Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

10
POLA PENYEBARAN INFEKSI ODONTOGENIK Penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus. Kondisi-kondisi yang tertulis di bawah ini adalah berkaitan dengan poin ke-2 dan ke- 3, karena ketahanan jaringan dan letak perlekatan otot mempengaruhi sampai dimana arah gerak pus. Dengan adanya faktor-faktor tersebut, maka akan tercipta kondisi-kondisi seperti yang tertera pada gambar, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku : a. Abses Submukosa (Submucous Abscess) Disebut “submukosa” karena memang dikarenakan pus terletak dibawah lapisan mukosa, akan tetapi, jika berbeda tempat, berbeda pula namanya. Ada 4 huruf “a” yang tertera pada gambar, kesemuanya merupakan abses submukosa, namun untuk yang terletak di palatal, disebut sebagai Abses Palatal (Palatal Abscess). Yang terletak tepat dibawah lidah dan diatas (superior dari) perlekatan otot Mylohyoid disebut abses Sublingual (Sublingual Abscess). Yang terletak di sebelah bukal gigi disebut dengan Abses vestibular, kadangkala sering terjadi salah diagnosa karena letak dan secara klinis terlihat seperti Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular. b. Abses Bukal (Buccal Space Abscess) Abses Bukal (Buccal Space Abscess) dan Abses Vestibular kadang terlihat membingungkan keadaan klinisnya, akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular. c. Abses Submandibular (Submandibular Abscess) Kondisi ini tercipta jika jalur pergerakan pus melalui inferior (dibawah) perlekatan otot Mylohyoid dan masih diatas (superior) otot Platysma. d. Abses Perimandibular Kondisi ini unik dan khas , karena pada klinisnya akan ditemukan tidak terabanya tepian body of Mandible, karena pada region tersebut telah terisi oleh pus, sehingga terasa pembesaran di region tepi mandibula.

description

Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik FKG UNISSULA 2011

Transcript of Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

Page 1: Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

POLA PENYEBARAN INFEKSI ODONTOGENIK

Penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.

Kondisi-kondisi yang tertulis di bawah ini adalah berkaitan dengan poin ke-2 dan ke-3, karena ketahanan jaringan dan letak perlekatan otot mempengaruhi sampai dimana arah gerak pus. Dengan adanya faktor-faktor tersebut, maka akan tercipta kondisi-kondisi seperti yang tertera pada gambar, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku :

a. Abses Submukosa (Submucous Abscess)

Disebut “submukosa” karena memang dikarenakan pus terletak dibawah lapisan mukosa, akan tetapi, jika berbeda tempat, berbeda pula namanya. Ada 4 huruf “a” yang tertera pada gambar, kesemuanya merupakan abses submukosa, namun untuk yang terletak di palatal, disebut sebagai Abses Palatal (Palatal Abscess). Yang terletak tepat dibawah lidah dan diatas (superior dari) perlekatan otot Mylohyoid disebut abses Sublingual (Sublingual Abscess). Yang terletak di sebelah bukal gigi disebut dengan Abses vestibular, kadangkala sering terjadi salah diagnosa karena letak dan secara klinis terlihat seperti Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.

b. Abses Bukal (Buccal Space Abscess)

Abses Bukal (Buccal Space Abscess) dan Abses Vestibular kadang terlihat membingungkan keadaan klinisnya, akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.

c. Abses Submandibular (Submandibular Abscess)

Kondisi ini tercipta jika jalur pergerakan pus melalui inferior (dibawah) perlekatan otot Mylohyoid dan masih diatas (superior) otot Platysma.

d. Abses Perimandibular

Kondisi ini unik dan khas , karena pada klinisnya akan ditemukan tidak terabanya tepian body of Mandible, karena pada region tersebut telah terisi oleh pus, sehingga terasa pembesaran di region tepi mandibula.

e. Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess)

Sesuai namanya, abses ini terletak tepat dibawah lapisan kulit (subkutan). Ditandai dengan terlihat jelasnya pembesaran secara ekstra oral, kulit terlihat mengkilap di regio yang mengalami pembesaran, dan merupakan tahap terluar dari seluruh perjalanan abses. Biasanya jika dibiarkan, akan terdrainase spontan, namun disarankan untuk melakukan insisi untuk drainase sebagai perawatan definitifnya.

f. Sinusitis Maksilaris

Sebenarnya ini merupakan sebuah kelanjutan infeksi yang lumayan ekstrim, karena letak akar palatal gigi molar biasanya berdekatan dengan dasar sinus maksilaris, maka jika terjadi infeksi pada periapikal akar palatal gigi molar, jika tidak tertangani dari awal, maka penjalran infeksi dimungkinkan akan berlanjut ke rongga sinus maksilaris dan menyebabkan kondisi sinusitis.

Page 2: Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

http://gilangrasuna.wordpress.com/category/penjalaran-infeksi-odontogen/ diakses pada 23/2/2014 17.02 WIB

Page 3: Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal (Karasutisna, 2001).

Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Fragiskos, 2007).

rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2) subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory – cervicofacial.

http://dentosca.wordpress.com/2011/04/02/pola-penyebaran-abses-akibat-infeksi-odontogen/

GEJALA KLINIS

    Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terus-menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik sebelumnya. 

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu ;

1. Rubor    : permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat kemerahan akibat 

vasodilatasi, efek dari inflamasi

2. Tumor    : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau cairan exudat

3. Calor    : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke area

infeksi

4. Dolor    : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf sensorik oleh jaringan 

yang bengkak akibat edema atau infeksi

5. Fungsiolaesa : 

terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus, disfagia, dan 

gangguan pernafasan.

        Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).

    Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang

Page 4: Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

fascia, trismus dan derajat dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries, kedalaman caries, vitalitas gigi, lokalisasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi. Dilihat juga adakah obstruksi ductus Wharton dan Stenson, serta menilai kualitas cairan duktus Wharton dan Stenson (pus atau saliva). Pemeriksaan oftalmologi dilakukan bila dicurigai mata terkena infeksi. Pemeriksaan mata meliputi : fungsi otot-otot ekstraokuler, adakah proptosis, adakah edema preseptal atau postseptal. 

    Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan kultur, foto rontgen dan CT scan (atas indikasi). Bila infeksi odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan pemeriksaan CT scan, foto rontgen panoramik sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. CT scan harus dilakukan bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang fascia di daerah mata atau leher.

 

DIAGNOSIS

    Berdasarkananamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan diagnosis infeksi odontogen apakah termasuk infeksi odontogen lokal / terlokalisir atau infeksi odontogen umum / menyebar.

 

TERAPI

    Tujuan manajemen infeksi odontogen adalah :

Menjaga saluran nafas tetap bebas o dasar mulut dan lidah yang terangkat ke arah tonsil akan menyebabkan gagal nafas

o mengetahui adanya gangguan pernafasan adalah langkah awal diagnosis yang paling

penting dalam manajemen infeksi odontogeno tanda-tanda terjadi gangguan pernafasan adalah pasien terlihat gelisah, tidak dapat tidur

dalam posisi terlentang dengan tenang, mengeluarkan air liur, disfonia, terdengar stridoro saluran nafas yang tertutup merupakan penyebab kematian pasien infeksi odontogen

o jalan nafas yang bebas secara kontinu dievaluasi selama terapi

o dokter bedah harus memutuskan kebutuhan, waktu dan metode operasi untuk

mempertahankan saluran nafas pada saat emergency (gawat darurat).

Operasi drainaseo pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah penyakit

abseso memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan menyebabkan kesalahan

dalam mengidentifikasi organisme penyebab penyakit infeksi odontogeno penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan, ruang

sekunder potensial terinfeksi jugao CT scan dapat membantu mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi

o Foto rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat infeksi

o Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral

o Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa didrainase dengan

kombinasi intraoral dan ekstraoralo Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan buccal disarankan

diincisi ekstraoral dan didrainase.

Page 5: Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

Medikamentosao rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita dehidrasi adalah sangat besar)

o merawat pasien yang memiliki faktor predisposisi terkena infeksi (contohnya Diabetes

Mellitus)o mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit

o memberikan analgetika dan merawat infeksi dasar bila pasien menderita trismus,

pembengkakan atau rasa sakit di mulut.

Identifikasi bakteri penyebabo diharapkan penyebabnya adalah alpha-hemolytic Streptococcus dan bakteri anaerob lainnya

o kultur harus dilakukan pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji sensitivitas

dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik (kemungkinan resisten terhadap antibiotika)o Hasil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk kultur dan uji sensitivitas jika incisi dan drainase

terlambat dilakukan

Menyeleksi terapi antibotika yang tepato penicillin parenteral

o metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada infeksi yang berat

o Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin

o Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama) 

o antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi odontogen yang

signifikano jika mediastinal dicurigai terkena infeksi harus dilakukan CT scan thorax segera dan

konsultasi kepada dokter bedah thorax kardiovaskularo ekstraksi gigi penyebab akan menyembuhkan infeksi odontogen

Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini berperan layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. media perkembangbiakan bakteri yang baik.

S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.

Sebelum mencapai “dunia luar”, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai “mencapai” korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-

Page 6: Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.

Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil “menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.

Fascial spaces primer

1. Maksilaa. Canine spacesb. Buccal spacesc. Infratemporal spaces

2. Mandibulaa. Submental spacesb. Buccal spacesc. Sublingual spacesd. Submandibular spaces

- Fascial spaces sekunder

Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.

Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.

• Canine spaces

Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus.

Page 7: Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

• Buccal spaces

Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan.

• Infratemporal spaces

Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila infeksi telah menyebar.

• Submental space

Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.

• Sublingual space

Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.

• Submandibular space

Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.

• Masticator space

Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m. temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.

• Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)

Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, trismus.

• Retropharyngeal space (posterior visceral space)

Page 8: Pola Penyebaran Infeksi Odontogenik

Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato voice, stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial bawah, Horner syndrome)