Pr Dokter Etty Anemia Leukimia
-
Upload
gita041290 -
Category
Documents
-
view
35 -
download
2
description
Transcript of Pr Dokter Etty Anemia Leukimia
Anemia Aplastik Leukimia Aleukemik
Definisi
Epidemiologi
Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang
ditandai dengan kegagalan sumsum tulang dengan
penurunan sel – sel hematopoietik dan
penggantiannya oleh lemak, menyebabkan
pansitopenia, dan sering disertai dengan
granulositopenia dan trombositopenia.(1)
Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang
ditemukan di dunia Angka kejadian di Asia
termasuk Cina, Jepang, Thailand dan India lebih
tinggi dibandingkan dengan Eropa dan Amenika
Serikat.(3) Insidens penyakit ini bervariasi antara 2
sampai 6 kasus tiap 1 juta populasi.(1) Penelitian yang
dilakukan The International Aplastic Anemia and
Agranulocytosis Study di Eropa dan Israel awal
tahun 1980 mendapatkan 2 kasus tiap 1 juta
populasi.(5,6) Perbandingan insidens antara laki-
laki dan perempuan kira-kira 1:1, meskipun dari
beberapa data menunjukkan laki-laki sedikit Iebih
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah
yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh
proliferasi sel darah putih abnormal yang
kemudian akan beredar di dalam darah tepi. Hal
tersebut terjadi
karena pertumbuhan sel tersebut dalam sumsum
tulang tidak terkendali dan fungsinya pun tidak
normal. Karena proses tersebut, sel darah normal
menjadi terdesak dan menimbulkan berbagai gejala.(2)
Angka kejadian leukimia pada anak sebesar 30%.
Sedangkan angka kejadiaan di Amerika Serikat
dan Eropa pada anak di bawah usia 15 tahun,
pertahun sekitar 3,5 -4,0 per 100.000 anak. Rasio
laki-laki dan perempuan sebesar 1,2. Angka
tertinggi adalah pada usia 2-7 tahun yang jumlahnya
dapat mencapai 10 per 100.000 anak. Angka ini
berpengaruh dalam pemahaman tentang epidemiologi,
biologi, dan terapi yang efektif. Angka tertinggi
terjadi di negara-negara maju dan semakin meningkat
pada anak-anak kulit putih dibandingkan kulit hitam.
Etiologi
sering terkena anemia aplastik.(6)
Anemia aplastik herediter atau anemia
aplastik yang diturunkan merupakan faktor
kongenital yang ditimbulkan sindrom
kegagalan sumsum tulang herediter antara
lain : Sindroma Fanconi, Diskeratosis
Kongenital, Trombositopenik
Amegakaryositik, Sindroma Shwachman –
Diamond
Anemia aplastik didapat yang bisa
didapatkan karena : penggunaan obat,
senyawa kimia, penyakit infeksi, terapi
radiasi dengan radioaktif dan pemakaian
sinar rontgen, factor iatrogenic.
Anemia aplastik idiopatik
(7) Angka keberhasilan terapi pada leukimia meningkat
secara stabil sejak 1960. Five-year event-free
mendekati 80% pada anak-anak dan mendekati 40%
pada orang dewasa.(7) Di Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” (RSKD), LLA merupakan kanker anak
yang paling banyak ditemukan. Tercatat 8 kasus baru
anak dengan LLA pertahunnya. Pada umumnya, tata
laksana penyakit kanker, termasuk di Negara
berkembang, tidak terlepas dari masalah
epidemiologi.
Faktor predisposisi
1. Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya
agannaglobulinemia; kelainan kromosom,
misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali lipat
populasi umumnya); sindrom Bloom.
2. Virus
Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus
diteliti. Sel leukemia mempunyai enzim trankriptase
(suatu enzim yang diperkirakan berasal dari virus).
Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus
EB, dapat berakhir dengan leukemia.
Aplasia sistem eritropoitik dalam darah tepi akan
terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai
dengan merendahnya kadar hemoglobin,
hematokrit dan hitung eritrosit serta MCV
(Mean Corpuscular Volume). Secara klinis pasien
3. Radiasi ionisasi
Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa
radiasi pada ibu selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko pada janinnya. Baik
dilingkungan kerja, maupun pengobatan kanker
sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti
benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik.
4. Herediter
Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung
terutama pada kembar monozigot.
5. Obat-obatan
Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti
diethylstilbestrol
Faktor Lain
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar
radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom,
herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia
pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Gejala Klinis
tampak pucat dengan berbagai gejala anemia
lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak
karena gagal jantung dan sebagainya. Oleh karena
sifatnya aplasia sistem hematopoitik, maka
umumnya tidak ditemukan ikterus, pembesaran
limpa (splenomegali), hepar (hepatomegali)
maupun kelenjar getah bening (limfadenopati).(8)
Pemeriksaan Fisik pada Pasien Anemia Aplastik (N=70) (Salonder, 1983)Jenis Pemeriksaan Fisik %
1. Gejala kegagalan sumsum tulang:
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan
lemah. Disebabkan karena produksi sel darah merah
kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang
memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya
hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak
yang menderita leukemia mengalami pucat,
mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang
ditandai demam, malaise, infeksi rongga mulut,
tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai
syok septic.
c. Trombositopenia menimbulkan easy
bruising, memar, purpura perdarahan kulit,
perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan
epistaksis. Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan
dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi,
PucatPerdarahan
Kulit Gusi Retina Hidung Saluran cerna Vagina
DemamHepatomegaliSplenomegali
100633426207631670
hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang
sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar
trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi
secara spontan.
2. Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:
a. Kaheksia
b. Keringat malam
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout
dan gagal ginjal
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan
organomegali dan gejala lain seperti:
a. Nyeri tulang dan nyeri sternum
b. Limfadenopati superficial
c. Splenomegali atau hepatomegali biasanya
ringan
d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah,
mata kabur, kaku kuduk.
f. Ulserasi rectum, kelainan kulit.
g. Manifestasi ilfiltrasi organ lain yang kadang-
kadang terjadi termasuk pembengkakan testis pada
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Apusan Darah Tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia
tidak selalu ditemukan. Jenis anemianya
adalah normokrom normositer. Terkadang
ditemukan makrositosis, anisositosis, dan
poikilositosis. Adanya eritrosit muda atau
leukosit muda dalam darah tepi
menandakan bukan anemia aplastik.
Granulosit dan trombosit ditemukan rendah.
ALL atau tanda penekanan mediastinum (khusus pada
Thy-ALL atau pada penyakit limfoma T-limfoblastik
yang mempunyai hubungan dekat)
3. Gejala lain yang dijumpai adalah:
a. Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi
50.000/µL. penderita dengan leukositosis serebral
ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan
visual. Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak
napas, takhipnea, ronchi, dan adanya infiltrasi pada
foto rontgen.
b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis
primer. DIC lebih sering dijumpai pada leukemia
promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat
pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen
induksi remisi.
c. Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi
sebagai arthritis gout dan batu ginjal.
d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum
terapi, terutama pada ALL. Tetapi sindrom lisis tumor
lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan
Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari
75% kasus. Presentase retikulosit
umumnya normal atau rendah. Pada
sebagian kecil kasus, persentase retikulosit
ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi, bila
nilai ini dikoreksi terhadap beratnya anemia
(corrected reticulocyte count) maka
diperoleh persentase retikulosit normal atau
rendah juga. Adanya retikulositosis setelah
dikoreksi menandakan bukan anemia
aplastik.(9)
Laju Endap Darah
Hasil pemeriksaan laju endap darah pada
pasien anemia aplastik selalu meningkat.
Pada penelitian yang dilakukan di
laboratorium RSUPN Cipto Mangunkusumo
ditemukan 62 dari 70 kasus anemia aplastik
(89%) mempunyai nilai laju endap darah
lebih dari 100 mm dalam satu jam pertama.(9)
Faal Hemostasis
Pada pasien anemia aplastik akan ditemukan
waktu perdarahan memanjang dan retraksi
pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan sumsum
tulang.(10)
a. Pemeriksaan darah tepi
Pada leukimia, pemeriksaan darah tepi
menunjukkan anemia normositik normokrom. Juga
didapatkan trombositopenia, Rumple Leede positif,
waktu perdarahan memanjang, dan
retikulositopenia.(11)
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Kepastian diagnostic dari pemeriksaan BMP (Bone
Marrow Punction) yang menunjukkan pendesakan
eritropoiesis, trombopoiesis, dan granulopoiesis.
Sumsum tulang didominasi oleh limfoblas.(11)
Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel
leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel
muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara
(leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel
berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK
ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil
yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti.
Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh
peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita
bekuan yang buruk dikarenakan trombositopenia.
Hasil faal hemostasis lainnya normal.(9)
Biopsi Sumsum Tulang
Seringkali pada pasien anemia aplasti
dilakukan tindakan aspirasi sumsum tulang
berulang dikarenakan teraspirasinya sarang –
sarang hemopoiesis hiperaktif. Diharuskan
melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap
kasus tersangka anemia aplastik. Dari hasil
pemeriksaan sumsum tulang ini akan
didapatkan kesesuaian dengan kriteria
diagnosis anemia aplastik.(9)
Pemeriksaan Virologi
Adanya kemungkinan anemia aplastik akibat
faktor didapat, maka pemeriksaan virologi
perlu dilakukan untuk menemukan
penyebabnya. Evaluasi diagnosis anemia
aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis,
HIV, parvovirus, dan sitomegalovirus.(9)
Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa
Jenis tes ini perlu dilakukan untuk
mengetahui adanya PNH sebagai penyebab
LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan
peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas
granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari
30.000/mm3.(10)
c. Pemeriksaan lain
Kelainan imunologis dapat diperiksa dengan
immunophenotyping. Kelainan kromosom diperiksa
dengan karyotyping. Pemeriksaan lain adalah
pencitraan foto thoraks AP dan lateral untuk melihat
infiltrasi mediastinal. Pungsi lumbal untuk
mengetahui adanya infiltrasi ke cairan cerebrospinal.(11) Jika pada pemeriksaan cairan cerebrospinal terjadi
peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein
maka hal ini berarti suatu leukemia meningial.
Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari
perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun
keadaan kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan
pungsi lumbal dan pemberian metotreksat intratekal
secara rutin pada setiap penderita baru atau pada
mereka yang menunjukkan gejala tekanan intracranial
yang meninggi. Pemeriksaan biopsy limpa akan
memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang
terjadinya anemia aplastik.(9)
Pemeriksaan Kromosom
Pada pasien anemia aplastik tidak ditemukan
kelainan kromosom. Pemeriksaan sitogenetik
dengan fluorescence in situ hybridization
(FISH) dan imunofenotipik dengan flow
cytometry diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding, seperti myelodisplasia
hiposeluler.(9)
Pemeriksaan Defisiensi Imun
Adanya defisiensi imun dalam tubuh pasien
anemia aplastik dapat diketahui melalui
penentuan titer immunoglobulin dan
pemeriksaan imunitas sel T.(9)
Pemeriksaan yang Lain
Pemeriksaan darah tambahan berupa
pemeriksaan kadar hemoglobin fetus (HbF)
dan kadar eritropoetin yang cenderung
meningkat pada anemia aplastik anak.(9)
Pemeriksaan Radiologis1. Nuclear Magnetic Resonance Imaging
Jenis pemeriksaan penunjang ini
merupakan cara terbaik untuk mengetahui
berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti
limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.(12)
luasnya perlemakan karena dapat
membuat pemisahan tegas antara daerah
sumsum tulang berlemak akibat anemia
aplastik dan sumsum tulang selular
normal.
2. Radionuclide Bone Marrow Imaging
(Bone Marrow Scanning)
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat
ditentukan oleh scanning tubuh setelah
disuntuk dengan koloid radioaktif
technetium sulfur yang akan terikat pada
makrofag sumsum tulang atau iodium
chloride yang akan terikat pada
transferin. Dengan bantuan pemindaian
sumsum tulang dapat ditentukan daerah
hemopoiesis aktif untuk memperoleh sel
– sel guna pemeriksaan sitogenetik atau
kultur sel – sel induk.(9)
Diagnosis anemia aplastik ditegakkan berdasarkan
keadaan pansitopenia yang ditandai oleh anemia,
leukopenia dan trombositopenia pada darah tepi.(13-17)
Keadaan inilah yang menimbulkan keluhan pucat,
Diagnosis
perdarahan dan demam yang disebabkan oleh
infeksi. Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan
hepatosplenomegali atau limfadenopati. Di
samping keadaan pansitopenia, pada hitung jenis
juga menunjukan gambaran limfositosis relatif.
Diagnosis pasti anemia aplastik ditentukan
berdasarkan pemeriksaan aspirasi sumsum
tulang yang menunjukkan gambaran sel yang sangat
kurang, terdapat banyak jaringan ikat dan jaringan
lemak, dengan aplasi sistem eritropoetik,
granulopoetik dan trombopoetik.(14,17)
1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan
Plasma Tromboplastin Antecedent (PTA).
Pemeriksaan darah tepi dari kedua kelainan
ini hanya menunjukkan trombositopenia
tanpa retikulositopenia atau
granulositopenia/leukopenia. Pemeriksaan
sumsum tulang dari PTI menunjukkan
gambaran yang normal atau ada peningkatan
Dibuat berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
darah tepi dan dipastikan dengan pemeriksaan
sumsum tulang atau limpa. Pada stadium dini limpa
mungkin tidak membesar, bahkan gambaran darah
tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat
yang mendadak dengan atau tanpa trombositopenia.
Dalam keadaan ini, pemeriksaan sumsum tulang
dapat memastikan diagnosis.(12)
Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas
lagi, bahkan sumsum tulang dapat memperlihatkana
gambaran normal. Keluhan panas, pucat, dan
perdarahan dapat disebabkan oleh anemia aplastik,
trombositopenia (ATP, ITP, demam berdarah, atau
Diagnosis Banding
megakariosit sedangkan pada PTA tidak atau
kurang ditemukan megakariosit.
2. Leukemia akut jenis aleukemik, terutama
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
dengan jumlah leukosit yang kurang dari
6000/mm3. Kecuali pada stadium dini,
biasanya pada LLA ditemukan splenomegali.
Pemeriksaan darah tepi sukar dibedakan,
karena kedua penyakit mempunyai gambaran
yang serupa (pansitopenia dan relatif
limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan
limfositosis yang dari 90%, diagnosis lebih
cenderung pada LLA.
3. Stadium praleukemik dari leukemia akut.
Keadaan ini sukar dibedakan baik gambaran
klinis, darah tepi maupun sumsum tulang,
karena masih menunjukkan gabaran sitopenia
dari ketiga sistem hematopoietik. Biasanya
setelah beberapa bulan kemudian baru
terlihat gambaran khas LLA.
penyakit infeksi lain). Bila pada pemeriksaan fisis
ditemukan splenomegali maka diagnosis lebih
terarah pada leukemia akut. Trombositopenia biasa
tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi
kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi
menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia
diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau
leukemia akut.(12)
Diagnosis banding antara anemia aplastik dan
stadium dini leukemia yang aleukemik tanpa
pembesaran limpa sangat sulit. Gambaran darah
tepi pada kedua kelainan ini sama keculai jika
terdapat limfositosis yang lebih dari 80% atau
terdapatnya sel blas dalam darah tepi, diagnosis
lebih cenderung leukemia.(12)
Penatalaksanaan
Tatalaksana Suportif
Tata laksana suportif ditujukan pada gejala-gejala
akibat keadaan pansitopenia yang ditimbulkan.
Untuk mengatasi keadaan anemia dapat diberikan
transfuse leukocyte-poor red cells yang bertujuan
mengurangi sensitisasi terhadap HLA (human
leukocyte antigen), menurunkan kemungkinan
transmisi infeksi hepatitis, virus sitomegalo dan
toksoplasmosis,(14) pada beberapa kasus mencegah
graft- versus host disease (GVHD). Transfusi ini
dapat berlangsung berulang-ulang sehingga perlu
diperhatikan efek samping dan bahaya transfusi
seperti reaksi transfusi, hemolitik dan nonhemolitik,
transmisi penyakit infeksi, dan penimbunan zat besi.(17,19)
Perdarahan yang terjadi sering menyebabkan
kematian. Untuk mencegah perdarahan terutama
pada organ vital dapat dilakukan dengan
mempertahankan jumlah trombosit di atas
20.000/uL.(14,17) Hal ini dapat dilakukan dengan
transfusi suspensi trombosit. Perlu diingat bahwa
pemberian suspensi trombosit dapat menyebabkan
Modalitas pengobatan leukemia(18) :
· Radioterapi
Radioterapi umumnya dilakukan untuk mencegah
dan mengobati penyebaran sel leukemia ke otak.
Saat ini pengobatan radioterapi pada leukemia mulai
ditinggalkan oleh banyak ahli karena efek samping
keadaan isoimunisasi apabila dilakukan lebih dari 10
kali, dan keadaan ini dapat mempengaruhi
keberhasilan terapi.(17) Isoimunisasi dapat dicegah
dengan pemberian trombosit dengan HLA yang
kompatibel dengan pasien. Bila perdarahan tetap
terjadi dapat ditambahkan antifibrinolisis.(14,20)
Untuk mengatasi infeksi yang timbul karena keadaan
leukopenia, dapat diberikan pemberian antibiotik
profilaksis dan perawatan isolasi. Kebersihan kulit
dan perawatan gigi yang baik sangat penting, karena
infeksi yang terjadi biasanya berat dan sering
menjadi penyebab kematian.(14,16) Pada pasien anemia
aplastik yang demam perlu dilakukan pemeriksaan
kultur darah, sputum, urin, feses, dan kalau perlu
cairan serebrospinalis. Bila dicurigai terdapat sepsis
dapat diberikan antibiotik spektrum luas dengan
dosis tinggi secara intravena dan kalau penyebab
demam dipastikan bakteni terapi dilanjutkan sampai (15-17,19) hari atau sampai hasil kultur negatif.(16) Bila
demam menetap hingga 48 jam setelah diberikan
antibiotic secara empiris dapat diberikan anti jamur.(21-22)
yang begitu besar dan kuat seperti gangguan
intelektual, timbulnya second malignancy, dan
mengganggu tumbuh kembang anak. Sehingga
sebagian besar protocol pengobatan leukemia tidak
lagi menggunakan radioterapi. Berhasil tidaknya
pengobatan radioterapi tergantung dati factor
sensitivitas sel kanker, efek samping yang timbul,
pengalaman radioterapi, serta pasien yang kooperatif.(18)
· Kemoterapi
Kemoterapi pada penderita leukemia mempunyai
peran penting karena dapat digunakan untuk
mencapai kesembuhan (complete remission) dan
mencapai masa bebas penyakit (disease free
survival). Berbagai penelitian tentang kemoterapi
dilakukan dengan tujuan berusaha mencari obat baru
untuk mengkombinasi beberapa macam obat agar
kinerja obat lebih baik dengan efek samping yang
minimal dan dapat ditolerir oleh tubuh. Yang penting
kita harus memperhatikan efektifitas, keamanan,
rasional, dan terjangkau daya beli.(18)
· Pembedahan
Imunosupresan
Metilprednisolon
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
metilprednisolon dosis rendah 2-4 mg/kg berat badan
/hari, dapat digunakan untuk mengurangi perdarahan
dan gejala serum sickness. Metilprednisolon dosis
tinggi memberikan respons pengobatan yang baik
sampai 40%.(13,23) Dosis metilprednisolon adalah
5mg/kg/ berat badan secara intravena selama 8 hari
kemudian dilakukan tappering dengan dosis 1mg/kg
berat badan /hari selama 9-14 hari, lalu tappering
selama 15-29 hari. Pemakaian kortikosteroid dibatasi
pada keadaan antilimfosit globulin tidak tersedia
atau terlalu mahal. Efek samping antara lain ulkus
peptikum, edem, hiperglikemia, dan osteonekrosis.(23)
Antilimfosit globulin (ALG)
Antilimfosit globulin adalah sitolitik sel T yang
bersama dengan siklosponin berperan dalam
menghambat fungsi sel T, khususnya dalam produksi
Merupakan salah satu modalitas dalam penanganan
penderita kanker. Pada umumnya pembedahan
dilakukan pada penderita dengan tumor padat yang
masih dini atau untuk pengobatan paliatif
dekompresif, tetapi pembedahan tidak dapat
digunakan pada keganasan hematologi.(18)
Tahapan Pengobatan
Untuk mencapai remisi dan mencegah kekambuhan
maka prinsip pengobatan yang dipakai adalah induksi
remisi, kosolidasi atau intensifikasi, rumatan,
reinduksi, mencegah terjadinya leukemia susunan
saraf pusat, dan pengobatan imunologik.(12)
a. Induksi Remisi
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk
memusnahkan semua atau sebanyak mungkin sel
leukemia agar terjadi remisi, terjadi penurunan
jumlah sel-sel leukemia sampai tidak terdeteksi secara
klinis maupun laboratorium (limfoblas sumsum
tulang <5%) yang ditandai dengan holangnya gejala
klinis dan gambaran darah tepi menjadi normal.
Pengobatan pada fase ini biasanya berlangsung sekitar
6 minggu dengan angka remisi rata-rata 97%.(18)
limfokin-limfokin supresif.(13,15,23) Antilimfosit
globulin dapat diberikan dengan dosis 40 mg/kg
berat badan /hari selama 12 jam dilanjutkan dengan
infus yang dikombinasikan dengan metilprednisolon
1mg/kg berat badan /hari intravena selama 4 hari.
Dapat juga diberikan dosis 20mg/kg berat badan
/hari selama 4-6 jam dengan infus intravena selama 8
hari berturut-turut yang dikombinasikan dengan
prednison 40mg/ m2/hari selama 5 hari dimulai pada
hari terakhir pemberian ALG. ALG dapat
menyebabkan perasaan panas dingin, kemerahan,
trombositopenia dan serum sickness. Keberhasilan
terapi menggunakan ALG tunggal sekitar 50%.(14)
Antitymocyt Globulin (ATG)
Antitymocyt Globulin menghambat mediasi respons
imun dengan mengubah fungsi sel T atau
menghilangkan sel reaktif antigen. Dosis yang
diberikan 100- 200mg/kg berat badan intravena.
Kontraindikasi ATG adalah reaksi hipersensitivitas,
keadaan leukopenia dan atau trombositopenia.(23)
Penelitian yang membandingkan hasil akhir antara
Tahap induksi menggunakan kortikosteroid
(prednisone atau dexamethason), vinkristin,
L_Asparaginase.(18) Pada tahap ini diberikan :
· VCR (vincristin) : 2mg/m2/minggu, intravena,
diberikan 6 kali.(10)
· ADR (adriamisin) : 40mg/m2/2 minggu
intravena, diberikan 3 kali, dimulai pada hari ketiga
pengobatan.(12)
· Prednison : 50mg/m2/hari peroral diberikan
selama 5 minggu, kemudian tapering off selama 1
minggu.(12)
SSP : profilaksis : MTX (metotreksat) 10
mg/m2/minggu intratekal, diberikan 5 kali dimulai
bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi
cranial : dosis total 2.400 rad dimulai setelah
konsolidasi terakhir (siklofosfamida).(18)
b. Konsolidasi atau intensifikasi
Segera setelah penderita mengalami
pemulihan baik klinis maupun laboratoris dan
mencapai remisi komplit, terapi fase intensifikasi
dapat dimulai. Hal ini dilakukan atas dasar penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa apabila terapi
tata laksana anemia aplastik dengan ATG dan
transplantasi sumsum tulang (TST) dilaporkan
bahwa pada 155 pasien anemia aplastik dewasa yang
diterapi dengan TST lebih baik dibandingkan dengan
penggunaan ATG tunggal sesuai protokol terbaru.(24)
The European blood and marrow transplant severe
anemia aplastic working party melakukan penelitian
pada pasien anemia aplastik tidak berat, yang
diberikan terapi imunosupresan. Disimpulkan bahwa
penggunaan kombinasi ATG dan siklosporin A lebih
baik daripada siklosporin A tunggal dalam kelompok
respons hematologi, kualitas respons dan kematian
awal.(25)
Siklosporin A (Cs A)
Merupakan cyclic polypeptide yang menghambat
imunitas humoral, sebagai inhibitor spesifik terhadap
sel limfosit T, mencegah pembentukan interleukin-2
interferon-y.(13-15) Dan dapat menghambat reaksi
imun seperti penolakan jaringan transplan, GVHD,
dan lain-lain. Dosis awal dapat diberikan 8 mg/kg
berat badan /hari peroral selama 14 hari dilanjutkan
dengan dosis 15 mg/kg berat badan /hari pada anak-
dihentikan setelah induksi remisi maka segera terjadi
relaps. Tujuan dari tahap ini adalah menurunkan
keberadaan dan menghilangkan sel pokok (stem
cell) leukemia.(18) Obat-obatan yang digunakan antara
lain(12) :
· MTX : 25mg/m2/hari intravena, diberikan 3
kali, dimulai satu minggu setelah VCR keenam,
kemudian dilanjutkan dengan :
· 6-MP (6-merkaptopurin) : 500mg/m2/hari
peroral, diberikan 3 kali
· CPA (siklofosfamid) : 800mg/m2/kali
diberikan sekaligus pada akhir minggu kedua dari
konsolidasi.
c. Rumat /maintenance
Tidak seperti keganasan yang lain pada LLA
diperlukan waktu yang panjang untuk
mempertahankan kesembuhan. Hal ini ditujukan
untuk membunuh sel blas dan memelihara sel
sumsum tulang yang normal disamping untuk
mempertahankan respon imum penderita. Pada
umumnya pengobatan berlangsung 2 sampai 3 tahun.(18) Maintenance dimulai satu minggu setelah
anak dan 12 mg/kg/hari pada dewasa. Dosis
kemudian dipertahankan pada kadar 200-500ug/L
untuk menghindari efek toksik. Bila ditemukan efek
toksik, terapi dihentikan 1-4 hari untuk kemudian
dilanjutkan dengan dosis yang lebih rendah. Respons
terapi dengan siklosporin tunggal hanya sekitar 25%.
Kombinasi siklosporin dengan ATG meningkatkan
kecepatan remisi sistem hematopoetik sekitar 70%.(13,15)
Siklofosfamid (CPA)
Penggunaan siklofosfamid sebagai terapi anemia
aplastik, dimulai pada saat penggunaan
siklofospamid sebagai persiapan transplantasi
sumsum tulang.(13) Sejumlah peneliti menyatakan
dosis terapi yang diberikan adalah 50mg/kg berat
badan / hari selama 4 hari berturut-turut. Tetapi perlu
diingat dosis tinggi yang diberikan akan
meningkatkan efek tosik yang serius dan efek terapi
yang ditimbulkan tidak lebih baik dibandingkan
dengan terapi kombinasi.(25) Penelitian yang
dilakukan terhadap 10 pasien anemia aplastik berat
konsolidasi terakhir (CPA) dengan(12) :
· 6-MP : 65 mg/m2/hari peroral
· MTX : 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam
dua dosis (misalnya Senin dan Kamis)
d. Reinduksi
Reinduksi dimaksudkan untuk mencapai
remisi yang biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan
dengan pemberian obat-obatan seperti pada
induksi selama 10-14 hari. Reinduksi diberikan tiap
3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-
obat rumat dihentikan.(18) Sistemik(18) :
· VCR : dosis sama dengan dosis induksi,
diberikan 2 kali
· Prednison : sama dengan dosis induksi
diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu kemudian
tapering off
SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis
profilaksis, diberikan 2 kali.
e. Pengobatan susunan saraf pusat
Apabila terapi pencegahan pada susunan saraf pusat
tidak dilakukan pada pengobatan LLA maka lebih
dari 40% anak akan mengalami relaps susunan saraf
dengan CPA 45mg/kg berat badan /hari selama 4
hari, memberikan hasil lebih efektif dibandingkan
dengan imunosupresan konvensional lainnya, dalam
hal memperbaiki hematopoesis normal dan
pencegahan relaps atau kelainan-kelainan klonal
sekunder, meskipun tanpa dilakukan TST. Penelitian
yang dilakukan terhadap 19 pasien yang diberikan
CPA dengan dosis 50 mg/kg berat badan /hari
selama 4 hari didapatkan hasil terapi CPA dosis
tinggi tanpa TST membuat remisi bebas pada pasien
anemia aplastik berat. Penelitian ini dilakukan pada
pasien yang tidak dapat dilakukan transplantasi
sumsum tulang.(25)
Terapi obat kombinasi
Kombinasi obat-obat imunosupresan pada terapi
pasien anemia aplastik hasilnya Iebih memuaskan
dibandingkan dengan imunosupresan tunggal.
Kombinasi ALG, metilprednisolon dan siklosporin A
menghasilkan remisi parsial atau total sebesar 65%.(14) Kombinasi lain antara ATG, siklosporin A dan G-
CSF dilaporkan memberikan respon hematopoetik
yang memuaskan dengan penurunan angka
pusat. Beberapa pengobatan susunan saraf pusat telah
dipakai, termasuk pengobatan intratekal yaitu MTX
pada waktu induksi dan radiasi cranial sebanyak
2.400-2500 rad. Radiasi tidak diulang pada reinduksi.(18)
f. Pengobatan Imunologik
Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang
terbaru. Pengobatan spesifik dilakukan dengan
pemberian imunisasi BCG yang dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan
tubuh. BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua
pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan,
diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml.
Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4
minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumat
diteruskan.(12)
Penanganan Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi
akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit leukemia
dan mengatasi efek samping obat, serta
kerentanan terhadap infeksi.(10) Pada leukemia
didapatkan penurunan kekebalan tubuh sehingga
kematian. Penelitian yang dilakukan Stephen
Rosenfeld dkk, dengan metode kohort pada 122
pasien yang diberikan 40 mg/kg berat badan /hari
dengan ATG selama 4 hari dan 10-12 mg/kg berat
badan /hari, siklosporin A selama 6 bulan dan
pemberian jangka pendek kortikosteroid didapatkan
kurang lebih setengah dan pasien anemia aplastik
berat mempunyai waktu penyembuhan yang lebih
baik dengan hasil jangka panjang yang memuaskan.(21) Penelitian terbaru yang mengkombinasikan ATG
dengan siklosporin pada pasien anemia aplastik berat
didapatkan hasil peningkatan angka kesintasan 7
tahun yang memuaskan pada 55% kasus.(26)
Kombinasi ATG dan CsA merupakan terapi
imunosupresan lini pertama untuk pasien dengan
anemia aplastik berat.
Transplantasi sumsum tulang (TST)
Transplantasi sumsum tulang pada kasus anemia
aplastik berat pertama kali dilakukan pada tahun
1970. Sayangnya hanya 25-30% pasien yang
mendapatkan donor yang diharapkan.(14) Pengobatan
pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi.(26)
Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya
resiko terhadap infeksi pada pasien leukemia dapat
dibagi menjadi(26) :
· Gangguan pada integument. Keadaan ini dapat
menyebabkan terbuka jalan masuk bagi
mikroorganisme pathogen misalnya erosi pada
mukosa akibat kemoterapi dan adanya luka jalur
selang infuse atau kateter.
· Gangguan pada satu atau lebih system
kekebalan tubuh spesifik
· Granulositopenia.
Pada pasien leukemia dengan penurunan kekebalan
tubuh, infeksi dapat pula disebabkan oleh kuman yang
biasanya tidak pathogen seperti Streptococcus faecalis
dan Staphylococcus epidermidis.(26) Pencegahan
terhadap infeksi yang sangat rentan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, diantaranya yang termudah
adalah memberikan pengertian pada penderita dan
keluarganya agar selalu mencuci tangan, mandi setiap
hari dan menghindari kontak dengan orang yang
sedang sakit. Profilaksis antibiotic untuk mencegah
anemia aplastik dengan transplantasi sumsum tulang
meningkatkan angka kesintasan sekitar 60-70%.
Penelitian lain yang dilakukan terhadap 212 pasien
anemia aplastik didapatkan bahwa TST
menyebabkan hematopoiesis menjadi normal dengan
penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama
akibat GVHD kronik. Penelitian yang dilakukan
terhadap 6.691 pasien yang dilakukan TST alogenik
temyata kemungkinan dapat sembuh lebih besar,
meskipun beberapa tahun setelah TST mortalitasnya
lebih tinggi dibandingkan populasi normal.(23)
Sulitnya mencari donor yang sesuai dengan pasien,
dapat diatasi dengan TST yang berasal dan cord
blood; dan penelitian yang dilakukan terhadap 78
pasien yang mendapat TST cord blood dan donor
yang related, dan 65 pasien yang dilakukan TST
dengan donor unrelated, disimpulkan bahwa cord
blood adalah altematif yang mungkin sebagai
sumber sel induk untuk TST pada anak-anak dan
dewasa dengan kelainan hematologis mayor,
terutama jika donor dan recipient related.(26)
Komplikasi TST yang paling sering terjadi adalah
pneumoni akibat pneumocitys carinii dapat dilakukan
dengan pemberian trimetoprim/sulfametaksol selama
3 hari berturut-turut dalam seminggu. Penanganan ini
biasanya dilakukan sebelum pemakaian sitostatika.
Pada kunjungan awal penderita biasanya datang
dengan anemia dan panas badan, usaha pertama
adalah menaikkan kadar hemoglobin dengan
pemberian transfusi darah. Panas badan umumnya
dianggap disebabkan oleh infeksi.(18)
GVHD, graft failure dan infeksi. Penelitian
retrospektif yang dilakukan Min CK, dan kawan-
kawan terhadap 40 pasien anemia aplastik yang
dilakukan TST alogenik didapatkan insidens graft
failure, GVHD akut, GVHD kronis masing-masing
22,5%, 12,8% and 23,1%. sedangkan 5% pasien
mengalami pneumonia interstisial dan 2,5%
pneumonia.(26)
Prognosis penyakit anemia aplastik bergantung pada:1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau
aseluler.
2. Kadar Hb F yang lebih dari 200mg%
memperlihatkan prognosis yang lebih baik.
3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3
menunjukkan prognosis yang lebih baik.
4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di
Indonesia karena kejadian infeksi masih
Prognosis
tinggi.
Gambaran sumsum tulang merupakan
parameter yang terbaik untuk menentukan
prognosis.
Faktor yang menentukan prognosis dari LLA adalah
umur pasien ketika didiagnosis, jumlah leukosit awal,
dam respon terhadap terapi.(27)
Tabel 1. Faktor prognostic bermakna pada penderita
leukimia.(18)
DAFTAR PUSTAKA
Faktor Prognosis buruk Prognosis baik
Usia
Jenis
kelamin
Jumlah
leukosit awal
Imunofetipe
Piodi
Sitogenik
Blas darah
tepi hari ke-8
Remisi
setelah
induksi
<1,5 th atau >10
th
Laki
>50.000/mm3
Pro-B, B, T
Non hiperploidi
t(4;11),t(9;22)
>1000/mm3
darah
Tak remisi
1,5-10 th
Perempuan
<50.000/mm3
Common, pre-B
Hiperploidi
t(12;21)
<1000/mm3 darah
Tercapai remisi
1. Kamus Kedokteran Dorland.Edisi ke 27.Jakarta:EGC.2005
2. Reynolds P, Von Behren J, Elkin EP. Birth Characteristics and Leukemia in Young Children. Am J Epidemiol 2002 (155):
603-613.
3. Gordon Smith EC. Epidemiology and aetiology of aplastic anemia. Disampaikan pada kongres Intemasional society of
haematology Asian Pasifik, Bangkok, 25-29 Oktober, 1999.
4. Young NS. Acquired aplastic anemia. Ann Intern Med 2002;136. h. 534-46
5. Young NS. Acquired aplastic anemia. JAMA 1999; 282:271-8.
6. Issaragrisil S. Aplastic anemia: Epidemiology. Disampaikan pada kongres Internasional society of haematology Asian Pasifik.
Bangkok, 24-28 Oktober, 1999.
7. Voute PA, Barrett A, Stevens MCG, Caron HN. Cancer in children Clinical management 5th ed 2005. P 138-170
8. Ugrasena, IDG.Anemia Aplastik.Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak IDAI.Cetakan Kedua.Badan Penerbit
IDAI.Jakarta.2006.Hal:10-15.
9. Abidin Widjanarko, Aru W. Sudoyo, Hans Salonder.Anemia Aplastik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Edisi IV.Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2006.Hal:627-633.
10. Anonim. Bab II.Tinjauan Pustaka. [online] 2011 [cited 2011 Januari 14] : Available
from: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/4/Chapter%20II.pdf
11. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-Unhas. Standar Pelayanan Medik Kesehatan Anak. Makassar : SMF Anak RS.Dr.Wahidin
Sudirohusodo. 2009. p.197.
12. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak ed.1. Jakarta : Info
Medika Jakarta. 1985. p469.
13. Alter BP, Young NS. The bone marrow failure syndromes. Dalam: Nathan DG, Oski FA, penyunting. Hematology of infancy
and childhood. Edisi ke-4. Philadelphia: Saunders, 1993. h. 216-37.
14. Lanzkowsky P. Bone marrow failure. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-2. New York Churchill
Livingstone, 1995. h. 89-96.
15. Shadduck RK. Aplastic anemia. Dalam : Beutler E, Lietcman MA, Coller BS, dkk, penyunting. Wiliams hematology. Edisi ke-
5. New York:McGraw Hill, 1995. h. 238-51.
16. Young NS. Aplastic anemia. Dalam: Brain MC, Carbone PP. Kelton JG, Schiler JH, penyunting. Current therapy in
hematology-oncology. Edisi ke-5. St. Lois: Mosby, 1995. h. 129-34.
17. Munthe BG. Diagnostik dan penanggulangan anemia aplastik. Dalam: Pendidikan tambahan berkala Ilmu Kesehatan Anak.
FKUI-RSCM Jakarta 1991. h. 33-40.
18. Permono Bambang, Mia R. Pengelolaan Medik Anak dengan Leukemia dan Kemungkinan Perawatan di RS Kabupaten.
[online] 2011 [cited 2011 Januari 14] : Available from www.pediatrik.com/pkb/061022022524-03ie136.pdf.
19. Gatot D. Penatalaksanaan transfusi pada anak. Dalam: Update emergencies pediatrics. Jakarta : Balai Pustaka FKUI 2002. h.
28-47.
20. Young NS, Maciejewski J. The pathofisiology of acquired aplastic anemia. N engl J Med 1997;336:1365-72.
21. Fonseca R, Tefferi A. Practical aspect of diagnosis and management of aplastic anemia. Am J Med Sci 1997; 28:129-34.
22. Speck B, Nissen C, Tichelli A, Gratwohl A. aplastic anemia: treatment. Disampaikan pada kongres Internasional Society of
Haematology, Singapore, 25-29 Agustus, 1996.
23. Bakhshi S. Aplastic anemia. E-medicine journal; 2002. Didapat dari: www.emedicine.com. Di akses tanggal 12 Februari 2003.
24. Paquete RL, Tebyani N, Frane M, dkk. Long-term outcome of aplastic anemia in adults treated with antithymocyte globulin:
Comparison with bone marrow transplantation. Blood 1995;85:283-90.
25. Marsh J, Schrezenmeier H, Marin P. Prospective randomized study comparing cyclosponine alone versus the combination of
antithymocite globulin and cyclosporine for treatment of patients with nonsevere aplastic anemia: A report from the European
blood and marrow transplantation (EBMT) severe aplastic anemia working party. Blood 1999;93:2191-5.
26. Reksodiputro,A.Haryanto. Total Protected Environment Untuk Mencegah Infeksi Nosokomial di Ruang Transplantasi
Sumsum Tulang RSCM FKUI in Cermin Dunia Kedokteran no.83. Jakarta : PT.Midas Surya Grafindo. 1993.p18
27. Bleyer A. David G. Tubergen. The Leukemias in Nelson Textbook of Pediatrics. Kliegman,ed. Philadelpia : Elseiver.2007.
c495.