Preskas -Stemi Pd Ahf 2

56
LAPORAN PRESENTASI KASUS INTERNA STEMI pada Acute Heart Failure Disusun oleh : SITI SYARIFAH DIASFARI 1102011261 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo Pembimbing : Dr. Agung Fabian C, Sp. JP FIHA

description

ahf

Transcript of Preskas -Stemi Pd Ahf 2

LAPORAN PRESENTASI KASUS INTERNA

LAPORAN PRESENTASI KASUS INTERNA

STEMI pada Acute Heart Failure

Disusun oleh :

SITI SYARIFAH DIASFARI

1102011261

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo

Pembimbing :

Dr. Agung Fabian C, Sp. JP FIHA

RSUD PASAR REBO JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSISTATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama

: Ny. SUsia

: 57 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tanggaAlamat

: Jl. Pejaten Timur RT 6/7, Kel. Pejaten Timur Kec. Pasar Minggu

No RM

: 2015-626726

Ruang Rawat

: CVCU- Flamboyan

Tanggal Pemeriksaan : 26 Juni 2015

ANAMNESA

Anamnesa dilakukan dengan autoanamnesis terhadap pasien dan aloanamnesa terhadap anak pasien

Keluhan utama:Sesak napas dirasakan sejak 5 jam SMRS.

Keluhan tambahan:

Keringat dingin, lemas,dan bengkak pada kedua tungkai.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak napas sejak 5 jam SMRS. Keluhan tersebut dirasakan timbul saat sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keluhan disertai dengan keringat dingin dan seluruh badan terasa lemas. Anak pasien mengaku bahwa keluhan sesak napas sudah dirasakan pasien sejak dua bulan yang lalu dan mulai memburuk sejak 1 hari SMRS terutama saat beristirahat pada malam hari. Sesak dirasakan bila istirahat, beraktivitas, maupun berjalan jauh. Pasien mengaku akan sesak jika tidur tidak menggunakan bantal lebih dari satu.

Sebulan yang lalu pasien sempat dibawa ke IGD RSUD Pasar Rebo karena mengalami nyeri dada yang menjalar ke lengan hingga menembus punggung. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan berlangsung kurang lebih selama lebih dari 10 menit. Pasien menolak dirawat karena alasan keuangan. Pasien tidak mengetahui kapan mulai timbul bengkak pada kedua kakinya. Keluhan pusing, sakit kepala , mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK diakui normal.Pasien tidak merokok. Pola makan pasien terhadap makanan bersantan,berlemak tidak dikontrol. Pasien mengaku kurang dalam berolahraga.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan seperti ini.Riwayat alergi obat (-)

Riwayat merokok (-)Riwayat hipertensi (-)Riwayat diabetes Mellitus (-)Asam urat (+)

Riwayat Asma (-)Riwayat Penyakit keluargaPasien mengaku di keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti pasien

STATUS GENERALIS

Kesadaran

: Sakit sedang Keadaan umum

: Compos mentis

Tekanan darah

: 95/66 mmHg

Nadi

: 91x/menit, isi cukup, frekuensi teratur

Suhu

: 36,7C

Pernapasan

: 29/menit, tidak teratur

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala

Bentuk

: normochepal

Posisi

: simetris

Mata

Exophthalmus

: Tidak ada

Enopthalmus

: Tidak ada

Edema kelopak

: Tidak ada

Konjungtiva anemi: -/-

Sklera ikterik

: -/-Telinga

Pendengaran

: Baik

Darah & cairan

: Tidak ditemukan

Mulut

Trismus

: Tidak ada

Faring

: Dalam batas normal

Lidah

: Lidah tidak kotor berwarna putih, tidak deviasi

Uvula

: Letak ditengah, tidak deviasi

Tonsil

: T1-T1

LeherTrakea

: Tidak deviasi

Kelenjar tiroid

: Tidak ada pembesaran

Kelenjar limfe

: Tidak ada pembesaran

JVP

: ( 5+2 cmH2O) Paru-paru

Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis kanan kiri, tidak terlihat luka, kulit kemerahan atau penonjolanPalpasi: Tidak teraba kelainan dan masa pada seluruh lapang paru. Fremitus taktil dan vocal simetris dalam keadaan statis dan dinamis kanan kiri.Perkusi: Terdengar sonor pada seluruh lapang paruAuskultasi: Suara dasar napas vesicular +/+, ronkhi basah halus +/+, wheezing -/-Jantung

Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat Palpasi: Iktus cordis teraba di ICS 6 linea midclavicula sinistraPerkusi:

Batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis dextraBatas jantung kiri di ICS 5 di 2 jari sebelah kiri linea midclavikula sinistraBatas pinggang jantung di ICS 2 linea sternalis sinistraAuskultasi: Bunyi jantung I-II regular, gallop (-) murmur sistolik (-)Abdomen

Inspeksi: Datar

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Perkusi: Timpani pada seluruh kuadranPalpasi: Nyeri tekan ulu hati (-), hepar tidak membesar, permukaan rata, nyeri tekan (-), lien tidak teraba membesar. Refleks hepato jugular (-)Ekstremitas

Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah kanan kiri

Edema positif pada ekstremitas bawah kanan kiri

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 31 Mei 2015

CK-MB78 U/l

Troponin T816 ng/l

Laboratorium 24 Juni 2015Hematologi

HemoglobinL 9.9 g/dL

HematokritL 28 %

LeukositH 11.760 L

TrombositL 120.000 L

Eritrosit L 3.2 juta/ L

Kimia Klinik

SGOT (AST) H 114 U/L

SGPT (ALT) H 533 U/L

Ureum Darah H 91mg/dL

Kreatinin DarahH 1,39 mg/dL

GFR41.5 mL/min/1.73m2

Gula Darah Sewaktu149 mg/dL

Gas Darah + Elektrolit

pH

H 7.450

pCO2L 18.0 mmHg

pO2L 179.0 mmHg

HCO3-L 15.2 mmol/L

HCO3 standardL 12.5 mmol/L

BE ecfL -11.5

BE (B) L -10.10 mmol/L

Saturasi O2H 100%

NatriumL 128 mmol/L

Kalium4.2 mmol/L

Klorida L 97 mmol/L

Laboratorium 25 Juni 2015

Hematologi

HemoglobinL 9.2 g/dL

HematokritL 27%

Leukosit8.260 L

TrombositL 98.000 L

Eritrosit L 3 juta/ L

HITUNG JENIS

Basofil0%

eosinofil0%

Neutrofil batangL 0%

Neutrofil segmenH 80%

Limfosit L 12%

Monosit 5%

LUC1%

Kolesterol total105mg/dl

Kolesterol HDLL 20 mg/dl

Kolesterol LDL69 mg/dl

Trigliserida 81 mg/dl

Asam uratH 10.5 mg/dl

Laboratorium tanggal 26 Juni 2015

Hematologi

HemoglobinL 9.5 g/dL

HematokritL 28 %

Leukosit8.630 L

TrombositL 119.000 L

Eritrosit L 3 juta/ L

Basofil0%

eosinofilH 4%

Neutrofil batangL 0%

Neutrofil segmenH 74%

Limfosit L 7%

Monosit H 13%

LUC2%

SGOT (AST) H 40 U/L

SGPT (ALT) H 279 U/L

Hepatitis marker

HbsAg ElisaNon reaktif

Anti HAV IgMNon reaktif

Anti HCV Total0.10 (non reaktif)

Laboratorium 27 Juni 2015

Gas Darah + Elektrolit

pH

L 7.310

pCO2L 27 mmHg

pO2H 145 mmHg

HCO3-L 13.6 mmol/L

HCO3 standard16 mmol/L

BE ecfL -12.7

BE (B) L -11.5 mmol/L

Saturasi O2H 99%

Laboratorium 28 Juni 2015

Hematologi

HemoglobinL 9.4 g/dL

HematokritL 30%

Leukosit8.260 L

TrombositL 61.000 L

Eritrosit L 3 juta/ L

HITUNG JENIS

Basofil0%

eosinofilH 4%

Neutrofil batangL 0%

Neutrofil segmen64%

Limfosit L 22%

Monosit 5%

LUC3%

SGOTH 45U/l

SGPTH 162U/l

Gas Darah + Elektrolit

pH

L 7.360

pCO2L 24 mmHg

pO2H 116 mmHg

HCO3-L 13.6 mmol/L

HCO3 standard16 mmol/L

BE ecfL -11.8

BE (B) L -10.7 mmol/L

Saturasi O298%

Laboratorium 29 Juni 2015

Hematologi

HemoglobinL 9.2 g/dL

HematokritL 28%

Leukosit10.220 L

Trombosit159.000 L

Eritrosit L 3.1 juta/ L

HITUNG JENIS

Basofil0%

eosinofilH 7%

Neutrofil batangL 0%

Neutrofil segmen64%

Limfosit L 19%

Monosit 5%

LUC3%

Gas Darah + Elektrolit

pH

L 7.310

pCO2L 20 mmHg

pO2H 150 mmHg

HCO3-L 13.6 mmol/L

HCO3 standard16 mmol/L

BE ecfL -12.7

BE (B) L -9.8 mmol/L

Saturasi O2H 99%

Laboratorium 30 Juni 2015

Hematologi

HemoglobinL 9.5 g/dL

HematokritL 29%

Leukosit8.260 L

Trombosit174.000 L

Eritrosit L 3 juta/ L

HITUNG JENIS

Basofil0%

eosinofilH 6%

Neutrofil batangL 0%

Neutrofil segmen64%

Limfosit L 22%

Monosit H 9%

LUC3%

SGOT27 U/l

SGPTH 82U/l

Bilirubin totalH 1.04 mg/dl

Bilirubin direkH 0.38 mg/dl

Bilirubin indirek0.66 mg/dl

EKG (Elektrokardiogram)

Interpretasi EKG (17-8-2014):

Kaliberasi standar

Irama

: sinus takikardiQRS rate

: 101 x/menitAksis

: Left Axis Deviation (LAD)Gelombang P : durasi 0,08 sec; amplitudo 0,2 mVPR interval : 0,16 secKompleks QRS : durasi 0.08 secSegmen ST: ST elevasi V2-5Gelombang T: normalKesan : sinus takikardi dengan infark anterolateral dan LAD

Interpretasi EKG (22-8-2014):

Kaliberasi standar

Irama

: sinus rhytmQRS rate

: 95x/menitAksis

: left axis deviation (LAD)Gelombang P : durasi 0,08 sec; amplitudo 0,2 mVPR interval : 0,16 secKompleks QRS : durasi 0.08 sec; Q patologis di AVLSegmen ST: ST elevasi V2-5Gelombang T: normalKesan : sinus rhytm dengan old infark, infark anterolateral dan LAD Rontgen thorax

Interpretasi Ro 24 Juni 2015

Cor: kardiomegali (CTR> 50%)

Aorta : tidak melebar, tidak elongasio dan tidak terdapat kalsifikasi

Paru : corakan bronkovaskular >2/3 lapang paru, terdapat infiltrat

Hilus: tidak melebar, tidak suram dan tidak menebal

Sudut : Sinus costofrenikus lancipRESUMEWanita 57 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 5 jam SMRS. Keluhan tersebut dirasakan timbul saat sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga disertai dengan keringat dingin dan seluruh badan terasa lemas. Sesak napas sudah dirasakan pasien sejak dua bulan yang lalu dan mulai memburuk sejak 1 hari SMRS terutama saat beristirahat pada malam hari. Sesak dirasakan bila istirahat, beraktivitas, maupun berjalan jauh. Pasien mengaku akan sesak jika tidur tidak menggunakan bantal lebih dari satu. Sebulan yang lalu pasien sempat mengalami nyeri dada yang menjalar ke lengan hingga menembus punggung. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan berlangsung kurang lebih selama lebih dari 10 menit. Pasien tidak mengetahui kapan mulai timbul bengkak pada kedua kakinya. Keluhan pusing, sakit kepala , mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK diakui normal. Pasien tidak merokok. Pola makan pasien terhadap makanan bersantan,berlemak tidak dikontrol. Pasien mengaku kurang dalam berolahraga.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kelainan adanya pembesaran batas jantung kiri, suara napas ronki basah halus (+/+) dan edema pada kedua tungkai. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit , penurunan trombosit & alkalosis respiratorik. Pada Pemeriksaan EKG terdapat infark pada daerah anterolateral Pada pemeriksaan rontgen thorax terdapat CTR> 50%, corakan bronkovaskular>2/3 dan terdapat infiltrat. DIAGNOSIS KERJA

AHF functional class IV et causa STEMI late onset

Hipotensi et causa syok kardiogenik

DIAGNOSIS BANDINGCHF et causa dilated cardiomyopathy

CKD

PEMERIKSAAN ANJURAN

Angiografi koronerEchocardigraphyTATALAKSANAPenatalaksanaan di IGD

IVFD Nacl 0,9% 200 cc/ 1/2 jam

O2 3 L/menitAspilet 160 mg

Clopidrogel 360 mg

Dobutamin 5u

Simvastatin

Lasix 1x 1 amp

Lovenox 2x 0.6 mg

Cefoperazone 2 x 1gr

SNMC inj 2 amp dimasukan daam D5% 100cc dalam 1/2 jam 3xseminggu

Biocurliv 3x1

Ranitidin 2x1

Penatalaksanaan di CVCU

Aspilet 1x80 mg

Clopidrogel 1x75mg

Simvastatin 1x10mg

Biocurliv 3x1mg

Concord 1x2.5mg

Candesartan 1x4mg

Alprazolam 1x0.5mg

Lasix 1x1mg

Allopurinol 1x100mg

Cefoperazone 2x1gr

Ranitidin 2x1PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad malamAd sanationam : dubia ad malamANALISA KASUS

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham, yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:

Kriteria Mayor :

Paroksismal nocturnal dyspnea

Distensi vena leher

Ronki paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

Kriteria minor :

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dispnea deffort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardia (>120 x/menit)

Kriteria mayor atau minor :

Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Pada anamnesa didapatkan bahwa pasien mengeluh sering sesak napas saat beristirahat pada malam hari dan saat beraktifitas sejak 2 bulan yang lalu. Pada PF didapatkan suara nafas ronki basah halus pada kedua lapang paru disertai kardiomegali pada rontgen dada. Ketiga tersebut termasuk dari kriteria mayor Framingham dengan kelas fungsional IV pada kriteria NYHA. Keluhan pasien juga ditambah dengan 3 kriteria minor Framingham, yaitu edema ekstremitas bawah, dispneu deffort dan efusi pleura..Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini, yaitu laboraratorium, rontgen thorax, ekg (elektrokardiogram). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil alkalosis respiratorik yang menggambarkan pasien menglami sesak napas yang diakibatkan penyempitan saluran napas akibat adanya akumulasi cairan di paru. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan nilai CTR>50%, hal itu menunjukkan bahwa jantung pasien membesar atau kardiomegali dan adanya akumulasi cairan pada paru sebelah kiri. Hasil elektrokardiogram menunjukkan adanya infark pada dinding anterolateral.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien adalah gagal jantung kongestif karena mencakup 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Kemungkinan besar etiologi penyakit pada pasien ini adalah disebabkan karena CAD yang dibuktikan dengan adanya infark pada dinding anterolateral. Gagal jantung akibat infark miokard terjadi karena gangguan fungsi miokardium akibat perubahan maladaptif sel miosit dan matriks ekstraseluler yang akan menyebabkan remodeling ventrikel berupa turunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding dan mengubah daya kembang ruang jantung (dilatasi).

TINJAUAN PUSTAKAGagal Jantung AkutI.1. Definisi

Suatu sindroma dimana timbulnya tanda dan gejala yang berlangsung cepat dan singkat (dalam jam atau hari) akibat disfungsi jantung. Keadaan ini dapat terjadi pada para penderita dengan atau tanpa kelainan jantung sebelumnya, dan dapat mematikan bila tidak diatasi segera. Disfungsi jantung yang dimaksud meliputi disfungsi sistolik atau diastolik, irama jantung abnormal, terdapat ketidak sesuaian antara prelod dan afterload (preload and afterload mismatch) (Sudoyo, 2010).

GJA sendiri dapat terjadi sebagai onset baru GJA pada penderita tanpa disfungsi jantung sebelumnya (disebut sebagai acute de novo) atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronik (GJK) yang sudah diketahui sebelumnya (acute on chronic), GJA seperti ini dikategorikan sebagai gagal jantung akut dekompensata (ADHF) (Sudoyo, 2010).I.2. Epidemiologi

Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia. America Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%. Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya (Indrawati, 2009).

I.3. Klasifikasi

Pasien GJA teediri atas 6 subset klinis sebagai berikut:

Gagal jantung akut dekompensata (dekompensasi gagal jantung kronik)

Terdapat tanda dan gejala GJA yang ringan dan tidak memenuhi criteria untuk syok kardiogenik, edema pulmoner, atau krisis hipertensi. Merupakan perburukan GJK yang progresif (Sudoyo, 2010).

Sindroma koroner akut dan gagal jantung (de novo)

Dapat dibuktikan dari gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Biasanya disertai atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, AF, VT) (Sudoyo, 2010).

GJA Hipertensif

Terdapat tanda dan gejala gagl jantung terkait dengan tekanan darah tinggi dan fungsi ventrikal kiri yang masih baik disertai gambaran edema pulmoner akut dari foto toraks (Sudoyo, 2010).

Edema paru akut

Terdapat distresspernapasan yang berat, ronki kasar (crakles) diseluruh lapang paru, orthopnoea, saturasi 02 < 90% pada udara kamar sebelum terapi (Sudoyo, 2010).Syok kardiogenik

Keadaan dimana ada tanda hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah koreksi preload. Parameter hemodinamik syok kardiogenik antara lain penurunan tekanan darah (TD sistolik < 90 mmHg atau turunnnya takanan arteri rereta (mean arterial pressure= MAP) > 30 mmHg dan / penurunan dieresis (< 0.5 cc/kg/jam), dengan laju nadi > 60 denyut per menit dengan atau tanpa bukti kongesti organ (Sudoyo, 2010).Gagal jantung kanan akut terisolasi

Ditandai sindroma output rendah dengan peningkatan vena juguler, hepetomegali dan hipotensi (Sudoyo, 2010).

Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal jantung menurut ACC dan NYHA

I.4. Etiologi dan Faktor Resiko

I.5. Patofisiologi

Penyebab tersering terhadinya gagal jantung adalah gangguan/ kerusakan fungsi miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada perikardium, miokardium,

endokarium ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi ventrikel kiri mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang bertujuan mengembalikan kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan.

Aktivasi sistem simpatis menimbulkan peingkatan denyut jantung dan vasokontriksi perifer sehingga curah jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosterone System (RAAS) menyebabkan vasokontriksi (angiotensin) dan peningkatan volume darah melalui retensi air dan natrium (aldosteron). Mekanisme kompensasi yang terus berlangsung ini akan menyebabkan stress pada miokardium sehingga menyebabkan terjadi remodelling yang progresif, dan pada akhirnya dengan mekanisme kompensasi pun jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan jaringan (dekompensasi).

I.5. Manifestasi Klinis

Tabel 1.2 Gejala klinis AHF

I.6. DiagnosisKriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut: Algoritma 1. Diagnosis Gagal Jantung

Elektrokardiogram (EKG)Pemeriksaan EKG digunakan untuk mengetahui irama jantung, etiologi gagal jantung akut, kondisi jantung seperti sindroma koroner akut, dan hipertrofi rongga jantung. Aritmia jantung dinilai dengan EKG 12 sadapan dapat dilakukan pemanangan EKG monitor kontinu diruang CVCU (Sudoyo, 2010).Foto Thorax dan pencitraan lain

Ro thorax dilakukan untuk evaluasi kelainan tambahan paru (infeksi, tanda kongesti) maupun jantung (bentuk dan ukuran) dan kongesti paru. Juga diperlukan untuk konfirmasi dignosis, dan tindak lanjut untuk evaluasi adanya perbaikan atau perburukan. CT scan dan scintigrafi toraks dilakukan untuk mengetahui emboli paru atau penyakit paru lainnya serta Ekokardiografi Transesofageal dan MRI untuk menyingkirkan diseksi aorta di centre yang memiliki fasilitas (Sudoyo, 2010).Laboraturium

Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati dan INR merupakan pemeriksaan awal pada HF. Analisa gas darah arteri (Astrup) diperiksa pada semua pasien dengan GJA yang berat. Pemeriksaan non infasif seperti oksimetri dapat menggantikan data Astrup terutama pada pasien yang sulit diakses arteri.(Sudoyo, 2010). Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi perubahan fungsi dan struktur jantung pada gagal jantung akut pada seperti pada sindrom koroner akut. Hal penting yang dinilai dengan ekokardiografi : fungsi ventrikel kiri dan kanan, keadaan katup, perikard, komplikasi mekanik dari infark miokard dan adanya massa dijantung (jarang), tekanan arteri pulmonal, dan curah jantung. Pemeriksaan ini dilakukan bila pasien stabil untuk transfer (Sudoyo, 2010).

Treadmill testTreadmill test memiliki kemampuan terbatas dalam diagnosisi gagal jantung, meskipun demikian seseorang dengan kapasitas fisik maksimal pada pemeriksaan treadmill dan tidak dalam terapi gagal jantung dapat disingkirkan dalam diagnosis gagal jantung. Aplikasi utama pemeriksaan treadmill pada gagal jantung adalah untuk menilai fungsi, kemajuan terapi dan stratifikasi prognosis (Sudoyo, 2010).

I.7. Prognosis

Peningkatan ureum, kreatinin disertai hiponatremia menandakan prognosis buruk, demikian juga dengan peningkatan troponin pada AHF ec ACS. Pemeriksaan BNP atau NT-proBNP saat masuk dan sebelum pulang juga dapat memberikan nilai prognosis pasien HF (Sudoyo, 2010).I.8. Tatalaksana

Algoritma penatalaksanaan terapi gagal jantung berdasarkan klasifikasi fungional NYHA. (Harrison, 2012)

II. STEMI (ST Elevation Miokard Infark)1. Definisi

IMA (infark miokard akut) dengan elevasi ST (STelevation myocardial infarction= STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya1.

2. EtiologiSTEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, arterosclerosis. dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.Faktor risiko6 :

Merokok

Memiliki kadar kolesterol tinggi

Tidak berolahraga secara teratur

Memiliki hipertensi, atau tekanan darah tinggi

Makan makanan yang tinggi lemak jenuh dan kolesterol

Memiliki diabetes melitus

Berat badan lebih dari 30 persen dari berat badan ideal

Memiliki anggota keluarga (terutama orang tua atau saudara kandung) yang pernah menderita penyakit jantung koroner atau stroke

Menggunakan stimulan atau narkoba, seperti kokain atau amfetamin (zat ini tidak menyebabkan penyakit jantung koroner tetapi dapat meningkatkan dampak dari setiap penyakit jantung koroner yang mendasari).

Patofisiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.3Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyaivibrous capyang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).

Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri darifibrin rich redtrombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. 3Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Infark transmural biasanya mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantungdilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi prosesdegradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrosik. Selama fase ini, dindingnekrotik menjadi relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalamipenebalan yang progresif. Pada minggu ke enam, jaringan parut sudah terbentuk denganjelas. 4. Manifestasi KlinisPasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes militus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.(Djohan, anwar.2004).Nyeri Dada

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.

Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.

Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal, Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes militus dan usia lanjut. (Djohan, anwar.2004).Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi fentrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistlik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

5. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.

Biomarker Kerusakan Jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). 6CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Dikutip dari

http://www.ucdenver.edu/academics/colleges/nursing/Documents/PDF/coronary-syndrome.pdf Penatalaksanaan

Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembnag ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi Intervensi).7

Tatalaksana Awal

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain: Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi.

Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.

Melakukan terapi perfusi.

Tatalaksana Umum

Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 100 mmHg, interval PR