Porto Medik Ppok

30
Portofolio Kasus Medik PPOK EKSASERBASI AKUT Oleh : dr. Zulfahmi Pendamping : dr. Jun Almandri Y, M.Kes

description

u

Transcript of Porto Medik Ppok

Portofolio Kasus Medik

PPOK EKSASERBASI AKUT

Oleh :dr. Zulfahmi

Pendamping :dr. Jun Almandri Y, M.Kes

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIARSUD LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAMSUMATERA BARAT2013

Borang PortofolioNo. ID dan Nama Peserta: /dr. ZulfahmiNama Wahana: RSUD Lubuk BasungTopik: PPOK eksaserbasi akutTanggal (Kasus): 18 Oktober 2013Nama Pasien: Tn. AINo. RM: 129588Tanggal Presentasi: 8 November 2013Nama Pendamping: dr. Jun Almandri Y, M.KesTempat Presentasi: Ruang Komite Medik RSUD Lubuk BasungObyektif Presentasi: - Keilmuan - Diagnostik dan Manajemen - DewasaDeskripsi: Laki-laki, usia 58 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas yang meningkat sejak 1 hari yang laluTujuan: Mendiagnosis dan penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akutBahan Bacaan: KasusCara Membahas: Presentasi dan Diskusi

Data Pasien Nama: Tn. AI Jenis Kelamin: Laki-laki Umur: 58 tahun No. MR: 129588 Alamat: Cumate

Data Utama untuk Bahan Diskusi1. Gambaran Klinis: Sesak nafas yang meningkat sejak 1 hari yang lalu. Sesak sudah dirasakan pasien sejak 15 hari yang lalu, namun meningkat sejak malam sebelum masuk rumah sakit. Sesak terutama saat aktivitas, tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan. Sesak tidak berbunyi menciut. Sesak bertambah bila batuk. Riwayat tiba-tiba terbangun malam hari karena sesak tidak ada. Batuk-batuk lama (+), batuk hilang timbul, batuk berdahak. Sejak 1 minggu ini pasien merasakan batuk meningkat dan dahak bertambah. Dahak berwarna putih, batuk tidak berdarah. Demam tidak ada Mual dan muntah tidak ada Nafsu makan menurun Nyeri ulu hati tidak ada Nyeri dada tidak ada Pasien sudah dikenal menderita TB paru, saat ini dalam pengobatan bulan ke-4. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia remaja. Merokok 1 bungkus per hari.

2. Riwayat Pengobatan : pasien sedang dalam pengobatan TB bulan ke-4

3. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien sudah pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya dan dirawat di RSUD Lubuk Basung, terakhir 1 bulan yang lalu.

4. Riwayat Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

5. Riwayat Pekerjaan : tidak bekerja

Pemeriksaan Fisik :a. Vital Sign Keadaan umum: tampak sakit sedang Kesadaran: komposmentis kooperatif Tekanan Darah: 120/80 mmHg Nadi: 84 x/menit Nafas: 28 x/menit Suhu: 36,5o C Sianosis (-), edema (-), pucat (-)

b. Pemeriksaan sistemik Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, 3 mm / 3 mm, refleks cahaya +/+ normal. THT : Tidak ada kelainan. Leher : JVP 5 2 cmH2O, KGB tidak membesar Thoraks : Jantung I : iktus tak terlihatPa: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V Pe: batas jantung normalA: irama murni, teratur, bising (-) ParuI : normochest, simetris kiri = kanan, sela iga tidak melebarPa: fremitus kiri = kananPe: sonorA: vesikuler, ronki (+/+) minimal di kedua basal paru, wheezing (+/+), ekspirasi memanjang Abdomen : I : tidak membuncitPa: supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak terabaPe: timpaniA: bising usus (+) normal Ekstremitas : refleks fisiologis + / +, refleks patologis - / -, edema - / -, akral hangat

c. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (22 Oktober 2013) : Hb: 13,6 gr/dlLeukosit: 7850/mm3Trombosit: 291.000/mm3Ht: 45 % Foto thorax : corakan bronkovaskuler meningkat EKG : normal

DiagnosisPPOK eksaserbasi akut + TB paru dalam pengobatan

Penatalaksanaan O2 2 L/menit IVFD D5% + drip aminofilin 1 ampul 15 tetes/menit Nebu combivent setiap 6 jam Metylprednisolon 2 x ampul (2 x 62,5 mg) IV Ceftriaxone 1x2 gr IV Ranitidin 2x1 ampul IV Ambroxol syr 3 x C1 OAT lanjut Diet ML TKTP

Follow Up19 Oktober 2013S/Sesak (+) berkurangBatuk (+)O/Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: komposmentis kooperatifTekanan darah: 100/70 mmHgNadi: 88 x/menitNafas: 24 x/menitSuhu: 36o CKulit: sianosis (-)Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikLeher : JVP 5 2 cmH2O, KGB tidak membesarJantung : irama teratur, bising (-)Paru: vesikuler, ronki +/+ minimal di kedua basal paru, wheezing -/-, ekspirasi memanjangAbdomen : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) normalEkstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-A/PPOK eksaserbasi akut (perbaikan)TB paru dalam pengobatanTerapi: - O2 2 L/menit IVFD D5% + drip aminofilin 1 ampul 10 tetes/menit Nebu combivent setiap 8 jam Metylprednisolon 2 x ampul (2 x 62,5 mg) IV Ceftriaxone 1x2 gr IV Ranitidin 2x1 ampul IV Ambroxol syr 3 x C1 OAT lanjut Diet ML TKTP

21 Oktober 2013S/Sesak (+) berkurangBatuk (+)O/Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: komposmentis kooperatifTekanan darah: 120/80 mmHgNadi: 88 x/menitNafas: 24 x/menitSuhu: 36o CKulit: sianosis (-)Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikLeher : JVP 5 2 cmH2O, KGB tidak membesarJantung : irama teratur, bising (-)Paru: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-, ekspirasi memanjangAbdomen : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) normalEkstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-A/PPOK eksaserbasi akut (perbaikan)TB paru dalam pengobatanTerapi: - O2 2 L/menit IVFD D5% 10 tetes/menit Nebu combivent setiap 8 jam Dexamethasone 3x1 ampul IV Ceftriaxone 1x2 gr IV Ranitidin 2x1 ampul IV Ambroxol syr 3 x C1 OAT lanjut Diet ML TKTP

22 Oktober 2013S/Sesak (+) berkurangBatuk (+) berkurangO/Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: komposmentis kooperatifTekanan darah: 120/80 mmHgNadi: 76 x/menitNafas: 24 x/menitSuhu: 36o CKulit: sianosis (-)Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikLeher : JVP 5 2 cmH2O, KGB tidak membesarJantung : irama teratur, bising (-)Paru: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-, ekspirasi memanjangAbdomen : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) normalEkstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-A/PPOK eksaserbasi akut (perbaikan)TB paru dalam pengobatanTerapi: - O2 bila perlu IVFD D5% 10 tetes/menit Nebu combivent setiap 8 jam Dexamethasone 2x1 ampul IV Ceftriaxone 1x2 gr IV Ranitidin 2x1 ampul IV Ambroxol syr 3 x C1 OAT lanjut Diet ML TKTP

23 Oktober 2013S/Sesak (-)Batuk (+) berkurangO/Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: komposmentis kooperatifTekanan darah: 130/80 mmHgNadi: 90 x/menitNafas: 22 x/menitSuhu: 36o CKulit: sianosis (-)Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikLeher : JVP 5 2 cmH2O, KGB tidak membesarJantung : irama teratur, bising (-)Paru: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Abdomen : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) normalEkstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-A/PPOK eksaserbasi akut (perbaikan)TB paru dalam pengobatanP/Pasien diperbolehkan pulang dan kontrol ke poliklinik penyakit dalamObat pulang: - Aminofilin 3 x 150 mg Salbutamol 3 x 2 mg Ambroxol syr 3 x C1 B6 1x1 tab OAT lanjut

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio1. SubjektifDari anamnesis didapatkan pasien mengeluh sesak nafas yang meningkat sejak 1 hari yang lalu, sesak sudah dirasakan pasien sejak 15 hari yang lalu, sesak terutama saat aktivitas dan bertambah bila batuk. Pasien juga mengeluh batuk berdahak meningkat sejak 1 minggu ini, dahak berwarna putih. Pasien juga merasakan nafsu makan menurun. Pasien sudah dikenal menderita TB paru, saat ini dalam pengobatan bulan ke-4. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia remaja, merokok 1 bungkus per hari. Pasien sudah pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya dan dirawat di RSUD Lubuk Basung, terakhir 1 bulan yang lalu. Keluhan-keluhan pasien tersebut merupakan gambaran klinis yang mengarah kepada penyakit PPOK eksaserbasi akut.

2. ObjektifDari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 x/menit, nafas 28 x/menit, suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan normochest, simetris kiri dan kanan, sela iga tidak melebar, fremitus kiri sama dengan kanan, sonor, suara nafas vesikuler, ronki (+/+) minimal di kedua basal paru, wheezing (+/+), dan ekspirasi memanjang. Hal ini menunjukkan adanya tanda-tanda penyakit PPOK.Dari pemeriksaan penunjang yaitu foto toraks memperlihatkan gambaran corakan bronkovaskuler yang meningkat, yang menunjukkan kesan suatu penyakit bronkitis kronis. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan diagnosis kerja pasien adalah PPOK eksaserbasi akut dengan TB paru dalam pengobatan.

3. AssesmentDefinisiPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

EpidemiologiDi Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada aktivitas, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT).

Faktor RisikoFaktor yang berperan dalam pathogenesis ppok adalah sebagai berikut.1. Kebiasaan merokok, merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :a) Riwayat merokok- Perokok aktif- Perokok pasif- Bekas perokokb) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :- Ringan : 0-200- Sedang : 200-600- Berat : >6002. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja3. Hipereaktivitas bronkus4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

PatofisiologiObstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos.Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.Konsep patogenesis PPOK

Perbedaan patogenesis asma dan PPOKDiagnosisa. AnamnesisGejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada anamnesis biasanya didapatkan: Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisik Inspeksi Pursed - lips breathing, adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertrofi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai Penampilan pink puffer (gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing) atau blue bloater (gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer) PalpasiPada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh

c. Pemeriksaan penunjang1. Faal paru SpirometriObstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 dan/atau VEP1/KVP. Obstruksi dinyatakan jika VEP1 < 80% prediksi dan/atau VEP1/KVP < 70%. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Uji bronkodilatorSetelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 yaitu < 20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.2. Darah rutin. Timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik.3. RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan jantung menggantung (jantung pendulum). Pada bronkitis kronik pada umumnya normal. Corakan bronkovaskuler meningkat pada 21 % kasus.4. Elektrokardiografi, untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh hipertrofi ventrikel kanan.5. Kadar alfa-1 antitripsin, rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.PPOK dinyatakan secara klinis apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau lebih tua.

Klasifikasi/derajat PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease (GOLD) 2005 dibagi menjadi 3 derajat yaitu:DerajatGejala KlinisSpirometri

Ringan dengan atau tanpa batuk dengan atau tanpa produksi sputum sesak napas saat aktivitas berat VEP1 > 80% prediksi VEP1/KVP < 70%

Sedang dengan atau tanpa batuk dengan atau tanpa produksi sputum sesak napas saat aktivitas sedang VEP1 30-80% prediksi VEP1/KVP < 70%

Berat sesak napas saat aktivitas ringan dan istirahat disertai komplikasi kor pulmonal atau gagal jantung kanan VEP1 < 30% prediksi VEP1/KVP < 70%

Diagnosis BandingDalam menegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan penyakit lain seperti asma, SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis) dan gagal jantung kronik. SOPT adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.

Perbedaan asma, PPOK dan SOPT

PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan pada pasien PPOK adalah : Mengurangi gejala Mencegah eksaserbasi berulang Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualitas hidup penderitaPenatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1. EdukasiEdukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah Pengetahuan dasar tentang PPOK Obat - obatan, manfaat, cara penggunaan, dan efek sampingnya Cara pencegahan perburukan penyakit Menghindari pencetus (berhenti merokok) Penyesuaian aktivitas Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

2. Obat - obatana. BronkodilatorBronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam-macam bronkodilator : Golongan antikolinergik, digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali per hari). Golongan agonis beta-2. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2. Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Golongan xantin, dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.b. AntiinflamasiAntiinflamasi digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. c. AntibiotikaAntibiotik diberikan bila terdapat infeksi. Dalam perawatan di rumah sakit pilihan antibiotik yang digunakan seperti amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin generasi II & III injeksi, dan kuinolon per oral.d. AntioksidanAntioksidan dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutine. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

3. Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas.

PPOK Eksaserbasi AkutEksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi berupa : Sesak bertambah Produksi sputum meningkat Perubahan warna sputumEksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :a. Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atasb. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atasc. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% atau frekuensi nadi > 20%Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan di rumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara : Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur Menambahkan mukolitik Menambahkan ekspektoranBila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :1. Diagnosis beratnya eksaerbasi dengan menilai derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal, kesadaran, dan tanda vital2. Terapi oksigen adekuatPada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.3. Pemberian obat-obatan yang maksimala. AntibiotikPemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.b. BronkodilatorBila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Golongan xantin diberikan bersama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.c. KortikosteroidTidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.

KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :1. Gagal napas, ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam, dan penurunan kesadaran.2. Infeksi berulang. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuknya koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.3. Kor pulmonal, ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.

4. PlanDiagnosis : PPOK eksaserbasi akut TB paru dalam pengobatam

Pengobatan :Tatalaksana awal pada pasien ini adalah perbaikan keadaan umum yaitu terapi oksigen 2 L/menit untuk mengurangi sesak dan mempertahankan oksigenasi seluler. Obat-obatan yang diberikan pada pasien terutama adalah kombinasi 2 macam bronkodilator yaitu drip aminofilin 1 ampul dalam 500 cc IVFD D5% 15 tetes/menit dan nebulizer combivent tiap 6 jam, injeksi metylprednisolon 2 x ampul (2 x 62,5 mg) untuk menekan inflamasi yang terjadi, antibiotik berupa injeksi ceftriaxone 1x2 gram, dan ambroxol 3xC1 untuk mengencerkan dahak. Obat antituberkulosis yang sedang dikonsumsi pasien dilanjutkan.Pada hari rawatan kedua, keadaan umum pasien membaik, sesak dirasakan berkurang. Dari gambaran klinis dan pemeriksaan fisik didapatkan adanya perbaikan. Nebulizer combivent yang diberikan pada pasien dikurangi menjadi tiap 8 jam sedangkan terapi lain dilanjutkan. Pada hari rawatan keempat, keadaan klinis pasien membaik. Pemberian drip aminofilin dihentikan sementara, injeksi methylprednisolon diganti dengan injeksi dexamethasone 3x1 ampul, terapi lain dilanjutkan. Pada hari rawatan kelima keadaan klinis pasien semakin membaik. Oksigen pada pasien dilepas, injeksi dexamethasone dikurangi menjadi 2x1 ampul, terapi lain dilanjutkan.Pada hari rawatan keenam pasien diperbolehkan pulang dan dianjurkan untuk kontrol penyakitnya ke poliklinik penyakit dalam.

PendidikanKepada pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai penyakit ini, bahwa penyakit yang diderita pasien bersifat kronik dan irreversible. Pasien diedukasi untuk mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok karena dapat memperburuk kondisi penyakitnya. Selain itu dijelaskan juga kepada pasien untuk melakukan penyesuaian aktifitas yang cocok dengan kondisi penyakitnya, pengetahuan mengenai obat-obatan, manfaat, cara penggunaan, dan efek sampingnya, serta penilaian dini akan kemungkinan kekambuhan penyakit dan pengelolaannya.

KonsultasiDilakukan konsultasi kepada spesialis penyakit dalam untuk penangan pasien selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.2. Riyanto BS, Hisyam B. 2007. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI. Hal 978-87.3. Pauwels R. 2003. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.