Politik & HAM Papua Target Pertama DINAMIKA Klarifi kasi ... filesional Kementerian Hukum dan HAM...

1
BADAN Pengawas Mahkamah Agung (MA) meminta kete- rangan dari politikus PDIP Panda Nababan terkait dengan dugaan tindakan tidak profesional oleh lima hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Kami diperiksa tiga hakim senior, yaitu Ibu Purnamawati, Effendi Murat, dan Ahmad Yunus atas laporan saya pada 21 Okto- ber untuk dimintai klarikasi,” kata Panda seusai pemeriksaan di Gedung MA di Jakarta, ke- marin. Panda mengungkapkan, ada 21 pertanyaan mengenai aspek teknis yang diajukan badan pe- ngawas. “Dalam pemeriksaan itu me- nanyakan, apakah hakim tersebut melakukan perbuatan tercela dan tidak pantas, serta melanggar hukum acara,” jelasnya. Selain itu, sambungnya, Badan Pengawas MA juga menanyakan apakah ada manipulasi fakta saat persidangan Dudhie Makmun Murod yang menjadi terdakwa dalam kasus cek pelawat saat pemilihan Deputi Gubernur Se- nior Bank Indonesia (BI) pada 2004. “Ditanya, adakah manipulasi persidangan, dari tidak ada dibikin ada dan lebih memercayai keterangan terdakwa dan meng- abaikan keterangan saya. Peme- riksaan ini sangat teliti. Mereka melakukan pemeriksaan terkait laporan manipulasi fakta persi- dangan,” ujar Panda. Pada 21 Oktober, Panda mela- porkan lima hakim Pengadilan Tipikor, yaitu Nani Indrawati, Herdi Agustin, Achmad Linoh, Slamet Subagio, dan Soaldi. Panda juga telah melaporkan kelima hakim itu ke Komisi Yu- disial pada 13 Oktober dan ke Komisi Nasional Hak Asasi Ma- nusia pada 15 Oktober. Panda menjelaskan pengaduan itu karena terdapat ketidaksera- sian antara kesaksian dan pu- tusan. Sebab, menurut dia, dalam pu- tusan dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod itu menyebut dirinya menerima cek senilai Rp500 juta. Padahal, saat ia bersaksi dalam persidangan, majelis hakim tidak pernah menanyakan persoalan itu secara langsung. “Enggak pernah menanyakan cek Panda Nababan, tidak pernah lihat barang bukti. Fatal, peng- adilan hanya menduga-duga,” tambahnya. Untuk itu, ia melaporkan keli- ma hakim tipikor itu ke MA agar Pengadilan Tipikor tidak melaku- kan tindakan tidak profesional dan menjadi diktator. Pengacara Panda Nababan, Patra M Zein menyatakan pu- tusan hakim itu telah merugikan kliennya. Hakim Pengadilan Tipikor menyalahi hukum acara pidana. “Itu unprofessional conduct. Da- lam keseluruhan kesaksian, klien saya tidak dikonfirmasi secara langsung, tapi tiba-tiba muncul di putusan,” tegasnya. Patra mengaku merasa puas dengan pemeriksaan ini. Menu- rutnya, MA telah bertindak cepat menindaklanjuti pemeriksaan terhadap laporan dugaan ma- nipulasi fakta persidangan Peng- adilan Tipikor. Dalam kasus cek pelawat itu, Pengadilan Tipikor telah mem- vonis empat mantan anggota DPR periode 1999-2004, yakni Dudhie Makmun Murod, Hamka Yandhu, Endin Soe- hara, dan Udju Djuhaeri. Se- lain mereka, KPK telah men- jadikan 26 anggota DPR pe- riode 1999-2004 sebagai ter- sangka. (AO/P-1) 4 | Politik & HAM JUMAT, 29 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Panda Nababan Politikus PDIP Enggak pernah menanyakan cek Panda Nababan, tidak pernah lihat barang bukti.” Badan Pengawas MA Minta Penjelasan Panda Nababan MI/M IRFAN BANYAKNYA kepala daerah yang terjerat kasus korupsi membuat pemerintah harus menerbitkan aturan yang mem- perketat aturan saat kampa- nye. Pasalnya, pengembalian biaya kampanye yang mencapai mi- liaran rupiah sering menjadi motif pertama kepala daerah untuk korupsi. Dalam draf revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang akan segera dise- rahkan pemerintah ke DPR, Kementerian Dalam Negeri mengumpulkan sedikitnya 22 isu utama yang menjadi materi perubahan. Salah satunya adalah soal pengaturan yang lebih ketat ter- hadap dana kampanye yang di- keluarkan calon kepala daerah. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, beberapa waktu lalu, mencontohkan salah satu bupati di Jawa Tengah yang rela mengeluarkan puluhan mi- liar rupiah demi kemenangan pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada). Hal itu diperkuat pengakuan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari yang dalam kampa- nye pemilu kada lalu mengha- biskan uang Rp5 miliar-10 mi- liar. “Paling besar dana itu untuk tim sukses, pembuatan banner, dan iklan,” ucap Rita saat mengi- kuti orientasi kepala daerah di Badan Diklat Kementerian Da- lam Negeri, beberapa waktu lalu. Dengan pengeluaran yang terhitung besar jika dibanding- kan dengan gaji kepala daerah yang hanya Rp6,7 juta itu, masuk akal bila Badan Peme- riksa Keuangan (BPK) banyak menemukan indikasi penyele- wengan APBD saat evaluasi. Melihat keadaan seperti itu, Gamawan mengaku tak habis pikir ada kandidat kepala daerah yang menggelontorkan uang demi kursi kepala daerah. Cegah Korupsi, Aturan Dana Kampanye Diperketat Usulan RUU cuma Modal Judul BANYAK rancangan undang-undang (RUU) baru sekadar judul, tanpa rancangan yang jelas. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak RUU sampai sekarang terkatung- katung. “Kalau boleh dikatakan baru sekadar judul, tapi rancangannya sendiri belum siap,” kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Na- sional Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin. Kondisi itulah yang menurutnya menyebabkan penumpukan RUU. Hingga saat ini, DPR baru menyelesaikan pembahasan 14 dari 70 RUU yang ditargetkan selesai tahun ini. “Dari pemerintah sendiri juga banyak yang RUU-nya belum siap.” Semestinya, kata Wicipto, RUU yang masuk program legislasi nasional (prolegnas) disertai dengan rancangannya. “Tapi, selama ini, RUU-RUU yang ada di prolegnas hanya daftar keinginan,” pungkasnya. (Ide/P-4) MK Bentuk Tim Pemburu Mafia Kasus KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membentuk tim khusus untuk membongkar maa perkara di MK. Tim ini diberi waktu satu bulan. “Diharapkan, tugas tersebut dapat selesai pada akhir November 2010,” ucap Mahfud di Jakarta kemarin. Sebagai ketua tim, Mahfud menunjuk pengamat hukum tata negara Rey Harun menjadi ketua tim, yang dibantu dua anggota tim dari internal MK. Pembentukan tim ini sebagai respons atas pernyataan Rey tentang betapa mahalnya beperkara di MK. Rey memaparkan telah menemukan sejumlah indikasi make- lar kasus di MK. Indikasi itu antara lain saat Rey berkunjung ke Papua. Dalam kunjungan tersebut, salah seorang calon gubernur yang beperkara di MK mengaku tak dapat memenuhi permintaan salah satu hakim MK untuk menyediakan uang Rp1 miliar. Indikasi kedua dikemukakan Rey, berdasarkan keluhan salah satu calon gubernur yang tengah berperkara di MK. Calon gu- bernur itu mengaku tak dapat memenuhi permintaan salah satu hakim MK untuk menyediakan uang Rp1 miliar. “Ini bagus kalau dibuktikan agar semua menjadi jelas. Sekarang tinggal dibuktikan, siapa pelakunya yang dari MK,” tegas Mah- fud. (AO/P-4) Belanja Senjata Terus Dibahas KOMISI I DPR mengagendakan kelanjutan pembahasan belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) pada 1 November men- datang. Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Mahfud Siddieq kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin. “Kita menung- gu pihak Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI menetapkan perincian program berdasarkan rencana strategis. Panja memang ada masukan dan sedang diolah kembali,” kata Mahfud. Menteri Keuangan Agus Martowardojo baru menyanggupi Rp2 triliun dari Rp11 triliun yang dibutuhkan. Itu membuat mabes angkatan harus merumuskan ulang prioritas pembelian sistem persenjataan sebelum dilampirkan dalam APBN 2011. Untuk menyiasati desit anggaran, Ketua Panja Alutsista Tb Hasanuddin mengingatkan pemerintah untuk menerapkan skala prioritas. Menurut Aslog TNI-AU Marsda Bambang Purwadi, pihaknya sedang membahas sistem persenjataan mana saja yang dinilai mendesak untuk dibeli. Saat ini, katanya, TNI-AU masih mengalami desit anggaran Rp3,4 triliun. (Din/P-4) MI/RAMDANI D PR mulai melaku- kan klarifikasi penggunaan dana otsus di tiga pro- vinsi yakni, Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Pa- pua Barat. Kemarin, sejumlah anggota Komisi II DPR diketuai Ganjar Pranowo dari Fraksi PDIP berkunjung ke Papua guna mendapatkan respons dari Gubernur Papua Barnabas Suebu. “Komisi II DPR RI akan menurunkan tim ke la- pangan untuk memantau ke- berhasilan otsus di Papua,” ucap Ganjar. Upaya klarikasi itu dilaku- kan sebagai tindak lanjut per- mintaan Badan Anggaran (Banggar) DPR dalam rapat kerja bersama Menteri Ke- uangan dan Bappenas, di ge- dung parlemen, Jakarta, pada 25 Oktober lalu. Banggar memutuskan untuk menahan alokasi dana otsus sebesar Rp10,42 triliun yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Ne- gara (APBN) 2011. Akan tetapi, hingga kini, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengungkapkan, pihaknya belum mendapat kabar apa pun tentang rencana pe- nundaan pemberian dana ot- sus. Ia mengaku hanya diminta pemerintah pusat untuk meng- audit dana otsus yang sudah digunakan. “Saya menduga rencana penghentian dana ot- sus itu hanya ditujukan untuk Papua,” lanjut dia. Jika dilihat dari jumlahnya, Pembagian dana otsus untuk kabupaten di pegunungan dan pesisir sama rata. Padahal dilihat dari tingkat kesulitan, jelas berbeda. Folmer Marisi DINAMIKA yang juga menjadi salah satu tim penyusun UU Otsus Pa- pua. Ia menambahkan, pembagian dana otsus dari Pemprov Papua kepada Papua Barat yang di- atur dalam UU 35/2008 juga tidak serta-merta menyelesai- kan permasalahan yang mun- cul terkait pembagian dana otsus bagi kedua provinsi di Bumi Cenderawasih. Djohermansyah Djohan, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri mengutarakan, saat ini upaya preventif sudah dilaku- kan oleh pusat, sebelum APBD disahkan. Untuk implementa- sinya, pusat mengandalkan pengawasan dari DPRD ma- sing-masing. Namun, rupanya mekanisme itu belum cukup untuk mem- bendung potensi penyele- wengan dana otsus. “Kita me- mang berharap DPRD bisa lebih rajin mengontrol titik-titik strategis anggaran itu langsung ke lapangan.” Dengan pengawasan berlapis itu, ujarnya, seharusnya potensi penyelewengan dana bisa dice- gah. “Fungsi kita pembinaan dan pengawasan. Kalau peme- riksaan, itu ranah BPK,” pung- kasnya. Dalam catatannya, BPK mengungkapkan, penyim- pangan yang berpotensi korup- tif dalam penggunaan dana otsus Papua tak lepas dari me- kanisme pengucuran yang di- lakukan secara langsung ke daerah. Tidak lagi melalui Kan- tor Perbendaharaan Negara (KPN) Kementerian Keuangan. (HP/*/P-4) [email protected] DIMINTAI KETERANGAN: Politikus Senior PDIP Panda Nababan (kanan) bersama kuasa hukumnya, Patra M Zein, keluar Gedung Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, kemarin. Panda dimintai keterangan atas laporannya soal lima hakim Pengadilan Tipikor yang menangani perkara Dudhie Makmun Murod. Papua Target Pertama Klarikasi Dana Otsus daerah, partai atau calon itu pribadi?” urai Gamawan saat menggelar silaturahim dengan media massa beberapa waktu lalu. Ia berharap, ada pembagian beban biaya yang jelas dan adil antara partai pengusung dan calon kepala daerah. Misalnya saja, partai mau ikut bertanggung jawab soal penda- naan saat menggelar road show partai, sedangkan kandidat kepala daerah menanggung biaya tim sukses. “Kami sedang berpikir, bisa tidak partai mengalokasikan anggaran yang transparan se- hingga si calon tidak perlu ba- nyak pikiran. Kalau ini bisa di- atur dalam UU, mungkin akan menjadi satu solusi,” paparnya. Sebelumnya, Mendagri me- ngaku pasrah menerima beban mengurus pemerintahan daerah yang mengalami kekosongan kepemimpinan akibat kepala daerah terjerat kasus korupsi. Kementerian Dalam Negeri mencatat selama 10 tahun ter- akhir, sekitar 150 bupati/wali kota tersangkut masalah ko- rupsi. Sebanyak 17 dari 33 gu- bernur telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi. Artinya, sudah lebih dari 50% kepala daerah Indonesia saat ini tersandung masalah korupsi. Hal ini dikhawatirkan berimbas pada kekosongan pemerintahan di daerah. “Tentu pemerintahan di daerah tidak akan maksimal. Karena orang nomor dua akan berbeda dengan orang nomor satu, kan?” ucap Gamawan. Diakui Mendagri, pemerin- tahan daerah yang lowong kursi kepala daerahnya bakal tidak maksimal mengingat ter- batasnya kewenangan dari pelaksana tugas (plt) kepala daerah. Berbeda halnya bila kepala daerah yang tersangkut masalah hukum sudah diputus- kan secara inkracht dan nonaktif dari jabatannya. (*/P-2) Gamawan Fauzi Menteri Dalam Negeri Seharusnya, partai pengusung calon kepala daerah juga ikut menanggung biaya kampanye calon kepala daerah. “Wacana ini berangkat dari pemikiran siapa yang bertang- gung jawab atas calon kepala dana otsus di Papua memang paling besar. Sejak 2002 hingga 2009, pemerintah pusat telah menggelontorkan lebih dari Rp20,2 triliun untuk Papua. Tetapi, audit Badan Peme- riksa Keuangan (BPK) mene- mukan adanya penyimpangan 16% dana otsus di Provinsi Pa- pua selama periode tersebut. Jumlahnya sebesar Rp587 mi- liar. Menurut anggota BPK Rizal Djalil, angka itu diperoleh dari audit realisasi penggunaan anggaran sebesar Rp3,7 triliun, belum keseluruhan. Standar khusus Karena besarnya anggaran dana otsus, Kepala Pusat Kajian Demokrasi Universitas Cende- rawasih Muhammad Abud Musaad berpendapat, peng- gunaan dana otsus harus diper- lakukan khusus. “Sekarang, standar akun- tansi penganggaran dana otsus sama de- ngan pengelolaan dana provinsi di luar Papua. Se- hingga kemung- kinan pengelolaan dana oto- nomi, tidak tepat sasaran itu besar,” tegasnya. Ia menjelaskan, pembagian dana otsus sesuai amanat UU seharusnya dibagi secara proporsional dan berkeadilan dan diatur di dalam peraturan daerah khusus (perdasus). “Pembagian dana otsus un- tuk kabupaten di pegunungan dan pesisir sama rata. Padahal, dilihat dari tingkat kesulitan, seharusnya kabupaten di ka- wasan pegunungan lebih ba- nyak mendapat dana otonomi daripada kabupaten yang be- rada di pesisir. Payung hukum raperdasus dana otonomi be- lum sampai ke sini,” papar pria

Transcript of Politik & HAM Papua Target Pertama DINAMIKA Klarifi kasi ... filesional Kementerian Hukum dan HAM...

BADAN Pengawas Mahkamah Agung (MA) meminta kete-rangan dari politikus PDIP Panda Nababan terkait dengan dugaan tindakan tidak profesional oleh lima hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Kami diperiksa tiga hakim senior, yaitu Ibu Purnamawati, Effendi Murat, dan Ahmad Yunus atas laporan saya pada 21 Okto-ber untuk dimintai klarifi kasi,” kata Panda seusai pemeriksaan di Gedung MA di Jakarta, ke-marin.

Panda mengungkapkan, ada 21 pertanyaan mengenai aspek teknis yang diajukan badan pe-ngawas.

“Dalam pemeriksaan itu me-nanyakan, apakah hakim tersebut melakukan perbuatan tercela dan tidak pantas, serta melanggar hukum acara,” jelasnya.

Selain itu, sambungnya, Badan Pengawas MA juga menanyakan apakah ada manipulasi fakta saat persidangan Dudhie Makmun Murod yang menjadi terdakwa dalam kasus cek pelawat saat

pemilihan Deputi Gubernur Se-nior Bank Indonesia (BI) pada 2004.

“Ditanya, adakah manipulasi persidangan, dari tidak ada dibikin ada dan lebih memercayai keterangan terdakwa dan meng-

abaikan keterangan saya. Peme-riksaan ini sangat teliti. Mereka melakukan pemeriksaan terkait laporan manipulasi fakta persi-dangan,” ujar Panda.

Pada 21 Oktober, Panda mela-porkan lima hakim Pengadilan

Tipikor, yaitu Nani Indrawati, Herdi Agustin, Achmad Linoh, Slamet Subagio, dan Sofi aldi.

Panda juga telah melaporkan kelima hakim itu ke Komisi Yu-disial pada 13 Oktober dan ke Komisi Nasional Hak Asasi Ma-nusia pada 15 Oktober.

Panda menjelaskan pengaduan itu karena terdapat ketidaksera-sian antara kesaksian dan pu-tusan.

Sebab, menurut dia, dalam pu-tusan dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod itu menyebut dirinya menerima cek senilai Rp500 juta.

Padahal, saat ia bersaksi dalam persidangan, majelis hakim tidak pernah menanyakan persoalan itu secara langsung.

“Enggak pernah menanyakan cek Panda Nababan, tidak pernah lihat barang bukti. Fatal, peng-adilan hanya menduga-duga,” tambahnya.

Untuk itu, ia melaporkan keli-ma hakim tipikor itu ke MA agar Pengadilan Tipikor tidak melaku-kan tindakan tidak profesional

dan menjadi diktator.Pengacara Panda Nababan,

Patra M Zein menyatakan pu-tusan hakim itu telah merugikan kliennya. Hakim Pengadilan Tipikor menyalahi hukum acara pidana.

“Itu unprofessional conduct. Da-lam keseluruhan kesaksian, klien saya tidak dikonfirmasi secara langsung, tapi tiba-tiba muncul di putusan,” tegasnya.

Patra mengaku merasa puas dengan pemeriksaan ini. Menu-rutnya, MA telah bertindak cepat menindaklanjuti pemeriksaan terhadap laporan dugaan ma-nipulasi fakta persidangan Peng-adilan Tipikor.

Dalam kasus cek pelawat itu, Pengadilan Tipikor telah mem-vonis empat mantan anggota DPR periode 1999-2004, yakni Dudhie Makmun Murod, Hamka Yandhu, Endin Soefi -hara, dan Udju Djuhaeri. Se-lain mereka, KPK telah men-jadikan 26 anggota DPR pe-riode 1999-2004 sebagai ter-sangka. (AO/P-1)

4 | Politik & HAM JUMAT, 29 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Panda NababanPolitikus PDIP

Enggak pernah menanyakan cek Panda Nababan, tidak pernah lihat barang bukti.”

Badan Pengawas MA Minta Penjelasan Panda Nababan

MI/M IRFAN

BANYAKNYA kepala daerah yang terjerat kasus korupsi membuat pemerintah harus menerbitkan aturan yang mem-perketat aturan saat kampa-nye.

Pasalnya, pengembalian biaya kampanye yang mencapai mi-liaran rupiah sering menjadi motif pertama kepala daerah untuk korupsi.

Dalam draf revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang akan segera dise-rahkan pemerintah ke DPR, Kementerian Dalam Negeri mengumpulkan sedikitnya 22 isu utama yang menjadi materi perubahan.

Salah satunya adalah soal pengaturan yang lebih ketat ter-hadap dana kampanye yang di-keluarkan calon kepala daerah.

Menter i Dalam Neger i Gamawan Fauzi, beberapa waktu lalu, mencontohkan salah satu bupati di Jawa Tengah yang rela mengeluarkan puluhan mi-liar rupiah demi kemenangan pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada).

Hal itu diperkuat pengakuan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari yang dalam kampa-nye pemilu kada lalu mengha-biskan uang Rp5 miliar-10 mi-liar.

“Paling besar dana itu untuk

tim sukses, pembuatan banner, dan iklan,” ucap Rita saat mengi-kuti orientasi kepala daerah di Badan Diklat Kementerian Da-lam Negeri, beberapa waktu lalu.

Dengan pengeluaran yang terhitung besar jika dibanding-kan dengan gaji kepala daerah yang hanya Rp6,7 juta itu, masuk akal bila Badan Peme-riksa Keuangan (BPK) banyak menemukan indikasi penyele-wengan APBD saat evaluasi.

Melihat keadaan seperti itu, Gamawan mengaku tak habis pikir ada kandidat kepala daerah yang menggelontorkan uang demi kursi kepala daerah.

Cegah Korupsi, Aturan Dana Kampanye Diperketat

Usulan RUU cuma Modal Judul BANYAK rancangan undang-undang (RUU) baru sekadar judul, tanpa rancangan yang jelas. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak RUU sampai sekarang terkatung-katung.

“Kalau boleh dikatakan baru sekadar judul, tapi rancangannya sendiri belum siap,” kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Na-sional Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

Kondisi itulah yang menurutnya menyebabkan penumpukan RUU. Hingga saat ini, DPR baru menyelesaikan pembahasan 14 dari 70 RUU yang ditargetkan selesai tahun ini. “Dari pemerintah sendiri juga banyak yang RUU-nya belum siap.”

Semestinya, kata Wicipto, RUU yang masuk program legislasi nasional (prolegnas) disertai dengan rancangannya. “Tapi, selama ini, RUU-RUU yang ada di prolegnas hanya daftar keinginan,” pungkasnya. (Ide/P-4)

MK Bentuk Tim Pemburu Mafia KasusKETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membentuk tim khusus untuk membongkar mafi a perkara di MK. Tim ini diberi waktu satu bulan.

“Diharapkan, tugas tersebut dapat selesai pada akhir November 2010,” ucap Mahfud di Jakarta kemarin.

Sebagai ketua tim, Mahfud menunjuk pengamat hukum tata negara Refl y Harun menjadi ketua tim, yang dibantu dua anggota tim dari internal MK. Pembentukan tim ini sebagai respons atas pernyataan Refl y tentang betapa mahalnya beperkara di MK.

Refl y memaparkan telah menemukan sejumlah indikasi make-lar kasus di MK. Indikasi itu antara lain saat Refl y berkunjung ke Papua. Dalam kunjungan tersebut, salah seorang calon gubernur yang beperkara di MK mengaku tak dapat memenuhi permintaan salah satu hakim MK untuk menyediakan uang Rp1 miliar.

Indikasi kedua dikemukakan Refl y, berdasarkan keluhan salah satu calon gubernur yang tengah berperkara di MK. Calon gu-bernur itu mengaku tak dapat memenuhi permintaan salah satu hakim MK untuk menyediakan uang Rp1 miliar.

“Ini bagus kalau dibuktikan agar semua menjadi jelas. Sekarang tinggal dibuktikan, siapa pelakunya yang dari MK,” tegas Mah-fud. (AO/P-4)

Belanja Senjata Terus DibahasKOMISI I DPR mengagendakan kelanjutan pembahasan belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) pada 1 November men-datang. Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Mahfud Siddieq kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin. “Kita menung-gu pihak Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI menetapkan perincian program berdasarkan rencana strategis. Panja memang ada masukan dan sedang diolah kembali,” kata Mahfud.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo baru menyanggupi Rp2 triliun dari Rp11 triliun yang dibutuhkan. Itu membuat mabes angkatan harus merumuskan ulang prioritas pembelian sistem persenjataan sebelum dilampirkan dalam APBN 2011.

Untuk menyiasati defi sit anggaran, Ketua Panja Alutsista Tb Hasanuddin mengingatkan pemerintah untuk menerapkan skala prioritas. Menurut Aslog TNI-AU Marsda Bambang Purwadi, pihaknya sedang membahas sistem persenjataan mana saja yang dinilai mendesak untuk dibeli. Saat ini, katanya, TNI-AU masih mengalami defi sit anggaran Rp3,4 triliun. (Din/P-4)

MI/RAMDANI

DPR mulai melaku-k a n k l a r i f i k a s i penggunaan dana otsus di tiga pro-

vinsi yakni, Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Pa-pua Barat.

Kemarin, sejumlah anggota Komisi II DPR diketuai Ganjar Pranowo dari Fraksi PDIP berkunjung ke Papua guna mendapatkan respons dari Gubernur Papua Barnabas Suebu. “Komisi II DPR RI akan menurunkan tim ke la-pangan untuk memantau ke-berhasilan otsus di Papua,” ucap Ganjar.

Upaya klarifi kasi itu dilaku-kan sebagai tindak lanjut per-mintaan Badan Anggaran (Banggar) DPR dalam rapat kerja bersama Menteri Ke-uangan dan Bappenas, di ge-dung parlemen, Jakarta, pada 25 Oktober lalu.

Banggar memutuskan untuk menahan alokasi dana otsus sebesar Rp10,42 triliun yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Ne-gara (APBN) 2011.

Akan tetapi, hingga kini, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengungkapkan, pihaknya belum mendapat kabar apa pun tentang rencana pe-nundaan pemberian dana ot-sus.

Ia mengaku hanya diminta pemerintah pusat untuk meng-audit dana otsus yang sudah digunakan. “Saya menduga rencana penghentian dana ot-sus itu hanya ditujukan untuk Papua,” lanjut dia.

Jika dilihat dari jumlahnya,

Pembagian dana otsus untuk kabupaten di pegunungan dan pesisir sama rata. Padahal dilihat dari tingkat kesulitan, jelas berbeda.

Folmer Marisi

DINAMIKA

yang juga menjadi salah satu tim penyusun UU Otsus Pa-pua.

Ia menambahkan, pembagian dana otsus dari Pemprov Papua kepada Papua Barat yang di-atur dalam UU 35/2008 juga tidak serta-merta menyelesai-kan permasalahan yang mun-cul terkait pembagian dana otsus bagi kedua provinsi di Bumi Cenderawasih.

Djohermansyah Djohan, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri mengutarakan, saat ini upaya preventif sudah dilaku-kan oleh pusat, sebelum APBD disahkan. Untuk implementa-sinya, pusat mengandalkan pengawasan dari DPRD ma-sing-masing.

Namun, rupanya mekanisme itu belum cukup untuk mem-bendung potensi penyele-wengan dana otsus. “Kita me-mang berharap DPRD bisa lebih rajin mengontrol titik-titik strategis anggaran itu langsung ke lapangan.”

Dengan pengawasan berlapis itu, ujarnya, seharusnya potensi penyelewengan dana bisa dice-gah. “Fungsi kita pembinaan dan pengawasan. Kalau peme-riksaan, itu ranah BPK,” pung-kasnya.

Dalam catatannya, BPK mengungkapkan, penyim-pangan yang berpotensi korup-tif dalam penggunaan dana otsus Papua tak lepas dari me-kanisme pengucuran yang di-lakukan secara langsung ke daerah. Tidak lagi melalui Kan-tor Perbendaharaan Negara (KPN) Kementerian Keuangan. (HP/*/P-4)

[email protected]

DIMINTAI KETERANGAN: Politikus Senior PDIP Panda Nababan (kanan) bersama kuasa hukumnya, Patra M Zein, keluar Gedung Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, kemarin. Panda dimintai keterangan atas laporannya soal lima hakim Pengadilan Tipikor yang menangani perkara Dudhie Makmun Murod.

Papua Target PertamaKlarifi kasi Dana Otsus

daerah, partai atau calon itu pribadi?” urai Gamawan saat menggelar silaturahim dengan media massa beberapa waktu lalu.

Ia berharap, ada pembagian beban biaya yang jelas dan adil antara partai pengusung dan calon kepala daerah.

Misalnya saja, partai mau ikut bertanggung jawab soal penda-naan saat menggelar road show partai, sedangkan kandidat kepala daerah menanggung biaya tim sukses.

“Kami sedang berpikir, bisa tidak partai mengalokasikan anggaran yang transparan se-hingga si calon tidak perlu ba-

nyak pikiran. Kalau ini bisa di-atur dalam UU, mungkin akan menjadi satu solusi,” paparnya.

Sebelumnya, Mendagri me-ngaku pasrah menerima beban mengurus pemerintahan daerah yang mengalami kekosongan kepemimpinan akibat kepala daerah terjerat kasus korupsi.

Kementerian Dalam Negeri mencatat selama 10 tahun ter-akhir, sekitar 150 bupati/wali kota tersangkut masalah ko-rupsi. Sebanyak 17 dari 33 gu-bernur telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi.

Artinya, sudah lebih dari 50% kepala daerah Indonesia saat ini

tersandung masalah korupsi. Hal ini dikhawatirkan berimbas pada kekosongan pemerintahan di daerah. “Tentu pemerintahan di daerah tidak akan maksimal. Karena orang nomor dua akan berbeda dengan orang nomor satu, kan?” ucap Gamawan.

Diakui Mendagri, pemerin-tahan daerah yang lowong kursi kepala daerahnya bakal tidak maksimal mengingat ter-batasnya kewenangan dari pelaksana tugas (plt) kepala daerah. Berbeda halnya bila kepala daerah yang tersangkut masalah hukum sudah diputus-kan secara inkracht dan nonaktif dari jabatannya. (*/P-2)

Gamawan FauziMenteri Dalam Negeri

Seharusnya, partai pengusung calon kepala daerah juga ikut menanggung biaya kampanye calon kepala daerah.

“Wacana ini berangkat dari pemikiran siapa yang bertang-gung jawab atas calon kepala

dana otsus di Papua memang paling besar. Sejak 2002 hingga 2009, pemerintah pusat telah menggelontorkan lebih dari Rp20,2 triliun untuk Papua.

Tetapi, audit Badan Peme-riksa Keuangan (BPK) mene-mukan adanya penyimpangan 16% dana otsus di Provinsi Pa-pua selama periode tersebut. Jumlahnya sebesar Rp587 mi-liar.

Menurut anggota BPK Rizal

Djalil, angka itu diperoleh dari audit realisasi penggunaan anggaran sebesar Rp3,7 triliun, belum keseluruhan.

Standar khususKarena besarnya anggaran

dana otsus, Kepala Pusat Kajian Demokrasi Universitas Cende-rawasih Muhammad Abud Musaad berpendapat, peng-gunaan dana otsus harus diper-lakukan khusus.

“Sekarang, standar akun-tansi penganggaran

dana otsus sama de-ngan pengelolaan

dana provinsi di luar Papua. Se-hingga kemung-

kinan pengelolaan dana oto-nomi, tidak tepat sasaran itu besar,” tegasnya.

Ia menjelaskan, pembagian dana otsus sesuai amanat UU seharusnya dibagi secara proporsional dan berkeadilan dan diatur di dalam peraturan daerah khusus (perdasus).

“Pembagian dana otsus un-tuk kabupaten di pegunungan dan pesisir sama rata. Padahal, dilihat dari tingkat kesulitan, seharusnya kabupaten di ka-wasan pegunungan lebih ba-nyak mendapat dana otonomi daripada kabupaten yang be-rada di pesisir. Payung hukum raperdasus dana otonomi be-lum sampai ke sini,” papar pria