laporan kasus paraplegi

53
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1 Definisi Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah kelemahan berat/kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem saraf. 1 Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu : Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas bawah. Paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas bawah. Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu satuekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama. Tetraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada keempat ekstremitas. Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh termasuk tungkai.3 Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN). Paraplegi spastik adalah kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf 1

Transcript of laporan kasus paraplegi

Page 1: laporan kasus paraplegi

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1 Definisi

Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu

kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu.

Plegia adalah kelemahan berat/kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem

saraf.1

Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu :

Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas

atau ekstremitas bawah.

Paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas

bawah.

Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu

satuekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.

Tetraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada keempat ekstremitas.

Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh termasuk

tungkai.3

Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN).

Paraplegi spastik adalah kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi

saraf tertentu. Paraplegi spastik disebabkan oleh spondylitis TB , spinal cord

injury, genetic disorder (hereditary spastic paraplegia),autoimmune diseases,

syrinx (a spinal chord disorder) tumor medulla spinalis, mutiple sclerosis.4

Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak

memiliki penyebab yang jelas. Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas

dalam otot,gerakan sukarela yang sebagian atau seluruhnya hilang. Paraplegi

flaksid termasuk polio, lesi pada neuron motorik yang lebih rendah, Guillain

Barre sydrome

1

Page 2: laporan kasus paraplegi

1.1 Anatomi

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang

membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung

pada manusia, 7 tulangcervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang

lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah

tulang punggung terdiri atas duabagian yakni bagian anterior yang terdiri dari

badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus

vertebrae.5

Gambar 1.1 Tulang belakang

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum

sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis

berlanjut menjadiKauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.

Medula spinalis terdiriatas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh

menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus

descenden (yang membawainformasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol

fungsi tubuh). Ketika tulangbelakang disusun, foramen ini akan membentuk

saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak

medula spinalis turun ke bawah kira-kiraditengah punggung dan dilindungi oleh

2

Page 3: laporan kasus paraplegi

cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta

saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari danke ekstremitas, badan,

organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinali smerupakan sistem

saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ketubuh adalah

sistem saraf perifer.5,6

Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai

hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis

dibagi menjadi arterispinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri

vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior

dan anterior yang dikenal juga ramus vertebra medularis arteria

interkostalis. Medula Spinalis disuplai oleh arterispinalis anterior dan arteri

spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasaldari medula spinalis

melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen danmembawa informasi

dari medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh keotak.5

Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus

spinalis, yaitu :5

a. nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher,

dananggota tubuh bagian atas

b. nervus thorak : mempersarafi tubuh dan perut

c. nervus lumbal dan nervus sakral : mempersarafi tungkai, kandung kencing,

usus dan genitalia.

3

Page 4: laporan kasus paraplegi

Gambar 1.2 Peta dermatomal system sensorik saraf

Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya

di L1 danL2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya

bergabung membentukcauda equina.5

Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular terdiri atas

Upper motor neurons UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons

(UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan

area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang

otak atau kornuanterior medula spinalis.6

4

Page 5: laporan kasus paraplegi

Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi

dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri

dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Melalui lower motor neuron

(LMN), yang merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang otak,

pesan tersebut dariotak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.

Kedua saraf motorik tersebutmempunyai peranan penting di dalam system

neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak

secara terencana dan terukur.6

1. Upper Motor Neuron

Traktus kortiko spinalis berfungsi menyalurkan impuls motorik pada sel-sel

motorik batang otak dan medula spinalis untuk geraakan-gerakan otot kepala

danleher. Traktus kortikobulber membentuk traktus piramidalis, mempersarafi

sel-selmotorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII & XII, berfungsi

untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerak otot tangkas. Dalam klinik

gangguan traktus piramidalis memberikan kelumpuhan tipe UMN berupa

parese/paralisis spastisdisertai dengan tonus meninggi, hiperrefleksi, klonus,

refleks patologis positif, takada atrofi.6 

Kelainan traktus piramidalis setinggi :

Hemisfer : memberikan gejala-gejala hemiparesi tipika

Setinggi batang otak : hemiparese alternans.

Setinggi medulla spinalis : tetra/paraparese.

Rangkaian neuron di korteks selanjutnya membentuk jalan saraf sirkuit meliputi

berbagai inti di sub korteks.dan kemudian kembali ke tingkat kortikal.

Terdiri dari :

korteks serebri area 4s, 6, 8

ganglia basalis antara lain nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus,

nukleusRuber, formasio retikularis, serebellum.

Susunan ekstrapiramidal dengan formasio retukularis :

Pusat eksitasi / fasilitasi : mempermudah pengantar impuls ke korteks

maupun kemotor neuron.

5

Page 6: laporan kasus paraplegi

Pusat inhibisi : menghambat aliran impuls ke korteks/motor neuron.

Pusat kesadaran

Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk gerak otot dasar / gerak otot

tonik,pembagian tonus secara harmonis, mengendalikan aktifitas pyramidal.

Gangguan pada susunan ekstrapiramidal :

Kekakuan / rigiditas

Pergerakan-pergerakan involunter:

Tremor, Atetose, Khorea, Balismus

.2. Lower Motor Neuron

Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot, dapat dijumpai pada

batang otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada LMN

memberikan kelumpuhan tipe LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid, arefleksi,

tak ada refleks patologis, atrofi cepat terjadi.2

3. Susunan Somestesia

Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat,

tulangmaupun otot dikenal sebagai somestesia.2

Terdiri :

Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.

Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa

tekan,rasa gerak dan rasa sikap.

Perasaan luhur : Diskriminatif & dimensional

Menentukan tinggi lesi medula spinalis berdasarkan :

Gangguan Motorik

Biasanya timbul kelumpuhan yg sifatnya paraparese / tetraparese

- Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear thd segmen medula spinalis

lumbosakral (L2-S2).

- Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau lesi

infranuklear.

6

Page 7: laporan kasus paraplegi

- Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medulaspinalis

servikal IV.

- Tetraparese : ekst.superior LMN, ekst. Inferior UMN

Gangguan Sensibilitas

o Gangguan rasa eksteroseptif 

o Gangguan rasa proprioseptif 

Gangguan sensibilitas segmental :

o Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1

o Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10

o Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4

o Saddle Anestesia : lesi pada konus

Gangguan sensibilitas radikuler :

o Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post.

Gangguan sensibilitas perifer :

o Glove/stocking anesthesia

Gangguan Susunan Saraf Otonom

o Produksi keringat

o Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder.

Autonomic bladder/ spastic bladder → lesi medula spinalis

supranuklearterhadap segmen sakral.

Flaccid bladder/ overflow incontinence → lesi pada sakral

medulaspinalis.

2. MIELITIS TRANSVERSA

2.1 Definisi

            Mielitis transversa adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh

peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen

7

Page 8: laporan kasus paraplegi

dari medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada medulla

spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla

spinalis. Serangan inflamasi pada medulla spinalis dapat merusak atau

menghancurkan mielin yang merupakan selubung serabut sel saraf. Kerusakan ini

menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang menganggu hubungan antara

saraf pada medulla spinalis dan tubuh.7

            Mieliti transversa merupakan suatu gangguan  neurologi  yang

disebabkan  oleh kehilangan selubung mielin pada medulla spinalis, disebut juga

sebagai demielinisasi. Demielinisai ini muncul secara idiopatik menyertai infeksi

atau vaksinisasi, atau disebabkan multipel sclerosis. Salah satu teori mayor

tentang penyebabnya adalah bahwa inflamasi immune-mediated adalah sebagai

suatu hasil paparan terhadap antigen virus. Kelainannya berupa inflamasi

melibatkan medulla spinalis pada kedua sisinya. Pada mielitis transversa akut,

onset terjadi tiba – tiba dan progresif dalam beberapa jam dan atau beberapa hari.

Lesi dapat terjadi di setiap bagian dari medulla spinalis meskipun biasanya

terbatas pada bagian kecil saja. 8

2.2 Epidemiologi

Mielitis transversa dapat diderita oleh orang dewasa dan anak – anak baik

pada semua jenis kelamin maupun ras. Usia puncak insidens mielitis transversa

terjadi antara umur 10-19 dan 30-39 tahun. Meskipun sedikit peneliti yang

meneliti rata-rata insidensi tersebut, diperkirakan sekitar 1400 kasus baru tiap

tahun di diagnosa sebagai mielitis transversa di amerika serikat. 8

2.3 Etiologi

          Para peniliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab mielitis

transvera. Infalamasi yang menyebabkan kerusakan yang luas pada serabut saraf

dari medulla spinalis dapat disebabkan oleh infeksi viral, reaksi autoimun yang

abnormal atau menurunnya  aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak

pada medulla spinalis . Mielitis tranversa dapat  juga terjadi sebagai komplikasi

dari syphilis, campak, penyakit lyme, dan beberapa vaksinasi termasuk

8

Page 9: laporan kasus paraplegi

chichenpox dan rabies. Beberapa kasus yang penyebabnya tidak dapat diketahui

disebut idiopatik.

            Mielitis transversa sering terjadi setelah infeksi virus. Agent infeksi

perkirakan penyebab mielitis tranversa termasuk varicella zooster (virus yang

menyebabkan chickenpox dan shingella), herpes simplek, sitomegalovirus,

Epstein-Barr, influensa, echovirus, human immunodeficiency virus (HIV),

hepatiti A dan rubella. Mielitis transversa juga dihubungkan dengan beberapa

infeksi bakteri pada kulit, infeksi telinga tengah (otitis media), dan Mycoplasma

pneumoniae (pneumonia bakterial).

            Pada kasus mielitis transversa post infeksi, mekanisme sistem immun baik

pada viral atau infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan

kerusakan saraf spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat

mekanisme kerusakan saraf spinal. Rangsangan sistem immun sebagai respon

terhadap infeksi menunjukkan bahwa suatu reaksi autoimmune yang bertanggung

jawab. Pada penyakit autoimun,  sistem imun yang secara normal melindungi

tubuh terhadap organisme,melakukan kesalahan dengan  menyerang jaringan

tubuh sendiri yang menyebabkan inflamsi dan pada beberapa kasus merusak

mielin medulla spinalis. Mielitis transversa juga terdapat pada  beberapa penyakit

autoimun seperti systemic lupus erythematosus, Sindrom Sjogren's, dan

sarcoidosis.  Kadang – kadang pada mielitis transversa akut yang berkembang

dengan cepat sebagai tanda awal serangan dari multipel sklerosis

            Beberapa kasus mielitis transversa disebabkan oleh malformai arteri-vena

spinalis (kelainan yang merubah aliran darah) atau penyakit vaskuler seperti

atherosklerosis yang menyebabkan iskemik. Sehingga menurunkan kadar oksigen

pada jaringan medulla spinalis. Iskemik  dapat disebabkan perdarahan

(hemorragik) dalam medulla spinalis,  pembuluh darah yang menyumbat atau

sempit, atau faktor lainnya. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke

jaringan  medulla spinalis dan membuang hasil metabolisme. Saat pembuluh

darah tersumbat atau menyempit dan  tidak dapat membawa sejumlah oksigen ke

jaringan medulla spinalis. Saat area medulla spinalis menjadi kekurangan oksigen

atau  iskemik.  sel dan serabut  saraf mulai mengalami perburukan secara  cepat.

9

Page 10: laporan kasus paraplegi

Kerusakan ini menyebabkan inflamasi yang luas kadang – kadang menyebabkan

mielitis transversa. 9

2.4 Patologi

Makroskopis pada medulla spinalis yang mengalami peradangan akan

tampak edema, hiperemi dan pada kasusberat terjadi perlunakan

(mielomalasia).10 

Mikroskopis akan tampak pada leptomening tampak edema, pembuluh –

pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla

spinalis tampak pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler

(limfosit/leukosit) di substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan

degeneratif pada sel  - sel ganglia, pada akson – akson dan pada selubung mielin,

disamping itu tampak adanya hiperplasia dari mikroglia. Traktus – traktus

panjang disebelah atas atau bawah daripada segemen yang sakit dapat

memperlihatkan kelainan – kelainan degeneratif.11

2.5 Gambaran Klinis

            Mielitis tranversa dapat terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam

sampai beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala

awal umumnya meliputi sakit pinggang didaerah yang terlokalisasi, parastesia

yang mendadak (perasaan yang  abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau

perasaan geli) di  kaki, hilangnya sensorik dan paraparesis (kelemahan pada

sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia (kelemahan pada kedua

kaki dan pungung bagian bawah). Gangguan fungsi kandung kemih dan buang air

besar  sering terjadi. Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme

otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya selera. Tergantung pada

segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita mengalami masalah

dengan sistem respiratori. Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik

mielitis tranversa :

kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki.

Nyeri

10

Page 11: laporan kasus paraplegi

kehilangan rasa pada kaki dan jari – jari kaki  

Disfungsi kandung kemih dan buang air besar

Beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan yang bervariasi pada

kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan mielitis tranversa terlihat bahwa

mereka terasa berat atau menyerat  salah satu kakinya  atau lengan mereka terasa

lebih berat dari normal. Pergerakan tangan dan kaki misalnya kekuatan dapat

mengalami penurunan. Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif

berkembang menjadi kelemahan kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut

penderita untuk menggunakan suatu kursi roda.

            Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari

semua pendrita mielitis transvera. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan

yang menetap seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau

badan .

            Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas ,perasaan geli,

kedinginan atau perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita mielitis transversa

mengalami kepakaan yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat

perpakaian atau sentuhan ringan dengan jari menyebabkan ketidak nyamanan

atau nyeri (disebut allodinia). Beberapa penderita juga  mengalami pekaan yang

tinggi terhadap perubahan temperatur atau suhu panas atau dingin7

2.6 Diagnosa dan diagnosa banding

          Mielitis transversa harus dibedakan dari mielopati akibat kompresi medulla

spinalis (baik karena neoplasme medulla spinalis instrinsik maupun ekstrinsik,

ruptur diskus intervertebralis akut), infeksi epidural dan polineuritis pasca infeki

akut (sindroma guillain barre).10

  Mendiagnosa mielitis tranversa dengan pemeriksaan  riwayat perjalanan

penyakit  dan pemeriksaan fisik dan neurologi. Karena sering sulit untuk

membedakan antara penderita idiopatik dengan penderita yang mempunyai suatu

penyakit, pemeriksa pertama sekali harus menyingkirkan  penyebab tersebut. Bila

dicurigai trauma medulla spinalis, harus dicari untuk menyingkirkan lesi (daerah

11

Page 12: laporan kasus paraplegi

yang mengalami kerusakan atau kelainan fungsional) yang menyebabkan

penekanan medulla spinalis . Lesi – lesi yang berpotensi menekan medulla

spinalis misalnya tumor, herniasi,bergesernya diskus, stenosis (penyempitan 

saluran yang menahan medulla spinalis) atau abses. Untuk menyingkirkan lesi

dan memeriksa inflamasi medulla spnalis. Penderita sering di MRI, suatu

prosedur untuk melihat gambaran otak dan medulla spinalis. Pemeriksa juga

melakukan myelografi dimana menyuntikkan bahan kedalam saluran dalam

medulla spinalis. 9

            Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak

didapati blokade aliran likuor, pleoitosis moderat (antara 20 – 200 sel/mm3)

terutama jenis limposit, protein sedikit meninggi (50 – 120 mg / 100ml) dan 

kadar glukosa norma. Berbeda dengan sindroma gullain barre dimana djumpai

peningkatan kadar protein tanpa disertai pleositosis. Pada sindroma gullain barre,

jenis kelumpuhan flakid serta pola gangguan sensibilitasnya di sampaing

mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan (glove and stocking).

Lesi kompresi medulla spinalis dapat dibedakan dari mielitis karena perjalanan

penyakitnya tidak akutsering didahului dengan nyeri segmental sebelum

timbulnya lesi parenkim medulla spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal djumpai

blokase aliran likuor dengan kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya

sel. Pemerikaan foto polos vertebra antero – posterior dan lateral,mielografi dan

sken tomografi akan lebih memastikan ada tidaknya lesi kompresi medulla

spinalis tersebut.10

            Test darah dilakukan untuk menyingkirkan bebebagai penyakit lainnya

seperti lupus erithematosus sistemik, HIV, dan defisiensi vitamin B12. Pada  

penderita mielitis transversa, cairan cerebrospinal dalam medulla spinalis dan

otak mengandung protein lebih tinggi dan peningkatan leukosit yang

mengindikasikan adanya infeksi. Bila tidak ada penyebab yang jelas dari test

tersebut, penderita dianggap menderita mielitis transversa idiopatik.9

2.7 Pengobatan

12

Page 13: laporan kasus paraplegi

Tujuan pengobatan pertama ditujukan untuk meredakan respon immun

yang disebabkan oleh trauma medulla spinalis. Pengobatan awal pada penderita

mielitis tranversa dengan pemberian steroid dosis tinggi secara intravena atau

oral. Pada beberapa kasus,obat immunosuppresent yang sangat kuat seperti

cyclophosphamide boleh diberikan. Pada beberapa penderita dengan mielitis

transversa sedang dan berat diberikan steroid selama 5 sampai 7 hari. suatu

prosedur yang disebut plasma exchange dapat digunakan. Prosedur ini

melibatkan memindahkan darah dari pasien, dan pemisahan ke dalam sel darah

dan plasma (cairan). Sel darah kemudian bercampur menjadi suatu pengganti

cairan plasma buatan dan kembali ke pasien itu. Karena sel –sel immun di dalam

plasma, ini secara efektif dapat merusakkan sel imun pada tubuh, yang dapat

membantu  mengatasi kerusakan mielin.12

Pemberian glukokortikoid atau ACTH , biasanya diberikan pada penderita

yang datang dengan gejala awitannya sedang berlangsung  dalam waktu 10 hari

pertama atau bila terjadi progresivitas defisit neurologik. Glukokortikoid dapat

diberikan dalam bentuk prednisolon oral 1 mg / kg berat badan / hari sebagai

dosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari.

Bila tidak dapat diberikan peroral dapat pula diberikan metilprednisolon secara

intravena dengan dosis 0,8 mg / kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH

dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 40 unit dua kali perhari

(selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali sehari   (selama 4 hari) dan 20 unit dua kali

perhari (selama 3 hari) . untuk mencegah efek samping kortikosteroid, penderita

diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali / hari atau ranitidin 150 mg

2 kali / hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasida peroral.10

            Pengobatan mielitis tranversa diusahakan selama 6 bulan mulai dari

serangan. Setelah itu, sebaiknya upaya pengobatan lebih efektif diarahkan ke 

rehabilitasi dan rehabilitasi harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi

kontraktur dan mencegah tromboemboli.

Nyeri atau dysesthesias (perasaan gelisah, seperti terbakar, tertuk peniti

atau jarum, atau perasaan tersengat listrik) diobati dengan obat –obatan seperti

gabapentin, carbamazepine, nortriptyline, atau tramadol. Pengobatan yang lain 

13

Page 14: laporan kasus paraplegi

nyeri dan dysesthesias adalah transcutaneous elecrical nerve stimulation disebut

TENS terapi,Ini melibatkan penggunaan dari suatu alat yang merangsang area

nyeri  dengan suatu loncatan listrik yang kecil sehingga mengganggu sensasi rasa

nyeri.

Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin dan untuk

mencegah terjadinya infeki raktus urinarius dilakukan irigasi dengan antieptik

dan pemberian antibiotik profilaksis (trimetropin – sulfametoksasol) 1 gram tiap

malam. Konstipasi dan  dan retensi urin sering merupakan masalah pada

penderita dengan mielitis transversa. Oxybutinin, hyoscyamine, tolterodine, dan

propantheline sering dapat mengobati beberapa masalah kandung kemih pada

penderita mielitis transversa. Pada saat terdapat retensi urin, rangsangan nervus

sakralis dapat membantu penderita mencegah pemakaiaan kateter

berulang.Dulcolax, senekot, dan bisacodyl dapat membantu memperbaiki

konstipasi.10,12

Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Bila

terjadi hiperhidrosis dapat diberikan propantilinbromid 15 mg sebelum tidur.

Disamping terapi medikamentosa maka diet / nutrisi juga harus diperhatikan, 125

gra protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter perhari dibutuhkan.

Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering timbul

spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian baclofen 15-80

mg / hari, atau diazepam 3 – 4 kali 5 mg / hari.

2.8 Prognosis

            Perbaikan dari mielitis tansversa biasanya dimulai antara 2 sampai 12

minggu dari onset gejala dan mungkin berlangsung sampai 2 tahun.

Bagaimanapun bila tidak ada perbaikan dalam 3 – 6 bulan pertama, maka tidak

dijumpai penyembuhan yang signifikan. Sekitar sepertiga dari orang – orang

yang terinfeksi mielitis transversa akan mengalami penyembuhan yang sempurna

dari gejala klinisnya, mereka kembali dapat berjalan normal dan gejala yang

minimal pada kandung kemih,buang air besar dan parastesia. Sertiga lainnya

mengalami perbaikan dan meninggalkan defisit neurologis seperti gaya berjalan

14

Page 15: laporan kasus paraplegi

yang spastik, disfungsi sensorik dan sering kencing atau inkontinensia urin.

Sepertiga lainnya tetap tidak mengalami perbaikan sama sekali, mereka tetap

dikursi roda atau berbaring ditempat tidur dengan tergantung pada orang lain

untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Meskipun sulit membuat prediksi 

pada setiap kasus, para peneliti menyatakan bahwa onset gejala yang cepat secara

umum menghasilkan perbaikan yang jelek .

Kebanyakan penderita hanya mengalami sekali episode gangguan

meskipun jarang, kasus rekuren atau relaps mileitis transvera dapat terjadi .

beberapa pasien sembuh secara sempurna kemudian mengalami relaps kembali.

Pada kasus relaps . dokter akan menyelidi kemungkinan penyebab seperti MS

atau lupus erythematosus sistemik sejak penderita mengalami releaps tersebut.7

3.TUMOR MIELUM

3.1 Definisi

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi

pada daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas; A.Tumor

primer: 1) jinak yang berasal dari a) tulang; osteoma dan kondroma, b) serabut

saraf disebut neurinoma (Schwannoma), c) berasal dari selaput otak disebut

Meningioma; d) jaringan otak; Glioma, Ependimoma. 2) ganas yang berasal dari

a) jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma, b) sel muda seperti

Kordoma. B. Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor

ganas di daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.13

3.2 Epidemiologi

Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui

secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai

15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan

perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah

penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga

15

Page 16: laporan kasus paraplegi

50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen

thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.14,15

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,

astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada

orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia

anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga

dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.18

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat

tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi

yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor

spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari

tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60%

pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen

servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal,

lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor

vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua

tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun,

namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya

muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki

dengan perempuan 1,8 : 1.16,17

Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan

meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan

insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan

tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering

pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-

kira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi

pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan

2% pada foramen magnum.16,17

16

Page 17: laporan kasus paraplegi

3.3 Klasifikasi

Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat

dibagi menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat

jinak maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena

merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-

paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor

primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan

kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan

ependimoma.13

Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu

sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-

macam tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel

3.1.

Gambar 3.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan (C)

Tumor Ekstradural

Sumber: http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg

Tabel 3.2. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya

Ekstra dural Intradural ekstramedular Intradural intramedular

17

Page 18: laporan kasus paraplegi

Chondroblastoma

Chondroma

Hemangioma

Lipoma

Lymphoma

Meningioma

Metastasis

Neuroblastoma

Neurofibroma

Osteoblastoma

Osteochondroma

Osteosarcoma

Sarcoma

Vertebral hemangioma

Ependymoma, tipe myxopapillary

Epidermoid

Lipoma

Meningioma

Neurofibroma

Paraganglioma

Schwanoma

Astrocytoma

Ependymoma

Ganglioglioma

Hemangioblastoma

Hemangioma

Lipoma

Medulloblastoma

Neuroblastoma

Neurofibroma

Oligodendroglioma

Teratoma

3.4 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui

secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam

tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang

bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-

sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang

kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula

spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.19

Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi

kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat

genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada

anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma

dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan

neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan

18

Page 19: laporan kasus paraplegi

pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien

dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas

dari kromosom 3.18

3.5 Manifestasi Klinis

Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi

dalam tiga tahapan15, yaitu:

Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama

Sindroma Brown Sequard

Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,

nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler

merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis

dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat

nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24%

nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas15. Nyeri radikuler dicurigai

disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:

Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus

piramidalis

Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP

seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah

tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang

menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya

biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.15

Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga

diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,

papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor

19

Page 20: laporan kasus paraplegi

neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,

yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid

spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan

kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.17

Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor

di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh

yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada

tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan

nyeri yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri

saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical

dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan

tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri

punggung atau nyeri pada tungkai.19

Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat

dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 3.3 Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis

Lokasi Tanda dan Gejala

Foramen

Magnum

Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat

sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah

nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam

dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang

meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau

bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan

sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan

kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan tumor

menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi secara

bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia,

nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot

sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu

20

Page 21: laporan kasus paraplegi

timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya

berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.

Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang

melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan.

Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4)

diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui

arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi

gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6,

C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas

(biseps, brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang

tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari

tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan

hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.

Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada

ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien

dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan

abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan

intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks

perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila

penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu

tahanan) dapat menghilang.

Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang

melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen

lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari

tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis

lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun

menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan

fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan

refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral.

Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal

bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan

kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan

21

Page 22: laporan kasus paraplegi

refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia

yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan

tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.

Kauda

Ekuina

Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda khas

lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-

kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks

saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

i. Tumor Ekstradural

Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi

pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat

merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa

hari, minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1

radiks, yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin

menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat

gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini

dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada

vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.

a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural11

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis

keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon,

tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma.

Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi

metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,

sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah

lumbosakral.

Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level

torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1

cm).

22

Page 23: laporan kasus paraplegi

Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang

tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada

penekanan atau palpasi.

ii. Tumor Intradural-Ekstramedular9

Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik

progresif. Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak

adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.

a. Neurinoma (Schwannoma)

Memiliki karakteristik sebagai berikut:

Berasal dari radiks dorsalis

Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular

2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada

satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan

gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis

39% lokasinya disegmen thorakal

b. Meningioma

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia

pertengahan

Pertumbuhan lambat

Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan

gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler

biasanya bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek

iii. Tumor Intradural-Intramedular15,18

23

Page 24: laporan kasus paraplegi

Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa

terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan

seperti electric shock like pain (Lhermitte sign).

a. Ependimoma

Memiliki karakteristik sebagai berikut:

Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun

Wanita lebih dominan

Nyeri terlokalisir di tulang belakang

Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun

Nyeri disestetik (nyeri terbakar)

Menunjukkan gejala kronis

Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih

dominan

b. Astrositoma

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Prevalensi pria sama dengan wanita

Nyeri terlokalisir pada tulang belakang

Nyeri bertambah saat malam hari

Parestesia (sensasi abnormal)

c. Hemangioblastoma

Memiliki karakter sebagai berikut:

Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun

Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak

pada 1/3 dari jumlah pasien keseluruhan.

Penurunan sensasi kolumna posterior

24

Page 25: laporan kasus paraplegi

Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

3.6 Diagnosis19

Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula

spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di

bawah ini.

a. Laboratorium

Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan

xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam

mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor

medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah

menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang

komplit.

b. Foto Polos Vertebrae

Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal.

Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung

hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur

kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan

osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya

Ca payudara.

c. CT-scan

CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor,

bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor.

Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema,

perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat

membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas

tumor.

d. MRI

Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan

yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan

25

Page 26: laporan kasus paraplegi

gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas

dibandingkan dengan CT-scan.

3.7 Diagnosis Banding18

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders

Mechanical Back Pain

Brown-Sequard Syndrome

Infeksi Medula Spinalis

Cauda Equina Syndrome

3.8 Penatalaksanaan20

Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun

ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis

secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi

secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada

post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan

agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat

diterapi dengan terapi radiasi post operasi.13

Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :

a. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus,

mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis).

b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik

Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya

dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi

bertulang; analgesik untuk nyeri.

26

Page 27: laporan kasus paraplegi

Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-

4000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas

dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi

dengan komplikasi yang lebih sedikit.

c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan

derajat blok dan kecepatan deteriorasi

bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat:

penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi,

teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV

setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama

radiasi, selama 2 minggu.

bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan

deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering)

selama perawatan sesuai toleransi.

d. Radiasi

Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang

tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.

e. Pembedahan

Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya

dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop

digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis.

Indikasi pembedahan:

Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi

bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat

terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan

sebagai metastase.

Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).

27

Page 28: laporan kasus paraplegi

Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam,

kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya

terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal

atau melanoma.

Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

3.9 Komplikasi18,20

Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:

Paraplegia

Quadriplegia

Infeksi saluran kemih

Kerusakan jaringan lunak

Komplikasi pernapasan

Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah:

Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi

pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang

belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.

Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat

terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan

hidrosefalus.

3.10 Prognosis

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai

prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan

pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya

pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah

pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis

semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).20

28

Page 29: laporan kasus paraplegi

BAB II

LAPORAN KASUS

Nama : Ny. Wiwik Hidayati

Umur : 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Alamat : Jln. Sekarjalak – Mojotengah, Sukorejo - Pasuruan

Suku : Jawa

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Tanggal MRS : 12 September 2013

Tanggal KRS : 20 September 2013

Anamnesa

Keluhan Utama: Kakinya tidak bisa digerakan

Pasien datang dengan keluhan kaki kanan dan kirinya tidak bisa

digerakan sejak tanggal 13 September 2013 jam 04.00 WIB, awalnya hanya kaki

kiri yang terasa lemas jam 18.00 WIB sebelum MRS, tapi sekarang kedua

kakinya tidak bisa digerakan. Pasien juga mengeluh kedua kakinya terasa panas

dan tebal. Sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut dibagian ulu hati seperti

ditusuk-tusuk menjalar sampai ke pinggang sejak tanggal 7 September 2013.

Pasien juga mengeluh tidak bisa kencing selama 1 hari SMRS dan tidak bisa BAB

3 hari sebelum SMRS, tapi bisa kentut.

Riwayat Penyakit Dahulu : HT + sudah 5 tahun, tidak minum obat teratur, jika

tekanan darahnya tinggi baru minum obat; DM -; R/ Minum jamu-jamuan +, R/

pijet.

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang seperti ini.

Riwayat Sosial: Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

29

Page 30: laporan kasus paraplegi

Pemeriksaan fisik (28/05/2013)

T=170/100

mmHg

Nadi = 90 x/menit RR = 24

x/menit

Tax :36,60C

Kepala Anemic (-) Icteric

(-)

edema periorbita (-)

Cyanosis (-) Dypnue (-)

Leher JVP (-) PKGB (-)

Thorax Invisible, Palpable at ICS IV MCL S,

S1 S2 single, murmur (-) gallop (-)

Abdomen Flat, Soefl, liver span 8 cm, traube space tymphani, BU (+)

N, nyeri tekan epigastrium (+)

Extremities AH, Edema (-), CRT <2”

Status Neurologi Kesadaran Kualitatif: Compos Mentis

Kuantitatif: GCS 456

Mata Reflek cahaya : + / +

Pupil : isokor, bentuk bulat diameter 3 mm

Reflek kornea : + / +

Ptosis : - / -

Meningeal Sign Kaku kuduk : - , Laseque : -

Kernig : - , Brudzinski : -

30

Page 31: laporan kasus paraplegi

Reflek Fisiologi Refleks patella (KPR) : - / -

Refleks Achilles (APR) : - / -

Klonus kaki : - / -

Reflek Patologis Babinski : - / -, Chaddock : - / -

Oppenheim : - / -, Schaffer : - / -

motorik 5 5

0 0

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (12/09/2013)

Lab Value Lab Value

Leukocyte 14.600 3500-10000/µL BUN 7,6 6-20 mg/dL

Eritrosit 4,52x106

4-5,5 x 106 / µL SK 0,41 <1,3 mg/dL

Hemoglobi

n

14,2 11.0-16.5g/dl GDA 147,4 <200 mg/dL

Hematokrit 44,3 40-47% GDP2JJ 151,3 <140 mg/dL

MCV 98,1 80-97H um3 SGOT 19,7 <31 U/L

MCH 31,4 26.5-33.5H pg SGPT 33,9 <31 U/L

Trombocyt

e

387.000 150000-390000/µL As Urat 3,4 2,3-6,1

mg/dL

Na 143,9 136-144 m.mol/L Albumin +

K 3,39 3,8-5,6 m.mol/L Reduksi -

Cl 100,1 97-103 m.mol/L Bilirubin -

Ca 1,152 1,11-1,35 % Urobilin -

TG 73 <150 mg/dL Eritrosit 3-5

Chol Tot 183 <200 mg/dL Leukosit 2+

31

Page 32: laporan kasus paraplegi

HDL 49 46-65 mg/dL Epitel 4-6

LDL 119 <150 mg/dL Kristal -

Silinder -

ECG (12 September 2013)

X-RAY

13/9/2013 16/9/2013 16/9/2013

32

Page 33: laporan kasus paraplegi

Foto thorak

Tidak ada infiltrate dan cardiomegali

Foto Thorako-Lumbal L

Kesan normal

Foto lumbo-sakral

Kesan normal

Daftar Abnormalitas

1. Kaki kanan dan kirinya tidak bisa digerakan

2. Kakinya terasa panas dan tebal

3. Nyeri perut dibagian ulu hati menjalar sampai ke pinggang

4. Tidak bisa kencing dan tidak bisa BAB

5. Riwayat HT, minum jamu-jamuan dan suka pijat

6. Tensi 170/100

7. Nyeri tekan epigastrium

8. Motorik 5 5 , RF N N , RP - -

0 0 - - - -

Assesment

Diagnosa klinis :

- Acute Paraplegy

- Acute Parastesia setinggi T6-T7

33

Page 34: laporan kasus paraplegi

- Acute Abdomen Reffered pain

- Acute Retensi urine

- Acute Constipation

Diagnosa topical : Medula Spinalis setinggi T6-T7

Diagnosa etiologi : Paraplegi ec Mielitis transversa dd Tumor mielum

Planing

1. Infus RL 20 tpm2. Pasang DC

3. Inj Alinamin F 3x1 amp

4. Inj Neurosanbe 1x1 amp

5. Inj Ranitidin 2x1 amp

6. Gabapentin 2x300 mg

7. Amitriptilin 2x1

8. Ducolac Susp

9. Captopril 2x12,5 mg

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminorf, J.M., Greenberg, A.D., and Simon, P.R., 2005. Clinical Neurol-

ogy. Edisi 7. USA:Lange Medical Books/McGraw-Hill.p 155-157

2. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.

Jakarta: EGC.

34

Page 35: laporan kasus paraplegi

3. Diana Kohnle. 2011. Paraplegia. Keck Medical Center of University Of

Sourthern California. Diakses dari

http://www.keckmedicalcenterofusc.org/condition/document/230663 diak-

ses Srptember 2013.

4. Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology.

Edisi 8. NewYork : McGraw-Hill. p 50-52; 1049-1092

5. R. Putz, R. Pabst. 2006.Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21.Jilid 2.

Jakarta: EGC.

6. Sherwood L. 2007. Human physiology from cells to system. Edisi ke-6.

Canada: ThomsonBrooks/ Cole;.p. 77-211.

7. National Institut of neurological disorder and stroke, myelitis trasversa

dalam www.ninds.nih.gov/disorder/trasversemyeilitis.

8. Anonymous. transversa myelitis Dalam

www.wikipedia.org/wiki/trasverse myelitis

9. Anonymous, mielitis tranversa Dalam 

www.healthnewsflash.com/conditions/transverse_myelitis.htm

10. Harsono, dr. 2003. Mielitis transversa Dalam Kapita Selekta Neurologi,

Gajah mada University press, Yogyakarta

11. Igusti Gede Ngoerah,dr,Prof. 1994. Mielitis Dalam Dasar – Dasar Ilmu

Penyakit Saraf, Airlangga University Press, Surabaya

12. anonymous. Mielitis tranversa dalam www.answer.com/topic/transverse

mielitis

13. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak

dan

Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara

14. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [1 April 2011].

35

Page 36: laporan kasus paraplegi

15. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. [serial online].

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar

%20japardi43.pdf. [1 April 2011].

16. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults.

[serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/

webcontent/003088-pdf. [4 April 2011].

17. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New

York: Thieme. Page 146-147.

18. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management

of Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [1 April 2011].

19. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and

Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].

http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainand

spinaltumors.htm. [1 April 2011].

20. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

36