Pr Dokter Etty Anemia Leukimia

40
Anemia Aplastik Leukimia Aleukemik Definisi Epidemiol ogi Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang ditandai dengan kegagalan sumsum tulang dengan penurunan sel – sel hematopoietik dan penggantiannya oleh lemak, menyebabkan pansitopenia, dan sering disertai dengan granulositopenia dan trombositopenia. (1) Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan di dunia Angka kejadian di Asia termasuk Cina, Jepang, Thailand dan India lebih tinggi dibandingkan dengan Eropa dan Amenika Serikat. (3) Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel darah putih abnormal yang kemudian akan beredar di dalam darah tepi. Hal tersebut terjadi karena pertumbuhan sel tersebut dalam sumsum tulang tidak terkendali dan fungsinya pun tidak normal. Karena proses tersebut, sel darah normal menjadi terdesak dan menimbulkan berbagai gejala. (2) Angka kejadian leukimia pada anak sebesar 30%. Sedangkan angka kejadiaan di Amerika Serikat dan Eropa pada anak di bawah usia 15 tahun, pertahun sekitar 3,5 -4,0 per

description

makalah anemia

Transcript of Pr Dokter Etty Anemia Leukimia

Anemia Aplastik Leukimia Aleukemik

Definisi

Epidemiologi

Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang

ditandai dengan kegagalan sumsum tulang dengan

penurunan sel – sel hematopoietik dan

penggantiannya oleh lemak, menyebabkan

pansitopenia, dan sering disertai dengan

granulositopenia dan trombositopenia.(1)

Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang

ditemukan di dunia Angka kejadian di Asia

termasuk Cina, Jepang, Thailand dan India lebih

tinggi dibandingkan dengan Eropa dan Amenika

Serikat.(3) Insidens penyakit ini bervariasi antara 2

sampai 6 kasus tiap 1 juta populasi.(1) Penelitian yang

dilakukan The International Aplastic Anemia and

Agranulocytosis Study di Eropa dan Israel awal

tahun 1980 mendapatkan 2 kasus tiap 1 juta

populasi.(5,6) Perbandingan insidens antara laki-

laki dan perempuan kira-kira 1:1, meskipun dari

beberapa data menunjukkan laki-laki sedikit Iebih

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah

yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh

proliferasi sel darah putih abnormal yang

kemudian akan beredar di dalam darah tepi. Hal

tersebut terjadi

karena pertumbuhan sel tersebut dalam sumsum

tulang tidak terkendali dan fungsinya pun tidak

normal. Karena proses tersebut, sel darah normal

menjadi terdesak dan menimbulkan berbagai gejala.(2)

Angka kejadian leukimia pada anak sebesar 30%.

Sedangkan angka kejadiaan di Amerika Serikat

dan Eropa pada anak di bawah usia 15 tahun,

pertahun sekitar 3,5 -4,0 per 100.000 anak. Rasio

laki-laki dan perempuan sebesar 1,2. Angka

tertinggi adalah pada usia 2-7 tahun yang jumlahnya

dapat mencapai 10 per 100.000 anak. Angka ini

berpengaruh dalam pemahaman tentang epidemiologi,

biologi, dan terapi yang efektif. Angka tertinggi

terjadi di negara-negara maju dan semakin meningkat

pada anak-anak kulit putih dibandingkan kulit hitam.

Etiologi

sering terkena anemia aplastik.(6)

Anemia aplastik herediter atau anemia

aplastik yang diturunkan merupakan faktor

kongenital yang ditimbulkan sindrom

kegagalan sumsum tulang herediter antara

lain : Sindroma Fanconi, Diskeratosis

Kongenital, Trombositopenik

Amegakaryositik, Sindroma Shwachman –

Diamond

Anemia aplastik didapat yang bisa

didapatkan karena : penggunaan obat,

senyawa kimia, penyakit infeksi, terapi

radiasi dengan radioaktif dan pemakaian

sinar rontgen, factor iatrogenic.

Anemia aplastik idiopatik

(7) Angka keberhasilan terapi pada leukimia meningkat

secara stabil sejak 1960. Five-year event-free

mendekati 80% pada anak-anak dan mendekati 40%

pada orang dewasa.(7) Di Rumah Sakit Kanker

“Dharmais” (RSKD), LLA merupakan kanker anak

yang paling banyak ditemukan. Tercatat 8 kasus baru

anak dengan LLA pertahunnya. Pada umumnya, tata

laksana penyakit kanker, termasuk di Negara

berkembang, tidak terlepas dari masalah

epidemiologi.

Faktor predisposisi

1.      Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya

agannaglobulinemia; kelainan kromosom,

misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali lipat

populasi umumnya); sindrom Bloom.

2.      Virus

Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus

diteliti. Sel leukemia mempunyai enzim trankriptase

(suatu enzim yang diperkirakan berasal dari virus).

Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus

EB, dapat berakhir dengan leukemia.

Aplasia sistem eritropoitik dalam darah tepi akan

terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai

dengan merendahnya kadar hemoglobin,

hematokrit dan hitung eritrosit serta MCV

(Mean Corpuscular Volume). Secara klinis pasien

3.      Radiasi ionisasi

Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa

radiasi pada ibu selama kehamilan dapat

meningkatkan risiko pada janinnya. Baik

dilingkungan kerja, maupun pengobatan kanker

sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti

benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen

anti neoplastik.

4.      Herediter

Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung

terutama pada kembar monozigot.

5.      Obat-obatan

Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti

diethylstilbestrol

Faktor Lain

1.       Faktor eksogen seperti sinar X, sinar

radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,

preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).

2.      Faktor endogen seperti ras

3.      Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom,

herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia

pada kakak-adik atau kembar satu telur).

Gejala Klinis

tampak pucat dengan berbagai gejala anemia

lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak

karena gagal jantung dan sebagainya. Oleh karena

sifatnya aplasia sistem hematopoitik, maka

umumnya tidak ditemukan ikterus, pembesaran

limpa (splenomegali), hepar (hepatomegali)

maupun kelenjar getah bening (limfadenopati).(8)

Pemeriksaan Fisik pada Pasien Anemia Aplastik (N=70) (Salonder, 1983)Jenis Pemeriksaan Fisik %

1.      Gejala kegagalan sumsum tulang:

a.       Anemia menimbulkan gejala pucat dan

lemah. Disebabkan karena produksi sel darah merah

kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang

memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan

berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya

hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak

yang menderita leukemia mengalami pucat,

mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.

b.      Netropenia menimbulkan infeksi yang

ditandai demam, malaise, infeksi rongga mulut,

tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai

syok septic.

c.       Trombositopenia menimbulkan easy

bruising, memar, purpura perdarahan kulit,

perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan

epistaksis. Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan

dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi,

PucatPerdarahan

Kulit Gusi Retina Hidung Saluran cerna Vagina

DemamHepatomegaliSplenomegali

100633426207631670

hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang

sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi

secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar

trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi

secara spontan.

2.      Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:

a.       Kaheksia

b.      Keringat malam

c.       Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout

dan gagal ginjal

3.      Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan

organomegali dan gejala lain seperti:

a.       Nyeri tulang dan nyeri sternum

b.      Limfadenopati superficial

c.       Splenomegali atau hepatomegali biasanya

ringan

d.      Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit

e.       Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah,

mata kabur, kaku kuduk.

f.       Ulserasi rectum, kelainan kulit.

g.      Manifestasi ilfiltrasi organ lain yang kadang-

kadang terjadi termasuk pembengkakan testis pada

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Apusan Darah Tepi

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia

tidak selalu ditemukan. Jenis anemianya

adalah normokrom normositer. Terkadang

ditemukan makrositosis, anisositosis, dan

poikilositosis. Adanya eritrosit muda atau

leukosit muda dalam darah tepi

menandakan bukan anemia aplastik.

Granulosit dan trombosit ditemukan rendah.

ALL atau tanda penekanan mediastinum (khusus pada

Thy-ALL atau pada penyakit limfoma T-limfoblastik

yang mempunyai hubungan dekat)

3. Gejala lain yang dijumpai adalah:

a.  Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi

50.000/µL. penderita dengan leukositosis serebral

ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan

visual. Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak

napas, takhipnea, ronchi, dan adanya infiltrasi pada

foto rontgen.

b.      Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis

primer. DIC lebih sering dijumpai pada leukemia

promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat

pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen

induksi remisi.

c.       Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi

sebagai arthritis gout dan batu ginjal.

d.      Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum

terapi, terutama pada ALL. Tetapi sindrom lisis tumor

lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan

Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari

75% kasus. Presentase retikulosit

umumnya normal atau rendah. Pada

sebagian kecil kasus, persentase retikulosit

ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi, bila

nilai ini dikoreksi terhadap beratnya anemia

(corrected reticulocyte count) maka

diperoleh persentase retikulosit normal atau

rendah juga. Adanya retikulositosis setelah

dikoreksi menandakan bukan anemia

aplastik.(9)

Laju Endap Darah

Hasil pemeriksaan laju endap darah pada

pasien anemia aplastik selalu meningkat.

Pada penelitian yang dilakukan di

laboratorium RSUPN Cipto Mangunkusumo

ditemukan 62 dari 70 kasus anemia aplastik

(89%) mempunyai nilai laju endap darah

lebih dari 100 mm dalam satu jam pertama.(9)

Faal Hemostasis

Pada pasien anemia aplastik akan ditemukan

waktu perdarahan memanjang dan retraksi

pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan sumsum

tulang.(10)

a.     Pemeriksaan darah tepi

     Pada leukimia, pemeriksaan darah tepi

menunjukkan anemia normositik normokrom. Juga

didapatkan trombositopenia, Rumple Leede positif,

waktu perdarahan memanjang, dan

retikulositopenia.(11)

b.      Pemeriksaan sumsum tulang

Kepastian diagnostic dari pemeriksaan BMP (Bone

Marrow Punction) yang menunjukkan pendesakan

eritropoiesis, trombopoiesis, dan granulopoiesis.

Sumsum tulang didominasi oleh limfoblas.(11)

Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel

leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel

muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara

(leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel

berinti dalam sumsum tulang.  Pada penderita LLK

ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit  kecil

yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti.

Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh

peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita

bekuan yang buruk dikarenakan trombositopenia.

Hasil faal hemostasis lainnya normal.(9)

Biopsi Sumsum Tulang

Seringkali pada pasien anemia aplasti

dilakukan tindakan aspirasi sumsum tulang

berulang dikarenakan teraspirasinya sarang –

sarang hemopoiesis hiperaktif. Diharuskan

melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap

kasus tersangka anemia aplastik. Dari hasil

pemeriksaan sumsum tulang ini akan

didapatkan kesesuaian dengan kriteria

diagnosis anemia aplastik.(9)

Pemeriksaan Virologi

Adanya kemungkinan anemia aplastik akibat

faktor didapat, maka pemeriksaan virologi

perlu dilakukan untuk menemukan

penyebabnya. Evaluasi diagnosis anemia

aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis,

HIV, parvovirus, dan sitomegalovirus.(9)

Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa

Jenis tes ini perlu dilakukan untuk

mengetahui adanya PNH sebagai penyebab

LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan

peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas

granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari

30.000/mm3.(10)

c.       Pemeriksaan lain

           Kelainan imunologis dapat diperiksa dengan

immunophenotyping. Kelainan kromosom diperiksa

dengan karyotyping. Pemeriksaan lain adalah

pencitraan foto thoraks AP dan lateral untuk melihat

infiltrasi mediastinal. Pungsi lumbal untuk

mengetahui adanya infiltrasi ke cairan cerebrospinal.(11) Jika pada pemeriksaan cairan cerebrospinal terjadi

peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein

maka hal ini berarti suatu leukemia meningial.

Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari

perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun

keadaan kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan

pungsi lumbal dan pemberian metotreksat intratekal

secara rutin pada setiap penderita baru atau pada

mereka yang menunjukkan gejala tekanan intracranial

yang meninggi.  Pemeriksaan biopsy limpa akan

memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang

terjadinya anemia aplastik.(9)

Pemeriksaan Kromosom

Pada pasien anemia aplastik tidak ditemukan

kelainan kromosom. Pemeriksaan sitogenetik

dengan fluorescence in situ hybridization

(FISH) dan imunofenotipik dengan flow

cytometry diperlukan untuk menyingkirkan

diagnosis banding, seperti myelodisplasia

hiposeluler.(9)

Pemeriksaan Defisiensi Imun

Adanya defisiensi imun dalam tubuh pasien

anemia aplastik dapat diketahui melalui

penentuan titer immunoglobulin dan

pemeriksaan imunitas sel T.(9)

Pemeriksaan yang Lain

Pemeriksaan darah tambahan berupa

pemeriksaan kadar hemoglobin fetus (HbF)

dan kadar eritropoetin yang cenderung

meningkat pada anemia aplastik anak.(9)

Pemeriksaan Radiologis1. Nuclear Magnetic Resonance Imaging

Jenis pemeriksaan penunjang ini

merupakan cara terbaik untuk mengetahui

berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti

limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.(12)

luasnya perlemakan karena dapat

membuat pemisahan tegas antara daerah

sumsum tulang berlemak akibat anemia

aplastik dan sumsum tulang selular

normal.

2. Radionuclide Bone Marrow Imaging

(Bone Marrow Scanning)

Luasnya kelainan sumsum tulang dapat

ditentukan oleh scanning tubuh setelah

disuntuk dengan koloid radioaktif

technetium sulfur yang akan terikat pada

makrofag sumsum tulang atau iodium

chloride yang akan terikat pada

transferin. Dengan bantuan pemindaian

sumsum tulang dapat ditentukan daerah

hemopoiesis aktif untuk memperoleh sel

– sel guna pemeriksaan sitogenetik atau

kultur sel – sel induk.(9)

Diagnosis anemia aplastik ditegakkan berdasarkan

keadaan pansitopenia yang ditandai oleh anemia,

leukopenia dan trombositopenia pada darah tepi.(13-17)

Keadaan inilah yang menimbulkan keluhan pucat,

Diagnosis

perdarahan dan demam yang disebabkan oleh

infeksi. Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan

hepatosplenomegali atau limfadenopati. Di

samping keadaan pansitopenia, pada hitung jenis

juga menunjukan gambaran limfositosis relatif.

Diagnosis pasti anemia aplastik ditentukan

berdasarkan pemeriksaan aspirasi sumsum

tulang yang menunjukkan gambaran sel yang sangat

kurang, terdapat banyak jaringan ikat dan jaringan

lemak, dengan aplasi sistem eritropoetik,

granulopoetik dan trombopoetik.(14,17)

1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan

Plasma Tromboplastin Antecedent (PTA).

Pemeriksaan darah tepi dari kedua kelainan

ini hanya menunjukkan trombositopenia

tanpa retikulositopenia atau

granulositopenia/leukopenia. Pemeriksaan

sumsum tulang dari PTI menunjukkan

gambaran yang normal atau ada peningkatan

Dibuat berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan

darah tepi dan dipastikan dengan pemeriksaan

sumsum tulang atau limpa. Pada stadium dini limpa

mungkin tidak membesar, bahkan gambaran darah

tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat

yang mendadak dengan atau tanpa trombositopenia.

Dalam keadaan ini, pemeriksaan sumsum tulang

dapat memastikan diagnosis.(12)

Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas

lagi, bahkan sumsum tulang dapat memperlihatkana

gambaran normal. Keluhan panas, pucat, dan

perdarahan dapat disebabkan oleh anemia aplastik,

trombositopenia (ATP, ITP, demam berdarah, atau

Diagnosis Banding

megakariosit sedangkan pada PTA tidak atau

kurang ditemukan megakariosit.

2. Leukemia akut jenis aleukemik, terutama

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

dengan jumlah leukosit yang kurang dari

6000/mm3. Kecuali pada stadium dini,

biasanya pada LLA ditemukan splenomegali.

Pemeriksaan darah tepi sukar dibedakan,

karena kedua penyakit mempunyai gambaran

yang serupa (pansitopenia dan relatif

limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan

limfositosis yang dari 90%, diagnosis lebih

cenderung pada LLA.

3. Stadium praleukemik dari leukemia akut.

Keadaan ini sukar dibedakan baik gambaran

klinis, darah tepi maupun sumsum tulang,

karena masih menunjukkan gabaran sitopenia

dari ketiga sistem hematopoietik. Biasanya

setelah beberapa bulan kemudian baru

terlihat gambaran khas LLA.

penyakit infeksi lain). Bila pada pemeriksaan fisis

ditemukan splenomegali maka diagnosis lebih

terarah pada leukemia akut. Trombositopenia biasa

tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi

kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi

menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia

diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau

leukemia akut.(12)

Diagnosis banding antara anemia aplastik dan

stadium dini leukemia yang aleukemik tanpa

pembesaran limpa sangat sulit. Gambaran darah

tepi pada kedua kelainan ini sama keculai jika

terdapat limfositosis yang lebih dari 80% atau

terdapatnya sel blas dalam darah tepi, diagnosis

lebih cenderung leukemia.(12)

Penatalaksanaan

Tatalaksana Suportif

Tata laksana suportif ditujukan pada gejala-gejala

akibat keadaan pansitopenia yang ditimbulkan.

Untuk mengatasi keadaan anemia dapat diberikan

transfuse leukocyte-poor red cells yang bertujuan

mengurangi sensitisasi terhadap HLA (human

leukocyte antigen), menurunkan kemungkinan

transmisi infeksi hepatitis, virus sitomegalo dan

toksoplasmosis,(14) pada beberapa kasus mencegah

graft- versus host disease (GVHD). Transfusi ini

dapat berlangsung berulang-ulang sehingga perlu

diperhatikan efek samping dan bahaya transfusi

seperti reaksi transfusi, hemolitik dan nonhemolitik,

transmisi penyakit infeksi, dan penimbunan zat besi.(17,19)

Perdarahan yang terjadi sering menyebabkan

kematian. Untuk mencegah perdarahan terutama

pada organ vital dapat dilakukan dengan

mempertahankan jumlah trombosit di atas

20.000/uL.(14,17) Hal ini dapat dilakukan dengan

transfusi suspensi trombosit. Perlu diingat bahwa

pemberian suspensi trombosit dapat menyebabkan

Modalitas pengobatan leukemia(18) :

·            Radioterapi

Radioterapi umumnya dilakukan untuk mencegah

dan mengobati penyebaran sel leukemia ke otak.

Saat ini pengobatan radioterapi pada leukemia mulai

ditinggalkan oleh banyak ahli karena efek samping

keadaan isoimunisasi apabila dilakukan lebih dari 10

kali, dan keadaan ini dapat mempengaruhi

keberhasilan terapi.(17) Isoimunisasi dapat dicegah

dengan pemberian trombosit dengan HLA yang

kompatibel dengan pasien. Bila perdarahan tetap

terjadi dapat ditambahkan antifibrinolisis.(14,20)

Untuk mengatasi infeksi yang timbul karena keadaan

leukopenia, dapat diberikan pemberian antibiotik

profilaksis dan perawatan isolasi. Kebersihan kulit

dan perawatan gigi yang baik sangat penting, karena

infeksi yang terjadi biasanya berat dan sering

menjadi penyebab kematian.(14,16) Pada pasien anemia

aplastik yang demam perlu dilakukan pemeriksaan

kultur darah, sputum, urin, feses, dan kalau perlu

cairan serebrospinalis. Bila dicurigai terdapat sepsis

dapat diberikan antibiotik spektrum luas dengan

dosis tinggi secara intravena dan kalau penyebab

demam dipastikan bakteni terapi dilanjutkan sampai (15-17,19) hari atau sampai hasil kultur negatif.(16) Bila

demam menetap hingga 48 jam setelah diberikan

antibiotic secara empiris dapat diberikan anti jamur.(21-22)

yang begitu besar dan kuat seperti gangguan

intelektual, timbulnya second malignancy, dan

mengganggu tumbuh kembang anak. Sehingga

sebagian besar protocol pengobatan leukemia tidak

lagi menggunakan radioterapi. Berhasil tidaknya

pengobatan radioterapi tergantung dati factor

sensitivitas sel kanker, efek samping yang timbul,

pengalaman radioterapi, serta pasien yang kooperatif.(18)

·            Kemoterapi

Kemoterapi pada penderita leukemia mempunyai

peran penting karena dapat digunakan untuk

mencapai kesembuhan (complete remission) dan

mencapai masa bebas penyakit (disease free

survival). Berbagai penelitian tentang kemoterapi

dilakukan dengan tujuan berusaha mencari obat baru

untuk mengkombinasi beberapa macam obat agar

kinerja obat lebih baik dengan efek samping yang

minimal dan dapat ditolerir oleh tubuh. Yang penting

kita harus memperhatikan efektifitas, keamanan,

rasional, dan terjangkau daya beli.(18)

·            Pembedahan

Imunosupresan

Metilprednisolon

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

metilprednisolon dosis rendah 2-4 mg/kg berat badan

/hari, dapat digunakan untuk mengurangi perdarahan

dan gejala serum sickness. Metilprednisolon dosis

tinggi memberikan respons pengobatan yang baik

sampai 40%.(13,23) Dosis metilprednisolon adalah

5mg/kg/ berat badan secara intravena selama 8 hari

kemudian dilakukan tappering dengan dosis 1mg/kg

berat badan /hari selama 9-14 hari, lalu tappering

selama 15-29 hari. Pemakaian kortikosteroid dibatasi

pada keadaan antilimfosit globulin tidak tersedia

atau terlalu mahal. Efek samping antara lain ulkus

peptikum, edem, hiperglikemia, dan osteonekrosis.(23)

Antilimfosit globulin (ALG)

Antilimfosit globulin adalah sitolitik sel T yang

bersama dengan siklosponin berperan dalam

menghambat fungsi sel T, khususnya dalam produksi

Merupakan salah satu modalitas dalam penanganan

penderita kanker. Pada umumnya pembedahan

dilakukan pada penderita dengan tumor padat yang

masih dini atau untuk pengobatan paliatif

dekompresif, tetapi pembedahan tidak dapat

digunakan pada keganasan hematologi.(18)

Tahapan Pengobatan

Untuk mencapai remisi dan mencegah kekambuhan

maka prinsip pengobatan yang dipakai adalah induksi

remisi, kosolidasi atau intensifikasi, rumatan,

reinduksi, mencegah terjadinya leukemia susunan

saraf pusat, dan pengobatan imunologik.(12)

a.  Induksi Remisi

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk

memusnahkan semua atau sebanyak mungkin sel

leukemia agar terjadi remisi, terjadi penurunan

jumlah sel-sel leukemia sampai tidak terdeteksi secara

klinis maupun laboratorium (limfoblas sumsum

tulang <5%) yang ditandai dengan holangnya gejala

klinis dan gambaran darah tepi menjadi normal.

Pengobatan pada fase ini biasanya berlangsung sekitar

6 minggu dengan angka remisi rata-rata 97%.(18)

limfokin-limfokin supresif.(13,15,23) Antilimfosit

globulin dapat diberikan dengan dosis 40 mg/kg

berat badan /hari selama 12 jam dilanjutkan dengan

infus yang dikombinasikan dengan metilprednisolon

1mg/kg berat badan /hari intravena selama 4 hari.

Dapat juga diberikan dosis 20mg/kg berat badan

/hari selama 4-6 jam dengan infus intravena selama 8

hari berturut-turut yang dikombinasikan dengan

prednison 40mg/ m2/hari selama 5 hari dimulai pada

hari terakhir pemberian ALG. ALG dapat

menyebabkan perasaan panas dingin, kemerahan,

trombositopenia dan serum sickness. Keberhasilan

terapi menggunakan ALG tunggal sekitar 50%.(14)

Antitymocyt Globulin (ATG)

Antitymocyt Globulin menghambat mediasi respons

imun dengan mengubah fungsi sel T atau

menghilangkan sel reaktif antigen. Dosis yang

diberikan 100- 200mg/kg berat badan intravena.

Kontraindikasi ATG adalah reaksi hipersensitivitas,

keadaan leukopenia dan atau trombositopenia.(23)

Penelitian yang membandingkan hasil akhir antara

Tahap induksi menggunakan kortikosteroid

(prednisone atau dexamethason), vinkristin,

L_Asparaginase.(18) Pada tahap ini diberikan :

·         VCR (vincristin) : 2mg/m2/minggu, intravena,

diberikan 6 kali.(10)

·         ADR (adriamisin) : 40mg/m2/2 minggu

intravena, diberikan 3 kali, dimulai pada hari ketiga

pengobatan.(12)

·         Prednison : 50mg/m2/hari peroral diberikan

selama 5 minggu, kemudian tapering off selama 1

minggu.(12)

SSP : profilaksis : MTX (metotreksat) 10

mg/m2/minggu intratekal, diberikan 5 kali dimulai

bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi

cranial : dosis total 2.400 rad dimulai setelah

konsolidasi terakhir (siklofosfamida).(18)

b.   Konsolidasi atau intensifikasi

            Segera setelah penderita mengalami

pemulihan baik klinis maupun laboratoris dan

mencapai remisi komplit, terapi fase intensifikasi

dapat dimulai. Hal ini dilakukan atas dasar penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa apabila terapi

tata laksana anemia aplastik dengan ATG dan

transplantasi sumsum tulang (TST) dilaporkan

bahwa pada 155 pasien anemia aplastik dewasa yang

diterapi dengan TST lebih baik dibandingkan dengan

penggunaan ATG tunggal sesuai protokol terbaru.(24)

The European blood and marrow transplant severe

anemia aplastic working party melakukan penelitian

pada pasien anemia aplastik tidak berat, yang

diberikan terapi imunosupresan. Disimpulkan bahwa

penggunaan kombinasi ATG dan siklosporin A lebih

baik daripada siklosporin A tunggal dalam kelompok

respons hematologi, kualitas respons dan kematian

awal.(25)

Siklosporin A (Cs A)

Merupakan cyclic polypeptide yang menghambat

imunitas humoral, sebagai inhibitor spesifik terhadap

sel limfosit T, mencegah pembentukan interleukin-2

interferon-y.(13-15) Dan dapat menghambat reaksi

imun seperti penolakan jaringan transplan, GVHD,

dan lain-lain. Dosis awal dapat diberikan 8 mg/kg

berat badan /hari peroral selama 14 hari dilanjutkan

dengan dosis 15 mg/kg berat badan /hari pada anak-

dihentikan setelah induksi remisi maka segera terjadi

relaps. Tujuan dari tahap ini adalah menurunkan

keberadaan dan menghilangkan sel pokok (stem

cell) leukemia.(18) Obat-obatan yang digunakan antara

lain(12) :

·         MTX : 25mg/m2/hari intravena, diberikan 3

kali, dimulai satu minggu setelah VCR keenam,

kemudian dilanjutkan dengan :

·         6-MP (6-merkaptopurin) : 500mg/m2/hari

peroral, diberikan 3 kali

·         CPA (siklofosfamid) : 800mg/m2/kali

diberikan sekaligus pada akhir minggu kedua dari

konsolidasi. 

c.  Rumat /maintenance

Tidak seperti keganasan yang lain pada LLA

diperlukan waktu yang panjang untuk

mempertahankan kesembuhan. Hal ini ditujukan

untuk membunuh sel blas dan memelihara sel

sumsum tulang yang normal disamping untuk

mempertahankan respon imum penderita. Pada

umumnya pengobatan berlangsung 2 sampai 3 tahun.(18) Maintenance dimulai satu minggu setelah

anak dan 12 mg/kg/hari pada dewasa. Dosis

kemudian dipertahankan pada kadar 200-500ug/L

untuk menghindari efek toksik. Bila ditemukan efek

toksik, terapi dihentikan 1-4 hari untuk kemudian

dilanjutkan dengan dosis yang lebih rendah. Respons

terapi dengan siklosporin tunggal hanya sekitar 25%.

Kombinasi siklosporin dengan ATG meningkatkan

kecepatan remisi sistem hematopoetik sekitar 70%.(13,15)

Siklofosfamid (CPA)

Penggunaan siklofosfamid sebagai terapi anemia

aplastik, dimulai pada saat penggunaan

siklofospamid sebagai persiapan transplantasi

sumsum tulang.(13) Sejumlah peneliti menyatakan

dosis terapi yang diberikan adalah 50mg/kg berat

badan / hari selama 4 hari berturut-turut. Tetapi perlu

diingat dosis tinggi yang diberikan akan

meningkatkan efek tosik yang serius dan efek terapi

yang ditimbulkan tidak lebih baik dibandingkan

dengan terapi kombinasi.(25) Penelitian yang

dilakukan terhadap 10 pasien anemia aplastik berat

konsolidasi terakhir (CPA) dengan(12) :

·         6-MP : 65 mg/m2/hari peroral

·         MTX : 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam

dua dosis (misalnya Senin dan Kamis)

d.    Reinduksi

            Reinduksi dimaksudkan untuk mencapai

remisi yang biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan

dengan pemberian obat-obatan seperti pada

induksi selama 10-14 hari. Reinduksi diberikan tiap

3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-

obat rumat dihentikan.(18) Sistemik(18) :

·         VCR : dosis sama dengan dosis induksi,

diberikan 2 kali

·         Prednison : sama dengan dosis induksi

diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu kemudian

tapering off

SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis

profilaksis, diberikan 2 kali.

e.   Pengobatan susunan saraf pusat

Apabila terapi pencegahan pada susunan saraf pusat

tidak dilakukan pada pengobatan LLA maka lebih

dari 40% anak akan mengalami relaps susunan saraf

dengan CPA 45mg/kg berat badan /hari selama 4

hari, memberikan hasil lebih efektif dibandingkan

dengan imunosupresan konvensional lainnya, dalam

hal memperbaiki hematopoesis normal dan

pencegahan relaps atau kelainan-kelainan klonal

sekunder, meskipun tanpa dilakukan TST. Penelitian

yang dilakukan terhadap 19 pasien yang diberikan

CPA dengan dosis 50 mg/kg berat badan /hari

selama 4 hari didapatkan hasil terapi CPA dosis

tinggi tanpa TST membuat remisi bebas pada pasien

anemia aplastik berat. Penelitian ini dilakukan pada

pasien yang tidak dapat dilakukan transplantasi

sumsum tulang.(25)

Terapi obat kombinasi

Kombinasi obat-obat imunosupresan pada terapi

pasien anemia aplastik hasilnya Iebih memuaskan

dibandingkan dengan imunosupresan tunggal.

Kombinasi ALG, metilprednisolon dan siklosporin A

menghasilkan remisi parsial atau total sebesar 65%.(14) Kombinasi lain antara ATG, siklosporin A dan G-

CSF dilaporkan memberikan respon hematopoetik

yang memuaskan dengan penurunan angka

pusat. Beberapa pengobatan susunan saraf pusat telah

dipakai, termasuk pengobatan intratekal yaitu MTX

pada waktu induksi dan radiasi cranial sebanyak

2.400-2500 rad. Radiasi tidak diulang pada reinduksi.(18)

f.     Pengobatan Imunologik

Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang

terbaru. Pengobatan spesifik dilakukan dengan

pemberian imunisasi BCG yang dimaksudkan agar

terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan

tubuh. BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua

pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan,

diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml.

Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4

minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumat

diteruskan.(12)

Penanganan Suportif

            Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi

akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit leukemia

dan mengatasi efek samping obat, serta

kerentanan terhadap infeksi.(10) Pada leukemia

didapatkan penurunan kekebalan tubuh sehingga

kematian. Penelitian yang dilakukan Stephen

Rosenfeld dkk, dengan metode kohort pada 122

pasien yang diberikan 40 mg/kg berat badan /hari

dengan ATG selama 4 hari dan 10-12 mg/kg berat

badan /hari, siklosporin A selama 6 bulan dan

pemberian jangka pendek kortikosteroid didapatkan

kurang lebih setengah dan pasien anemia aplastik

berat mempunyai waktu penyembuhan yang lebih

baik dengan hasil jangka panjang yang memuaskan.(21) Penelitian terbaru yang mengkombinasikan ATG

dengan siklosporin pada pasien anemia aplastik berat

didapatkan hasil peningkatan angka kesintasan 7

tahun yang memuaskan pada 55% kasus.(26)

Kombinasi ATG dan CsA merupakan terapi

imunosupresan lini pertama untuk pasien dengan

anemia aplastik berat.

Transplantasi sumsum tulang (TST)

Transplantasi sumsum tulang pada kasus anemia

aplastik berat pertama kali dilakukan pada tahun

1970. Sayangnya hanya 25-30% pasien yang

mendapatkan donor yang diharapkan.(14) Pengobatan

pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi.(26)

Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya

resiko terhadap infeksi pada pasien leukemia dapat

dibagi menjadi(26) :

·         Gangguan pada integument. Keadaan ini dapat

menyebabkan terbuka jalan masuk bagi

mikroorganisme pathogen misalnya erosi pada

mukosa akibat kemoterapi dan adanya luka jalur

selang infuse atau kateter.

·         Gangguan pada satu atau lebih system

kekebalan tubuh spesifik

·         Granulositopenia.

Pada pasien leukemia dengan penurunan kekebalan

tubuh, infeksi dapat pula disebabkan oleh kuman yang

biasanya tidak pathogen seperti Streptococcus faecalis

dan Staphylococcus epidermidis.(26) Pencegahan

terhadap infeksi yang sangat rentan dapat dilakukan

dengan berbagai cara, diantaranya yang termudah

adalah memberikan pengertian pada penderita dan

keluarganya agar selalu mencuci tangan, mandi setiap

hari dan menghindari kontak dengan orang yang

sedang sakit. Profilaksis antibiotic untuk mencegah

anemia aplastik dengan transplantasi sumsum tulang

meningkatkan angka kesintasan sekitar 60-70%.

Penelitian lain yang dilakukan terhadap 212 pasien

anemia aplastik didapatkan bahwa TST

menyebabkan hematopoiesis menjadi normal dengan

penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama

akibat GVHD kronik. Penelitian yang dilakukan

terhadap 6.691 pasien yang dilakukan TST alogenik

temyata kemungkinan dapat sembuh lebih besar,

meskipun beberapa tahun setelah TST mortalitasnya

lebih tinggi dibandingkan populasi normal.(23)

Sulitnya mencari donor yang sesuai dengan pasien,

dapat diatasi dengan TST yang berasal dan cord

blood; dan penelitian yang dilakukan terhadap 78

pasien yang mendapat TST cord blood dan donor

yang related, dan 65 pasien yang dilakukan TST

dengan donor unrelated, disimpulkan bahwa cord

blood adalah altematif yang mungkin sebagai

sumber sel induk untuk TST pada anak-anak dan

dewasa dengan kelainan hematologis mayor,

terutama jika donor dan recipient related.(26)

Komplikasi TST yang paling sering terjadi adalah

pneumoni akibat pneumocitys carinii dapat dilakukan

dengan pemberian trimetoprim/sulfametaksol selama

3 hari berturut-turut dalam seminggu. Penanganan ini

biasanya dilakukan sebelum pemakaian sitostatika.

Pada kunjungan awal penderita biasanya datang

dengan anemia dan panas badan, usaha pertama

adalah menaikkan kadar hemoglobin dengan

pemberian transfusi darah.  Panas badan umumnya

dianggap disebabkan oleh infeksi.(18)

GVHD, graft failure dan infeksi. Penelitian

retrospektif yang dilakukan Min CK, dan kawan-

kawan terhadap 40 pasien anemia aplastik yang

dilakukan TST alogenik didapatkan insidens graft

failure, GVHD akut, GVHD kronis masing-masing

22,5%, 12,8% and 23,1%. sedangkan 5% pasien

mengalami pneumonia interstisial dan 2,5%

pneumonia.(26)

Prognosis penyakit anemia aplastik bergantung pada:1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau

aseluler.

2. Kadar Hb F yang lebih dari 200mg%

memperlihatkan prognosis yang lebih baik.

3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3

menunjukkan prognosis yang lebih baik.

4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di

Indonesia karena kejadian infeksi masih

Prognosis

tinggi.

Gambaran sumsum tulang merupakan

parameter yang terbaik untuk menentukan

prognosis.

Faktor yang menentukan prognosis dari LLA adalah

umur pasien ketika didiagnosis, jumlah leukosit awal,

dam respon terhadap terapi.(27)  

Tabel 1. Faktor prognostic bermakna pada penderita

leukimia.(18)

DAFTAR PUSTAKA

Faktor Prognosis buruk Prognosis baik

Usia

Jenis

kelamin

Jumlah

leukosit awal

Imunofetipe

Piodi

Sitogenik

Blas darah

tepi hari ke-8

Remisi

setelah

induksi

<1,5 th atau >10

th

Laki

>50.000/mm3

Pro-B, B, T

Non hiperploidi

t(4;11),t(9;22)

>1000/mm3

darah

Tak remisi

1,5-10 th

Perempuan

<50.000/mm3

Common, pre-B

Hiperploidi

t(12;21)

<1000/mm3 darah

Tercapai remisi

1. Kamus Kedokteran Dorland.Edisi ke 27.Jakarta:EGC.2005

2. Reynolds P, Von Behren J, Elkin EP. Birth Characteristics and Leukemia in Young Children. Am J Epidemiol 2002 (155):

603-613.

3. Gordon Smith EC. Epidemiology and aetiology of aplastic anemia. Disampaikan pada kongres Intemasional society of

haematology Asian Pasifik, Bangkok, 25-29 Oktober, 1999.

4. Young NS. Acquired aplastic anemia. Ann Intern Med 2002;136. h. 534-46

5. Young NS. Acquired aplastic anemia. JAMA 1999; 282:271-8.

6. Issaragrisil S. Aplastic anemia: Epidemiology. Disampaikan pada kongres Internasional society of haematology Asian Pasifik.

Bangkok, 24-28 Oktober, 1999.

7. Voute PA, Barrett A, Stevens MCG, Caron HN. Cancer in children Clinical management 5th ed 2005. P 138-170

8. Ugrasena, IDG.Anemia Aplastik.Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak IDAI.Cetakan Kedua.Badan Penerbit

IDAI.Jakarta.2006.Hal:10-15.

9. Abidin Widjanarko, Aru W. Sudoyo, Hans Salonder.Anemia Aplastik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Edisi IV.Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2006.Hal:627-633.

10. Anonim. Bab II.Tinjauan Pustaka. [online] 2011 [cited 2011 Januari 14] : Available

from: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/4/Chapter%20II.pdf

11. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-Unhas. Standar Pelayanan Medik Kesehatan Anak. Makassar : SMF Anak RS.Dr.Wahidin

Sudirohusodo. 2009. p.197.  

12. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak ed.1. Jakarta : Info

Medika Jakarta. 1985. p469.

13. Alter BP, Young NS. The bone marrow failure syndromes. Dalam: Nathan DG, Oski FA, penyunting. Hematology of infancy

and childhood. Edisi ke-4. Philadelphia: Saunders, 1993. h. 216-37.

14. Lanzkowsky P. Bone marrow failure. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-2. New York Churchill

Livingstone, 1995. h. 89-96.

15. Shadduck RK. Aplastic anemia. Dalam : Beutler E, Lietcman MA, Coller BS, dkk, penyunting. Wiliams hematology. Edisi ke-

5. New York:McGraw Hill, 1995. h. 238-51.

16. Young NS. Aplastic anemia. Dalam: Brain MC, Carbone PP. Kelton JG, Schiler JH, penyunting. Current therapy in

hematology-oncology. Edisi ke-5. St. Lois: Mosby, 1995. h. 129-34.

17. Munthe BG. Diagnostik dan penanggulangan anemia aplastik. Dalam: Pendidikan tambahan berkala Ilmu Kesehatan Anak.

FKUI-RSCM Jakarta 1991. h. 33-40.

18. Permono Bambang, Mia R. Pengelolaan Medik Anak dengan Leukemia dan Kemungkinan Perawatan di RS Kabupaten.

[online] 2011 [cited 2011 Januari 14] : Available from www.pediatrik.com/pkb/061022022524-03ie136.pdf.

19. Gatot D. Penatalaksanaan transfusi pada anak. Dalam: Update emergencies pediatrics. Jakarta : Balai Pustaka FKUI 2002. h.

28-47.

20. Young NS, Maciejewski J. The pathofisiology of acquired aplastic anemia. N engl J Med 1997;336:1365-72.

21. Fonseca R, Tefferi A. Practical aspect of diagnosis and management of aplastic anemia. Am J Med Sci 1997; 28:129-34.

22. Speck B, Nissen C, Tichelli A, Gratwohl A. aplastic anemia: treatment. Disampaikan pada kongres Internasional Society of

Haematology, Singapore, 25-29 Agustus, 1996.

23. Bakhshi S. Aplastic anemia. E-medicine journal; 2002. Didapat dari: www.emedicine.com. Di akses tanggal 12 Februari 2003.

24. Paquete RL, Tebyani N, Frane M, dkk. Long-term outcome of aplastic anemia in adults treated with antithymocyte globulin:

Comparison with bone marrow transplantation. Blood 1995;85:283-90.

25. Marsh J, Schrezenmeier H, Marin P. Prospective randomized study comparing cyclosponine alone versus the combination of

antithymocite globulin and cyclosporine for treatment of patients with nonsevere aplastic anemia: A report from the European

blood and marrow transplantation (EBMT) severe aplastic anemia working party. Blood 1999;93:2191-5.

26. Reksodiputro,A.Haryanto. Total Protected Environment Untuk Mencegah Infeksi Nosokomial di Ruang Transplantasi

Sumsum Tulang RSCM FKUI in Cermin Dunia Kedokteran no.83. Jakarta : PT.Midas Surya Grafindo. 1993.p18

27. Bleyer A. David G. Tubergen. The Leukemias in Nelson Textbook of Pediatrics. Kliegman,ed. Philadelpia : Elseiver.2007.

c495.