Presus Kulit Dermatitis Stasis
-
Upload
karina-iyin -
Category
Documents
-
view
500 -
download
106
Transcript of Presus Kulit Dermatitis Stasis
BAB II
PENGETAHUAN DASAR
A. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan.
Pembagian kulit secara garis besar terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu:
1. Lapisan epidermis
a. Stratum korneum (lapisan tanduk); terdiri dari sel-sel gepeng mati, tak berinti
dan protoplasma menjadi keratin
b. Stratum lusidum; terdiri dari sel-sel gepeng mati, tak berinti dan protoplasma
menjadi protein eleidin
c. Startum granulosum (lapisan keratohialin); sel-sel gepeng berbutir kasa dan
berinti
d. Stratum spinosum; sel- sel yang mengalami mitosis, terdapat sel langerhans
e. Stratum basale; sel-sel yang mengalami mitosis, berfungsi reproduktif dan
mengandung melanosit
2. Lapisan dermis
a. Pars papilare; bagian yang menonjol ke arah lapisan epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare; bagian di bawahnya yang menonjol ke arah lapisan subkutan,
berisi serabut-serabut penunjang seperti kolagen, elastin dan retikulin.
3. Lapisan subkutis; terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya,
yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
B. Faal Kulit
1. Proteksi; kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis
dengan bantalan lemak, melanosit (tanning), keratinisasi (barrier)
2. Absorpsi; permeable tehadap O2, CO2 dan uap air sehingga mengambil bagian dalam
fungsi respirasi
3. Ekskresi; kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolism dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat dan ammonia.
4. Persepsi; terdapat ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
a. Badan Ruffini panas
b. Badan Krause dingin
c. Badan taktil Meissner rabaan
d. Badan Merkel Ranvier rabaan
e. Badan Veter Paccini tekanan
5. Pengaturan suhu tubuh; dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit.
6. Pembentukan pigmen; melanosom yang dibentuk oleh melanosit tergantung pajanan
sinar matahari.
7. Keratinisasi; berlangsung selama 14-21 hari dan dapat membantu peranan
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis.
8. Pembentukan vitamin D; dengan bantuan sinar matahari memungkinkan perubahan 7
dihidroksi kolesterol.
DERMATITIS STASIS
A. DEFINISI
Dermatitis statis adalah dermatitis yang terjadi akibat adanya gangguan aliran darah vena
ditungkai bawah. (Marwali Harahap, 2000).
Akhir-akhir ini beberapa peneliti menganjurkan pemakaian istilah dermatitis
gravitasional sebagai pengganti istilah Dermatitis Stasis. Hal ini karena diduga kemungkinan
penyebabnya ialah faktor gangguan perfusi jaringan dan kulit di lokasi lesi, dan bukan akibat
stasis.
Dermatitis stasis merupakan penyakit inflamasi kulit yang sering terjadi di
ekstremitas bawah (tungkai) pada pasien dengan insufisiensi dan hipertensi vena. Penyakit
ini umumnya menyerang pada usia pertengahan dan usia lanjut serta jarang terjadi sebelum
dekade kelima kehidupan, kecuali pada keadaan di mana insufisiensi vena disebabkan oleh
pembedahan (surgery), trauma, atau trombosis. Dermatitis stasis dapat merupakan prekursor
dari keadaan lain seperti ulkus vena tungkai atau lipodermatiosklerosis.
B. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis Stasis lebih banyak terjadi pada wanita usia pertengahan atau lanjut,
kemungkinan karena efek hormonal serta kecenderungan terjadinya thrombosis vena dan
hipertensi saat kehamilan.
Insidens pada wanita lebih banyak menderita dari pada pria. Dijumpai pada orang dewasa
dan orang tua, tidak pada anak-anak. Banyak terjadi pada orang gemuk, banyak berdiri dan
banyak melahirkan.
C. ETIOLOGI
Mekanisme terjadinya penyakit dermatitis stasis belum sepenuhnya dipahami.
Terdapat beberapa teori (hipotesis) yang menerangkan proses terjadinya penyakit ini.
Teori pertama mengatakan bahwa terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada vena
sehingga terjadi kebocoran fibrinogen ke dalam dermis. Fibrinogen ini akan berpolimerasi
membentuk selubung fibrinogen perikapiler dan interstisial sehingga menghalangi difusi
oksigen dan nutrisi menuju kulit. Akhirnya terjadi kematian sel. Tetapi terdapat data yang
kurang mendukung hipotesis tersebut, antara lain (1) Derajat endapan fibrin tidak
berhubungan dengan luasnya insufisiensi vena dan tekanan oksigen transkutan dan (2)
selubung fibrin yang terbentuk tidak kontinu dan tidak teratur sehingga sulit berperan sebagai
suatu sawar mekanik terutama untuk molekul kecil seperti oksigen dan nutrien.
Ada teori lain yang mengatakan bahwa inflamasi pada dermatitis stasis terjadi akibat
adanya hubungan antara arteri-vena, menyebabkan terjadinya hipoksia dan kekurangan bahan
makanan di kulit yang mengalami gangguan.
Hipotesis lain, yaitu hipotesis perangkap faktor pertumbuhan (growth factor trap
hypothesis) mengemukakan bahwa hipertensi vena/kerusakan kapiler akan menyebabkan
keluarnya molekul makro seperti fibrinogen dan α2-makroglobulin ke dalam dermis sehingga
akan membentuk semacam ‘perangkap’ terhadap growth factor dan substansi stimulator lain
atau homeostatik. Dengan demikian jika terjadi kerusakan jaringan maka integritas dan
proses penyembuhan sulit untuk terjadi.
Selain itu, terdapat hipotesis lain yaitu karena terperangkapnya sel darah putih (white
cell trapping hypothesis). Hal tersebut terjadi sebagai akibat hipertensi vena dan perbedaan
tekanan antara arteri dan vena sehingga kecepatan aliran kapiler berkurang, terjadi agregasi
eritrosit dan sumbatan leukosit. Kelainan ini merupakan akibat lanjutan hipertensi vena (yang
umumnya terjadi di tungkai bawah) dan trombosis. Oleh karena itu, biasanya sebelum
muncul Dermatitis Stasis, pasien sering mengeluh rasa berat di tungkai disertai nyeri saat
berdiri dan edem. Kelainan diperberat oleh adanya garukan atau gosokan. Selanjutnya terjadi
eksematisasi yang dapat muncul secara perlahan-lahan maupun mendadak. Pada bentuk yang
berat, dapat terjadi ulserasi yang dikenal sebagai ulkus venosum. . Pengolesan obat-obat
tertentu kadang-kadang memperberat kelainan, yang menjadi alasan utama pasien datang ke
dokter. Agregasi eritrosit akan menimbulkan hipoksia, sedangkan sumbatan leukosit
membentuk sawar fisis dan memicu pelepasan mediator-mediator tertentu (seperti enzim
proteolitik; sitokin, radikal bebas dan faktor kemotaktik) yang dapat mengubah permeabilitas
kapiler. Akibatnya molekul besar seperti fibrinogen keluar menuju jaringan perikapiler.
Insufisiensi vena merupakan suatu keadaan di mana aliran darah vena tidak cukup
kuat untuk kembali ke jantung, sehingga cenderung menumpuk dan bahkan kembali ke
jaringan. Penyebabnya antara lain oleh inkompetensi katup vena oleh suatu sebab yang
belum diketahui. Keadaan ini dapat diperparah oleh kondisi jika tubuh sedang berdiri dalam
jangka waktu yang relatif lama sehingga semakin mempersulit naiknya darah dari vena di
ekstremitas menuju jantung. Hal ini ditandai antara lain dengan pelebaran pembuluh vena
secara abnormal, disebut sebagai varises (varicose vein).
D. PATOFISIOLOGI
Dermatitis stasis terjadi sebagai akibat langsung dari insufisiensi vena. Terganggu fungsi
sistem 1-arah katup di pleksus vena dalam hasil kaki di aliran balik darah dari sistem vena
dalam ke sistem vena superfisial, dengan disertai hipertensi vena.Ini hilangnya fungsi katup
dapat hasil dari penurunan berhubungan dengan usia pada kompetensi katup. Atau, peristiwa
tertentu, seperti trombosis vena dalam, pembedahan (misalnya, vena pengupasan, artroplasti
lutut total, panen dari vena saphena untuk bypass koroner), atau luka trauma, dapat sangat
merusak fungsi dari sistem vena tungkai. Mekanisme yang menyebabkan hipertensi vena
peradangan kulit dermatitis stasis, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, telah
dipelajari secara ekstensif selama beberapa dekade.
Pada pasien dengan dermatitis stasis, perhatikan bekas luka besar di betis yang
disebabkan oleh pecahan peluru militer. Cedera pada sistem vena karena trauma atau
pembedahan adalah faktor umum yang berkontribusi terhadap perkembangan dermatitis
stasis.
Yang paling awal teori tentang penyebab peradangan kulit di insufisiensi vena berpusat
pada perfusi oksigen dari tungkai jaringan. Awalnya, sistem vena yang tidak kompeten
dianggap menyebabkan pengumpulan darah di vena superfisial, dengan arus berkurang dan
karenanya mengurangi tekanan oksigen di kapiler dermis. Hipotesis penyatuan menyebabkan
dermatitis stasis panjang. Ia percaya bahwa kandungan oksigen menurun darah menggenang
menyebabkan kerusakan hipoksia untuk kulit di atasnya.
Teori hipoksia / stasis itu disangkal oleh bukti bahwa alih-alih dikumpulkan, darah
stagnan dengan tekanan oksigen rendah, vena tungkai pada pasien dengan insufisiensi vena
telah meningkatkan laju aliran dan tekanan oksigen tinggi.Shunting arteriovenosa bisa
menyumbang temuan ini, tetapi tidak ada bukti shunting pada pasien dengan insufisiensi
vena ditemukan. Kurangnya lengkap bukti untuk mendukung teori hipoksia / stasis telah
menyebabkan banyak peneliti menganjurkan ditinggalkannya dermatitis stasis panjang.
Penelitian selanjutnya difokuskan pada peran tungkai mikrosirkulasi dalam patogenesis
kerusakan kulit akibat insufisiensi vena. Pada 1970-an dan 1980-an, peningkatan tekanan
hidrostatik vena ditemukan akan dikirim ke mikrosirkulasi kulit, hal ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler kulit.
Hal ini memungkinkan peningkatan permeabilitas makromolekul, seperti fibrinogen,
bocor keluar ke jaringan pericapillary, kemudian, polimerisasi fibrin fibrinogen untuk
menghasilkan pembentukan fibrin manset di sekitar kapiler kulit.Telah dihipotesiskan bahwa
manset fibrin berfungsi sebagai penghalang untuk difusi oksigen, dengan mengakibatkan
hipoksia jaringan dan kerusakan sel.Selanjutnya, fenomena pembentukan fibrin manset
ditemukan pada penyakit yang lebih berat, seperti ulkus vena. Manset fibrin tidak ditemukan
dalam ulkus karena penyebab selain hipertensi vena. Penurunan aktivitas fibrinolitik kutan
telah diusulkan untuk berkontribusi pada pembentukan fibrin manset.
Pembentukan manset fibrin, ditambah dengan fibrinolisis menurun, mengakibatkan
fibrosis dermal yang adalah ciri khas dari dermatitis stasis maju. Leukosit diaktifkan menjadi
terjebak dalam manset fibrin dan ruang perivaskular sekitarnya, melepaskan mediator
inflamasi yang berkontribusi terhadap peradangan dan fibrosis. Ini leukosit melepaskan
faktor pertumbuhan transformasi faktor pertumbuhan-beta1, mediator penting fibrosis
dermal. Selanjutnya, upregulation molekul-1 adhesi antar sel vaskular (ICAM-1) dan adhesi
sel vaskular molekul-1 (VCAM-1), yang chemoattractants ampuh untuk menjaga leukosit
aktif di lingkungan perivaskular, terjadi. Temuan leukosit dimediasi produksi sitokin, dibantu
oleh pembentukan fibrin manset, menyediakan link langsung antara sirkulasi vena
disfungsional dan peradangan kulit dengan fibrosis.
Herouy dkk menyarankan bahwa matriks metalloproteinase mungkin penting dalam
renovasi kulit lesi pada orang dengan dermatitis stasis.
E. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis biasanya terlihat kelainan di
sisi medial yang dapat meluas ke seputar
pergelangan kaki dalam berbagai gradasi. Awalnya
dimulai dengan penebalan kulit dan skuamasi yang
diikuti oleh likenifikasi. Saat penyembuhan
seringkali kulit menjadi tipis, mengkilat dan
hiperpigmentasi. Pada bagian proksimal lesi
biasanya dijumpai adanya dilatasi dan varises vena-
vena superfisialis.
Keluhan subjektif berupa rasa gatal.
Efloresensi akibat garukan berupa skuama,
hiperpigmentasi dan erosi. Apabila penderita
mengobati sendiri dapat terjadi dermatitis kontak,
dan lesi bertambah tergantung pada iritannya.
Peningkatan tekanan vena akan menyebabkan pelebaran vena, varises, dan edema.
Lama kelamaan kulit berwarna kehitaman dan timbul purpura (warna kemerahan akibat
ekstravasasi sel darah merah ke dalam dermis) serta hemosiderosis (peningkatan cadangan
besi jaringan). Edema dan varises mudah terlihat jika penderita berdiri dalam jangka waktu
yang lama. Kelainan ini dimulai dari permukaan tungkai bawah sisi medial/lateral di atas
malleolus, lalu meluas hingga ke bawah lutut dan bagian dorsal kaki. Selanjutnya terjadi
tanda-tanda dermatitis yaitu eritema, skuama, gatal dan terkadang ada eksudasi cairan.
Apabila sudah berlangsung lama maka kulit menjadi tebal dan fibrotik meliputi
sepertiga tungkai bawah, keadaan ini disebut lipodermatosklerosis. Dermatitis stasis bisa
mengalami komplikasi berupa ulkus di atas malleolus, disebut ulkus venosum/ulkus
varikosum. Dapat juga mengalami infeksi sekunder, misalnya selulitis. Dermatitis stasis
dapat diperberat karena mudah teriritasi oleh bahan kontaktan, atau mengalami
autosensitisasi.
F. PEMERIKSAAN
Sering kali dermatitis stasis di awal perkembangan penyakit sulit dibedakan
dengan infeksi jamur. Untuk dapat membedkannya dapat dilakukan pemeriksaan KOH pada
daerah lesi. Dermatitis stasis tidak menunjukkan gambaran spora dan hifa.
G. DIAGNOSIS
Dermatitis stasis dapat didiagnosa melalui pengolahan informasi anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Meskipun tiap bagian dari anamnesis adalah penting, yang perlu
diperhatikan adalah usia penderita, aktivitas penderita, dan penyakit penyerta seperti penyakit
diabetes dan penyakit jantung-pembuluh darah. Pemeriksaan fisik dengan gambaran khas
pada tungkai bawah menjadikan diagnosis dermatitis stasis dapat ditegakkan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan. Selain itu
dapat juga dilakukan pemeriksaan radiologi/Doppler untuk melihat adanya perubahan
(dilatasi) vena yang dalam, trombosis atau gangguan katup. Pada pemeriksaan histologis
akan ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi, agregasi hemosiderin di dermis atau
penebalan arteriol/venula.
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding antara lain:
Dermatitis kontak (dapat terjadi bersamaan dengan dermatitis stasis)
Dermatitis numularis
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatannya adalah menghindarkan gangguan aliran vena dan edema.
Harus dihindari banyak berdiri lama, kalau pasien gemuk, berat badannya harus diturunkan.
Untuk mengatasi edema akibat varises, maka tungkai dinaikkan (elevasi) sewaktu
tidur atau duduk. Bila tidur kaki diusahakan agar terangkat melebihi permukaan jantung
selama 30 menit dilakukan 3-4 kali sehari untuk memperbaiki mikrosirkulasi dan
menghilangkan edema. Dapat pula kaki tempat tidur disangga balok setinggi 15-20 cm
(sedikit lebih tinggi dibanding letak jantung). Apabila sedang menjalankan aktivitas,
memakai kaos kaki penyangga varises atau pembalut elastis.
Eksudat yang ada dapat dikompres dan setelah kering diberi krim kortikosteroid
potensi rendah sampai sedang. Apabila terdapat infeksi sekunder maka dapat ditangani
dengan pemberian antibiotika sistemik. Pada dermatitis yang akut, dapat diberikan salep
yang tidak menimbulkan iritasi dan sensitasi kulit, misalnya salep iktiol 2% dalam salep seng
oksida. (Marwali Harahap, 2000).
Beberapa penderita mungkin memerlukan sepatu Unna, yaitu suatu alat yang
menyerupai pembalut gips yang berisi pasta gelatin yang mengandung seng.
Jika penderita merasa tidak nyaman mengenakan sepatu ini, pasta yang sama bisa digunakan
dibawah balutan penyangga elastik. Pada dermatitis stasis, kulit mudah teriritasi; karena itu
sebaiknya penderita menghindari pemakaian krim antibiotik, krim anestetik, alkohol, lanolin
atau bahan kimia lainnya sebab bisa memperburuk keadaan.
J. KOMPLIKASI
Kelainan lebih lanjut akan timbul infeksi sekunder dan terjadi
kerusakan jaringan (nekrosis), timbul daerah iskemik yang dapat
memacu ulkus yang disebut ulkus varikosum. (Purnawan Junadi
dkk, 1992)
K. PROGNOSIS
Dermatitis stasis sering merupakan penyakit dengan kondisi jangka panjang
(kronis). Kita bisa meminimalkan gejala dengan mengendalikan kondisi dan pembengkakan.
BAB IV
A. KESIMPULAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Bentuk dermatitis ini sering mengenai remaja, dewasa muda dan umur yang lebih tua
serta jarang pada anak-anak dengan riwayat dermatitis atopi. Penyebabnya tidak diketahui.
Bentuk-bentuk infeksi lainnya pada dermatitis, seperti adanya kolonisasi Staphylococcus
aureus, yang mana dapat memperberat kondisi penyakitnya walau tidak tampak pada gejala
klinis. Pada satu studi menunjukkan dermatitis numularisis meningkat pada pasien dengan
usia yang lebih tua, terutama yang sangat sensitif dengan aloealergi. Umumnya prognosis
dari penyakit ini adalah baik dan dapat sembuh dengan pengobatan steroid (dengan atau
tanpa kombinasi antibiotik) topikal.
DAFTAR PUSTAKA
Anita, J et al. 2006. Mast Cells, Nerves and Neuropeptides in Atopic Dermatitis and Nummular
Eczema. Arch Dermatology Research 295 (1): 2-7.
DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober - Desember 2004
Djuanda, A dkk. 2005. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
IJ Kang, MK Shin. 2007. Patch Testing in Nummular Eczema: Comparison of Patch Test Results
between Nummular Eczema and Atopic Dermatitis. Korean Journal Of Dermatology
45(9): 871-876.
Loren, E et al. 2010. Dermal Dendritic Cells In Psoriasis, Nummular Dermatitis, and Normal-
Appearing Skin. Journal of the American Academy of Dermatology
Lange L, et al. 2008. Elevated Levels of Tryptase in Children with Nummular Eczema. Journal
of Allergy Jul; 63(7):947-9.
Shankar, K et al. 2005. Relevance of Patch Testing in Patients with Nummular Dermatitis. Indian
Journal Dermatology Venereology Leprology 71(6):406-8.
Siregar, R dkk. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC: Jakarta.