Prognosis Apendisitis Akut

14
Prognosis apendisitis akut Prognosis Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotik yang lebih baik. Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik. lnfeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan (lebih jarang terjadi dengan insisi pemisahan otot). Abses intrabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia. Sumber Artikel Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah Ditulis oleh Carko Budiyanto Pendahuluan Apendisitis adalah peradangan pada apendix vermiformis (Pierce dan Neil, 2007). Apendisitis merupakan kasus laporotomi tersering pada anak dan juga pada orang dewasa (Ahmadsyah dan Kartono, 1995). Hampir 7% orang barat mengalami apendisitis dan sekitar 200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Insidens semakin menurun pada 25 tahun terakhir, namun di negara berkembang justru semakin meningkat, kemungkinan disebabkan perubahan ekonomi dan gaya hidup (Lawrence, 2006).

Transcript of Prognosis Apendisitis Akut

Page 1: Prognosis Apendisitis Akut

Prognosis apendisitis akut Prognosis Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotik yang lebih baik.

Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik. lnfeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan (lebih jarang terjadi dengan insisi pemisahan otot). Abses intrabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.

Sumber ArtikelIntisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah

Ditulis oleh Carko Budiyanto

Pendahuluan

Apendisitis adalah peradangan pada apendix vermiformis (Pierce dan Neil, 2007).

Apendisitis merupakan kasus laporotomi tersering pada anak dan juga pada orang dewasa

(Ahmadsyah dan Kartono, 1995). Hampir 7% orang barat mengalami apendisitis dan sekitar

200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Insidens semakin menurun

pada 25 tahun terakhir, namun di negara berkembang justru semakin meningkat,

kemungkinan disebabkan perubahan ekonomi dan gaya hidup (Lawrence, 2006).

Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding kecuali pada umur 20-30 tahun,

insidens laki-laki lebih tinggi, sedangkan pada bayi dan anak sampai berumur 1-2 tahun

jarang ditemukan (Syamsuhidajat, 1997).

Diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukam, keterlambatan

penanganan menyebabkan penyulit perforasi dan berbagai akibatnya (Ahmadsyah dan

Kartono, 1995).

Anatomi dan Fisiologi Appendix

Page 2: Prognosis Apendisitis Akut

Pada neonatus, apendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex

caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum, appendix berkembang di sebelah

kiri dan belakang kira-kira 2,5 cm di bawah valva ileocaecal (Lawrence, 2006). Istilah usus

buntu yang sering dipakai di masyarakat awan adalah kurang tepat karena usus buntu

sebenarnya adalah caecum. Appendix merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar

10 cm (3-15 cm). Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian distal. Namun,

pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar di pangkal, dan sempit di ujung (Syamsuhidajat,

1997). Ontogenitas berasal dari mesogastrium dorsale. Kebanyakan terletak intraperitoneal

dan dapat digerakkan. Macam-macam letak appendix : retrocaecalis, retroilealis, pelvicum,

postcaecalis, dan descendentis (Budiyanto, 2005).

Pangkal appendix dapat ditentukan dengan cara pengukuran garis Monroe-Pichter. Garis

diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi 3. Pangkal appendix terletak 1/3

lateral dari garis tersebut dan dinamakan titik Mc Burney. Ujung appendix juga dapat

ditentukan dengan pengukuran garis Lanz. Garis diukur dari SIAS dextra ke SIAS sinistra,

lalu garis dibagi 6. Ujung appendix terletak pada 1/6 lateral dexter garis tersebut (Budiyanto,

2005).

Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir tersebut secara normal dicurahkan ke

dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan

oleh GULT yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendix adalah IgA.

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi (Syamsuhidajat, 1997).

Etiologi Apendisitis

Penyebabnya hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh apendikolit, fekalomas

(tinja yang mengeras), parasit (biasanya cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan

parut, mukus, dan lain-lain (Subanada, dkk, 2007, Price dan Wilson, 2006).

Patofisiologi

Page 3: Prognosis Apendisitis Akut

Setelah terjadi obstruksi lumen appendix maka tekanan di dalam lumen akan meningkat

karena sel mukosa mengeluarkan lendir. Peningkatan tekanan ini akan menekan pembuluh

darah sehingga perfusinya menurun akhirnya mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Invasi

bakteri dan infeksi dinding appendix segera terjadi setelah dinding tersebut mengalami

ulserasi. Infiltrat-infiltrat peradangan tampak di semua lapisan dan exudat fibrin tertimbun di

dalam lapisan serosa. Meskipun perforasi belum terjadi, organisme-organisme biasanya dapt

dibiakan dari mukosa appendix. Nekrosis dinding appendix mengakibatkan perforasi dan

pencemaran abdomen oleh tinja (Subanada, dkk, 2007; Chandrasoma, 2006).

Gambaran Klinis

Nyeri di sekitar umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun),

nausea, dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan

bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan (Ahmadsyah dan Kartono,

1995). Bila appendix terletak retrokolik, rasa nyeri terasa di daerah pinggang bagian bawah,

bila terletak pelvical rasa nyeri dirasakan di hipogastrium atau di dalam pelvis, dan bila

terletak retrocaecal bisa mengiritasi m. psoas. Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat pucat,

adanya nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan tahanan otot (defans muskuler). Iritasi pada

psoas dan obturator menimbulkan nyeri panggul. Peristaltik di daerah appendix menurun.

Pada rectal toucher, ada nyeri pada arah jam 10-11 merupakan petunjuk adanya perforasi

(Subanada, dkk, 2007).

Diagnosis Banding

Beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding (Pierce dan Neil, 2007):

1. limfadenitis mesenterica terutama pada anak-anak.

2. penyakit pelvis pada wanita : inflamasi pelvis, ISK, kehamilan ektopik, ruptur kista

korpus luteum, endometriosis externa.

Page 4: Prognosis Apendisitis Akut

3. lebih jarang : penyakit Crohn, kolesistitis, perforasi ulkus duodenum, pneumonia kanan

bawah.

4. jarang : perforasi karsinoma caecum, diverkulitis sigmoid

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila memenuhi (Pierce dan Neil, 2007):

1. gambaran klinis yang mengarah ke appendisitis.

2. laboratorium : lekositosis ringan, lekosit > 13.000 /dl biasanya pada perforasi, terdapat

pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).

3. USG untuk massa appendix dan jika masih ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan

pelvis lainnya.

4. laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum

dilakukan apendiktomi pada wanita muda.

5. CT scan pada usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.

Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan

merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak bedah sambil pemberian

antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara

terbuka atau pun dengan cara laporoskopi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak

perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata

(Syamsuhidajat, 1997).

Komplikasi

Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :

1. Perforasi

Page 5: Prognosis Apendisitis Akut

Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi

appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam

tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan

kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun

sampai menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat, 1997).

1. Peritonitis

Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam

bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi

dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan

peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas

peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan

meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi,

gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri

abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang

(Price dan Wilson, 2006).

1. Massa Periapendikuler

Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan

oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan

mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses

radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu

masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri.

Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum

telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa

berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal (Ahmadsyah dan

Kartono, 1995).

Page 6: Prognosis Apendisitis Akut

Prognosis

Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat terjadi

pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix

perforasi atau apendix gangrenosa.

Pencegahan

Sering makan makanan berserat dan menjaga kebersihan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah dan Kartono. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

2. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy II. Surakarta : Keluarga Besar Asisten

Anatomi FKUNS.

3. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.

4. Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical Aspect.

Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.

5. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 . Jakarta: EGC.

6. Lawrence. 2006. Appendix. Dalam: Current Surgical Diagnosis and Treatment. Ed : 12.

USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.

7. Pierce dan Neil. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Ed : 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.

8. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.

Jakarta: EGC.

9. Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. 2007. Beberapa Kelainan Gastrointestinal

yang Memerlukan Tindakan Bedah. Dalam: Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.

Jakarta: CV Sagung Seto.

10. Syamsuhidajat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Page 7: Prognosis Apendisitis Akut

11. 1. Pemeriksaan Fisik2,3,4

12. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Inspeksi : pada apendisitis akut sering

ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa

ditemukan distensi perut.

13. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Palpasi : pada daerah perut kanan bawah

apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri.

Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada

penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini

disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah

dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda

Blumberg (Blumberg Sign).

14. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini

dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit

diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan

apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci

diagnosis pada apendisitis pelvika.

15. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator :

pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang.

Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul

kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut

akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang

kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka

tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis

pelvika.

16. . Pemeriksaan Penunjang

17. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan

darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap

Page 8: Prognosis Apendisitis Akut

ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil

diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.1,6

18. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Radiologi : terdiri dari pemeriksaan

ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian

memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada

pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta

perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.3,5

19. DIAGNOSIS

20. Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis

apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis

lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari

mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan

yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi,

menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan

angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi

penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang

dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi

diagnosis pada kasus yang meragukan.2

21. TATA LAKSANA

22. Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat

adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara,

yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah

terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan

adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini

merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala

membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika

gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan

melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi.

Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan

klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses

setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan

tindakan bedah.2,6

23. DAFTAR PUSTAKA

Page 9: Prognosis Apendisitis Akut

[1] Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah Digestif”,

dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media

Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

[2] Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan

Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.

[3] Zeller, J.L., Burke, A.E., Glass, R.M., ”Acute Appendicitis in Children”, JAMA,

http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/298/4/482, 15 Juli 2007, 298(4): 482.

[4] Simpson, J., Humes, D. J., “Acute Appendicitis”, BMJ,

http://www.bmj.com/cgi/content/full/333/7567/530, 9 September 2006, 333: 530-536.

[5] Mittal, V.K., Goliath, J., Sabir, M., Patel, R., Richards, B.F., Alkalay, I., ReMine, S.,

Edwards,M., “Advantages of Focused Helical Computed Tomographic Scanning With

Rectal Contrast Only vs Triple Contrast in the Diagnosis of Clinically Uncertain Acute

Appendicitis”, Archives of Surgery,

http://archsurg.ama-assn.org/cgi/content/full/139/5/495, Mei 2004, 139(5): 495-500

[6] Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta, 2007,

hlm.106-107.