Presentasi Kasus Neuro

55
PRESENTASI KASUS SEORANG LAKI-LAKI 58 TAHUN DENGAN MONOPLEGIA INFERIOR DEXTRA Oleh : Nurul Dwi Utami G99142001 Gerry Febrian R G99142002 Antonius Setyo W G99142003 Dwiana Ardianti G99142004 G Harldy Parendra G99142005 Alvian Oscar Irawan G99142006 Andreas Agung K G99142007 Novian Anindito S G99142008 Rabi’atul Adawiyah G99142009 Arifa Martha Santoso G99142010 Istna Sofia Aulia G99142011 Pembimbing: dr. Suratno, Sp.S.(K)

description

presentasi kasus

Transcript of Presentasi Kasus Neuro

PRESENTASI KASUSSEORANG LAKI-LAKI 58 TAHUN DENGAN MONOPLEGIA INFERIOR DEXTRA

Oleh :Nurul Dwi UtamiG99142001Gerry Febrian RG99142002Antonius Setyo WG99142003Dwiana ArdiantiG99142004G Harldy ParendraG99142005Alvian Oscar IrawanG99142006Andreas Agung KG99142007Novian Anindito SG99142008Rabiatul AdawiyahG99142009Arifa Martha SantosoG99142010Istna Sofia Aulia G99142011

Pembimbing: dr. Suratno, Sp.S.(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2015

BAB ISTATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIENNama : Tn. SugionoUmur : 58 tahunJenis Kelamin : Laki-lakiAgama : IslamPekerjaan : Petani Alamat: Kedung Bunder RT 18 / RW 06, Sumberarum, Ngraho Bojonegoro, Jawa TimurNo. RM : 01-30-15 53Tanggal Masuk : 19 Mei 2015

B. ANAMNESIS1. Keluhan Utama Tungkai kanan tidak bisa digerakkan.

2. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD dengan keluhan tungkai kanan tidak bisa digerakkan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien sudah merasakan berat saat berjalan dengan tungkai kanan. Pasien juga merasakan kesemutan pada tungkai kanan. Pasien mengeluh tidak dapat buang air kecil maupun buang air besar sejak 2 hari yang lalu. Pasien merasakan nyeri yang menjalar dari tungkai kanan sampai ke daerah selangkangan. Nyeri kepala (-), muntah (-), bicara pelo (-), wajah perot ke kanan (-), tersedak (-), demam (-), pusing berputar (-). Pasien sudah terpasang DC dari puskesmas.

3. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat trauma : disangkalRiwayat pekerjaan: petani dan angkat-angkat beratRiwayat stroke: disangkalRiwayat tekanan darah tinggi: disangkalRwayat penyakit jantung: disangkal Riwayat sakit gula: disangkal

4. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkalRiwayat sakit gula: disangkalRiwayat tekanan darah tinggi: disangkalRiwayat sakit jantung: disangkal

5. Riwayat KebiasaanRiwayat minum alkohol: disangkalRiwayat merokok: disangkal

6. Riwayat GiziPasien makan sehari tiga kali dengan porsi cukup. Lauk-pauk sering menggunakan sayuran. Pasien juga menyukai gorengan, santan, dan organ dalam/ jeroan.

7. Riwayat Sosial EkonomiPasien di rumah tinggal bersama istri dan seorang anak. Pasien bekerja sebagai petani. Pasien dirawat di RSDM dengan menggunakan fasilitas kesehatan dari BPJS.

8. Anamnesis Sistema. Sistem saraf pusat : nyeri kepala (-), kejang (-)b. Sistem Indera1) Mata:berkunang-kunang (-), pandangan dobel (-), penglihatan kabur (-), pandangan berputar (-)2) Hidung:mimisan (-), pilek (-)3) Telinga:pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-), nyeri (-)c. Mulut:sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-), gigi tanggal (-), gigi goyang (-), bicara pelo (-)d. Tenggorokan:nyeri saat menelan (-), suara serak (-), gatal (-)e. Sistem respirasi:sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)f. Sistem kardiovaskuler:sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-)g. Sistem gastrointestinal:mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), susah BAB (+), perut sebah (-), mbeseseg (-), kembung (-), nafsu makan berkurang (-), ampeg (-)h. Sistem muskuloskeletal:nyeri (-), nyeri sendi (-), kaku (-)i. Sistem genitourinaria:mengompol (-), sulit mengontrol kencing (+)j. Extremitas superior:luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (-/-), bengkak (-), kelemahan (-/-), sakit sendi (-), panas (-) berkeringat (-)k. Extremitas inferior:luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (-/+), sakit sendi lutut (-/-), kelemahan (-/+)l. Sistem neurobehaviour:kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-)m. Sistem integumentum:kulit coklat sawo, pucat (-), kering (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK1. Status GeneralisVS :TD: 110/70 mmHgNadi: 98 kali/menitRR: 20 kali/menitSuhu: 35,6 CNRS: 3

2. Status Neurologisa. Kesadaran: GCS E4V5M6b. Fungsi luhur: dbnc. Fungsi otonom: retensi uri dan alvid. Fungsi sensorik: hipoesthesia L1 dextrae. Fungsi koordinasi: sdef. Fungsi collumna vertebralis : kesan dbng. Fungsi motorik:

Kekuatan TonusR. FisiologisR. Patologis 5/5/5 5/5/5 N N +2 +2

0/0/0 5/5/5N N +1 +2

h. Nn. craniales1) N.II, III : pupil isokhor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+) 2) N.III, IV, VI : gerak bola mata normal 3) N.VII : dbn4) N.XII : dbni. Meningeal Signs1) Kaku kuduk : (-) 2) Tanda Brudzinski I: (-)3) Tanda Brudzinski II: (-)4) Tanda Brudzinski III: (-)5) Tanda Brudzinski IV: (-)6) Tanda Kernig: (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratorium Darah 19 Mei 2015PemeriksaanHasilSatuanRujukan

Hematologi Rutin

Hemoglobin13.5g/dL13.5 17.5

Hematokrit4133 45

Leukosit6.8103/mL4.5 - 11.0

Trombosit265103/mL150 450

Eritrosit4.30106/mL4.50 5.90

Hemostasis

AT12.3Detik10.0 - 15.0

APTT29.5Detik20.0 - 40.0

INR0.970--

Kimia Klinik

GDS152mg/dL60-140

SGOT15u/L< 35

SGPT16u/L< 45

Kreatinin0.7mg/dL0.9 -1.3

Ureum33mg/dL< 50

Elektrolit

Natrium134mmol/L136-145

Kalium4.1mmol/L3.3-5.1

Kalsium1.22mmol/L1.17-1.29

:2. Foto Thorax PA

Hasil:Cor membesar dengan CTR 61%.Pulmo tak tampak terlihat infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronchovascular normal.Sinus costophrenicus tajam.Hemidiaphragma kanan kiri normal.Trachea di tengah.Sistema tulang baik.Simpulan: Cardiomegaly

3. Foto Lumbosacral AP/Lateral

Hasil:Tampak listhesis VL5 terhadap VL4 ke posterior < 25%Trabekulasi tulang normalTampak sklerotik pada superior endplate VL5 dan inferior endplate VL4Tampak lipping VL1,2,3,4,5, yang disertai penyempitan spatium intervertebralis VL4-5Tak tampak erosi/ destruksi tulangTak tampak paravertebral soft tissue mass/ swellingLine of weight bearing jatuh di depan bidang promontoriumSimpulan: Spondylolisthesis VL5 terhadap VL4 ke posterior grade I, Spondylosis lumbalis, Degenerative disc disease of the spine, Unstable lumbosacral joint E. RESUMEPasien datang ke IGD dengan keluhan tungkai kanan tidak bisa digerakkan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien sudah merasakan berat saat berjalan dengan tungkai kanan. Pasien juga merasakan kesemutan pada tungkai kanan. Pasien mengeluh tidak dapat buang air kecil maupun buang air besar sejak 2 hari yang lalu. Pasien merasakan nyeri yang menjalar dari tungkai kanan sampai ke daerah selangkangan. Nyeri kepala (-), muntah (-), bicara pelo (-), wajah merot ke kanan (-), tersedak (-), demam (-), pusing berputar (-). Pasien sudah terpasang DC dari puskesmas. Tidak ditemukan riwayat penyakit dahulu yang berarti. Kondisi pasien datang dengan kesadaran composmentis, namun ditemukan abnormalitas pada hasil laboratoium darah, status neurologis, foto thorax PA, dan foto lumbosacral AP/Lateral.

F. ASSESMENT K: Monoplegia dextra, hipoesthesia L1 dextraT: Myelum vertebra lumbalis 1 (VL1)E: Degenerative disc disease dd: spondylolistesis, hnp, canalis stenosis

G. PENATALAKSANAAN1. Infus asering 0,9% 20 tpm2. Injeksi vitamin B12 500mg/12 jam3. Injeksi methyl prednisolone 125 mg/8 jam4. Injeksi ketorolac 30mg/12 jam5. Dulcolax supposituria

H. PLANNING1. Rawat inap di bangsal2. Foto thorax PA3. Foto lumbosacral AP/Lateral4. EKG5. Lab rutin, kimia, dan elektrolit

I. PROGNOSISAd vitam: dubia ad bonamAd sanam: dubia ad bonamAd fungsionam: dubia ad bonam

J. PROGRESS REPORTTanggal19 05 2015

SubjectiveTungkai kanan tidak bisa digerakkan

ObjectiveGCS E4V5M6Tensi: 110/70 mmHgNadi: 89 kali/menitRespirasi: 18 kali/menit, regularSuhu: 35,80 C (per axilla)Fungsi luhur: dbnMeningeal signs: -Nn. craniales:N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+N.III, IV, VI gerak bola mata dbnN.VII, XII dbn

Motorik:K5/5/5 5/5/5TNN

0/0/05/5/5NN

RF+2 +2RP--

+1+2--

Sensorik: hipoesthesia L1 dextraOtonom: retensi urin dan alviKoordinasi: dbn

AssessmentK : Monoplegi dextra. Hipoesthesia L1T : Myelum VL1E : Degenerative disc disease (protusi discus) dd: spondylitis

PlanningTerapi: Infus asering 20 tpm Injeksi vitamin B12 500 mg/12 jam Injeksi methyl prednisolone 125 mg/8 jamInjeksi ketorolac 3 mg/8 jam Pasang DC Dulcolac 0-0-2Diagnosis: tunggu lab dan foto Rontgen

Tanggal20 5 2015

SubjectiveTungkai kanan tidak bisa digerakkan

ObjectiveGCS E4V5M6Tensi: 115/70 mmHgNadi: 80 kali/menitRespirasi: 19 kali/menit, regularSuhu: 36,30 C (per axilla)Fungsi luhur: dbnMeningeal signs: -Nn. craniales:N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+N.III, IV, VI gerak bola mata dbnN.VII, XII dbn

Motorik:K5/5/55/5/5TNN

0/0/05/5/5NN

RF+2+2RP--

+2+2--

Sensorik: hipoesthesia L1 dextraOtonom: retensi urin dan alviKoordinasi: dbn

AssessmentK : Monoplegia dextra, Hipoesthesia L1 dextraT : Myelum VL1E : Degenerative disc disease (protusi discus) dd: spondylitis

PlanningTerapi: Infus asering 20 tpm Injeksi vitamin B12 500 mg/12 jam Injeksi methyl prednisolone 125 mg/8 jamInjeksi ketorolac 3 mg/8 jam Dulcolac 0-0-2Diagnosis: tunggu konsul Rontgen

Tanggal21 5 2015

SubjectiveTungkai kanan tidak bisa digerakkan

ObjectiveGCS E4V5M6Tensi: 115/60 mm/HgNadi: 84 kali/ menitRespirasi: 20 kali/menit, regularSuhu: 35 C (per axilla)Fungsi luhur: dbnMeningeal signs: -Nn. craniales:N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+N.III, IV, VI gerak bola mata dbnN.VII, XII dbn

Motorik:K5/5/55/5/5TNN

0/0/05/5/5NN

RF+2+2RP--

+1+2--

Sensorik: hipoesthesia L1 dextraOtonom: retensi urin dan alviKoordinasi: dbn

AssessmentK : Monoplegia dextra, Hipoesthesia L1 dextraT : Myelum VL1E : Degenerative disc disease (protusi discus) dd: spondylitis

PlanningTerapi:Infus asering 20 tpmInjeksi ranitidine 50 mg/12 jamInjeksi vit B12 500 mg/12 jamInjeksi methyl prednisolone 125 mg/8 jamDulcolac 0-0-2Diagnosis: MRI thoracolumbal dengan kontras

Tanggal22 5 2015

SubjectiveTidak bisa BAB, tungkai kanan tidak bisa bergerak

ObjectiveGCS E4V5M6Tensi: 120/75 mmHgNadi: 82 kali/menitRespirasi: 20 kali/menit, regularSuhu: 36,1 C (per axilla)Fungsi luhur: dbnMeningeal signs: -Nn. craniales:N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+N.III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnN.VII, XII dbn

Motorik:K5/5/55/5/5TNN

0/0/05/5/5NN

RF+2+2RP--

+1+2--

Sensorik: hipoesthesia L1Otonom: retensi urin dan alviKoordinasi: dbn

AssessmentK : Monoplegia dextra, Hipoestesi L1 dextraT : Myelum VL1E : Degenerative disc disease (protusi discus) dd: spondylitis

PlanningTerapi: Infus asering 20 tpmInjeksi ranitidine 50 mg/12 jamInjeksi vit B12 500 mg/12 jamInjeksi methyl prednisolone 125 mg/8 jamNatrium diclofenac 2x1 tabDulcolac supp 1 supp 1Diagnosis: MRI thoracolumbal dengan kontras

Tanggal23 5 2015

SubjectiveSudah bisa BAB 1 kali

ObjectiveGCS E4V5M6Tensi: 130/70 mmHgNadi: 80 kali/menitRespirasi: 20 kali/menit, regularSuhu: 34,8 C (per axilla)Fungsi luhur: dbnMeningeal signs: -Nn. craniales:N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+N.III, IV, VI gerak bola mata dbnN.VII, XII dbn

Motorik:K5/5/55/5/5TNN

0/1/05/5/5NN

RF+2+2RP--

+1+2--

Sensorik: hipoesthesia L1 dextraOtonom: retensi urin dan alviKoordinasi: dbn

AssessmentK : Monoplegia dextra, Hipoesthesia L1 dextraT : Myelum VL1E : Degenerative disc disease (protusi discus) dd: spondylitis

PlanningTerapi: Infus asering 20 tpmInjeksi ranitidin 50 mg/12 jamInjeksi vit B12 500 mg/12 jamInjeksi methyl prednisolone 125 mg/8 jamNatrium diclofenac 2x1 tabDiagnosis: MRI thoracolumbal dengan kontras

Tanggal25 05 2015

SubjectiveTidak bisa BAB

ObjectiveGCS E4V5M6Tensi: 125/75 mmHgNadi: 84 kali/menitRespirasi: 21 kali/menitSuhu: 35,50 C (per axilla)Fungsi luhur: dbnMeningeal signs: -Nn. craniales:N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+N.III, IV, VI gerak bola mata dbnN.VII, XII dbn

Motorik:K5/5/5 5/5/5TNN

0/1/05/5/5NN

RF+2 +2RP--

+1+2--

Sensorik: Hipoesthesia L1 dextraOtonom: retensi urin dan alviKoordinasi: dbn

AssessmentK : Monoplegia dextra, Hipoesthesia L1 dextraT : Myelum VL1E : Degenerative disc disease (protusi discus) dd: spondylitis

PlanningTerapi: Infus asering 20 tpm Injeksi ranitidin 50 mg/12 jamInjeksi vit B12 500 mg/12 jam Injeksi methyl prednisolone 125 mg/8 jamNa diclofenac 2x1 tabDiagnosis: tunggu lab dan foto Rontgen

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DERMATOM SENSORIKDermatom sensorik adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu nervus spinalis. Ada 8 Nn. cervicales, 12 Nn. thoracales, 5 Nn. Lumbales, dan 5 Nn. sacrales. Masing-masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke otak. Sepanjang dada dan perut dermatom seperti tumpukan cakram yang dipersarafi oleh nervus spinalis yang berbeda. Sepanjang lengan dan kaki, pola ini berbeda karena dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang anggota badan.1. Manfaat KlinikDermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan tempat kerusakan saraf-saraf spinalis. Karena kesakitan terbatas dermatom adalah gejala bukan penyebab dari dari masalah yang mendasari, operasi tidak boleh sekalipun ditentukan oleh rasa sakit. Sakit di daerah dermatom mengindikasikan kekurangan oksigen ke saraf seperti yang terjadi dalam peradangan di suatu tempat di sepanjang jalur saraf.Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang seperti infeksi herpes zoster, dapat mengungkapkan sumbernya dengan muncul sebagai lesi pada dermatom tertentu. Herpes zoster merupakan virus yang dormant di dalam ganglion dorsalis, bermigrasi sepanjang saraf spinalis dan hanya mempengaruhi daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf tempat virus tersebut menetap. Gejala biasanya unilateral tetapi dalam keadaan kekebalan tubuh menurun, mereka lebih cenderung menjadi bilateral dan simetris, yang berarti bahwa virus ada pada kedua ganglia dari ganglion dorsalis.

2. Peta Dermatoma. Segmen Cervical 2 (C2) sampai Cervical 4 (C4)Dermatom C2 meliputi tengkuk dan bagian superior cervical. C3 meliputi bagian inferior cervical hingga ke klavikula. C4 meliputi area tepat di bawah klavikula.b. Segmen Cervical 5 (C5) sampai Thoracal 1 (T1)Dermatom ini semua terletak di lengan. C5 meliputi lengan bagian lateral dan superior siku. C6 meliputi lengan bawah dan radius (ibu jari). C7 meliputi jari tengah, C8 meliputi bagian lateral tangan, dan T1 mencakup sisi medial lengan bawah.c. Segmen Thoracal 2 (T2) sampai Thoracal 12 (T12)Segmen thoraks ini mencakup aksilla dan daerah dada. d. Segmen Lumbal 1 (L1) sampai Lumbal 5 (L5)Dermatom kulit yang mewakili daerah pinggul dan daerah inguinal dipersarafi oleh L1. L2 dan L3 mencakup bagian anteriorfemur. L4 dan L5 mencakup bagian medial dan lateral kaki bagian bawah.e. Segmen Sacral 1 (S1) sampai Sacral 5 (S5)S1 meliputi tumit dan kaki tengah bagian belakang. S2 menutupi bagian belakang femur. S3 menutupi sisi medial dari gluteus dan S4-5 meliputi daerah perineum.

Gambar 1. Dermatom Sensorik Kepala dan Leher

Gambar 2. Dermatom Sensorik Batang Tubuh

Gambar 3. Dermatom Sensorik Extremitas Superior dan InferiorB. LESI MEDULLA SPINALIS1. Anatomi Medulla SpinalisMedulla spinalis merupakan struktur berbentuk silinder yang berdiameter kurang dari 2 cm dan terdiri dari bagian putih (substansia alba) dan bagian abu-abu (substansia grisea). Medulla spinalis berada dalam kanalis sentralis vertebra yang dikelilingi oleh collum vertebra. Memanjang dari foramen magnum yang berada di dasar tengkorak sampai setinggi L1-2 yang disebut conus medullaris. Di bawah tingkat ini lumbar sac (theca) hanya mengandung filamen serabut saraf yang disebut cauda equina (Baehr et al., 2005).Medulla spinalis diselubungi oleh 3 selaput meningen, yang merupakan lanjutan dari selaput yang menyelubungi otak. Piamater melekat pada medulla spinalis, duramater dan arachnoidmater (tanpa pembuluh darah) memanjang secara kaudal sampai setinggi S5 yang kemudian bergabung dengan fillum terminale membentuk ligamentum coccygeum.Medulla spinalis menerima input melalui nervus perifer dari bagian tubuh dan melalui traktus descenden dari otak kemudian memproyeksikan output melalui saraf perifer ke bagian tubuh dan melalui traktus ascenden ke otak (Noback et al., 2005).

Gambar 4. Medulla Spinalis2. Etiologi Lesi Medulla SpinalisBerdasarkan etiologinya, lesi pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi 2, yaitu lesi traumatik dan non traumatik.a. Lesi Medulla Spinalis TraumatikTekanan mendadak yang menyebabkan fraktur, dislokasi, kompresi pada tulang belakang dapat menyebabkan lesi traumatis. Tembakan maupun luka senjata tajam juga dapat menyebabkan lesi traumatis pada tulang belakang. Komplikasi trauma seperti perdarahan, pembengkakan, peradangan dan penumpukan cairan di dalam atau dekat medulla spinalis sering menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Trauma juga dapat terjadi secara progresif (kronis) seperti mengangkat beban yang berat dalam waktu yang lama.b. Lesi Medulla Spinalis Non TraumatikLesi ini bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor penyebabnya mencakup penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, infeksi, inflamasi, penyakit vaskuler, neoplasma, kondisi toksik dan metabolik, serta kelainan kongenital dan perkembangan.1) SpondylitisSpondylitis merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif. Penyebab yang paling sering adalah bakteri mycobacterium tuberculosa. Gejala klinis yang timbul berupa:a) Nyeri pinggang atau punggungb) Nyeri tekan lokal disertai spasme ototc) Abses paravertebrad) Gibbus bila ada kompresi vertebrae) Parestesi dan kelemahan pada ekstremitas inferior2) Hernia Nucleus PulposusMerupakan suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus mengalami penonjolan ke dalam canalis spinalis sehingga menyebabkan penekanan pada radiks spinalis atau cauda equina. Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan mencakup:a) Hipoestesib) Nyeri tulang belakangc) Paresisd) Inkontinensia urin et alvi3) Metastatik Bone DiseaseMetastase tulang merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada penderita kanker, terutama disebabkan dari kanker paru, payudara, dan prostat. Metastase tulang dapat menyebabkan nyeri hebat, fraktur patologis, dan kompresi spinal cord yang dapat mengancam jiwa.Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya metastase kanker ke tulang yaitu:1) Aliran darah yang banyak pada sumsum tulang.2) Tulang merupakan sumber dihasilkannya faktor-faktor pertumbuhan (transforming growth factor, insulin like growth factor, fibroblast growth factor, platelet derived growth factor, bone morphogenic protein, dan kalsium). Faktor-faktor ini dihasilkan dan teraktivasi pada proses resorpsi tulang dan merupakan tanah yang subur untuk pertumbuhan sel kanker (seed and soil hypothesis).3. Level Lesi Medulla SpinalisCedera tulang belakang bervariasi dalam lokasi dan tingkat keparahannya. Level neurologis adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis yang masih ditemukan sensoris dan motoris normal di kedua sisi tubuh. Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah penting. Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1. Cedera pada segmen cervical di atas T1 menyebabkan tetraplegi dan bila di bawah level T1 menghasilkan paraplegi. Level tulang vertebra yang mengalami kerusakan menyebabkan cedera pada medulla spinalis. Level kelainan neurologis dari cedera ini ditentukan hanya dengan pemeriksaan klinis. Kadang-kadang terdapat ketidakcocokan antara level tulang dan neurologis disebabkan nervus spinalis memasuki kanalis spinalis melalui foramina dan naik atau turun di dalam kanalis spinalis sebelum betul-betul masuk ke dalam medulla spinalis.

Gambar 5. Myotom dan Dermatom Sensorik

Tingkat keparahan lesi ini diklasifikasikan sebagai lesi komplit, yaitu jika hampir semua gerakan dan sensasi di bawah tingkat cedera hilang, atau lesi inkomplit, yaitu jika sebagian gerakan dan sensasi masih dapat dirasakan.a. Level SensorikLevel sensorik ditentukan melalui dermatom dengan masing-masing segmen medulla spinalis yang menginervasi bagian kulit spesifik. Distribusi dermatom ini relatif mudah, kecuali pada tungkai. Di lengan, serviks dermatom C5 ke T1 tersusun dari radial proksimal (C5) ke distal (C6-8) dan medial proksimal (T1). Pada bagian kaki-kaki, L1 untuk L5 dermatom menutupi bagian depan kaki dari proksimal ke distal sedangkan dermatom sakral menutupi bagian belakang kaki. Level sensoris menunjukkan ke arah segmen bagian kaudal medula spinalis dengan fungsi sensoris yang normal pada kedua bagian tubuh.b. Level MotorikTerdapat 10 kelompok otot yang merepresentasikan inervasi motorik medulla spinalis segmen cervical dan lumbosacral. C5 merepresentasikan otot fleksor siku (musculus biceps), C6 untuk ekstensor pergelangan tangan, C7 untuk ekstensor siku (musculus triceps), C8 untuk fleksor jari-jari (musculus flexor digiti), dan T1 untuk abduktor kelingking (musculus abductor digiti minimi). Adapun otot-otot kaki merepresentasikan segmen lumbal. L2 untuk fleksor panggul (musculus psoas), L3 untuk ekstensor lutut (musculus quadriceps), L4 untuk dorsifleksor pergelangan kaki (musculus tibialis anterior), L5 untuk ekstensor jari telunjuk kaki (musculus hallucis longus), dan S1 untuk fleksor plantar pergelangan kaki (musculus gastrocnemius). Sfingter ani diinervasi oleh medulla spinalis segmen S4-5 dan merepresentasikan akhir dari medulla spinalis. Sphincter ani merupakan batas kritis dari pemeriksaan medulla spinalis. Level motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu daerah paling kaudal di mana masih dapat ditemukan motoris dengan kekuatan 3/5 pada lesi komplit.

C. LOW BACK PAIN1. DefinisiDalam Bahasa Inggris, nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dikenal sebagai low back pain (LBP). LBP merupakan nyeri di daerah lumbosacral dan sacroiliaca. LBP didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler, ataupun keduanya. Nyeri dan spasme biasanya dirasakan pada pinggang, pantat, dan dapat menyebar ke tungkai yang biasanya dialami seseorang pada usia 20-55 tahun dan nyeri akan meningkat saat bekerja dan membungkuk. (Panjaitan, 2004).2. AnatomiTulang belakang (vertebrae) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas corpus vertebrae yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebralis dan ditahan satu sama lain oleh Lig. longitudinale anterior dan posterior. Bagian posterior tidak begitu kokoh dan terdiri dari masing-masing arcus vertebrae dengan lamina dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligamenta, di antaranya Lig. interspinale, Lig. intertansversum dan Lig. flavum. Pada Proc. spinosus dan Proc. transversus, melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi columna vertebralis. Columna vertebralis ini terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari segmen anterior dan posterior.a. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai penyangga tubuh. Segmen ini meliputi corpus vertebrae dan discus intervertebralis yang diperkuat oleh Lig. longitudinale anterior di bagian depan dan Lig. longitudinale posterior di bagian belakang. Sejak dari occiput, ligamentum ini menutupi seluruh bagian belakang discus. Mulai VL1, ligamentum ini menyempit hingga pada daerah VL5-VS1 lebar ligamentum hanya tinggal separuh asalnya.b. Segmen posterior, dibentuk oleh arcus, Proc. transversus dan Proc. spinosus. Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang articulationes dan diperkuat oleh ligamenta serta musculi. Struktur lain yang tak kalah pentingnya dalam persoalan LBP adalah discus intervertebralis. Di samping berfungsi sebagai penyangga beban, discus intervertebralis berfungsi pula sebagai peredam kejut. Discus ini terbentuk oleh anulus fibrosus yang merupakan anyaman serat-serat fibroelastik hingga membentuk struktur mirip gentong. Tepi atas dan bawah gentong melekat pada end plate vertebra, sedemikian rupa hingga terbentuk rongga antarvertebra. Rongga ini berisi nucleus pulposus, suatu bahan mukopolisakarida kental yang banyak mengandung air. Struktur lain yang tidak kalah penting dan menjadi istimewa adalah sendi lengkung vertebra articulatio zygapophysealis (facet joint), letaknya sangat berdekatan dengan foramen intervertebrale yang dilalui nervus spinalis untuk meninggalkan canalis vertebralis. Sendi ini adalah sendi sinovial datar antara proccesus articularis (zygoapophysis) vertebra berdekatan. Sendi ini memungkinkan gerak luncur antarvertebra. Jika sendi ini mengalami trauma atau terserang penyakit, nervus spinalis dapat ikut terlibat. Gangguan ini dapat mengakibatkan rasa nyeri sesuai dengan pola susunan dermatom dan kejang pada otot-otot yang berasal dari myotom yang sesuai (Snell, 2006).

Secara anatomik, pinggang merupakan daerah tulang belakang VL1 sampai seluruh tulang sacrum dan otot-otot sekitarnya, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6. Collumna vertebralisGambar 7. Struktur vertebrae lumbalis

3. PatofisiologiTiga komponen biokimiawi utama discus intervertebralis adalah air, kolagen, dan proteoglikan; sebanyak 90-95% total volume discus. Kolagen tersusun dalam lamina, membuat diskus mampu berekstensi dan membuat ikatan antarvertebra. Proteoglikan berperan sebagai komponen hidrodinamik dan elektrostatik yang mengontrol turgor jaringan dengan mengatur pertukaran cairan pada matriks discus. Komponen air memiliki porsi sangat besar pada berat discus, jumlahnya bervariasi tergantung beban mekanis yang diberikan pada segmen tersebut. Sejalan dengan pertambahan usia cairan tersebut berkurang, akibatnya nucleus pulposus mengalami dehidrasi dan kemampuannya mendistribusikan tekanan berkurang, memicu robekan pada anulus. Kolagen memberikan kemampuan peregangan pada diskus. Nucleus tersusun secara eksklusif oleh kolagen tipe-II, yang membantu menyediakan tingkat hidrasi yang lebih tinggi dengan memelihara cairan, membuat nucleus mampu melawan beban tekan dan deformitas. Anulus terdiri dari kolagen tipe-II dan kolagen tipe-I dalam jumlah yang sama, namun pada orang yang memasuki usia 50 tahun atau lebih tua dari 50 tahun, kolagen tipe-I meningkat jumlahnya pada diskus.Proteoglikan pada discus intervertebralis jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada sendi cartilago, proteinnya lebih pendek, serta jumlah rantai keratin sulfat dan kondroitin sulfat yang berbeda. Kemampatan discus berkaitan dengan proteoglikan, pada nuleus lebih padat daripada di anulus. Sejalan dengan penuaan, jumlah proteoglikan menurun dan sintesisnya juga menurun. Anulus tersusun atas serat kolagen yang kurang padat dan kurang terorganisasi pada tepi perbatasannya dengan nucleus dan membentuk jaringan yang renggang dengan nucleus pulposus (Apsari et al, 2013).

B. DEGENERASI DISCUS INTERVERTEBRALIS1. DefinisiDegenerasi discus intervertebralis cervicalis adalah hilangnya sifat bantalan struktur semi-kaku (discus intervertebralis) cervicalis yang memisahkan dan menahan kolom tulang (vertebrae) cervicalis secara bertahap akibat proses degenaratif.2. EpidemiologiDegenerasi discus intervertebralis cervicalis memilki prevalensi pada usia 50-59 tahun dan terjadi pada sekitar 3,5/1000 populasi. Insidensi terbanyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan. 3. PatofisiologiDiscus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrocartilago yang berfungsi sebagai peredam kejut, menyebarkan gaya pada columna vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antarvertebra. Namun, dengan bertambahnya usia terjadi degenerasi discus yang ditandai dengan perubahan ukuran dan bentuk discus. Dimulai dari dekade ketiga, nucleus polpusus secara gradual akan mengalami sedikit dehidrasi dan kadar proteoglikan akan menurun sehingga menyebabkan discus bertambah kaku dan bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris, akibatnya bisa cedera atau robekan pada anulus dan nucleus dapat terjadi herniasi. Discus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock absorber) dan terdiri dari dua bagian utama, yaitu (1) anulus fibrosus, terbagi menjadi tiga lapisan yaitu lapisan terluar terdiri dari lamela fibrocolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan pir (coiled spring), lapisan dalam terdiri dari jaringan fibrocartilago dan daerah transisi; (2) nucleus pulposus adalah suatu gel yang lentur dan terdiri dari proteoglikan (hyaloronic long chain) yang mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis (Purwanto, 2003).Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif seiring bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun, terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam discus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga discus mengkerut, sebagai akibatnya nucleus menjadi kurang elastis. Dengan penurunan kadar air, fungsi nucleus sebagai bantalan berkurang, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris, akibatnya bisa mengalami cedera atau robekan pada anulus dan nucleus bisa terdesak keluar (Purwanto, 2003 dan Masduchi, 2010).a. Sklerosis End PlateKandungan fibrocartilago pada end plate meningkat seiring bertambahnya usia dan selama maturasi vertebra, end plate mengalami osifikasi sehingga end plate menjadi tebal. Normalnya, ketebalan end plate kurang dari 1 mm, namun bila telah mengalami sklerosis/ opasifikasi seiring dengan bertambahnya usia, ketebalan end plate menjadi lebih dari 1 mm. Proses degenerasi pada end plate akan mengakibatkan kekakuan, mikrofraktur dan kerusakan end plate yang menyebabkan perubahan titik tekan sehingga akan mempengaruhi tekanan hidrostatik discus. Hal ini akan meningkatkan permeabilitas cairan, sehingga akan dengan mudah terjadi eksudasi cairan dari end plate ketika menerima beban yang pada akhirnya dapat menyebabkan transfer beban yang tidak efektif dan tidak merata, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada discus.b. OsteofitOsteofit adalah spur yang terbentuk pada ujung-ujung sendi akibat proses degenerasi. Gangguan komplit internal dari perkembangan discus sampai hilangnya puncak discus mengubah mekanik facet joint menghasilkan formasi osteofit pada tepi discus.

c. Penyempitan Celah SendiDiscus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama, yaitu (1) anulus fibrosus dan (2) nucleus polpusus. Nucleus polpusus secara gradual akan mengalami dehidrasi dan kadar proteoglikannya akan menurun, sedangkan material fibrocartilago yang bertambah banyak mengakibatkan discus menjadi kaku, kemampuan untuk menyebarkan energi secara merata menurunan ketika menerima beban, sehingga nucleus polpusus dan anulus fibrosus mudah mengalami kerusakan lokal dan rentan terjadi robekan, hal ini dapat menimbulkan herniasi discus dan penyempitan celah sendi (Yong, 2003).4. Manifestasi KlinisAdapun manifestasi klinis dari proses degenerasi discus intervertebralis adalah sebagai berikut.a. Nyeri punggung bawah (low back pain) yang berat.b. Nyeri yang menyebar ke gluteus dan extremitas inferior.c. Nyeri yang bertambah berat dengan batuk, tertawa, dan straining.d. Rasa kebas (numbness) pada extremitas inferior.e. Kelemahan otot yang selanjutnya dapat menjadi atrofi.f. Spasme otot.5. Diagnosisa. Anamnesis1) Kapan mulai terasa sakit/ nyeri? Apakah Anda sebelumnya pernah merasakan hal serupa?2) Apakah munculnya nyeri diawali dengan suatu kegiatan fisik tertentu? Apa pekerjaan sehari-hari Anda? Adakah suatu cedera?3) Dimana letak nyeri yang dirasakan (sebaiknya penderita sendiri yang disuruh menunjukkan dimana letak nyerinya)?Apakah nyeri terasa menjalar?4) Bagaimana sifat nyeri yang dirasakan? Apakah nyeri bertambah dengan sikap tubuh tertentu?Apakah bertambah dengan melakukan kegiatan tertentu?5) Apakah nyeri berkurang pada saat istirahat?6) Adakah keluarga dengan riwayat penyakit serupa?7) Adakah perubahan siklus haid, atau perdarahan dari vagina (untuk perempuan)? Adakah gangguan BAK dan BAB atau penurunan libido?b. Pemeriksaan fisik1) InspeksiPerhatikan cara berjalan, berdiri, dan duduk. Inspeksi daerah punggung. Perhatikan kelurusan columna vertebralis, ada tidaknya lordosis, spasme otot paravertebral, deformitas, kiphosis, atau gibbus.2) PalpasiPalpasi sepanjang columna vertebralis untuk merasakan ada tidaknya nyeri tekan pada salah satu proccesus spinosus, gibbus, deformitas, atau adanya spasme otot paravertebral.c. Pemeriksaan NeurologikTujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri pinggang bawah adalah benar karena adanya gangguan saraf atau karena sebab yang lain.1) Pemeriksaan SensorikBila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu saraf tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan sensorik dengan menentukan batas-batas dermatom sensoriknya, dengan demikian segmen medulla spinalis yang terganggu dapat diketahui.2) Pemeriksaan MotorikDengan mengetahui myotom kelompok otot mana yang mengalami kelemahan, maka segmen yang terganggu dapat diketahui. Sebagai contoh, lesi yang mengenai segmen L4 akan menyebabkan M. tibialis anterior menurun kekuatannya.3) Pemeriksaan RefleksRefleks tendon akan menurun atau menghilang pada lesi motor neuron bawah (LMN) dan meningkat pada lesi motor neuron atas (UMN). Pada nyeri punggung bawah yang disebabkan HNP, refleks tendon dari segmen yang terkena akan menurun atau menghilang karena bersifat LMN.4) Tes Provokasi Nyeria) Tes Lasegue(Straight Leg Raising)Tungkai difleksikan pada sendi panggul, sedangkan sendi lutut tetap lurus sehingga N. ischiadicus akan tertarik.Bila nyeri pinggang disebabkan oleh iritasi pada saraf ini, maka nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan saraf ini (radikular), mulai dari pantat sampai ujung kaki.b) Tes Lasegue SilangBila tes Lasegue pada tungkai yang tidak sakit menyebabkan rasa nyeri pada tungkai yang sakit maka dikatakan Lasegue silang positif. Artinya, ada lesi pada N. ischiadicus atau radiks-radiks yang membentuk saraf ini.c) Tes KernigSama seperti tes Lasegue, tetapi dilakukan dengan lutut fleksi, setelah sendi panggul membentuk sudut 900dicoba untuk meluruskan sendi lutut.d) Tanda Patrick (FABERE)FABERE merupakan singkatan dari fleksi, abduksi, eksternal rotasi, dan ekstensi.Pada tes ini, pasien berbaring, tumit dari tungkai yang satu diletakkan pada sendi lutut pada tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan penekanan pada sendi lutut hingga terjadi rotasi eksternal. Bila timbul rasa nyeri, maka terdapat suatu sebab non-neurologik, misalnya coxitis.e) Chin-Chest ManeuverFleksi pasif pada leher hingga dagu mengenai dada. Tindakan ini akan mengakibatkan tertariknya myelum naik ke atas dalam canalis spinalis. Akibatnya, maka radiks-radiks saraf akan ikut tertarik ke atas juga, terutama yang berada di bagian thoracal bawah dan lumbal atas.Jika terasa nyeri berarti ada gangguan pada radiks-radiks saraf tersebut.d. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorium dapat meliputi pemeriksaan darah dan juga pemeriksaan cairan otak (LCS). Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis sekaligus menyingkirkan diagnosis banding.e. Pemeriksaan Radiologi1) Foto lumbosacralFoto ini dapat digunakan untuk menemukan kelainan pada daerah lumbal, antara lain hilangnya dics space.2) CT scan atau MRI spinalPemeriksaan ini apat memperlihatkan adanya kompresi pada canalis spinalis oleh herniasi dari discus.3) Myelografi Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui ukuran maupun lokasi dari herniasi discus.

C. HUBUNGAN DENGAN PROSES DEGENERATIFStruktur anatomi yang bertanggung jawab terhadap stenosis canalis meliputi (1) struktur tulang, yang meliputi osteofit sendi facet (merupakan penyebab tersering), penebalan lamina, osteofit pada corpus vertebrae, subluksasi maupun dislokasi sendi facet (spondilolisthesis), hipertrofi atau defek spondilolisis, atau anomali sendi facet kongenital; (2) struktur jaringan lunak, yang meliputi hipertrofi Lig. flavum (penyebab tersering), penonjolan anulus atau fragmen nucleus pulposus, penebalan kapsul sendi facet dan sinovitis, serta ganglion yang bersal dari sendi facet. Akibat dari kelainan struktur tulang dan jaringan lunak tersebut dapat mengakibatkan beberapa kondisi yang mendasari terjadinya LBP sebagai berikut.1. Degenerasi DiscusDegenerasi discus merupakan tahap awal yang paling sering terjadi pada proses degenerasi spinal, meskipun arthritis pada sendi facet juga bisa mencetuskan suatu keadaan patologis pada discus. Pada usia 50 tahun, terjadi degenerasi discus yang paling sering terjadi pada VL4-5, dan VL5-VS1. Perubahan biokimiawi dan biomekanik membuat discus memendek. Penonjolan anulus, herniasi discus, dan pembentukan dini osteofit bisa diamati. Sequela dari perubahan ini meningkatkan stres biomekanik yang ditransmisikan ke posterior, yaitu ke sendi facet. Perubahan akibat arthritis terutama instabilitas pada sendi facet. Sebagai akibat dari degenerasi diskus, penyempitan ruang foraminal cephalocaudal, radiks bisa terjebak, kemudian menghasilkan stenosis sentral maupun stenosis lateral. 2. Instabilitas SegmentalKonfigurasi tripod pada columna vertebralis dengan discus, sendi facet, dan ligamenta yang normal membuat segmen dapat melakukan gerakan rotasi dan angulasi dengan halus dan simetris tanpa perubahan ruang dimensi pada canalis dan foramen (Sieber et al, 2009). Degenerasi sendi facet bisa terjadi sebagai akibat instabilitas segmental, biasanya pada pergerakan segmental yang abnormal, misalnya gerakan translasi atau angulasi. Degenerasi discus akan diikuti oleh kolapsnya ruang diskus karena pembentukan osteofit di sepanjang anteromedial apsek dari Proc. articularis superior dan inferior akan mengakibatkan arah sendi facet menjadi lebih sagital. Gerakan fleksi akan membagi tekanan ke arah anterior (Frasser et al, 2003). Degenerasi pergerakan segmen dengan penyempitan ruang discus menyebabkan pemendekan relatif pada canalis lumbalis, dan penurunan volume ruang yang sesuai untuk cauda equina. Pengurangan volume diperparah oleh penyempitan segmental yang disebabkan oleh penonjolan discus dan melipatnya Lig. flavum (Spivak, 1998).Pada kaskade degenerasi canalis centralis dan neuroforamen menjadi kurang terakomodasi pada gerakan rotasi karena perubahan pada discus dan sendi facet sama halnya dengan penekanan saraf pada gerakan berputar, kondisi ini bisa menimbulkan inflamasi pada elemen saraf cauda equina kemudian mengahasilkan nyeri (Garfin et al, 1999).3. Hiperekstensi segmentalGerakan ekstensi normal dibatasi oleh serat anterior anulus dan otot-otot abdomeninal. Perubahan degeneratif pada anulus dan kelemahan otot abdominal menghasilkan hiperekstensi lumbal yang menetap. Sendi facet posterior merenggang secara kronis, kemudian mengalami subluksasi ke arah posterior sehingga menghasilkan nyeri pinggang (Apsari et al, 2013).

BAB IIIDAFTAR PUSTAKA

Apsari PIB, Suyasa IK, Maliawan S, Kawiyana S (2013). Lumbar spinal canal stenosis diagnosis dan tatalaksananya. Portal Garuda.Fraser JF, Huang RC (2003). Pathogenesis, presentation, and treatment of lumbar spinal stenosis associated with coronal or sagittal spinal deformities. Neurosurg Focus, 14:6.Garfin SR, Herkowitz HN, Mirkovic S (1999). Spinal Stenosis. Journal Bone Joint SurgAm, 81:572-86.Panjaitan N (2004). Upaya pencegahan terjadinya low back pain pada perawat di instalasi perawatan intensif rumah sakit materna medan. Universitas Sumatera Utara. Tesis.Purwanto ET. Hernia nukleus pulposus lumbalis. Dalam: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA (eds) (2003). Nyeri punggung bawah. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), pp:133-48.Siebert E, Prss H, Klingebiel R, et al (2009). Lumbar spinal stenosis: Syndrome, diagnostics and treatment. Nat. Rev. Neurol, 5:392403Snell RS (2006). Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran, ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Spivak JM (1998). Current concepts review - degenerative lumbar spinal stenosis. Journal Bone Joint Surg Am, 80:1053-66.Yong PY, Alias NAA, Shuaib IL (2003). Correlation of clincal presentation, radiography, and magnetic resonance imaging for low back pain - a preliminary survey. Kuala Lumpur: J HK Coll radiol, pp:144-151.