makalah eklamsia

21
Eklamsia pada Kehamilan Viane Michelle (102011018/A1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat. E-mail: [email protected] Pendahuluan Preeklamsia yang dipersulit oleh kejang tonik-klonik generalisata disebut eklamsia. Koma fatal tanpa kejang juga pernah disebut eklamsia; namun, sebaiknya diagnosis dibatasi pada wanita dengan kejang dan menggolongkan kematian pada kasus nonkejang sebagai kasus yang disebabkan oleh preeklamsia berat. Apabila telah timbul eklamsia, risiko baik bagi ibu maupun janinnya meningkat. 1 Skenario: Ny. SP 18 tahun, primigravida dibawa secara tergesa-gesa oleh suaminya ke UGD karena kejang-kejang. Haid terakhirnya tanggal 25 September 2013. Selama hamil tidak pernah memeriksakan diri ke bidan maupun dokter. Pasien tidak sadar. T 180/120 mmHg. N 72/menit. Bengkak di kaki, tangan, perut, dan muka. Fundus uteri setinggi 3 jari dibawah proc. Xyphoideus, anak letak kepala, puki. Denyut jantung anak 132/menit teratur. Mindmap 1 Anamnesis Pemeriksaa n Fisik Prognosis dan Komplikasi

description

eklamsia

Transcript of makalah eklamsia

Page 1: makalah eklamsia

Eklamsia pada KehamilanViane Michelle (102011018/A1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana. Jalan Terusan Arjuna Utara 6,

Jakarta Barat. E-mail: [email protected]

Pendahuluan

Preeklamsia yang dipersulit oleh kejang tonik-klonik generalisata disebut eklamsia. Koma

fatal tanpa kejang juga pernah disebut eklamsia; namun, sebaiknya diagnosis dibatasi pada

wanita dengan kejang dan menggolongkan kematian pada kasus nonkejang sebagai kasus

yang disebabkan oleh preeklamsia berat. Apabila telah timbul eklamsia, risiko baik bagi ibu

maupun janinnya meningkat.1

Skenario:

Ny. SP 18 tahun, primigravida dibawa secara tergesa-gesa oleh suaminya ke UGD karena

kejang-kejang. Haid terakhirnya tanggal 25 September 2013. Selama hamil tidak pernah

memeriksakan diri ke bidan maupun dokter. Pasien tidak sadar. T 180/120 mmHg. N

72/menit. Bengkak di kaki, tangan, perut, dan muka. Fundus uteri setinggi 3 jari dibawah

proc. Xyphoideus, anak letak kepala, puki. Denyut jantung anak 132/menit teratur.

Mindmap

1

Wanita primigravida 18 tahun , datang dengan keluhn kejang-kejang

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Kerja

Diagnosis Banding

Epidemiologi

Etiologi

Patofisiologi

Tatalaksana

Prognosis dan Komplikasi

Page 2: makalah eklamsia

Anamnesis

Identitas

Identitas meliputi nama lengkap, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan,

pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa

pasien yang dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud.2

Pasien yang datang adalah wanita berusia 18 tahun.

Keluhan Utama

Keluhan utama pasien adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien datang

ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan

indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.2

Pada kasus, pasien datang dengan keluhan utama kejang-kejang.

Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai

keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.

Keluhan utama ditelusuri untuk menentukan penyebab; tanya jawab diarahkan sesua dengan

hipotesis yang dapat berubah bila jawaban pasien tidak cocok.2,3

Pasien kejang-kejang disertai dengan bengkak di kaki, tangan, perut, dan muka.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pada riwayat penyakit dahulu dapat ditanyakan siklus menstruasi, penyakit kronik yang

mendasari (hipertensi), riwayat kejang, sakit ginjal, gangguan fungsi hati, dan juga

ditanyakan riwayat kehamilan sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.3

Riwayat Pribadi

Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu

ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti

2

Page 3: makalah eklamsia

masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan

adalah kebiasaan merokok, minum alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang

(narkoba). Yang tidak kalah pentingnya adalah anamnesis mengenai lingkungan tempat

tinggalnya, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat

pembuangan sampah dan sebagainya.2

Pemeriksaan Fisik

Laju pernafasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50

kali permenit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkadia akibat asidemia laktat serta

akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah.

Demam 39o C atau lebih adalah tanda yang buruk karena dapat merupakan akibat perdarahan

susunan saraf pusat.1

Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin kemungkinan besar

berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering

dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang. Edema (misalnya pada kaki) sering mencolok-

kadang masif-walaupun mungkin juga tidak ada.1

Pemeriksaan Penunjang4

Preeklamsia ringan dan sedang: CBC, golongan darah, urine rutin.

Preeklamsia berat:

- CBC, CT, BT, golongan darah, urin rutin.

- Fungsi hati: protein total, albumin, globulin, bilirubin direk dan indirek, SGOT,

SGPT.

- Fungsi ginjal: kreatinin, ureum, asam urat.

Eklamsia:

- Sama seperti pada preeklamsia.

- Pemeriksaan EKG, foto rontgen dilakukan atas indikasi.

- Kadiotokografi (KTG)

3

Page 4: makalah eklamsia

Diagnosis Kerja

Eklamsia

Eklamsia adalah terjadinya kejang padaseorang wanita dengan preeklamsia yang tidak dapat

disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mall dan mungkin timbul sebelum, selama,

atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama

pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum.1

Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan

(twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi

otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15-20 detik. Mendadak rahang mulai terbuka

dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan

kemudian semua otot melakukan kontraksi dalam relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan

otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat

tidur dan, apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini,

saat terjadi kontraksi dan relaksasi otot-oto secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1

menit. Secara bertahap. Gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang, dan akhirnya wanita

yang bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernafasan

tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti

napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali bernapas.

Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada

umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan

pulih.1

Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang

jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sasmpai bahkan 100 atau

lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berturutan

sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang

berkepanjangan dan hampir kontinu.1

Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang

bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar,

dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat,

koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia

4

Page 5: makalah eklamsia

sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikuti oleh koma yang berkepanjangan walaupun,

umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.1

Diagnosis Banding

Hipertensi Gestasional

TD≥ 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan

Tidak ada proteinuria

TD kembali ke normal<12 minggu postpartum

Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum

Mungkin memperlihatkan tanda-tanda preeklamsia, misalnya nyeri epigastrium atau trombositopenia

Preeklamsia

Kriteria minimum:

TD≥ 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu

Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥+1 pada dipstick

Peningkatan kepastian preeklamsia:

TD≥ 160/100 mmHg

Proteinuria 2,0 g/24 jam atau ≥+2 pada dipstick

Kreatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat sebelumnya

Trombosit <100.000/mm3

Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)

SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat

Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya

Nyeri epigastrium menetap

Eklamsia

Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan preeklamsia

Preeklamsia pada Hipertensi Kronik (superimposed preeclamsia on chronic hypertension)

Proteinuria awitan-baru≥ 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <100.000/mm3

5

Page 6: makalah eklamsia

secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

Hipertensi Kronik

TD ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20 minggu

atau

Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum.

Tabel 1 Diagnosis Gangguan Hipertensi yang Menjadi Penyulit Kehamilan1

Hipertensi Gestasional

Seperti diperlihatkan di Tabel 1, diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita

yang tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama

kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi

proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transien apabila tidak terjadi

preeklamsia dan tekanan darah kembali ke normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam

klasifikasi ini, diagnosis final bahwa wanita yang bersangkutan tidak mengidap preeklamsia

hanya dapat dibuat postpartum. Dengan demikian, hipertensi gestasional merupakan

diagnosis eksklusi. Namun, perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat

memperlihatkan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala,

nyeri epigastrium, atau trombositopenia, yang mempengaruhi penatalaksanaan. Apabila

tekanan darah meningkat cukup besar selama paruh terakhir kehamilan, akan berbahaya

terutama bagi janin-seandainya tidak dilakukan tindakan semata-mata karena proteinuria

belum terjadi sedangkan 10 persen kejang eklamsia terjadi sebelum proteinuria muncul

dengan jelas. Karenanya, jelaslah bahwa apabila tekanan darah mulai meningkat, baik ibu

maupun janinnya mengalami peningkatan risiko lebih besar. Proteinuria adalah tanda

memburuknya penyakit hipertensi, terutama preeklamsia; dan apabila proteinuria tersebut

jelas dan menetap, risiko pada ibu dan janin menjadi lebih besar.1

Preeklamsia

Preeklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat

vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsia, dan apabila

tidak ada proteinuria, diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai

terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dL (+1 pada

dipstick) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi sangat

6

Page 7: makalah eklamsia

luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Dengan demikian, satu sampel

acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan. Pada

kenyataannya, preeklamsia secara klinis mulai tampak hanya menjelang akhir suatu proses

patofisiologis yang ukin sudah dimulai 3 sampai 4 bulan sebelum timbulnya hipertensi.

Seperti diperlihatkan di tabel 1, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsia adalah

hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin

pasti diagnosis preeklamsia (tabel 2). Demikian juga, kelainan temuan laboratorium pada tes

fungsi ginjal, hati, dan hematologis meningkatkan kepastian preeklamsia. Gejala awal

eklamsia yang menetap, misalnya nyeri kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan

kepastian preeklamsia.1

Kelainan Ringan Berat

Tekanan darah sistolik

Proteinuria

Nyeri kepala

Gangguan penglihatan

Nyeri abdomen atas

Oligouria

Kejang

Kreatinin serum

Trombositopenia

Peningkatan enzim hati

Pertumbuhan janin terhambat

Edema paru

100 mmHg

Samar (trace) sampai +1

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Normal

Tidak ada

Minimal

Tidak ada

Tidak ada

110 mmHg atau lebih

+2 persisten atau lebih

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada (eklamsia)

Meningkat

Ada

Nyata

Jelas

Ada

Tabel 2 Gangguan Hipertensi pada Kehamilan: Indikasi Keparahan1

Preeklamsia pada Hipertensi Kronik (Superimposed)

Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposisi timbulnya

preeklamsia atau eklamsia. Gangguan-gangguan ini dapat menimbulkan kesulitan dlam

diagnosis dan penatalaksanaan wanita yang belum pernah diperiksa sampai pertengahan

kehamilannya. Diagnosis adanya hipertensi kronik diisyaratkan oleh:1

1. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sebelum hamil.

7

Page 8: makalah eklamsia

2. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) yang terdeteksi sebelum usia kehamilan 20

minggu (kecuali apabila terdapat penyakit trofoblastik gestasional).

3. Hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan (tabel 1).

Faktor riwayat lain yang mendukung diagnosis adalah multiparitas dan hipertensi yang

menjadi penyulit kehamilan sebelumnya sekain kehamilan pertama. Biasanya juga jelas

terdapat riwayat hipertensi esensial dalam keluarga. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik

yang sudah ada sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila

disertai oleh proteinuria, diagnosisnya adalah preeklamsia pada hipertensi kronik

(superimposed preeclampsia). Preeklamsia pada hipertensi kronik ini biasanya muncul pada

usia kehamilan lebih dini daripada preeklamsia “murni”, serta cenderung cukup parah dan

pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin.1

Hipertensi familial esensial (penyakit vaskular hipertensif)

Kelainan arteri

Hipertensi renovaskular

Koarktasio aorta

Gangguan endokrin

Diabetes

Sindrom Cushing

Aldosteronisme primer

Feokromositoma

Tirotoksikosis

Glomerulonefritis (akut dan kronik)

Hipertensi renoprival (berasal dari ginjal)

Glomerulonefritis kronik

Insufisiensi ginjal kronik

Nefropati diabetikum

Penyakit jaringan ikat

Lupus eritematosus

Skleroderma

8

Page 9: makalah eklamsia

Periarteritis nodosa

Penyakit ginjal polikistik

Gagal ginjal akut

Obesitas

Tabel 3 Gangguan Hipertensi Kronik yang Mendasari1

Epilepsi pada Kehamilan

Epilepsi adalah kondisi kronik sistem saraf pusat (SSP) yang dikarakterisasi dengan

adanya kejang rekuren. Kejang adalah manifestasi aktifitas neuron otak yang berlebihan dan

tidak sinkron. Risiko epilepsi tidak bertambah selama kehamilan, tapi kadangkala, dapat

terjadi pada saat kehamilan. Pada kasus seperti itu, menurunnya kejang akibat mekanisme

hormonal mungkin dapat mengaktifkan kondisi laten epilepsi. Keadaaan epilepsi gestasional

adalah kasus dimana kejang secara eksklusif terjadi hanya pada kehamilan.4

Pasien yang telah diketahui pernah mengalami epilepsi tidak menimbulkan masalah

dalam menentukan diagnosis. Diagnosis dapat menjadi sulit pada pasien yang tidak

memberikan gejala, malu dan menyembunyikan penyakitnya, dan yang mengalami kejang

generalisata selama kehamilan. Pada pasien-pasien ini sering terjadi kejang tunggal dan cepat

berubah menjadi status epileptikus.5

Meningitis

Presentasi yang paling sering terjadi pada meningitis orang dewasa adalah sakit

kepala dan kaku kuduk, bersamaan dengan fotofobia. Analisis cairan spinal sangat penting

dalam mengurangi morbiditas, terutama bakterial meningitis, yang jika terlambat diatasi akan

menimbulkan perubahan status mental, kejang, koma, dan kematian.6

Epidemiologi

Secara umum, eklamsia dapat dicegah dan penyakit ini sudah jarang ditemukan di AS karena

sebagian besar wanita sekarang sudah mendapat asuhan prenatal yang memadai. Sebagai

contoh, insiden eklamsia di Parkland Hospital disebutkan sebesar 1 dalam 700 persalinan

untuk periode 25 tahun sebelumnya. Selama periode 4 tahun dari tahun 1983-1986,

insidennya 1 dalam 1150 persalinan, dan untuk tahun 1990 sampai 2000 insidennya sekitar 1

dalam 2300 persalinan.1

9

Page 10: makalah eklamsia

Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab preeklamsia-eklamsia tetap belum diketahui dan spekulasinya begitu banyak

sehingga kelainan ini disebut penyakit teori.7

Fisiologi Patologik8

A. Vasospasme. Spasme arteriol, yang secara konsisten dapat dimati pada retina, ginjal

dan daerah splangnik, menyebabkan hipertensi. Dan lagi, kekebalan (refrakteritas)

terhadap angiotensin II (A-II) yang normal, hilang beberapa minggu sebelum onset

preeklamsia. Sebaliknya, wanita hamil yang normal kehilangan kekebalan terhadap

A-II setelah mendapat penghambat prostaglandin sintase, misalnya aspirin, yang

melibatkan prostaglandin sebagai mediator reaktivitas pembuluh darah terhadap A-II

selama kehamilan. Lebih lagi, kekebalan terhadap A-II pada preeklamsia dapat

dipulihkan dengan obat-obatan yang meningkatkan kadar AMP siklik (cAMP),

misalnya teofilin. Karena itu ada hipotesis (Gant) yang menyatakan bahwa

prostaglandin yang disintesis dalam aeteriol dapat mengatur reaktivitas pembuluh

darah terhadap A-II dengan mengubah kadar cAMP intraselular dalam otot polod

pembuluh darah.

B. Retensi Natrium dan Air

1. Retensi natrium terjadi akibat proses pertumbuhan dan normal dialami selama

kehamilan, tetapi retensi natrium, terutama intraselular, meningkat pada PIH.

Meskipun demikian, retensi natrium tidak menyebabkan kelainan ini. Namun,

perubahan pada tingkat membran selular dapat menghambat pertukaran natrium yang

biasa terjadi.

2. Penurunan kadar albumin dan globulin serum akibat proteinuria menyebabkan

berkurangnya tekanan onkotik darah meskipun terjadi hemokonsentrasi.

3. Peningkatan ekskresi kortikosteroid (termasuk aldosteron) dan vasopresin pada pasien

tertentu menunjukan peningkatan konsentrasi zat-zat ini dalam jaringan. Hal ini akan

memperbesar retensi natrium dan air.

C. Proteinuria. Perubahan degeneratif dalam glomerulus menyebabkan kehilangan

protein melalui urin. Rasio albumin/globulin dalam urin pasien preeklamsia-eklamsia

kira-kira 3:1 (vs 6:7 pada pasien glomerulonefritis). Dalam kondisi ini, penyakit

tubulus ginjal hanya sedikit berperan terhadap hilangnya protein.

10

Page 11: makalah eklamsia

D. Hematologi. Hemoglobin dan hematokrit meningkat karena hemokonsentrasi.

Preeklamsia-eklamsia berat mempunyai kemiripan dengan gangguan koagulasi karena

sering terjadi berbagai derajat koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Besarnya

defek koagulasi tidak selalu berhubungan dengan beratnya preeklamsia-eklamsia.

Perubahan yang terjadi dapat meliputi trombositopenia, penurunan faktor koagulasi

(terutama penurunan fibrinogen) dan adanya produk pemecah fibrin. Kadang-kadang

bukti hemolisis (misal, anemia hemolitik mikroangiopati, deformitas sel darah merah)

dapat diamati pada pasien-pasien preeklamsia-eklamsia. Emboli mikrofibrin dapat

terjadi dalam paru, hati, atau ginjal.

E. Kimia darah

1. Kadar asam urat biasanya >6 mg/dL. Kreatinin serum paling sering normal tetapi

dapat meningkat pada kasus-kasus berat.

2. Sebagian albumin dan globulin serum hilang melalui urin tetapi protein darah juga

pasti hilang atau rusak dengan cara lain, karena proteinuria saja tidak cukup untuk

menerangkan kadar protein yang sangat rendah pada kasus-kasus berat.

3. Asidosis terjadi setelah kejang.

4. Peningkatan retensi sulfobromoftalein dan peningkatan kadar enzim hati (misalnya

SGOT) menunjukan gangguan fungsi hati.

F. Klirens DHEAS plasenta

Klirens dehidroepiandosteron sulfat (DHEAS) pada plasenta, yang merupakan penilai

perfusi plasenta, menurun sebelum onset preeklamsia.

Ringkasnya, PIH ditandai oleh vasospasme. Kehamilan normal ditandai dengan

retensi natrium dan air, bersama dengan peningkatan volume darah. Pada preeklamsia,

terdapat peningkatan retensi natrium dan air dengan pengurangan volume plasma.

Tatalaksana

Non-Medika Mentosa

Tujuan utamanya adalah untuk menghentikan berulangnya serangan kejang, mengurangi

vasospasme dan meningkatkan diuresis kemudian mengakhiri kehamilan secepatnya dngan

cara yang aman bila keadaan memungkinkan. Pertolongan jika timbul kejang adalah

mempertahankan jalan napas, menghindari tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan

menjaga agar penderita tidak mengalami trauma.9

11

Page 12: makalah eklamsia

Tindakan Obstetrik

Setelah serangan kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki maka

direncanakan untuk mengakhiri kehamilan/mempercepat persalinan dengan cara yang aman.

Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik, tetapi harus diingat penderita

eklamsia tidak akan tahan terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik karena

keduanya dapat menyebabkan syok. Oleh karena itu, tindakan obstetrik dilakukan seringan

mungkin dan disiapkan transfusi darah. Pemilihan anastesi untuk mengakhiri persalinan

sebaiknya dilakukan oleh ahli anastesi. Anastesi lokal dapat dipakai jika sedasinya sudah

dalam. Anastesi spinal dapat menyebabkan hipotensi yang membahayakan persalinan

sehingga sebaiknya jangan digunakan. Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif

diteruskan selama 48 jam. Bila tekanan darah terus turun, pemberian obat dapat dikurangi

setelah 24 jam postpartum, untuk kemudian dihentikan secara perlahan. Biasanya diuresis

bertambah 24-48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang.9

Pelahiran merupakan keharusan jika ibu hamil sudah stabil. Lahirkan bayi dengan

cara yang paling aman, paling cepat. Seksio sesarea lebih baik untuk primigravida, tetapi

metode induksi dengan memecahkan selaput ketuban serta pelahiran pervaginam mungkin

lebih sesuai untuk sebagian multipara. Perhatikan jika terdapat mekonium pada cairan

amnion. Metode persalinan harus ditentukan secara perorangan. Indikasi seksio sesarea sudah

dibebaskan untuk masing-masing dokter, tetapi seksio sesarea mungkin membahayakan

untuk pasien dengan kejang berkelanjutan atau koma. Kejang dan insensibilitas tidak boleh

terjadi dalam kurun waktu kira-kira 4 jam sebelum dilakukan seksio sesarea atas indikasi

ibu.8

Medika Mentosa

Untuk menghindari kejang berulang, diperlukan terapi:9

1. Magnesium Sulfat. Merupakan pilihan utama untuk mengobati eklamsia. Dosis awal

4-6g bolus iv dalam 100 mL larutan infus selama 15-20 menit. Jika masih kejang

ditambahkan 2g iv selama 3-5 menit. Obat ini berfungsi mengurangi kepekaan SSP

yang berhubungan dengan sistem neuromuskular, dapat menyebabkan vasodilatasi,

menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis dan menambah aliran darah ke

uterus.

12

Page 13: makalah eklamsia

2. Benzodiazepin atau Diazepam. Diberikan pada saat kejang masih berlanjut setelah

pemberian magnesium sulfat. Dosis 5-10mg iv selama 10-20 menit, ulangi dalam 2-4

jam jika diperlukan, dan tidak melebihi 30 mg dalam 8 jam. Obat ini berfungsi

mendepresi semua tingkat susunan saraf pusat melalui peningkatan aktifitas GABA.

3. Fenitoin. Diberikan jika magnesium sulfat tidak dapat mengatasi kejang, meskipun

sebenarnya obat ini kurang aman untuk ibu hamil. Dosis awal 10 mg/kg iv dengan

kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit.

Kendalikan hipertensi (biasanya dimulai hanya untuk diastolik >110 dan dengan target

diastolik 90-100). Labetolol dapat diberikan setiap 10 menit; dosis pertama 20 mg, dosis

kedua 40 mg, dosis berikutnya 80 mg (sampai maksimum 300 mg atau sampai tekanan darah

terkendali). Diazoxid, natrium nitroprusid, trimetafan dan nitrogliserin juga dapat digunakan

pada keadaan akut untuk menurunkan tekanan darah. Namun setia obat ini mempunyai efek

samping yang harus dipertimbangkan secara cermat.8

Prognosis

Prognosis untuk eklamsia selalu serius; penyakit ini adalah salah satu penyakit yang

paling berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya. Untungnya angka

kematian ibu akibat eklamsia telah menurun selama 3 dekade terakhir dari 5 sampai 10

persen menjadi kurang dari 3 persen kasus. Pengalaman-pengalaman ini jelas

menggarisbawahi bahwa eklamsia serta preeklamsia berat harus dianggap sebagai ancaman

yang nyata terhadap nyawa ibu. Memang, 23 persen kematian ibu hamil yang tercatat di AS

selama tahun 1997 disebabkan oleh hiprtensi kehamilan, yaitu paling sedikit 64 orang.1

Komplikasi

Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklamsia. Paling tidak terdapat dua

mekanisme penyebab:1

1. Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila kejang disertai

dengan muntah.

2. Gagal jantung, yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat dan pemberian

cairan intravena yang berlebihan.

Pada sebagian wanita dengan eklamsia, kematian mendadak terjadi bersamaan dengan kejang

atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif. Perdarahan subletal dapat

13

Page 14: makalah eklamsia

menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar kemungkinan pada wanita yang lebih

tua dengan hipertensi kronik. Walaupun jarang, perdarahan tersebut mungkin disebabkan

oleh ruptur aneurisma beri atau malformasi arteriovena.1

Pada sekitar 10 persen wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan

kejang. Kebutaan juga dapat timbul spontan pada preeklamsia. Paling tidak terdapat 2 kausa:1

1. Ablasio retina dengan derajat bervariasi.

2. Iskemia, infark, atau edema lobus oksipitalis.

Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik dan biasanya

tuntas dalam seminggu. Sekitar 5 persen wanita akan mengalami gangguan kesadaran yang

cukup bermakna, termasuk koma menetap, setelah kejang. Hal ini disebabkan oleh edema

otak yang luas. Sedangkan herniasi unkus transtentorium dapat menyebabkan kematian.1

Walaupun jarang, eklamsia dapat diikuti dengan psikosis, dan wanita yang

bersangkutan dapat mengamuk. Keadaan ini biasanya berlangsung selama beberapa hari

sampai beberapa minggu, tetapi prognosis untuk pulih baik asalkan sebelumnya tidak ada

penyakit mental.1

Daftar Pustaka

1. Cunningham FG. Obstetri williams. Ed 21. Jakarta: EGC, 2005, h. 626-73.

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007; h.102,8

3. Isselbacher KJ. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2004; h.

238

4. Biller J. The interface of neurology & internal medicine. Philadelphia: Lipincot Williams

& Wilkins, 2008, p. 853.

5. Vij JP. Medical disorder in pregnancy-an update. New Delhi: Jeypee brothers medical

publishers, 2006, h. 251.

6. Murthy P, Smith CL. Women’s global health and human rights. London: Jones and bartlett learning, 2010, p. 203.

14

Page 15: makalah eklamsia

7. Chrisdiono MA. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC, 2004, h. 5.

8. Benson RC. Buku saku obstetri dan ginekologi. Ed 9. Jakarta: EGC, 2008, h. 366-80.

9. Dewanto G. Panduan praktis diagnosis & tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC, 2009, h.98-9.

15