Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

download Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

of 33

Transcript of Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    1/33

    1

    I. LAPORAN KASUS

    A. IdentitasNama : An. C

    Usia : 8 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Alamat : Kalibagor wetan 01/01 Kalibagor

    No. Rekam Medik : 28-00-72

    Tanggal Periksa : 19 Juni 2013

    B. AnamnesisKeluhan Utama : gatal di lipatan lutut

    Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

    Onset : 1 tahun yang lalu.

    Lokasi : kedua lipatan lutut

    Kronologis :Pasien mengeluhkan gatal disertai kemerahan di kedua

    lipatan lutut. Terdapat bintik-bintik pada sekeliling daerah

    yang gatal dan kemerahan yang apabila digaruk akan

    mengeluarkan cairan dan selanjutnya mengering. Pada

    awalnya gatal dan kemerahan berukuran kecil karena

    pasien merasa gatal sekali, semakin lama, pasien semakin

    sering menggaruk hingga daerah gatalnya bertambah luas.

    Kualitas : pasien merasa gatal sekali hingga cukup mengganggu

    aktivitas pasien.

    Kuantitas : keluhan gatal dirasakan sepanjang hariFaktor memperberat: berkeringat

    Faktor memperingan: minum obat dan diberi salep

    Gejala penyerta : keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri dan panas.

    Pasien menyangkal adanya bengkak pada daerah kaki dan

    tangan . Pasien menyangkal adanya riwayat kontak dengan

    bahan atau benda tertentu sebelumnya dan pasien juga

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    2/33

    2

    menyangkal adanya sisik yang menebal pada daerah kulit

    yang gatal.

    Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

    Keluhan gatal yang sama kecil diakui

    Asma disangkal

    Kencing manis / gula disangkal

    Riwayat alergi disangkal

    Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

    Keluhan yang sama dengan pasien disangkal

    Asma disangkal

    Riwayat alergi disangkal

    Riwayat Sosial Ekonomi

    Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan adik perempuannya. Pasien

    merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dalam. Dalam kesehariannya,

    pasien merupakan murid sekolah dasar. Ia mempunyai hobbi bermain bola.

    C. Pemeriksaan FisikKeadaan umum / kesadaran : sedang / komposmentis

    Tanda vital : N = 94x/menit; RR = 20x/mnt S = 36,1oC

    Berat Badan = 20 kg; Tinggi Badan = 110 cm

    Status Generalis

    Kepala : bentuk mesochepal

    Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)

    Telinga : simetris, discharge (-/-)

    Mulut : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)

    Thoraks : bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

    Cor/Pulmo : dalam batas normal

    Abdomen : dalam batas normal

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    3/33

    3

    Status Lokalis (Dermatologis)

    Secara umum, kondisi kulit pasien tampak kering (xerosis), khususnya di

    lipatan kedua lutut.

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    4/33

    4

    Regio ekstremitas inferior dekstra et sinistra

    Efloresensi : Plak eritema berbatas tegas dan likenifikasi; penyebaran simetris

    D. ResumePasien anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poli kulit-kelamin RSMS

    dengan keluhan gatal di lipatan kedua lutut sejak setahun yang lalu. Paien

    mengaku keluhan yang dideritanya ini sering kambuh-kambuhan dan

    dirasakan sepanjang hari hingga menggangu aktivitasnya. Gatal bertambah

    berat bila berkeringat. Gatal berkurang bila minum obat dan mengolesi salep

    pada bagian yang gatal. Keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri dan panas

    terutama pada bagian kaki dan tangan. Pasien memiliki keluhan gatal yang

    sama pada kedua lutut saat berusia 6 tahun. Pasien juga memiliki riwayat

    asma. Pada pemeriksaan status dermatologis, didapatkan plak eritema berbatas

    tegas dan likenifikasi dengan penyebaran simetris pada ekstremitas inferior

    dekstra et sinistra

    E. Diagnosis Kerja1. Dermatitis Atopik

    F. Diagnosis Banding1. Diagnosis banding dermatitis atopic

    a. Dermatitis kontak alergikaG. Pemeriksaan Anjuran

    1. Darah tepi : eosinofilia2. Dermatografisme : putih3. Percobaan asetilkolin4. Uji tesk kulit dan provokasi

    H.Penatalaksanaan1. Non farmakologis

    a. Menghindari aktivitas yang akan mengeluarkan banyak keringatb. Menghindari suhu yang terlalu panas atau dingin dan kondisi dengan

    kelembaban yang tinggi.

    c. Menghindari bahan iritand. Menganjurkan untuk menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi

    kulit kering

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    5/33

    5

    e. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yanggatal karena akan menimbulkan tempat infeksi baru.

    2. Farmakologisa. Loratadine tablet

    b. Amitriptilin tabletc. Asam salisilat salepd. Desoksimethason

    I. Prognosis1. Ad vitam : Ad bonam2. Ad fungsionam : Ad bonam3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    6/33

    6

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. DEFINISIDermatitis atopik adalah perdangan kulit kronik dan residif, disertai gatal,

    yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering

    berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi

    pada keluarga atau penderita (D.A., rhinitis alergika, dan atau asma

    bronchial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami

    ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).

    Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu :

    1. Tipe 1 : murniYaitu dermatitis atopik yang tidak disertai keterlibatan saluran

    napas, ada 2 tipe yaitu :

    a. Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dantidak terdapat peningkatan IgE total serum.

    b. Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadapalergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit dan pada

    serum.

    2. Tipe 2 : bentuk campuranYaitu dermatitis atopik yang disertai gejala saluran napas dan

    terdapat sensitasi IgE. Diperkirakan angka kejadian di masyarakat

    adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1%,

    sedangkan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30tahun terakhir. Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal

    dari faktor lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan

    olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan

    ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan

    pengumpulan data.

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    7/33

    7

    B. EPIDEMIOLOGIDermatitis atopik merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di

    seluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan prevalensi pada

    orang dewasa 1-3% (Williams et al, 1999 dalam Leung, et al., 2007; Schultz

    dan Hanifin, 2002 dalam Leung dan Bieber, 2003). Dermatitis atopik lebih

    sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 1.5:1

    (Kuster, et al., 1990 dalam Abramovits, 2005). Dermatitis atopik sering

    dimulai pada awal masa pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Empat

    puluh lima persen kasus dermatitis atopik pada anak pertama kali muncul

    dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia satu tahun pertama dan

    85% kasus muncul pertama kali sebelum anak berusia 5 tahun. Lebih dari

    50% anak-anak yang terkena dermatitis atopik pada 2 tahun pertama tidak

    memiliki tanda-tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka menjadi jauh lebih peka

    selama masa dermatitis atopik (Illi et al., 2004 dalam Bieber, 2008).

    Penyebab dari peningkatan prevalensi dermatitis atopik belum sepenuhnya

    dimengerti. Riwayat keluarga yang positif mempunyai peran yang penting

    dalam kerentanan terhadap dermatitis atopik, namun faktor genetik saja tidak

    dapat menjelaskan peningkatan prevalensi yang demikian besar. Dari hasil

    observasi yang dilakukan pada negara-negara yang memiliki ethnis grup yang

    sama didapatkan bahwa faktor lingkungan berhubungan dengan peningkatan

    risiko dermatitis atopik (Flohr, et al., 2005 dalam Gondokaryono, 2009; Tay,

    2002 dalam Leung, et al., 2007). Prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di

    daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan yang dihubungkan

    dengan hygiene hypothesis, yang mendalilkan bahwa ketiadaan pemaparanterhadap agen infeksi pada masa anak-anak yang dini meningkatkan

    kerentanan terhadap penyakit alergi (Williams dan Flohr, 2006 dalam Bieber,

    2008; Zutavern, et al., 2005 dalam Bieber, 2008).

    C. ETIOPATOGENESISFaktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas

    akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi

    kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    8/33

    8

    eksogen pada DA, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan,

    allergen debu, tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi

    mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene

    lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi

    sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja,

    2006).

    1. Faktor Endogena. Sawar kulit

    Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering

    baik di daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang

    kompleks dan terkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya

    ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air

    di ruang ekstraselular stratum korneum, dianggap sebagai penyebab

    kelainan fungsi sawar kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan

    kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar kulit

    mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5

    kali normal, kulit akan makin kering dan merupakan port dentry

    untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus. Bakteri

    pada pasien dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang

    menyebabkan metabolisme ceramide menjadi sphingosine dan asam

    lemak, selanjutnya semakin mengurangi ceramide di stratum

    korneum, sehingga menyebabkan kulit makin kering (Soebaryo,

    2009). Selain itu, faktor luar (eksogen) yang dapat memperberat

    keringnya kulit adalah suhu panas, kelembaban yang tinggi, serta

    keringat berlebih. Demikian pula penggunaan sabun yang bersifat

    lebih alkalis dapat mengakibatkan gangguan sawar kulit. Gangguan

    sawar kulit tersebut meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan

    berulang (siklus gatal-garuk-gatal) yang menyebabkan kerusakan

    sawar kulit. Dengan demikian penetrasi alergen, iritasi, dan infeksi

    menjadi lebih mudah.

    b. Genetik

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    9/33

    9

    D.A. adalah penyakit dalam keluarga di mana pengaruh maternal

    sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan

    penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran kromosom 5

    q3133 karena mengandung gen penyandi IL-3, IL-4, IL-13 dan GM

    CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) yang

    diproduksi oleh sel Th2. Pada ekspresi D.A., ekspresi gen IL-4 juga

    memainkan peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan

    genetik aktifitas transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan

    antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan D.A. tetapi

    tidak dengan asma bronchial ataupun rinitis alergika. Serine protease

    yang diproduksi sel mas kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik

    dan berkontribusi pada resiko genetik D.A.

    c. Respon imun pada kulitSalah satu faktor yang berperan pada D.A. adalah faktor

    imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat

    berlangsung respon imun yang melibatkan sel Langerhans (SL)

    epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. Bila suatu antigen (bisa

    berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super

    antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka

    antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada

    pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis.

    Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akan

    mengadakan cross linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi

    sel mas dan akan keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya.

    Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat (immediate typehypersensitivity).

    Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel

    eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans

    (melalui reseptor FcRI, FcRII dan IgE-binding protein), kemudian

    diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan

    dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang

    mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    10/33

    10

    terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan

    perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan

    mengeluarkan sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2

    memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut D.A.

    didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi.

    Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan

    perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type

    hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel

    netrofil. Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi

    dengan FcRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran

    histamin secara spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat

    menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin pro inflamasi epidermis

    lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA.

    Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari

    luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA. Pada lesi

    kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN- yang merupakan sitokin

    TH1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13

    masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia

    epidermis. IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal untuk

    berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis.

    Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan

    prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan

    kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.

    Gambar 1. Patogenesis imunologik dermatitis atopik

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    11/33

    11

    d. Respon sistemikPerubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :

    1) Sintesis IgE meningkat.2) IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat3) Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.4) Respons hipersensitivitas lambat terganggu5) Eosinofilia6) Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat7) Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun8) Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.9) Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai

    peningkatan IL-13 dan PGE2

    e. HipersensitivitasBerbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya

    peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel

    Langerhans epidermis. Data statistik menunjukkan peningkatan IgE

    pada 85% pasien DA dan proliferasi sel mast. Pada fase akut terjadi

    peningkatan IL-4, IL-5, IL-13 yang diproduksi sel Th2, baik di kulit

    maupun dalam sirkulasi, penurunan IFN-, dan peningkatan IL-4.

    Produksi IFN- juga dihambat oleh prostaglandin (PG) E2

    mengaktivasi Th1, sehingga terjadi peningkatan produksi IFN-,

    sedangkan IL-5 dan IL-13 tetap tinggi. Pasien DA bereaksi positif

    terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap alergen makanan 40-

    96% DA bereaksi positif (pada food challenge test) (Boediardja,

    2006).

    f. Faktor psikisBerdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA

    menyatakan lesi DA bertambah buruk akibat stress emosi (Boediardja,

    2006).

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    12/33

    12

    2. Faktor eksogena. Iritan

    Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antaralain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat

    gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol

    (Boediardja, 2006).

    b. AlergenPenderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa

    alergen, antara lain:

    1) Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah. Haltersebut dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST (IgE

    spesifik) (Boediardja, 2006).

    2) Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia kurangdari 1 tahun (mungkin karena sawar usus belum bekerja

    sempurna). Konfirmasi alergi dibuktikan dengan uji kulit soft

    allergen fast test (SAFT) atau double blind placebo food

    challenge test(DBPFCT) (Boediardja, 2006).

    3) Infeksi: Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90%lesi DA dan hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut

    mempengaruhi derajat keparahan dermatitis atopik, pada kulit

    yang mengalami inflamasi ditemukan 107

    unit koloni setiap

    sentimeter persegi. Salah satu cara S.aureus menyebabkan

    eksaserbasi atau mempertahankan inflamasi ialah dengan

    mensekresi sejumlah toksin (Staphylococcal enterotoin

    A,B,C,D - SEA-SEB-SEC-SED) yang berperan sebagai

    superantigen, menyebabkan rangsangan pada sel T dan

    makrofag. Superantigen S.aureus yang disekresi permukaan

    kulit dapat berpenetrasi di daerah inflamasi Langerhans untuk

    memproduksi IL-1, TNF dan IL-12. Semua mekanisme

    tersebut meningkatkan inflamasi pada DA dengan

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    13/33

    13

    kemungkinan peningkatan kolonisasi S.aureus. Demikian pula

    jenis toksin atau protein S.aureus yang lain dapat mengindusi

    inflamasi kulit melalui sekresi TNF- oleh keratinosit atau

    efek sitotoksik langsung pada keratinosit (Soebaryo, 2009).

    c. LingkunganFaktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada

    kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen

    dioksida, sufur dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu

    yang panas, kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa

    gatal dan kekambuhan DA. Di negara 4 musim, musim dingin

    memperberat lesi DA, mungkin karena penggunaan heater (pemanas

    ruangan). Pada beberapa kasus DA terjadi eksaserbasi akibat reaksi

    fotosensitivitas terhadap sinar UVA dan UVB (Boediardja, 2006).

    D. GEJALA KLINISKulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat, kadar lipid

    epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jaritangan teraba dingin. dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan

    intelegensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif atau

    merasa tertekan.

    Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus, dapathilang timbul sepanjang

    hari, tetapi umumnya akan menghebat pada malam hari. Akibatnya penderita

    akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa

    papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta. dermatitis

    atopik dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :

    1. D.A. infantil (usia 2 bulan2 tahun)D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya

    setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema,

    papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan

    akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain, yaitu

    scalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    14/33

    14

    merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk

    setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu

    sehingga menyebabkan anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis.

    Pada umumnya lesi D.A. infantile eksudatif, banyak eksudat, erosi,

    krusta, dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata,

    bahkan walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi

    menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak

    likenifikasi. Pada sebagian besar penderita akan sembuh setelah usia 2

    tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk

    anak. Pada saat itu, penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila

    makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.

    2. D.A. pada anak (usia 210 tahun)Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri. Lesi

    lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan

    sedikit skuama. Letak kelainan di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan

    bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal

    menyebabkan penderita sering menggaruk. Dapat terjadi erosi,

    likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan,

    kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga

    terjadi lingkaran setan siklus gatal-garuk. Rangsangan garuk sering di

    luar kendali. Penerita sensitive terhadap wol, bulu kucing dan anjing, juga

    bulu ayam, burung dan sejenisnya. D.A. berat yang melebihi 50%

    permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.

    3. D.A. pada remaja dan dewasaLesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa

    dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja

    lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar

    mata. Pada D.A. dewasa, distribusi lesi kurang khas, sering mengenai

    tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya

    di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, putting susu atau scalp. Kadang

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    15/33

    15

    erupsi meluas, dan paling paraj di lipatan mengalami likenifikasi. Lesi

    kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi

    plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan

    eksudasi karena garukan. Lambat laun dapat terjadi hiperpigmentasi.

    Lesi sangat gatal terutama pada malam hari waktu istirahat. Pada orang

    dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami

    stress. Mungkin karena strs dapat menurunkan ambang rasa gatal.

    Penderita atopic memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal

    timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya D.A. remaja atau

    dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung menurun dan membaik

    setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan. Hanya sebagian

    kecil yang terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah

    sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan

    eksogen.

    Gambar 2. Gambaran gelaja klinis pada bayi, anak, dan dewasa

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    16/33

    16

    Stigmata pada dermatitis atopik atau beberapa gambaran klinis dan

    stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:

    1. White dermatographism Goresan pada kulit penderita DA akanmenyebabkan kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan

    vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu

    10-15 menit berikutnya.

    2. Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahansuhu pada penderita DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat

    pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan

    perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.

    3. Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan padatelapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas

    untuk DA.

    4. Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.5. Sindrom buffed-nail Kuku terlihat mengkilat karena selalu

    menggaruk akibat rasa sangal gatal.

    6. Allergic shiner Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karenagosokan dan garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat

    perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan melanin.

    7. Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terusmenerus.

    8. Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis

    pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi

    pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis,terutama pada musim panas.

    9. Delayed blanch Penyuntikan asetilkolin pada kulit normalmenghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopi

    akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan

    oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.

    10.Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyaksehingga pruritus bertambah.

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    17/33

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    18/33

    18

    h. Konjungtivitis berulangi. Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita

    j. Keratokonusk. Katarak subskapular anteriorl. Hiperpigmentasi daerah orbitam. Kepucatan/eritema daerah mukan. Pitiriasis albao. Lipatan leher anterior

    p. Gatal bila berkeringatq. Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solvenr. Gambaran perifolikular lebih nyatas. Intoleransi makanant. Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosiu. White dermographism/ delayed blanch

    K. Diagnosis Banding1. Dermatitis Kontak Alergi2. Dermatophytosisataur dermatophytids3. Sindrom defesiensi imun4. Sindrom Wiskott-Aldrich5. Sindrom Hyper-IgE6. Penyakit Neoplastik7. Langerhans cell histiocytosis8. Penyakit Hodgkin9.

    Dermatitis Numularis

    10.Skabies11.Dermatitis Seborrheic

    Skabies pada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan

    tidak mengenai telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi

    ditandai dengan papula yang relatif besar (biasanya pada punggung atas),

    vesikel pada telapak tangan dan kaki, dan terdapat dennatilis pruritus pada

    anggota keluarga. Tungau dan telur dapat dengan mudah ditemukan dari

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    19/33

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    20/33

    20

    rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi,

    remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau azatioprin.

    Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi.

    2. Leukosita. Limfosit

    Jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik pada

    asma, rinitis alergilk, maupun pada. DA Walaupun demikian pada

    beberapa penderita DA berat dapat disertai menurunnya jumlah sel T

    dan meningkatnya sel B.

    b. EosinofilKadar eosinofil pada penderita DA sering meningkat. Peningkatan ini

    seiring dengan meningkatnya IgE, tetapi tidak seiring dengan beratnya

    penyakit.

    c. Leukosit polimorfonuklear (PMN)Dari hasil uji nitro blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN

    biasanya dalam batas normal.

    d. KomplemenPada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit

    meningkat.

    3. BakteriologiKulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti

    Staphylococcus aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi.

    4. Uji kulit dan provokasiDiagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk

    mencari penyebab timbulnya DA harus disertai anamnesis yang teliti dan

    bila perlu dengan uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi. Korelasi uji

    kulit hanya baik hasilnya bila penyebabnya alergen hirup. Untuk makanan

    dianjurkan dengan uji eliminasi dan provokasi. Reaksi pustula terhadap

    5% nikel sulfat yang diberikan dengan uji tempel dianggap karakteristik

    untuk DA oleh beberapa pengamat. Patogenesis reaksi pustula nikel fosfat

    ini belum diketahui walaupun data menunjukkan reaksi iritan primer.

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    21/33

    21

    M.Gambaran HistopatologisGamaran histopatologi D.A. tidak spesifik. Lesi akut ditandai dengan

    dengan spongiosis, eksositosis limfosit T, jumlah SL meningkat. Dermis :

    edema, bersebukan sel radang terutama limfosit T, makrofag, sel mas

    jumlahnya masih dalam batas normal, tetapi dalam keadaan degranulasi. Lesi

    kronis D.A. menunjukkan hyperkeratosis dan akantosis. Dermis bersebukan

    sel radang, terutama makrofag dan eosinofil.

    N. Penatalaksanaana. Non farmakologis

    Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat

    dikontrol. Sebagian penderita mengalami perbaikan sesuai dengan

    bertambahnya usia. Langkah yang penting adalah menjalin hubungan baik

    dengan orang tua penderita, menjelaskan mengenai penyakit tersebut

    secara rinci, termasuk perjalanan penyakit, dampak psikologis, prognosis,

    dan prinip penatalaksanaan. Langkah pertama dalam penatalaksanaan

    penderita DA adalah menghindari atau sedikitnya mengurangi faktor

    penyebab, misalnya eliminasi makanan, faktor inhalan, atau faktor

    pencetus sel. Walaupun masih kontroversial ternyata bayi yang

    memperoleh air susu ibu lebih jarang menderita DA dibandingkan bayi

    yang memperoleh pengganti air susu ibu.

    Penghindaran faktor alergen pada bayi berumur kurang dari l tahun

    akan mengurangi beratnya gejala. DA. Maka dianjurkan agar bayi dengan

    riwayat keluarga alergi memperoleh hanya ASI sediIkitnya 3 bulan, bila

    mungkin 6 bulan pertama dan ibu yang menyusui dianjurkan untuk tidak

    makan telur, kacang tanah, terigu, dan susu sapi. Susu sapi didugamerupakan alergen kuat pada bayi dan anak, maka bagi mereka yang jelas

    alergi terhadap susu dapat dipergunakanbangkan untuk menggantinya

    dengan susu kedelai, walaupun kemungkinan alergi terhadap susu kedelai

    masih ada. Sebanyak 60% penderita DA di bawah usia 2 tahun

    memberikan reaksi positif pada uji kulit terhadap telur, susu, ayam, dan

    gandum. Reaksi positif ini akan menghilang dengan bertambahnya usia.

    Walaupun pada uji kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di atas,

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    22/33

    22

    belum tentu mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil uji

    provokasi, sehingga membatasi makanan anak tidak selalu berhasil untuk

    mengatasi penyakitnya.

    Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor eksaserbasi Sabun dan baju

    yang bersifat iritatif dihindari. Baju iritatif dari wol dihindari. Demikian

    juga keringat dapat juga mengiritasi kulit. Stres sosial dan emosional juga

    harus dihindari. Eliminasi alergen makanan, binatang dan debu rumah.

    Secara konvensional pengobatan DA kronik pada prinsipnya

    adalah sebagai berikut (Menurut Boguniewicz & Leung 1996 ) :

    a. Menghindari bahan iritanb. Mengeliminasi allergen yang telah terbuktic. Menghilangkan pengeringan kulit ( hidrasi )d. Pemberian pelembab kulit (moisturizing )e. Kortikosteroid topicalf. Pemberian antibioticg. Pemberian antihistaminh. Mengurangi stress dani. Memberikan edukasi pada penderita maupun keluarganya

    b. FarmakologisMembutuhkan terapi yang integral dan sistemik, meliputi hidrasi kulit,

    terapi topikal, identifikasi dan eliminasi faktor penyebab dan pencetus dan

    bila perlu terapi sistemik.Penatalaksanaan dasar diberikan untuk semua

    kasus baik yang ringan, sedang maupun berat, berupa berupa perawatan

    kulit, hidrasi, kortikosteroid topikal, antihistamin, tars, antibiotik bila

    perlu, identifikasi dan eliminasi faktor-faktor pencetus kekambuhan.a. Perawatan Kulit ( Hidrasi )

    Merupakan terapi DA yang esensial. Dasar hidrasi yang adekuat

    adalah peningkatan kandungan air pada kulit dengan cara mandi dan

    menerapkan sawar hidrofobik. untuk mencegah evaporasi. Mandi

    selama 15-20 menit 2 kali sehari tidak menggunakan air panas dan

    tidak menambahkan oil (minyak) karena mempengaruhi penetrasi air.

    Sabun dengan moisturizers disarankan Setelah mandi memberihkan

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    23/33

    23

    sisa air dengan handuk yang lembut. Bila perlu pengobatan topikal

    paling baik setelah mandi karena penetrasi obat jauh lebih baik. Pada

    pasien kronik diberikan 3-4 kali sehari dengan water-in-oil

    moisturizers sediaan lactic acid.

    b. Pengobatan topikalUntuk mengatasi kekeringan kulit dan peradangan. Mengatasi

    kekeringan kulit atau memelihara hidrasi kulit dapat dilakukan dengan

    mandi memakai sabun lunak tanpa pewangi. Meskipun mandi

    dikatakan dapat memperburuk kekeringan kulit, namun berguna untuk

    mencegah terjadi infeksi sekunder. Jangan menggunakan sabun yang

    bersifat alkalis dan sebaliknya pakailah sabun atau pembersih yang

    mempunyai pH 7,0. Pemberian pelembab kulit penting untuk menjaga

    hidrasi antara lain dengan dasar lanolin, krim air dalam minyak, atau

    urea 10% dalam krim. Untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

    krim kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid topikal golongan kuat

    sebaiknya berhati-hati dan tidak digunakan di daerah muka. Apabila

    dermatitis telah teratasi maka secepatnya pengobatan dialihkan pada

    penggunaan kortikosteroid golongan lemah atau krim pelembab.

    Untuk daerah muka sebaiknya digunakan krim hidrokortison 1%.

    c. Kortikosteroids topikalKortikosteroid topikal mempunyai efek antiinflamasi, antipruritus, dan

    efek vasokonstriktor. Yang perlu diperhatikan pada penggunaan

    kortikosteroid topikal adalah: segera setelah mandi dan diikuti

    berselimut untuk meningkatkan penetrasi; tidak lebih dari 2 kali

    sehari; bentuk salep untuk kulit lembab bisa menyebabkan folikulitis;bentuk krim toleransinya cukup baik; bentuk lotion dan spray untuk

    daerah yang berambut; pilihannya adalah obat yang efektif tetapi

    potensinya terendah; efek samping yang harus diperhatikan adalah:

    atropi, depigmentasi, steroid acne dan kadang-kadang terjadi absorbsi

    sistemik dengan supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis; bila

    kasus membaik, frekuensi pemakaian diturunkan dan diganti dengan

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    24/33

    24

    yang potensinya lebih rendah; bila kasus sudah terkontrol, dihentikan

    dan terapi difokuskan pada hidrasi.

    d. Antihistamin Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikanantihistamin (H1) seperti difenhidramin atau terfenadin, atau

    antihistamin nonklasik lain. Kombinasi antihistamin H1 dengan H2

    dapat menolong pada kasus tertentu. Pada bayi usia muda, pemberian

    sedasi dengan kloralhidrat dapat pula menolong. Penggunaan obat lain

    seperti sodium kromoglikat untuk menstabilkan dinding sel mast dapat

    memberikan hasil yang memuaskan pada 50% penderita.

    e. Penggunaan kortikosteroid oral sangat terbatas, hanya pada kasussangat berat dan diberikan dalam waktu singkat, misalnya prednison

    0,5-1,0 mg/kgBB/hari dalam waktu 4 hari.Merupakan terapi standar,

    tetapi belum tentu efektif untuk menghilangkan rasa gatal karena rasa

    gatal pada DA bisa tak terkait dengan histamin. Tars Mempunyai efek

    anti-inflamasi dan sangat berguna untuk mengganti kortikosteroid

    topikal pada manajemen penyakit kronik. Efek samping dari tar adalah

    folikulitis, fotosensitisasi dan dermatitis kontak

    f. Antibiotik sistemik Antibiotik sistemik dapat dipertimbangkan untukmengatasi DA yang luas dengan infeksi sekunder. Antibiotik yang

    dianjurkan adalah eritromisin, sefalosporin, kloksasilin, dan terkadang

    ampisilin Infeksi di curigai bila ada krusta yang luas, folikulits,

    pioderma dan furunkulosis. S. aureus yang resisten penisilin

    merupakan penyebab tersering dari flare akut. Bila diduga ada

    resistensi penisilin, dicloxacillin atau sefalexin dapat digunakan

    sebagai terapi oral lini pertama. Bila alergi penisilin, eritromisinadalah terapi pilihan utama, dengan perhatian pada pasien asma

    karena bersama eritromisin, teofilin akan menurunkan

    metabolismenya. Pilihan lain bila eritomisin resisten adalah

    klindamisin.. Dari hasil pembiakan dan uji kepekaan terhadap

    Staphylococcus aureus 60% resisten terhadap penisilin, 20% terhadap

    eritromisin, 14% terhadap tetrasiklin, dan tidak ada yang resisten

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    25/33

    25

    terhadap sefalosporin Imunoterapi dengan ekstrak inhalan umumnya

    tidak menolong untuk mengatasi DA pada anak.

    g. Kortikosteroid sistemik. Efek perbaikannya cepat, tetapi flare yangparah sering terjadi pada steroid withdrawal. Bila tetap harus

    diberikan, tapering dan perawatan intensif kulit harus dijalankan.

    h. Thymopentin. Untuk dapat mengurangi gatal-gatal dan eritemdigunakan timopentin subkutan 10 mg/ dosis 1 kali/hari selama 6

    minggu, atau 3 kali/minggu selama 12 minggu.

    Interferon-gamma. Telah terbukti bahwa IFN- dapat menekan sintesis

    IgE dan menghambat fungsi serta proliferasi sel Th2. Beberapa

    percobaan menunjukan terapi IFN- dapat menurunkan derajat

    penyakit dan jumlah eosinofil dalam darah. Dosis yang digunakan g

    /m2/ hari subkutan diberikan selama 12 minggu.ug-100uantara 50

    Siklosporin A / Fk 205 . Obat imunosupresi yang poten, bekerja

    langsung pada sel T dengan menekan transkripsi sitokin. Secara in

    vitro CsA dapat menekan produksi IL- 5 dan menurunkan produksi

    eosinofil. FK 205 merupakan imunosupresi dengan spectrum aktivitas

    sama dengan CsA dalam bentuk ointment ( tacrolimus ). Pada

    percobaan awal obat ini dapat mengurangi gatal dalam waktu 3 hari

    dan pada biopsy infiltrasi sel T dan eosinofil pada dermis berkurang

    secara nyata. Pemberian per oral 5 mg/kg/hari selama 6 minggu.

    Dapat pula diberikan secara topikal dalam bentuk salep atau gel 5%.

    Anti- sitokin. Anti IL- 5, pada percobaan binatang dapat mencegah

    infiltrasi sel eosinofil sehingga akumulasi sel ini terhambat sampai 3

    bulan. Obat ini berperan penting pada DA kronik karena padainflamasi kronik didominasi ekspresi IL- 5 dan infiltrasi eosinofil.

    Reseptor IL- 4 yang larut ( soluble IL- 4 reseptor ), obat ini efektif

    mengikat IL- 4 sehingga menekan IL- 4 sehingga menekan fungsi sel

    B yang diperantai IL- 4. sIL- 4R juga menghambat produksi IgE

    spesifik ( terhadap paparan allergen).

    i. Tacrolimus. Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kalisehari. Obat ini umumnya menunjukan perbaikan pada luasnya lesi

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    26/33

    26

    dan rasa gatal pada minggu pertama pengobatan. Tacrolimus tidak

    mempengaruhi fibroblasts sehingga tidak menyebabkan atropi kulit

    Perlakuan khusus diperlukan untuk penderita DA Berat. Penentuan gradasi

    berat-ringannya DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Langeland

    sebagaimana tabel berikut :

    Penilaian skor

    3-4 : ringan 5-7 : sedang 8-9 : berat

    I. Luasnya lesi kulit

    a. fase anak/dewasa

    < 9% luas tubuh =1

    9-36% luas tubuh =2

    > 36 % luas tubuh =3

    b. fase infantil

    < 18% luas tubuh =1

    18-54% luas tubuh =2

    > 54% luas tubuh = 3

    II. Perjalanan penyakit

    remisi > 3 bulan/tahun =1

    remisi < 3 bulan/tahun =2

    Kambuhan3

    III. Intensitas penyakit

    gatal ringan, gangguan tidur= + 1

    gatal sedang, gangguan tidur =+ 2

    gatal berat, gangguan tidur =+ 3

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    27/33

    27

    Alogaritma penatalaksanaan dermatitis atopik

    Gambar 3. alogaritma penatalksanaan dermatitis atopik

    O. PrognosisPrognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita D.A. Ada

    kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang

    kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30

    tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan

    terjadi setelah usia 5 tahun sebesar 40-60%, teruatam kalau penyakitnya

    ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% D.A. anak

    Penilaian awal riwayat penyakit, luas dan derajat penyakit

    Termasuk penilaian efek psikologis, pengaruh kepada keluarga

    Pelembab, edukasi

    Remisi penyakit

    (tidak ada tanda dan

    gejala)

    Mengatasi prurits dan inflamasi

    akut

    Kortikosteroid topikal atauPenghambat kalsineurin topikal

    Pimekrolimus 2 kali sehari atau

    Takrolimus 2 kali sehari

    Terapi ajuvan

    Hindari faktor-

    faktor pencetus

    Infeksi bakterial:

    antibiotik oral

    dan atau topikal

    Infeks viral:

    terapi antiviral

    Intervensi

    psikologis

    antihistamin

    Terapi pemeliharaan

    Untuk penyakit persisen dan atau sering

    kambuh

    Pada tanda dini rekurensi gunakanpenghambat kalsineurin topikal untuk

    mencegah progresivitas penyakit

    Pimekrolimus mengurangi terjadinyaflare

    Penggunaan penghambat kalsineurin topikaljangka waktu lama untuk pemeliharaan

    kortikosteroid topikal secara intermiten

    Penyakit berat dan refrakter

    Fototerapi Kortiosteriid topikal poten Siklosporin Metotreksat Kortiosteroid oral Azatioprin Psikoterapi

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    28/33

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    29/33

    29

    III. PEMBAHASAN

    A. Penegakkan DiagnosisPenyakit kulit yang terdapat pada pasien dalam kasus adalah dermatitis

    atopik. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik status dermatologis yang

    mendukung ke arah diagnosis kerja dermatitis atopic adalah sebagai berikut :

    Hasil anamnesis :

    1. Keluhan utama gatal yang dirasakan di kedua lipatan lutut. Hal ini sesuaipredileksi dari D.A. pada anak-anak.

    2. Keluhan mulai dirasakan sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Dapat dikatakanbahwa keluhan ini berlangsung kronis; sesuai dengan sifat D.A. yaitu

    peradangan kulit yang berlangsung kronis dan residif.

    3. Keluhan gatal diperberat dengan adanya keringat. Kedua hal tersebutmemang dapat memicu munculnya keluhan atau gejala D.A.

    4. Pasien memiliki riwayat keluhan gatal yang sama di kedua lipatan lututsaat umur 6 tahun. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria minor untukdiagnosis D.A. yatu awitan pada usia dini

    5. Pasien memiliki riwayat atopi berupa penyakit asmaHasil pemeriksaan fisik status dermatologis :

    1. Lokasi : Ekstremitas inferior dekstra et sinistra. Hal ini sesuai predileksidari D.A. pada anak-anak.

    2. Efloresensi : Plak eritema berbatas tegas dan likenifikasi; denganpenyebaran simetris di kedua lipatan lutut. Hal ini sesuai dengan

    efloresensi D.A. pada anak-anak.

    3. Secara umum, kondisi kulit pasien tampak kering (xerosis), terutamaterlihat pada kedua lipatan lutut.

    Berdasarkan kriteria diagnosis yang disusun oleh Hanifin dan Rajka,

    maka diagnosis penyakit pada kasus ini dapat ditegakkan sebagai D.A , karena

    memenuhi syarat yang ada, yaitu 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.

    Adapun kriteria mayor dan minor yang terdapat pada kasus ini ialah :

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    30/33

    30

    1. Kriteria mayora. Pruritus

    b. Dermatitis di fleksura (lipatan lutut) pada anak-anakc. Dermatitis kronisd. Riwayat atopi pada penderita (memiliki penyakit asma)

    2. Kriteria minora. Xerosis

    b. Gatal bila berkeringatc. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungand. Awitan pada usia dini

    B. Diagnosis bandingBerdasarakan tempat lesinya, diagnosis banding untuk penyakit dermatitis

    atopik pada kasus ini adalah sebagai berikut :

    1. Dermatitis kontak alergikaDermatitis kontak alergi selalu disertai dengan keluhan gatal. Hal ini

    sesuai dengan keluhan yang ada pada pasien ini. Penyakit dermatitis

    kontak alergika biasanya didahului dengan adanya kontak terhadap

    alergen, sementara pada kasus ini, pasien menyangkal adanya riwayat

    kontak dengan bahan atau benda sebelumnya. Adapun efloresensi pada

    dermatitis kontak alergika yaitu eritema numular-plakat, papul dan

    vesikel yang berkelompok dan disertai dengan erosi numular-plakat

    C. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan darah tepi untuk menemukan eosinofilia, pemeriksaan

    dermatografisme putih dan percobaan asetilkolin dapat dilakukan untuk

    memperkuat diagnosis kerja D.A. Untuk mencari penyebab timbulnya DA

    harus disertai anamnesis yang teliti dan bila perlu dengan uji kulit serta uji

    eliminasi dan provokasi

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    31/33

    31

    D. Penatalaksanaan1. Non Farmakologis

    a. Menjalin hubungan baik dengan orang tua penderita, menjelaskanmengenai penyakit tersebut secara rinci, termasuk perjalanan

    penyakit, dampak psikologis, prognosis, dan prinip

    penatalaksanaan.

    b. mengihndari faktor-faktor predisposisi atau yang dapatmempengaruhi timbulnya penyakit atau kekambuhan atau

    memperberat dari keluhan dan gejala yang ada.

    c. Menghilangkan pengeringan kulitd. Pemberian pelembab kulit

    2. Farmakologisa. Loratadine tablet; 2 x 5 mg per hari

    Loratadine adalah antihistamin kerja panjang yang mempunyai

    selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin-H1 perifer dan afinitas yang

    rendah terhadap reseptor-H1 di susunan saraf pusat, sehingga tidak

    menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik gatal dan terbakar pada mata.

    Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti urtikaria kronik

    dan gangguan alergi pada kulit lainnya.Pada kasus ini digunakan untuk

    mengatasi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien.

    b. Amitriptilin tablet; 1 x 10 mg per hari.Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja

    dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak.

    Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga

    lebih responsif terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa inijuga mempunyai aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat.

    Pada pemberian oral, amitriptilin diaborpsi dengan baik, kurang lebih 90%

    berkaitan dengan protein plasma dan tersebar luas dalam jaringan dan

    susunan syraf pusat. Metabolisme di hati berlangsung lambat dan waktu

    paruh 10,3-25,3 jam, kemudian diekskresi bersama urin. Pada kasus ini,

    amitriptilin digunakan untuk efek sedasi dan diberikan 1 x 1 tablet (sediaan

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    32/33

    32

    25 mg) sehari, diminum pada malam hari supaya pasien bisa tidur dengan

    nyaman, tidak terganggu lagi dengan keluhan gatal yang ada.

    c. Asam salisilat 1 gramAsam salisilat diabsorpsi melalui kulit dan didistribusikan dalam ruang

    ekstraseluler dan kadar plasma maksimum tercapai 6-12 jam setelah

    pemakaian. Karena 50-80% dari salisilat terikat pada abumin, maka

    peningkatan kadar serum salisilat bebas ditemukan pada pasien dengan

    hipoalbuminemia. Metabolit dalam urine dari asam salisilat yang diberikan

    secara topikal meliputi salicyluric acid dan glukuronida-glukoronida

    phenolic dan acyl dari asam salisilat; dan hanya 6% dari keseluruhan dari

    asam salisilat yang diekskresi dalam bentuk tidak berubah. Kira-kira 95%

    dari dosis tunggal salisilat diekskresi di dalam urine dalam waktu 24 jam

    setelah diabsorpsi.

    d. Desoksimethason

    Obat ini merupakan glukokortikoid sintetik dengan aktivitas

    imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan,

    Desoksimethason bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap

    stimulasi rangsangan. Aktivitas anti-inflamasi Desoksimethason dengan

    jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi

    dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk

    makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Desoksimethason merupakan

    obat golongan kortikostseroid. Obat ini di berikan 2 kali sehari.

    E. PrognosisSeperti yang diketahui bahwa penyakit D.A. memiliki salah sifat yang

    sama yaitu perkembangan atau perjalanan penyakit yang cenderung kronis dan

    residif, sehingga untuk prognosis ad sanationam adalah dubia ad bonam. Selama

    pasien dapat menghindari hal-hal yang menjadi faktor predisposisi dari penyakit

    ini, maka munculnya kekambuhan keluhan atau gejala dapat diminimalisasi.

  • 7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix

    33/33

    DAFTAR PUSTAKA

    Djuanda, Adhi. 2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI.

    Judarwanto, widodo dr. Dermatitis atopik. Childrens Allergy Clinic

    Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis, Reaksi

    atopik, Peran eosinofil, Tungau debu rumah, Sitokin sampai

    kortikosteroid pada penatalaksanaannya. UNS Press, Solo.2006.

    Mansjoer, Arif. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 3. Jakarta : FKUI.

    McFadden JP, Basketter DA. 2000. Contact allergy, irritancy and 'danger'.

    Contact Dermatitis.;42(3):123-7

    Morris, Adrian. 2009. Atopic Dermatitis and Eczema Treatment. Available from

    URL :http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/.

    Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta :

    EGC.

    http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/