PPOK - Athena

34
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK I. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK ) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit paru. Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya. Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan aliran udara. II. Permasalahan di Indonesia PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. Data WHO menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan kanker (WHO,2002). Di negara Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 18 1

description

penyakit paru obstruksi kronik

Transcript of PPOK - Athena

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK I. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK ) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit paru. Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya. Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan aliran udara. II. Permasalahan di Indonesia PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. Data WHO menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan kanker (WHO,2002). Di negara Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 18 miliar US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dan biaya tak langsung sebesar 14 miliar US$, dengan jumlah pasien sebanyak 26 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal. Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5- 6,7%, seperti di Cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak 5,014 juta jiwa, dan Vietnam sebesar 2,068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok.III. Faktor Risiko 1. Asap rokok Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun, dan lamanya merokok (Indeks Brinkman). Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetik setiap individu. Perokok pasif dapat juga memberi konstribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK karena terjadi peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :a. Riwayat merokok Perokok aktif Perokok pasif Bekas perokokb. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman : Ringan : 0-199 Sedang : 200-599 Berat : >600Rumus : jumlah rata rata rokok yang dihisap sehari (batang) x lama merokok (tahun)2. Polusi udara Terbagi menjadi :a. Polusi di dalam ruangan Kayu, serbuk gergaji, batu bara, dan minyak tanah menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam ruangan. Kejadian polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan ventilasi kurang baik merupakan faktor terpenting timbulnya PPOK terutama pada perempuan di negara berkembang (case control studies). Bahan bakar biomass yang digunakan untuk memasak sehingga meningkatkan prevalens PPOK pada perempuan bukan perokok di Asia dan Afrika. Polusi di dalam ruangan diperkirakan akan membunuh 2 juta perempuan dan anak-anak setiap tahunnya (GOLD,2010).b. Polusi di luar ruangan Polusi di luar ruangan seperti polutan di atmosfer dalam waktu lama, lebih kecil prevalensinya dibandingkan dengan pajanan asap rokok.

3. Stres oksidatif Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen, oksidan endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxydativechalenge yang berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antar oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.

4. Riwayat infeksi saluran napas Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan eksaserbasi. Riwayat infeksi TB berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia lebih dari 40 tahun.

5. Sosial ekonomi Pajanan polusi didalam dan di luar ruangan, pemukiman yang padat merupakan faktor risiko PPOK, malnutrisi dan penurunan berat badan yang dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan massa otot dan kekuatan serabut otot juga merupakan faktor risiko.

6. Tumbuh kembang paru Studi menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.

7. AsmaOrang dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK, terutama bila diperberat oleh rokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi jalan nafas irreversible.

8. GenKekurangan alfa-1 antitrypsin, tetapi jarang di Indonesia.

IV. Patogenesis dan Patologi Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor risiko utama dari PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yangmelapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia inimengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukuskental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi danmenjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbulhiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukusyang kental dan adanya peradangan.(Antonio et all, 2007)Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karenaperubahan struktural padasaluran napas kecilyaitu : inflamasi,fibrosis,metaplasisel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas sepertipada gambar 1.Gambar 1. Patogenesis PPOK

(Sumber : Gold 2010)

Sel Inflamasi Pada PPOK1. Neutrofil : Meningkat dalam sputum perokok. Peningkatan neutrofil pada PPOK sesuai dengan beratnya penyakit. Berhubungan dengan hipersekresi dan pelepasan protease.2. Makrofag : banyak ditemukan di lumen saluran nafas, parenkim paru dan cairan bronchoalveolar lavage (BAL). Berasal dari monosit yang mengalami diferensiasi dijaringan paru. Makrofag meningkatkan mediator inflamasi dan protease sebagai respons terhadap asap rokok dan menunjukan fagositosis yang tidak sempurna.3. Limfosit T : sel CD4+ dan CD8+ meningkat pada dinding saluran nafas dan parenkim paru, dengan peningkatan CD8+ lebih besar dari CD4+. Peningkatan sel T CD8+ (Tcl) dan Thl yang mensekresikan interferon dan mengekspresikan resptor kemokin CXCR3, merupakan sel sitotoksik untuk sel-sel alveolar yang berkontribusi terhadap kerusakan alveolar.4. Limfosit B : meningkat dalam saluran nafas perifer dan folikel limfoid sebagai respons terhadap kolonisasi kuman dan infeksi saluran nafas.5. Eosinofil : meningkat didalam sputum dan saluran nafas pada selama eksaserbasi.6. Sel epitel : diaktifkan oleh asap rokok sehingga menghasilkan mediator inflamasi.Mediator Inflamasi Pada PPOK1. Faktor kemotaktik : Lipid mediator : misalnya, leukotriene B4 (LTB4) menarik neutrofil dan limfosit T. Kemokin : misalnya, interleukin-8 (IL-8) menarik neutrofil ddan monosit.2. Sitokin proinflamasi : misalnya tumor necrosis factor (TNF-), IL-1 dan IL-6 memperkuat proses inflamasi dan berkontribusi terhadap efek sistemik PPOK.3. Faktor pertumbuhan : misalnya, TGF- dapat menyebabkan fibrosis pada saluran nafas perifer.

Tabel 1.Patogenesis PPOK

(Sumber : PDPI,2010)

V. Diagnosis Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejalaringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisiK tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :A.Gambaran klinisa.Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badanlahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asaprokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b.Pemeriksaan Fisik PPOK dini umumnya tidak ada kelainanInspeksiPursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)Penggunaan otot bantu napasHipertropi otot bantu napasPelebaran sela igaBila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularisleher dan edema tungkaiPenampilan pink puffer ataublue bloater Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawahAuskultasi Suara napas vesikuler normal, atau melemah Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa Ekspirasi memanjang Bunyi jantung terdengar jauh

Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :Pink puffer :Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing Blue bloater :Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edematungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

Pursed - lips breathing :Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yangmemanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensiCO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

c. Pemeriksaan penunjanga.Pemeriksaan rutinFaal paruSpirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atauVEP1/KVP ( %). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75% VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakanAPE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahanVEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 mlUji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

Darah rutin Hb, Ht, leukosit

Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi Hiperlusen Ruang retrosternal melebar Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum /tear drop / eye dropappearance) Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b.Pemeriksaan khusus Faal paru Volume Residu (VR), Kapasitas Residu Fungsional (KRF), Kapasitas Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat Dlco menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabilitas Harian APE kurang dari 20 %

Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle) Jentera (treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecilPPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

Analisis gas darahTerutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Radiologi CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisemaatau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru

Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. Ekokardiografi Menilai fungsi jantung kanan

BakteriologiPemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.

Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan diIndonesia.

VI. Diagnosis BandingDiagnosis Banding PPOK adalah :AsmaSOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis)Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.PneumotoraksGagal jantung kronikPenyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,destroyed lung.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yangsering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harusditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.

Adapun karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 2

Tabel 2.Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

(Sumber : PDPI,2010)VII. Klasifikasi

Gold 2010

Derajat Klinis Faal paru

Gejala klinis (batuk, produksi sputum)Normal

Derajat I :PPOK Ringan Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurunVEP1/KVP < 70%VEP1 80% prediksi

Derajat II :PPOK SedangGejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannyaVEP1/ KVP 20% dan minimal 250 ml.

c.AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat eksaserbasi. Antibiotik yang digunakan :-Lini I : amoksisilinmakrolid-Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat Sefalosporin Kuinolon Makrolid baru

d.AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N -asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.f.Antitusif Diberikan dengan hati hati

Tabel 3.Penatalaksanaan PPOK

(Sumber : PDPI,2010)

4. Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yangmenyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan halyang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegahkerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.

a. Manfaat oksigen :- Mengurangi sesak - Memperbaiki aktivitas- Mengurangi hipertensi pulmonal- Mengurangi vasokonstriksi- Mengurangi hematokrit- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri- Meningkatkan kualitas hidup b. Indikasi-PaO2< 60mmHg atau Sat O2< 90%-PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2> 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lainMacam terapi oksigen :-Pemberian oksigen jangka panjang-Pemberian oksigen pada waktu aktivitas-Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak -Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napasTerapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapioksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengangagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberianoksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :-Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy= LTOT )-Pemberian oksigen pada waktu aktivitas-Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabilterutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameter digunakan analisis gas darahatau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas90%.

c. Alat bantu pemberian oksigen :-Nasal kanul-Sungkup venturi-Sungkup rebreathing -Sungkup nonrebreathing Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisianalisis gas darah pada waktu tersebut.5.Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napasakut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat beratdengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruangICU atau di rumah.. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :-Ventilasi mekanik dengan intubasi-Ventilasi mekanik tanpa intubasi- Ventilasi mekanik tanpa intubasiVentilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napaskronik dan dapat digunakan selama di rumah.Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation(NPV).

NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :-Volume control - Pressure control - Bilevel positive airway pressure (BiPAP)-Continous positive airway pressure (CPAP) NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT /Long Term Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :-Analisis gas darah-Kualitas dan kuantitas tidur -Kualitas hidup

b. Indikasi penggunaan NIPPV-Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulusrespirasi dan abdominal paradoksal-Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35-Frekuensi napas > 25 kali per menit NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.6. NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnyakebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karenahipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK karena berkolerasi denganderajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darahMalnutrisi dapat dievaluasi dengan :-Penurunan berat badan-Kadar albumin darah-Antropometri-Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)-Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akanmengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapatmengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus(nocturnal feedings)dengan pipanasogaster.Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia danhiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan proteindapat menyebabkan kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnyafungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi.Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :-Hipofosfatemi-Hiperkalemi-Hipokalsemi-HipomagnesemiGangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisidengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebihsering.7.Rehabilitasi PPOKTujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimalyang disertai :-Simptom pernapasan berat-Beberapa kali masuk ruang gawat darurat-Kualitas hidup yang menurunProgram dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.1.Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasioksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :-Peningkatan VO2 max-Perbaikan kapasitas kerja aerobik maupun anaerobik -Peningkatan cardiac output dan stroke volume-Peningkatan efisiensi distribusi darah-Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recoveryLatihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasana.Latihan untuk meningkatkan otot pernapasanb.Endurance exercise8. Terapi PembedahanBertujuan untuk :-Memperbaiki fungsi paru-Memperbaiki mekanik paru-Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi-Memperbaiki kualitas hidupOperasi paru yang dapat dilakukan yaitu :1.Bulektomi2.Bedah reduksi volume paru (BRVP) /lung volumereduction surgey(LVRS)3.Transplantasi paru

Tabel 4.Algoritma PPOK

(Sumber : PDPI,2010)

IX. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :1.Gagal napas-Gagal napas kronik -Gagal napas akut pada gagal napas kronik 2.Infeksi berulang3.Kor pulmonalGagal napas kronik :-Hasil analisis gas darah PO2< 60 mmHg dan PCO2> 60 mmHg, dan pH normal,penatalaksanaan :-Jaga keseimbangan PO2dan PCO2-Bronkodilator adekuat-Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur-Antioksidan-Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagalnapas kronik, ditandai oleh :-Sesak napas dengan atau tanpa sianosis-Sputum bertambah dan purulen-Demam-Kesadaran menurun-Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.Kor pulmonal :Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kananX. Pencegahan1.Mencegah terjadinya PPOK -Hindari asap rokok-Hindari polusi udara-Hindari infeksi saluran napas berulang2.Mencegah perburukan PPOK -Berhenti merokok-Gunakan obat-obatan adekuat-Mencegah eksaserbasi berulang

DAFTAR PUSTAKA1. PDPI 2011. Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK. Edisi Buku Lengkap, Juli 2011.2.Andika 2009. PPOK dan Nutrisi, PPOK dan Antibiotik, PPOK Eksaserbasi Akut. Tersedia di:hhtp:// www.andikacp.wordpress.com/2009/07/26/PPOK-eksaserbasi-akut3.Anonim 2008. Konsensus PPOK. Tersedia di: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok 4.Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management,and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19 Didapat dari :http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp5.BMJ. ABC of COPD.2006. [Cited] 17 Maret 2011. Didapat dari:http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full6.Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.7.Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011.InhaledCorticosteroids in Patients With Stable Chronic Obstructive PulmonaryDisease. Journal of American Medical Association, p. 2408-2416.8.Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat PenerbitanDepartemen IPD FKUI, p. 984-5.9.Wedzicha JA, 2011. Beonchodilator therapy for COPD. New EnglandJournal Medicine.

25