76137341 Case PPOK Dian Retti

38
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkhitis kronik sendiri ditandai dengan adanya batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang- kurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronis juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversible penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting dari PPOK, jauh lebih penting daripada faktor penyebab lainnya. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat menyebabkan PPOK diantaranya adalah hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang, dan riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja. Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986, asma, bronkitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan tersebut diantaranya adalah kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), polusi udara terutama di kota besar, dan industrialisasi. Karena jumlah dan tingkat

Transcript of 76137341 Case PPOK Dian Retti

Page 1: 76137341 Case PPOK Dian Retti

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang

ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif

nonreversible atau reversible parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan

emfisema atau gabungan keduanya. Bronkhitis kronik sendiri ditandai dengan

adanya batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-

kurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya.

Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh

pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding

alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronis juga

memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat

dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversible penuh, dan memenuhi kriteria

PPOK.

Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang

terpenting dari PPOK, jauh lebih penting daripada faktor penyebab lainnya. Selain

itu, faktor risiko lain yang dapat menyebabkan PPOK diantaranya adalah

hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang, dan riwayat

terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja.

Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986,

asma, bronkitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai

penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes

RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan

emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di

Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan tersebut diantaranya adalah

kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), polusi

udara terutama di kota besar, dan industrialisasi. Karena jumlah dan tingkat

Page 2: 76137341 Case PPOK Dian Retti

2

mortalitas akibat kasus PPOK di Indonesia adalah tinggi, maka sebagai dokter

umum harus dapat mengenali dan melakukan terapi pada PPOK.

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul “Penyakit Paru Obstruktif

Kronis (PPOK) ini adalah untuk membahas gejala-gejala klinis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan prognosis bagi penderita

penyakit ini, mengingat kasus PPOK semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan

begitu diharapkan kita mampu menekan angka morbiditas dan mortalitas PPOK.

Page 3: 76137341 Case PPOK Dian Retti

3

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI

Nama : Tn. Johan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 70 tahun

Alamat : Jl. Musium Lr Mbah Rustam Km. 5 Palembang

Pekerjaan : Tidak bekerja

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

MRS : 28 Agustus 2011

2.2 ANAMNESIS ( Tanggal 3 September 2011 )

Keluhan Utama

Sesak yang bertambah hebat sejak ± 1 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit

± 1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, ± 1 sendok

makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik, sesak

(-), nyeri dada (-), mual (+), muntah (-), nafsu makan biasa, BAB dan BAK

biasa. Os tidak berobat.

± 20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering, dahak warna

putih, ± 1 sendok makan setiap batuk, sesak (+), mengi(-), hilang timbul,

tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Demam (-).

± 6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah, mengi(-). Sesak

napas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak

berkurang saat istirahat. Batuk (+), dahak warna kuning kehijauan. Nyeri

dada (+) di dada kanan seperti ditusuk setiap os batuk. Nyeri dada tidak

menjalar ke tempat lain. Mual (+), muntah (-), penurunan nafsu makan (+), os

Page 4: 76137341 Case PPOK Dian Retti

4

berobat ke dokter dan diberi obat. Os lupa nama obatnya. Namun keluhan os

tidak berkurang.

± 1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu tinggi,

nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK

biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal

Riwayat sakit maag sejak 3 bulan yang lalu

Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2 bungkus/hari. Os berhenti merokok

sejak 20 hari SMRS

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 3 September 2011 )

Keadaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit

Keadaan Sakit : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : Kurang

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 96 x/m,

Pernapasan : 26 x/m

Temperatur : 36,9°C

Tinggi badan : 163 cm

Berat badan : 42 kg

Page 5: 76137341 Case PPOK Dian Retti

5

Keadaan Spesifik

Kulit

Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (-

), spider nevi (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), eritema palmar (-),

pertumbuhan rambut normal.

KGB

Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal, dan

submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.

Kepala

Normocephali

Mata

Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva

palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor (+/+), reflek cahaya normal,

pergerakan mata ke segala arah baik. Edema subkonjugtiva (-).

Hidung

Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan

baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping

hidung (-)

Telinga

Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.

Mulut

Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrophi papil (-), hipertrofi

ginggiva (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), fetor hepatikum (-), faring tidak

ada kelainan.

Page 6: 76137341 Case PPOK Dian Retti

6

Leher

Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar

getah bening (-), kaku kuduk (-)

Dada

Bentuk dada barrel chest, diameter anteroposterior 16 cm, diameter

transversal 28 cm, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-).

Paru

I : Statis, dinamis simetris kanan dan kiri, barrel chest, sela iga melebar (+)

P : Stem fremitus sama kanan dan kiri

P : Hipersonor pada lapangan paru kanan dan kiri.

A: Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi basah sedang (+) minimal

pada basal paru kanan dan kiri, wheezing (-).

Jantung

I : ictus cordis tidak terlihat

P : ictus cordis tidak teraba

P : batas jantung sulit dinilai

A : HR : 96 x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

I : datar

P : lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (-)

P : timpani

A : BU (+) N

Genital

Tidak diperiksa

Page 7: 76137341 Case PPOK Dian Retti

7

Ekstremitas atas:

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-),

jaringan parut (-), akral dingin (-), jari tabuh (-), turgor baik, clubbing finger

(-), eritem palmar (-).

Ekstremitas bawah:

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), nyeri otot

tungkai (-), edema pretibial (-), edema pedis (-), jaringan parut (-), lebam (-),

turgor kembali cepat.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin ( Tanggal 2 September 2011 )

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hb 11,1 gr/dl 14-18 g/dl

Ht 35 vol% 40-48 vol%

Leukosit 26.100 /mm3 5000-10.000/mm3

LED 85 mm/jam L < 10 mm/jam, P < 15

mm/jam

Trombosit 410.000/mm3 200.000-500.000/ mm3

Hitung jenis 0/0/2/84/4/10 0-1/1-3/2-6/50-70/20-

40/2-8

Kimia Klinik

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

BSS 139 mg/dl

Ureum 36 mg/dl 15-39 mg/dl

Creatinin 1,0 mg/dl L 0,9-1,3 mg/dl, P 0,6-

1,0 mg/dl

Protein Total 6,1 g/dl 6,0-7,8 g/dl

Page 8: 76137341 Case PPOK Dian Retti

8

Albumin 2,8 g/dl 3,5-5,0 g/dl

Globulin 3,3 g/dl

SGOT 40 u/L <40 U/I

SGPT 19 u/L <41 U/I

Natrium 135 mmol/L 135-155 mmol/l

Kalium 3,9 mmol/L 3,5-5,5 mmol/l

Urinalisis tanggal 6 September 2011

Sel epitel : positif (+)

Leukosit : 2-3

Eritrosit : 0-2

Silinder : positif (+)

Kristal : negatif

Protein : positif (++)

Glucose : negatif

Keton : negatif

Darah/Hb : positif (+)

Bilirubin : negatif

Urobilinogen : negatif

Nitrit : negatif

Page 9: 76137341 Case PPOK Dian Retti

9

Pemeriksaan Radiologi ( Foto thorax PA, tanggal 28 Agustus 2011)

Kualitas foto baik

Simetris

Trakea di tengah

Tulang-tulang baik

Sela iga melebar

Diafragma tenting (-)

CTR < 50%

Sudut costophrenicus tumpul

Parenkim paru: hiperlusen (hiperaerasi)

Kesan : PPOK

Page 10: 76137341 Case PPOK Dian Retti

10

RESUME

Seorang laki-laki berinisial J datang dengan keluhan utama sesak yang

bertambah hebat sejak ± 1 hari SMRS.

± 1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, ± 1 sendok

makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik nafsu

makan biasa, BAB dan BAK biasa. Os tidak berobat.

± 20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering. Sesak (+)

hilang timbul tidak dipengaruhi suhu dan aktivitas.

± 6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah. Sesak napas

tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang saat

istirahat. Batuk (+), dahak kuning kehijauan. Nyeri dada (+) di dada kanan seperti

ditusuk setiap os batuk. Mual (+), penurunan nafsu makan (+), os berobat ke

dokter dan diberi obat. Namun keluhan os tidak hilang.

± 1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu

tinggi, nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK

biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat.

Riwayat darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal. Riwayat

penyakit asma disangkal. Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal. Riwayat

sakit maag sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2

bungkus/hari. Os berhenti merokok sejak 20 hari SMRS. Riwayat Penyakit yang

sama dalam keluarga disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan os tampak sakit sedang dengan

kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 96 x/menit,

pernapasan 26 x/menit, temperatur 36,9°C, JVP (5-2) cmH2O. Pada pemeriksaan

paru, inspeksi Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, barrel chest, dan

sela iga yang melebar, dengan perkusi dada didapatkan hipersonor pada lapangan

paru kanan dan kiri. Pada auskultasi, Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi

basah sedang (+) minimal pada basal paru, wheezing (-).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb yang menurun,

leukosit dan laju endap darah yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda

infeksi serta kadar albumin yang rendah. Berdasarkan hasil anamnesis,

Page 11: 76137341 Case PPOK Dian Retti

11

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat dipikirkan kemungkinan

PPOK eksaserbasi akut dan pneumonia tipikal.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet NB TKTP tinggi albumin dan

medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH syrup, antibiotik, dan vitamin.

Prognosis dari PPOK tergantung dari penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan

yang dilakukan.

DIAGNOSIS KERJA

PPOK eksaserbasi akut + Pneumonia tipikal

DIAGNOSIS BANDING

Susp. Tumor paru kanan

Kasus baru TB paru

TATALAKSANA

• Istirahat

• O2 3L

• Diet NB TKTP tinggi albumin

• IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit

• OBH syrup 3x1

• Antacid syrup 3x1

• Donperidone 3x1

• Ceftriaxone 1x1 g

• B1B6B12 3x1

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

BTA I,II,III

Kultur sputum

Sitologi sputum

Spirometri

Bronkoskopi

Page 12: 76137341 Case PPOK Dian Retti

12

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

FOLLOW UP

5 September 2011

S : Nyeri dada kanan, nafsu makan kurang, mual

O : Keadaan Umum

Sensorium

Tekanan Darah

Nadi

Frekuensi Pernapasan

Temperatur

Keadaan Spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas

Compos Mentis

120/60 mmHg

94x/m reguler

24x/m

36,4oC

Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)

Barrel chest, sela iga melebar

Cor :

HR : 94x/m, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

I: statis simetris, dinamis: dada kanan tertinggal

P: stem fremitus simetris kanan dan kiri

P: hipersonor pada kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal pada paru kiri, menurun

pada paru kanan, ronkhi (+) basah sedang di

basal paru, wheezing (-)

Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri

tekan (-) bising usus (+) normal, turgor <2

Edema pretibial (-/-)

Akral hangat

Clubbing finger (-/-)

A : PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia

tipikal

DD/ Tumor paru kanan

P : - Istirahat

- Diet NB TKTP tinggi albumin

- IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit

- OBH syrup 3 x 1 c

- Antacid syrup 3x1 c

- Donperidone 3x1

Page 13: 76137341 Case PPOK Dian Retti

13

- Ceftriaxon 1x1 g

- B1B6B12 3x1

Rencana :

- BTA I, II, III

- Kultur reg mikroorganisme sputum

- Ekspertise Rontgen Lateral

- Urine rutin

06 September 2011

S : Nyeri di dada kanan, demam

O : Keadaan Umum

Sensorium

Tekanan Darah

Nadi

Frekuensi Pernapasan

Temperatur

Keadaan Spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas

Compos Mentis

120/60 mmHg

94x/m reguler

24x/m

37,6°C

Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)

Cor :

HR : 94x/m, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

I : Statis dan dinamis kanan-kiri Simetris

P : Stem Fremitus simetris

P : Sonor di Kedua Lapangan Paru

A : vesikuler (+) normal pada paru kiri, menurun

pada paru kanan, ronkhi (+) basah sedang di

basal paru, wheezing (-)

Datar, lemas, hepar dan lien sulit dinilai, bising

usus(+)

Edema pretibial (-)

A : PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia

tipikal

DD/ Tumor paru kanan

P : - Istirahat

- Diet NB TKTP tinggi albumin

- IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit

- Antacid syrup 3x1 c

- Donperidone 3x1

- Ceftriaxon 1x1 g

- B1B6B12 3x1

Page 14: 76137341 Case PPOK Dian Retti

14

7 September 2011

S : Demam, nyeri dada kanan

O : Keadaan Umum

Sensorium

Tekanan Darah

Nadi

Frekuensi Pernapasan

Temperatur

Keadaan Spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas

Compos Mentis

110/60 mmHg

100x/m reguler

36x/m

37,8oC

Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)

Barrel chest, sela iga melebar

Cor :

HR : 100x/m, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

I: statis: simetris ka=ki, dinamis: dada kanan

tertinggal

P: stem fremitus menurun di hemithoraks kanan

P: hipersonor pada kedua lapangan paru

A: vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi

basah halus (+) pada basal paru, wheezing (-)

Datar, tegang, nyeri tekan (+), hepar dan lien

sulit dinilai, bising usus (+) normal

Edema pretibial (+/+)

Akral hangat

Clubbing finger (-/-)

A : PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia

tipikal

DD/ Tumor paru kanan

P : - Istirahat

- Diet NB TKTP

- IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit

- OBH syrup 3 x 1 c

- Antacid syrup 3x1 c

- Donperidone 3x1

- Ceftriaxon 1x1 g

- B1B6B12 3x1

- Koreksi albumin

Page 15: 76137341 Case PPOK Dian Retti

15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi Paru

Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam

kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-

paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam

rongga torak.

Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok

keatas kira-kira 2,5 cm di atas klavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks

berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk

konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat

hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf

masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.2,8

a. Apeks pulmo

Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura

torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.

b. Basis pulmo

Page 16: 76137341 Case PPOK Dian Retti

16

Pada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung

diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri,

maka basis paru kanan lebih kontak daripada paru-paru kiri.

c. Insisura atau fisura

Dengan adanya fisura atau takik yang ada pada permukaan, paru-paru

dapat dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat

digunakan untuk menentukan diagnosis.

Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini

membagi paru-paru kiri atas menjadi tiga lobus yaitu lobus superior,

medius, dan lobus inferior yang terbagi menjadi beberapa segmen.

Paru-paru kanan memiliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura

interlobularis sekunder. Pada paru kanan hanya terdapat dua lobus yaitu

lobus superior dan lobus inferior yang juga terbagi menjadi beberapa

segmen.

Page 17: 76137341 Case PPOK Dian Retti

17

Fisiologi Paru

Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan

membuang karbondioksida ke lingkungan. Dalam mengambil nafas ke dalam

tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan,

yaitu:

Respirasi / Pernapasan Dada

Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang

rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk

sehingga rongga dada membesar.

2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot

antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang

rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil.

Otot-otot yang digunakan ketika bernapas yaitu:

a. Otot yang Digunakan Saat Inspirasi

Kontraksi diafragma

Kontraksi otot eksternal

Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus anterior,

pectoralis minor, dan otot scalens.

b. Otot yang Digunakan Saat Ekshalasi

Otot internal inetrkostal dan transversus thoracis.

Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus

abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal

interkostal saat ekshalasi.

3.2 Definisi

COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat

dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,

yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.

Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam

saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya

Page 18: 76137341 Case PPOK Dian Retti

18

disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas

berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini

dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi

dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3

3.3 Prevalensi

Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat

mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan

119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK

menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti

serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar

per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi

PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya

akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian

akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan

rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial

menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting

penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor

genetik dan lain-lainnya.

3.4. Etiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari

partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita

mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang

berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.

Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan

kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah

dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting

dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai

Page 19: 76137341 Case PPOK Dian Retti

19

adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari

protease serin.3

Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-

partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4

Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari

pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung

pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok,

jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut

merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat

mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-

partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru

“terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor

resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-

paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga

dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.

Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan.

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu

bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk

memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga

IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar

ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan

membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.

Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu

jalanan.

Infeksi saluran nafas berulang

Jenis kelamin

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.

Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi

Page 20: 76137341 Case PPOK Dian Retti

20

dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini

dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa

penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena

COPD dibandingkan perokok pria.

Status sosio ekonomi dan status nutrisi

Asma

Usia. Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan

3.5. Patogenesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari

COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang

perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,

silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta

metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia

ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan

mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus

berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan

menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan

pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul

hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat

mukus yang kental dan adanya peradangan.4

Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya

peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif

merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran

udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps

terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan

(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi

recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara

kolaps.4

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD,

yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag

Page 21: 76137341 Case PPOK Dian Retti

21

(lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+

(dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan

inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5

3.6 Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :4

1. Derajat I: COPD ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran

udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,

orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat II: COPD sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <

VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam

tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas

yang dialaminya.

3. Derajat III: COPD berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak

nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi

yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: COPD sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <

30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas

kronik dan gagal jantung kanan.

3.7 Diagnosa

Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,

batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD

ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1

Page 22: 76137341 Case PPOK Dian Retti

22

1. Anamnesis

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit

sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di

RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :

Pernafasan pursed lips

Takipnea

Dada emfisematous atu barrel chest

Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater

Pelebaran sela iga

Hipertropi otot bantu nafas

Bunyi nafas vesikuler melemah

Ekspirasi memanjang

Ronki kering atau wheezing

Bunyi jantung jauh

3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:

Hiperinflasi

Hiperlusen

Diafragma mendatar

Corakan bronkovaskuler meningkat

Bulla

Jantung pendulum

4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :

VEP1 < KVP < 70%

Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator

< 80% prediksi

5. Uji Coba kortikosteroid

6. Analisis gas darah

Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi

Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

Page 23: 76137341 Case PPOK Dian Retti

23

3.8 Diagnosa Banding

COPD didiagnosa banding dengan :

1

1. Asma Bronkial

2. Gagal jantung kongestif

3. Bronkiektasis

4. Tuberkulosis

3.9. Penatalaksanaan

Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1

Mencegah progesifitas penyakit

Mengurangi gejala

Meningkatkan toleransi latihan

Mencegah dan mengobati komplikasi

Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualitas hidup penderita

Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu

tujuan selama tatalaksana COPD.5

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana,

yaitu :1

1. Evaluasi dan monitor penyakit

PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan

menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor

merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit

ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan

fungsi paru.

Page 24: 76137341 Case PPOK Dian Retti

24

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau

pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan

monitoring penyakit :

Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan

Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb

paru

Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit

paru kronik lainnya

Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau

penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas

Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK

Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan

aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan

depresi / cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti

merokok

Dukungan dari keluarga

2. Menurunkan faktor resiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling

efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan

memperlambat progresifitas penyakit.

Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :

1). Ask (Tanyakan)

Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada

setiap kunjungan

2). Advise (Nasehati)

Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti

merokok

3). Assess (Nilai)

Page 25: 76137341 Case PPOK Dian Retti

25

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok

4). Assist (Bantu)

Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan

konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi

5). Arrange (Atur)

Jadwal kontak lebih lanjut

3. Tatalaksana PPOK stabil

Terapi Farmakologis

a. Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak

terjangkau

Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan

(gejala intermitten)

3 golongan :

o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol,

terbutalin, formoterol, salmeterol

o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium

bromid

o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2

dan steroid belum memuaskan

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada

meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi

b. Steroid

- PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)

- Eksaserbasi akut

c. Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol,

karbosistein, gliserol iodida

Antioksidan : N-Asetil-sistein

Page 26: 76137341 Case PPOK Dian Retti

26

Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak

rutin

Antitusif : tidak rutin

Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Terapi Non-Farmakologis

a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan

pernapasan, rehabilitasi psikososial

b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK

derajat IV, AGD=

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa

hiperkapnia

PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi

pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen

harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK

terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi

kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan

normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang

menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya

konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus

merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif

kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan

muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk

bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya

memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat

diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat

mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling

efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c. Nutrisi

Page 27: 76137341 Case PPOK Dian Retti

27

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki

fungís paru atau gerakan mekanik paru)

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua

derajat

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I

(PPOK

Ringan)

VEP1 / KVP < 70 %

VEP1 80% Prediksi

a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,

antikolinergik kerja pendek) bila perlu

b. Pemberian antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

(PPOK

sedang)

VEP1 / KVP < 70 %

50% VEP1 80%

Prediksi dengan atau

tanpa gejala

1. Pengobatan reguler

dengan bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila

uji steroid

positif

Derajat III

(PPOK

Berat)

VEP1 / KVP < 70%;

30% VEP1 50%

prediksi

Dengan atau tanpa

gejala

1. Pengobatan reguler

dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a. Antikolinergik

kerja lama sebagai

terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila

uji steroid

positif atau

eksaserbasi

berulang

Derajat IV VEP1 / KVP < 70%; 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

Page 28: 76137341 Case PPOK Dian Retti

28

(PPOK

sangat

berat)

VEP1 < 30% prediksi

atau gagal nafas atau

gagal jantung kanan

bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama sebagai

terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi bila

memberikan respons klinis atau

eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3. Terapi oksigen jangka panjang bila

gagal nafas

pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator

seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral

dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika

spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan

dibandingkan dengan kondisi

sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya

seperti polusi udara,

kelelahan atau timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi :

- Sesak bertambah

- Produksi sputum meningkat

- Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

Page 29: 76137341 Case PPOK Dian Retti

29

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah

infeksi saluran napas atas lebih

dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan

mengi atau peningkatan

frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20%

baseline

Penyebab eksaserbasi akut

Primer :

- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)

Sekunder :

- Pnemonia

- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia

- Emboli paru

- Pneumotoraks spontan

- Penggunaan oksigen yang tidak tepat

- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat

- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)

- Nutrisi buruk

- Lingkunagn memburuk/polusi udara

- Aspirasi berulang

- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk

eksaserbasi yang ringan) atau

di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)

Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh

penderita yang telah diedukasi

dengan cara :

Page 30: 76137341 Case PPOK Dian Retti

30

- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk

bronkodilator yang

digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser

- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur

- Menambahkan mukolitik

- Menambahkan ekspektoran

Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke

dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan

secara rawat jalan atau rawat

inap dan dilakukan di :

1. Poliklinik rawat jalan

2. Unit gawat darurat

3. Ruang rawat

4. Ruang ICU

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan)

+ antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5

mg/kgBB/jam)

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :

Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi

Infeksi saluran napas berat

Page 31: 76137341 Case PPOK Dian Retti

31

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau

ruang rawat.

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau

perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik

(invasif atau non invasif)

3.10. Prognosa dan Komplikasi

Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit

komorbid lain.6

Komplikasi : Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6

3.11. Pneumonia Tipikal

Istilah pneumonia tipikal/atipik merupakan terminologi gambaran klinik

suatu pneumonia yang bersifat khas/tidak khas dan disebabkan oleh kuman Str.

pneumonia atau kuman atipik. Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan

sistem pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru

yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang

dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam

sebab, meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga

dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paruparu, atau secara

tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alcohol.

Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk, nyeri

dada demam, dan sesak nafas. Alat diagnosa meliputi sinar-x dan pemeriksaan

Page 32: 76137341 Case PPOK Dian Retti

32

sputum.Pengobatan tergantung penyebab dari pneumonia; pneumonia kerena

bakteri diobati dengan antibiotika. Pneumonia merupakan penyakit yang

umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukan penyebab

kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik.9

Gejala

Orang dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak, sputum

kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai

nafas yang pendek, nyeri dada seperti pada pleuritis, nyeri tajam atau seperti

ditusuk. Salah satu nyeri atau kesulitan selama bernafas dalam atau batuk. Orang

dengan pneumonia, batuk dapat disertai dengan adanya darah,sakit kepala,atau

mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu

makan, kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak

jarang bentuk penyebab pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya

pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan

diare, pneumonia karena tuberkulosis atau Pneumocystis hanya menyebabkan

penurunan berat badan dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua

manifestasi dari pneumonia mungkin tidak khas. Bayi dengan pneumonia lebih

banyak gejala, tetapi pada banyak kasus, mereka hanya tidur atau kehilangan

nafsu makan.

Tabel 1. Sindrom-sindrom klinik pneumonia komunitas dan kelompok

kuman penyebabnya9

Page 33: 76137341 Case PPOK Dian Retti

33

Keterangan :

*) neutropeni pada imunocompromised host (oleh kuman Gr (-) batang, Steph.

aureus, jamur

Patofisiologi

Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh

mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi.Meskipun lebih dari

seratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya sedikit

dari mereka yang bertanggung jawab pada sebagian besar kasus.Penyebab paling

sering pneumonia adalah virus dan bakteri. Penyebab yang jarang menyebabkan

infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.1,2

Pemeriksaan Fisik

Individu dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis.

Pemeriksaan fisik untuk perawatan kesehatan menunjukan demam atau kadang-

kadang suhu tubuh menurun, peningkatan frekwensi pernapasan(RR), penurunan

tekanan darah, denyut jantung yang cepat, atau saturasi oksigen yang rendah,

Page 34: 76137341 Case PPOK Dian Retti

34

dimana jumlah oksigen dalam darah yang diindikasikan oleh pulse oximetri atau

analisis gas darah. Orang yang kesulitan bernafas, bingung atau dengan

sianosis(kulit berwarna biru) memerlukan pertolongan segera.1,8

Foto Thorax, Kultur Sputum dan Tes-Tes Lain

Tes penting untuk mendeteksi pneumonia pada keadaan yang tidak jelas

ialah dengan foto thorax. Foto thorax dapat menampakan daerah opak (terlihat

putih) yang menggambarkan konsolidasi. Pneumonia tidak selalu dilihat oleh

sinar x, selain karena penyakitnya hanya pada tingkat permulaan atau karena

mengenai bagian paru tertentu yang sulit dilihat dengan sinar x.Dalam beberapa

kasus CT(computed tomography) dapat

menunjukan pneumonia yang tidak terlihat dengan foto thorax sinar x. Sinar x

dapat menyesatkan, karena masalah lain,seperti parut pada paru dan gagal jantung

kongestif dapat menyerupai pneumonia pada foto thorax sinar x. Foto thorax juga

digunakan untuk evaluasi adanya komplikasi dari pneumonia.

Terapi

Sebagian besar kasus pneumonia dapat diobati tanpa harus menjalani

rawatcinap.cUmumnya antibiotik oral, istirahat, cairan dan perawatan rumah

sudah mencukupi untuk kesembuhan sepenuhnya. Bagaimanapun, seseorang

dengan pneumonia yang memiliki kesulitan bernapas, orang dengan masalah

kesehatan lain dan para orang tuamungkin memerlukan perawatan yang lebih ahli.

Jika gejala-gejalanya bertambah buruk, pneumonia tidak bertambah baik dengan

perawatan di rumah atau muncul komplikasi, orang tersebut harus menjalani

rawat inap di rumah sakit. Antibiotik digunakan untuk mengobati pneumonia

yang disebabkan bakteri. Sebaliknya, antibiotik tidak berguna untuk pneumonia

yang disebabkan virus, meskipun kadang juga digunakan untuk mengobati atau

mencegah infeksi bakteri yang dapat muncul pada kerusakan paru oleh pneumonia

yang disebabkan virus. Pilihan antibiotik tergantung dari sifat

pneumonia,mikroorganisme yang paling umum menyebabkan pneumonia berada

pada daerah sekitar dan status imun dan kesehatan dari masing-masing individu.

Pengobatan untuk pneumonia seharusnya didasarkan pada mikroorganisme

Page 35: 76137341 Case PPOK Dian Retti

35

penyebab dan sensitivitas antibiotik. Bagaimanapun, penyebab spesifik

pneumonia diidentifikasikan pada hanya 50% orang bahkan setelah evaluasi

ekstensif. Karena pengobatan secara umum seharusnya tidak ditunda pada

seseorang dengan pneumonia yang serius,pengobatan empiris biasanya dimulai

sebelum laporan laboratorium tersedia. Di United Kingdom amoxicillin adalah

antibiotik yang dipilih untuk sebagian besar pasien dengan Community acquired

pneumonia, kadangkala ditambah dengan chlarithromycin:pasien yang alergi

terhadap penisilin diberi erithromycin, bukannya amoxicillin.

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering disebabkan oleh pneumonia karena bakteri

daripada pneumonia karena virus. Komplikasi yang penting meliputi gagal napas,

Effusi pleura, empyema dan abces.

Page 36: 76137341 Case PPOK Dian Retti

36

BAB IV

ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki berinisial J berusia 70 tahun yang beralamat di

Palembang datang ke RSMH dengan keluhan utama sesak yang bertambah hebat

sejak ± 1 hari SMRS. Dari keluhan tersebut, yang dapat kita pikirkan adalah

gangguan di sistem respirasi/paru, gangguan di hepar, gagal jantung, dan

gangguan ginjal.

± 1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, ± 1 sendok

makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik. Hal ini

menandakan adanya batuk yang kronis. Dalam hal ini dapat dipikirkan adanya

bronkhitis kronis dan TB paru.

± 20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering. Sesak (+)

hilang timbul tidak dipengaruhi suhu dan aktivitas. Dari hal ini menunjukkan

bahwa sesak napas bukan berasal dari gangguan jantung maupun alergi/asma.

± 6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah. Sesak napas

tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang saat

istirahat. Batuk (+), dahak kuning kehijauan. Nyeri dada (+) di dada kanan seperti

ditusuk setiap os batuk. Mual (+), penurunan nafsu makan (+). BAB dan BAK

biasa. Dari anamnesis ini, kemungkinan gangguan hepar dapat disingkirkan

karena tidak ada kelainan BAB dan BAK. Perubahan warna BAK bisa

menunjukkan terjadinya gangguan di ginjal.

± 1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu

tinggi, nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK

biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat.

Riwayat darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal. Riwayat

penyakit asma disangkal. Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal. Riwayat

sakit maag sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2

bungkus/hari. Os berhenti merokok sejak 20 hari SMRS. Riwayat Penyakit yang

sama dalam keluarga disangkal. Dari anamnesis ini, dapat diketahui terdapat

Page 37: 76137341 Case PPOK Dian Retti

37

faktor resiko yaitu merokok yang lama untuk timbulnya gangguan pada paru

berupa PPOK.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan os tampak sakit sedang dengan

kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 96 x/menit,

pernapasan 26 x/menit, temperatur 36,9°C, JVP (5-2) cmH2O. Pada pemeriksaan

paru, inspeksi Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, barrel chest, dan

sela iga yang melebar, dengan perkusi dada didapatkan hipersonor pada lapangan

paru kanan dan kiri. Pada auskultasi, Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi

basah sedang (+) minimal pada basal paru, wheezing (-). Berdasarkan

pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis berupa penyakit paru obstruktif

kronis (PPOK).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb yang menurun,

leukosit dan laju endap darah yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda

infeksi serta kadar albumin yang rendah. Berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat dipikirkan kemungkinan

PPOK eksaserbasi akut dan pneumonia tipikal.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet NB TKTP tinggi albumin dan

medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH syrup, antibiotik, dan vitamin.

Prognosis dari PPOK tergantung dari penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan

yang dilakukan.

Page 38: 76137341 Case PPOK Dian Retti

38

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: 2006. p. 1-18.

2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.

Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

IPD FKUI, 2006. p. 984-5.

3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention.

USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989

4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of

Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial

online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116

5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.

6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen IPD FKUI, 2006. p. 105-8

7. Alsagaff, Hood, Mukti A.B. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya:Airlangga University Press. 2009

8. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.

Jakarta:EGC. 2006

9. Zul Dahlan. Pandangan Baru Pneumonia Atipik dan Terapinya. Cermin

Dunia Kedokteran No. 128, 2000