PPOK case 2.docx

65
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia, maka Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu gangguan pernapasan yang semakin sering dijumpai di masa mendatang baik di negara maju ataupun di Negara berkembang. Pada akhir-akhir ini, PPOK merupakan penyakit terbesar penyebab morbiditas dan mortalitas di beberapa negara, dan prevalensi ini nampak jelas semakin meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991, PPOK merupakan penyebab keempat kematian setelah penyakit jantung, kanker, dan penyakit serebrobskular, dimana angka mortalitas meningkat 33% dibanding pada tahun 1979. Antara 1979-1993, kematian akibat PPOK naik hingga 50%. Diperkirakan jumlah penderita PPOK hampir 14 juta orang, dimana 12,5 juta diantaranya karena bronkitis kronis, dan 1,65 juta karena emfisema. Pada 2000, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan rumah sakit dan 119.000 orang meninggal. Definisi Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) tahun 2001 dan di update tahun 2005, Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) atau

description

fk ppok

Transcript of PPOK case 2.docx

Page 1: PPOK case 2.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia, maka Penyakit

Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu gangguan pernapasan yang

semakin sering dijumpai di masa mendatang baik di negara maju ataupun di Negara

berkembang.

Pada akhir-akhir ini, PPOK merupakan penyakit terbesar penyebab

morbiditas dan mortalitas di beberapa negara, dan prevalensi ini nampak jelas

semakin meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991, PPOK merupakan

penyebab keempat kematian setelah penyakit jantung, kanker, dan penyakit

serebrobskular, dimana angka mortalitas meningkat 33% dibanding pada tahun

1979. Antara 1979-1993, kematian akibat PPOK naik hingga 50%. Diperkirakan

jumlah penderita PPOK hampir 14 juta orang, dimana 12,5 juta diantaranya karena

bronkitis kronis, dan 1,65 juta karena emfisema. Pada 2000, kasus kunjungan pasien

PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan

perawatan rumah sakit dan 119.000 orang meninggal.

Definisi

Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Diseases (GOLD) tahun 2001 dan di update tahun 2005, Chronic

Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronis

(PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang dikarakterisir oleh adanya obstruksi

saluran pernapasan yang tidak reversible sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini

umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-

paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.

Di Indonesia morbiditas PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat

ke enam berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI

1992. Prevalensi PPOK di Indonesia saat ini masih cukup banyak, dan diperkirakan

meningkat di waktu yang akan dating dengan makin tingginya angka harapan hidup

dan faktor risiko yang cukup luas. Sebagai contoh, menurut data Surkenas tahun

Page 2: PPOK case 2.docx

2001, penyakit pernapasan termasuk PPOK merupakan penyebab kematian ke-2 di

Indonesia.

Oleh hal-hal tersebut, maka diperlukan pengenalan dan diagnosis PPOK

lebih lanjut khusunya pada kasus-kasus yang belum menunjukan keluhan sehingga

menekan angka morbiditas dan mortalitas yang tidak diinginkan.

B. Tujuan

Menambah pemahaman klinis terkait Penyakit Paru Obstruktif Kronis

khususnya dari segi diagnosis, pengenalan etiologi dan faktor risiko, patogenesis-

patofisiologi, serta penatalaksanaan terkait kasus.

Page 3: PPOK case 2.docx

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Anamnesis (tanggal 16 November 2010)

Identifikasi

o Nama : Tn. AP

o Usia : 52 tahun

o Jenis kelamin : Laki-laki

o Alamat : Musi II, Palembang

o Pekerjaan : Pedagang

o Agama : Islam

o Tgl Pemeriksaan : 16 November 2010

o Ruang rawat : RA

o MRS tanggal : 16 November 2010

Keluhan Utama :

Sesak yang bertambah hebat sejak ± 1 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 2 tahun SMRS, os mengeluh ada batuk berdahak, dahak warna putih,

jumlah ± ½ sendok teh setiap batuk. Demam (-), sesak (-), nyeri dada (-). Os

membeli OBH, batuk os berkurang.

± 7 bulan SMRS, os mengeluh mulai timbul sesak, sesak timbul bila os

beraktifitas ringan yang dan berkurang bila beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi

oleh cuaca, emosi, atau posisi. Demam (-), nyeri dada (-), jantung berdebar-debar

(-), tidur dengan 1 bantal, bengkak di kaki, perut, atau kelopak mata (-), batuk (+)

dahak (+), dahak berwarna putih, jumlah ± 1 sendok teh setiap batuk, dan paling

hebat waktu pagi hari. Nafsu makan biasa, penurunan berat badan (-), BAB dan

BAK biasa. Os tidak berobat ke dokter, namun hanya membeli obat OBH, batuk

dirasa berkurang.

± 2 bulan SMRS, os mengeluh mulai sesak bertambah, sesak masih dirasa os

walaupun sedang beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, emosi, ataupun

Page 4: PPOK case 2.docx

posisi tidur. Demam (-), nyeri dada (-), jantung berdebar-debar (+), tidur dengan 1

bantal, bengkak di kaki, perut, atau kelopak mata (-), batuk (+) dahak (+), dahak

berwarna putih, jumlah ± 1½ sendok teh setiap batuk, dan paling hebat waktu pagi

hari. Nafsu makan turun, penurunan berat badan (+), ± 5 kg. BAB dan BAK biasa.

Os berobat ke dokter umum, diberi OBH, prednisone, dan obat tablet yang os lupa

namanya. Keluhan os rasakan berkurang.

± 1 hari SMRS, os mengaku tiba-tiba sesak hebat, sesak menetap bahkan

saat os beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi. Demam (+) tidak terlalu

tinggi, nyeri dada (+) di seluruh dada seperti ada yang menekan, jantung berdebar-

debar (+), bengkak kaki (-), batuk (+) dahak (+), dahak berwarna putih, jumlah ± 1

sendok makan setiap batuk. BAB dan BAK biasa. Os berobat ke dokter yang biasa

merawat os, dokter memberikan obat suntik dan oksigen, kemudian os langsung

dirujuk ke RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat asma (-).

- Riwayat penyakit jantung (-).

- Riwayat hipertensi ± 6 tahun yll, os kontrol teratur.

- Riwayat kencing manis (-)

- Riwayat merokok (+) selama ± 20 tahun, 1 bungkus/hari, os berhenti merokok

sejak ± 10 tahun yll.

- Riwayat minum alkohol disangkal.

- Riwayat minum obat (+), OAT ± 10 tahun yll, dinyatakan sembuh oleh dokter

atas dasar yang pasien tidak ketahui.

- Riwayat alergi makanan, debu, obat, dll disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat keluarga dengan gejala yang serupa disangkal.

B. Pemeriksaan Fisik MRS (tgl 16 November 2010)

Keadaan Umum

o Keadaan sakit : Tampak sesak

o Kesadaran : Compos mentis

Page 5: PPOK case 2.docx

o Keadaan gizi : BB : 58 kg ; TB: 166 cm ; BMI: 21 (normoweight)

o Dehidrasi : -

o Tekanan darah: 130/70 mmHg

o Pulse rate : 112x/menit

o Pernapasan : 36x/menit

o Temperature : 37,5°C

Pemeriksaan Organ

o Kepala : Normocephali, jejas (-).

o Mata : Sklera ikterik (-/-), conjungtiva palpebra pucat (-/-).

o Hidung : Rhinorhea (-), epistaksis (-).

o Mulut : Rhagaden (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), bibir sianosis (+)

o Leher : JVP (5-2) cmH2O, >KGB (-).

o Dada : Jejas (-), spider nevi (-), diameter anteroposterior: 27 cm,

diameter transversal: 34 cm.

o Paru-paru :

- Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan dan kiri.

- Palpasi : Stem fremitus menurun kanan dan kiri.

- Perkusi : Hipersonor kedua lapang paru.

- Auskultasi : Vesikuler (+) menurun, ekspirasi memanjang, wheezing (-),

ronkhi kasar halus (+) pada kedua paru.

o Jantung :

- Inpeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.

- Perkusi : Batas atas ICS 2 LPS kiri, bawah ICS 4 LMC kiri, kiri ICS 4

LPS kiri, kanan ICS 4 LS kanan.

- Auskultasi : bunyi jantung menjauh, HR: 98x/m, murmur & gallop sulit

dinilai.

o Abdomen :

- Inspeksi : Datar, spider nevi (-), venektasi (-), caput medusa (-).

- Palpasi : Lemas, hepar teraba 1 jbac, lien tak teraba, NT (-).

- Perkusi : timpani, shifting dullness (-).

Page 6: PPOK case 2.docx

- Auskultasi : Bising usus (+) normal.

o Genitalia : Tidak diperiksa

o Ekstrimitas : Edema pretibia (-/-), sianosis (+/+), clubbing finger (-/-),

palmar eritema (-/-)

C. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (tanggal 16 November 2010)

- Hb : 18,4 g/dl (12-18 g/dl)

- Ht : 50 vol% (40-48 vol%)

- Leu : 8.300/mm3 (5000-10.000/mm3)

- LED : 10 mm/jam (10 mm/jam)

- Trombosit : 467.000/mm3 (200.000-500.000/mm3)

- Diff Count : 0/2/0/52/ 38/8 (0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8)

- BSS : 85 mg/dl

- Uric acid : 5,5 mg/dl (3,5-7,1 mg/dl)

- Ureum : 13 mg/dl (15-39 mg/dl)

- Creatinine : 1,2 mg/dl (0,9-1,3 mg/dl)

- Natrium : 137 mEq/L (135-155 mEq/L)

- Kalium : 3,8 mEq/L (3,5-5,5 mEq/L)

EKG (tanggal 16 November 2010)

Sinus Rhythm; axis normal; HR:109; gelombang P normal; PR interval 0,6

second; QRS complex 0,06 second; S/R di V1 < 1; R di V1 + S di V5/V6 < 35,

ST-T change (-), T-interval (-).

Kesan: Sinus takikardi .

Rontgen Thorax (tanggal 16 November 2010)

- Keadaan foto baik

- Simetris

- Tulang-tulang baik

- Sela iga melebar

- Trakea letak tengah

- Sudut costophrenicus tajam

- CTR < 50%

Page 7: PPOK case 2.docx

- Tenting diafragma (-)

- Parenkim tak ada kelainan

- Corakan bronkovaskular meningkat

- Hiperaerasi

Kesan: PPOK

RESUME

Pasien bernama Tn AP, laki-laki, usia 52 tahun datang ke bagian emergensi

penyakit dalam RSMH dengan keluhan utama sesak yang bertambah sejak ± 1hari yll.

Dari Anamnesis diketahui bahwa pasien telah mengalami sesak sejak 7 bulan yll dan

semakin progersif. Sebelum sesak timbul, pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak

yang telah pasien alami sejak 2 tahun yll dan bertambah berat hingga sekarang, dahak

berwarna putih, dengan jumlah ±1 sth hingga 1 sdm. Demam juga dikeluhkan pasien

terjadi 1 hari yll dengan suhu yang tidak terlalu tinggi.

Riwayat merokok pasien (+), dimana pasien telah merokok sejak 20 tahun lalu,

dengan jumlah 1 bungkus/hari. Pasien juga mengaku bahwa pasien pernah menderita

TBC ± 10 tahun yll dan minum OAT hingga dinyatakan sembuh oleh dokter atas dasar

yang pasien tidak ketahui.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sesak dengan laju

pernapasan 36 x/menit dan nadi 112 x/menit. Terdapat kecendrungan barrel chest

berdasarkan diameter anteroposterior (27 cm) dan transversal (35 cm), dengan perkusi

dada didapatkan hipersonor pada kedua lapang paru dan batas jantung yang menyempit

(Batas atas ICS 2 LPS kiri, bawah ICS 4 LMC kiri, kiri ICS 4 LPS kiri, kanan ICS 4 LS

kanan). Dari auskultasi paru didapatkan bunyi napas vesikuler yang menurun pada

kedua lapang paru, waktu ekspirasi yang memanjang, dan adanya ronkhi kasar halus di

kedua lapang paru. Sedangkan dari auskultasi jantung terdengar bunyi jantung yang

menjauh. Dari palpasi abdomen didapatkan hepar yang teraba 1 jbac.

Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan adanya kecendrungan ke arah

polisitemia dimana Hb pasien (18,0 g/dl) dan Ht (50 vol%) berada diatas normal.

Pemeriksaan rontgen paru mengonfirmasi diagnosis PPOK dimana ditemukan

pelebaran sela iga, corakan bronkovaskular yang meningkat, dan hiperaerasi paru. EKG

mengeksklusi sementara kemungkinan kelainan jantung dimana dari hasil EKG hanya

didapatkan sinus takikardi.

Page 8: PPOK case 2.docx

D. Daftar Masalah

- Sesak yang progresif

- Batuk berdahak sputum mukoid

- Demam yang tidak terlalu tinggi

E. Diagnosis Kerja

Penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut derajat sedang

F. Rencana Pemeriksaan

- Spirometri

- Analisis gas darah

- Kultur dan resistensi MO sputum

- BTA

- EKG

G. Diferential Diagnosis :

Sindrom Obstruktif Pasca Tuberculosis (SOPT)

Tuberkulosis kasus kambuh

Gagal jantung kronik

H. Penatalaksanaan

Farmakologi:

- Nebulizer salbutamol

- Aminophilin 2 amp (gtt x/mnt)

- Dexamethason 3x1 amp

- Ceftriaxone 2x1 IV

- Ambroxol syrp 3x2c

Non-farmakologi

- Istirahat

Page 9: PPOK case 2.docx

- Oksigen 3-5 L

- Diet NB

- IVFD D5%

- Edukasi pasien

I. Prognosis

Dubia ad vitam : dubia ad bonam

Dubia ad bonam : dubia ad bonam

J. Follow Up

Tanggal 16 November 2010

- Kel = sesak, batuk berdahak, Ass : PPOK eksaserbasi akut derajat

sulit tidur. sedang.

- Sens = CM Th/ - Istirahat

- TD = 130/90 mmHg - O2 5L

- Nadi = 112 x/mnt - IVFD D5%

- RR = 36 x/mnt - Aminophilin 2 amp (gtt x/m)

- Temp = 37,5°C - Ceftriaxone 2x1 gr IV

- Kepala = CP pucat (-/-), SI (-/-) - Nebulizer salbutamol

- Leher = JVP 5-2 cmH2O, >KGB (-) - Ambroxol syrp 3x2c

- Cor = 112 x/mnt, m (-), g (-) - Diet NB

- Pulmo = Ves (+) ↓, w (-), rh basah sedang (+) PL: Spirometri

di basal dan medial kedua lap. paru AGD

- Abd = datar, lemas, hepar 2 jbac, lien TT, Kultur & resistensi MO sputum

NT (-), BU (+) N BTA

- Ext = edema pretibia (-/-) Ro thorax ulang

EKG ulang

Hasil spirometri : FEV1 = 50%, FEV1/FVC = 60%

AGD: PaO2 = 50 mmHg; SaO2 = 87%

Tanggal 17 November 2010

- Kel = sesak berkurang, batuk berdahak, Ass : PPOK eksaserbasi perbaikan

sulit tidur.

- Sens = CM Th/ - Istirahat

- TD = 120/70 mmHg - O2 3L

Page 10: PPOK case 2.docx

- Nadi = 94 x/mnt - IVFD D5%

- RR = 24 x/mnt - Aminophilin 2 amp (gtt x/m)

- Temp = 36,9°C - Ceftriaxone 2x1 gr IV

- Kepala = CP pucat (-/-), SI (-/-) - Dexametason 3x1 amp

- Leher = JVP 5-2 cmH2O, >KGB (-) - Ambroxol syrp 3x2c

- Cor = 94 x/mnt, m (-), g (-) - Diet NB

- Pulmo = Ves (+) ↓, w (-), rh basah sedang (+) PL: EKG ulang k/p

di basal dan medial kedua lap. paru

- Abd = datar, lemas, hepar 2 jbac, lien TT,

NT (-), BU (+) N

- Ext = edema pretibia (-/-)

Tanggal 18 November 2010

- Kel = sesak berkurang, batuk berdahak, Ass : PPOK eksaserbasi perbaikan

sulit tidur.

- Sens = CM Th/ - Istirahat

- TD = 120/70 mmHg - O2 3L

- Nadi = 94 x/mnt - IVFD D5%

- RR = 20 x/mnt - Aminophilin 2 amp (gtt x/m)

- Temp = 36,9°C - Ceftriaxone 2x1 gr IV

- Kepala = CP pucat (-/-), SI (-/-) - Dexametason 3x1 amp

- Leher = JVP 5-2 cmH2O, >KGB (-) - Ambroxol syrp 3x2c

- Cor = 94 x/mnt, m (-), g (-) - Diet NB

- Pulmo = Ves (+) ↓, w (-), rh basah halus (+) PL: EKG ulang k/p

di basal dan medial kedua lap. paru

- Abd = datar, lemas, hepar 2 jbac, lien TT,

NT (-), BU (+) N

- Ext = edema pretibia (-/-)

Hasil BTA 123 : negatif

Tanggal 19 November 2010

- Kel = sesak berkurang, batuk berdahak, Ass : PPOK eksaserbasi perbaikan

sulit tidur.

- Sens = CM Th/ - Istirahat

- TD = 120/70 mmHg - O2 3L

- Nadi = 94 x/mnt - IVFD D5%

Page 11: PPOK case 2.docx

- RR = 20 x/mnt - Aminophilin 2 amp (gtt x/m)

- Temp = 37,0°C - Ceftriaxone 2x1 gr IV

- Kepala = CP pucat (-/-), SI (-/-) - Dexametason 3x1 amp

- Leher = JVP 5-2 cmH2O, >KGB (-) - Ambroxol syrp 3x2c

- Cor = 94 x/mnt, m (-), g (-) - Diet NB

- Pulmo = Ves (+) ↓, w (-), rh basah halus (+) PL: EKG ulang k/p

di basal dan medial kedua lap. paru

- Abd = datar, lemas, hepar 2 jbac, lien TT,

NT (-), BU (+) N

- Ext = edema pretibia (-/-)

Tanggal 20 November 2010

- Kel = sesak berkurang, batuk berdahak, Ass : PPOK eksaserbasi perbaikan

- Sens = CM Th/ - Istirahat

- TD = 120/70 mmHg - O2 3L

- Nadi = 94 x/mnt - IVFD D5%

- RR = 20 x/mnt - Aminophilin 2 amp (gtt x/m)

- Temp = 37,0°C - Ceftriaxone 2x1 gr IV

- Kepala = CP pucat (-/-), SI (-/-) - Dexametason 3x1 amp

- Leher = JVP 5-2 cmH2O, >KGB (-) - Ambroxol syrp 3x2c

- Cor = 94 x/mnt, m (-), g (-) - Diet NB

- Pulmo = Ves (+) ↓, w (-), rh basah halus (+) PL: EKG ulang k/p

di basal dan medial kedua lap. paru

- Abd = datar, lemas, hepar 2 jbac, lien TT,

NT (-), BU (+) N

- Ext = edema pretibia (-/-)

Hasil kultur dan resistensi MO sputum : MO (+) apatogenik

Tanggal 22 November 2010

- Kel = batuk berdahak berkurang, sesak (-) Ass : PPOK eksaserbasi perbaikan

- Sens = CM Th/ - Istirahat

- TD = 120/70 mmHg - IVFD D5%

- Nadi = 94 x/mnt - Aminophilin 2 amp (gtt x/m)

- RR = 18 x/mnt - Dexametason 1x1 amp

- Temp = 36,7°C - Ambroxol syrp 3x2c

- Kepala = CP pucat (-/-), SI (-/-) - Diet NB

Page 12: PPOK case 2.docx

- Leher = JVP 5-2 cmH2O, >KGB (-)

- Cor = 94 x/mnt, m (-), g (-)

- Pulmo = Ves (+) ↓, w (-), rh basah halus (+) PL: Spirometri

di basal dan medial kedua lap. paru AGD

- Abd = datar, lemas, hepar 2 jbac, lien TT,

NT (-), BU (+) N

- Ext = edema pretibia (-/-)

Hasil spirometri : FEV1 = 70%, FEV1/FVC = 60%

AGD: PaO2 = 60 mmHg; SaO2 = 90%

Tanggal 23 November 2010 : os pulang

Page 13: PPOK case 2.docx

BAB III

ANALISIS KASUS

A. Penanganan Gawat Darurat

Pertolongan pertama pada saat pasien sesak napas sangatlah penting untuk

menjaga adekuasi oksigen ke jaringan dan mencegah komplikasi yang mungkin

terjadi. Penentuan etiologi dari sesak napas harus dikesampingkan dulu karena

kasus sesak dapat berkembang ke arah perburukan dengan sangat cepat.

Adapun beberapa dampak dari sesak yang mungkin dapat terjadi pada os:

- Lelahnya otot-otot dinding pernapasan

- Asidosis respiratori

- Penurunan kesadaran hingga koma

- Gagal napas

- Gagal jantung

- Asidosis laktat

- Retensi cairan dan kalium hingga gagal ginjal

- End organ damage lain.

Pada kasus ini os datang ke bagian emergensi dengan keluhan utama sesak

nafas. Diketahui os dalam keadaan gelisah, napas cepat (RR 36x/menit) dan dalam

serta terlihatnya penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Temuan ini menunjukan

kita bahwa os sedang berusaha mengompensasi kondisi hipoksemia berat. Oleh

karena itu kita harus cepat aware dan mengambil tindakan yang cepat dan tepat

untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul. Adapun langkah-langkah yang

dapat kita lakukan untuk os meliputi:

1. Oksigenasi

Tujuan dari pemberian oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan

dan meminimalkan asidosis respiratori. Oksigenasi adalah tindakan awal yang

Page 14: PPOK case 2.docx

mudah dan tepat sasaran. Usaha os untuk memenuhi oxygen demand akan sangat

terbantu bilamana oksigen tersebut dapat kita berikan. Pertanyaan selanjutnya

adalah berapa kadar oksigen yang kita berikan, dan dengan alat apa kita

memberikan oksigen tersebut ke pasien ?

Indikasi dari pemberian oksigen harus jelas. Oksigen yang diberikan harus

diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar mendapat manfaat terapi

dan menghindari toksisitas. Selain itu perlu dipertimbangkan apakah pasien hanya

membutuhkan terapi oksigen jangka pendek (short term oxygen therapy) atau terapi

oksigen jangka panjang (long term oxygen therapy). Pada bagian ini kita akan lebih

focus ke penggunaan terapi oksigen jangka pendek, sedangkan terapi oksigen

jangka panjang akan dibahas kemudian.

Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada

pasien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut, di antaranya pneumonia, PPOK

eksaserbasi akut, asma bronchial, gangguan kardiovaskular, emboli paru. Pada

keadaan tersebut, oksigen harus diberikan dengan adekuat. Pemberian oksigen yang

tidak adekuat akan menimbulkan cacat dan kematian. Pada kondisi ini, oksigen

harus diberikan dengan FiO2 60-100% dalam waktu pendek sampai kondisi

membaik dan terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan

dosis yang dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila

diperlukan, oksiegn harus diberikan secara terus-menerus.

Untuk pedoman indikasi terapi oksigen pendek telah ada rekomendasi dari

The American College of Chest Physicians dan The National Heart, Lung dan

Blood Institute yang ditunjukan tabel berikut:

Tabel 1. Indikasi Terapi Oksigen Akut Jangka Pendek

Indikasi yang sudah direkomendasikan:

- Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)

- Henti jantung dan henti nafas

- Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)

- Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat < 18 mmol/L)

- Respiratory distress (frekuensi pernapasan > 24x/min)

Indikasi yang masih dipertanyakan:

- Infark miokard tanpa komplikasi

- Sesak napas tanpa hipoksemia

- Krisis sel sabit

Page 15: PPOK case 2.docx

- Angina

Cara pemberian oksigen dibagi dalam 2 jenis yaitu sistem arus rendah dan

sistem arus tinggi, keduanya masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian.

Alat oksigen arus rendah di antaranya kanul nasal, topeng oksigen, reservoir mask,

kateter transtracheal, dan simple mask. Alat oksigen arus tinggi di antaranya venturi

mask dan reservoir nebulizer blenders.

Pada eksasarbasi akut, oksigenasi sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60

mmHg atau Sat O2 > 90%, dengan evaluasi ketat hiperkapni. Alat yang diapat

digunakan adalah sungkup (venturi mask) 24%, 28%, atau 32% dan sebaiknya

adalah sungkup rebreathing untuk mencegah retensi CO2. Pemasangan pulse

oxymetry dianjurkan untuk memantau kadar Sat O2, AGD dilakukan secara

periodic guna memantau kadar PaO2 dan PaCO2 untuk melihat keberhasilan

oksigenasi ataupun kemungkinan telah terjadinya retensi CO2, serta memantau

keseimbangan asam-basa yang juga penting dalam me-maintain kondisi os.

Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus

digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan

dengan noninvasive positive pressure ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil

ventilasi mekanik digunakan intubasi.

2. Pembebasan jalan napas & triple airway maneuver

Tindakan pembebasan jalan napas dan triple airway maneuver bilamana

pada os terjadi obstruksi jalan napas atas akut, namun dari pemeriksaan awal,

diketahui bahwa pasien masih dapat berkomunikasi, tidak ada tanda-tanda choking,

dan sesak yang os alami merupakan eksaserbasi dari sesak yang sudah os salami

berbulan-bulan.

Tidak perlu dilakukan penentuan asal obstruksi pada os (apakah terjadi

obstruksi saluran napas atas, tengah, atau bawah) dengan apalagi dengan tindakan

invasive. Usia os yang lanjut, dan anamnesis singkat yang menyatakan adanya

riwayat batuk kronis, sesak selama berbulan-bulan, demam, riwayat merokok yang

lama, tidak ada riwayat asma atau alergi memberikan kita petunjuk kearah PPOK.

Sehingga tidakan pembebasan jalan napas dengan triple airway maneuver tidak

tepat sasaran.

Page 16: PPOK case 2.docx

Pemberian oksigen sebagai tindakan awal merupakan tindakan yang sangat

tepat. Disamping memaksimalkan oksigenasi ke jaringan, pemberian oksigen akan

meminimalkan sesak sehingga kita dapat melakukan anamnesis dan pemeriksaan

lain untuk menuju ke diagnostik.

3. Bronkodilator

Bronkodilator utama yang sering digunakan adalah: β-2 agonis,

antikolinergik, dan metilxantin. Obat tadi dapat diberikan secara monoterapi atau

kombinasi. Pemberian secara inhalasi (MDI) lebih menguntungkan dari pada cara

oral atau parenteral karena efeknya lebih cepat pada organ paru dan efek

sampingnya minimal. Pemberian secara MDI lebih disarankan dari pada pemberian

cara nebulizer. Obat dapat diberikan sebanyak 4-6 kali, 2-4 hirup sehari.

Bronkodilator kerja cepat (fenoterol, salbutamol, terbutalin) lebih

menguntungkan daripada yang kerja lambat (salmeterol, formeterol), karena efek

bronkodilatornya sudah dimulai dalam beberapa menit dan efek puncaknya terjadi

setelah 15-20 menit dan berakhir setelah 4-5 jam. Sehingga pada kasus kami lebih

menyarankan untuk diberikan nebulizer salbutamol.

Bila tidak segera memberikan perbaikan, bisa ditambah dengan pemakaian

anti kolinergik sampai dengan perbaikan gejala. Obat-obat bronkodilator yang

sering digunakan untuk penanganan PPOK bisa dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2. Daftar Obat yang Umum Dipakai pada PPOKObat Inhaler (µg) Nebuliser

(mg/ml)Oral (mg) Lama kerja

(jam)

AntikolinergikIpratropium bromTiotropium

β-2 agonisFenoterolSalbutamol

TerbutalinProcaterolFormoterol

Salmeterol

MetilxantinAminofilinTeofilin SR

40-80 (MDI)18 (DPI)

100-200 (MDI)100-200

(MDI & DPI)250-500 (DPI)

1012-24

(MDI & DPI)50-100

(MDI & DPI)

0,25-0,5

0,5-2,02,5-5,0

5-10

2-4

2,5-50,25-0,5

200100-400

6-824

4-64-6

4-66-812

12

4-612-24

Page 17: PPOK case 2.docx

Glukokortikosteroid sistemikPrednison

Metilprednison

Glukokortikosteroid inhalerBeklometason

Budenosid

Flutikason

Triamsinolon

Kombinasi β-2 agonis dengan antikolinergik dlm satu inhalerFenoterol/IpratropiumSalbutamol/Ipratropium

Kombinasi β-2 agonis dengan glukokortikosteroid dalam satu inhalerFormeterol/Budenosid

Salmeterol/Flutikasone

10-2000mg

100, 250, 400(MDI & DPI)100, 200, 400

(DPI)50-500

(MDI & DPI)100 (MDI)

200/80 (MDI)75/15 (MDI)

4,5/80, 160 (DPI) (9/320)

(DPI)50/100, 250, 500

(DPI) 25/50. 125, 250 (DPI)

0,2-0,4

0,2 ; 0,25 ; 0,5

40

1,25/0,50,75-4,5

5-60 (pil)

4,8,16 (pil)

6-86-8

4. Glukokortikosteroid

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intra

vena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metal prednisolon

atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila

terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator

meningkat >20% dan minimal 250 mg. Jika VEV<50% prediksi, dapat diberikan 40

mg prednisolon (oral) per hari selama 10-14 hari bersamaan dengan pemberian

bronkodilator. Budenosid nebulizer bisa dipakai untuk pengobatan yang non-

asidosis.

5. Antibiotik

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotika yang digunakan:

- Lini I : Amoksisilin, Makrolid

- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid

baru.

Page 18: PPOK case 2.docx

B. Identifikasi Pasien

Jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan tempat tinggal penting untuk diketahui

karena penyakit tertentu memiliki kecendrungan dari segi ini. Pada kasus PPOK

pengaruh segi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan tempat tinggal adalah sebagai

berikut:

Usia

Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada

pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia

menderita gangguan genetic berupa defisiensi α1 antitripsin, namun kejadian ini

hanya dialami < 1% pasien PPOK. Pada pasien yang menderita PPOK pada usia

dibawah 50 tahun ada kecendrungan untun asma atau SPOT (sindroma

obstruktif pasca tuberkulosis) sebagai etiologi.

Pada kasus, diketahui os berusia 52 tahun, maka kecendrungan

asma ataupun SPOT dapat disingkirkan terlebih dahulu dan

mengutamakan PPOK, walaupun demikian perlu pemeriksaan lebih lanjut

untuk mengonfirmasi hal ini.

Jenis Kelamin

Laki-laki berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini

terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecendrungan

peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita

yang merokok.

Pekerjaan dan Tempat tinggal

Tingginya polusi udara di kota-kota besar atau area industri (seperti

pada os) memberikan dampak negatif terhadap pernapasan yang antara lain

terjadinya PPOK. Akhir-akhir ini data yang dipublikasikan menguatkan

observasi bahwa polusi udara lingkungan yang berat mempunyai pengaruh

buruk pada VEP1, dan meningkatkan mortalitas PPOK. Inhalan yang paling

kuat menyebabkan PPOK adalah cadmium, silica dan debu. Efek paparan debu

atau gas dari lingkungan kerja, Nampak jelas pada buka perokok dan bertambah

jelas lagi pada perokok, yang disebabkan adanya interaksi toksin tersebut

dengan asap rokok. Efek ini juga terjadi pada pekerja yang terpapar dengan

Page 19: PPOK case 2.docx

debu mineral, debu padi dan hasil dari paparan industry lainnya.

Pada negara berkembang polusi udara dalam rumah atau gedung yang

berasal dari asap memasak memicu tingginya tingkat pertikulasi udara ruangan

dan dipercaya sebagai penyebab penting terjadinya PPOK. Jelaslah bahwa

pengaruh yang kuat terhadap paparan lingkungan secara kronik pada level tinggi

dapat menyebabkan perkembangan PPOK.

C. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Dari anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan sesak, bila kita

menganalisis tentang sesak maka akan didapatkan banyak sekali kemungkinan yang

terjadi pada os, namun dengan menanyakan riwayat perjalanan penyakit, maka kita

memperkirakan apa yang terjadi pada os. Sebab terjadinya sesak nafas1. Allergen seperti serbuk, jamur atau zat kimia.2. Debu, asap dan bahan kimia yang menimbulkan iritasi saluran nafas.3. Pengaruh obat-obatan yang dimakan atau injeksi dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas

yang mengakibatkan terjadinya sesak.4. Penyakit saluran nafas

a. Asmab. Bronchitis kronisc. Emfisema

d. Sumbatan laringe. Tertelan benda asing

5. Penyakit parenkimala. Pneumoniab. Gagal jantung kongestifc. Adult respiratory distress

syndromed. Pulmonary infiltrate with

eosinophilia

Page 20: PPOK case 2.docx

6. Penyakit vascular parua. Emboli parub. Kor pulmonale

c. Hipertensi paru primerd. Penyakit veno-oklusi oparu

7. Penyakit pleuraa. Pneumotoraksb. Efusi pleura, hemotoraks

c. fibrosis

8. Penyakit dinding parua. Traumab. Penyakit neurologist

c. Kelainan tulang

9. Sesak napas akan terjadi akibat luasnya kerusakan jaringan paru, didapatkan pada penyakit paru yang sudah lanjut. Sedangkan pada penyakit yang baru tidak akan dijumpai gejala ini.

10. Sumber penyebab dispnea termasuk:a. Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan, paru, dan dinding dada

Dispnea terjadi jika tegangan yang bertambah tidak cukup besar untuk satu panjang otot

b. Kemoreseptor untuk tegangan O2 dan CO2c. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya sesak nafasd. Ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi

1) Dypnea metabolik : paru-paru mengkoreksi keadaan asidosis metabolik (diabetes ketoasidosis, gagal ginjal, anemia, asidosis laktat).

2) Eksersional : aktivitas fisik3) Pulmoner : penyakit pada paru, pada otot atau tulang yang melibatkan thorax,

kelainan neurologik.4) Othopnea : gagal jantung5) Nocturnal : bronkospasme yang terjadi pada pagi hari.

Sebelum muncul sesak os mengaku pernah mengalami batuk kronis (selama 2

tahun) berdahak berwarna putih dengan jumlah ± ½ sdt. Apakah suatu batuk produktif

ataupun tidak, apa warna sputum, dan jumlah sputum yang dibatukan dapat

mengarahkan kita kerarah etiologi batuk ini, namun kepentingan klinis dari batuk ini

adalah hubungannya dengan keluhan sesak yang dialami os yang mungkin dapat

menjadi petunjuk ke mana arah diagnosis os.

Sebab dari batuk produktif

Batuk merupakan akibat dari terangsangnya bronkus, bersifat iritatif. Kemudian akibat

terjadinya peradangan, batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan untuk membuang produk-

produk ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen.

Etiologi tergantung dengan warna dari phlegm.

1) Pada orang sehat atau dengan flu biasa warnannya jernih.

2) Phlegm yang berwarna kuning menandakan respon imun dan merupakan tanda infeksi.

3) Phlegm berwarna hijau atau kecoklatan menandakan infeksi. Warna kehijauan atau kuning

tua/kecoklatan atau phlegm dengan bintik kecoklatan merupakan tanda pneumonia atau

perdarahan internal.

4) Jaika phlegm berwarna coklat merupakan tanda biasa karena merokok karena adanya resin yang

dikeluarkan dari tubuh.

Page 21: PPOK case 2.docx

5) Phlegma yang berasosiasi dengan perokok bila berwarna coklat keabuan, mungkin bercampur

dengan debu atau partikel asing karena kerusakan pada silia memungkinkan terkena PPOK.

6) Jika berwarna merah mungkin menunjukkan penyakit setius seperti tuberculosis dan kanker

paru.

Tabel 3. Hubungan Tampilan Sputum dengan Etiologi Batuk

Tampilan Kemungkinan penyebab

Kental, transluen, putih keabu-abuan Pneumonia atipikal; asma

Seperti jelly buah kismis (merah bata) Klebsiella pneumonia

Warna karat (warna air buah plum) Pneumonia pneumokokal

Merah muda, berbusa Edema paru

Warna ikan salmon/ kuning pucat Pneumonia stafilokokus

Sputum mukopurulen; kuning, kehijauan, atau abu-

abu kotor

Pneumonia bakteri; bronchitis akut/

knonik

Purulen dan berbau busuk Anaerob oral (aspirasi), abses paru,

bronkiektasis

Berdasarkan onset:

1. Akut (< 3minggu), klasifikasi berdasarkan etiologi:

Infeksi

Common cold (infeksi virus saluran napas atas, sinus infection, pneumonia, whooping

cough).

Non-infeksi

Flare up dari: bronchitis, emphysema, asma, dan alergi terhadap lingkungan.

2. Kronik (>3 minggu), klasifikasi berdasarkan lokasi dengan respect pada paru-paru:

Iritan dari lingkungan, ex: rokok, debu, bulu binatang, polusi industri, dll.

Kondisi dalam paru

o Common : asma, emfisema, dan bronchitis kronik.

o Uncommon : kanker, sarcoidosis, diseases of the lung tissue, and congestive heart failure

with chronic fluid build-up in the lungs

Kondisi sepanjang perjalanan yang menghubungkan traktus respiratorius dengan

lingkungan luar. Dapat disebabkan oleh infeksi sinus kronik, chronic postnasal drip,

penyakit telinga luar, infeksi tenggorokan, dan penggunaan ACE inhibitors untuk

hipertensi.

Kondisi di dalam rongga dada (di luar paru), seperti kanker, paertumbuhan abnormal lymph

node, pembesaran abnormal aorta.

Penyebab digestivus

Gastroesophageal reflux (GERD) : terjadi katika asam lambung naik ke esophagus. Kondisi

abnormal ini menyebabkan iritasi pada esophagus dan laring yang menyebabkan refleks

batuk.

Page 22: PPOK case 2.docx

Mekanik Kimia Peradangan Infeksi pada membran mukosa

Pembentukan mukus berlebihan

Proses pembersihan tidak efektif

Mukus tertimbun

Merangsang membran mukosa

Reseptor aferen vagal di trakea (karina dan laring)

Bisa juga di kepala dan leher

Refleks batuk

Glottis tertutup

Otot pernapasan berkontraksi

Otot polos trakea kontraksi

Tube <<

Batuk produktif

Glottis terbuka

Mekanisme batuk produktif:

Kemudian dari riwayat perjalanan penyakit diketahui bahwa os merupakan

perokok, dimana os telah merokok selama 20 tahun dengan jumlah 1 bungkus/hari.

Adapun kriteria perokok dapat ditentukan dari jumlah batang rokok yang ia hisap

ataupun dengan menggunakan Indeks Brinkman (IB), sebagai berikut:

Kriteria perokok:

Sangat berat : > 31 batang/hari, 5 menit setelah bangun pagi harus merokok

Berat : 21 – 30 batang/hari, 6 – 30 menit setelah bangun pagi harus merokok.

Sedang : 11 – 20 batang/hari, 31 – 60 menit setelah bangun pagi harus

merokok

Ringan : 10 batang/hari,60 menit setelah bangun pagi harus merokok.

Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-

rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

Page 23: PPOK case 2.docx

Berat : >600

Pada kasus ini, os merupakan perokok sedang.

Penentuan apakah os seorang perokok dan derajatnya akan sangat membantu

kita dalam menentukan kecendrungan diagnosis gangguan pernapasan dan tingkat

keparahannya. Diketahui rokok merupakan faktor resiko utama untuk berbagai

gangguan pernapasan, hal ini disebabkan oleh banyaknya zat berbahaya (± 4000 jenis

bahan kimia) pada rokok yang beberapa diantaranya (40 jenis bahan kimia) berdampak

sangat negative bagi sistem pernapasan, antara lain: 1)CO

o Menimbulkan desaturasi Hb.

o Mengganggu pelepasan O2 ke jaringan sehingga mengurangi persediaan O2 jaringan

(termasuk pada miokardium).

o Mempercepat terjadinya aterosklerosis.

2)Nikotin

o Menyebabkan ketagihan merokok.

o Merangsang pelepasan adrenalin.

o Mengganggu sisstem saraf simpatis akibatnya meningkatkan kebutuhan O2.

o Meningkatkan frekuensi denyut jantung.

o Meningkatkan tekanan darah.

o Meningkatkan kebutuhan O2 jantung.

o Meningkatkan irama jantung

3)Tar

o Menyebabkan gangguan jalan napas, seperti batuk dan sesak napas.

o Menempel pada lidah, bibir, dan jalan napas.

4)Cadmium

o Ketika diisap, cenderung tertahan di ginjal sehingga dapat memperparah hipertensi.

Page 24: PPOK case 2.docx

Gambar …

Dampak pada respirasi

Tar, CO : merangsang jalan nafas dan tar tersebut tertimbun di saluran menyebabkan

Batuk

Tar yg menempel di jalan nafas à kanker jalan nafas, lidah, bibir

Merusakkan permukaan sel cillia

Mengubah anatomi saluran pernafasan

Menyebabkan penghasilan lebih banyak mucus oleh sel epithelium

Dampak asap rokok

Timbulnya kanker

Timbulnya penyakit cardiovascular

Timbulnya penyakit paru

Perubahan pada saluran nafas central

Cilia menghilang atau berkurang

Hyperplasia kelenjar mucus

Sel goblet meningkat

Perubahan epitel yang dulunya epitel pseudostratifed collumner cilia menjadi karsinoma

bronkogenik invasive.

Saluran nafas tepi

Inflamasi

Atrophi

Metaplasi sel goblet

Metaplasia squamosa

Page 25: PPOK case 2.docx

Sumbatan lender pada bronkiolus terminal dan bronkiolus respiratory

Alveoli dan kapiler

Kerusakan jaringan peribronkiolar alveoli pada perokok yang mengalami emfisema paru

Pengurangan jumlah kapiler perialveolar

Penebalan intima dan tunika media pembuluh darah

Imunologis

Leukosit darah tepi meningkat

Nilai fungsi paru lebih kecil

Efek Nikotin pada rokok

Rasa bahagia

Keguncangan

Kesigapan

Performance

Mengurangi kegelisahan

Meningkatkan metabolisme

Lipolisis

Vasokontriksi pembuluh darah

kulit dan koroner

Frekuensi jantung meningkat

Isi semenit jantung meningkat

Tekanan darah meningkat

Relaksasi otot rangka

Jika berhenti merokok

Irritable

Rasa kelemahan

Rasa mengantuk

Sulit konsentrasi

Kemampuan bertugas berkurang

Gelisah

Rasa lapar

Berat badan meningkat

Gangguan tidur

Ketagihan nikotin

Penurunan sekresi katekolamin

Denyut jantung melambat

Asap rokok(gas + partikel-

partikel) Setiap hembusan

terdapat 10 radikal bebas hidroksida(OH)

Kerusakan siliaSampai ke alveolus (oksidan)

partikulatMerus

ak dinding alveolu

s

Modifikasi anti

elastase pd

sal.nafas Tdk terjadi hambatan pd

neutrofil & makrofag

Kerusakan

parenkimPenurunan

elastic recoil

Reaksi inflamasi

Udara di paru2 sulit

keluar/emfisema

overinflasi

Kerusakan jar.interstitial

paru

Penigkatan iritasi pd mukosa bronkus

Page 26: PPOK case 2.docx

Resiko penyakit: Penyebab kematian perokok menurut WHO

Kanker paru 80 – 90 %

PPOK 75 %

Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko

30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan

merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20%

perokok akan mengalami PPOK.

Kanker kandung kencing 40 %

Jantung koroner 25 %

Stroke 18 %

Dari anamnesis, kita sudah dapat menduga diagnosis os yang mengarah pada

PPOK, namun terdapat suatu tanda yang cukup penting bagi penegakan diagnosis ini.

Diketahui bahwa os telah mengalami sesak dalam jangka waktu yang cukup lama,

namun satu hari SMRS sesak napas os tiba-tiba menghebat, diketahui sebelumnya

terdapat demam yang mendahului serangan sesak ini.

Bila kondisi PPOK stabil tidak menimbulkan sesak yang berat dan mendadak,

maka ada kemungkinan suatu kondisi eksaserbasi dari PPOK ini sendiri dapat

dicetuskan oleh berbagai sebab salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan, yang

pada kasus ini bermanifestasi pada adanya demam.

Pemeriksaan fisik membantu kita untuk menegakan kemungkinan diagnosis PPOK ini,

antara lain:

Laju pernapasan (RR) = 36 x/menit dan nadi 112 x/menit.

RR yang tinggi menunjukan adanya kondisi hipoksemia pada os, ditambah

lagi adanya penggunaan otot-otot dinding pernapasan mengisyaratkan kita adanya

kondisi oxygen demand yang berat dan bersifat akut. Kondisi ini dapat timbul dari

berbagai kondisi meliputi: kondisi syok, perdarahan akut, infark miokard akut, heart

failure, obstruksi saluran pernapasan (yang salah satunya adalah PPOK), gangguan

sistem pernapasan lain (pneumotrak, hidrotorak, efusi pleura, trauma dinding dada,

dll), gangguan keseimbangan asam-basa, dan gangguan sistem saraf pusat.

Semua kemungkinan diatas harus dipikirkan, namun berdasarkan riwayat

perjalanan penyakit, kondisi perdarahan, syok, gangguan sistem pernapasan non

obstruktif dapat dikesampingkan dan kita dapat focus ke kemungkinan lain.

Page 27: PPOK case 2.docx

Terdapat kecendrungan barrel chest berdasarkan diameter anteroposterior (27 cm)

dan transversal (35 cm).

Kondisi hiperinflasi atau barrel chest adalah kondisi emfisema pada seluruh

paru yang khas pada kondisi PPOK, kondisi lain yang dapat menyebabkan kondisi

ini adalah pneumotorak bilateral atau adanya proses metastase pada kedua paru,

namun kondisi demikian sangatlah jarang.

Perkusi dada didapatkan hipersonor pada kedua lapang paru .

Kondisi ini mengonfirmasi bahwa pada parenkim paru terjadi hiperaerasi,

dan menyingkirkan kemungkinan adanya efusi pleura, peradangan paru (TBC,

pneumonia), atelektasis paru, maupun keganasan paru.

Batas jantung yang menyempit (Batas atas ICS 2 LPS kiri, bawah ICS 4 LMC kiri,

kiri ICS 4 LPS kiri, kanan ICS 4 LS kanan).

Kondisi penyempitan batas jantung dapat ditemukan pada hiperaerasi paru

bilateral yang menyebabkan jarak jantung ke dinding dada menjauh sehingga pada

perkusi pekak jantung menyempit.

Dari auskultasi paru didapatkan bunyi napas vesikuler yang menurun pada kedua

lapang paru, waktu ekspirasi yang memanjang, dan adanya ronkhi kasar halus di

kedua lapang paru.

Vesikuler menurun dapat disebabkan oleh berbagai kondisi seperti

hiperaerasi, efusi, atau adanya masa, namun dari perkusi paru diketahui bahwa hal

ini disebabkan oleh kondisi hiperaerasi. Waktu ekspirasi yang memanjang

menunjukan adanya obstruksi jalan napas bawah yang menyebabkan pengeluaran

udara lebih sulit dari biasa, hal ini dapat disebabkan oleh reaksi peradangan pada

bronkeolus. Ronkhi kasar halus menunjukan bahwa penyempitan jalan napas ini

(oleh inflamasi atau produk sekret) terjadi pada cabang bronkus yang kecil.

Sedangkan dari auskultasi jantung terdengar bunyi jantung yang menjauh.

Bunyi jantung menjauh sering disalah interpretasikan dengan kondisi denyut

jantung yang melemah, namun dari pemeriksaan torak sebelumnya ditambah

dengan tidak adanya pulsus parvus, maka sudah dapat dipastikan bahwa kecinya

suara jantung ini akibat dari kondisi hiperaerasi yang membuat jantung menjauh

dari dinding dada.

Dari palpasi abdomen didapatkan hepar yang teraba 1 jbac.

Terabanya hepar pada palpasi abdomen dapat berarti: 1) terjadi pembesaran

hati, yang dapat mengarah pada hepatitis, hepatoma, dll; atau 2) terdorongnya hati

Page 28: PPOK case 2.docx

kebawah oleh paru. Dari pemeriksaan sebelumnya dan dari anamnesis maka

kemungkinan terjadinya pembesaran hati sangatlah kecil, dan sebaliknya

kemungkinan terdorongnya hati oleh karena kondisi hiperaerasi paru sangatlah

mungkin.

Untuk memastikannya kita dapat melakukan pemeriksaan batas paru hati.

Normalnya pada perkusi torak kanan, akan didapatkan redup pada ICS V yang

menunjukan batas atas hati, namun pada os perkusi redup tersebut ditemukan pada

ICS VI (dengan catatan pasien tidak dalam fase inspirasi). Hal ini membuktikan

bahwa pada os terabanya hati ini disebabkan oleh pendorongan mekanik paru dan

bukan merupakan kelainan pada organ tersebut.

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (darah rutin dan kimia klinik)

Dari hasil pemeriksaan labor hanya ditemukan kelainan pada kadar Hb

dan Ht, dimana pada kasus ini os mengalami polisitemia. Kondisi polisitemia ini

adalah sekunder dari kondisi PPOK dimana produksi sel darah merah

ditingkatkan untuk mengompensasi kebutuhan oksigen jaringan. Pada

peningkatan kebutuhan oksigen yang akut, tubuh belum melakukan kompensasi

ini, sehingga temuan ini khas untuk kondisi hipoksemia kronis seperti pada

PPOK.

EKG

Pemeriksaan EKG diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan

adanya kelainan jantung yang dapat menyebabkan kondisi sesak napas

(khususnya IMA dan CHF). Pada os didapatkan hasil EKG yang normal

takikardia, yang menunjukan tidak adanya kelainan pada jantung os, dan

takikardia hanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mengatasi kondisi

hipoksemia.

Hipertensi pulmonal pada tingkat lanjut PPOK dapat diketahui dengan

EKG. Dimana terdapat gambaran abnormal EKG antara lain :

P pulmonal, dimana P pulmonal R V6 < 5, R/S <= 1 adalah yang paling

sering terdapat pada gambaran EKG.

Deviasi aksis kekanan "Low voltage" sering pada emfisema. Tanda-tanda

Page 29: PPOK case 2.docx

hipertrofi ventikel kanan (RVH).

Pada kasus ini, EKG os belum menunjukan adanya P pulmonal atau

deviasi aksis ke kanan yang menunjukan belum terjadinya hipertensi pulmonal

sebagai komplikasi yang sangat berbahaya bagi pasien PPOK. Namun

mengingat adanya kemungkinan kondisi PPOK berkomplikasi pada hipertensi

pulmonal, maka diperlukan pemantauan tanda vital (khusunya JVP) dan

pemeriksaan EKG bila tanda-tanda hipertensi pulmonal sudah mulai muncul.

Foto rontgen toraks

Foto torak merupakan pemeriksaan diagnosis pada pasien dengan

gangguan paru, pada os ditemukan adanya kelainan berupa pelebaran sela iga,

hiperaerasi, dan peningkatan corakan bronkovaskuler yang mengesankan

kondisi PPOK. Bila dari hasil foto torak tidak ditemukan kelainan apa-apa maka

diagnosis asma bronchial yang lebih dahulu dipikirkan.

Uji faal paru

Spirometri. — Merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting, untuk mendeteksi adanya obstruksi jalan nafas maupun derajat obstruksi. Hambatan aliran udara pernafasan pada ekspirasi secara spirometri dinyatakan dengan: Perumusan nilai-nilai Volume Ekspirasi Paksa 1 detik (VEP1.0

= FEV1.0) Arus tengah Expirasi Maksimal (ATEM = MMEF). Arus tengah Expirasi Maksimal (ATEM = MMEF). Kapasitas nafas Maksimal (KNM = MBC/MVV).

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%)

Obstruksi ditegakan bila:

(VEP1/VEP1 pred) < 80%,

(VEP1/KVP) < 75%

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya

PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter

walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau

Page 30: PPOK case 2.docx

variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

Tabel 4. Klasifikasi PPOK Berdasarkan Gejala Klinis dan Spirometri

Tabel 5. Klasifikasi PPOK berdasarkan nilai Spirometri

Normal FEV1/FVC : 70% - 80%Obstruksi : FEV1/FVC turunRestriksi : FEV1/FVC normal atau meningkatKombinasi : FEV1/FVC normal atau menurun

Uji bronkodilator: Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada

gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8

hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. Uji faal paru setelah pemberian

obat-obat bronkodilator. Umumnya kriteria irreversibel bila kenaikan nilai-nilai

Derajat COPD KriteriaMild FEV1/FVC < 70%

FEV1 ≥ 80%Moderate FEV1/FVC < 70%

50% ≤ FEV1 < 80% predictedSevere FEV1/FVC < 70%

30% ≤ FEV1 < 50% predictedVery severe FEV1/FVC < 70%

FEV1 < 30% predicted or FEV1 < 50% predicted, plus chronic repiration failure.

Page 31: PPOK case 2.docx

spirometri 15 — 25%, rata-rata 20% .

Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Kelainan gas darah arteri adalah umumnya PO 2 rendah dan PCO 2

tinggi pada bronkitis menahun. Pada emfisema gambaran darah arteri umumnya

normal kecuali pada stadium yang lanjut terjadi hipoksemia. Penentuan analisa

gas darah penting dalam menilai derajat insufisiensi pernafasan atau kegagalan

pernafasan. Asidosis dapat terjadi pada eksaserbasi akut umumnya disusul

dengan kompensasi renal yang mengembalikan pH darah dalam batas-batas

normal.

Sputum BTA

Sputum BTA dilakukan untuk mengetahui apakah os masih terjangkit

penyakit tuberculosis. Hal ini penting untuk mengetahui apakah gejala-gejala os

ini timbul akibat TB (sindroma obstruktif paska TB), dan penting dalam

penentuan terapi.

Dari hasil sputum BTA I, II, III bernilai negative yang mengindikasikan

bahwa pada os tidak terdapat TB (diperkuat dengan foto rontgen), namun

temuan negative ini (hasil BTA maupun foto rontgen) belum dapat

mengeksklusi kemungkinan SOPT (akan dibahas lebih lanjut kemudian).

Kultur dan resistensi MO sputum

Kultur dan resistensi MO sputum digunakan untuk mengetahui etiologi

dari infeksi saluran pernapasan yang menjadi pencetus PPOK eksaserbasi, serta

untuk penentuan antibiotika.

Pada kasus tidak ditemukan mikroorganisme pathogen (hanya

mikroorganisme yang merupakan flora normal paru), dengan kata lain etiologi

dari demam ini kemungkinan oleh karena infeksi virus, sehingga menjadi

pertimbangan untuk penghentian antibiotika.

E. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding

1. Definisi

Page 32: PPOK case 2.docx

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara

disaluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK

terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan

dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan

penyakit lainnya.

Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal

bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Gambar…

2. Klasifikasi PPOK

Tabel 6. Klasifikasi PPOK

Bronkitis ("Blue Bloater" ) Emfisema ("Pink Puffer")

Gejala

Tubuh

Penampakan

Pemeriksaan fisik

Jantung

Darah

Rontgen

Sesak nafas timbul setelah batuk-batuk produktif bertahun-tahun.

Gemuk

Sianotik (biru)

Dada normalPekak jantung dan hepar jelas.Suara nafas kasar.Rhonchi basah/kering pada ekspirasi & inspirasi yang berubah dengan batuk.

Gagal jantung kanan sering terdapat dan penyebab kematian.

Polisitemia sekunder.Analisa gas darah arteriP02 rendah, "CO2 tinggi

Jantung membesar disertai tanda-tanda

Sesak nafas lebih dahulu diikuti batuk-batuk dengan / tanpa sputum.Kurus

Kemerahan

Dada gembungPekak jantung dan hepar hilang oleh over-distensi.Suara nafas lemah dengan ekspirasi yang memanjang.Umumnya tidak ada suara nafas tambahan.Gagal jantung kanan jarang, kematian karena gagal pernafasan.

Polisitemia jarang.P02 normal atau rendahPCO2 rendah.

Jantung memanjang, diafragma

Page 33: PPOK case 2.docx

E. K. G.

Uji Faal Paru

bendungan paru;

Hipertrofi ventikel kanan P. pulmonal.

Spirometri : Obstruksi jalan nafas yang reversible sebagian.Kapasitas paru total normalatau sedikit meningkat.Kapasitas difusi meningkat

rendah dan hiperinflasi.

Mungkin terdapat P. pulmonal.

Obstruksi jalan nafas irreversibel.Kapasitas paru total meningkat.Kapasitas difusi menurun.

3. Epidemiologi

Menurut data surkenas tahun 2001, penyakit pernapfasan termasuk PPOK

merupakan penyebab kematian ke-2 di Indonesia. Prevalensi PPOK meningkat dengan

meningkatnya usia. Prevalensi ini juga lebih tinggi pada pria daripada wanita.

Prevalensi PPOK lebih tinggi pada negara-negara dimana merokok merupakan gaya

hidup, yang menunjukan bahwa rokok merupakan faktor risiko utama.

4. Faktor Risiko

Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,

jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat

merokok perlu diperhatikan :

Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif, bekas perokok.

Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah

rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >600

Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

Hipereaktiviti bronkus

Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

5. Etiologi

Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan

menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan

lingkungan antara lain:

Merokok

Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30 kali

lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab

dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK.

Pekerjaan

Page 34: PPOK case 2.docx

Para pekerja tambang emas dan batu bara, industry gelas dan keramik yang

terpapar debu silika atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu gandum, toluene

diisosianat, dan asbes mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja

ditempat selain yang disebutkan diatas.

Polusi Udara

Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host antara lain:

Usia

Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien

yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita

gangguan genetic berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami <

1% pasien PPOK.

Jenis Kelamin

Laki-laki berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait dengan

kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecendrungan peningkatan prevalensi PPOK

pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.

Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi.

Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya PPOK,

misalnya defisiensi immunoglobulin A (igA/hypogamaglobulin) atau infeksi pada masa

kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan gangguan fungsi paru-

paru mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar sejalan dengan waktu daripada

yang fungsi parunya normal, sehingga lebih berisiko terhadap berkembangnya PPOK.

Termasuk di dalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya tidak normal karena

lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami

PPOK.

6. Manifestasi Klinis

- Batuk

- Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen

- Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas

- Cachexia: hilangnya massa lemak bebas

- Pengurangan massa otot: apoptosis, disuse atrophy

- Osteoporosis

- Depresi

- Anemia normokromik normositik

- Peningkatan risiko penyakit kardiovaskular: berhubungan dengan peningkatan CRP

Page 35: PPOK case 2.docx

7. Patogenesis dan Patofisiologi

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel

goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema

ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding

alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:

a. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,

terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.

b. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan

terbanyak pada paru bagian bawah

c. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,

duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena

perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel

goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Page 36: PPOK case 2.docx

Gambar …

Sindrom Obstruktif Paska Tuberkulosis

Kelainan obstruksi yang berhubungan dengan proses TB dikenal dengan berbagai

nama. Cugger (1955) menyebutnya emfisma obstruksi kronik. Martin dan Hallet

menggunakan istilah emfisema obstruksi difus. Bomberg dan Robin menyebutnya sebagai

emfisema obstruksi difus; Vargha dan Bruckner menyebutnya sindrom ventilasi obstruksi;

Tanuwtharj menyebutnya sirldronrobstruksi difus. Di Unit Paru RSUP Persahabatan Jakarta

kelainan obstruksi pada penderita TB paru didiagnosis sebagai TB paru dengan sindrom

obstruksi, sedangkan kelainan obstruksi pada penderita bekas

Patogenesis sindrom obstruksi difus pada penderita TB paru yang kelainan

obstruksinya menuju terjadinya sindrom obstruksi pasca TB (SOPT), sangat kompleks;

kemungkinannya antara lain :

1) Infeksi TB dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan, sehingga dapat

menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas karena tertariknya neutrofil ke

dalam parenkim paru makrofag aktif.

2) Akibatnya timbul destruksi janingan paru oleh karena proses TB.

3) Destruksi jaringan pant disebabkan oleh proses proteolisis dan oksidasi akibat infeksi

TB.

4) TB"paru merupakan infeksi menahun sehingga sistim imunologis diaktifkan untuk

jangka lama, akibatnya proses.proteolisis dan oksidasi sangat meningkat untuk jangka

lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan paru yang

menahun dan mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat dideteksi secara

spirometri.

Adapun beberapa patokan untuk membedakan Asma, PPOK, dan SOPT:

Tabel 7. Perbedaan Karakteristik Asma-PPOK-SOPT

Page 37: PPOK case 2.docx

F. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan umum PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

Mengurangi gejala

Mencegah eksaserbasi berulang

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1) Edukasi

2) Obat – obatan

3) Terapi oksigen

4) Ventilasi mekanik

5) Nutrisi

6) Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga

penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)

penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

a) Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.

Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik

yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan

mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat

Page 38: PPOK case 2.docx

reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan

pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualitas hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada

setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat

diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah.

Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena

memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan

dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan

keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit,

tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktivitas

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala

prioriti bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok:

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2. Pengunaan obat – obatan

a. Macam obat dan jenisnya

b. Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

c. Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau

perlu saja )

d. Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

a. Kapan oksigen harus digunakan

b. Berapa dosisnya

Page 39: PPOK case 2.docx

c. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

d. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

4. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya.

Tanda eksaserbasi :

a. Batuk atau sesak bertambah

b. Sputum bertambah

c. Sputum berubah warna (menjadi purulen)

Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga:

a. Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala diatas

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala diatas

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala diatas ditambang infeksi

saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa penyebab lain, peningkatan

batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan >20%

baseline, atau frekuensi nadi >20% baseline.

5. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

6. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,

langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi

sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada

setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka

panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang

ireversibel

Ringan

- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain

berhenti merokok

- Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

- Menggunakan obat dengan tepat

- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

- Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

- Penggunaan oksigen di rumah

Page 40: PPOK case 2.docx

b) Obat - obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat

diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada

derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek

panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan

untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka

panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar

aminofilin darah.

Tabel 8. Pemberian Bronkodilator Berdasarkan Gejala

Page 41: PPOK case 2.docx

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

Page 42: PPOK case 2.docx

kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20%

dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin makrolid

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat

sefalosporin

kuinolon

makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit : (dapat dipilih)

- Amoksilin dan klavulanat

- Sefalosporin generasi II & III injeksi

- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas

- Aminoglikose per injeksi

- Kuinolon per injeksi

- Sefalosporin generasi IV per injeksi

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian

rutin.

f. Antitusif

Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk

mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -

organ lainnya.

Manfaat oksigen :

Page 43: PPOK case 2.docx

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktiviti

- Mengurangi hipertensi pulmonal

- Mengurangi vasokonstriksi

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

- Meningkatkan kualiti hidup

Macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di

rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.

Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat

daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di

rumah dibedakan :

- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama

bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan

nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang

sering terjadi bila penderita tidur.

Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian

oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

Tabel 9. Indikasi Terapi Oksigen Jangka Panjang pada Pasien PPOK

Indikasi Pencapaian

PaO2 ≤ 55 mmHg atau SaO2 ≤ 88%

Pasien dengan kor-pulmonal

PaO2 55-59 mmHg atau SaO2 ≥ 89%

Adanya P pulmonal pada EKG, hematokrit > 55%

dan gagal jantung kongestif.

Indikasi khusus (Nocturnal hypoxemia)

Tidak ada hipoksemia saat istirahat, tetapi saturasi

menurun selama latihan atau tidur

PaO2 ≥ 60 mmHg atau SaO2 ≥ 90%

Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat tidur dan

latihan

PaO2 ≥ 60 mmHg atau SaO2 ≥ 90%

Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat tidur dan

latihan

Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat tidur dan

latihan

Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat tidur dan

latihan

Page 44: PPOK case 2.docx

Algoritma Penatalaksanaan PPOK :

Page 45: PPOK case 2.docx

G. Prognosis

Masa hidup (survival) penderita PPOM faktor-faktor yang mempengaruhi

prognosis:

1. Gangguan fungsionil inisial, VEP1.0 sering dijadikan parameter untuk menilai

prognosis, umumnya prognosis buruk, bila VEP1.0 mencapai 1.5 liter atau

kurang, dengan survival kurang lebih 10 tahun, menjadi 4 tahun pada VEP 1.0 1

liter dan 2 tahun pada VEP1.0 0,5 liter (Petty).

2. Adanya Cor pulmonale yang umumnya disertai dengan hipoksemia dan

hiperkapnia.

3. Kurang berat, lebih dari 20% (Rodman & Sterling). Penyebab kematian utama

(Rodman & Sterling)

Cor pulmonale (53%)

Page 46: PPOK case 2.docx

Kegagalan pernafasan akut (sub akut 30%)

aritemia Jantung.

60 % orang meninggal pada umur 20 tahun,dan 95 % meninggal pada umur 55

tahun

CPOD tahap mild dan moderate dapat dikontrol dengan baik melalui

pengobatan dan rehabilitasi pulmonal sedangkan untuk yang tahap berat

pengobatan akan lebih sulit

Diagnosis dini dan berhenti merokok akan memberikan prognosis yang jauh

lebih baik

H. Komplikasi

Infeksi pernafasan : lebih sering menderita flu atau pneumonia

Tekanan darah tinggi pada arteri yang membawa darah ke paru

Gangguan jantung

Kanker paru

Depresi : karena sesak nafas membuat sulit untuk mengerjakan aktivitas sehari-

hari

Bronkitis akut

Cor pulmonal

Aritmia