Preskes RM Paraplegi

64
PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIK SEORANG WANITA 48 TAHUN DENGAN THORACAL 12 PARAPLEGIA FRANKEL – C e/c BONE METASTASE CA MAMMAE Oleh: Viola Belivia Tripuspita G99141074 Pembimbing: Dr. Trilastiti Widowati, Sp. KFR, M. Kes 1

description

RM paraplegi

Transcript of Preskes RM Paraplegi

STATUS PASIEN

PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIKSEORANG WANITA 48 TAHUN DENGAN THORACAL 12 PARAPLEGIA FRANKEL C e/c BONE METASTASE CA MAMMAE

Oleh:

Viola Belivia Tripuspita

G99141074

Pembimbing:Dr. Trilastiti Widowati, Sp. KFR, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR.MOEWARDI

2015

STATUS PASIEN

I. ANAMNESISA. Identitas Pasien

Nama

: Ny. SUmur

: 48 tahun

Jenis Kelamin: PerempuanAgama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tanggaAlamat:Brongalan Sawah A-K/6 8/8, Pacar Kembang, SurabayaStatus

: Menikah

Tanggal Masuk: 15 Mei 2015Tanggal Periksa: 26 Mei 2015No RM

: 01.30.08.92B. Keluhan Utama

Kedua kaki tidak bisa digerakkanC. Riwayat Penyakit Sekarang

Dua tahun SMRS pasien mengeluh sering merasa nyeri di daerah punggung. Pasien masih bisa mengerakkan kedua angota gerak bawah, namun berjalan dengan cara diseret. Kesemutan (-). BAB da BAK dalam batas normal.

6 bulan SMRS pasien mengeluh kedua kaki tidak bisa digerakkan. Keluhan ini timbul perlahan dan semakin memburuk hingga kedua kaki tidak dapat digerakkan sama sekali. Pasien hanya bisa tiduran dan terus mengeluh punggung terasa nyeri. Keluhan tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan dari dokter. BAK dan BAB masih dalam batas normal.

D. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat mondok: (+) 3 tahun yang lalu operasi tumor mammae, rutin kemoterapiRiwayat hipertensi

: (+)Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat asma

: disangkalE. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa

: disangkalRiwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat merokok

: disangkalRiwayat minum alkohol

: disangkal

Riwayat olahraga

: disangkal

Riwayat minum jamu

: disangkalG. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang perempuan dengan satu orang suami dan dua orang anak. Saat ini pasien mondok di RSUD DR. Moewardi dengan menggunakan fasilitas BPJS.II. PEMERIKSAAN FISIKA. Status Generalis

Keadaan umum lemah, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup.B. Tanda Vital

Tekanan Darah: 200/110 mmHg

Nadi

: 112x / menit

Respirasi

: 20x / menit

Suhu

: 36,5 C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-)D. Kepala

Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-)E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)F. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah simetris, lidah kotor (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-)I. Leher

Simetris, trakea di tengah, JVP (R+3) ,limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)J. Thorax

1. Retraksi (-), simetris2. Jantung

Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar

Auskultasi: Bunyi Jantung I/II normal, reguler, bising (-)3. Paru

Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiriPerkusi

: Sonor / SonorAuskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)K. Trunk

Inspeksi

: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (+), oedem (-)

Perkusi

: nyeri ketok costovertebra (-)L. Abdomen

Inspeksi

: Dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal, bising usus (+) normalPerkusi

: Tympani

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaM. Ektremitas

Kedua kaki tidak dapat digerakkan

Oedem

Akral dingin

--

--

--

--N. Status Psikiatri

Deskripsi Umum

1.Penampilan : Wanita, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup

2.Kesadaran : Compos mentis

3.Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif

4. Pembicaraan : Normal5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup

Afek dan Mood

Afek

: Appropiate

Mood: NormalGangguan Persepsi

Halusinasi: (-)Ilusi

: (-)Proses Pikir

Bentuk: realistikIsi

: waham (-)Arus

: koherenSensorium dan Kognitif

Daya konsentrasi: baikOrientasi

: Orang: baik

Waktu: baik

Tempat: baikDaya Ingat

: Jangka panjang: baik

Jangka pendek: baikDaya Nilai

: Daya nilai realitas dan sosial baikInsight

: baikO. Status Neurologis

Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi Luhur: normalFungsi Koordinasi: sulit dievaluasiFungsi Vegetatif: dipasang IV lineFungsi Otonom : dipasang kateter

Nervus Cranialis: N. III: reflek cahaya (+/+), pupil isokor

N. VII : dalam batas normal

N. XII : dalam batas normalFungsi Sensorik: + +

Fungsi Vertebra: Laseque test (+/+)

Kernig test (+/+)

Patrick test (+/+)

Kontra Patrick test (+/+)

NKCV sulit dievaluasi karena pasien kesakitanFungsi Motorik dan Reflek

Kekuatan Tonus

R.Patologis R.Fisiologis5/5/55/5/5 N N -- +2/+2 +2/+2 1/1/21/1/2 - - +1/+1 +1/+1Range of Motion (ROM)

NECKROM

AktifPasif

Flexi0 7000 700

Extensi0 4000 400

Lateral bend0 6000 600

Rotasi0 900 0 900

Ekstremitas Superior ROM AKTIF ROM pasif

DextraSinistra Dextra Sinistra

ShoulderFleksi0-18000-1800 0-1800 0-1800

Ekstensi0-3000-300 0-300 0-300

Abduksi0-15000-1500 0-1500 0-1500

Adduksi0-7500-750 0-750 0-750

External Rotasi0-9000-900 0-900 0-900

Internal Rotasi0-9000-900 0-900 0-900

ElbowFleksi0-13500-1350 0-1350 0-1350

Ekstensi135-1800135-1800 135-1800 135-1800

Pronasi0-9000-900 0-900 0-900

Supinasi0-9000-900 0-900 0-900

WristFleksi0-9000-900 0-900 0-900

Ekstensi0-7000-700 0-700 0-700

Ulnar deviasi0-3000-300 0-300 0-300

Radius deviasi0-3000-300 0-300 0-300

FingerMCP I fleksi 0-9000-900 0-900 0-900

MCP II-IV fleksi0-9000-900 0-900 0-900

DIP II-V fleksi0-9000-900 0-900 0-900

PIP II-V fleksi0-10000-1000 0-1000 0-1000

MCP I ekstensi0-3000-300 0-300 0-300

EKSTREMITAS

INFERIORROM AKTIFROM PASIF

DextraSinistraDextraSinistra

Hip Fleksi000-12000-1200

Ekstensi000-3000-300

Abduksi000-4500-450

Adduksi000-4500-450

Eksorotasi000-3000-300

Endorotasi000-3000-300

KneeFleksi000-12000-1200

Ekstensi000000

AnkleDorsofleksi1001000-4000-400

Plantarfleksi1001000-4000-400

Manual Muscle Testing (MMT)

NECK

Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5

Ekstensor

: 5

Ekstremitas SuperiorDextraSinistra

ShoulderFleksorM Deltoideus anterior55

M Biseps55

EkstensorM Deltoideus anterior55

M Teres mayor55

AbduktorM Deltoideus55

M Biceps55

AdduktorM Lattissimus dorsi55

M Pectoralis mayor55

Internal RotasiM Lattissimus dorsi 55

M Pectoralis mayor55

Eksternal RotasiM Teres mayor55

M Infra supinatus55

ElbowFleksorM Biceps55

M Brachialis55

EkstensorM Triceps55

SupinatorM Supinator55

PronatorM Pronator teres55

WristFleksorM Fleksor carpi radialis55

EkstensorM Ekstensor digitorum55

AbduktorM Ekstensor carpi radialis55

AdduktorM ekstensor carpi ulnaris55

FingerFleksorM Fleksor digitorum55

EkstensorM Ekstensor digitorum55

Ekstremitas inferiorDextraSinistra

HipFleksorM Psoas mayor11

EkstensorM Gluteus maksimus11

AbduktorM Gluteus medius11

AdduktorM Adduktor longus11

KneeFleksorHarmstring muscle11

EkstensorQuadriceps femoris11

AnkleFleksorM Tibialis22

EkstensorM Soleus22

Status Ambulasi

ActivityScore

Feeding

0 = unable

5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau membutuhkan modifikasi diet

10 = independen 5

Bathing

0 = dependen

5 = independen (atau menggunakan shower)0

Grooming

0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri

5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur0

Dressing

0 = dependen

5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan sendiri

10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita, dll.0

Bowel

0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)

5 = occasional accident

10 = kontinensia0

Bladder

0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani sendiri

5 = occasional accident

10 = kontinensia0

Toilet use

0 = dependen

5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri

10 = independen (on and off, dressing)0

Transfer

0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk

5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk

10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)

15 = independen0

Mobility

0 = immobile atau < 50 yard

5 = wheelchair independen, > 50 yard

10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard

15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) > 50 yard0

Stairs

0 = unable

5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)

10 = independen0

Total (0-100)5

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Laboratorium Darah

Tanggal 15 Mei 2015

Hb

: 14,6 g/dL

Hct

: 45 %

RBC : 519. 106 / UL

WBC : 12,9. 103 /UL

PLT : 279. 103 /UL

Ureum: 27 mg/dL

Kreatinin: 0,5 mg/dL

Natrium: 133 mmol/L

Kalium: 3,2 mmol/L

Chlorida: 107 mmol/L

GDS: 132 mg/dL

SGOT: 170 u/L

SGPT: 146 u/L

HbsAg: Non reactive

B. Rontgen Thoracolumbal

Tanggal 15 Mei 2015

Kesan: Axial wedge kompresi dengan pengaburan pedicle VL 1,2,3,4,5 dan multiple lesi osteolitik pada ramus inferior os pubis kanan kiri sesuai gambaran bone metastasisC. Rontgen Thoraks PATanggal 15 Mei 2015

Kesan:

Tampak gambaran pulmonal metastasis

IV. ASSESMENT

Klinis : Nyeri kronik progresif, paraplegia, hipesthesia level L1 ke bawahTopis: Segmen Vertebra Lumbal 1,2,3,4,5Etiologi : Bone Metastase Ca MammaeV. DAFTAR MASALAH

Masalah Medis

:

1. Nyeri kronik progresif

2. Paraplegia

3. Hipesthesia level L1 ke bawah

5. Bone metastase ca mammae

Problem Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi : Pasien tidak dapat menggerakkan anggota gerak

bawah, imobilisasi lama2. Terapi Wicara: tidak ada3. Okupasi Terapi: keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari

karena paraplegia4. Sosiomedik

: Memerlukan bantuan untuk melakukan aktifitas

sehari-hari5. Ortesa-protesa: keterbatasan mobilisasi6. Psikologi: tidak adaVI. PENATALAKSANAANA. Terapi Nonmedikamentosa1. Rawat inap2. Bedrest totalB. Terapi Medikamentosa1. Infus NaCl 0,9% 2. Injeksi Vitamin B12 500mg/12 jam

3. Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam

4. Injeksi Methyl Prednisolon 125 mg/12 jam

5. Natrium Diklofenak 2x1

6. Kodein 3x30 mg

7. Captopril 3x25 mg

8. Amlodipin 1x10 mg

9. Clobazam 0-0-110. Amitriptilin 2x12,5 mg

C. Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi: Proper positioning

Alih baring dengan log Rolling

ROM Exercise ekstremitas atas / bawah

Kontraksi isometrik ekstremitas bawah2. Terapi Wicara: Tidak dilakukan3. Okupasi Terapi: Latihan ADL ( melatih kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari4. Sosiomedik: Edukasi keluarga mangenai penyakit yang diderita

pasien serta motivasi untuk membantu dan merawat

pasien dan selalu berusaha menjalankan program di RS dan home program.5. Ortesa-protesa: Thoracolumbosacroilliaca orthesa6. Psikologi

: Konseling psikologiVII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAPA. Impairment: paraplegiaB. Disabilitas: penurunan fungsi anggota gerak bawahC. Handicap: keterbatasan aktivitas sehari-hariVIII. TUJUAN1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat waktu perawatan2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan aktivitas sehari-hari5. Edukasi perihal home exerciseIX. PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia et malam

Ad sanam: dubia et malam

Ad fungsionam: dubia et malamTINJAUAN PUSTAKASPINAL CORD INJURYA. Definisi Spinal Cord InjuryTulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan. Tulangvertebraeterdiri dari 33 tulang, antara lain : 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpusvertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitasvertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut.Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dan sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi.

Spinal Cord Injury(SCI) adalah cedera yang terjadi karena trauma sumsum tulang belakang atau tekanan pada sumsum tulang belakang karena kecelakaan yang dapat mengakibatkan kehilangan atau gangguan fungsi baik sementara atau permanen di motorik normal, indera, atau fungsi otonom serta berkurangnya mobilitas atau perasaan (sensasi).

Spinal cord injury(SCI) terjadi ketika sesuatu (seperti: tulang, disk, atau benda asing) masuk atau mengenai spinal dan merusakkan spinal cord atau suplai darah.

B. Anatomi dan Fisiologi

Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinyu dari hemisfer serebral dan memberikan tugas sebgai penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya kira-kira 45 cm dan menipis pada jari-jari.Medula spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, dan 5 segmen koksigis. Medulla spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal, masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh.Columna Vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang, berfungsi melindungi medulla spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke tulang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitu intervertebralis atau bantalan tulang belakang. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57-67 cm. Medula spinalis yang keluar dari foramen intervertebralis dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya.Struktur medulla spinalis,dikelilingi oleh meningen, arakhnoid, dan pia mater. Diantara durameter dan kanalis vertebralis terdapat ruang epidural. Medulla spinalis berbentuk seperti huruf H dengan badan sel saraf (substansia grisea) dikelilingi traktus asenden dan desenden (substansia alba). Bagian yang membentuk H meluas dari bagian atas dan bersamaan menuju bagian tanduk anterior (anterior horn). Keadaan tanduk-tanduk ini berupa sel-sel yang mempunyai serabut-serabut, yang membentuk ujung akar anterior (motorik) dan berfungsin untuk aktivitas yang disadari dan aktivitas reflex dari otot-otot yang berhubungan dengan medulla spinalis. Bagian posterior yang tipis (upper horn) mengandung sel-sel berupa serabut-serabut yang masuk ke ujung akar posterior (sensorik) dan kemudian bertindak sebagai relay station dalam jaras reflex/sensorik. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut:a. Vetebra CervicalisVertebrata cervicalis ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak.Veterbrata cervicalis ketujuh disebut prominan karena mempunyaiprosesus spinosus paling panjangb. Vertebra ThoracalisUkurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentukjantung, berjumlah12 buah yang membentuk bagian belakangthoraxc. Vertebra LumbalisCorpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpusvertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luaskearah fleksid. Os. SacrumTerdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkangdimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuktulang bayie. Os. Coccygeal

Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter. Beberapa segmen ini membentuk 1 pasang sarafcoccygeal Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya terletak dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga lapis selaput pembungkus yang disebutmeningen. Lapisan-lapisan dan struktur yang mengelilingi medula spinalis dari luar ke dalam antara lain:a. Dinding kanalis vertebralis (terdiri atasvertebraedan ligamen)b. Lapisan jaringan lemak (ekstradura) yang mengandung anyaman pembuluh-pembuluh darah vena1)Duramater2)Arachnoid3)Ruangan subaraknoid (cavitas subarachnoidealis) yang berisiliquor cerebrospinalis4)Piamater, yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang langsung membungkus permukaan sebelah luar medula spinalisLapisanmeningenterdiri ataspachymeninx(duramater) dan leptomeninx(arachnoiddanpiamater). Pada masa kehidupan intrauterin usia 3 bulan, panjang medula spinalis sama dengan panjang kanalis vertebralis, sedang dalam masa-masa berikutnya kanalis vertebralis tumbuh lebih cepat dibandingkan medula spinalis sehingga ujung kaudal medula spinalis berangsur-angsur terletak pada tingkat yang lebih tinggi. Pada saat lahir, ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kaudal corpus vertebrae lumbalis II. Pada usia dewasa, ujung kaudal medula spinalis umumnya terletak setinggi tepi kranialcorpus vertebrae lumbalis II atau setinggidiscus intervertebralisantaracorpus vertebrae lumbalisI dan II.Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggotabadan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-sarafinterkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasiantara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak refleks. Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut:a. Organ sensorik: menerima impuls, misalnya kulit-kulib. Serabut saraf sensorik: mengantarkan impuls-impuls tersebut menujusel-sel dalam ganglion radix posterior dan selanjutnya menujusubstansi kelabu pada kornu posterior mendula spinalisc. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung, mengantarkanimpuls-impuls menuju kornu anterior medula spinalisd. Sel saraf motorik: dalam kornu anterior medula spinalis yangmenerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sele. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang olehimpuls saraf motorikf. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputuspada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal)paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.

C. Etiologi Penyebab dari cedera medulla spinalis antara lain:a. Kecelakaan di jalan raya (paling sering terjadi)Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuinab. Olahragac. Menyelam pada air yang dangkald. Luka tembak atau luka tikame. Ganguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar; mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi; osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertembra; tumor infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vascularD. PatofisiologiAkibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum, kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia, gangguan eliminasi.

Sebuah kejadian patofisiologis yang kompleks yang berhubungan dengan radikal bebas, edema vasogenic, dan aliran darah diubah rekening untuk pemburukan klinis. Oksigenasi normal, perfusi, dan asam-basa keseimbangan yang diperlukan untuk mencegah memburuknya cedera sumsum tulang belakang.

Cedera tulang belakang dapat dipertahankan melalui mekanisme yang berbeda, dengan 3 kelainan umum berikut yang menyebabkan kerusakan jaringan:

a. Penghancuran dari trauma langsung

b. Kompresi oleh fragmen tulang, hematoma, atau bahan disk yang

c. Iskemia dari kerusakan atau pelampiasan pada arteri spinalis

Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang belakang adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi dibawah segmen cervical dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan manifestasi kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang terganggu mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen yang cedera tersebut.

Klasifikasi Frankel:1. Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di bawah level lesi.

2. Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih tersisa di bawah level lesi.

3. Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak fungsional.

4. Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara dan fungsional.

5. Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit neurologisnya.

Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association)Grade A : Motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sacralGrade B : Hanya sensoris (+)Grade C : Motoris (+) dengan kekuatan otot < 3Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot > 3Grade E : Motoris dan sensoris normalE. Tanda dan Gejala Akibat Spinal Cord Injurya. Gangguan motorik

Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan sel-sel saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medula spinalis yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Apabila lesi terjadi di mid thorakal maka gangguan refleknya lebih sedikit tetapi apabila terjadi di lumbal beberapa otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami flacid paralisis. Masa spinal shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6 minggu kemudian akan berangsur - angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera pada medula spinalis pada level atas bisa pula flacid karena disertai kerusakan vaskuler yang dapat menyebabkan matinya sel sel saraf

b. Gangguan sensorik

Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit dibawah level kerusakan akan mengalami anaesthes, karena terputusnya serabut-serabut saraf sensoris.

c. Gangguan bladder dan bowel

Efek gangguan fungsi bladder tergantung pada level cedera medula spinalis, derajat kerusakan medula spinalis, dan waktu setelah terjadinya injury. Paralisis bladder terjadi pada hari-hari pertama setelah injury selama periode spinal shock. Seluruh reflek bladder dan aktivitas otot-ototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan pasif incontinensia.

Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid dan rectum serta relaksasii otot spincter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum. Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan.

d. Gangguan fungsi seksual

Gangguan seksual pada pria

Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera. Seluruh bagian dari fungsi sexual mengalami gangguan pada fase spinal shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya lesi.

Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflex pada conus, otomatisasi ereksi terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas seksual. Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai reflex ereksi dan ereksi psychogenic jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan, biasanya pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian keluarnya cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter.

Kemampuan fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit, tergantung seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi pada penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan locomotor dan aktivitas otot secara volunter. Dapat dilakukan tes untuk mengetahui potensi sexual dan fertilitas. Selain itu banyak pasangan yang memerlukan bantuan untuk belajar teknik-teknik keberhasilan untuk hamil.

Gangguan seksual pada wanita

Gangguan siklus menstruasi banyak terjadi pada wanita dengan lesi komplit atau tidak komplit. Gangguan ini dapat terjadi untuk beberapa bulan atau lebih dari setahun.

e. Autonomic desrefleksia

Autonomic desrefleksia adalah reflek vaskuler yang terjadi akibat respon stimulus dari bladder, bowel atau organ dalam lain dibawah level cedera yang tinggi, fisioterapi harus tanggap terhadap tanda-tanda terjadinya autonomic desrefleksia antara lain 1) keluar banyak keringat pada kepala, leher, dan bahu, 2) naiknya tekanan darah, 3) HR rendah, 4) pusing atau sakit kepala.Overdistension akibat terhambatnya kateter dapat meningkatkan aktifitas dari reflek ini jika tidak cepat ditanggulangi dapat menyebabkan pendarahan pada otak, bahkan kematian. Dapat juga disebabkan oleh spasme yang kuat dan akibat perubahan pasisi yang tiba-tiba, seperti saat tilting table. D. DiagnosisBerdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan diagnostik SCI yang dapat meliputi, sbb:

1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislokasi )

2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas

3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal.

4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru.

5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

E. Penatalaksanaan

Perawatan dimulai dengan personel gawat darurat medis yang membuat evaluasi awal dan melumpuhkan pasien untuk transportasi. Perawatan medis segera dalam 8 jam pertama setelah cedera adalah penting untuk pemulihan pasien. Saat ini ada banyak pengetahuan lebih besar tentang bergerak dan penanganan pasien cedera tulang belakang. Salah teknik yang digunakan pada tahap ini bisa memperburuk cedera jauh.

Bila cedera terjadi dan untuk periode waktu sesudahnya, sumsum tulang belakang merespon dengan pembengkakan. Pengobatan dimulai dengan obat steroid, ini dapat diberikan di tempat kejadian oleh Dokter ambulans udara atau paramedis terlatih. Obat ini mengurangi peradangan di daerah luka dan membantu untuk mencegah kerusakan lebih lanjut untuk membran sel yang dapat menyebabkan kematian saraf. Hemat saraf dari kerusakan lebih lanjut dan kematian adalah sangat penting.

Cedera setiap pasien adalah unik. Beberapa pasien memerlukan operasi untuk menstabilkan tulang belakang, memperbaiki misalignment kotor, atau untuk menghapus kabel jaringan menyebabkan atau kompresi saraf. Spinal stabilisasi sering membantu untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Beberapa pasien mungkin ditempatkan dalam traksi dan tulang belakang diperbolehkan untuk menyembuhkan secara alami. Setiap cedera yang unik seperti program pengobatan cedera posting yang berikut.

Tergantung pada keadaan, ketika pembedahan diperlukan, dapat dilakukan dalam 8 jam setelah cedera. Pembedahan dapat dipertimbangkan jika sumsum tulang belakang dikompresi dan ketika tulang belakang memerlukan stabilisasi. Dokter bedah memutuskan prosedur yang akan memberikan manfaat terbesar bagi pasien.

Jaringan yang berbeda dan struktur tulang vertebra termasuk sejajar dari kekuatan cedera, herniated disc, atau hematoma dapat menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang. Sebuah tulang belakang tidak stabil mungkin memerlukan instrumentasi tulang belakang dan fusi untuk membangun dalam dukungan.

Instrumentasi tulang belakang dan fusi dapat digunakan untuk memberikan stabilitas permanen ke kolom tulang belakang. Ini prosedur yang benar, bergabung, dan memantapkan tingkat di mana elemen tulang belakang telah rusak atau dihapus (misalnya disc hernia)

Instrumentasi menggunakan perangkat keras yang dirancang medis seperti batang, bar, kabel dan sekrup. Instrumentasi dikombinasikan dengan fusi (cangkok tulang) untuk secara permanen bergabung dua atau lebih tulang belakang. Setelah pasien stabil, perawatan dan pengobatan berfokus pada perawatan suportif dan rehabilitasi. Anggota keluarga, perawat, atau wali dilatih khusus memberikan perawatan suportif. Perawatan ini mungkin termasuk membantu pasien mandi, berpakaian, mengubah posisi untuk mencegah luka baring, dan bantuan lainnya.

Rehabilitasi sering mencakup terapi fisik, terapi okupasi, dan konseling bagi dukungan emosional. Setiap program dirancang untuk memenuhi kebutuhan unik pasien. Layanan mungkin awalnya diberikan ketika pasien dirawat di rumah sakit atau pada unit spesialis cedera tulang belakang. Setelah rawat inap, beberapa pasien yang dirawat di sebuah fasilitas rehabilitasi. Pasien lain dapat melanjutkan rehabilitasi secara rawat jalan dan / atau di rumah.

Program fisioterapi (PT) dapat memfasilitasi pemulihan kekuatan otot, fleksibilitas, meningkatkan mobilitas, koordinasi, dan mempertahankan fungsi tubuh melalui latihan. Pijat, hidroterapi, dan perawatan lain dapat membantu untuk meredakan nyeri.

Terapi Okupasi (PL) mengajarkan pasien bagaimana menghadapi kehidupan sehari-hari. PL mendorong kemerdekaan dengan membantu pasien dengan tugas-tugas sehari-hari seperti berpakaian, persiapan mandi, makanan, pergi ke toilet, dan kegiatan lain sehari-hari.

Pidato dan terapi bahasa dapat dimasukkan. Keterampilan ini menyeberang ke tempat kerja, membantu pasien mengembangkan potensi penuh mereka. Ini mungkin termasuk mengajar pasien bagaimana menggunakan otot-otot yang berbeda untuk menyelesaikan tugas-tugas seperti menulis.

Kadang-kadang lebih dari dukungan dari keluarga dan teman-teman yang dibutuhkan untuk mengatasi cedera tulang belakang

Program Latihan Fisioterapi

1. Menjaga fungsi respirasi: breath exc, glossopharyngeal breath, airshift manuever, strengthening, stretching, coughing, chest fisioterapi. Bertujuan untuk meningkatkan kondisi umum serta mengatasi komplikasi paru akibat tirah baring (bed rest). Perhatian pada :

Trauma pada dada dan perut pada paraplegia (gangguan diafragma)

2. Perubahan posisi (pencegahan pressure sores, kontraktur, inhibisi spastisitas, mengkoreksi kelurusan dari fraktur)

3. Latihan ROM (pasif dan aktif) dan penguluran untuk mencegah kontraktur dan adanya keterbatasan lingkup gerak sendi pada bagian yang lesi

4. Penguatan yang tersisa dan yang sehat (selective)

5. Bladder training yang dilakukan untuk menjaga kontraktilitas otot detrusor

6. Orientasi pada posisi vertikal sedini mungkin setelah cedera stabil

7. Perhatian terhadap gerak yang boleh/tidak boleh pada cedera yang stabil/tak stabil

Salah satu teknologi yang digunakan dalam penanganan paraplegi adalah terapi latihan. Terapi latihan adalah salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya dengan menggunakan pelatihanpelatihan gerak tubuh baik secara aktif maupun secara pasif. Secara umum tujuan terapi latihan meliputi pencegahan disfungsi dengan pengembangan, peningkatan, perbaikan atau pemeliharaan dari kekuatan dan daya tahan otot, kemampuan cardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas jaringan lunak, stabilitas, rileksasi, koordinasi keseimbangan dan kemampuan fungsional.

Setelah berbaring lurus untuk beberapa waktu selama periode awal pasien harus berkembang oleh fisioterapis untuk duduk tegak di kursi roda. Ini adalah proses bertahap yang bergerak pasien ke posisi tegak terlalu cepat dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang parah. Sebuah kursi roda dengan kaki terletak mengangkat dan kembali miring digunakan pada awalnya sampai pasien mampu mentoleransi kursi tegak. Latihan teratur keseimbangan duduk adalah penting di bawah pengawasan yang ketat dari fisioterapis sebagai kontrol batang diperlukan untuk hidup mandiri. Setelah transfer duduk dikuasai ke kursi roda dan penguatan dapat bekerja.

Tahap pertama pembelajaran keseimbangan duduk yang baik, memperkuat otot dan transfer kursi roda kini telah dikuasai dan itu adalah waktu untuk rehabilitasi tersisa untuk mengambil tempat di Unit Luka Spinal. Hanya suatu unit khusus dengan tim multi-disiplin dapat mengajarkan sejumlah besar keterampilan yang tersisa diperlukan untuk hidup mandiri. Tingkat independensi pasien dapat mencapai tergantung pada banyak faktor seperti tingkat dari cedera tulang belakang, usia orang, setiap co-ada kondisi medis dan motivasi dan dukungan keluarga.

F. Prognosis

Prognosis pada kasus paraplegi ini tergantung pada level cedera dan klasifikasi spinal cord injuri dan prognosis ini dilihat dari segi quo ad vitam (mengenai hidup metinya penderita), segi quo ad sanam (mengenai penyembuhan), segi quo ad cosmetican (ditinjau dari kosmetik) dan segi quo ad fungsionam (ditinjau dari segi aktifitas fungsional). Sehingga prognosis yang terjadi kemungkinan baik, dubia (ragu-ragu) dan jelek. Dubia dibagi menjadi 2 yaitu ragu-ragu kearah baik (dubia ad bonam) dan dubia kearah jelek (dubia ad malam). Secara garis besar prognosis dari paraplegi akibat cedera medula spinalis adalah jelek karena medula spinalis merupakan salah satu susunan saraf pusat dan bila mengalami kerusakan akan terjadi kecacatan yang permanen.

G. Komplikasi

Komplikasi yang sering muncul pada kasus paraplegi adalah antara lain :

a. Chest complication

Istirahat ditempat tidur mengakibatkan gangguan tahanan mekanik akibat dari penurunan seluruh dan pengurangan pengembangan otot-otot intercostal, diafragma, dan abdominal saat pernafasan supinasi. Sendi kostovertebral dan kostokondral serta otot-otot abdominal bisa jadi terfiksasi dalam proses okspirasi. Sehingga menyebabkan penurunan inspirasi maksimal dan berakibat pada penuruan kapasitas pernafasan vital dan fungsional. Hal ini menyebabkan perbedaan regional dalam rasio vertilasi /perfusi di daerah yang kontilasinya buruk serta daerah yang perfusinya berlebihan dan pirauarterio venosa. Jika terjadi peningkatan kebutuhan metabolisme maka terjadilah hipoksia. Fungsi mukosiliaris juga terganggu maka sekresi mukus mengumpul pada bronkioli saluran nafas yang tergantung, sehingga menimbulkan atelektasis dan pneumonia hipostatik (Garrison, 1995)

b. Deep vein thrombosis (DVT) dan emboli paruPasien paraplegi beresiko tinggi mengalami DVT. (Garrison, 1995). DVT ditandai dengan adanya pembengkakan pada kaki, eritema dan suhu yang cenderung rendah. Sering ditemukan oleh fisioterapis ketika melakukan pemeriksaaan gerak pasif pada salah satu atau kedua anggota gerak bawah. Jika DVT positif maka latihan dihentikan sampai diberikan anti koagulan sehingga sistem vaskuler menjadi stabil kembali. Jika DVT tidak terdiagnosis maka perlu diperhatikan terjadinya emboli yang biasanya terjadi pada hari ke 10 40 (Bromley, 1991).

c. Pressure sorePressure sore disebut juga ulcus decubitus, disebabkan karena lamanya penekanan yang menyebabkan iskemik kemudian nekrosis pada jaringan lunak diatas tonjolan-tonjolan tulang seperti sacrum, iscium, trocanthor, dan tumit. Pembengkakan, malnutrisi, anemia, hipoalbuminemia dan kelumpuhan merupakan faktor-faktor pedukung (Garrison, 1995).

d. Spastisitas

Setelah cedera tulang belakang sel-sel saraf di bawah tingkat cedera menjadi terputus dari otak. Setelah periode perubahan kejutan tulang belakang terjadi pada sel-sel saraf yang mengontrol aktivitas otot. Kelenturan adalah berlebihan dari refleks normal yang terjadi ketika tubuh dirangsang dengan cara tertentu. Setelah cedera tulang belakang, ketika saraf bawah cedera menjadi terputus dari yang di atas, tanggapan ini menjadi dibesar-besarkan.

Kejang otot, atau kekejangan, dapat terjadi setiap saat tubuh dirangsang bawah cedera. Hal ini terutama terlihat ketika otot-otot yang meregang atau ketika ada sesuatu yang menjengkelkan tubuh bawah cedera. Nyeri, peregangan, atau sensasi lain dari tubuh ditransmisikan ke sumsum tulang belakang. Karena diskoneksi, sensasi ini akan menyebabkan otot untuk kontrak atau kejang.

Hampir segala sesuatu dapat memicu kekejangan. Beberapa hal, bagaimanapun, dapat membuat kelenturan lebih dari masalah. Infeksi kandung kemih atau infeksi ginjal seringkali akan menyebabkan kekejangan untuk meningkatkan banyak. Sebuah kerusakan kulit juga akan meningkat kejang. Pada seseorang yang tidak melakukan latihan rentang gerak teratur, otot dan sendi menjadi kurang fleksibel dan hampir setiap stimulasi ringan dapat menyebabkan kekejangan parah.

Beberapa kekejangan selalu dapat hadir. Cara terbaik untuk mengelola atau mengurangi kejang yang berlebihan adalah dengan melakukan berbagai program harian olahraga gerak. Menghindari situasi seperti infeksi kandung kemih, kerusakan kulit, atau luka pada kaki dan kaki juga akan mengurangi kekejangan. Ada tiga obat utama yang digunakan untuk mengobati kejang-kejang, baclofen, Valium, dan Dantrium. Semua memiliki beberapa efek samping dan tidak sepenuhnya menghilangkan spastisitas.

Ada beberapa manfaat bagi kelenturan. Hal ini dapat berfungsi sebagai mekanisme peringatan untuk mengidentifikasi rasa sakit atau masalah di daerah di mana tidak ada sensasi ada. Banyak orang tahu kapan infeksi saluran kemih akan datang oleh peningkatan kejang otot. Kelenturan juga membantu untuk mempertahankan ukuran otot dan kekuatan tulang. Ini tidak menggantikan berjalan, tapi itu tidak membantu untuk beberapa derajat dalam mencegah osteoporosis. Kelenturan membantu menjaga sirkulasi dalam kaum kiri. TI dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas fungsional tertentu seperti melakukan transfer atau berjalan dengan kawat gigi. Untuk alasan ini, pengobatan biasanya dimulai hanya ketika kelenturan mengganggu tidur atau batas kapasitas fungsional individu.

e. Kontraktur Kontraktur adalah hilangnya jangkauan gerak suatu sendi. Hal ini merupakan akibat dari hilangnya fleksibilitas jaringan lunak yang dikarenakan imobilisasi. Timbulnya kontraktur merupakan salah satu kecacatan yang paling parah karena berpengaruh besar pada hasil akhir fungsional dan rehabilitasi.

f. Osteoporosis dan fraktur Dalam pembentukan tulang dan penyerapan kalsium pada tulang sangat dipengaruhi oleh rangsangan dari tumpuan berat badan, gravitasi, dan kontraksi otot. Pada kondisi paraplegi karena adanya kelumpuhan maka rangsangan tersebut tidak terjadi sehingga berpotensi timbulnya osteoporisis dan bila berkepanjangan dapat menyebabkan atrofi tulang. Osteoporosis dapat menyebabkan fraktur kompresi pada corpus vertebra dan tulang panjang penumpu berat badan hanya dengan trauma kecil serta mempermudah pasien untuk mengalami fraktur panggul.

g. Heterotopic ossificationHeteroptopic ossification merupakan pembentukan tulang pada jaringan lunak, biasanya terjadi pada sendi besar seperti hip dan knee. Umumnya baru diketahui satu hingga empat bulan setelah cedera dan lebih sering terjadi pada cedera komplit. Patogenesisnya tidak jelas.

h. Neuropathic atau spinal cord painKerusakan dari tulang vertebra, medula spinalis, saraf tepi, dan jaringan disekitarnya dapat menyebabkan neuropatik. Rasa nyeri pada akar saraf bisa berupa nyeri tajam teriris dan menjalar sepanjang perjalanan saraf tepinya bahkan mungkin terjadi pada phantom limb pain.

i. SyringomyeliaSyringomyelia merupakan pembesaran kanalis centralis dari medula spinalis pasca trauma, terjadi pada satu hingga tiga persen pasien spinal cord injury. Resikonya adalah gangguan fungsi diatas level cedera.

j. Penyakit Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular adalah risiko jangka panjang utama dari cedera tulang belakang. SCI individu hidup dalam kehidupan yang agak menetap umum dan berada pada risiko tinggi untuk penyakit kardiovaskular daripada populasi berbadan sehat. Oleh karena itu, penilaian yang cermat fungsi kardiovaskular dan dorongan dari program latihan yang sesuai dan diperlukan aspek jangka panjang dari cedera tulang belakang manajemen dan perawatan. Resep program latihan ekstremitas atas di sumsum tulang belakang cedera-individu yang mirip dengan yang digunakan pada populasi lain dengan pengecualian penggunaan peralatan adaptif seperti kursi roda balap atau mono-ski.

k. Otonom dysreflexia

Dysreflexia otonom (AD) adalah suatu kondisi yang dapat terjadi pada siapa saja yang memiliki cedera tulang belakang pada atau di atas tingkat T6. Hal ini terkait pemutusan antara tubuh bawah cedera dan mekanisme kontrol untuk tekanan darah dan fungsi jantung. Hal ini menyebabkan tekanan darah untuk naik ke tingkat yang berpotensi berbahaya.

Dysreflexia otonom dapat disebabkan oleh sejumlah hal. Penyebab paling umum adalah kandung kemih penuh, infeksi kandung kemih, sembelit parah, atau luka tekanan. Apa pun yang biasanya akan menyebabkan nyeri atau ketidaknyamanan di bawah tingkat cedera tulang belakang dapat memicu dysreflexia. Dysreflexia otonom dapat terjadi selama tes medis atau prosedur dan perlu mengamati.

l. Pneumonia

Juga disebut, atelektasis atau aspirasi. Pasien dengan cedera tulang belakang di atas tingkat T4 cedera berada pada risiko untuk mengembangkan pembatasan dalam fungsi pernapasan, penyakit paru-paru disebut terbatas. Hal ini terjadi lima sampai 10 tahun setelah cedera sumsum tulang belakang dan dapat menjadi progresif di alam. Individu tunadaksa sebagai bagian dari rutinitas perawatan kesehatan pemeliharaan harus memiliki studi fungsi paru pada tahunan atau setiap-lain-tahun interval antara lima dan 10 tahun pasca cedera. Sebagai pengobatan medis dari cedera sumsum tulang belakang-individu terus meningkatkan, komplikasi pernapasan SCI menjadi lebih menonjol. Pemeliharaan kesehatan yang memadai dan perlindungan dari komplikasi ini adalah tepat dan diperlukan sebagai bagian dari perawatan jangka panjang individu cedera tulang belakang tali.BONE METASTASE CA MAMMAEI. Pendahuluan

Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi no.2 di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insiden ini meningkat seperti halnya di negara barat. Kurva insiden usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Jarang ditemukan pada usia 20 tahun. Angka tertinggi pada usis 45-66 tahun. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat 92/100.000 wanita per tahun dengan mortalitas yang cukup tinggi 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia berdasarkan Pathologycal Based Registration kanker payudara mempunyai insiden relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia mempunyai Insidens minimal 20.000 kasus baru per tahun dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut. Di sisi lain kemajuan iptekdok serta ilmu dasar biomolekuler, sangat berkembang dan tentunya mempengaruhi tata cara penanganan kanker payudara itu sendiri mulai dari deteksi dini, diagnostik dan terapi serta rehabilitasi dan follow up.II. Etiologi dan Faktor ResikoA. Keluarga

Dari epidemiologi tampak bahwa kemungkinan untuk menderita kanker payudara dua sampai tiga kali lebih besarpada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara. Kemungkinan ini lebih besar bila ibu atau saudara kandung ibu menderita kanker bilateral atau kanker pada pramenopause. Dan wanita yang pernah ditangani karsinoma payudara memang mempunyai resiko tinggi mendapat karsinoma di payudara lain.

Kondisi herider dipengaruhi oleh gen dari kromosom 17. Gen ini termasuk BRCA1, mengalami mutasi dan menyebabkan onset awal karsinoma mamma dan karsinoma ovarium. Gen lain adalah BRCA2, mutasi ataksia telengeaktasis, p53. Mutasi p53 menyebabkan karsinoma mamma pada wanita dibawah 40 tahun.B. Usia

Insiden usia naik sejalan dengan bertambahnya usia

C. Hormon

Pertumbuhan kanker payudara sering dipengaruhi oleh perubahan keseimbangan hormon. Hal ini terbukti pada hewn coba dan pada penderita karsinoma mamma. Perubahan pertumbuhan tampak setelah penambahan atau pengurangan hormon yang merangsang atau menghambat pertumbuhan karsinoma mamma. Misalnya pada wanita yang diangkat ovariumnya pada waktu muda lebih jarang ditemuakn kanker payudara. Hal terssebut tidak membuktikan bahwa hormon estrogen dapat meyebabkan karsinoma mamma pada manusia. Menarche yang cepat dan menopause yang lambat ternyata disertai peninggian resiko. Resiko terhadap karsinoma mamma lebih rendah pada wanita yang melahirkan anak pertama pada masa usia muda. Laktasi tidak mempengaruhi resiko. Kemungkinan resiko meninggi terhadap adanya kanker payudara pada wanita yang menelan pil KB dapat disangkal berdasarkan penelitian yang dilakukan selama puluhan tahun.

D. Diet

Tidak terbukti bahwa diet lemak berlebihan dapat memperbesar atau memperkecil resiko kanker payudara.

E. Virus

Pada air susu ibu ditemukan virus yang sama dengan yang terdapat pada air susu tikus yang menderita karsinoma mamma.F. Sinar ionisasi

Pada hewan coba terbukti adanya peranan sinar ionisasi sebagai faktor penyebab kanker payudara. Dari penelitian epidemiologi setelah ledakan bom atom atau penelitian pada orang setelah pajanan sinar Rongten, peranan sinar ionisasi sebagai faktor penyebab pada manusia lebih jelas.

G. Tumor lainnya

Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik atau mempunyai kondisi fibrokistik yang disertai dengan perubahan proliferatif

H. Konsumsi alcoholIII. Metastase Tulang pada Ca Mammae

Metastase tulang merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada penderita kanker, terjadi pada 70 % penderita dengan kanker payudara stadium lanjut. Metastase tulang dapat menyebabkan nyeri hebat, fraktur patologik, hiperkalsemia yang mengancam jiwa dan kompresi spinal cord. Metastase tulang merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan biaya pengobatan yang tinggi.Metastase tulang terdiri dari lesi osteolitik dan osteoblastik. Pada seorang penderita kanker, dapat ditemukan beberapa lesi metastatik tulang osteolitik dan osteoblastik atau lesi tulang berupa campuran osteolitik dan osteoblastik. Sebagian besar penderita kanker payudara mempunyai lesi tulang predominan berupa osteolitik. Meskipun demikian kira-kira 15-20% penderita mempunyai lesi tulang predominan osteoblastik. Dapat juga terjadi pembentukan tulang sekunder sebagai respon kerusakan tulang. Proses reaktif ini memungkinkan terdeteksinya lesi osteolitik dengan pemeriksaan sidik tulang yang mendeteksi adanya lesi dengan aktivitas pembentukan tulang.

Beberapa faktor berperan dalan terjadinya metastase kanker ke tulang yaitu : (NEJM 2004,uptodate mechanism of bone metastase)

Aliran darah yang banyak pada sumsum tulang.

Sel kanker menghasilkan molekul adesi yang menyebabkan menempelnya sel kanker pada sel stroma sumsum tulang dan matriks tulang. Adanya proses adesi ini menyebabkan meningkatnya produksi faktor-faktor angiogenik dan faktor-faktor resorpsi tulang yang akan meningkatkan pertumbuhan kanker di tulang. Faktor-faktor tersebut antara lain :

o Ekspresi chemokine receptor CXCR4 pada sel kanker yang akan berikatan dengan stromal cell-derived factor 1 (SDF-1, disebut juga CXCL 12) pada tulang.

o Ekspresi receptor activator of nuclear factor kappa ligand (RANKL) pada tulang berperan dalam metastase tulang melalui ikatan pada reseptor activator of nuclear factor kappa pada permukaan sel kanker.

Tulang merupakan sumber dihasilkannya faktor-faktor pertumbuhan (transforming growth factor, insulin-like growth factors I dan II, fibroblast growth factors, plateletderived growth factors, bone morphogenic protein dan kalsium). Faktor-faktor ini dihasilkan dan teraktivasi pada proses resorpsi tulang dan merupakan tanah yang subur untuk pertumbuhan sel kanker ( seed-and-soil hypothesis).

Mekanisme regulasi chemokine pada metastase kanker payudara dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar1. Mekanisme regulasi chemokine pada metastase kanker payudara..

Sel kanker payudara menghasilkan faktor-faktor yang secara langsung dan tidak langsung dapat menginduksi pembentukan osteoklas. Sebaliknya, dalam proses resorpsi tulang oleh osteoklas akan dihasilkan faktor-faktor pertumbuhan dari matriks tulang yang akan merangsang pertumbuhan sel tumor dan kerusakan tulang. Interaksi timbal balik antara sel kanker payudara dan lingkungan mikro tulang menyebabkan terjadinya lingkaran setan yang akan meningkatkan kerusakan tulang dan pertumbuhan sel kanker. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Lingkaran setan lesi osteolitik kanker payudara.1

Keterangan : Sel tumor, terutama kanker payudara menghasilkan parathyroid hormone-related peptide (PTHrP) yang berperan sebagai stimulator utama pembentukan osteoklas. Sel kanker juga menghasilkan faktor-faktor lain yang meningkatkan pembentukan osteoklas yaitu interleukin-6, prostaglandin E2 (PGE2), tumor necrosis factor dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF). Faktor-faktor ini akan meningkatkan ekspresi receptor activator of nuclear factorkB ligand (RANKL) yang akan bekerja langsung pada prekursor osteoklas untuk menginduksi pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang.

Proses resorpsi tulang akan menghasilkan transforming growth factor (TGF-), insulin-like growth factors (IGFs), platelet-derived growth factor (PDGF) dan bone morphogenetic protein (BMPs) yang akan meningkatkan produksi PTHrP dari sel kanker dan faktor-faktor pertumbuhan yang meningkatkan pertumbuhan sel kanker. Hubungan timbal balik antara destruksi tulang dan pertumbuhan sel kanker selanjutnya akan meningkatkan destruksi tulang dan perumbuhan sel kanker.

DAFTAR PUSTAKA

Albar, Z.A, Tjindarbumi, D., Ramli, M., Lukito, P., Reksoprawiro, S., Handojo, D., Suardi, R.D, Achmad, D.2004. Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara dalam Protokol PERABOI 2003. Bandung: PERABOI hal 1-14American Spinal Injury Assosiation. 2013. ASIA Impairment Scale. http://www.acc.co.nz/for-providers/clinical-best-practice/spinal-injury-guidelines/PRD_CTRB091020 (diakses 19 September 2013)Anonim. 2010. Kanker Payudara. http://www.mer-c.org/penyakit-infeksi/93-kanker-payudara.pdf (5 April 2010)Doherty, G.M. 2006. Oncology in Current Surgical Diagnosis and Treatment. New York: Mc Graw-Hill page 297, 1329Garrison, S.J. 2001. Rehabilitasi Kanker dalam Dasar-dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta: Hipokrates. hal 98-103Harningsih, S. 2009. Waspada kanker payudara. http://usupress.usu.ac.id/files/Pesan%20Kesehatan_final%20cetak_normal_bab%201.pdf (5 April 2010)Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000Marino RJ; Barros T;et al.; (ASIA Neurological Standards Committee 2002); Burns, SP; Donovan, WH; Graves, DE; Haak, M; Hudson, LM et al. (2003). "International standards for neurological classification of spinal cord injury".J Spinal Cord Med.26(Suppl 1): S506.Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993Zandt, J.E. 2009. Cancer and Rehabilitation.http://www.emedicine.com/ (5 April 2010)

PAGE 14

_1494261185.unknown