Pre Eklamsia
-
Upload
diah-ayu-saputri -
Category
Documents
-
view
217 -
download
7
Transcript of Pre Eklamsia
Tugas Farmasi
PRE EKLAMPSIA
Oleh:
Diah Ayu Saputri
G0007056
KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2012
Pre eklamsia
A. Definisi
Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan . Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan, atau segera setelah
persalinan.
Definisi lain menyebutkan bahwa pre eklamsia adalah suatu sindroma klinik pada
kehamilan viable (usia kehamilan > 20 minggu atau berat janin > 500 gram) yang ditandai
dengan hipertensi, proteinuria, dan oedema.
B. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui pasti. Teori yang dewasa ini
dapat dikemukakan sebagai penyebab preeklampsia ialah iskemia plasenta, yaitu Pembuluh
darah yang mengalami dilatasi hanya artei spirales didecidua, sedangkan pembuluh darah di
miometrium yaitu arteri. spirales dan arteria basalis tidak melebar. Pada Preeklamsi invasi sel-sel
thropoblast ini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggi dan seolah-olah terjadi
vasokonsrtiksi.
Faktor Risiko Pre-eklampsia
1. Usia : pada wanita hamil berusia kurang dari 25 ahun insidens > 3 kali lipat, dan wanita
hamil usia > 35 tahun
2. Paritas : insidens tinggi pada primigravid muda maupun tua
3. Faktor keturunan
4. Faktor gen : diduga bersifat resesif
5. Obesitas / overweight
6. Iklim / musim : di daerah tropis insidens lebih tinggi
7. Kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa
C. Patofisiologi
Patofisiologi pre-eklampsia adalah :
1. Penurunan kadar angiotensin II
Penurunan angiotensia II menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
basan-basan vaso aktif. Pada kehamilan normal terjadi penigkatan yang progresif
angiotensia II, sedangkan pada preeklamsi terjadi penurunan angiotensia II
2. Perubahan volume intravaskuler
Pada kehamilan preeklamsi terjadi vasokontriksi menyeluruh pada sistem pembuluh
darah astiole dan prakapiler pada hakekatnya merupakan kompensasi terhadap terjadinya
hipovolemi.
3. Sistem kogulasi tidak normal
Terjadinya gangguan sistem koagulasi bisa menyebabkan komplikasi hemologik seperti
hellp syndrom (hemolytic anemia, elevated liver enzyme, low platelet)
Patofisiologi terpenting pada pre-eklampsia adalah perubahan arus darah di uterus
koriodesidua, dan plasenta yang merupakan faktor penentu hasil akhir kehamilan.
1. Iskemia uteroplasenter
Ketidakseimbangan antara masa plasenta yang meningkat dengan perfusi darah sirkulasi
yang berkurang.
2. Hipoperfusi uterus
Produksi renin uteroplasenta meningkat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi vaskular
dan meningkatkan kepekaan vaskuler pada zat – zat vasokonstriktor lain ( angiotensi dan
aldosteron ) yang menyebabkan tonus pembuluh darah meningkat
3. Gangguan uteroplasenter
Suplai O2 jain berkurang sehingga terjadi gangguan pertumbuhan / hipoksia / janin mati
Skema patofisiologi Pre-eklampsia
Faktor Predisposisi Pre-eklampsia
( umur, paritas, genetik, dll )
Obstruksi mekanik dan fungsi dari arteri spiralis
Perubahan plasentasi
Menurunkan perfusi uteroplasenter
Renin/angiotensin II PGE2/PGI2 Tromboksan
Kerusakan endotelVasokonstriksi arteri
Disfungsi endotel
endotelin, NO
Hipertensi sistemik
Aktivasi intravascular koagulasi
SSP
DIC
Ginjal Hati Organ lainnya
Proteinuri kejang LFT abnormal iskemi
GFR koma
D. Klasifikasi
Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Pre eklampsia ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; atau kenaikan
sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg per
minggu.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau
mid stream.
b. Pre eklampsia berat
Tekanan darah 160/110 mmHg.
Proteinuria 5 gram/liter.
Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc/24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan nyeri epigastrium.
Terdapat oedem paru dan sianosis.
Thrombosytopenia berat
Kerusakan hepatoseluler
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu :
a. Genuine pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan oedem
(pitting) dan kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg sampai 160/90. Juga terdapat
proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach)
b. Super imposed pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu disertai proteinuria 300
mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai oedem. Biasanya disertai hipertensi kronis
sebelumnya.
E. Diagnosis
Diagnosis pre eklampsia didasarkan atas adanya dua tanda utama, yaitu hipertensi, oedem
dan proteinuria.
Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejala-gejala oedema,
protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala subyektif antara lain : nyeri
kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara lain :
hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis.
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan
gejala pre eklampsia yang disusul oleh serangan kejang, maka diagnosis eklampsia sudah tidak
diragukan.
F. Pencegahan
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak
selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan
dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat,
garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara
dini preeklampsi dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik dan obat
antihipertensi. Memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik.
G. Komplikasi
- HELLP syndrom
- Perdarahan otak
- Gagal ginjal
- Hipoalbuminemia
- Ablatio retina
- Edema paru
- Solusio plasenta
- Hipofibrinogenemia
- Hemolisis
- Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin
H. Penatalaksanaan Pre-eklampsia Berat
Dasar penatalaksanaan dari pre eklamsi berat adalah
1. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa.
2. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya, yang bergantung pada
umur kehamilannya :
a. Konsevatif : bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu, artinya kehamilan
dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.
Tujuannya adalah mempertahankan kehamilan sehingga tercapai umur kehamilan
yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan dan meningkatkan kesejahteraan
bayi baru lahir tanpa mempengaruhi kesehatan ibu.
Indikasinya adalah kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda – tanda
dan gejala impending eklamsi.
Terapi medikamentosa
1). Segera msuk rumah sakit
2). Tirah baring
3). Infus Ringer laktat atau ringer asetat
4). Pemberian anti kejang Mg SO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
MgSO4 tidak diberikan loading dose intra vena, cukup intramuskuler saja
5).Obat anti hipertensi, diberikan bila tekanan darah lebih dari sama dengan
180/110 mmHg atau MAP lebih dari sama dengan 123 mmHg. Jenis obat
y7ang digunakan : Nifedipin 10 – 20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, dosis
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
6). Diuretikum, hanya diberikan atas indikasi edema paru, payah jantung
kongestif, edema anasarka.
7). Diet diberikan secara seimbang.
b. Aktif : bila umur kehamilan lebih dari 37 minggu artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Tujuannya adalah terminasi kehamilan.
Indikasinya adalah
1). Indikasi ibu
- Kegagalan terapi medikamentosa
- tanda dan gejala impending eclamsia
- gangguan fungsi hepar
- gangguaun fungsi ginjal
- dicurigai solutiop plasenta
- timbulnya onset partus, ketuban pecah dini dan perdarahan.
2). Indikasi janin
- umur kehamilan lebih dari sama dengan 37 minggu.
- IUGR berdasar pemeriksaan USG
- NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal
- timbulnya oligohidramnion.
3). Indikasi laboratorium
Trobositopenia progresif, yang menjurus ke sindrom HELLP.
Pemberian Medikamentosa sama dengan Perawatan konservatif, tetapi berbeda
hanya pada pemberian MgSO4, loading dose dapat diberikan intra vena
Cara persalinan, sedapat mungkin diarahkan pervaginam.
1). Penderita belum inpartu
a). Dilakukan induksi persalinan bila skor bishop lebih adri sama dengan
8. Induksi persalinan harus mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila
tidak, induksi dianggap gagal, dan harus dilakukan pembedahan caesar.
b). Indikasi pembedahan caesar
- tidak ada indikasi untuk persalina pervaginam
- induksi persalinan gagal
- terjadi maternal dan fetal distres
- bila umur kehai\milan kurang dari 33 minggu
2). Bila penderita sudah inpartu
a). Persalinan mengikuti grafik friedman
b). Memperpendek kala II
c).Pembedahan caesar dilakukan jika ada maternal dan fetal distres
d). Primigravida direkomendasikan pembedahan caesa
STATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. Kartika
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Banjarsari 02/14 Surakarta
Status Perkawinan : Kawin
HPMT : 8 April 2011
HPL : 15 Desember 2011
UK : 28 minggu
Berat badan : 67 Kg
Tinggi Badan : 158 cm
2. Keluhan Utama
Kaki bengkak
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G5P4A0, 36 tahun dengan keluhan kaki bengkak. Pasien merasa hamil 7
bulan, kenceng-kenceng belum dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar, gerak
janin masih dirasakan, tidak ada lendir darah. Pasien tidak merasakan sakit kepala
yang terpusat di dahi, tidak merasakan pandangan kabur, tidak merasakan nyeri pada
ulu hati, pasien tidak kejang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak didapatkan riwayat hipertensi sebelum kehamilan
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak didapatkan hipertensi pada anggota keluarga
6. Riwayat Fertilitas
Baik
7. Riwayat Obstetri
I : perempuan, 13 thn, lahir spontan dgn BB 3000 gr
II : laki-laki, ½ bulan ( meninggal ), lahir spontan dgn BB 2900 gr
III : laki-laki, 8 tahun, lahir spontan dgn BB 3200 gr
IV : perempuan, 5 tahun, lahir spontan dgn BB 3400 gr
V : sekarang
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke Puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.
9. Riwayat Haid
- Menarche : 14 tahun
- Lama menstruasi : 7 hari
- Siklus menstruasi : 28 hari
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali ( umur 16 tahun )
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum : Baik, CM, Gizi cukup
Tanda Vital :
Tensi : 180/110 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Respiratory Rate : 22 x/menit
Suhu : 36,6 0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Normochest, cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen:
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada
Stria gravidarum (+)
Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar
Perkusi : Tympani pada bawah processus xiphoideus, redup pada daerah uterus
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Genital : Lendir darah (-), air ketuban (-)
Ekstremitas : Oedema
- -
+ +
Akral dingin
- -
- -
2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), terapa janin tunggal, intra uterin (kepala di
bawah, punggung di atas).
TFU : 20 cm
TBJ : 1085 gram
HIS (-)
Pemeriksaan Leopold
I : TFU setinggi 20 cm, Teraba bagian lunak memanjang, Kesan perut janin
tunggal
II : Di sebelah kiri teraba bagian keras, rata, memanjang, kesan punggung
III : teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala
IV : Kepala janin belum masuk panggul.
Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus, redup pada daerah
uterus
Auskultasi : DJJ (+) 11-12-12/12-12-12/11-11-12/reguler
Genital eksterna : Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (-), peradangan
(-), tumor (-)
Ekstremitas : Oedema
- -
+ +
akral dingin
- -
- -
Pemeriksaan Dalam :
VT : vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak,
mencucu Ø = -cm, kulit ketuban (+), teraba kepala terbawah, janin belum
masuk panggul, sakrum di jam 8, air ketuban (-), STLD (-)
UPD : promontorium tidak teraba
linea terminalis teraba , 1/3 bagian
spina ischiadica tidak menonjol
arcus pubis > 90
kesan : panggul normal
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab Lengkap
Hemoglobin : 10,9 gr/dl
Hematokrit : 31,4 %
Eritrosit : 3,69 x 103/uL
Leukosit : 11,0 x 103/uL
Trombosit : 306 x 103/uL
GDS : 75 mg/dL
Ureum : 18 mg/dL
Creatinin : 0,8 mg/dL
Na+ : 140 mmol/L
K+ : 4,4 mmol/L
Ion klorida : 107 mmol/L
SGOT : 18 u/l
SGPT : 14 u/l
Albumin : 3,4 g/dl
LDH : 200 U/L
PT : 15,8
APTT : 30,0
Nitrazin Test : (-) negatif
Protein Urin : (+++) / positif 3
2. Ultrasonografi (USG)
a. Tampak janin tunggal, intrauterin, preskep, DJJ (+)
b. Plasenta berinsersi di fundus Grade I-II, Air ketuban kesan cukup, Tak tampak
kelainan kongenital mayor.
Kesimpulan : saat ini janin dalam keadaan baik
D. KESIMPULAN
Seorang G5P4A0, 36 tahun, UK 28 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat obstetri baik,
teraba janin tunggal, intra uterin, his (-), DJJ (+) reguler, TBJ : 1085 gram, STLD (-).
E. DIAGNOSA AWAL
PEB pada multigravida hamil prematur belum dalam persalinan
F. PROGNOSA
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
G. TERAPI
Terapi konservatif :
Tirah baring
Pertahankan kehamilan
Awasi tanda – tanda eklampsia
Sebagai balance cairan berikan infus ringer laktat dan pasang DC
Injeksi Sulfas Magnesicus Mg SO4 40% (4 mg boka, 4 mg boki), dilanjutkan 4
mg/6jam jika syarat terpenuhi
Injeksi Lasix intravena 1 ampul
Nifedipin peroral 3x10 mg/hari jika TD≥ 180/110 mmHg
PENULISAN RESEP
R/ Ringer laktat infus flab No. III
Cum infuse set No. I
IV catheter no.22 No. I
S imm
R/ Sulfas magnesicus inj fl No. I
Cum spuit cc 10 No. I
S imm
R/ Calsium glukonase inj No. I
Cum spuit cc 5 No. I
S imm
R/ Lasix inj amp No. I
Cum spuit cc 3 No. I
S imm
R/ Nifedipine tab mg 10 No. II
S 3 dd tab I
R/ Cateter urin no.16 No. I
Urine bag No. I
Aquabidest fl No. I
Cate – Gel No. I
Spuit cc 50 No. I
S imm
Pro : Ny. Kartika (36 tahun)
ANALISIS KASUS
a. Infus Ringer Laktat
Merupakan infuse kristaloid (isotonis),
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-
30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi
elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan
ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan
tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan
kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-
elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok
hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia
dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi
akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-
paru.
Peringatan dan Perhatian : Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer
pulmoner, gagal jantung, gagal ginjal, dan penderita preeclampsia.
b. Injeksi Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Komposisi : 40 % MgSO4, osmolaritas 3,2 m.
Indikasi : pencegahan kejang berulang pada preeclampsia dan eklampsia
Perhatian : pasien harus dipantau tekanan darah, frekuensi nafas, volume urin, tanda
klinis overdosis (refleks patella berkurang, lemah, sensasi hangat, kemerahan, pandangan
ganda, cadel).
Dosis : injeksi intravena dosis awal 4 gr dalam 5-15 menit diikuti infus intravena igr/jam
selama minimal 24 jam setelah kejang terakhir atau setelah melahirkan. Jika kejang
berulang, dapat diberikan tambahan injeksi intravena sebanyak 2 gr atau 4 gr (bila BB>70
kg).
Sediaan : larutan 500mg/ml dalam ampul 2 ml, 500 mg/ml dalam ampul 10 ml.
Efek samping : mual muntah, terasa haus, mengantuk, hipotensi, lemah otot, pernapasan
melemah
c. Injeksi Lasix
Komposisi : tiap ml injeksi mengandung 10 mg furosemida
Cara Kerja : furosemida adalah diuretik derivat asam antranilat. Aktivitas diuretik
furosemida terutama dengan jalan menghambat absorpsi natrium dan klorida, tidak hanya
pada tubulus proksimal dan tubulus distal, tapi juga pada loop of Henle. Tempat kerja
yang spesifik ini menghasilkan efektivitas kerja yang tinggi. Efektivitas kerja furosemida
ditingkatkan dengan efek vasodilatasi dan penurunan hambatan vaskuler sehingga akan
meningkatkan aliran darah ke ginjal. Furosemida juga menunjukkan aktivitas
menurunkan tekanan darah sebagai akibat penurunan volume plasma.
Indikasi : Pengobatan edema yang menyertai payah jantung kongestif, sirosis hati dan
gangguan ginjal termasuk sindrom nefrotik.
Pengobatan hipertensi, baik diberikan tunggal atau kombinasi dengan obat antihipertensi.
Furosemida sangat berguna untuk keadaan-keadaan yang membutuhkan diuretik kuat.
Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.
Dosis :
Dewasa : dosis awal 20 - 40 mg i.v. atau i.m.
Bila hasilnya belum memuaskan, dosis dapat ditingkatkan 20 mg (1 ampul) tiap interval
waktu 2 jam sampai diperoleh hasil yang memuaskan. Dosis individual : 20 mg (1
ampul), 1 - 2 kali sehari. Edema paru-paru akut dosis awal : 40 mg (2 ampul) i.v. Bila
dibutuhkan dapat diberikan dosis lanjutan 20 - 40 mg (1 - 2 ampul ) setelah 20 menit.
Forced diuresis (diuresis yang dipaksakan) : 20 - 40 mg furosemida (1 - 2 ampul )
diberikan sebagai tambahan dalam infus elektrolit. Selanjutnya tergantung pada eliminasi
urin, termasuk penggantian cairan dan elektrolit yang hilang. Pada keracunan karena
asam atau basa, kecepatan eliminasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keasaman
atau kebasaan urin.
Anak-anak : Pemakaian parenteral hanya diberikan pada kondisi yang mengancam jiwa.
i.v. atau i.m. : sehari 1 mg/kg bb, maksimum 20 mg.
Selanjutnya terapi parenteral harus secepatnya diganti secara oral.
Efek Samping : Efek samping jarang terjadi dan relatif ringan seperti : mual, muntah,
diare, rash kulit, pruritus dan penglihatan kabur. Pemakaian furosemida dengan dosis
tinggi atau pemberian dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan terganggunya
keseimbangan elektrolit. Reaksi dermatologik seperti : urtikaria dan eritema multiform.
Gangguan hematologik seperti : agranulositosis, anemia, thrombositopenia.
Kontraindikasi : Pasien dengan gangguan defisiensi kalium, glomerulonefritis akut,
insufisiensi renal.
d. Nifedipin
Indikasi:
Pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina pektoris setelah infark
jantung) dan sebagai terapi tambahan pada hipertensi.
Kontra Indikasi : hipersensitivitas terhadap nifedipine.
Komposisi:
Tiap tablet selaput mengandung : Nifedipine 10 mg
Farmakologi:
Nifedipine merupakan antagonis kalsium (calcium channel blocker) yang berefek
mengurangi konsumsi oksigen jantung, memperbaiki toleransi latihan pada pasien angina
pektoris, mengurangi kebutuhan nitrogliserin dan mengurangi perubahan iskemik jantung
saat beristirahat dan beraktivitas. Efek antihipertensi dari nifedipine dalam dosis tunggal
oral memberi onset sangat cepat dalam waktu 15 - 30 menit dan berlangsung selama 6 -
12 jam. Nifedipine tidak memberi efek antiaritmia. Pemberian nifedipine secara oral akan
diabsorbsi dengan baik, 92 - 98% terikat oleh protein plasma dan diekskresi dalam bentuk
metabolit tidak aktif melalui urin. Nifedipine dalam dosis tunggal diekskresi sebesar 80%
dalam waktu 24 jam. Insufisiensi ginjal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
farmakokinetik nifedipine.
Dosis: Dosis tunggal: 5 - 10 mg. Dosis rata-rata: 5 - 10 mg, 3 kali sehari. Interval di
antara 2 dosis pemberian tidak kurang dari 2 jam.
Peringan dan Perhatian: Pemberian nifedipine pada pasien dengan stenosis aorta atau
pasien yang sedang diberikan betha-bloker atau obat depresan miokardium lainnya dapat
menyebabkan resiko gagal jantung.
Efek Samping: Dose dependent disebabkan oleh dilatasi vaskular seperti: sakit kepala
atau perasaan tertekan di kepala, flushing, pusing, gangguan lambung, mual, lemas,
palpitasi, hipotensi, hipertensi ortostatik, edema tungkai, tremor, kram pada tungkai,
kongesti nasal, takikardia, tinitus, reaksi dermatologi. Sangat jarang terjadi, dilaporkan
pada pemakaian nifedipine jangka panjang terjadi hiperplasia gusi dan segera kembali
ketika pemakaian nifedipine dihentikan. Efek samping berat yang memerlukan
penghentian pengobatan relatif jarang terjadi.
Interaksi Obat: Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker mempotensi
efek antihipertensi nifedipine. Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker
pada pasien dengan insufisiensi jantung, terapi harus dimulai dengan dosis kecil dan
pasien harus dimonitor dengan sangat hati-hati. Penggunaan nifedipine bersamaan
dengansimetidin (tidak pada ranitidin) meningkatkan konsentrasi plasma dan efek
antihipertensi nifedipine.
Overdosis: Intoksikasi nifedipine jarang dijumpai. Dosis 210 mg menyebabkan hipotensi
berat dan blok atrioventrikular total. Terapi hipertensi dan blok atrioventrikular
dianjurkan dengan infus simpatomimetik (isoprenalin, dopamin) yang memberikan aksi
yang berlawanan dengan nifedipine dengan meningkatkan perfusi kalsium ke dlam sel
miokardium. Larutan kalsium glikonat 10% dapat diberikan dengan dosis inisial 10 - 20
mlditingkatkan sesuai respon.
PENUTUP
A. Simpulan
1. Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah dan proteinuria
2. Diagnosis preeklampsia ditegakkan dengan adanya hipertensi dan proteinuria.
3. Pasien pada kasus didiagnosis dengan PEB multigravida hamil prematur belum dalam
persalinan.
4. Prinsip penatalaksanaan pre eklampsia berat (PEB) adalah mencegah timbulnya kejang,
mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-
organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat
5. Penatalaksanaan yang diberikan adalah pemberian infuse ringer laktat, injesi magnesium sulfat
MgSO4, injeksi lasix, dan nifedipin oral.
B. Saran
1. Edukasi kepada pasien mengenai pentingnya keteraturan melakukan pemeriksaan antenatal
untuk deteksi dini preeklampsia.
2. Penatalaksanaan preeklampsia segera dan tepat untuk mencegah terjadinya eklampsia
maupun komplikasi-komplikasi lain.
3. Observasi dan evaluasi penanganan preeklampsia perlu dilakukan untuk mengetahui
efektivitas pengobatan dan perjalanan klinis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S., 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI.
Jakarta.
Abdul Bari S., George andriaanzs, Gulardi HW, Djoko W, 2000, Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.
Budiono Wibowo. 1999. Pre eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark, 1997, William’s Obstetrics 20th Prentice-Hall International,Inc.
Hariadi, R., 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di
Indonesia”.,2005. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.