Por to Folio Sindrom Koroner Akut

download Por to Folio Sindrom Koroner Akut

of 19

Transcript of Por to Folio Sindrom Koroner Akut

PORTOFOLIO KASUS II

SINDROM KORONER AKUT

Disusun oleh : dr. Wendhy Pramana (dokter Internship RSUD Ungaran)

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN 20111

Topik Kasus Tanggal Kasus Tanggal Diskusi Tempat Diskusi Objektif Deskripsi

Tujuan

Bahan Bahasan Cara Membahas

: Kegawatdaruratan : STEMI : 10 April 2011 : 30 April 2011 : RSUD Ungaran : Tata Laksana : Seorang laki-laki, 50 tahun, dengan keluhan utama nyeri ulu hati seperti tertindih beban berat, gambaran EKG berupa STEMI bagian inferior : - Mampu melakukan tindakan pertolongan pertama pada kasus infark miokardium akut - Mampu melakukan pertimbangan terhadap pilihan terapi reperfusi pada pasien STEMI : Tinjauan Pustaka dan Kasus : Diskusi

KASUS1. IDENTITAS y Nama y No. RM y Umur y Jenis Kelamin y Tgl masuk : Tn. W : 162732 : 50 th : Laki-laki : 10 April 2011

2. ANAMNESIS A. Keluhan Utama : nyeri dada B. Riwayat Penyakit Sekarang : 5JSMRS, Os mulai mengeluhkan nyeri dada di bagian ulu hati. Nyeri dirasakan seperti ditindih, sehingga Os menjadi merasa sulit bernafas. Nyeri dirasakan lebih dari 20 menit. Nyeri menjalar hingga ke pundak bagian kiri. Nyeri mulai dirasakan setelah Os melakukan aktivitas. Os juga merasakan mual, namun tidak sampai muntah. Os kemudian meminta dikerik. Tidak ada obat-obatan yang diminum. Nyeri kemudian mereda sendiri setelah Os beristirahat. 1JSMRS, Os kembali merasa nyei dada yang lebih berat dari sebelumnya. Nyeri dirasakan setelah mandi. Mual kembali dirasakan pasien. Keringat juga banyak keluar dari tubuh pasien. Nyeri tidak mereda meskipun Os beristirahat.

2

Os mengatakan bahwa malam hari sebelumnya, Os minum Alkohol dalam jumlah banyak hingga mabuk. Sebelumnya Os mempunyai kebiasaan minum alkohol, minimal seminggu sekali. Os juga memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus tiap 2 hari. C. Riwayat Penyakit Dahulu : Penyakit serupa (-), Penyakit Jantung (-), Keracunan Alkohol (+), Hipertensi (tidak tahu) D. Riwayat Penyakit Keluarga : Penyakit Jantung (-), Tekanan darah tinggi (+) 3. PEMERIKSAAN FISIK A. Kondisi Umum : Compos Mentis, pasien tampak kesakitan, status gizi tampak cukup B. Status Vital : TD : 140/80 mmHg, posisi semi-fowler Nadi : 56 x/menit, regular, isi dan tekanan cukup RR : 28x/menit, reguler Suhu : 37,1C, suhu axilla C. Kepala : c.a (-), s.i (-) D. Leher : lnn ttb, JVP tak meningkat E. Thorak : P/ simetris, sonor di semua lapang, vesikuler +/+, ST -/J/ IC pada SIC V LMCS, HR 56x/menit, konfigurasi dbn, S1-2 normal, bising (-) F. Abdomen : Kontur DP>DD, BU (+) normal, tympani (+), H/L ttb, NT (-) G. Ekstremitas : akral dingin, diaphoresis (+) 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. GDS : 108 mg/dL B. EKG : sinus, HR 56x/menit, ST elevasi pada Lead II, III, aVF C. Darah rutin : Hb : 12,7 g/dL Hct : 38,6% AL : 10,4 AT : 177 D. Kimia darah : Total kolesterol : 168 Trigliseride : 259 (>>) SGOT : 129 (>>) SGPT : 23 Asam urat : 5,81 Ureum : 34 Creatinin : 0,66

3

5. DIAGNOSIS STEMI Inferior (Onset 6 jam, Killip I) 6. PENATALAKSANAAN - O2 4 lpm nasal kanul - Inf. Ringer Asetat 20 tpm - Inj. Ranitidin 1A/12jam - ISDN 3 x 1 tab - Aspirin 2 x 80mg - Diazepam 1 x 2mg - Sucralfat Syrup 3 x CI - Inj. Arixtra 1A / 24 jam

6. EDUKASI - Tirah baring total - Hindari mengejan selama perawatan di RS - Hentikan kebiasaan merokok - Hentikan kebiasaan mengkonsumsi alkohol - Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter - Diet Jantung sesuai AHAy y y y

Asupan lemak maksimal < 25-35% total kalori/hari Asupan lemak jenuh maksimal < 7% dari total kalori Asupan cholesterol < 200mg/hari Asupan garam maksimal 2400mg/hari

- Hindari Stres

4

7. EKG

5

MANAJEMEN PADA PASIEN DENGAN SINDROM KORONER AKUTPenanganan terhadap adanya suatu kumpulan gejala penyakit jantung koroner, harus dilakukan secara cepat dan tepat. Data Epidemiologis menunjukkan bahwa 40% kematian akibat SKA terjadi sebelum seorang pasien SKA mencapai rumah sakit. Data lain menunjukkan bahwa 250.000 kematian terjadi dalam 1 jam setelah onset, sebelum terapi dimulai, dan sebanyak 12% yang datang dengan angina tak stabil, akan berkembang menjadi infark myocard dalam 2 minggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa penangan awal akan sangat menentukan prognosis pasien dengan sindrom koroner akut (SKA). Untuk itu, sebelum masuk ke tahap penangan, kita perlu lebih dahulu memahami cara mendiagnosis suatu SKA. A. Tanda dan Gejala Berikut merupakan gejala yang mengarah pada SKA: 1. Nyeri dada bagian tengah atau kiri, seperti ditekan, diremas, dibakar, terasa penuh yang terjadi dalam beberapa menit 2. Nyeri tersebut dapat menjalar ke dagu, leher, bahu, punggung, atau kedua lengan 3. Dapat disertai rasa mual, sempoyongan, berkeringat, berdebar-debar atau pun sesak nafas Hasil dari pemeriksaan fisik pasien dengan SKA dapat normal. Namun dapat pula ditemukan berbagai tanda berikut : 1. Hipotensi, menunjukkan disfungsi ventrikuler 2. Hipertensi, menunjukkan adanya respon katekolamin 3. Diaphoresis, menunjukkan adanya respon katekolamin 4. Edema, peningkatan tekanan vena jugularis, yang menunjukkan adanya gagal jantung 5. Hipoksemia Perlu diingat bahwa kita harus dapat melakukan kajian ananmnesis, pemeriksaan fisik, EKG 12-sadapan dalam 10 menit pertama sejak pasien tiba di UGD. Kemudian, apa saja yang harus segera kita lakukan di UGD, akan dijelaskan dalam bahasan berikutnya. B. Penangan di ruang UGD Penilaian harus dilakukan dalam 10 menit pertama sejak pasien tiba di UGD, penilaian yang dilakukan meliputi : 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik : tanda vital, tanda gagal jantung, dsb

6

3. Kaji EKG 12-sadapan, dan Saturasi oksigen 4. Pasang jalur IV 5. Tentukan tindakan reperfusi dini dan perhatikan kontraindikasinya (kontraindikasi tnrombolisis) 6. Pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah Sembari melakukan berbagai kajian di atas, kita dapat memulai memberikan penganan awal terhadap SKA, yakni : 1. Oksigen Lebih dari 70% pasien SKA disertai hipoksemia. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian oksigen akan mengurangi ST elevasi, hal ini dimungkinkan karena akan mengurangi kerusakan otot jantung melalui mekanisme peningkatan suplai oksigen 2. Nitrogliserin Di Indonesia, dapat dijumpai ISDN (Isosorbit Dinitrat) sublingual yang diberikan 5mg/3-5 menit, dengan maksimal 3x pemberian. Nitrat mempunyai dua efek utama. Pertama, Nitrat bereperan sebagai venodilator, sehingga akan menyebabkan pooling darah, yang selanjutnya akan menurunkan venous return (preload), sehingga kerja jantung akan berkurang. Selain itu, Nitrat juga akan merelaksasikan otot polos pembuluh koroner, sehingga suplai oksigen pada jantung akan ditingkatkan. Sehinga kedua hal di atas akan memberikan efek perlindungan pada jantung dan sekaligus mengurangi gejala angina. Karena nitrat merupakan venodilator, maka penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati pada pasien dengan infark ventrikel kanan dan inferior. Tidak boleh diberikan pada pasien dengan TD 90mmHG atau 30mmHg lebih rendah dari pemeriksaan TD awal (jika dilakukan). 3. Morfin Dapat diberikan secara intravena dengan dosis 2-4mg. Diberikan jika nyeri tidak berkurang dengan ISDN. Efek analgesia akan menurunkan aktivasi SSP dalam melepaskan katekolamin, sehingga akan menurunkan konsumsi oksigen oleh sel otot jantung. Selain itu, morfin juga memiliki efek venodilator yang akan menurunkan beban ventrikel kiri (preload). Terakhir, morfin juga akan menurunkan tahanan vaskular sistemik, sehingga dapat menurunkan afterload. 4. Apirin Dosis Aspirin yang digunakan adalah 160-325mg, dengan dosis pemeliharaan 75-162 mg/hari Tablet kunyah aspirin memiliki efek antiagregasi platelet yang ireversibel. Apirin bekerja dengan cara menghambat enzim cyclooksigenase yang selanjutnya akan berefek pada penurunan kadar thromboxan A2, yang merupakan activator

7

platelet. Selain itu, Apirin juga memiliki efek penstabil plak. Berdasarkan penelitian, pemberian Aspirin akan menurunkan angka mortalitas pasien dengan STEMI. Untuk mempermudah kita dalam mengingat penanganan pengobatan awal terhadap SKA, maka sebagai bantuan, terdapat singkatan ON iMA (OksigenNitrat-Morfin-Aspirin) atau MONA (Morfin-Oksigen-Nitrat-Aspilet). 5. Heparin Heparin akan dijelaskan pada bab tersendiri Pada tahap selanjutnya, kita akan melakukan tindakan berdasar hasil kajian EKG 12-sadapan. C. Manajemen pasien dengan STEMI STEMI ditandai dengan adanya peningkatan (elevasi) segmen ST > 1mm (0,1mV) pada minimal 2 sadapan ekstremitas atau prekordial yang bersebelahan, atau adanya LBBB baru atau diduga baru. Apabila onset < 12 jam, maka lakukan tindakan reperfusi dini dengan metode thrombolisis (fibrinolisis), atau dengan tindakan invasif berupa PCI (Percutaneus Coronary Intervention) Primer. 1. Tentukan onset serangan Apakah onset < 12 jam atau lebih. Bedasar penelitian, tindakan reperfusi < 6 jam sejak onset sangat bermanfaat, apabila 6-12 jam sejak onset masih bermanfaat, namun apabila > 12 jam sejak onset, maka tindakan reperfusi awal tidak bermanfaat. 2. Tindakan yang sebaiknya dipilih (Fibrinolisis / PCI ?) Terlebih dahulu kita sadari di mana kita bekerja, apakah RS tempat kita bekerja memiliki fasilitas terapi reperfusi invasif atau tidak, dan apabila tidak, kita tentukan berapa waktu yang kita butuhkan untuk pasien dapat sampai ke RS rujukan yang terdapat terapi PCI. - Apabila memilih PCI, kontak door-balloon sebaiknya < 90 menit. Artinya adalah bahwa sejak pasien tiba di UGD hingga pemasangan balon PCI, sebaiknya dilakukan dalam waktu < 90 menit. Ketentuan ini oleh AHA (American Heart Association) didasarkan pada angka survival rate pasien dalam 30 hari paska-PCI, di mana pada pasien yang menjalani PCI dalam waktu < 60 menit sejak tiba di UGD, dibanding dengan yang menjalani PCI dalam waktu > 90 menit, angka survival rate-nya yakni 1% berbanding 6,4%. - Apabila waktu tersebut dirasa tidak memungkinkan, dapat dipilih terapi fibrinolisis dengan target door-needle < 30 menit. 3. Lakukan penilaian derajat risiko pasien STEMI tersebut Penilaian dapat dilakukan dengan klasifikasi Kilip : - Klip I : tidak ada tanda gagal jantung8

: pasien dengan ronkhi basah basal, S3 gallop, atau peningkatan tekanan vena jugularis - Kilip III : dengan tanda edema paru akut yang nyata - Kilip IV : dengan tanda syok( TD < 90mmHg) Pada pasien dengan Kilip 3, pilih terapi invasif PCI. 4. Periksa ada tidaknya kontraindikasi dilakukan Fibrinolisis pada pasien Berikut kontraindikasi absolut terapi fibrinolisis - Perdarahan intrakranial - Riwayat stroke iskemik < 3 bulan - Tumor intrakranial - Cedera kepala tertutup atau cedera wajah < 3 bulan - Malformasi struktur vaskular otak - Diseksi aorta - Gangguan sistem pembekuan darah atau adanya perdarahan internal aktif Kontraindikasi relatif-nya yakni: - TD > 180/110 mmHg - Riwayat stroke iskemik > 3 bula, demensia - Operasi besar < 3 bulan - Perdarahan internal < 4 minggu - Pernah mendapat streptokinase - Hamil - Ulkus peptikum aktif - Sedang menggunakan antikoagulan dengan hasil INR tinggi Perbandingan antara PCI dengan Fibrinolisis Berdasarkan hasil penelitian, terapi reperfusi dengan teknik infasif PCI lebih menguntungkan daripada dengan non-infasif thrombolisis. Hal ini didukung dengan suatu studi meta-analisis yang dilakukan oleh Lancet (2003), yang melibatkan 7739 pasien unuk membandingkan outcome antara terapi PCI-primer dengan terapi fibrinolisis. Dari penelitian didapatkan bahwa, angka mortalitas setelah terapi tersebut, yakni 7% berbanding 9%. Juga terdapat perbedaan pada angka kejadian reinfark, yakni 3% berbanding 7%, dan angka kejadian stroke, yakni 1% berbanding 2%. Percutaneus Coronary Intervention (PCI) Disebut juga tindakan intervensi koroner perkutan, yaitu suatu teknik untuk menghilangkan thrombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit, dengan menggunakan kateter balon, yang diikuti pemasangan stent.

-

Kilip II

9

Terdapat dua jenis PCI, yakni PCI primer dan PCI elektif. PCI primer merupakan tindakan emergensi yang dilakukan saat terjadinya serangan jantung (onset 18mmHg Berdasarkan panduan dari AHA, revaskularisasi dini, baik PCI maupun CABG, direkomendasikan pada pasien < 75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB baru yang mengalami syok, kecuali jika pasien menolak (Rekomendasi kelas 1). Terapi fibrinolisis sebaiknya juga diberikan jika tidak terdapat fasilitas di atas, dan jika tidak terdapat kontraindikasi fibrinolisis (Rekomendasi kelas 1). Berikut merupakan panduan tata laksana pasien infark miokardium yang dicurigai disertai syok cardiogenik:

16

Gambar 4. Panduan tatalaksana hipotensi pada pasien dengan infark I. Kajian antara teori dan kasus Pada kasus di atas, nyeri yang dirasakan pasien dapat dimasukkan ke dalam nyeri khas kardial berdasar ciri-ciri yang disampaikan oleh pasien pada saat anamnesis Penegakkan diagnosis SKA pada kasus tersebut didasarkan adanya angina, dan hasil EKG yang abnormal berupa elevasi segmen ST Penanganan pertama pada pasien ini telah sesuai, yakni ONIMA. Morfin tidak diberikan karena nyeri dada pada pasien sudah mereda dengan pemberian ISDN sublingual. Hal ini sesuai dengan panduan AHA. Karena onset serangan pada pasien ini masih kurang dari 6 jam, maka sebaiknya pasien disarankan untuk melakukan terapi reperfusi dini berupa terapi fibrinolisis ataupun PCI. Namun hal tersebut juga sebaiknya sudah dipikirkan sejak pasien tiba di UGD, mengingat door to needle sebaiknya < 30 menit, dan door to balloon < 90 menit. Pemberian terapi tambahan telah dilakukan pada pasien ini, seperti pemberian heparin subkutan.

17

J. Referensi Antman, E.M.,et al.2008.ACC/AHA Guideline for the Management of Patient With ST-Elevation Myocardial Infarction.Circulation.117:296-329 Coven, L.D.2011.Acute Coronary Syndrome.Medscape Reference. Hirsh, J.,et al.2011.Heparin and Low-Molecular-Weight-Heparin Mechanism of Action, Pharmacokinetics, Dosing, Monitoring, Efficacy, and Safety. Chest Journal. American College of Chest Physician. Hochman,S.J.2003.Cardiogenic Shock Complicating Infarction. Circulation.107:2998-3002 Acute Myocardial

Lu, Z.,2009.Effect of Simvastatin on the Atherosclerotic Plaque Stability and the Angiogenesis in the Atheroslerotic Plaque of Rabbits.Chinese Science Bulletin Morucci, M., et al.2006.Door to Balloon Time in Primary Percutaneous Coronary Intervention.Circulation.113:1048-1050 Santoso, K., et al.2010. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life Support) Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, Jakarta.

18

Nyeri Dada Kardial

Penilaian dalam 10 menit : 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik & SaO 2 3. EKG 12-sadapan 4. Akses IV 5. Tentukan tindakan reperfusi dini 6.Periksa cardiac marker, pembekuan

Pengobatan pertama : ONIMA O : Oksigen 4 lpm Ni : ISDN sublingual 5mg/5menit, max 3x pemberian M : Morfin 2 -4mg i.v A : Aspirin 160 -325 mg tab kunyah

Nilai EKG 12-sadapan

STEMI Elevasi ST, LBBB baru

NSTEMI Depresi ST atau inverse T

Tidak ada perubahan ST segemen, dan T

Mulai terapi tambahan - -blocker - Clopidogrel - ACE-I -Heparin Sembari memikirkan rencana REPERFUSI AWAL>12 jam

Mulai terapi tambahan - -blocker - Clopidogrel - Heparin -ACE-I

Ya Kriteria UAP Tidak EKG serial, Cardiac marker serial

Nilai status risiko Onset serangan ?< 12 jam

Ya Pilih cara Reperfusi Risiko tinggi - Nyeri dada iskemik berulang - Deviasi ST berulang - Ventrikel Takikardi - Hemodinamik tidak stabil - Adanya gagal pompaYa Tidak

Terjadi perubahan atau termasuk dalam risiko tinggi

Tidak

Fibrinolisis Door to needle < 30 menit

PCI primer Door to baloon < 90 menit

Boleh Pulang dengan follow-up

Kontraindikasi

Revaskularisasi

Konservatif

PCI

CABG

Lanjutkan terapi tambahan dan : - HMG Co-a reductase- Inhib

19