Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
-
Upload
vitas-haryanto -
Category
Documents
-
view
272 -
download
0
Transcript of Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
1/33
1
I. LAPORAN KASUS
A. IdentitasNama : An. C
Usia : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kalibagor wetan 01/01 Kalibagor
No. Rekam Medik : 28-00-72
Tanggal Periksa : 19 Juni 2013
B. AnamnesisKeluhan Utama : gatal di lipatan lutut
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Onset : 1 tahun yang lalu.
Lokasi : kedua lipatan lutut
Kronologis :Pasien mengeluhkan gatal disertai kemerahan di kedua
lipatan lutut. Terdapat bintik-bintik pada sekeliling daerah
yang gatal dan kemerahan yang apabila digaruk akan
mengeluarkan cairan dan selanjutnya mengering. Pada
awalnya gatal dan kemerahan berukuran kecil karena
pasien merasa gatal sekali, semakin lama, pasien semakin
sering menggaruk hingga daerah gatalnya bertambah luas.
Kualitas : pasien merasa gatal sekali hingga cukup mengganggu
aktivitas pasien.
Kuantitas : keluhan gatal dirasakan sepanjang hariFaktor memperberat: berkeringat
Faktor memperingan: minum obat dan diberi salep
Gejala penyerta : keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri dan panas.
Pasien menyangkal adanya bengkak pada daerah kaki dan
tangan . Pasien menyangkal adanya riwayat kontak dengan
bahan atau benda tertentu sebelumnya dan pasien juga
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
2/33
2
menyangkal adanya sisik yang menebal pada daerah kulit
yang gatal.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Keluhan gatal yang sama kecil diakui
Asma disangkal
Kencing manis / gula disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Keluhan yang sama dengan pasien disangkal
Asma disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan adik perempuannya. Pasien
merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dalam. Dalam kesehariannya,
pasien merupakan murid sekolah dasar. Ia mempunyai hobbi bermain bola.
C. Pemeriksaan FisikKeadaan umum / kesadaran : sedang / komposmentis
Tanda vital : N = 94x/menit; RR = 20x/mnt S = 36,1oC
Berat Badan = 20 kg; Tinggi Badan = 110 cm
Status Generalis
Kepala : bentuk mesochepal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)
Telinga : simetris, discharge (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
Thoraks : bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Cor/Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
3/33
3
Status Lokalis (Dermatologis)
Secara umum, kondisi kulit pasien tampak kering (xerosis), khususnya di
lipatan kedua lutut.
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
4/33
4
Regio ekstremitas inferior dekstra et sinistra
Efloresensi : Plak eritema berbatas tegas dan likenifikasi; penyebaran simetris
D. ResumePasien anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poli kulit-kelamin RSMS
dengan keluhan gatal di lipatan kedua lutut sejak setahun yang lalu. Paien
mengaku keluhan yang dideritanya ini sering kambuh-kambuhan dan
dirasakan sepanjang hari hingga menggangu aktivitasnya. Gatal bertambah
berat bila berkeringat. Gatal berkurang bila minum obat dan mengolesi salep
pada bagian yang gatal. Keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri dan panas
terutama pada bagian kaki dan tangan. Pasien memiliki keluhan gatal yang
sama pada kedua lutut saat berusia 6 tahun. Pasien juga memiliki riwayat
asma. Pada pemeriksaan status dermatologis, didapatkan plak eritema berbatas
tegas dan likenifikasi dengan penyebaran simetris pada ekstremitas inferior
dekstra et sinistra
E. Diagnosis Kerja1. Dermatitis Atopik
F. Diagnosis Banding1. Diagnosis banding dermatitis atopic
a. Dermatitis kontak alergikaG. Pemeriksaan Anjuran
1. Darah tepi : eosinofilia2. Dermatografisme : putih3. Percobaan asetilkolin4. Uji tesk kulit dan provokasi
H.Penatalaksanaan1. Non farmakologis
a. Menghindari aktivitas yang akan mengeluarkan banyak keringatb. Menghindari suhu yang terlalu panas atau dingin dan kondisi dengan
kelembaban yang tinggi.
c. Menghindari bahan iritand. Menganjurkan untuk menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi
kulit kering
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
5/33
5
e. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yanggatal karena akan menimbulkan tempat infeksi baru.
2. Farmakologisa. Loratadine tablet
b. Amitriptilin tabletc. Asam salisilat salepd. Desoksimethason
I. Prognosis1. Ad vitam : Ad bonam2. Ad fungsionam : Ad bonam3. Ad sanationam : Dubia ad bonam
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
6/33
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISIDermatitis atopik adalah perdangan kulit kronik dan residif, disertai gatal,
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (D.A., rhinitis alergika, dan atau asma
bronchial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).
Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu :
1. Tipe 1 : murniYaitu dermatitis atopik yang tidak disertai keterlibatan saluran
napas, ada 2 tipe yaitu :
a. Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dantidak terdapat peningkatan IgE total serum.
b. Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadapalergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit dan pada
serum.
2. Tipe 2 : bentuk campuranYaitu dermatitis atopik yang disertai gejala saluran napas dan
terdapat sensitasi IgE. Diperkirakan angka kejadian di masyarakat
adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1%,
sedangkan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30tahun terakhir. Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal
dari faktor lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan
olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan
ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan
pengumpulan data.
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
7/33
7
B. EPIDEMIOLOGIDermatitis atopik merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di
seluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan prevalensi pada
orang dewasa 1-3% (Williams et al, 1999 dalam Leung, et al., 2007; Schultz
dan Hanifin, 2002 dalam Leung dan Bieber, 2003). Dermatitis atopik lebih
sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 1.5:1
(Kuster, et al., 1990 dalam Abramovits, 2005). Dermatitis atopik sering
dimulai pada awal masa pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Empat
puluh lima persen kasus dermatitis atopik pada anak pertama kali muncul
dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia satu tahun pertama dan
85% kasus muncul pertama kali sebelum anak berusia 5 tahun. Lebih dari
50% anak-anak yang terkena dermatitis atopik pada 2 tahun pertama tidak
memiliki tanda-tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka menjadi jauh lebih peka
selama masa dermatitis atopik (Illi et al., 2004 dalam Bieber, 2008).
Penyebab dari peningkatan prevalensi dermatitis atopik belum sepenuhnya
dimengerti. Riwayat keluarga yang positif mempunyai peran yang penting
dalam kerentanan terhadap dermatitis atopik, namun faktor genetik saja tidak
dapat menjelaskan peningkatan prevalensi yang demikian besar. Dari hasil
observasi yang dilakukan pada negara-negara yang memiliki ethnis grup yang
sama didapatkan bahwa faktor lingkungan berhubungan dengan peningkatan
risiko dermatitis atopik (Flohr, et al., 2005 dalam Gondokaryono, 2009; Tay,
2002 dalam Leung, et al., 2007). Prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di
daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan yang dihubungkan
dengan hygiene hypothesis, yang mendalilkan bahwa ketiadaan pemaparanterhadap agen infeksi pada masa anak-anak yang dini meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit alergi (Williams dan Flohr, 2006 dalam Bieber,
2008; Zutavern, et al., 2005 dalam Bieber, 2008).
C. ETIOPATOGENESISFaktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas
akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi
kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
8/33
8
eksogen pada DA, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan,
allergen debu, tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi
mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene
lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi
sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja,
2006).
1. Faktor Endogena. Sawar kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering
baik di daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang
kompleks dan terkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya
ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air
di ruang ekstraselular stratum korneum, dianggap sebagai penyebab
kelainan fungsi sawar kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan
kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar kulit
mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5
kali normal, kulit akan makin kering dan merupakan port dentry
untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus. Bakteri
pada pasien dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang
menyebabkan metabolisme ceramide menjadi sphingosine dan asam
lemak, selanjutnya semakin mengurangi ceramide di stratum
korneum, sehingga menyebabkan kulit makin kering (Soebaryo,
2009). Selain itu, faktor luar (eksogen) yang dapat memperberat
keringnya kulit adalah suhu panas, kelembaban yang tinggi, serta
keringat berlebih. Demikian pula penggunaan sabun yang bersifat
lebih alkalis dapat mengakibatkan gangguan sawar kulit. Gangguan
sawar kulit tersebut meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan
berulang (siklus gatal-garuk-gatal) yang menyebabkan kerusakan
sawar kulit. Dengan demikian penetrasi alergen, iritasi, dan infeksi
menjadi lebih mudah.
b. Genetik
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
9/33
9
D.A. adalah penyakit dalam keluarga di mana pengaruh maternal
sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan
penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran kromosom 5
q3133 karena mengandung gen penyandi IL-3, IL-4, IL-13 dan GM
CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) yang
diproduksi oleh sel Th2. Pada ekspresi D.A., ekspresi gen IL-4 juga
memainkan peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan
genetik aktifitas transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan
antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan D.A. tetapi
tidak dengan asma bronchial ataupun rinitis alergika. Serine protease
yang diproduksi sel mas kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik
dan berkontribusi pada resiko genetik D.A.
c. Respon imun pada kulitSalah satu faktor yang berperan pada D.A. adalah faktor
imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat
berlangsung respon imun yang melibatkan sel Langerhans (SL)
epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. Bila suatu antigen (bisa
berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super
antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka
antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada
pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis.
Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akan
mengadakan cross linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi
sel mas dan akan keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya.
Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat (immediate typehypersensitivity).
Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel
eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans
(melalui reseptor FcRI, FcRII dan IgE-binding protein), kemudian
diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan
dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang
mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
10/33
10
terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan
perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan
mengeluarkan sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2
memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut D.A.
didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi.
Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan
perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type
hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel
netrofil. Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi
dengan FcRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran
histamin secara spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat
menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin pro inflamasi epidermis
lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA.
Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari
luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA. Pada lesi
kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN- yang merupakan sitokin
TH1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13
masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia
epidermis. IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal untuk
berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis.
Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan
prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan
kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.
Gambar 1. Patogenesis imunologik dermatitis atopik
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
11/33
11
d. Respon sistemikPerubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
1) Sintesis IgE meningkat.2) IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat3) Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.4) Respons hipersensitivitas lambat terganggu5) Eosinofilia6) Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat7) Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun8) Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.9) Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai
peningkatan IL-13 dan PGE2
e. HipersensitivitasBerbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya
peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel
Langerhans epidermis. Data statistik menunjukkan peningkatan IgE
pada 85% pasien DA dan proliferasi sel mast. Pada fase akut terjadi
peningkatan IL-4, IL-5, IL-13 yang diproduksi sel Th2, baik di kulit
maupun dalam sirkulasi, penurunan IFN-, dan peningkatan IL-4.
Produksi IFN- juga dihambat oleh prostaglandin (PG) E2
mengaktivasi Th1, sehingga terjadi peningkatan produksi IFN-,
sedangkan IL-5 dan IL-13 tetap tinggi. Pasien DA bereaksi positif
terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap alergen makanan 40-
96% DA bereaksi positif (pada food challenge test) (Boediardja,
2006).
f. Faktor psikisBerdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA
menyatakan lesi DA bertambah buruk akibat stress emosi (Boediardja,
2006).
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
12/33
12
2. Faktor eksogena. Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antaralain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat
gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol
(Boediardja, 2006).
b. AlergenPenderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa
alergen, antara lain:
1) Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah. Haltersebut dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST (IgE
spesifik) (Boediardja, 2006).
2) Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia kurangdari 1 tahun (mungkin karena sawar usus belum bekerja
sempurna). Konfirmasi alergi dibuktikan dengan uji kulit soft
allergen fast test (SAFT) atau double blind placebo food
challenge test(DBPFCT) (Boediardja, 2006).
3) Infeksi: Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90%lesi DA dan hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut
mempengaruhi derajat keparahan dermatitis atopik, pada kulit
yang mengalami inflamasi ditemukan 107
unit koloni setiap
sentimeter persegi. Salah satu cara S.aureus menyebabkan
eksaserbasi atau mempertahankan inflamasi ialah dengan
mensekresi sejumlah toksin (Staphylococcal enterotoin
A,B,C,D - SEA-SEB-SEC-SED) yang berperan sebagai
superantigen, menyebabkan rangsangan pada sel T dan
makrofag. Superantigen S.aureus yang disekresi permukaan
kulit dapat berpenetrasi di daerah inflamasi Langerhans untuk
memproduksi IL-1, TNF dan IL-12. Semua mekanisme
tersebut meningkatkan inflamasi pada DA dengan
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
13/33
13
kemungkinan peningkatan kolonisasi S.aureus. Demikian pula
jenis toksin atau protein S.aureus yang lain dapat mengindusi
inflamasi kulit melalui sekresi TNF- oleh keratinosit atau
efek sitotoksik langsung pada keratinosit (Soebaryo, 2009).
c. LingkunganFaktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada
kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen
dioksida, sufur dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu
yang panas, kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa
gatal dan kekambuhan DA. Di negara 4 musim, musim dingin
memperberat lesi DA, mungkin karena penggunaan heater (pemanas
ruangan). Pada beberapa kasus DA terjadi eksaserbasi akibat reaksi
fotosensitivitas terhadap sinar UVA dan UVB (Boediardja, 2006).
D. GEJALA KLINISKulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat, kadar lipid
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jaritangan teraba dingin. dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan
intelegensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif atau
merasa tertekan.
Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus, dapathilang timbul sepanjang
hari, tetapi umumnya akan menghebat pada malam hari. Akibatnya penderita
akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa
papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta. dermatitis
atopik dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :
1. D.A. infantil (usia 2 bulan2 tahun)D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya
setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema,
papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan
akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain, yaitu
scalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
14/33
14
merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk
setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu
sehingga menyebabkan anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis.
Pada umumnya lesi D.A. infantile eksudatif, banyak eksudat, erosi,
krusta, dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata,
bahkan walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi
menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak
likenifikasi. Pada sebagian besar penderita akan sembuh setelah usia 2
tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk
anak. Pada saat itu, penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila
makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.
2. D.A. pada anak (usia 210 tahun)Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri. Lesi
lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan
sedikit skuama. Letak kelainan di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan
bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal
menyebabkan penderita sering menggaruk. Dapat terjadi erosi,
likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan,
kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga
terjadi lingkaran setan siklus gatal-garuk. Rangsangan garuk sering di
luar kendali. Penerita sensitive terhadap wol, bulu kucing dan anjing, juga
bulu ayam, burung dan sejenisnya. D.A. berat yang melebihi 50%
permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.
3. D.A. pada remaja dan dewasaLesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa
dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja
lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar
mata. Pada D.A. dewasa, distribusi lesi kurang khas, sering mengenai
tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya
di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, putting susu atau scalp. Kadang
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
15/33
15
erupsi meluas, dan paling paraj di lipatan mengalami likenifikasi. Lesi
kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi
plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan
eksudasi karena garukan. Lambat laun dapat terjadi hiperpigmentasi.
Lesi sangat gatal terutama pada malam hari waktu istirahat. Pada orang
dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami
stress. Mungkin karena strs dapat menurunkan ambang rasa gatal.
Penderita atopic memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal
timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya D.A. remaja atau
dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung menurun dan membaik
setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan. Hanya sebagian
kecil yang terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah
sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan
eksogen.
Gambar 2. Gambaran gelaja klinis pada bayi, anak, dan dewasa
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
16/33
16
Stigmata pada dermatitis atopik atau beberapa gambaran klinis dan
stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:
1. White dermatographism Goresan pada kulit penderita DA akanmenyebabkan kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan
vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu
10-15 menit berikutnya.
2. Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahansuhu pada penderita DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat
pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan
perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.
3. Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan padatelapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas
untuk DA.
4. Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.5. Sindrom buffed-nail Kuku terlihat mengkilat karena selalu
menggaruk akibat rasa sangal gatal.
6. Allergic shiner Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karenagosokan dan garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat
perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan melanin.
7. Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terusmenerus.
8. Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis
pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi
pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis,terutama pada musim panas.
9. Delayed blanch Penyuntikan asetilkolin pada kulit normalmenghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopi
akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan
oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.
10.Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyaksehingga pruritus bertambah.
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
17/33
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
18/33
18
h. Konjungtivitis berulangi. Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
j. Keratokonusk. Katarak subskapular anteriorl. Hiperpigmentasi daerah orbitam. Kepucatan/eritema daerah mukan. Pitiriasis albao. Lipatan leher anterior
p. Gatal bila berkeringatq. Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solvenr. Gambaran perifolikular lebih nyatas. Intoleransi makanant. Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosiu. White dermographism/ delayed blanch
K. Diagnosis Banding1. Dermatitis Kontak Alergi2. Dermatophytosisataur dermatophytids3. Sindrom defesiensi imun4. Sindrom Wiskott-Aldrich5. Sindrom Hyper-IgE6. Penyakit Neoplastik7. Langerhans cell histiocytosis8. Penyakit Hodgkin9.
Dermatitis Numularis
10.Skabies11.Dermatitis Seborrheic
Skabies pada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan
tidak mengenai telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi
ditandai dengan papula yang relatif besar (biasanya pada punggung atas),
vesikel pada telapak tangan dan kaki, dan terdapat dennatilis pruritus pada
anggota keluarga. Tungau dan telur dapat dengan mudah ditemukan dari
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
19/33
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
20/33
20
rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi,
remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau azatioprin.
Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi.
2. Leukosita. Limfosit
Jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik pada
asma, rinitis alergilk, maupun pada. DA Walaupun demikian pada
beberapa penderita DA berat dapat disertai menurunnya jumlah sel T
dan meningkatnya sel B.
b. EosinofilKadar eosinofil pada penderita DA sering meningkat. Peningkatan ini
seiring dengan meningkatnya IgE, tetapi tidak seiring dengan beratnya
penyakit.
c. Leukosit polimorfonuklear (PMN)Dari hasil uji nitro blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN
biasanya dalam batas normal.
d. KomplemenPada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit
meningkat.
3. BakteriologiKulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti
Staphylococcus aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi.
4. Uji kulit dan provokasiDiagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk
mencari penyebab timbulnya DA harus disertai anamnesis yang teliti dan
bila perlu dengan uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi. Korelasi uji
kulit hanya baik hasilnya bila penyebabnya alergen hirup. Untuk makanan
dianjurkan dengan uji eliminasi dan provokasi. Reaksi pustula terhadap
5% nikel sulfat yang diberikan dengan uji tempel dianggap karakteristik
untuk DA oleh beberapa pengamat. Patogenesis reaksi pustula nikel fosfat
ini belum diketahui walaupun data menunjukkan reaksi iritan primer.
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
21/33
21
M.Gambaran HistopatologisGamaran histopatologi D.A. tidak spesifik. Lesi akut ditandai dengan
dengan spongiosis, eksositosis limfosit T, jumlah SL meningkat. Dermis :
edema, bersebukan sel radang terutama limfosit T, makrofag, sel mas
jumlahnya masih dalam batas normal, tetapi dalam keadaan degranulasi. Lesi
kronis D.A. menunjukkan hyperkeratosis dan akantosis. Dermis bersebukan
sel radang, terutama makrofag dan eosinofil.
N. Penatalaksanaana. Non farmakologis
Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikontrol. Sebagian penderita mengalami perbaikan sesuai dengan
bertambahnya usia. Langkah yang penting adalah menjalin hubungan baik
dengan orang tua penderita, menjelaskan mengenai penyakit tersebut
secara rinci, termasuk perjalanan penyakit, dampak psikologis, prognosis,
dan prinip penatalaksanaan. Langkah pertama dalam penatalaksanaan
penderita DA adalah menghindari atau sedikitnya mengurangi faktor
penyebab, misalnya eliminasi makanan, faktor inhalan, atau faktor
pencetus sel. Walaupun masih kontroversial ternyata bayi yang
memperoleh air susu ibu lebih jarang menderita DA dibandingkan bayi
yang memperoleh pengganti air susu ibu.
Penghindaran faktor alergen pada bayi berumur kurang dari l tahun
akan mengurangi beratnya gejala. DA. Maka dianjurkan agar bayi dengan
riwayat keluarga alergi memperoleh hanya ASI sediIkitnya 3 bulan, bila
mungkin 6 bulan pertama dan ibu yang menyusui dianjurkan untuk tidak
makan telur, kacang tanah, terigu, dan susu sapi. Susu sapi didugamerupakan alergen kuat pada bayi dan anak, maka bagi mereka yang jelas
alergi terhadap susu dapat dipergunakanbangkan untuk menggantinya
dengan susu kedelai, walaupun kemungkinan alergi terhadap susu kedelai
masih ada. Sebanyak 60% penderita DA di bawah usia 2 tahun
memberikan reaksi positif pada uji kulit terhadap telur, susu, ayam, dan
gandum. Reaksi positif ini akan menghilang dengan bertambahnya usia.
Walaupun pada uji kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di atas,
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
22/33
22
belum tentu mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil uji
provokasi, sehingga membatasi makanan anak tidak selalu berhasil untuk
mengatasi penyakitnya.
Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor eksaserbasi Sabun dan baju
yang bersifat iritatif dihindari. Baju iritatif dari wol dihindari. Demikian
juga keringat dapat juga mengiritasi kulit. Stres sosial dan emosional juga
harus dihindari. Eliminasi alergen makanan, binatang dan debu rumah.
Secara konvensional pengobatan DA kronik pada prinsipnya
adalah sebagai berikut (Menurut Boguniewicz & Leung 1996 ) :
a. Menghindari bahan iritanb. Mengeliminasi allergen yang telah terbuktic. Menghilangkan pengeringan kulit ( hidrasi )d. Pemberian pelembab kulit (moisturizing )e. Kortikosteroid topicalf. Pemberian antibioticg. Pemberian antihistaminh. Mengurangi stress dani. Memberikan edukasi pada penderita maupun keluarganya
b. FarmakologisMembutuhkan terapi yang integral dan sistemik, meliputi hidrasi kulit,
terapi topikal, identifikasi dan eliminasi faktor penyebab dan pencetus dan
bila perlu terapi sistemik.Penatalaksanaan dasar diberikan untuk semua
kasus baik yang ringan, sedang maupun berat, berupa berupa perawatan
kulit, hidrasi, kortikosteroid topikal, antihistamin, tars, antibiotik bila
perlu, identifikasi dan eliminasi faktor-faktor pencetus kekambuhan.a. Perawatan Kulit ( Hidrasi )
Merupakan terapi DA yang esensial. Dasar hidrasi yang adekuat
adalah peningkatan kandungan air pada kulit dengan cara mandi dan
menerapkan sawar hidrofobik. untuk mencegah evaporasi. Mandi
selama 15-20 menit 2 kali sehari tidak menggunakan air panas dan
tidak menambahkan oil (minyak) karena mempengaruhi penetrasi air.
Sabun dengan moisturizers disarankan Setelah mandi memberihkan
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
23/33
23
sisa air dengan handuk yang lembut. Bila perlu pengobatan topikal
paling baik setelah mandi karena penetrasi obat jauh lebih baik. Pada
pasien kronik diberikan 3-4 kali sehari dengan water-in-oil
moisturizers sediaan lactic acid.
b. Pengobatan topikalUntuk mengatasi kekeringan kulit dan peradangan. Mengatasi
kekeringan kulit atau memelihara hidrasi kulit dapat dilakukan dengan
mandi memakai sabun lunak tanpa pewangi. Meskipun mandi
dikatakan dapat memperburuk kekeringan kulit, namun berguna untuk
mencegah terjadi infeksi sekunder. Jangan menggunakan sabun yang
bersifat alkalis dan sebaliknya pakailah sabun atau pembersih yang
mempunyai pH 7,0. Pemberian pelembab kulit penting untuk menjaga
hidrasi antara lain dengan dasar lanolin, krim air dalam minyak, atau
urea 10% dalam krim. Untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
krim kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid topikal golongan kuat
sebaiknya berhati-hati dan tidak digunakan di daerah muka. Apabila
dermatitis telah teratasi maka secepatnya pengobatan dialihkan pada
penggunaan kortikosteroid golongan lemah atau krim pelembab.
Untuk daerah muka sebaiknya digunakan krim hidrokortison 1%.
c. Kortikosteroids topikalKortikosteroid topikal mempunyai efek antiinflamasi, antipruritus, dan
efek vasokonstriktor. Yang perlu diperhatikan pada penggunaan
kortikosteroid topikal adalah: segera setelah mandi dan diikuti
berselimut untuk meningkatkan penetrasi; tidak lebih dari 2 kali
sehari; bentuk salep untuk kulit lembab bisa menyebabkan folikulitis;bentuk krim toleransinya cukup baik; bentuk lotion dan spray untuk
daerah yang berambut; pilihannya adalah obat yang efektif tetapi
potensinya terendah; efek samping yang harus diperhatikan adalah:
atropi, depigmentasi, steroid acne dan kadang-kadang terjadi absorbsi
sistemik dengan supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis; bila
kasus membaik, frekuensi pemakaian diturunkan dan diganti dengan
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
24/33
24
yang potensinya lebih rendah; bila kasus sudah terkontrol, dihentikan
dan terapi difokuskan pada hidrasi.
d. Antihistamin Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikanantihistamin (H1) seperti difenhidramin atau terfenadin, atau
antihistamin nonklasik lain. Kombinasi antihistamin H1 dengan H2
dapat menolong pada kasus tertentu. Pada bayi usia muda, pemberian
sedasi dengan kloralhidrat dapat pula menolong. Penggunaan obat lain
seperti sodium kromoglikat untuk menstabilkan dinding sel mast dapat
memberikan hasil yang memuaskan pada 50% penderita.
e. Penggunaan kortikosteroid oral sangat terbatas, hanya pada kasussangat berat dan diberikan dalam waktu singkat, misalnya prednison
0,5-1,0 mg/kgBB/hari dalam waktu 4 hari.Merupakan terapi standar,
tetapi belum tentu efektif untuk menghilangkan rasa gatal karena rasa
gatal pada DA bisa tak terkait dengan histamin. Tars Mempunyai efek
anti-inflamasi dan sangat berguna untuk mengganti kortikosteroid
topikal pada manajemen penyakit kronik. Efek samping dari tar adalah
folikulitis, fotosensitisasi dan dermatitis kontak
f. Antibiotik sistemik Antibiotik sistemik dapat dipertimbangkan untukmengatasi DA yang luas dengan infeksi sekunder. Antibiotik yang
dianjurkan adalah eritromisin, sefalosporin, kloksasilin, dan terkadang
ampisilin Infeksi di curigai bila ada krusta yang luas, folikulits,
pioderma dan furunkulosis. S. aureus yang resisten penisilin
merupakan penyebab tersering dari flare akut. Bila diduga ada
resistensi penisilin, dicloxacillin atau sefalexin dapat digunakan
sebagai terapi oral lini pertama. Bila alergi penisilin, eritromisinadalah terapi pilihan utama, dengan perhatian pada pasien asma
karena bersama eritromisin, teofilin akan menurunkan
metabolismenya. Pilihan lain bila eritomisin resisten adalah
klindamisin.. Dari hasil pembiakan dan uji kepekaan terhadap
Staphylococcus aureus 60% resisten terhadap penisilin, 20% terhadap
eritromisin, 14% terhadap tetrasiklin, dan tidak ada yang resisten
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
25/33
25
terhadap sefalosporin Imunoterapi dengan ekstrak inhalan umumnya
tidak menolong untuk mengatasi DA pada anak.
g. Kortikosteroid sistemik. Efek perbaikannya cepat, tetapi flare yangparah sering terjadi pada steroid withdrawal. Bila tetap harus
diberikan, tapering dan perawatan intensif kulit harus dijalankan.
h. Thymopentin. Untuk dapat mengurangi gatal-gatal dan eritemdigunakan timopentin subkutan 10 mg/ dosis 1 kali/hari selama 6
minggu, atau 3 kali/minggu selama 12 minggu.
Interferon-gamma. Telah terbukti bahwa IFN- dapat menekan sintesis
IgE dan menghambat fungsi serta proliferasi sel Th2. Beberapa
percobaan menunjukan terapi IFN- dapat menurunkan derajat
penyakit dan jumlah eosinofil dalam darah. Dosis yang digunakan g
/m2/ hari subkutan diberikan selama 12 minggu.ug-100uantara 50
Siklosporin A / Fk 205 . Obat imunosupresi yang poten, bekerja
langsung pada sel T dengan menekan transkripsi sitokin. Secara in
vitro CsA dapat menekan produksi IL- 5 dan menurunkan produksi
eosinofil. FK 205 merupakan imunosupresi dengan spectrum aktivitas
sama dengan CsA dalam bentuk ointment ( tacrolimus ). Pada
percobaan awal obat ini dapat mengurangi gatal dalam waktu 3 hari
dan pada biopsy infiltrasi sel T dan eosinofil pada dermis berkurang
secara nyata. Pemberian per oral 5 mg/kg/hari selama 6 minggu.
Dapat pula diberikan secara topikal dalam bentuk salep atau gel 5%.
Anti- sitokin. Anti IL- 5, pada percobaan binatang dapat mencegah
infiltrasi sel eosinofil sehingga akumulasi sel ini terhambat sampai 3
bulan. Obat ini berperan penting pada DA kronik karena padainflamasi kronik didominasi ekspresi IL- 5 dan infiltrasi eosinofil.
Reseptor IL- 4 yang larut ( soluble IL- 4 reseptor ), obat ini efektif
mengikat IL- 4 sehingga menekan IL- 4 sehingga menekan fungsi sel
B yang diperantai IL- 4. sIL- 4R juga menghambat produksi IgE
spesifik ( terhadap paparan allergen).
i. Tacrolimus. Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kalisehari. Obat ini umumnya menunjukan perbaikan pada luasnya lesi
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
26/33
26
dan rasa gatal pada minggu pertama pengobatan. Tacrolimus tidak
mempengaruhi fibroblasts sehingga tidak menyebabkan atropi kulit
Perlakuan khusus diperlukan untuk penderita DA Berat. Penentuan gradasi
berat-ringannya DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Langeland
sebagaimana tabel berikut :
Penilaian skor
3-4 : ringan 5-7 : sedang 8-9 : berat
I. Luasnya lesi kulit
a. fase anak/dewasa
< 9% luas tubuh =1
9-36% luas tubuh =2
> 36 % luas tubuh =3
b. fase infantil
< 18% luas tubuh =1
18-54% luas tubuh =2
> 54% luas tubuh = 3
II. Perjalanan penyakit
remisi > 3 bulan/tahun =1
remisi < 3 bulan/tahun =2
Kambuhan3
III. Intensitas penyakit
gatal ringan, gangguan tidur= + 1
gatal sedang, gangguan tidur =+ 2
gatal berat, gangguan tidur =+ 3
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
27/33
27
Alogaritma penatalaksanaan dermatitis atopik
Gambar 3. alogaritma penatalksanaan dermatitis atopik
O. PrognosisPrognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita D.A. Ada
kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang
kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30
tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan
terjadi setelah usia 5 tahun sebesar 40-60%, teruatam kalau penyakitnya
ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% D.A. anak
Penilaian awal riwayat penyakit, luas dan derajat penyakit
Termasuk penilaian efek psikologis, pengaruh kepada keluarga
Pelembab, edukasi
Remisi penyakit
(tidak ada tanda dan
gejala)
Mengatasi prurits dan inflamasi
akut
Kortikosteroid topikal atauPenghambat kalsineurin topikal
Pimekrolimus 2 kali sehari atau
Takrolimus 2 kali sehari
Terapi ajuvan
Hindari faktor-
faktor pencetus
Infeksi bakterial:
antibiotik oral
dan atau topikal
Infeks viral:
terapi antiviral
Intervensi
psikologis
antihistamin
Terapi pemeliharaan
Untuk penyakit persisen dan atau sering
kambuh
Pada tanda dini rekurensi gunakanpenghambat kalsineurin topikal untuk
mencegah progresivitas penyakit
Pimekrolimus mengurangi terjadinyaflare
Penggunaan penghambat kalsineurin topikaljangka waktu lama untuk pemeliharaan
kortikosteroid topikal secara intermiten
Penyakit berat dan refrakter
Fototerapi Kortiosteriid topikal poten Siklosporin Metotreksat Kortiosteroid oral Azatioprin Psikoterapi
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
28/33
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
29/33
29
III. PEMBAHASAN
A. Penegakkan DiagnosisPenyakit kulit yang terdapat pada pasien dalam kasus adalah dermatitis
atopik. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik status dermatologis yang
mendukung ke arah diagnosis kerja dermatitis atopic adalah sebagai berikut :
Hasil anamnesis :
1. Keluhan utama gatal yang dirasakan di kedua lipatan lutut. Hal ini sesuaipredileksi dari D.A. pada anak-anak.
2. Keluhan mulai dirasakan sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Dapat dikatakanbahwa keluhan ini berlangsung kronis; sesuai dengan sifat D.A. yaitu
peradangan kulit yang berlangsung kronis dan residif.
3. Keluhan gatal diperberat dengan adanya keringat. Kedua hal tersebutmemang dapat memicu munculnya keluhan atau gejala D.A.
4. Pasien memiliki riwayat keluhan gatal yang sama di kedua lipatan lututsaat umur 6 tahun. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria minor untukdiagnosis D.A. yatu awitan pada usia dini
5. Pasien memiliki riwayat atopi berupa penyakit asmaHasil pemeriksaan fisik status dermatologis :
1. Lokasi : Ekstremitas inferior dekstra et sinistra. Hal ini sesuai predileksidari D.A. pada anak-anak.
2. Efloresensi : Plak eritema berbatas tegas dan likenifikasi; denganpenyebaran simetris di kedua lipatan lutut. Hal ini sesuai dengan
efloresensi D.A. pada anak-anak.
3. Secara umum, kondisi kulit pasien tampak kering (xerosis), terutamaterlihat pada kedua lipatan lutut.
Berdasarkan kriteria diagnosis yang disusun oleh Hanifin dan Rajka,
maka diagnosis penyakit pada kasus ini dapat ditegakkan sebagai D.A , karena
memenuhi syarat yang ada, yaitu 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.
Adapun kriteria mayor dan minor yang terdapat pada kasus ini ialah :
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
30/33
30
1. Kriteria mayora. Pruritus
b. Dermatitis di fleksura (lipatan lutut) pada anak-anakc. Dermatitis kronisd. Riwayat atopi pada penderita (memiliki penyakit asma)
2. Kriteria minora. Xerosis
b. Gatal bila berkeringatc. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungand. Awitan pada usia dini
B. Diagnosis bandingBerdasarakan tempat lesinya, diagnosis banding untuk penyakit dermatitis
atopik pada kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Dermatitis kontak alergikaDermatitis kontak alergi selalu disertai dengan keluhan gatal. Hal ini
sesuai dengan keluhan yang ada pada pasien ini. Penyakit dermatitis
kontak alergika biasanya didahului dengan adanya kontak terhadap
alergen, sementara pada kasus ini, pasien menyangkal adanya riwayat
kontak dengan bahan atau benda sebelumnya. Adapun efloresensi pada
dermatitis kontak alergika yaitu eritema numular-plakat, papul dan
vesikel yang berkelompok dan disertai dengan erosi numular-plakat
C. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan darah tepi untuk menemukan eosinofilia, pemeriksaan
dermatografisme putih dan percobaan asetilkolin dapat dilakukan untuk
memperkuat diagnosis kerja D.A. Untuk mencari penyebab timbulnya DA
harus disertai anamnesis yang teliti dan bila perlu dengan uji kulit serta uji
eliminasi dan provokasi
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
31/33
31
D. Penatalaksanaan1. Non Farmakologis
a. Menjalin hubungan baik dengan orang tua penderita, menjelaskanmengenai penyakit tersebut secara rinci, termasuk perjalanan
penyakit, dampak psikologis, prognosis, dan prinip
penatalaksanaan.
b. mengihndari faktor-faktor predisposisi atau yang dapatmempengaruhi timbulnya penyakit atau kekambuhan atau
memperberat dari keluhan dan gejala yang ada.
c. Menghilangkan pengeringan kulitd. Pemberian pelembab kulit
2. Farmakologisa. Loratadine tablet; 2 x 5 mg per hari
Loratadine adalah antihistamin kerja panjang yang mempunyai
selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin-H1 perifer dan afinitas yang
rendah terhadap reseptor-H1 di susunan saraf pusat, sehingga tidak
menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik gatal dan terbakar pada mata.
Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti urtikaria kronik
dan gangguan alergi pada kulit lainnya.Pada kasus ini digunakan untuk
mengatasi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien.
b. Amitriptilin tablet; 1 x 10 mg per hari.Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja
dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak.
Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga
lebih responsif terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa inijuga mempunyai aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat.
Pada pemberian oral, amitriptilin diaborpsi dengan baik, kurang lebih 90%
berkaitan dengan protein plasma dan tersebar luas dalam jaringan dan
susunan syraf pusat. Metabolisme di hati berlangsung lambat dan waktu
paruh 10,3-25,3 jam, kemudian diekskresi bersama urin. Pada kasus ini,
amitriptilin digunakan untuk efek sedasi dan diberikan 1 x 1 tablet (sediaan
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
32/33
32
25 mg) sehari, diminum pada malam hari supaya pasien bisa tidur dengan
nyaman, tidak terganggu lagi dengan keluhan gatal yang ada.
c. Asam salisilat 1 gramAsam salisilat diabsorpsi melalui kulit dan didistribusikan dalam ruang
ekstraseluler dan kadar plasma maksimum tercapai 6-12 jam setelah
pemakaian. Karena 50-80% dari salisilat terikat pada abumin, maka
peningkatan kadar serum salisilat bebas ditemukan pada pasien dengan
hipoalbuminemia. Metabolit dalam urine dari asam salisilat yang diberikan
secara topikal meliputi salicyluric acid dan glukuronida-glukoronida
phenolic dan acyl dari asam salisilat; dan hanya 6% dari keseluruhan dari
asam salisilat yang diekskresi dalam bentuk tidak berubah. Kira-kira 95%
dari dosis tunggal salisilat diekskresi di dalam urine dalam waktu 24 jam
setelah diabsorpsi.
d. Desoksimethason
Obat ini merupakan glukokortikoid sintetik dengan aktivitas
imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan,
Desoksimethason bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap
stimulasi rangsangan. Aktivitas anti-inflamasi Desoksimethason dengan
jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi
dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk
makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Desoksimethason merupakan
obat golongan kortikostseroid. Obat ini di berikan 2 kali sehari.
E. PrognosisSeperti yang diketahui bahwa penyakit D.A. memiliki salah sifat yang
sama yaitu perkembangan atau perjalanan penyakit yang cenderung kronis dan
residif, sehingga untuk prognosis ad sanationam adalah dubia ad bonam. Selama
pasien dapat menghindari hal-hal yang menjadi faktor predisposisi dari penyakit
ini, maka munculnya kekambuhan keluhan atau gejala dapat diminimalisasi.
-
7/27/2019 Presus Dermatitis Atopik Lita Hervitasari Fix
33/33
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI.
Judarwanto, widodo dr. Dermatitis atopik. Childrens Allergy Clinic
Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis, Reaksi
atopik, Peran eosinofil, Tungau debu rumah, Sitokin sampai
kortikosteroid pada penatalaksanaannya. UNS Press, Solo.2006.
Mansjoer, Arif. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 3. Jakarta : FKUI.
McFadden JP, Basketter DA. 2000. Contact allergy, irritancy and 'danger'.
Contact Dermatitis.;42(3):123-7
Morris, Adrian. 2009. Atopic Dermatitis and Eczema Treatment. Available from
URL :http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/.
Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/