Ham Interasional

24
KATA PENGANTAR Tiada kata yang layak penulis ucapkan selain puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulisan makalah ini mengenai Ratifikasi Perjanjian HAM Internasional” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam penulisan makalah ini, tidak jarang penulis menemukan kesulitan-kesulitan yang mendasar, namun kekurangan itu dapat teratasi dengan tersedianya Teknologi informasi yang begitu canggih, serta motivasi dan dukungan dari berbagai pihak, kesulitan-kesulitan itu akhirnya dapat diatasi. Maka dari itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Makalah ini, disusun oleh penulis agar pembaca dapat memahami perjanjian-perjanjian internasional khususnya HAM yang telah diikuti Indonesia, serta produk hukum yang dihasilkan melalui ratifikasi yang dilakukan terhadap perjanjian tersebut . Meskipun demikian penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu demi kesempurnaan makalah ini penulis sangat mengaharapkan Halaman | i

description

Instrumen HAM Internasional

Transcript of Ham Interasional

Page 1: Ham Interasional

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang layak penulis ucapkan selain puji syukur kehadirat Allah

SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulisan makalah ini

mengenai “Ratifikasi Perjanjian HAM Internasional” dapat diselesaikan tepat

pada waktunya.

Dalam penulisan makalah ini, tidak jarang penulis menemukan kesulitan-

kesulitan yang mendasar, namun kekurangan itu dapat teratasi dengan tersedianya

Teknologi informasi yang begitu canggih, serta motivasi dan dukungan dari

berbagai pihak, kesulitan-kesulitan itu akhirnya dapat diatasi. Maka dari itu,

penulis menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada berbagai

pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun secara tidak

langsung.

Makalah ini, disusun oleh penulis agar pembaca dapat memahami

perjanjian-perjanjian internasional khususnya HAM yang telah diikuti Indonesia,

serta produk hukum yang dihasilkan melalui ratifikasi yang dilakukan terhadap

perjanjian tersebut .

Meskipun demikian penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu demi kesempurnaan makalah ini penulis

sangat mengaharapkan masukan-masukan yang sifatnya membangun dari semua

pihak. Harapan penulis, mudah-mudahan makalah yang sederhana ini dapat

bermanfaat bagi kita semua sebagai insan akademik.

Makassar, 30 September 2015

PENULIS

Halaman | i

Page 2: Ham Interasional

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II..................................................................................................................................3

PEMBAHASAN....................................................................................................................3

A. Perjanjian HAM Internasional yang telah diterima Indonesia................................3

B. Pembatasan dalam aliran yang di ratifikasi terkait perjanjian Internasional mengenai HAM (Reservasi/ Deklarasi)...........................................................................6

C. Implementasi dalam perundang-undangan yang mengatur mengenai HAM.........9

BAB III...............................................................................................................................12

PENUTUP..........................................................................................................................12

A. Kesimpulan...........................................................................................................12

B. Saran....................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13

Halaman | ii

Page 3: Ham Interasional

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak awal, terlihat bahwa tujuan perjuangan rakyat Indonesia untu

mencapai kemerdekaan adalah untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan

yang lebih baik di semua bidang termasuk bidang Hak Asasi Manusia.

Proklamasi semdiri, dipandang sebagai jembatan dan pintu gerbang

memasuki kehidupan kebangsaan yang mengerhakan segenap potensi

kehidupan individu dan social demi terciptanya kehidupan yang sejahtera dan

berkeadilan1.

Hak Asasi Manusia dipercayai memiliki nilai universal. Nilai universal

berarti tidak mengenal batas ruang dan waktu. Nilai universal ini yang

kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional2. Bahkan

nilai universal ini dikukuhkan dalam berbagai instrumen internasional,

termasuk perjanjian internasional di bidang HAM. Seperti International

Covenant on Civil and Political Rights3 International Covenant on Economic,

Social and Cultural Rights4, International Convention on the Elimination of

all Forms of Racial Discrimination5 dan lain-lain.

Sebenarnya tidak ada satu ketentuan pun, baik hukum nasional maupun

hukum internasional yang mewajibkan negara meratifikasi konvensi

1 Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Liberty: Yogyakarta, 1997, hal. 14.

2 Wahyu Nugroho, Konsistensi Pemerintah Indonesia dalam Political Will pasca keikutsertaan ratifikasi Perjanjian Internasional bidang HAM, Jurnal Hukum, Vol XXVIII, No. 2, Desember 2012, hal 3.

3 Diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 29 tahun 1999 tentang pengesahan international convention on the elimination of all forms of racial discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965).

4 Diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).

5 Diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).

Halaman | 1

Page 4: Ham Interasional

internasional. Majelis Umum PBB hanya mengimbau agar negara anggotanya

meratifikasi perjanjian internasional. Negara tetap mempunyai kedaulatan

penuh untuk meratifikasi atau tidak meratifikasi perjanjian internasional, jika

melakukan ratifikasi, maka kepentingan nasional tetap diletakkan sebagai

pertimbangan utamanya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa sajakah Perjanjian HAM Internasional yang telah diterima

Indonesia ?

2. Apa sajakah pembatasan dalam aliran yang di ratifikasi terkait

perjanjian Internasional mengenai HAM (Reservasi/ Deklarasi) ?

3. Apa sajakah implementasi dalam perundang-undangan yang mengatur

mengenai HAM ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Perjanjian HAM Internasional yang telah diterima

Indonesia

2. Untuk mengetahui pembatasan dalam aliran yang di ratifikasi terkait

perjanjian Internasional HAM (Reservasi/ Deklarasi)

3. Untuk mengetahui implementasi dalam perundang-undangan yang

mengatur mengenai HAM

Halaman | 2

Page 5: Ham Interasional

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Perjanjian HAM Internasional yang telah diterima Indonesia

Ratifikasi perjanjian Internasional mengenai HAM berlaku di

Indonesia melalui Undang-undang dan Keputusan Presiden. Berbagai

perjanjian HAM Internasional yang telah diterima Indonesia diantaranya:

1. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination against Women).

Kovensi ini mulai berlaku sejak September 1981 dan dirafikasi

oleh Indonesia melalui UU No. 7 tahun 1984. Sejak pemberlakuannya,

konvensi ini telah menjadi instrumen internasional yang

menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang politik,

ekonomi, sosial budaya, dan sipil. Konvensi ini mensyaratkan agar

negara melakukan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda

untuk menjalankan suatu kebijakan yang menghapus diskriminasi

terhadap perempuan serta memberikan kesempatan kepada mereka

untuk mendapatkan HAM dan kebebasan dasar berdasarkan kesetaraan

antara laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaannya, Konvensi ini

juga mengatur mengenai pembentukan Komite Penghapusan

Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).

2. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)

Konvensi Hak Anak mulai berlaku sejak September 1990 dan

disahkan oleh Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam

Konvensi ini negara harus menghormati dan menjamin hak bagi setiap

anak tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,

pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal usul

kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain.

Negara juga harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk

Halaman | 3

Page 6: Ham Interasional

memastikan bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi

atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang

disampaikan, atau kepercayaan orang tua anak, walinya yang sah, atau

anggota keluarganya. Konvensi ini juga membentuk Komite Hak Anak

(CRC) untuk mengawasi pelaksanaan isi Konvensi.

3. Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and

Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau

Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusia dan Merendahkan

Martabat Manusia (Kovensi Menentang Penyiksaan) mulai berlaku

sejak Januari 1987. Indonesia mesahkan Konvensi ini melalui UU No.

5 tahun 1998. Kovensi ini mengatur lebih lanjut mengenai apa yang

terdapat dalam Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik. Konvensi ini

mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah legislatif,

administrasi, hukum, atau langkah-langkah efektif lainnya guna: 1)

mencegah tindak penyiksaan, pengusiran, pengembalian (refouler),

atau pengekstradisian seseorang ke negara lain apabila terdapat alasan

yang cukup kuat untuk menduga bahwa orang tersebut akan berada

dalam keadaan bahaya (karena menjadi sasaran penyiksaan), 2)

menjamin agar setiap orang yang menyatakan bahwa dirinya telah

disiksa dalam suatu wilayah kewenangan hukum mempunyai hak

untuk mengadu, memastikan agar kasusnya diperiksa dengan segera

oleh pihak-pihak yang berwenang secara tidak memihak, 3) menjamin

bahwa orang yang mengadu dan saksi-saksinya dilindungi dari segala

perlakuan buruk atau intimidasi sebagai akibat dari pengaduan atau

kesaksian yang mereka berikan, 4) menjamin korban memperoleh

ganti rugi serta (hak untuk mendapatkan) kompensasi yang adil dan

layak. Konvensi ini dalam pelaksanaannya diawasi oleh Komite

Menentang Penyiksaan (CAT), yang dibentuk berdasarkan aturan yang

terdapat didalamnya.

Halaman | 4

Page 7: Ham Interasional

4. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial

(International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Discrimination)

Konvensi ini mulai berlaku sejak Januari 1969 dan disah oleh

Indonesia melalui UU No. 29 tahun 1999. Terdapat larangan terhadap

segala bentuk diskriminasi rasial dalam bidang politik, ekonomi, sosial

dan budaya. Selain itu, Konvensi ini juga menjamin hak setiap orang

untuk diperlakukan sama di depan hukum tanpa membedakan ras,

warna kulit, asal usul dan suku bangsa. Konvensi ini juga membentuk

Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, yang mengawasi

pelaksanaannya.

5. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

(International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights)

Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui

UU No. 11 tahun 2005 mengesahkannya. Alasan perlunya

mempertimbangkan hak-hak dalam Kovenan ini adalah :

- Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum. Aparat penegak hukum

dalam melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah ekonomi,

sosial, dan budaya masyarakat.

- Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting diterapkan

dalam pekerjaan sehari-hari adalah tidak benar, karena dalam hak

ekonomi terdapat prinsip non-diskriminasi dan perlindungan terhadap

penghilangan paksa.

- Hak-hak yang dilindungi oleh dua Kovenan diakui secara universal

sebagai sesuatu yang saling terkait satu sama lain.

Seperti halnya Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan ini

dalam pelaksanaannya juga diawasi oleh suatu Komite (Komite

tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).

6. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International

Covenant on Civil and Political Rights)

Halaman | 5

Page 8: Ham Interasional

Hak-hak dalam DUHAM diatur secara lebih jelas dan rinci dalam

Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai

berlaku secara internasional sejak Maret 1976. Konvenan ini mengatur

mengenai:

a. Hak hidup;

b. Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam,

tidak manusiawi atau direndahkan martabat;

c. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;

d. Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan

memenuhi kewajiban kontraktual;

e. Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan

peradilan; dan

f. Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut

dalam penerapan hukum pidana.

Kovenan ini telah disahkan oleh lebih dari 100 negara di dunia.

Indonesia turut mengaksesinya6[1] atau pengesahannya melalui

Undang-Undang No. 12 tahun 2005, sehingga mengikat pemerintah

beserta aparatnya. Pelaksanaan Kovenan ini diawasi oleh Komite Hak

Asasi Manusia.

B. Pembatasan dalam aliran yang di ratifikasi terkait perjanjian

Internasional mengenai HAM (Reservasi/ Deklarasi)

Pembatasan- pembatasan dalam Proses ratifikasi perjanjian

Internasional mengenai HAM dapat melalu 2 cara yaitu proses Reservasi

dan Deklarasi. Beberapa produk hukum hasil ratifikasi diantaranya :

1. Undang-undang Republik Indonesia No 12 tahun 2005 tentang

Pengesaham International Convenant on Civil and Political Rights

(Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik).

6

Halaman | 6

Page 9: Ham Interasional

Berdasarkan pasal 1 ayat 1 : “Mengesahkan International Covenant on

Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak

Sipil dan Politik) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1”.

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang

Pengesahan International Convenant On Economic, Social And

Cultural Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi,

Sosial Dan Budaya)

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 : “Mengesahkan International Covenant

on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional

tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dengan Declaration

(Pernyataan) terhadap Pasal 1”.

3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 Tentang

Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or

Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang

Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak

Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia).

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 : “Mengesahkan Convention Against

Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or

Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau

Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusia, atau Merendahkan

Martabat Manusia) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 20

dan Reservation (Pensyaratan) terhadap Pasal 30 ayat (1)”.

Pensyaratan (Reservation) dan Deklarasi (Declaration) Konvensi ini

memperbolehkan Negara Pihak mengajukan pensyaratan terhadap 2

pasal, yakni :

a Menyatakan tidak mengakui kewenangan Komite Menentang

Penyiksaan dalam Pasal 20, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat

(1) Konvensi.

Halaman | 7

Page 10: Ham Interasional

b. Menyatakan tidak terikat pada pengajuan penyeIesaian suatu

perselisihan di antara Negara Pihak kepada Mahkamah

Internasional, berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Konvensi.

Konvensi ini juga memungkinkan Negara Pihak membuat deklarasi

mengenai kewenangan. KomiteMenentang Penyiksaan, sebagaimana

diatur oleh Pasal 21 dan Pasal 22 Konvensi.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1999 Tentang

Pengesahan International Convention On The Elimination Of All

Forms Of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional

Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965).

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 : “Mengesahkan International Convention

on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965

(Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Rasial 1965) dengan Reservation (Pensyaratan) terhadap

Pasal 22”.

Pensyaratan terhadap pasal 22 konvensi internasional tentang

penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial 1965 :

“Pemerintah Republik Indonesia menyatakan tidak terikat pada

ketentuan Pasal 22 Konvensi Internasional tentang Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965 dan berpendirian bahwa

apabila terjadi persengketaan akibat perbedaan penafsiran atau

penerapan isinya yang tidak terselesaikan melalui saluran sebagaimana

diatur dalam pasal tersebut, dapat menunjuk Mahkamah Internasional

hanya berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa”.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 Tentang

Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk

Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of

All Forms Of Discrimination Against Women)

Halaman | 8

Page 11: Ham Interasional

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 : “Mengesahkan Konvensi mengenai

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita

(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

Against Women) yang telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Desember 1979, dengan pensyaratan

(reservation) terhadap Pasal 29 ayat (1) tentang penyelesaian

perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini, yang

salinannya dilampirkan pada Undang-undang ini”.

6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990

Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child

(Konvensi Tentang Hak-Hak Anak)

Berdasarkan Pasal 1: “Mengesahkan Convention on the Rights of the

Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) yang telah ditandatangani

oleh Pemerintah Republik Indonesia di New York, Amerika Serikat,

pada tanggal 26 Januari 1990, sebagai hasil Sidang Majelis Umum

Perserikatan Bangsa- Bangsa yang diterima pada tanggal 20 Nopember

1989 dengan pernyataan (declaration), yang salinan naskah aslinya

dalam bahasa Inggris sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden

ini.

C. Implementasi dalam perundang-undangan yang mengatur mengenai

HAM

Ratifikasi perjanjian internasional memperlihatkan sekaligus menjadi

pembuktian bahwa Indonesia sangat menjunjung tinggi perlindungan

HAM Warga negaranya. Seiring berjalannya waktu, muncul beberapa

lembaga yang menjadi instrument penegakan Hak Asasi Manusia yang

memperkuat proses perlindungan HAM di Indonesia diantaranya :

1. UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang di dalamnya

memuat penjelasan mengenai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Halaman | 9

Page 12: Ham Interasional

Komisi Nasional HAM pada awalnya dibentuk dengan keppres No. 50

tahun 1993 sebagai respon terhadap tuntutan masyarakat maupun

tekanan dunia internasional mengenai perlunya penegakkan hak-hak

asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya undang-undang

No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Komnas HAM terbentuk

dengan keppres tersebut harus sesuai dengan UU No. 39 tahun 1999.

Yang bertujuan untuk membantu pengembangan kondisi yang

kondusif bagi pelaksanaan hak-hak asasi manusia dan meningkatkan

perlindungan dan penegakkan hak-hak asasi manusia guna

berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan

berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

2. Keppres No. 181 tahun 1998 yang mengenai Komisi Nasional Anti

Kekerasan terhadap Perempuan. Dasar pertimbangan pembentukan

komisi nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan

menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Sifatnya

independen dan bertujuan untuk menyebarluaskan pemahaman bentuk

kekerasan terhadap perempuan, menegmbangkan kodisi yang kondusif

bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan serta

meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk

kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan.

3. UU No 26 tahun 2000 yang mengatur mengenai Pengadilan Hak Asasi

Manusia.

Sejak era reformasi berbagai produk hukum dilahirkan untuk memperbaiki

kondisi hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik.

Antara lain, UUD 1945 pasal 28A sampai pasal 28J, Ketetapan MPR

Nomor XVII/ MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU Pers, UU

tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU Unjuk rasa), UU

HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol, UU Otonomi

Daerah, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau

Halaman | 10

Page 13: Ham Interasional

merendahkan martabat, dan UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi

Rasial. Dari sisi politik, rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan

politik yang luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan

berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas

kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan,

yang vital bagi bekerjanya sistem politik dan pemerintahan demokratis

telah dinikmati oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Halaman | 11

Page 14: Ham Interasional

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perjanjian HAM Internasional yang telah diterima Indonesia diantaranya :

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan

(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against

Women), Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child),

Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other

Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), Konvensi

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International

Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination),

Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

(International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights), dan

Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International

Covenant on Civil and Political Rights)

2. Pembatasan- pembatasan dalam Proses ratifikasi perjanjian Internasional

mengenai HAM dapat melalu 2 cara yaitu proses Reservasi dan

Deklarasi. Ratifikasi dilakukan pada: (1) Undang-undang Republik

Indonesia No 12 tahun 2005 tentang Pengesaham International

Convenant on Civil and Political Rights (Deklarasi); (2) Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan

International Convenant On Economic, Social And Cultural Rights

(Deklarasi); (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1998 Tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel,

Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Deklarasi dan

Reservasi); (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun

1999 Tentang Pengesahan International Convention On The Elimination

Of All Forms Of Racial Discrimination 1965 (Reservasi); (5) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan

Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap

Halaman | 12

Page 15: Ham Interasional

Wanita (Reservasi); Dan (6) Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention On The Rights

Of The Child (Deklarasi).

3. Seiring berjalannya waktu, muncul beberapa lembaga yang menjadi

instrument penegakan Hak Asasi Manusia yang memperkuat proses

perlindungan HAM di Indonesia diantaranya : Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Pengadilan Hak Asasi Manusia.

B. Saran1. Pelaksanaan regulasi yang telah ditetapkan tetap perlu mendapat

pengawasan untuk mencegah penyimpangan terhadap aturan yang

terkadang disalahgunakan oleh pemangku jabatan.

2. Hak Asasi Manusia mutlak dan menjadi tanggung jawab semua kalangan,

jadi diperlukan kerja sama dalam menciptakan situasi dan kehidupan yang

berdasarkan atas konstitusi yang di dalamnya mengatur atas perlindungan

Hak Asasi Manusia.

Halaman | 13

Page 16: Ham Interasional

DAFTAR PUSTAKA

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan

Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Liberty: Yogyakarta, 1997.

Putri Pramesti Ningyas, perlindungan hak politik perempuan dalam undang -

undang politik di indonesia era reformasi. Skripsi fakultas Universitas Islam

Indonesia. Di unduh dari

http://law.uii.ac.id/images/stories/dmdocuments/FH-UII-

PERLINDUNGAN-HAK-POLITIK-PEREMPUAN-DALAM-UNDANG-

%E2%80%93-UNDANG.pdf. (30 September 2015).

Wahyu Nugroho, Konsistensi Pemerintah Indonesia dalam Political Will pasca

keikutsertaan ratifikasi Perjanjian Internasional bidang HAM, Jurnal

Hukum, Vol XXVIII, No. 2, Desember 2012.

Halaman | 14