Makalahh Ham

36
LAPORAN KASUS MODUL HUKUM AGAMA DAN MORAL “Seorang Pasien Yang Menolak Pengobatan” KELOMPOK 6 030.07. 198 Olga Ayu Pratami 030.08. 218 Rifqa Wildaini 030.09. 016 Andreas Ronald Barata s 030.09. 017 Andreas Surya 030.09.018 Andri Changat 030.09.019 Angelia Elisabeth Mambu 030.09.021 Angelina Goenawan 030.09.082 Fanny Isyana Fardhani 030.09.084 Febrian Tan Jaya 030.09.085 Febriani Muldiati 030.09.086 Fenni Cokro 030.09.087 Fhiserra Kusuma Primadha 030.09.134 Lailil Indah Seftiana 030.09.135 Laksmi Putri Ayukinati

description

makalah modul HAM

Transcript of Makalahh Ham

Page 1: Makalahh Ham

LAPORAN KASUS

MODUL HUKUM AGAMA DAN MORAL

“Seorang Pasien Yang Menolak Pengobatan”

KELOMPOK 6

030.07. 198 Olga Ayu Pratami

030.08. 218 Rifqa Wildaini

030.09. 016 Andreas Ronald Barata s

030.09. 017 Andreas Surya

030.09.018 Andri Changat

030.09.019 Angelia Elisabeth Mambu

030.09.021 Angelina Goenawan

030.09.082 Fanny Isyana Fardhani

030.09.084 Febrian Tan Jaya

030.09.085 Febriani Muldiati

030.09.086 Fenni Cokro

030.09.087 Fhiserra Kusuma Primadha

030.09.134 Lailil Indah Seftiana

030.09.135 Laksmi Putri Ayukinati

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Page 2: Makalahh Ham

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaannya, dunia kedokteran berpegang teguh kepada empat

kaidah dasar moral (moral principles) yaitu: otonomi berarti setiap tindakan medis

haruslah memperoleh persetujuan dari pasien, beneficence berarti setiap tindakan

medis harus ditujukan untuk kebaikan pasien, non-maleficence berarti setiap tindakan

medis harus tidak boleh memperburuk keadaan pasien, dan justice berarti bahwa sikap

atau tindakan medis harus bersifat adil.

Persetujuan yang berdasarkan pengetahuan merupakan salah satu konsep inti

etika kedokteran saat ini. Hak pasien untuk mengambil keputusan mengenai

perawatan kesehatan mereka telah diabadikan dalam aturan hukum dan etika di

seluruh dunia. Deklarasi Hak-hak Pasien dari World Medical Association

menyatakan:

“Otonomi pasien adalah salah satu hak pasien yang mendasar oleh karena

berkaitan dengan hak asasi dalam memperoleh perlindungan atas integritas tubuhnya.

Pasien mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat keputusan

yang menyangkut diri mereka sendiri. Dokter harus memberi tahu pasien konsekuensi

dari keputusan yang diambil.“

Pasien dewasa yang sehat mentalnya memiliki hak untuk memberi izin atau tidak

memberi izin terhadap prosedur diagnosa maupun terapi. Pasien mempunyai hak

untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya.

Pasien harus paham dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan, hasil apa

yang akan diperoleh, dan apa dampaknya jika menunda keputusan.

1

Page 3: Makalahh Ham

BAB II

LAPORAN KASUS

Skenario 1

Ny. S 35 tahun datang berobat ke sebuah klinik bedah dengan keluhan utama tidak

dapat buang air kecil. Setiap kali ingin BAK perlu ditolong dengan memakai kateter. Setelah

dilakukan pemeriksaan lengkap termasuk dengan kolonoskopi, ditemukan adanya tumor pada

daerah kolon yang mendesak vesika urinaria sehingga mengakibatkan kesulitan BAK. Dokter

menganjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pengangkatan tumor mengingat

tumornya belum seberapa besar. Ny. S dan keluarga setuju dengan saran dokter dan

menandatangani informed consent.

Saat pembedahan dilakukan, dokter menemukan banyak terjadi perlengketan dan

ternyata karsinoma primernya ada pada ovarium sebelah kiri. Dihadapkan pada kenyataan

yang ada pada saat itu dan kondisi pasien yang tampak melemah, dokter segera memutuskan

untuk melakukan reseksi kolon dan mengangkat ovariumnya tanpa konsultasi dulu dengan

dokter obgyn.

Setelah operasi, kondisi pasien tampak membaik dan dokter segera memberikan

kemoterapi serta penyinaran. Akibat efek samping kemoterapi dan penyinaran itu, Ny. S

merasakan penderitaan yang luar biasa, tidak bisa makan karena sangat mual dan nyeri yang

kadang hampir tidak tertahankan.

Ny. S akhirnya mengambil keputusan untuk menolak terapi apapun dan memilih

tinggal dirumah bersama keluarganya. Ia menyadari bahwa penyakitnya tidak bisa diobati dan

hidupnya tidak lama lagi.

Skenario II

Sikap Ny. S yang menolak semua terapi dari dokter berdampak pada kondisi fisiknya

yang semakin kurus. Atas saran teman-temannya dan juga desakan keluarga, Ny. S lalu

mencoba berobat ke pengobatan alternative. Ramuan “jamu” dari pengobatan alternative

ternyata tidak memberikan perbaikan pada kondisi kesehatannya. Kondisi Ny. S semakin

parah dan sekarang malah sering merasakan sakit yang luar biasa yang hampir tidak

tertahankan. Melihat keadaan Ny. S, suaminya lalu minta bantuan dokter didekat rumahnya

2

Page 4: Makalahh Ham

untuk mengatasi rasa sakitnya. Dokter lalu memberikan suntikan morfin. Akibat suntikan itu,

Ny. S tertidur dan kelihatannya rasa sakitnya bisa diredakan. Namun setelah efek morfin itu

hilang, Ny. S tampak kembali kesakitan sehingga dokter terpaksa harus memberikan suntikan

morfin beberapa kali dengan dosis yang semakin bertambah. Pada akhirnya nyawa Ny. S

tidak dapat dipertahankan, ia akhirnya meninggal.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Status Pasien

Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 35 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Alamat : -

Status : Menikah

Pekerjaan : -

Tanda Vital

Kesadaran : -

Tekanan darah : -

Nadi : -

Pernapasan : -

Suhu : -

Keluhan Utama : Tidak dapat buang air kecil

Riwayat Penyakit Dahulu : -

Riwayat Penyakit Keluarga: -

3

Page 5: Makalahh Ham

3.2. Daftar Masalah

Daftar masalah Dasar Penjelasan

Ny. S Menderita tumor di kolon yang

menyebabkan sulit buang air

kecil kemudian saat dilakukan

operasi, ditemukan tumor primer

di ovarium kiri.

Hasil

pemeriksaan

dokter

Sangat mempengaruhi persepsi

pasien mengenai penyakitnya.

Pasien merasa sakit parah dan

penyakitnya tidak dapat

disembuhkan

Tindakan reseksi kolon dan

pengangkatan ovarium tanpa

konsultasi

Tindakan dokter

bedah

Menurut sisi medis dan moral,

tindakan yang dilakukan dokter ini

bertujuan baik demi kebaikan

pasien. Namun, sebaiknya dokter

memberikan penjelasan akan

tindakannya ini kepada keluarga

pasien setelah operasi selesai. Ada

pula kemungkinan bahwa keluarga

pasien dapat menjadikan hal ini

sebagai perkara.

Komunikasi yang kurang baik Riwayat

pemeriksaan oleh

dokter

Komunikasi merupakan elemen

penting dalam setiap hubungan

dokter-pasien. Komunikasi yang

salah dan buruk dapat berdampak

buruk bagi kedua belah pihak.

Pada kasus ini dokter seharusnya

sigap dan empati terhadap

penderitaan pasien dan berusaha

mengurangi penderitaannya.

Komunikasi buruk dapat

berdampak pada penolakan terapi

dan sederet masalah lainnya.

Penyuntikan morfin Hasil

pemeriksaan

dokter di dekat

Menurut kelompok kami, indikasi

dan pemberian mungkin sudah

tepat, namun dibutuhkan edukasi

4

Page 6: Makalahh Ham

rumah dan pengawasan yang ketat akan

efek samping pemberian morfin.

Perlu juga ditelusuri mengenai

cascade anti nyeri dalam

menangani kasus kanker stadium

akhir.

Terapi alternatif yang sia-sia Hasil anamnesis Pasien berusaha mendapatkan

pengobatan dengan jamu namun

tidak mendapat hasil dan

kondisinya semakin memburuk.

Dokter sebaiknya mengedukasi

mengenai terapi alternative dengan

benar agar pasien tidak

membahayakan dirinya sendiri.

Paliatif care Hasil

pemeriksaan

Dapat dilakukan untuk

meningkatkan kualitas hidup

pasien. Dilaksanakan melalui ilmu

interdisiplin. Sebaiknya juga

melibatkan rohaniwan sesuai

dengan kepercayaan pasien.

Dipandang dari segi bioetik juga

baik sebab mengutamakan prinsip

beneficience.

3.3. Perspektif hukum

A. Perluasan Operasi

Pada pasal 7 PerMenKes No.585/MenKes/Per/IX/1989 disebutkan bahwa:

(1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.

(2) Perluasan operasi ang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk

menyelamatkan jiwa pasien.

5

Page 7: Makalahh Ham

(3) Setelah perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan, dokter harus

memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya.1

→ Pada kasus ini, diketahui bahwa saat pembedahan dilakukan, dokter menemukan banyak

perlengketan dan ternyata karsinoma primernya ada pada ovarium kiri. Pada keadaan ini,

perluasan operasi dapat dilakukan karena dihadapkan pada kenyataan yang ada saat itu dan

kondisi pasien yang tampak melemah. Namun yang sangat disayangkan, bagaimana bisa

terjadi hal seperti ini, seharusnya dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lain seperti USG

sebelum dilakukan operasi agar tidak terjadi kesalahan diagnosis. Dalam hal ini, seperti yang

tercantum pada ayat ke (3), dokter harus memberikan informasi kepada pasien atau

keluarganya mengenai perluasan operasi yang telah dilakukan.

B. Penolakan Tindakan Medis Oleh Pasien

Pada Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient disebutkan beberapa hak

pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang “bebas”, hak menerima atau

menolak pengobatan setelah menerima informasi, hak atas kerahasiaan, hak mati secara

bermartabat, dan hak atas dukungan moral atau spiritual.2

Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 menyebutkan beberapa hak pasien,

yakni hak atas informasi, hak atas second opinion, hak atas kerahasiaan, dan hak atas

persetujuan tindakan medis.

Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap orang

berhak atas kesehatan; akses atas sumber daya; pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan

terjangkau; menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan; lingkungan yang sehat;

info dan edukasi kesehatan yg seimbang dan bertanggung jawab; dan informasi tentang data

kesehatan dirinya. Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun 2009 itu diantaranya meliputi:

1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,

penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).

2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, izin ybs, kepentingan ybs,

kepentingan masyarakat).

3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan

nyawa atau cegah cacat).

Selain itu, dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Perlindungan Pasien) Pasal 56

disebutkan:

6

Page 8: Makalahh Ham

(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan

yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai

tindakan tersebut secara lengkap.

(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:

a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam

masyarakat yang lebih luas;

b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau

c. gangguan mental berat.

(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.3

→ Pada kasus diketahui bahwa setelah operasi, kondisi pasien tampak membaik dan dokter

segera memberikan kemoterapi serta penyinaran. Akibat efek samping kemoterapi dan

penyinaran itu, Ny. S merasakan penderitaan yang luar biasa, tidak bisa makan karena mual

dan nyeri yang kadang-kadang hampir tidak tertahankan. Ny. S akhirnya mengambil

keputusan untuk menolak terapi apa pun dan memilih tinggal di rumah bersama

keluarganya. Ia menyadari bahwa penyakitnya tidak bisa diobati dan hidupnya tidak akan

lama lagi. Berdasarkan ketentuan hukum yang telah tersebut di atas, seorang dokter wajib

memberikan penjelasan mengenai segala tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien,

namun Ny. S berhak untuk memilih atau menghentikan pengobatan baginya. Dalam hal ini,

dokter tidak bisa memaksakan keputusan pasien, namun dokter dapat memberikan penjelasan

ulang tentang apa yang akan terjadi apabila pasien menolak pengobatan, serta memberikan

second opinion pada pasien. Jika memungkinkan, dapat pula disarankan pada pasien dan

keluarganya untuk mendapatkan pelayanan perawatan paliatif.

C. Paliatif Care

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization; WHO) memberikan definisi perawatan

paliatif sebagai berikut (2005):

Paliative Care is an integrated system of care that: improves the quality of life, by providing

pain and symptom relief, spiritual and psychosocial support from diagnosis to the end of life

and bereavement.

(Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang meningkatkan kualitas hidup,

dengan meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan

7

Page 9: Makalahh Ham

psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hidup, dan dukungan terhadap

keluarga yang merasa kehilangan).

perawatan paliatif merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang relatif baru di Indonesia.

Kebijakan perawatan paliatif ini baru dicanangkan pemerintah, dalam hal ini Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, dengan diterbitkannya SK Menkes RI nomor

604/MENKES/SK/IX/1989. Sedangkan pelayanan perawatan paliatif untuk masyarakat baru

dimulai pada tanggal 19 Februari 1992.

→ pada pasien ini, dimana telah mengalami kanker stadium lanjut karena diketahui telah

terjadi penyebaran dari kanker primernya dan menolak untuk mendapatkan pengobatan,

sebenarnya mungkin dapat disarankan untuk mengikuti paliatif care sebagai second opinion

untuk meningkatkan kualitas hidup serta meringankan penderitaannya. Selain itu, dapat pula

memberikan dukungan pada keluarga melalui pelayanan ini.

3.4. perspektif bioetika

1. Dokter bedah mengangkat tumor ovarium tanpa konsultasi ahli Obstetri dan

Ginekologi

Penjelasan dari sudut pandang bioetika:

Secara bioetika seorang dokter bedah yang melakukan perluasan operasi tanpa

mengkonsultasikan terlebih dahulu kepada yang lebih berkompeten dapat dibenarkan

apabila tujuannya adalah untuk menegakkan asa beneficence dan nonmaleficence. Dalam

sudut pandang beneficence, dokter akan melakukan segala sesuatu demi kebaikan pasien

sehingga yang telah dilakukan dokter adalah baik menurut etika karena pada saat itu

gangguan kausatif ( tumor primer ) Ny. S adalah pada ovarium kirinya sehingga demi

kesembuhan Ny. S seharusnya ovarium kiri harus diangkat

Menurut aspek nonmaleficence (do no harm), maka tindakan pengangkatan ovarium

kiriyangdilakukan dokter bedah tersebut adalah baik karena apabila dokter bedah harus

menutup kembali luka operasi demi kepentingan untuk mengkonsultasikan dan

memeriksakan Ny. S terlebih dahulu kepada ahli Obstetri dan Ginekologi, maka ini akan

merugikan pasien dari segi waktu, luka operasi, dan biaya karena operasi harus dilakukan

dua kali.

Pandangang etika menyatakan tindakan dokter bedah tersebut buruk apabila setelah

perluasan operasi yang dilakukan, dokter bedah tidak memenuhi aspek otonomi pasien dan

8

Page 10: Makalahh Ham

justice bagi pasien. Sehingga untuk memenuhi aspek tersebut, maka komunikasi post

operasi menjadi sesuatu yang penting dan jangan sampai diabaikan.

2. Penolakan kemoterapi dan radioterapi

Tindakan Ny. S melakukan penolakan kemoterapi dan radioterapi dipandang buruk

dalam sudut pandang etika. Hal ini dikarenakan etika berpandangan bahwa apabila Ny. S

menolak melakukan terapi yang seharusnya dapat berhasil karena tumor primer yang ada

telah diangkat tetapi malah menolaknya, maka hal ini akan berdampak pada pembiaran

diri untuk meninggal perlahan seperti yang terjadi pada eutanasia pasif atau bunuh diri.

Solusi yang terbaik adalah memberikan edukasi dan komunikasi, serta pendekatan

yang lebih komprehensif dan holistik dari aspek biopsikososial dan kulturan yang

dilakukan oleh dokter, keluarga, dan pemuka agama untuk memperbaiki persepsi pasien

sehingga pasien memiliki motivasi tinggi untuk mejalankan pengobatan dan sembuh.

3. Persepsi pasien akan penyakit yang tidak bisa diterapi lagi

Persepsi pasien akan penyakit yang tidak bisa diterapi lagi sesungguhnya merupaka

hak otonomi pasien, menurut sudut pandang bioetika. Namun, hal ini dipandang buruk

secara etika karena berdasarkan etika teleologi yang berpegang teguh pada hasil yang

didapatkan akibat perbuatan pasien tersebut, maka akan berakibat pada penyerahan diri

kepada kematian yang seharusnya bisa ditunda apabila pasien mau menjalankan terapi

sebagaimana mestinya sesuai prosedur yang ada.

4. Pengobatan alternatif yang menjadi pengobatan sia-sia

Secara deontologi, maka pengobatan alternatif adalah baik adanya karena tujuannya

adalah untuk menolong orang yang sakit, tetapi hal ini dipandang buruk oleh etika karena

dalam pandangan teleologi, hasil yang didapatkan oleh Ny. S melalui pengobatan

alternatif tidak ada dan cenderung memperburuk keadaan Ny. S karena penyakit Ny. S

yang tidak terobati oleh terapi alternatif tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya

pengobatan sia-sia yang merugikan Ny. S sehingga aspek beneficence dan

nonmaleficence tidak terpenuhi.

5. Terapi palliative dengan morphin

Pada dasarnya tujuan dokter memberikan terapi palliative dengan morphin adalah

untuk mengurangi rasa sakit Ny. S karena dokter bermaksud untuk melakukan yang

terbaik demi pasien, seperti yang tercermin dalam praktik beneficence menurut bioetika.

Hal ini menjadi baik menurut etika. Namun, akan menjadi buruk menurut etika apabila

9

Page 11: Makalahh Ham

dokter dalam pemberian morphin pada Ny. S tidak memberikan edukasi yang adekuat

kepada keluarga Ny. S mengenai efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian

morphin tersebut, pemberian morphin tidak sesuai indikasi, tidak melakukan pemantauan

berkala terhadap Ny. S setelah pemberian morphin. Hal demikian berarti dokter

melanggar prinsip otonomi pasien, beneficence, nonmaleficence dan justice.

3.5 Perspektif Kedokteran

Perspektif kedokteran dapat dimasukkan dalam pandangan kedokteran terhadap

tindakan dokter bedah dalam perluasan operasi, edukasi yang diberikan dalam kemoterapi dan

radioterapi, terapi alternative, pemberian analgetik pada pengobatan paliatif

a. Tindakan perluasan operasi

seharusnya dokter bedah menyadari kompetensinya pada saat akan

melakukan perluasan operasi pada tumor primer ovarium kiri. Tumor primer

ditemukan saat operasi dilakukan sehingga pengangkatan ovarium kiri tidak

tercantum dalam informed consent yang telah dilakukan pada preoperative

sehingga diperlukan pendapat dari dokter obstetric dan ginekologi sebelum

dilakukan pengangkatan. Konsultasi seharusnya dilakukan sehingga

menghindarkan dokter bedah tersebut dari tindakan yang tidak sesuai dengan

SOP yang legal

b. KIE dalam kemoterapi dan radioterapi

Pola hubungan dokter pasien sangat memegang peranan dalam keadaan

tersebut. Collegial model menjadi pola hubungan dokter pasien yang paling

dapat diterima. Seharusnya diperlukan adanya praktisi interdisisplin yang

terdiri dari ahli bedah, ahli onkoloh, psikiater, dan dokter keluarga yang

dengan komunikasi persuasive dan penuh pengertian sehingga dapat

memberikan perspektif yang baik bagi persepsi pasien

c. Terapi alternative

Untuk kasus penyakit yang berat dan membahayakan nyawa seharusnya tidak

dilakukan terapi alternative. Terapi yang dilakukan seharusnyaterapi

komplementer. Dokter seharusnya menjelaskan kepada pasien dan keluarga

mengenai terapi konvensional dan komplementer yang harus atau dapat

dipilih oleh pasien berdasarkan EBM atau RCT yang telah teruji

efektivitasnya

10

Page 12: Makalahh Ham

d. Pemberian analgetik pada terapi alternative

Seharusnya dokter tidak langsung memberikan morphin karena morphin

merupakan golongan narkotika yang merupakan pilihan terakhir penghilang

rasa nyeri apabila obat analgetik seperti OAINS, steroid, dan opiat tidak

dapat berfungsi sebagaimana mestinyauntuk menghilangkan rasa nyeri pada

penyakit Ny.S

3.6. Pandangan Agama

a. Islam

Dalam pandangan Islam, penyakit merupakan cobaan yang diberikan Allah SWT

kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Ketika seseorang sakit disana

terkandung pahala, ampunan dan akan mengingatkan orang sakit kepada Allah SWT.

Aisyah pernah meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda : 'Tidak ada musibah

yang menimpa diri seorang muslim, kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya, sampai-

sampai sakitnya karena tertusuk duri sekalipun" (H.R. Buchari).

Allah SWT menciptakan cobaan antara lain untuk mengingatkan manusia terhadap

rahmat-rahmat yang telah diberikan-Nya. Allah SWT memberikan penyakit agar setiap

insan dapat menyadari bahwa selama ini dia telah diberi rahmat sehat yang begitu banyak.

Namun kesehatan yang dimilikinya itu sering kali di abaikan, bahkan mungkin disia-

siakan. Padahal ia mempunyai harga yang sangat bernilai tiada tolak ukur dan

bandingannya.

Disamping itu, sakit juga digunakan oleh Allah SWT untuk memperingatkan manusia

atas segala dosa-dosa dan perbuatan jahatnya selama hidup di dunia. Kalau dahulu

seorang insan yang banyak berbuat kesalahan tidak berfikir tentang dosa dan pahala,

maka disaat sakit biasanya manusia teringat akan dosa-dosanya sehingga ia berusaha

untuk bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT.

Konsep-konsep pengobatan dalam islam

1. Keyakinan

11

Page 13: Makalahh Ham

Ketika seseorang sakit, ia harus sangat meyakini bahwa sakit yang dialaminya

tersebut berasal dari Allah SWT, dan Allah juga yang akan menyembuhkannya.

Seperti dalam firman Allah :

“Dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku” (Asy-Syu’araa [36]:80)

Di samping itu ada juga hadist yang berbunyi “Lii Kulli Daa In Dawaun” yang

artinya “Setia penyakit ada obatnya”. Seseorang yang menderita suatu penyakit

haruslah mempunyai keyakinan yang sangat kuat bahwa semua penyakit pasti ada

obatnya.

2. Menggunakan obat yang halal dan dan Thoyyib

“sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya, dan menjadikan setiap

penyakit pasti ada obatnya. Maka berobatlah kalian, tapi jangan dengan yang haram”

(Riwayat Abu Dawud).

Konsep kedua dalam pengobatan islam adalah adalah menggunakan obat yang halal

dan thoyyib.

3. Tidak membawa mudharat dan mencacatkan tubuh

Dalam pengobatan islam, kita dianjurkan untuk tidak melakukan pengobatan yang

kiranya pengobatan tersebut membawa kemudharatan yang justru menimbulkan

masalah baru bagi seseorang.

4. Tidak berbau takhayul, bid’ah, dan kurafat

Ketiga hal diatas wajib dihindari karena dapat mengakibatkan pelakunya jatuh dalam

jurang kekafiran.

5. Mencari yang lebih baik

Seseorang dianjurkan untuk terus berikhtiar sampai penyakit itu sembuh atas izin

Allah.

6. Ikhlas, sabar, dan bertawakal

Konsep –konsep yang telah disebutkan diatas hendaknya dapat diterapkan oleh pasien

sendiri yang tertimpa penyakit, maupun oleh dokter sendiri dalam menghadapi dan

menyikapi penyakit pasiennya.

Pandangan islam tentang perawatan paliatif

Dalam islam, ada salah satu layanan Hu Care atau “Husnul Khatimah Care” yang

merupakan pengembangan perawatan paliatif yang sudah dikenal sebagai sistem perawatan

terpadu. Tujuannya meningkatkan kualitas hidup dengan cara meringankan nyeri dan

penderitaan lainnya.

12

Page 14: Makalahh Ham

Memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir

hayat. Termasuk dukungan pada keluarga yang kehilangan. Program ini sekaligus menjawab

kebutuhan pasien dan keluarganya dalam mempersiapkan akhir hidup yang baik dengan

mengintegrasikan nilai-nilai Islam. Terutama dalam hal memahami konsep sehat-sakit,

ikhtiar-tawakal, keyakinan-amalan yang bermanifestasi pada sikap dan perilaku pasien. Unsur

utama meraih husnul khatimah dalam pelayanan Hu Care adalah pasien dapat menerima

takdir sakitnya.

Pengobatan alternatif menurut pandangan islam

Islam memperbolehkan pengobatan alternatif asalkan itu tidak menggunakan bahan

yang haram ataupun seseuatu yang menuju kearah musyrik. Memanfaat suatu benda

untuk penyembuhan dengan mempercayai benda tersebut dapat membawa kesembuhan

pada dirinya termasuk sesuatu yang musyrik, (contoh:jimat)

o “Barang siapa yang menggantungkan jimat, berarti ia telah melakukan perbuatan

syirik.” (HR. Ahmad dan Hakim). Artinya, menggantungkan jimat dan hatinya

bergantung kepadanya berarti berbuat syirik.

o Ungkapan abadi dari Abu Qurath 4500 tahun yang lalu : “jadikanlah makananmu

sebagai obatmu dan obatilah setiap penderitaan dengan nabati yang tumbuh di bumi,

karena nabati itulah yang paling pantas untuk menyembuhkan.

b. Hindu

Penyakit itu datang dari dalam maupun dari luar diri sendiri. Menurut ajaran Hindu,

Bhuwana Agung atau Alam Raya maupun Bhuwana Alit atau Alam Kecil (Badan

Manusia) terdiri dari lima unsure utama yaiyu aksa (leher), wayu (udara), teja (api), apah

(air), pertiwi (tanah). Kalau kelima unsur ini tidak seimbang baik dari dalam maupun dari

luar maka akan menyebabkan penyakit.

“Bahwa yang menyebabkan seseorang sakit adalah tidak adanya harmoni pada diri

perseorangan dalam hubungannya dengan lingkungan luarnya dan obat adalah alat untuk

mengembalikan harmoni ini”.

13

Page 15: Makalahh Ham

c. Katholik

Sakit

Manusia yang sakit merupakan konsekuensi logis manusia sebagai mahkluk yang

memiliki tubuh. Tubuh manusia sebagai mahkluk hidup bersifat sangat rapuh. Oleh karena

itu manusia tidak tidak bisa tidak menderita sakit. Seperti kematian demikianpun rasa sakit

bersifat merelativir. Dan yang menyebabkan sakit adalah manusia itu sendiri, karena kelalaian

manusia menjaga tubuh

Pandangan tersebut dilandasi oleh pemahaman orang katolik tentang eksistensi Allah

atau Tuhan sebagai Mahabaik. Mahabaik berarti tidak bisa dibandingkan kebaikan-Nya

dengan kebaikan manusia. Allah Mahabaik artinya Allah tidak baik seperti manusia yang

baik. Pandangan yang demikian merupakan analogi entis, yaitu argument tentang derajat

kesempurnaan berdasarkan tingkat yang berbeda.

Allah adalah cinta kasih (1 Yoh 4: 8-16). Bukan Tuhan yang menyebabkan manusia

sakit tetapi karena kelalaian manusia. Oleh karena itu segala sesuatu yang tidak baik tidak

berasal dari allah

Penyakit merupakan percobaan yang paling berat, dan setiap penyakit akan

mengingatkan kita pada suatu kematian [KGK 1500 (Katekismus Gereja Katolik)]. Penyakit

dapat menyebabkan rasa takut, sikap menutup diri malahan kadang-kadang rasa putus asa dan

pemberontakan terhadap Allah. Tetapi ia juga dapat membuat manusia menjadi lebih matang,

dapat membuka matanya untuk apa yang tidak penting dalam kehidupannya, sehingga ia

berpaling kepada hal-hal yang penting. Sering kali penyakit membuat orang mencari Allah

dan kembali lagi kepada-Nya (KGK 1501).

Penderitaan

Kalau mengalami kejahatan dan penderitaan, iman akan Bapa yang mahakuasa dapat

diuji secara serius. Sewaktu-waktu Allah tampaknya tidak hadir dan tidak mampu mencegah

kemalangan. Namun Allah Bapa menyatakan kekuasaan-Nya atas cara paling rahasia dalam

penghinaan dan kebangkitan Putera-Nya, yang mengalahkan yang jahat. Dengan demikian,

Yesus yang tersalib adalah "kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah

14

Page 16: Makalahh Ham

lebih besar hikmatnya daripada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat daripada

manusia" (1 Kor 1:2425). Dalam pembangkitan dan pengangkatan Kristus, Bapa

menunjukkan "kekuatan kuasa-Nya" dan menyatakan betapa "hebat kuasa-Nya bagi kita yang

percaya" (Ef 1:19). (KGK 272). Dengan kata lain, penderitaan merupakan sesuatu yang

menguji iman kita kepada Tuhan, sehingga penderitaan harus diterima dan dihadapi dengan

mendekatkan diri kita kepada Tuhan.

Kematian

Agama Katolik memandang kematian badan manusia sebagai awal dari kehidupan

yang sesungguhnya. Kematian badan manusia bukan merupakan akhir dari kehidupan.

Agama Katolik percaya akan kehidupan kekal (Surga) dan kematian kekal (neraka). Selain

surga dan neraka juga ada apa yang disebut dengan tempat penyucian. Tempat penyucian

adalah suatu tempat atau keadaan sementara bagi jiwa orang – orang saleh yang berada dalam

keadaan dosa ringan atau tidak berdosa berat. Jiwa – jiwa tersebut belum boleh memandang

wajah allah atau belum boleh masuk Surga karena masih ada dosa yang perlu disucikan.

Berdasarkan doa orang – orang yang masih hidup dan berdasarkan kerahiman Allah mereka

diperbolehkan masuk Kerajaan Abadi yaitu Surga.

Pengobatan Alternatif dan Pengobatan Paliatif

Dalam Agama Katolik, tidak ada larangan bagi orang sakit untuk menjalani

pengobatan alternative dan pengobatan paliatif, selama pengobatan – pengobatan ini dapat

menyembuhkan atau membuat keadaan menjadi lebih baik. Hal ini berdasarkan pada landasan

ajaran agama Katolik, yaitu Hukum Cinta Kasih dan KGK 1506 – 1510, dimana Kristus

mengajak para murid – muridnya dan juga gereja untuk menyembuhkan dan merawat para

orang – orang sakit.

d. Kristen

Penderitaan :

15

Page 17: Makalahh Ham

Adalah suatu pemurnian Allah yaitu yang membuahkan damai sejahtera melalui sakit

penyakit. [Ayub.5 : 17-18 ; Ibrani.2 : 11 ; 1 Korintus.11 : 32]

Sakit :

Adalah dosa yang berasal dari perilaku hidup tidak sehat yaitu tidak menjaga tubuh sebagai

“Bait Roh Kudus” yang berasal dari Allah sendiri [1 Korintus.6 : 19-20]

e. Buddha

3.7 Solusi

Untuk permasalahan kasus diatas, dimana pasien menolak dilakukannya kemoterapi sebagai

terapi paliatif pasca operasi sebagai dokter seharusnya melakukan edukasi kembali mengenai

kepentingan pelaksanaan kemoterapi tersebut, hubungan yang dibangun antara dokter dan

apsien sebaiknya dilandasi dengan rasa kepercayaan dan pembinaan rapport dengan baik.

namun jika kemoterapi tidak dapat diterima dan dijalankan pasien dokter juga harus

menghormati hak oonomi pasien sebagai landasar tertinggi hal yang perlu di[erhatikan dari

segi bioetika. Selain dilakukannya pembinaan hubungan yang baik antara dokter dan pasien,

keluarga pasien seharusnya memberikan dukungan terbaik dan menenangkan pasien untuk

tetap tabah dan tidak mudah menyerah menghadapi permasalahannya. Bimbingan kerohanian

sangat diperlukan agar psikologis pasien lebih tenang.

Keputusan keluarga pasien dan teman-temannya untuk memilih pengobatan alternatif, ada

baiknya. Jika keluarga pasien meminta masukan dari dokter, sebaiknya sebagai dokter

menerima keputusan pasien dan menjelaskan bahwa untuk memilih pengobatan alternatif

diperlukan pemahaman mengenai landasan ilmiahnya. Namun juga tidak bertentangan dengan

agama pasien tersebut.

Dikarenakan pasien sudah berada di fase terminal, keluarga juga perlu dipersiapkan untuk

dapat menerima keadaan pasien, harus kuat untuk mengahdapi kemungkinan terburuk, yaitu

kematian yang terjadi apda pasien.

16

Page 18: Makalahh Ham

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Hak Pasien dan Kewajiban Dokter

Berdasarkan hubungan kontrak di atas muncullah hak-hak pasien yang pada dasarnya

terdiri dari dua hak, yaitu:

1. The Rights to health care

2. The Rights to self determination

Secara tegas The World Medical Association telah mengeluarkan Declaration of

Lisbon on the Rights of the Patient (1991), yaitu hak memilih dokter secara bebas, hak

dirawat oleh dokter yang bebas dalam membuat keputusan klinis dan etis, hak untuk

menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adekuat, hak untuk

dihormati kerahasiaan dirinya, hak untuk mati secara bermartabat dan hak untuk menerima

atau menolak dukungan spiritual atau moral.

UU kesehatan menyebutkan beberapa hak pasien seperti hak atas informasi, hak atas

second opinion, hak untuk memberikan persetujuan atau menolak suatu tindakan medis, hak

untuk kerahasiaan, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, dan hak untuk memperoleh

ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.

Di sisi lain pasien juga memiliki kewajiban, demikian pula dokter juga memiliki hak.

Namun yang lebih utama dibicarakan adalah kewajiban dokter yang dimilikinya sejak dia

mengucapkan sumpah dokter. Kewajiban tersebut adalah:

1. Kewajiban profesi sebagaimana terdapat di dalam lafal sumpah dokter, kode etik

kedokteran, standar prilaku profesi (SOP) dan standar pelayanan medis (SPM)

2. kewajiban yang lahir oleh karena adanya hubungan dokter-pasien

UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran merumuskan hak dan kewajiban

dokter dan pasien di dalam pasal-pasal 50-53. dokter dan dokter gigi memiliki hak

memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar

profesi dan standar prosedur operasional, hak untuk memberikan layanan medis menurut

standar profesi dan standar prosedur operasional, hak memperoleh informasi yang lengkap

dan jujur dari pasien atau keluarganya dan hak menerima imbalan jasa. Di sisi lain dokter dan

dokter gigi berkewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan

standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien apabila tidak

17

Page 19: Makalahh Ham

mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia, melakukan

pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang

bertugas dan mampu melakukannya, dan menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti

perkembangan ilmu kedokteran/ kedokteran gigi.

Sementara itu, berdasarkan UU Praktik Kedokteran pasien memiliki hak untuk

mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam

pasal 45 ayat (3), meminta pendapat dokter lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan

kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Adapun pasal

45 ayat (3) menyatakan tentang penjelasan tersebut di atas sekurang-kurangnya meliputi

diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang akan dilakukan, alternatif

tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis

terhadap tindakan yang akan dilakukan. Di sisi lain pasien berkewajiban memberikan

informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasihat dan

petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan, dan

memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. (1)

4.2 Informed consent

1. Prisip moral utama dokter

Dalam profesi kedokteran, dikenal 4 prinsip moral utama yang harus dijunjung tinggi

seorang dokter, yaitu5:

a. Prisnsip otonomi

Yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi

pasien (the rights to self determination). Prinsip otonomi pasien dianggap sebagai

dasar dari doktrin informed consent.

b. Prinsip beneficence

Yaitu prinsip moral yang mnegutamakn tindakan yang ditujukan ke kebaikan

pasien.

c. Prinsip non maleficence

Yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan

pasien.

d. Prinsip justice

Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

mendistribusikan sumber daya.

2. Informed consent

18

Page 20: Makalahh Ham

Informed consent adlah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif

antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang

tidak akan dilaukan terhadap pasien. Informed consent lebih kearah persetujuan sepihak atas

layanan yang ditawarkan pihak lain.5

Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu5:

a. Threshold elements

Pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten disini

diartikan berkapasitas untuk membuat keputusan. Secara hukum seseorang dianggap

kompeten adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental

yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa disini berarti telah mencapai usia 21 tahun

atau telah pernah menikah.

b. Information elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaiotu disclosure (pengungkapan) dan

understanding (pemehaman). Hal ini member konsekuensi pada tenaga medis untuk

memberikan informasi sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman

yang adekuat.

Seberapa baik suatu informasi harus diberikan kepada pasien dapat dilihat

dari 3 standar, yaitu:

Standar praktek profesi

Kewajiban memberikan informasi dan criteria ke-adekuat-an informasi

ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dlaam komunitas tenaga medis.

Standar subyektif

Keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara

pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut

dalam membuat keputusan. Standar inisangat sulit dilaksanakan atau hampir mustahil

untuk memahami nilai-nilai yang secara individual dianut pasien.

Standar pada reasonable person

Merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap

cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umumnya

orang awam. Subelemen pemahaman dipengaruhi oleh penyakitnya, irrasionalis, dan

imaturitas, banyak ahli mengatakan, apabila elemen ini tidak dilakukan, maka dokter

dianggap lalai melaksanakan tugasnya member informasi yang adekuat.

c. Consent elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan,

kebebaasan) dan authorization (persetujuan).

Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya penipuan, misrepresentasi ataupun

paksaan.

19

Page 21: Makalahh Ham

Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh persetujuan

terlebih dahulu dari pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih dahulu dianggap sebagai

penyerangan atas hak orang lain atau perbuatan melanggar hukum.

Doktrin informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan:

Keadaan darurat medis

Ancaman terhdap kesehatan masyarakat

Pelepasan hak memberikan consent

Clinical privilege

Pasien yang tidak kompeten memberikan consent

Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola peroleh informed

consent. Seorang yang dianggap sudah piku n, orang yang dianggap memiliki mental yang

lemah untuk dapat menerima kenyataan dan orang dlam keadaan terminal dianggap tidak

berkompeten menerima informasi yang benar apalagi membuat keputusan medis.

Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak

menyetujui terapi. Banyak ahli mengatakan bahwa hak menolak terapi bersifat tidak absolute,

artinya masih dapat ditolak atau tidak diterima oleh dokter. Hal ini karena dokter akan

mengalami konflik moral dengan kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban untuk

mencegah perbuatan bunuh diri, kewajiban melindungi pihak ketiga, dna integritas etis

profesi dokter.5

3. Proxy consent

Proxy consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu

sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan

consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia

mampu memberikannya (baik buat pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan

orang yang memberikan proxy-consent adalah:

Suami/isteri

Anak

Orang tua

Saudara kandung,dll

Proxy-consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.

4.3 Pengobatan Alternatif

Pandangan Hukum

Pemerintah telah mengeluarkan undang undang PERMENKES RI No 1109/PER/IX/2007

tentang batasa terapi alternatif yaitu.

20

Page 22: Makalahh Ham

Terapi alternatif merupakan terapi non-konvensional untuk meningkatkan kesehatan

pasien yang bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan harus dilandasi pengetahuan

biomedik. Individu yang menjalankan usaha terapi altrernatif seyogyanya memiliki izin dari

pemerintah untuk menjalankan praktik di bidang kesehatan.

Pro dan kontra tentang pengobatan alternatif :

Pro pengobatan alternatif

Pada umumnya biaya untuk terapi alternatif lebih murah, efek samping lebih sedikit,

tindakan tidak invasif, menggunakan bahan bahan alamiah.

Kontra pengobatanalternatif

Tidak ada pembuktian atau evidence based, tidak jelas bahan yang digunakan dalam

pengobatan, tidak melaporkan praktek kepada dinas kesehatan sehingga tidak memiliki surat,

membuka peluang terjadinya penipuan.

Pandangan bioetika tentang pengobatan alternatif

Terapi alternatif berdasarkan sudut pandang bioetika:

Otonomi : Pasien berhak memilih pengobatan yang akan dilakukan

Beneficence : Melakukan yang terbaik untuk proses perbaikan diri pasien dari

penyakit

Nonmaleficence : Selama terapi yang di lakukan tidak memperburuk kesehatan

pasien

Sebagai seorang dokter terhadap pengobatan alternatif

- Menghormati otonomi

Pasien berhak dan bebas memilih dan memutuskan tindakan apa yang akan di

lakukan dalam proses pengobatan dan penyembuhan atas dirinya.

- Melindungi agar pasien tidak dirugikan

- Sebagai dokter berkewajiban untuk menjelaskan tentang penyakit yang di derita

pasien. Dan memberikan masukan apa yang sebaiknya dilakukan untuk proses

perbaikan pasien dari penyakitnya tersebut. Tanpa menentang prinsip otonomi yang

dimiliki pasien untuk memilih pengobatan dokter.

21

Page 23: Makalahh Ham

- Memastikan pengobatan alternatif yang akan dijalankan pasien sesuai dengan

evidence based medicine

Perwatan paliatif

Perawatan paliatif adalah stiap bentuk perawatan medias atau perawatan yang

berkonsentrasi pada pengurangan gejala penyakit. Tujuan dari perawatan paliatif mencegah

dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam

menghadapi penyakit yang mengancam jiwa .

Non rumah sakit perawatan paliatif tidak tergantung pada prognosis dan ditawarkan

dalam hubunganya dengan kuratif dan semua bentuk lain yang sesuai perawatan medis .

Perwatan palliatif juga dapat digunakanuntuk mengurangi efek samping dari pengobatan

kuratif, seperti mengurangi rasa mual yang berhubungan dengan kemoterapi.

Perwatan paliatif itu sendiri berguna untuk

Penatalaksanaan nyeri

Penatalaksanaan keluhan fisik lain

Asuhan keperawatan

Dukungan psikologis

Dukungan sosial

Dukungan kultural dan spiritual

Dukungan persiapan dan selama duka cita

Istilah perawatan paliatif semakin digunakan berkaitan dengan penyakit lain selain

kanker seperti kronis, gangguan paru progresif, penyakit ginjal, gagal jantung kronis,

HIV/AIDS, dan kondisi neurologis progresif.

BAB V

KESIMPULAN

22

Page 24: Makalahh Ham

Ny. S memiliki hak otonomi yang harus dihormati. Pemaksaan pengobatan bagi

penyakit terminal dari carcinoma ovarium yang diderita Ny. S tidak dibenarkan oleh

agama, hukum, dan buruk menurut sudut pandang bioetika. Namun, pembiaran tanpa

usaha untuk mengobati secara tepat juga menjadi masalah moral tersendiri bagi para

praktisi medis yang seharusnya berpihak pada kehidupan dan mencegah kematian

yang belum saatnya. Pengobatan sia – sia yang dilakukan melalui pengobatan

alternatif juga dipandang buruk oleh sudut pandang etika, walaupun pengobatan

alternatif yang dilakukan sukarela adalah benar menurut hukum, agama, dan etika.

Masalah Ny. S seharusnya diselesaikan melalui pendekatan holistik yang persuasif

dari aspek biopsikososial dan spritual. Seharusnya masalah Ny. S diselesaikan dengan

komunikasi. Komunikasi untuk memperbaiki persepsi pasien memegang peranan

penting sehingga pasien tetap memiliki motivasi dan semangat untuk menjalani

pengobatan demi mengupayakan kesembuhan. Pada akhirnya Ny. S meninggal.

Seharusnya apabila Ny. S dan keluarga Ny. S mau melakukan terapi palliative, maka

keluarga dapat menerima dengan ikhlas kematian Ny. S dan semua akan dalam

keadaan lebih siap.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 25: Makalahh Ham

1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta:

Pustaka Dwipar; 2007. p. 10-2.

2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang

kedokteran. Jakarta: FKUI; 1994.

3. The World Medical Association. 2005. World Medical Association

Declaration of Lisbon on The Rights of The Patient. Available at:

http://dl.med.or.jp/dl-med/wma/lisbon2005e.pdf. Accessed on June 29, 2012.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009. Available at:

http://dinkes.demakkab.go.id/v2010/dokumen/uu_no_36_thn_2009-

ttg_kesehatan.pdf. Accessed on June 29, 2012.

24