 Desa dan 59 Dusun. Bedasarkan data di Puskesmas Payangan kejadian diare masuk kedalam 10 besar penyakit dengan angka kejadian sebanyak 1.012 dalam kurun waktu 2013. Kunjungan Puskesmas karena diare pada wilayah kerja Puskesmas Payangan dalam kurun waktu januari juni 2014 juga dilaporkan mengalami penigkatan dengan angka kejadian sebesar 417 kasus.

Dari 9 Desa yang terdapat di Payangan, terdapat salah satu desa yang kejadian diarenya dalam kurun januari hingga mei mengalami penigkatan dan melebihi estimasi kejadian tahun 2014 yaitu Desa Buahan. Angka kejadian pada bulan januari hingga mei pada Desa Buahan telah mencapai angka 69 kasus dari estimasi tahun 2014 sebesar 87 kasus.Tingginya angka diare berdasarkan konsep Blum disebabkan oleh 4 faktor besar yaitu perilaku masyarakat, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan genetic. Dalam permasalahan diare ini, faktor yang merupakan determinan adalah faktor prilaku dan faktor lingkungan yang saling tumpang tindih. Faktor prilaku tentang menjaga higienitas diri seperti mencuci tangan dengan air dan sabun, meminum air yang matang acap kali dan faktor lingkungan seperti sumber mata air yang terkontaminasi, sarana pengaliran dan penyimpanan yang kurang baik mengambil peran yang sangat besar dalam kasus diare ini(Handayani, 2007). Di Indonesia, Pemerintah telah menetapkan keputusan untuk mencegah dan meminimalisir tingginya angka kejadian panyakit melalui faktor prilaku dan faktor lingkungan dengan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Program PHBS berisi 10 indikator yakni: (1) persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, (2) pemberian ASI eksklusif, (3) penimbangan bayi dan balita setiap bulan, (4) mencuci tangan dengan air dan sabun, (5) menggunakan air bersih, (6) penggunaan jamban sehat, (7) rumah bebas jentik, (8) mengkonsumsi buah dan sayur, (9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, (10) tidak merokok di dalam rumah (Menkes 2011). Diantara sepuluh indikator tersebut, beberapa indikator digunakan untuk mecegah dan menanggulangi masalah diare seperti pemberian ASI eksklusif, mencuci tangan dengan air dan sabun, menggunakan air bersih, dan penggunaan jamban sehat.Tingginya angka kejadian diare di Desa Buahan dan keterkaitan program PHBS dengan pencegahan diare seharusnya dapat menjelaskan adanya kesenjangan diantara angka kejadian dengan keberhasilan program PHBS.Dengan adanya pogram yang ditargetkan mencapai angka 70% pada tahun 2014 ini seharusnya ditemukan angka kejadian yang relatif kecil lebih kecil ataupun penurunan dari tahun ke tahun.

Dari permasalahan tersebut, penelitian ini akan meneliti gambaran beberapa indikator program PHBS yang tekait dengan diare dan kaitannya dengan kejadian diare di desa Buahan. 1.2Rumusan Masalah1. Bagaimana gambaran indikator program PHBS (mencuci tangan dengan air dan sabun, menkonsumsi air matang dan menggunakan air bersih) dengan kejadian diare di Desa Buahan Kecamatan Payangan periode Januari - Agustus 2014? 1.3Tujuan1. Umum

a. Mengetahui gambaran indicator program PHBS (mencuci tangan dengan air dan sabun, menkonsumsi air matang dan menggunakan air bersih) dengan kejadian diare pada di Desa Buahan Kecamatan Payangan periode Januari - Agustus 2014.2. Khusus

a. Mendiskripsikan gambaran indicator program PHBS (mencuci tangan dengan air dan sabun, menkonsumsi air matang dan menggunakan air bersih) di Desa Buahan Kecamatan Payangan periode Januari - Agustus 2014.b. Mendiskripsikan gambaran kejadian diare di Desa Buahan Kecamatan Payangan periode Januari - Agustus 2014.I.4 Manfaat Penelitian1. Bagi Masyarakat SetempatMemberikan informasi kepada masyarakat tentang hubungan PHBS dengan kejadian diare sehingga masyarakat dapat mengetahui pentingnya PHBS dan menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah penyakit diare.2. Bagi mahasiswaMahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperolehnya dalam masa perkuliahan dalam menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di masyarakat dan program kesehatan PHBS.3. Bagi Instansi (Puskesmas)

Untuk memberikan gambaran mengenai kejadian Diare di Desa Buahan serta faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tersebut sehingga diharapkan dapat digunakan dalam pembangun atau mengefektifkan progam PHBS untuk menaggulangangi kejadian diare di Desa Buahan Kecamatan Payangan.Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1DIARE

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Tingginya kejadian diare di negara Barat oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Jones 2004). Sedangkan di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun (WHO 2009).2.1.1DEFINISI DIARE

Diare adalah suatu keadaan kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja, sehingga terjadi perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair), hal ini disebabkan oleh hipersekresi ataupun gangguan absorbs (mukosa rusak, area absorbsi yang berkurang, hiperosmolaritas dan lain-lain.

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (WHO 2009). Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.

WHO mengklasifikasikan diare menjadi beberapa jenis yaitu Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari; Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah; Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari; dan Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simadibrata 2009).

2.1.2ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKODiare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan lain terlihat pada Tabel 1.Etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit, dan non-infeksi (Simadibrata 2009). Infeksi:

1. Enterala. Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entreo colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus, VNAG, Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteis, dll.

b. Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus (CMV), echovirus , virus HIV.

c. Parasit Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporadium parvum, Balantidium coli.d. Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichura, S. Sterocoralis, cestodiasis dll.

e. Fungus: Kardia/moniliasis2. Parenteral: Otitits media akut (OMA), pneumonia, Travelers diartthea: E.Coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dlla. Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B. Cereus, S. aureus, Streptococcus anhaemohytivus, dllb. Alergi: susu sapi, makanan tertentuc. Malabsorpsi/maldifesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa), disakarida(laktosa, maltosa, sakarosa), lemak: rantai panjang trigliserida, protein: asam amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin & mineral3. Imunodefisiensi

4. Terapi obat, antibioyik, kemoterapi, antasid, dll

5. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi

6. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropatik diabetik)Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger) (Depkes 1999).

Faktor risiko terjadinya diare adalah:

1. Faktor individu

2. Faktor perilaku

3. Faktor lingkungan

Faktor individu antara lain:1. Faktor gizi buruk berdasarkan Saitri (1963) dan Gordon (1964) pada penderita malnutrisi diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Semakin buruk gizi seseorang, semakin sering dan berat diare yang dideritanya. Menurut Stanfield (1974) perubahan-perubahan yang terjadi pada penderita malnutrisi adalah: 1) perubahan gastrointestinal dan 2) perubahan system imunitas.2. Rendahnya imunitas dan menurunnya pada setiap individual yang beragam dan juga rendahnya imunitas yang dikarenakan berbagai macam kondisi seperti pada penderita HIV/AIDS, bayi dan balita, usia lanjut, dan depresi.Faktor perilaku antara lain :1. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman. Balita yang tidak diberikan ASI secara eklusif dapat beresiko 4.483 kali terkena diare dibandingkan dengan balita yang diberikan ASI eklusif dengan baik (Nuraeni 2012).2. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.3. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak. Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun mempunyai resiko 1.88 kali lebih besar dibandingkan dengan mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun (Puspita 2012) sedangkan menurut Depkes (2007) mencuci tangan dapat menurunkan resiko terkena diare sebesar 47%.4. Penyimpanan makanan yang tidak higienis dan meminum air tanpa memasaknya terlebih dahulu (Handayani 2007). Kebiasaan memasak air sebelum diminum ditemukan bahwa angka kejadian diarenya lebih rendah dibandingkan yang tidak memasak air sebelum diminum. Hal ini disebabkan karena tidak menutup kemungkinan adanya pencemaraan air pada saat pengambilan, pengolahan maupun penyimpanan sehingga air terkontaminasi setelah keluar dari mata air (Nureani 2012). Faktor lingkungan antara lain:

1. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai. Penggunaan air dari sumber air terlindungi seperti air PDAM dilaporkan dapat menurunkan angka kejadian diare dibandingkan air dari sumber tidak terlindungi seperti air dari dari sumber mata air atau air sumur. Menurut Nuraeni (2012), sebanyak 72% balita yang mengalami diare karena penggunaan air air bersih yang tidak baik. 2. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk. Menurut Rahayu (2010), masyarakat yang mengalami kejadian diare (kasus) lebih rendah yaitu hanya 3,3% dibanding dengan masyarakat yang tidak mengalami kejadian diare (kontrol) yang memiliki lingkungan baik sebesar 40%. .Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Depkes 1999).2.1.3 MANIFESTASI KLINIS

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut (Simadibrata 2009).Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonic (Simadibrata 2009).Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negative (Simadibrata 2009).Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung (Simadibrata 2009).Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali (Simadibrata 2009).2.1.4 DIAGNOSIS

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan (Simadibrata 2009).2.1.5PEMERIKSAAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Simadibrata 2009).

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Simadibrata 2009).

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain (Simadibrata 2009).2.2. AIR MINUM 2.2.1 AIR MINUM DAN SUMBERNYA

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air baku untuk air minum ini dapar berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/ atau air hujan yang memenuhi baku mutu (Pemerintah Republik Indonesia 2005).Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), sumber air bersih di Indonesia dapat dibagi menjadi sumber air bersih terlindungi dan sumber air bersih tak terlindungi. Sumber air bersih terlindungi di Indonesia menurut BPS antara lain sambungan pipa, sumur bor, sumur terlindungi, mata air terlindungi, dan air hujan. Sedangkan sumber air bersih tak terlindungi di Indonesia menurut BPS antara lain, air kemasan, sumur tak terlindungi, mata air tak terlindungi, sungai, danau, waduk, dll (Maadi U dkk 2009).2.2.2AIR MINUM BERKUALITAS

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010, air minum adalah air yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum aman dikonsumsi apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologi, kimiawi dan radioaktif (MenKes 2010).

Kualitas air minum dapat dilihat dari parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter wajib adalah persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh penyelenggara air minum. Parameter tambahan adalah persyaratan tambahan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan di daerah masing-masing (MenKes 2010).Tabel No.Jenis ParameterSatuanKadar Maksimum yang Diperbolehkan

1Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi

1) E. Coli

2) Total Bakteri Koliform

b. Kimia an-organik

1) Arsen

2) Flourida

3) Total Kromium

4) Kadmium

5) Nitrit

6) Nitrat

7) Sianida

8) SeleniumJumlah per 100 ml sampel

Jumlah per 100 ml sampel

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l0

0

0,01

1,5

0,05

0,003

3

50

0,07

0,01

2Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan

a. Parameter Fisik

1) Bau

2) Warna

3) Total zat padat terlarut

4) Kekeruhan

5) Rasa

6) Suhu

b. Parameter Kimiawi

1) Aluminium

2) Besi

3) Kesadahan

4) Klorida

5) Mangan

6) pH

7) Seng

8) Sulfat

9) Tembaga

10) AmoniaTCU

Mg/l

NTU

Celcius

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/l

Mg/lTidak berbau

15

500

5

Tidak berasa

Suhu udara 3

0,2

0,3

500

250

0,4

6,5-8,5

3

250

2

1,5

2.2.3PENGUKURAN KUALITAS AIR MINUM

Untuk mengetahui kualitas air minum, tidak perlu dilakukan pemeriksaan seluruh komponen kimianya. Komponen kimia yang perlu diukur antara lain, DHL, pH, TDS, unsur besi, mangan, dan nitrogen dengan catatan tidak terjadi pencemaran air karena adanya kegiatan manusia.2.2.3.1Daya hantar listrik

Daya hantar listrik di dalam air diartikan sebagai kemampuan untuk menghantarkan arus listrik dalam satu sentimeter kubik air pada temperatur 25 derajat Celsius. Satuan yang digunakan adalah mikromhos per cm. DHL ini dapat diukur dengan menggunakan electrical conductivity meter untuk memperoleh gambaran kandungan kation dan anion pada air tersebut.

Air dari hasil penyulingan mempunyai nilai DHL antara 1-5 mikromhos/cm, air hujan antara 10 50 mikromhos/cm. semakin tinggi nilai DHLnya maka semakin tercemar air tersebut (Sudadi 2003).2.2.3.2Zat padat terlarut

Zat padat terlarut atau total zat padat terlarut adalah konsentrasi unsur mineral terlarut dalam air, artinya nilai TDS menunjukan bahwa adanya unsur mineral terlarut. Salah satu cara untuk mengetahui TDS adalah dengan cara menguapkan atau mengeringkan volume air yang diketahui kemudian menimbang sisa penguapan. Air hujan normal memiliki nilai TDS kurang dari 10 mg/l, air permukaan dan air tanah yang tidak tercemar umumnya kurang dari 500 mg/l (Sudadi 2003).2.2.3.3 Derajat keasaman (pH)

Harga pH dalam air menunjukan besarnya konsentrasi ion hydrogen. Apabila dalam air hydrogen bertambah maka larutan bersifat asam, dan apabila ion hydrogen berkurang maka larutan bersifat basa. Secara umum air sungai dan air tanah mempunya pH berkisar dari 6 - 8,5 (Sudadi 2003).2.2.3.4 Unsur Besi

Pada air tanah kandungan besi umumnya lebih besar dibandingkan dengan air permukaan yang mengalir, hal ini disebabkan karena lingkungannya yang tertutup air tanah mempunya kandungan oksigen yang lebih sedikit.

Dalam baku mutu air minum, kandungan besi maksimum yang diperkenankan sebesar 0,3 mg/l. Kandungan besi yang melebihi 0,3 mg/l dapat menyebabkan merubah rasa dan menyebabkan bau dalam makanan atau minuman serta menyebabkan warna kemerahan pada benda yang terkena (Sudadi 2003).2.2.3.5 Unsur Mangan

Air di alam mengandung mangan dalam jumlah kecil yaitu sekitar 0,02 mg/l atau kurang. Apabila mangan dalam air melebihi 0,1 mg/l, maka akan menimbulkan masalah antara lain: mudah terjadi endapan pada bak mandi, tangki air, pipa, dll; air mudah menjadi keruh; menyebabkan noda hitam pada pakaian berwarna putih; menyebabkan perubahan warna dan bau dalam makanan. Kehadiran mangan dalam air, sama dengan besi tidak menimbulkan dampak pada kesehatan (Sudadi 2003).2.2.3.6 Unsur Nitrogen

Batas toleransi bahan baku air minum untuk unsur ammonia adalah 0,5 mg/l, sedangkan untuk nitrit sebesar 0,06 mg/l dan untuk nitrat adalah 10 mg/l. Unsur nitrat apabila melebihi batas baku maka dapat menyebabkan terjadinya tanda-tanda warna kebiruan pada kulit bayi umur dibawah satu tahun yang disebut methemoglobinemia (Sudadi 2003).2.3PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

Perilaku dari segi biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas dari organisme yang bersangkutan, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.Sehingga pada hakekatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri untuk mencapai hidup yang bersih dan sehat guna tercapainya kesejahteraan fisik, psikis dan sosial. (Notoatmodjo, 2007)2.3.1 PENGERTIAN PHBS

Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 1193/MENKES/SK/X/2004, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah salah satu kebijakan nasional berupa promosi kesehatan untuk mendukung pencapaian visi Indonesia Sehat 2010. PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2006). Dengan adanya program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) akan meningkatkan upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan kepemimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment) (Notoatmodjo, 2003). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing dan masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

PHBS yang baik dapat memberikan dampak bermakna terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal. Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih rendahnya tingkat kesadaran dan pendidikan masyarakat, masih terikat eratnya masyarakat Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan dan kepercayaan yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan. Menurut pusat promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit terkait dengan kesehatan lingkungan termasuk penyakit yang dapat dicegah yaitu diare (Depkes RI, 2009).2.3.2 TUJUAN PHBSTujuan PHBS adalah untuk meningkatkan rumah tangga sehat di seluruh masyarakat Indonesia, meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan masyarakat agar hidup sehat, meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal (Depkes RI, 2006).

2.3.3 MANFAAT PHBS1. Bagi rumah tangga: semua anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit, anak tumbuh sehat dan cerdas dan pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.

2. Bagi masyarakat: masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat, masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan dan masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UBKM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin, pembelian jamban, ambulan desa dan lain-lain (Depkes RI, 2006).

2.3.4 SASARAN PHBS1. Sasaran primer adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan dirubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah).

2. Sasaran sekunder adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, kader tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan lintas sektor terkait.

3. Sasaran tersier adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS, misalnya kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, guru dan tokoh masyarakat (Depkes RI, 2006).

2.3.5 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) KELUARGA

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dilakukan di dalam tatanan rumah tangga (keluarga) berfokus kepada upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau, dan mampu melakukan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Purwanto, 1999). Dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), khususnya perilaku hygiene seperti mencuci tangan dengan menggunakan sabun yang benar dan tepat sebagai cara yang efektif untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit menular seperti penyakit diare. Namun dalam prakteknya, penerapan perilaku mencuci tangan dengan sabun yang dianggap cukup sederhana tetapi tidak selalu mudah dilakukan, terutama pada keluarga yang belum terbiasa. Maka pendidikan dari lingkungan keluarga mempunyai peran yang penting, terutama pendidikan orang tua kepada anaknya yang diberikan sejak masa kanak-kanak. Selain itu orang tua harus mengajarkan konsep PHBS khususnya dalam berperilaku hygiene dan mengusahakan agar anak dapat menerapkan dan membiasakannya.

2.3.6 INDIKATOR PHBS TERKAIT DENGAN DIARE

Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan kesehatan di masyarakat yang mengacu kepada standar pelayanan minimal bidang kesehatan. Terdapat sepuluh indikator yang dianjurkan Dinas Kesehatan Republik Indonesia dalam memberdayakan PHBS, yakni: (1) persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, (2) pemberian ASI eksklusif, (3) penimbangan bayi dan balita setiap bulan, (4) mencuci tangan dengan air dan sabun, (5) menggunakan air bersih, (6) penggunaan jamban sehat, (7) rumah bebas jentik, (8) mengkonsumsi buah dan sayur, (9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, (10) tidak merokok di dalam rumah. Diantara sepuluh indikator tersebut, beberapa indikator digunakan untuk mecegah dan menanggulangi masalah diare (Depkes RI, 2006)

2.3.6.1 Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak lahir sampai usia 6 bulan, tidak diberi makanan tambahan dan minuman lain kecuali pemberian air putih untuk minum obat saat bayi sakit. Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan (imun) bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya.ASI memberi semua energi dan gizi yang dibutuhkan bayi dan mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare. Air Susu Ibu pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan (kolostrum), sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan terhadap berbagai bakteri penyebab diare. Selain karena nutrisi yang terdapat di dalamnya, ASI juga aman dan terjamin dalam hal kebersihan, karena langsung disusukan kepada bayi dalam keadaan segar, tidak akan pernah basi dan mempunyai suhu yang tepat serta dapat diberikan kapan saja dan di mana saja (Utami, 2000).

2.3.6.2 Mencuci Tangan dengan Air dan Sabun

Dari aspek kesehatan masyarakat, khususnya pola penyebaran penyakit menular, cukup banyak penyakit yang dapat dicegah melalui kebiasaan atau perilaku higienes dengan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).Masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang manfaat mencuci tangan terutama di daerah pedesaan, menjadi salah satu penyebab tingginya kasus diare. Membersihkan tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun sangat penting untuk membersihkan kotoran dan membunuh kuman serta mencegah penularan penyakit. Air yang tidak bersih dan tidak mengalir banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit dan bila digunakan, kuman dapat berpindah ke tangan. Dengan perilaku cuci tangan yang benar, yaitu pakai sabun dan menggunakan air bersih yang mengalir akan dapat menurunkan kejadian diare sampai 45% (Herdiyanti, 2009).

Adapun waktu yang tepat untuk mencuci tangan, yakni:

1. Setiap kali tangan kotor (setelah memegang binatang dan berkebun)

2. Setelah buang air besar

3. Setelah membersihkan kotoran bayi

4. Sebelum memegang makanan

5. Sebelum makan dan menyuapi makanan

6. Sebelum menyusui bayi

7. Setelah bersin, batuk dan membuang ingus

Hari mencuci tangan meggunakan sabun sedunia tanggal 15 oktober telah dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu cara menurunkan angka kematian balita serta mencegah penyebaran penyakit. World Health Organization (WHO) juga membuat panduan cara cuci tangan yang memenuhi standar kesehatan dengan memaksimalkan area tangan yang dibersihkan, sebagai berikut:

1. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari hingga bersih

4. Bersihkan punggung jari secara bergantian dengan mengatupkan

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

7. Akhiri dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai handuk kering atau tisu, dan tutup keran menggunakan tisu tersebut.

2.3.6.3 Penggunaan Air Bersih

Air merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia sendiri sebagian besar terdiri dari air (sekitar 65% pada orang dewasa dan 80% pada bayi). Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, mandi, memasak dan mencuci. Penyakit seperti diare, yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana, sehingga diperlukan lingkungan dengan air yang bersih untuk menunjang kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa air minum harus bebas dari kontaminasi bakteri pathogen. Kontaminasi tersebut dapat terjadi langsung di sumber mata air atau selama proses distribusi dan pengumpulan. Kontaminasi air juga dapat terjadi saat air disimpan di dalam lingkungan rumah tangga akibat tempat penyimpanan yang tidak bersih, tidak tertutup dengan baik atau cara mengeluarkan air yang tidak tepat. Air yang disimpan terlalu lama tanpa ditutup sering kali mengalami penurunan kualitas akibat rekontaminasi. (Aldila, 2011)

Diare dapat disebabkan karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan. Oleh karena itu, sebelum dikonsumsi, sebaiknya air diolah terlebih dahulu untuk mengurangi resiko tertular penyakit diare. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan sebelum air dikonsumsi untuk keperluan minum (Soemirat, 2004):

1. Pengelolaan secara sederhana

Biasanya dilakukan penyimpanan (storage) dari berbagai macam sumber seperti air hujan, air danau, air sungai, sumur dan sebagainya. Dalam penyimpanan ini air dibiarkan untuk beberapa jam di tempatnya, kemudian akan terjadi kongulasi dari zat-zat yang terdapat di dalam air, sampai akhirnya terbentuk endapan. Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada di dalam air mengendap.

2. Pengelolaan air dengan cara menyaring

Model ini dapat dilakukan dengan menggunakan kerikil, ijuk dan pasir. Sedangkan model penyaringan yang lebih maju dilakukan dengan teknologi tinggi seperti pada Perusahaan Air Minum (PAM).

3. Pengelolaan air dengan menambahkan zat kimia

Zat kimia yang dimaksud adalah berupa : (a) zat kimia yang berfungsi sebagai kongulan, sehingga mempercepat pengendapan (tawas); (b) zat kimia yang berfungsi untuk membunuh bibit penyakit yang ada di dalam air (klor).

4. Pengelolaan air dengan mengalirkan udara

Pengelolaan ini bertujuan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tidak diperlukan lagi, seperti CO2, dan juga menaikkan derajat keasaman air.5. Pengelolaan air dengan cara dipanaskan

Pengelolaan cara ini bertujuan untuk membunuh bibit penyakit yang ada di dalam air, tetapi cara ini membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit serta hanya cocok untuk konsumsi dalam batas kecil (rumah tangga). Meskipun air terlihat bersih, namun air tersebut belum tentu bebas dari kuman penyakit. Untuk itu air harus direbus dulu sampai mendidih, karena kuman akan mati pada suhu 100 derajat celcius (saat air mendidih).2.3.6.4 Penggunaan Jamban Sehat

Sampai saat ini, diperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia (khususnya yang tinggal di daerah pedesaan) masih buang air besar sembarangan, seperti di sungai, kebun, sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka lainnya (Widyati, 2002). Masyarakat pedesaan tersebut enggan untuk buang air besar di jamban karena banyak yang beranggapan membangun jamban sangat mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja dapat digunakan untuk pakan ikan, dan alasan lain yang dikatakan merupakan kebiasaan sejak dulu dan diturunkan dari nenek moyang. Perilaku seperti tersebut sangat merugikan kondisi kesehatan masyarakat, karena tinja merupakan media tempat hidup bakteri coli yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare dan beresiko menjadi wabah penyakit bagi masyarakat.

Tinja merupakan bentuk kotoran yang sangat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat, maka tinja harus dikelola, dibuang dengan baik dan benar.Untuk itu tinja harus dibuang pada suatu wadah yaitu jamban. Jamban keluarga adalah suatu istilah yang digunakan sebagai tempat pembuangan kotoran manusia dalam suatu keluarga. Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang tinja, baik anak-anak (termasuk bayi dan balita) dan orang dewasa. Pembuatan jamban keluarga yang sehat, sebaiknya mengikuti beberapa syarat, yaitu: tidak mengotori tanah maupun air permukaan di sekeliling jamban tersebut, tidak dapat terjangkau oleh serangga, terutama lalat dan kecoak, tidak menimbulkan bau, mudah dipergunakan dan dipelihara, sederhana serta dapat diterima oleh pemakainya (Soemaji, 2005).

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Buahan, wilayah kerja Puskesmas Payangan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali pada Bulan Agustus 2014.4.2Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif observasional dengan pendekatan desain cross sectional yaitu rancangan studi epidemiologi dimana pengukuran atau observasi terhadap variabel independen (faktor resiko) dan variabel dependen (efek) dilaksanakan pada satu waktu secara bersamaan. Penelitian ini melihat gambaran kejadian diare sebagai variabel dependen terhadap faktor resiko sumber air minum, perilaku mengolah air dan perilaku mencuci tangan sebagai variabel independen.

4.3Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua warga di Desa Buahan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar - Bali.4.4Sampel PenelitianSampel dalam penelitian adalah warga (keluarga) di Desa Buahan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar-Bali dengan kriteria inklusi dan eksklusi berikut:

Kriteria inklusi:

1. Berdomisili di Desa Buahan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar Bali ( Bulan Juni Agustus 2014).

2. Tidak cacat fisik dan mental.3. Bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi:

1. Mengalami cacat fisik, mental dan sudah meninggal saat penelitian.

2. Tidak bersedia menjadi responden.4.4.1 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

QUOTE n= ,1-1-f. ,,Za-2.(pq)-,d-2..

n = 97 sampelKeterangan:

n : besar sampel

Z : deviasi normal standar, ditentukan 1,96 (=0,05)

p : proporsi diare di Desa Buahan (0,5)d : 10% (penyimpangan absolut)

f : 1% (perkiraan dropout)

Dari hasil perhitungan berdasarkan angka-angka tersebut di atas, diperoleh minimal sebanyak 97 sampel.

Distribusi besar sampel pada masing-masing banjar/dusun, dihitung dengan cara perbandingan terhadap besar total sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Sehingga didapatkan distribusi besar sampel untuk masing-masing desa adalah:

1. Banjar Gambih:

2. Banjar Buahan:

3. Banjar Jaang:

4. Banjar Satung:

5. Banjar Susut:

4.4.2 Cara Pengambilan SampelUntuk memperoleh data yang diinginkan, sampel dipilih dengan menggunakan teknik Multistage Sampling yang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Pada tahap pertama, ditentukan distribusi besar sampel di setiap banjar di Desa Payangan.

2. Pada tahap kedua, pada setiap banjar yang terpilih, ditentukan sampel (kepala keluarga) menggunakan teknik Random Sampling, dimana sampel setiap banjar dipilih secara acak berdasarkan proporsi distribusi besar sampel yang sudah ditentukan pada tahap sebelumnya. Sampel yang memenuhi kriteria akan dipilih sampai jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi berdasarkan waktu pengumpulan data yang tersedia.

4.5Responden

Kepala keluarga dari sampel yang terpilih, selanjutnya ditetapkan sebagai responden untuk memperoleh informasi tentang sumber air minum, perilaku mengolah air, perilaku mencuci tangan menggunakan air dan sabun serta kejadian diare pada anggota keluarga dalam rentang waktu Juni 2014 hingga Agustus 2014.

4.6 Variabel Penelitian

1. Diare

2. Sumber air minum

3. Perilaku mengolah air

4. Perilaku mencuci tangan

5. Jumlah anggota keluarga

6. Umur

7. Pendidikan

8. Pekerjaan

4.7 Definisi Operasional Variabel

1. Diare adalah buang air besar dengan konsistensi encer dan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari, disertai/tanpa disertai dengan darah. Diukur dengan menggunakan kuisioner, terhitung sejak Bulan Juni 2014. Dikategorikan sebagai berikut: (skala nominal)

1. Ya: mengalami diare dalam 3 bulan terakhir (sejak Juni 2014).

2. Tidak: tidak mengalami diare 3 bulan terakhir (sejak Juni 2014).

2. Sumber air minum adalah sumber air yang digunakan untuk dikonsumsi sehari-hari. Diukur dengan menggunakan kuisioner dan observasi. Dikategorikan sebagai berikut: (skala nominal)

1. Air PDAM : air yang diolah dan dikelola oleh pemerintah dan disalurkan melalui perpipaan.

2. Air kemasan: air dari produsen air mineral yang telah diolah dan layak minum.

2. Mata air: air yang berasal langsung dari mata air

3. Perilaku mengolah air adalah kebiasaan/cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air yang akan dikonsumsi sehari-hari, termasuk di antaranya minum dan memasak. Terdapat 3 poin yang dinilai dalam mengolah air, yaitu kebiasaan responden dalam memasak air sebelum diminum, menyimpan air di tempat yang bersih dan menutup tempat penyimpanan air. Diukur dengan menggunakan kuisioner dan observasi. Dikategorikan sebagai berikut: (skala nominal)

1. Baik: memenuhi 3 poin mengolah air yang baik dan benar.

2. Buruk: tidak memenuhi 3 poin mengolah air yang baik dan benar.

4.Perilaku mencuci tangan menggunakan air dan sabun adalah kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sesuai dengan 6 langkah mencuci tangan yang baik dan benar serta dalam kondisi yang tepat. Hal yang dinilai adalah 4 poin, yakni: kebiasaan mencuci tangan responden, mencuci tangan menggunakan sabun, mencuci di air mengalir dan langkah mencuci tangan. Diukur menggunakan kuisioner dan observasi. Dikategorikan sebagai berikut: (skala nominal)

1. Baik : memenuhi 4 poin cuci tangan.

2. Kurang baik: memenuhi 3 poin cuci tangan.

3. Buruk : memenuhi paling banyak 2 poin cuci tangan.

5.Jumlah anggota keluarga adalah total jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama pasien sesuai dengan Kartu Keluarga. Diukur menggunakan kuisioner. (Skala Interval).

6.Umur adalah lamanya hidup yang dihitung dari tanggal lahir sampai dengan waktu penelitian dan dinyatakan dalam tahun. Diukur menggunakan kuisioner. (Skala interval).

7.Pendidikan adalah tingkat pengalaman belajar formal yang didapatkan. Diukur dengan kuisioner. Dikategorikan sebagai berikut: (skala ordinal)

1. Tidak sekolah: tidak mendapatkan pendidikan formal atau tidak tamat SD.

2. SD: menamatkan pendidikan Sekolah Dasar.

3. SMP: menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama.

4. SMA: menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas.

5. Sarjana: menamatkan pendidikan perguruan tinggi.

8.Pekerjaan adalah kegiatan pokok yang dilakukan setiap hari untuk memperoleh gaji atau upah. Diukur dengan menggunakan kuisioner. Dikategorikan sebagai berikut: (skala nominal)

1. PNS (Pegawai Negeri Sipil)

2. Wiraswasta

3. Petani

4. Tidak bekerja

5. Lain-lain

4.8 Cara Pengumpulan DataData diperoleh secara primer dengan cara observasi dan wawancara langsung terhadap responden berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data sekunder didapatkan dari Puskesmas Payangan untuk mengetahui sebaran diare di Desa Buahan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar Bali.

4.9 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif kuantitatif menggunakan SPSS ver. 22 dan disajikan dalam bentuk tabel dan naratif, sehingga diperoleh gambaran kejadian diare di Desa Buahan dengan faktor resiko sumber air minum, perilaku mengolah air dan perilaku mencuci tangan menggunakan air dan sabun. DAFTAR PUSTAKA

Aldila, N. (2011). Pengaruh Cara Penyimpanan Terhadap Kualitas Mikrobiologi Air. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Depkes RI. (2006). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. Pusat Promosi Kesehatan RI. Jakarta.

Depkes RI. (2009). Panduan Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Bagi Petugas Puskesmas. Pusat Promosi Kesehatan RI. Jakarta.

Depkes RI. (2011). Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kementrian kesehatan RI. Jakarta.Ditjen PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI. (1999). Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI, Jakarta, hh. 3-14Fauzi, Y; Setiani, O & Raharjo M. (2005). Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Analisis Sarana Dasar Kesehatan Vol.4 No.2 Oktober 2005.

Handayani, L. (2007). Hubungan Higiene Pribadi dan Sanitasi Lingkungan dengan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tempel I Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman, Tesis. Yogyakarta: Pasca Sarjana UGM.

Herdiyanti, E. (2009). Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta.

Jones, ACC; Farthing, MJG. (2004). Management of infectious diarrhoea. Gut, hh.296-305.

Kemenkes RI. (2011). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Volume 2 Triwulan 2. Jakarta

Maadi U, Apriatman N, Adji A, Saragih DH, Pujiatmoko B. (2009). Panduan Pengelolaan Data Air Minum & Penyehatan Lingkungan di Daerah. Waspola Facility.Maulana, HDJ. (2009). Promosi Kesehatan.EGC, Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Republik Indonesia.Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S. (2007).Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.

Nuraeni, A. (2012). Hubungan Penerapan PHBS Keluarga Dengan Kejadian Diare Balita Di Kelurahan Tawangmas Kota Semarang, Tesis. Depok: UI

Pemerintah Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Republik Indonesia.Purwanto, H. (1999). Pengantar Perilaku Manusia. EGC. Jakarta.

Puspita, SA. (2014). Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di Kelurahan Antirogo Kabupaten Jember, Skripsi. Jember: UNEJ

Rahayu, R; Mariyam, R; Yulianti. (2010). Hubungan Faktor Lingkungan Dan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak I Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Penelitian. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Simadibrata, MK (2009). Diare akut, Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk, editor. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi kelima. Interna Publishing, Jakarta, hh. 548-555. Soemaji.P. (2005).Pembuangan Kotoran dan Air Limbah.Grasindo. Jakarta.

Soemirat, S. (2004).Informasi dan Latihan Penyediaan Air dan Sanitasi Biaya Rendah. Bakti Husada. Jakarta.

Sudadi P. (2003). Penentuan Kualitas Air Tanah Melalui Analisis Unsur Kimia Terpilih. Buletin Geologi Tata Lingkungan;13(2);hal 81-89.The United Nations Childrens Fund / World Health Organization, (2009), Diarrhoea: Why children are still dying and what can be done, UNICEF/WHO, Geneva.

Utami, R. (2000). Mengenal ASI Eksklusif. Elex Komputindo. Jakarta.

Widyati, Y. (2002). Hygiene dan Sanitasi Umum. Gramedia Wdiasarana. Jakarta.

World Gastroenterology Organisation. (2008). World Gastroenterology Organisation practice guideline: Acute diarrhea. World Gastroenterology Organisation. Geneva

World Gastroenterology Organisation. (2012). Acute Diarrhea in Adults and Children: A Global Perspective. World Gastroenterology Organisation. GenevaGambar 1. Enam Langkah Cuci Tangan Menurut WHO

FAKTOR PERILAKU

1. Memasak Air Minum Sebelum Dikonsumsi

2. Mencuci Tangan dengan Air dan Sabun

FAKTOR LINGKUNGAN

1. Sumber air minum

Tidak berwarna, Tidak Berasa, Tidak Berbau

Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi Syarat

Dimasak

Tidak Dimasak

Sesuai Syarat

Tidak Sesuai Syarat

Patogen Mati

Patogen Belum Mati

Resiko Tinggi Diare

Resiko Rendah Diare

Total sampel (97)

Besar sampel yang diambil di banjar

Total penduduk di banjar

=

x

Total penduduk di Desa Buahan

Page | 1