DERMATITIS ATOPIK.

34
DERMATITIS ATOPIK. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning– kuningan, kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu. Kulit membungkus seluruh bagian luar tubuh, sehingga kulit gampang terjangkit penyakit. Salah satu penyakit kulit adalah dermatitis atopic (DA) Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak <5 tahun sebesar 3,1% dan 1

description

DERMATITIS ATOPIK.

Transcript of DERMATITIS ATOPIK.

Page 1: DERMATITIS ATOPIK.

DERMATITIS ATOPIK.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian

luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia,

cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap

mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan.

Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum

dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning–

kuningan, kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya

kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu.

Kulit membungkus seluruh bagian luar tubuh, sehingga kulit gampang terjangkit

penyakit. Salah satu penyakit kulit adalah dermatitis atopic (DA)

Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak

<5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak  meningkat 5-10% pada 20-30

tahun terakhir.

Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan,

seperti  bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan

bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan

pengumpulan data.

1

Page 2: DERMATITIS ATOPIK.

1.2. TUJUAN

1. Membahas mekanisme terjadinya keluhan seperti pada skenario

2. Mengidentifikasi pasien pada skenario

3. Membahas diagnosa diferensial pada skenario

4. Menegakkan diagnosa pasien pada skenario

5. Membahas penyakit sebagai diagnosa pasien pada scenario

1.3. MANFAAT

1. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme terjadinya keluhan seperti pada

scenario

2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi pasien pada scenario

3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa banding keluhan pada scenario

4. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa penyakit pasien pada scenario

5. Mahasiswa dapat menjelaskan penyakit sebagai diagnosa pasien pada skenario

2

Page 3: DERMATITIS ATOPIK.

BAB II

PEMBAHASAN SKENARIO

2.1. SKENARIO

Seorang ibu muda datang ke poli kulit RSUP dengan membawa anaknya yang berumur

7 tahun dengan keluhan sejak 2 hari ini mengeluh gatal disekitar lipatan siku dan

lututnya. Ibu pasien menceritakan bahwa gatal yang dirasakan anaknya sampai

mengganggu tidurnya sehingga pasien sering menggaruk bagian yang dirasakan gatal

tersebut akibatnya tampak kemerahan pada bekas garukan. Ibu pasien juga mengatakan

bahwa anaknya memiliki riwayat alergi udang dan telur, sedangkan ibu pasien

memiliki riwayat asma sejak kecil.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan ujud kelainan kulitnya berupa makula eritema,

papula, eksoriasi dan likenifikasi pada lipatan paha sedangkan pada lipatan siku

ditemukan makula eritema, papul, dan sedikit skuama. Dan dari tanda vital dalam batas

normal.

2.2. STATUS PASIEN

anak yang berumur 7 tahun

KU: Gatal sejak 2 hari ini

gatal disekitar lipatan siku dan lututnya

gatal yang dirasakan sampai mengganggu tidurnya

tampak kemerahan pada bekas garukan

memiliki riwayat alergi udang dan telur

RPK: ibu pasien memiliki riwayat asma sejak kecil

PF: ditemukan ujud kelainan kulitnya berupa makula eritema, papula, eksoriasi

dan likenifikasi pada lipatan paha sedangkan pada lipatan siku ditemukan

makula eritema, papul, dan sedikit skuama

V.S: dalam batas normal

3

Page 4: DERMATITIS ATOPIK.

2.3. PERMASALAHAN SKENARIO

1. Kenapa pasien mengeluh gatal? Dan Kenapa pada pemeriksaan fisik ditemukan

ujud kelainan kulit berupa macula eritema, papula, ekskoriasi dan likenifikasi pada

lipatan paha dan macula eritema, papul, dan sedikit skuama pada lipatan siku?

Pada pasien diketahui memiliki riwayat alergi. Mekanisme munculnya gejala alergi

diperantarai oleh reaksi hipersensitifitas tipe 1. Dimana patofisiologi reaksi

hipersensitifitas tipe 1 melibatkan Ig-E dan sel mast yang berguna untuk

membasmi allergen. Munculnya Ig-E dan sel mast menyebabkan pengeluaran

mediator-mediator alergi salah satunya histamine yang menyebabkan reseptor gatal

di kulit menjadi aktif. Jadi pada pasien ini gejala gatal muncul dikarenakan reaksi

hipersensitifitas tipe 1 yang melibatkan sel mast dan menghasilkan histamine yang

akan menimbulkan gatal-gatal.

Sedangkan pada pemeriksaan fisik muncul beberapa gejala, dikarenakan sel

mast yang berdeganuralisasi tidak hanya memunculkan histamine tetapi

menghasilkan mediator lain seperti protease, prostaglandin,sitokin, asam

arakhidonat, dimana beberapa mediator – mediator ini mengakibatkan manifestasi

kelainan pada kulit.

2. Bagaimana Hubungan Riwayat astma pada ibu dengan keluhan pasien?

Riwayat ashma pada ibu berhubungan secara genetic pada munculnya keluhan. Ini

dikarenakan sifat-sifat penyakit ashma akan diturunkan ke anaknya. Tetapi di

scenario tidak pernah disebutkan saat pajanan allergen, pasien mengalami keluhan

sesak nafas sebagai maniestasi dari asma.

3. Hubungan riwayat alergi udang dan telur dengan keluhan pasien?

Udang dan telur merupakan etiologi yang berperan sebagai allergen karena

memiliki protein bermolekul besar. Sehingga udang dan telur ini mengaktifkan

sifat hipersensitifitas tipe 1 yang akhirnya memunculkan gejala.

4

Page 5: DERMATITIS ATOPIK.

2.4. DIAGNOSA DIFERENSIAL

2.4.1. Dermatitis Atopik

a. Definisi

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang

umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan

dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada

penderita atau keluarganya.

b. Gambaran Klinis

DA pada anak (2 – 10 tahun)

Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (de

novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan tangan,

kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama,

erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat yang lebih

dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.

c. Diagnosis

Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli ; Hanifin dan

Rajka telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok

kerja Inggris di koordinasi oleh William (1994).

Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3

kriteria minor.

1) Kriteria Mayor

Pruritus

Dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak

Dermatitis di fleksura pada dewasa

Dermatitis kronis atau residif

Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

2) Kriteria Minor

Xerosis

Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)

Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki

Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris

5

Page 6: DERMATITIS ATOPIK.

Pitiriasis alba

Dermatitis di papila mame

White dermatografism dan delayed blanched response

Keilitis

Lipatan infra orbital Dennie – Morgan

Konjungtivitis berulang

Keratokonus

Katarak subkapsular anterior

Orbita menjadi gelap

Muka pucat dan eritema

Gatal bila berkeringat

Intolerans perifolikular

Hipersensitif terhadap makanan

Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau

emosi

Tes alergi kulit tipe dadakan positif

Kadar IgE dalam serum meningkat

Awitan pada usia dini

2.4.2. Dermatitis Kontak Alergi

a. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang

timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi

b. Gejala

Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut

dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema,

papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah

menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit

kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin jugga fisur, batasnya

tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan dermatitis kontak iritan

kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.

6

Page 7: DERMATITIS ATOPIK.

Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya

konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan

adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya

papulovesikula; gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular.

Vesikel-vesikel timbul karena terjadinya spongiosis dan jika pecah akan

mengeluarkan cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula

lesi hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan

distribusinya sering dapat meiiunjukkan kausanya,misalnya: mereka yang

terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang

dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream,

sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada

kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh.

c. Diagnosis

Diagnosis didasarakan pada hasil diagnosis yang cermat  dan pemeriksan

klinis yang teliti.Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan

kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi

numularis disekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan

papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memeakai

kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari logam(nikel).

Data yang berrsal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,

obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan

yang diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah

dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik,

psoriasis).

Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalissasssi

dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugnkinan

penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan

oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemerikassaan hendaknya

dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan

kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.

7

Page 8: DERMATITIS ATOPIK.

Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen atau

senyawa yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang

mengisyaratkan dermatitits kontak. Anamnesis harus terpusat kepada

sekitar ppaparan tehadap alergen yan gumum. Untuk mengidentifikasi agen

penyebab mungkin diperlukan kerja mirip detektif yang baik.

2.4.3. Skabies

a. Definisi

Scabies adalah penyakit kulit yang di sebabkan oleh infeksi dan sensitisasi

terhadap sarcoptes scabiei var,hominis dan produknya.

b. Gejala Klinis dan Diagnosis

Ada 4 tanda cardinal:

1) Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang di sebabkan karna

aktifitas tunggau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab.

2) Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam

sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.

Begitu pula dalm sebuah perkampungan yang padat peduduknya

sebagian besar tetangga yang berdekatan akan di serang oleh tunggau

tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota

keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tunggau, tetapi

tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat seabagai pembawa

( carrir ).

3) Adanya trowongan ( kunik kulus ) pada tempat – tempat predileksi yang

berwarna putih atau ke abu abuan berbentuk garis lurus atau berkelok

pajangnya 1 cm, pada ujung trowongan itu di temukan papul atau

vesikel. Jikan itu timbul infeksi skunder ruam kulitnya menjadi folimor

( pustu, exkoriasi, dan lain lain ). Tempat predsilepsi biasanya

merupakan tempat dengan stratum kornium yang tipis karena , yaitu :

sela sela jari tangga pergelangan tangga bagian vola,siku bagian

luar,lipat ketiak bagian depat, ariola mamae ( wanta ), umbilicus,

8

Page 9: DERMATITIS ATOPIK.

bokong, genetalia eksterna ( pria ), dan perut bagian bawah. Pada bayi

dapat menyarang telapak tanagn dan telapak kaki.

4) Menemukan tunggau , merupakan hal yang paling diagnostic . dapat

ditemukan 1 atau lebih stadium tunggau ini.

Diagnose dapat di buat dengan menemukan 2 dari empat tanda cardinal

tersebut.

2.4.4. Psoriasis

a. Definisi

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomen tetesan

lilin, auspitz dan kobner.

b. Gejala Klinis

Gatal ringan

Bercak bercakl eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di

atasnya

Skuama berlapis lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta

transparan

Besar kelainan bervariasi: lentikular, lumular atau plakat, dapat

berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagaian besar lentikular

disebut psiorasis gutata, pada anak anak dan dewasa muda terjadi

setalah infeksi akut dan striptokokus.

Terdapat fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner (isomorfik).

Kedua fenomena ini disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan

yang terakhir tidak khas, hanya kira-kira 47% positif dan didapat

pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka palana

juvenilis.

c. Bentuk Klinis

Pada psiorasis terdapat berbagai bentuk klinis.

Psiorasis vulgaris

9

Page 10: DERMATITIS ATOPIK.

Psiorasis gutata

Psiorasis inversa

Psiorasis eksudativa

Psiorasis seboroik (seboriasis)

Psiorasis pustulosa

Eritroderma psoriatic

2.5. DIAGNOSA SKENARIO

Dari penjelasan-penjelasan tentang diagnosa diferensial di atas,diagnosa pada skenario

adalah DERMATITIS ATOPIK.

10

Page 11: DERMATITIS ATOPIK.

BAB III

PEMBAHASAN DIAGNOSA SKENARIO

3.1. DERMATITIS ATOPIK

A. Definisi

Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang

umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau

keluarganya.

Dermatitis atopik atau eksema adalah peradangan kronik kulit yang kering

dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa kanak-kanak. Eksema dapat

menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur. 

Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama terjadi

sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul

hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari

eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema

hingga dewasa.

Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan

penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai

kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari

yang dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah dermatitis

atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi

antigen dengan antibodi. Nama lain untuk dermatitis atopik adalah eksema

atopik, eksema dermatitis, prurigo Besnier, dan neurodermatitis.

B. Epidemiologi

DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari

seperempat anaknya akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila salah satu

orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya menderita alergi sampai

usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka ini meningkat

sampai 75 persen.

11

Page 12: DERMATITIS ATOPIK.

Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada

anak <5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak  meningkat 5-10%

pada 20-30 tahun terakhir.

Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan,

seperti  bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada

dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan

pengumpulan data.

C. Etiologi dan Patogenesis

Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,

lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah

melalui reaksi imunologik.

Faktor Genetik

DA adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal sangat

besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit

alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran Kromosom 5 q31 – 33

karena mengandung gen penyandi IL3, IL4, IL13 dan GM – CSF

(granulocyte macrophage colony stimulating factor) yang diproduksi oleh

sel Th2. Pada ekspresi DA, ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan

penting.

Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas transkripsi

gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen

kimase sel mas dengan DA tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun

rinitif alergik. Serine protease yang diproduksi sel mas kulit mempunyai

efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi pada resiko genetik DA.

Respons imun pada kulit

Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik. Di

dalamkompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun

yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan

sel mas.

Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan,

autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan

12

Page 13: DERMATITIS ATOPIK.

kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses :

ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di

membran SL epidermis. Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui

reseptor FcεRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan FcεRI,

menyebabkan degranulasi sel mas dan akankeluar histamin dan faktor

kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat

(immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan

nampak sebukan sel eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE,

sel Langerhans (melalui reseptor FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein),

kemudian diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC

II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang

mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan

terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan

perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan

sitokin IFN-γ, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi

IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh

sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi. Jejas yang terjadi

mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgE sehingga

respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada

pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil.Selain dengan SL

dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcεRI yang terdapat pada

sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel

basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF α dan sitokin

pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya

peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa

rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada

DA. Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN-γ yang

merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar

IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi.

Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan

GM-CSF mampumenginduksi sel basal untuk berproliferasi

13

Page 14: DERMATITIS ATOPIK.

menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis. Perkembangan sel T

menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan

IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel

B.

Respons sistemik

Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :

o Sintesis IgE meningkat.

o IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.

o Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.

o Respons hipersensitivitas lambat terganggu

o Eosinofilia

o Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat

o Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun

o Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.

o Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai

peningkatan IL-13 dan PGE2

Sawar kulit

Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga

terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water

loss meningkat, skincapacitance (kemampuan stratum korneum

meningkatkan air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang

rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk

menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga

memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk melalui

kulit dengan segala akibat-akibatnya.

Faktor lingkungan

Peran lingkungan terhadap tercetusnya DA tidak dapat dianggap remeh.

Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia<5 tahun. Jenis

makanan yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya

susu dan telur, sedangkan pada dewasa seafood dan kacang-kacangan.

14

Page 15: DERMATITIS ATOPIK.

Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk sari merupakan alergen

hirup yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat

menjadi faktor pencetus DA. 95% penderita DA mempunyai IgE spesifik

terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan

langsung dengan tingkat keparahan DA.

Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus DA,

suhu udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara

tiba-tiba dapat menjadi masalah bagi penderita DA.

Hubungan psikis dan penyakit DA dapat timbal balik. Penyakit yang

kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres

akan merangsang pengeluaran substansi tertentu melalui jalur

imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal.

Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan lebih mudahnya

mikroorganisme dan bahan iritan (seperti sabun, detergen, antiseptik,

pemutih, pengawet) memasuki kulit.

D. Faktor-faktor Pencetus

Makanan

Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge

(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat

mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan

alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE

spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian

uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa

penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu

masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan

tersebut untuk menentukan kepastiannya.

Alergen hirup

Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat

dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau

lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu

rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita

15

Page 16: DERMATITIS ATOPIK.

DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya

42% pada penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan

bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu

binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4

musim.

Infeksi kulit

Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit

oleh kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur.

Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah

koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat

infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja

sebagai superantigen,mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang

selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan

disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman

stafilokokus dan steroid topikal.

E. Gambaran Klinis

Ada 3 fase klinis DA yaitu DA infantil (2 bulan – 2 tahun), DA anak (2 – 10

tahun) dan DA pada remaja dan dewasa.

DA infantil (2 bulan – 2 tahun)

DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan

kedua. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa eritema,

papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan

akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, pergelangan

tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa ditemukan

didaerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar penderita sembuh setelah

2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.

DA pada anak (2 – 10 tahun)

Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (de

novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan

tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit

16

Page 17: DERMATITIS ATOPIK.

skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat

yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.

DA pada remaja dan dewasa

Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping leher, dahi,

sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering

mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat

misalnya pada bibir (kering, pecah,bersisik), vulva, puting susu atau

skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di daerah lipatan,

mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar

cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama.

Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya

menjadi hiperpigmentasi.

Pruritus adalah gejala subjektif yang paling dominan dan terutama

dirasakan padamalam hari. Bagaimana mekanisme timbulnya pruritus

masih belum jelas. Histamin yang keluar akibat degranulasi sel mas

bukanlah satu-satunya penyebab pruritus. Disangkakan sel peradangan,

ambang rasa gatal yang rendah akibat kekeringan kulit, perubahan

kelembaban udara, keringat berlebihan, bahan iritan konsentrasi rendah

serta stres juga terkait dengan timbulnya pruritus.

F. Diagnosis

Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli ; Hanifin dan Rajka

telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris

di koordinasi oleh William (1994).

Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3

kriteria minor.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Umum

Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap

individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor

tersebut.

17

Page 18: DERMATITIS ATOPIK.

o Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,

astringen, pemutih, dll)

o menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban

tinggi.

o Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak

keringat.

o Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat

mencetuskan DA.

o Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen

infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan

berbulu.

o Menghindarkan stres emosi.

o Mengobati rasa gatal/ menghindari trauma garukan.

Pengobatan

1) Pengobatan Topikal

o Hidrasi kulit

Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi

lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih

impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai

jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea

10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan

konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa

kali sehari, setelah mandi.

o Kortikosteroid topical

Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA,

tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup

banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi,

daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid

potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila

aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid

diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.

18

Page 19: DERMATITIS ATOPIK.

o Imunomodulator topical

Takrolimus

Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan

dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2 – 15

tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan

jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali

rasa terbakar setempat.

Pimekrolimus

Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu

imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya

sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang

dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan

dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.

Preparat ter

Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada

kulit. Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik misalnya

mengandung liquor carbonat detergent 5% - 10% atau

crudecoaltar 1% - 5%.

Antihistamin

Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena

berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit.

Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1

minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi

pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek

samping sedatif.

2) Pengobatan Sistemik

o Kortikosteroid

Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut.

Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-

seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka

19

Page 20: DERMATITIS ATOPIK.

panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba

dihentikan akan timbul rebound phenomen.

o Antihistamin

Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti

histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-

penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang

mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada

penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada

kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75 mg/oral/2 x

sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade

reseptor histamin H1 dan H2.

o Anti infeksi

Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya

peningkatan koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat

diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila ada

infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10

hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.

o Interferon

IFN γ bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi

dan proliferasi sel TH1. Pengobatan IFN γ rekombinan

menghasilkan perbaikan klinis karena dapat menurunkan

jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.

o Siklosporin

Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T

akan terikat dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang

akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin

ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat,

bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali.

Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum

dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.

20

Page 21: DERMATITIS ATOPIK.

Terapi Sinar (phototherapy).

Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet β atau

kombinasi ultra violet A dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik

daripada ultra violet B saja. Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil

sedangkan ultra violet B mempunyai efek imunosupresif dengan cara

memblokade fungsi SL dan mengubah produksi sitoksin keratinosit.

H. Prognosis

Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang

berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :

DA yang luas pada anak.

Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.

Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.

Awitan (onset) DA pada usia muda.

Anak tunggal.

Kadar IgE serum sangat tinggi.

Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi

asma bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk

mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.

21

Page 22: DERMATITIS ATOPIK.

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Dari penjelasan-penjelasan tentang diagnosa diferensial di atas, diagnosa pada

skenario adalah DERMATITIS ATOPIK.

Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang

umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau

keluarganya.

Ada 3 fase klinis DA yaitu DA infantil (2 bulan – 2 tahun), DA anak (2 – 10 tahun)

dan DA pada remaja dan dewasa.

Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria

minor.

Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan: penatalaksanaan umum, pengobatan, dan

terapi sinar.

22

Page 23: DERMATITIS ATOPIK.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. dkk. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Adhi. DjuandaProf. Dr. dr. dkk. 1987. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:

Fakultas Kedokteran UI

Anonymous. 2009. Dermatitis Atopik.

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/dermatitis-atopik/ . Diakses

tanggal 1 Desember 2012

Anonymous. 2010. Dermatitis Kontak Alergi.

http://ismirayanti.blogspot.com/2010/10/dermatitis-kontak-alergi.html. Diakses tanggal

1 Desember 2012

Anonymous. 2012. Fisiologi Kulit.

http://www.psychologymania.com/2012/10/fisiologi-kulit-manusia.html. Diakses

tanggal 1 Desember 2012

Anonymous. 2012. Anatomi Fisiologi Kulit. http://www.anneahira.com/anatomi-

fisiologi-kulit.html. Diakses tanggal 1 Desember 2012

23