Infeksi Odontogenik

23
Infeksi Odontogenik A. Infeksi Odontogenik Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari gigi yang berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi pada region orofacial adalah odontogenik. Infeksi odontogenik merupakan pemyakit yang paling umum sedunia dan merupakan alasan mencari perawatan dental (Fragiskos , 2007) Infeksi terbanyak di regio maxila dan mandibula disebabkan oleh infeksi odontogenik antara lain infeksi periapikal dan periodontal, kista, fraktur akar, infeksi residual dan poket perikoronal (Archer, 1975). Ada tiga variabel penting yang harus dievaluasi pada manajemen infeksi yaitu: 1. Penyebab infeksi (bakteri, virus atau jamur) 2. Anatomis tempat terjadinya infeksi 3. Kemampuan pasien melawan infeksi (Archer, 1975) Untuk memahami bagaimana penyembuhan infeksi, seorang dokter gigi harus menmahami patofisiologi infeksi yaitu: Inokulasi: masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh tanpa menyebabkan penyakit Infeksi : terjadinya proliferasi dari mikroba yang merangsang mekanisme pertahanan tubuh Inflamasi : reaksi lokal dari jaringan pembuluh darah dan ikat serta menghasilkan pembentukan eksudat yang kaya akan protein dan sel. Berdasarkan lama dan keparahan, inflamasi diklasifikasikan menjadi akut, subakut dan kronis. (Fragiskos, 2007) B. Etiologi Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa

description

Odon

Transcript of Infeksi Odontogenik

Page 1: Infeksi Odontogenik

Infeksi Odontogenik

A.    Infeksi Odontogenik

Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari gigi yang berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi pada region orofacial adalah odontogenik. Infeksi odontogenik merupakan pemyakit yang paling umum sedunia dan merupakan alasan mencari perawatan dental (Fragiskos , 2007)

Infeksi terbanyak di regio maxila dan mandibula disebabkan oleh infeksi odontogenik  antara lain infeksi periapikal dan periodontal, kista, fraktur akar, infeksi residual dan poket perikoronal (Archer, 1975).Ada tiga variabel penting yang harus dievaluasi pada manajemen infeksi yaitu:

1.     Penyebab infeksi (bakteri, virus atau jamur)2.     Anatomis tempat terjadinya infeksi3.     Kemampuan pasien melawan infeksi

(Archer, 1975)Untuk memahami bagaimana penyembuhan infeksi, seorang dokter gigi harus

menmahami patofisiologi infeksi yaitu:Inokulasi: masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh tanpa menyebabkan penyakitInfeksi : terjadinya proliferasi dari mikroba yang merangsang mekanisme pertahanan tubuhInflamasi : reaksi lokal dari jaringan pembuluh darah dan ikat serta menghasilkan pembentukan eksudat yang kaya akan protein dan sel.Berdasarkan lama dan keparahan, inflamasi diklasifikasikan menjadi akut, subakut dan kronis. (Fragiskos, 2007)

B.    Etiologi

Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut.Kekomplekan flora rongga mulut dan gigi dapat menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x 1011 anaerobs/gram.

Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalahbakteri gram positif yaitu species Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 25 %. Pada infeksi campuran ini biasanya

Page 2: Infeksi Odontogenik

ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan kultur. Bakteri Fusobacteria sp. biasanya ditermukan pada infeksi yang berat (Abubaker dan Benson, 2007).

C.    Patofisiologi

Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang merupakan tahap komplikasi.

Infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.

Pada infeksi sekitar foramen apikalis terjadi nekrosis disertai akumulasi leukosit yang banyak dan sel-sel inflamasi lainnya. Sedangkan pada jaringan sekitar abses akan tampak hiperemis dan edema. Bila masa infeksi bertambah, maka tulang sekitarnya akan tersangkut, dimulai dengan hiperemia pembuluh darah kemudian infiltrasi leukosit dan akhirnya proses supurasi. Penyebaran selanjutnya akan melalui kanal tulang menuju permukaan tulang dan periosteum. Tahap berikutnya periosteum pecah dan pus akan terkumpul di suatu tempat di antara spatia sehingga membentuk suatu rongga patologis. Pembentukan abses pada umumnya didahului oleh periodontitis apikalis akut, namun dapat juga langsung tanpa didahului oleh periodontitis apikalis.

Stadium1.     Stadium subperiostal dan periostal

• Pembengkakan belum terlihat jelas• Warna mukosa masih normal• Perkusi gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat• Palpasi sakit dengan konsistensi keras

2.     Stadium serosa• Abses menembus periosteum, masuk tunika serosa dari tulang dan

pembengkakan sudah ada• Mukosa mengalami hiperemi dan merah• Rasa sakit yang mendalam• Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi3. Stadium subkutan•Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit•Warna kulit ditepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat•Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah•Turgor kencang, berkilat dan berfluktuasi tidak nyata

D.    Tanda dan Gejala

Page 3: Infeksi Odontogenik

a.     Adanya respon InflamasiRespon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam beberapa tanda :

1)    Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.

2)    Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.

3)    Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka (Fragiskos, 2005)

b.     Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi.c.     Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnyad.     Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotike.     Adanya gejala infeksi

Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.

f.      LimphadenopatiPada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan  memerlukan insisi dan drainase.

E.    Macam Infeksi

Tahap awal infeksi odontogenik biasanya diinisiasi oleh bakteri aerob yang bervirulensi tinggi (umumnya streptococci) yang menyebabkan terjadinya celulitis, yang diikuti dengan infeksi dari bakteri campuran aerob dan anaerob. Infeksi akan berkembang menjadi semakin kronis (tahap abses) dimana bakteri anaerob akan semakin mendominasi.

1.     CelulitisIstilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut

padapermukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua

Page 4: Infeksi Odontogenik

tempatdimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher,karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.

Selulitis adalah suatu pembengkakan jaringan yang hangat, difus, eritematus dan terasa nyeri. Selulitis bisa mudah ditangani namun bisa juga menjadi parah dan mengancam jiwa.

a)     EtiologiEtiologinya berasal dari bakteri Streptococcus sp. Mikroorganisme lainnya negatif

anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis.

Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.Penyebab dari selulitis adalah bakteri streptokokus, streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.

b)    Gejala KlinisSelulitis pada mulanya pembengkakan yang terjadi terbatas pada area tertentu yaitu satu

atau dua ruangan fasial yag tidak jelas batasnya. Palpasi pada region tersebut mengungkapkan konsistensinya sangat lunak dan spongios. Pasien juga menunjukkan gejala demam malaise, rasa sakit, pembengkakan, trismus disfagia dan limfadenitis. Pada tahap ini akan terjadi leukositosis dan meningkatnnya laju endap darah (ESR). Apabila perdarahan tubuh efektif, maka akan terjadi pembentukan infiltrate regional dan konsistensi pembengkakan menjadi keras atau bahka seperti papan (board like). Pada saat ini terjadi purulensi dan difus (tidak terlokalisir). Pada tahap ini potensi untuk menyebar kejaringan sekitarnya sagat tinggi.

c)     Penegakan DiagnosisUntuk menegakkan diagnosis selulitis, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium, yakni

pemeriksaan darah untuk melihat jumlah sel darah putih, eosinofil dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit. Pada penderita selulitis akan terjadi leukositosis, yakni jumlah sel leukosit dalam darah meningkat akibat adanya infeksi. Setelah pemeriksaan darah selesai dilakukan, kemudian dilanjutkan kultur bakteri dan pewarnaan gram bakteri untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi jaringan tersebut. Dengan mengetahui jenis bakteri pada jaringan tersebut, dapat diketahui jenis antibiotik yang akan digunakan sebagai terapi.

Hal pertama yang dilakukan untuk meng kultur bakteri pada penegakan diagnosis selulitis adalah dengan mencuci kulit dengan sabun anti kuman, serta mukosa diolesi dengan alkohol. Daerah selulitis tersebut dilakukan aspirasi menggunakan jarum 18-20 gauge. Aspirant yang berupa serous dimasukan kedalam vital transport anaerob, atau apabila bisa diantarkan dengan cepat (10-15 menit) dapat digunakan spuit

d)    TerapiTerapi dari selulitis adalah dengan antibiotik dan menghilangkan kausa infeksi. Namun

apabila belum terlihat tanda penyembuhan setelah 2-3 hari dan apabila ditemukan purulen, maka sebaiknya dilakukan bedah incisi dan drainase (Abubaker dan Benson, 2007)

Selulitis memerlukan penanganan yang segera, dalam terapinya digunakan obat analgesic dan antibiotic dengan dosis yang ditingkatkan. Pemberian antibiotika penicillin ataupun clindamycin dalam dosis besar, Infeksi ringan dapat diobati dengan obat, analgesik, antipretik. (Fragiskos, 2007)

Page 5: Infeksi Odontogenik

Penanganan mengenai jalan nafas menjadi tujuan utama sehingga apabila terjadi hambatan nafas maka bisa dilakukan laryngotomy namun tidak disarankan tracheostomy. (Malik, 2008). Untuk operasi pembedahan dilakukan dengan tujuan mengurangi kompresi sehingga jalan nafas menjadi lebih terbuka dan kemudian untuk mengeluarkan dilakukan insisi submandibular bilateral ataupun jika diperlukan submental midline. Hal ini dilakukan bila diperlukan. (Malik, 2008)

Pemberian obat tersebut dilakukan secara peroral, bila terjadi gangguan pada penelanan seperti terhambatnnya laring, maka obat diberikan melalui suntikan intravena. Obat antibiotik yang dapat diberikan melalui intravena adalah oksasilin dan nafsilin. Terapi dengan insisi dan drainase dilakukan bila telah terbentuk mata abses yang ditunjukan pula dengan adanya fluktuan dan pembentukan abses.

Insisi dan drainase melalui kulit dilakukan dengan memilih daerah bebas dengan mempertimbangkan estetik. Pertama tama kulit dipersiapkan dengan menggunakan surgical scrub yang diusapkan pada daerah incise menggunakan handuk. Kemudian dilakukan anestesi local (infiltrasi, blok maksilar, mandibular, servikal, superficial baik sendiri ataupun kombinasi) dan pemberian sedasi. Pemberian anestesi umum pada tindakan incise drainesi ini juga dapat dilakukan. Sebelum incise dilakukan aspirasi eksudat untuk sampel pemeriksaan smear dan kultur, incise dibuat sejajar dengan garis langer dan lipatan kulit. Agar dapat mencapai kantung kantung nanah pada ruangan ruangan fasial yang jauh letaknya maka harus dilakukan diseksi tertutup yang dalam menggunakan hemostat dengan lengkungan yang kecil.

Pada kunjungan kontrol pertama (biasanya sesudah 24 jam) dressing diganti dan bagian yang di drainase diperiksa. Akan lebih baik bila dikultur ulang terhadap bahan drainase, karena flora sangat cepat berubah, khususnya dengan adanya perubahan lingkugan jaringan local. Kadang perlu dilakukan irigasi pada daerah yag di drainase. Bahan yang digunakan untuk irigasi adalah larutan saline steril, larutan antibiotic topical dan kimia, misal larutan dankins atau hydrogen peroxide.

2.     AbsesAbses adalah suatu poket jaringan yang mengandung jaringan nekrotik, koloni bakteri

dan sel darah putih mati. Daerah infeksi bisa berfluktuasi maupun tidak berfluktuasi (Abubaker dan Benson, 2007).

Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi (Aryati, 2006).

1). EtiologiAbses pada umumnya disebabkan karena patologi, trauma atau perawatan gigi dan

jaringan pendukungnya. Infeksi odontogenik ini dimulai dengan terjadinya kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi kearah periapikal. Terjadinya peradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut tergantung dari virulensi kuman dan efektivitas pertahanan hospes. Kerusakan pada ligamentum periodontium bisa memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi abses periodontal akut. Apabila gigi tidak erupsi sempurna, mukosa yang menutupi sebagian gigi tersebut mengakibatkan

Page 6: Infeksi Odontogenik

terperangkap dan terkumpulnya bakteri dan debris, sehingga mengakibatkan abses perikoronal (Pedersen, 1996).

2). Gambaran KlinisAbses merupakan infeksi akut yang terlokalisir, manifestasinya dapat berupa

peradangan, pembengkakan disertai nyeri jika ditekan atau disertai kerusakan jaringan setempat. Abses periapikal berukuran kecil, berdiameter kurang lebih 1 cm sehingga menutupi vestibulum. Mukosa di atasnya Nampak mengkilat, eritematous, tegang dan kencang. Abses periodontal akut dapat ditandai dengan adanya pembengkakan yang besar dan pergeseran papilla interdental yang jelas atau mungkin akan menjadi abses periapikal dengan penutupan/kelainan vestibular. Abses perikoronal akut/perikoronitis yang melibatkan gigi yang erupsi sebagian menunjukkan tanda pembengkakan yang eritematous, penonjolan dan pergeseran jaringan sekitarnya dan yang menutupi (operculum). Ronsen periapikal menunjukkan adanya kerusakkan tulang disekitar gigi yang terkena yang disebabkan karena infeksi kronis yang terjadi sebelumnya (Pedersen, 1996).

3). Tanda dan GejalaAbses odontogenik akut menimbulkan gejala sakit yang kompleks, pembengkakkan,

kemerahan, supurasi, gangguan pengecapan dan bau mulut. Rasa sakit yag diderita disertai dengan nyeri tekan regional yang ekstrim yang tidak mempan diobati dengan analgetik biasa.

4). Penegakkan DiagnosisAbses periodontal dan perikoronal sering disertai dengan purulensi yang biasa

dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses memiliki dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal maka palpasi digital yang dilakukan perlahan terhadap lesi yang teranastesi bisa menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya purulensi. Untuk menegakkan diagnosi abses dilakukan kultur dan pengecatan bakteri serta foto ronsen berupa ronsen periapikal atau OPG dan jika infeksi sudah menyebar luas dibutuhkan ronsen CT Scan.

Daerah yang mengalami fluktuasi diaspirasi untuk diambil purulensinya. Hal tersebut dilakukan dengan memasukkan jarum besar 18 atau 20 gauge yang dicekatkan pada spuit disposibel yang berukuran 3 ml atau lebih kedalam lesi. Biasanya didapatkan eksudat yang bercampur darah dengan warna kuning atau seperti krim. Apabila tidak didapatkan bahan purulensi maka infeksinya bersifat difus. Sedangkan pada ronsen foto terlihat adanya gambaran radiolusen dengan batas tepi yang tidak tegas pada daerah apical gigi.

5). Terapia). Penatalaksanaan Abses OdontogenikPerawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik. Perawatan lokal

meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik, dan terapi pendukung. Walaupun kelihatannya pasien memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi (perawatan) yang dilakukan. Pemberian antibiotik sesuai dengan kondisi infeksi diperlukan adanya kombinasi mengingat bahwa lebih dominan infeksi abses merupakan bakteri anaerob sedangkan sisanya adalah bakteri aerob.(Malik, 2008)

Pada pemberian antibiotik sebelumnya diperlukan kultur untuk mengetahui deposit bakteri apa yang terdapat pada area tersebut sehingga pemberian antibiotika lebih tepat sasaran. Namun dalam kultur perlu diketahui bahwa kendala mengenai ketahanan bakteri anaerob akan lebih cepat mati dalam metode pengambilan bakteri dengan teknik aerob dan

Page 7: Infeksi Odontogenik

selain itu ketepatan dalam pengambilan sampel. (Miloro dkk, 2004) Oleh karena itu menurut Balaji dkk (2009), terkadang kultur bakteri tidak dilakukan secara rutin kecuali pada kasus:

       Disaat pasien gagal merespon obat lebih dari 48 jam.       Ketika infeksi menyebar ke spasium lain       Pada pasien imunodepresed seperti pada HIV, maupun pasien dengan riwayat endokarditis.

Antibiotik yang biasa digunakan pertama kali antara lain amoksisilin/clavulanic acid dengan pilihan lain penicillin dan clindamicin. (Balaji dkk, 2009) Terkadang adapun penembahan metronidazole sebagai kombinasi untuk bakteri spesifik anaerob. (Malik, 2008)

Abses periodontal dan perikoronal sering disertai pernanahan (purulensi), yang bisa dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses mempunyai dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal, maka palpasi digital yang dilakukan perlahan-lahan terhadap lesi yang teranestesi bisa menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya pernanahan.

Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa diperiksa/dicari dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila interdental atau operkulum. Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat debris makanan, yang merupakan benda asing yang dapat mendukung proses infeksi.

b). Alat dan Bahan1)    Jarum 18 atau 20 gauge2)    Spoit disposibel 3ml3)    Blade nomor 11 atau 154)    Selang lateks, silikon, atau karet

c). Insisi dan DrainaseAbses fluktuan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal maupun

periapikal, dirawat secara lokal yaitu insisi dan drainase, maka anestesi yang dilakukan sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap cukup untuk melanjutkan tindakan ini.

Pada pembuatan insisi berprinsip insisi merupakan rute terpendek dengan akumulasi eksudat atau nanah, tetapi selalu menjaga integritas struktur anatomi dan melakukan insisi dengan kriteria estetika di daerah dengan dampak minimal pada daerah cutaneus atau mukosa (dengan blade nomor 15 atau nomor 11). Kemudian dengan haemostat tumpul dimasukkan sampai semua rongga yang terdapat eksudat atau nanah terhubung. Semua struktur anatomi yang berhubungan harus dijaga dengan gerakan diseksiyang hati-hati. Setelah itu menjahit selang lateks atau silikon ataupun karet sebagai tempat drainase. Hindari penggunaan kasa sebagai bahan drainase, karena sekresi akan tertahan dan menggumpal, sehingga menciptakan tampon yang akan menyebabkan infeksi bertahan di posisi tersebut.

Perlu diingat bahwa lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi. biasanya kesalahan yang sering dilakukan adalah membuat insisi yang terlalu kecil. Insisi yang agak lebih besar mempermudah drainase dan pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai adalah suatu selang karet dan di pertahankan pada posisinya dengan jahitan. Sedangkan untuk pembersihan drainase dilakukan setiap hari menggunakan larutan steril sampai sekresi yang minimal atau tidak ada.

6). Perawatan PendukungPasien diberi resep antibiotik (Penicillin atau erythromycin) dan obat-obatan analgesik

(kombinasi narkotik/non-narkotik). Perlu di tekankan kepada pasien bahwa mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila menganjurkan kumur dengan larutan saline hangat,

Page 8: Infeksi Odontogenik

onsentrasinya 1 sendok teh garam dilarutkan dalam 1 gelas air, dan dilaukan paling tidak seiap selesai makan. Pasien dianjurkan untuk memperhatikan timbulnya gejala-gejala penyebaran infeksi yaitu demam, meningkatnya rasa sakit dan pembengkakan, trismus/disfagia.

7). Macam macam Abses Odontogenika). Abses periapikal

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).b). Abses subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.c). Abses submukosa

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.d). Abses fosa kanina

Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga pak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.e). Abses spasium bukal

Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m. Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.

Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.f). Abses spasium infratemporal

Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui

Page 9: Infeksi Odontogenik

a.maksilaris interna dan n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.g). Abses spasium submasseter

Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.

Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.h). Abses spasium submandibula

Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.i). Abses sublingual

Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh permukaan lingual mandibula.

Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.j). Abses spasium submental

Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar.

Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar  juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

k). Abses spasium parafaringealSpasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks bergabung

dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.

Page 10: Infeksi Odontogenik

Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai mediastinuim.

3.     FlegmonFlegmon atau Ludwig Angina merupakan suatu infeksi ruang submandibula berupa selulitis atau flegmon yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses dan tidak ada limfadenopati, sehingga keras pada perabaan submandibula. Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan ke belakang. Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial.

a.     Etiologi

Dilaporkan sekitar 50%-90% angina Ludwig berawal dari infeksi odontogenik, khususnya

dari molar dua atau tiga bawah. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat otot

myohyloid, dan abses di sini akan menyebar ke ruang submandibula. Ada juga penyebab lain

yang sedikit dilaporkan antara lain adalah sialadenitis, abses peritonsilar, fraktur mandibula

terbuka, infeksi kista duktus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher,

trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah,

infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar atau lantai mulut.

Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita Ludwig angina  melalui isolasi

adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob seringkali juga

diisolasi meliputi bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri gram positif yang

telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes,

danVeillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang

diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas,Haemophillus

influenza dan spesies Klebsiella.

Ludwig Angina berawal dari infeksi odontogenik, khususnya dari molar dua atau tiga bawah.

Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat otot myohyloid, dan abses di sini

akan menyebar ke ruang submandibula. Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan

antara lain adalah sialadenitis, abses peritonsilar, fraktur mandibula terbuka, infeksi kista

duktus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena

bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran

pernafasan atas, dan trauma pada dasar atau lantai mulut.  Organisme yang paling banyak

ditemukan padapenderita angina Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus

viridians dan Staphylococcus aureus.b.     Gejala Klinik

Penderita Ludwig angina yang mempunyai riwayat hygiene mulut buruk atau baru saja

malakukan ekstraksi gigi dan sakit gigi yang buruk gejala yang timbul dapat bersamaan

dengan sepsis seperti demam dan takikardi.

Page 11: Infeksi Odontogenik

Gejala yang lain adalah nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah

submandibula, yang tampak hiperemis, nyeri tekan dan keras pada perabaan (seperti

kayu),drooling, dan trismus. Ada juga yang mengalami disfonia (a hot potato

voice),dikarenakan edema pada organ vokal.

Pada pemeriksaan mulut didapatkan dasar mulut dan leher depan membengkak secara

bilateral berwarna kecoklatan , dapat mendorong lidah ke atas dan belakang sehingga

menimbulkan sesak nafas. Pada palpasi teraba tegang dan kadangkala ada emfisema subkutan

serta tidak ada fluktuasi atau adenopati.  Meskipun banyak pasien sembuh tanpa komplikasi,

angina Ludwig dapat berakibat fatal dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke

atas belakang, sehingga menimbulkan sesak napas dan atau stridor karena sumbatan jalan

napas kemudian sianosis.

Ciri lainnya adalah adanya pembengkakan besar, tenderness (+), konsistensi keras seperti

papan (woody), kulit mengkilap, merah, panas/ hangat

jika lokasinya di dasar mulut,   cirinya antara lain:

- lidah terangkat

- trismus

- limfonodi regional membengkak dan sakit

- mulut/ bibir terbuka

- air ludah sering mengalir keluar

- kepala cenderung tertarik ke belakang

c.     Penegakan DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

a.   AnamnesisDaria anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher, kesulitan makan dan menelan. Dari

anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut gigi atau adanya riwayat higien gigi yang buruk.

b.   Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti demam, takipnea, dan

takikardi. Selain itu juga ditemukan adanya edema bilateral, nyeri tekan dan perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus, drooling, disfonia, dan pada pemeriksaan mulut didapatkan elevasi lidah, tetapi biasanya tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe.

c.   Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada, yang mana

sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, dan penyempitan jalan napas. Pemeriksaan CT-Scan memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat membantu untuk memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan bantuan. Selain itu foto panoramik rahang dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya.

- Pemeriksaan Laboratorium darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase.

Page 12: Infeksi Odontogenik

- Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.- Foto x-ray posisi lateral untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan jaringan lunak dan

menyingkirkan kemungkinan penyebab lain adanya obstruksi jalan nafas.- Foto panoramik berguna untuk mengidentifikasi lokasi abses serta struktur tulang yang terlibat

infeksi.- CT-scanDiagnosa banding dari angina Ludwig adalah : karsinoma lingua, sublingual hematoma, abses

glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.Untuk dapat menegakkan diagnosis Angina Ludwig ada empat kriteria yang dikemukakan oleh

Grodinsky yaitu:1. Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga2. Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan atau tanpa pus3. Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar4. Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik

d.     Penatalaksanaan

4 Prinsip utama

1. Proteksi dan kontrol jalan napas

2. Pemeberian antibiotik yang adekuat

3. Insisi dan drainase abses

4. Hidrasi dan nutrisi adekuat

Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah menjamin

jalan napas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anastesi lokal. Selain itu,

untuk mengurangi pembengkakan mukosa dapat diberikan nebulisasi epinefrin. Kemudian

diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas secara intravena untuk organisme gram

positif dan gram negatif, aerob maupun anaerob. Antibiotik yang diberikan sesuai dengan

hasil kultur dan hasil sensitifitas pus. Antibiotik yang diberikan misalnya penicillin-G dengan

metronidazole, clindamicin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoksisilin-

clavulanate. Walaupun masih merupakan suatu kontroversial, tetapi pemberian dexamethason

secara intravena untuk mengurangi edema pada jalan napas masih sering diterapkan.

Drainase dipertimbangkan apabila terdapat infeksi supuratif, adanya penemuan radiologis

berupa akumulasi cairan atau udara pada jaringan lunak, krepitus, atau needle aspirate yang

purulen. Drainase juga dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan klinik setelah pemberian

terapi antibiotik.

- Antibiotik dosis tinggi (biasanya kombinasi penisilin G dengan klindamisin)

- NSAID, analgetik, antipiretik

- roburantia

- bed rest

- insisi

Page 13: Infeksi Odontogenik

- tracheoctomiPrognosis Angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas dan kemudian pemberian antibiotik.Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa.  Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%.Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang adekuat, penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Dengan begitu angka mortalitas juga menurun hingga kurang dari 5%.

F.    Hal yang terjadi ketika Infeksi1.     Demam

Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C (99,5˚F) sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam sangat berguna sebagai pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan suhu tubuh juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun virus. Suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36,6˚C - 37,2˚C. Suhu oral sekitar 0,2 – 0,5˚C lebih rendah dari suhu rektal dan suhu aksila 0,5˚C lebih rendah dari suhu oral. Suhu tubuh terendah pada pagi hari dan meningkat pada siang dan sore hari. Pada cuaca yang panas dapat meningkat hingga 0,5˚C dari suhu normal. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.Temperatur oral dapat bervariasi sekitar 2 derajat C pada sisi yang terinfeksi dibandingkan sisi lainnya yang normal. Karena itu pengukuran temperatur pada rektal lebih dianjurkan untuk hasil yang lebih akurat. Jika pengukuran temperatur rektal lebih memungkinkan, termometer dapat ditempatkan pada sisi mulut yang terinfeksi selama 5 menit. Temperatur penderita harus diperhatikan terutama jika tidak sesuai dengan hasil laboratorium dan gejala klinis. Dilaporkan anak-anak dengan bakteremia dan infeksi abses pyogenik, dengan sakit kepala yang diikuti dengan demam adalah akibat hasil penekanan pada struktur-struktur sensitif disekitar arteri di daerah intrakranial.Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang koloni granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang (penyakit radang usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma), gangguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania familial).Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubahset-point di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebutdengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11

Page 14: Infeksi Odontogenik

(IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

2.     Dehidrasi

Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang

disertai output yang melebihi intakesehingga jumlah air pada tubuh

berkurang.Meskipun yang hilang terutama cairan tubuh ,tetapi dehidrasi

juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi bisa disebabkan oleh berbagai

macam hal yakni perdarahan, muntah, diare,fistula, disfagia, diabetes dan

mal nutrisi berat. Dehidrasi primer adalah dehidrasi yang diakibatkan oleh

banyaknya cairan atau keringat yang keluar dari tubuh karena melakukan

pekerjaan atau latihan berat tanpa diberikan cairan penggatinya.

Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi

pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan

dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal.

Penyebab tersering kekurangan volume cairan yang juda sering terjadi

adalah tersimpannya cairan pada cidera jaringan lunak, luka bakar berat,

peritonitis / obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan di dalam ruang

non ECF dan non ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi terperangkap dan

tidak dapat dipakai oleh tubuh. Penumpukan volume cairan yang cepat

dan banyak pada ruang-ruang seperti beradal dari volume ECF sehingga

dapta mengurangi volume sirkulasi darah efektif.

Penatalaksanaan untuk penderita dehidrasi adalah dengan

pemberian air minum, pemberian cairan intravena dan pemberian obat

diare dan obat muntah apabila penyebab dehidrasi tersebut adalah diare.3.     Kenaikan glukosa darah

Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar glukosa darah antara 70-110 mg/dl.Hati berperan dalam metabolisme karbohidrat, karbohidrat yang telah dicerna menjadi monosakarida (glukosa) diserap darah masuk ke hati melalui vena porta, di dalam hati, glukosa diubah menjadi glikogen dan disimpan di dalam hati bilamana tidak diperlukan. Tapi bila dibutuhkan, glikogen dirubah menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam darah (Price & Wilson,2005). Pancreas adalah organ yang berfungsi sebagai endokrin dan eksokrin, sebagai endokrin, terutama berperan dalam terjadinya diabetes. Sebagai eksokrin, pancreas menghasilkan enzim untuk mencerna karbohidrat, lemak dan protein dalam makanan. Pada orang normal, pancreas berfungsi untuk mengatur jumlah insulin yag dihasilkan dengan intake karbohidrat.Glukosa adalah gula utama yang ada didalam darah dan merupakan bahan bakar utama dalam metabolism jaringan, pengaturan fisiologi glukosa dalam darah sebagian besar tergantung pada ekstraksi glukosa, sintesis glikogen, dan glikogenesis didalam hatijumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dipergunakan jaringan jaringan perifer yang tergantung oleh keseimbangan fisiologis yang diatur oleh hormone. Hormone yang dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah hormone insulin yang dibentuk oleh sel beta pulau langerhans pancreas,

Page 15: Infeksi Odontogenik

hormone hormone yang dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah adalah glucagon, glukokortiroid dan kelenjar hipofisis anterior.Jika terjadi kelebihan glukosa dalam darah maka, akan disimpan kedalam hati dan sel sel otak dengan bantuan insulin. Insulin akan mengendalikan kadar glukosa yang akan membantu tubuh dalam menggunakan glukosa dan lemak. Kadar gula dalam darah dapat terjadi bila adanya gangguan hormone insulin, stress, pola makan yang salah dan adanya infeksi. Peningkatan kadar gula darah terjadi bila ada infeksi pada jaringan tubuh. Bila terdapat infeksi pada jaringan tubuh, tubuh akan merespon dengan melepaskan cadangan glukosa yang disimpan  hati kedalam darah. Oleh darah glukosa tersebut akan ditranspor ke dalam jaringan yang terinfeksi. Hal ini penting untuk menjaga ketersediaan energy pada jaringan tubuh untuk pertahanan dalam melawan agen penyebab infeksi mkengingat fungsi glukosa adalah bahan bakar utama untuk metabolism jaringan tubuh.

4.     Penurunan Level Albumin

Albumin merupakan protein serum dengan jumlah paling besar dan memiliki beberapa fungsi penting. Albumin menjaga tekanan osmotik koloid plasma sebesar 75-80% dan merupakan 50% dari seluruh protein tubuh. Jika protein plasma khususnya albumin tidak dapat lagi menjaga tekanan osmotic koloid akan terjadi ketidakseimbangan tekanan hidrostatik yang akan menyebabkan terjadinya edema.

Albumin berfungsi sebagai transport berbagai macam substansi termasuk bilirubin, asam lemak, logam, ion, hormone dan obat-obatan. Salah satu konsekuensi hipoalbumin adalah obat yang seharunya berikatan dengan protein akan berkurang, dilain pihak obat yang tidak berikatan akan meningkat, hal ini akan meningktakan kadar obat dalam darah. Perubahan pada albumin akan menyebabkan gangguan fungsi pada platelet.

Kadar normal albumin dalam darah antara 3,5-4,5 g/dl, dengan jumlah total 300-500 g. Inflamasi akut dan kronis dapat menyebabkan kadar albumin rendah dan akan menjadi normal dalam beberapa minggu setelah inflamasi hilang. Pada inflamasi terjadi pelepasan cytokine (TBF, IL-6) sebagai akibat respons inflamasi pada stress fisiologis (infeksi, bedah, trauma) sehingga mengakibatkan penurunan kadar albumin. Mekanisme penurunan kadar albumin pada inflamasi yakni:

1. Peningkatan permeabilitas vascular (mengijinkan albumin untuk berdifusi ke ruang ekstravaskular)

2. Peningkatan degradasi albumin3. Penurunan sintesis albumin (TNF-α yang berperan dalam penuruanan trankripsi

gen albumin)

Indikasi kegawat daruratan:1.     Gejala:a)     Demamb)    Dehidrasic)     Pembengkakan yang cepatd)    Trismuse)     Nyeri yang hebatf)     Lokasi pembengkakang)    Elevasi lidahh)    Pembengkakan palatum lunak

Page 16: Infeksi Odontogenik

i)      Pembengkakan bilateral submandibula – kemungkinan dari Ludwig Angina2.     Simptom:a)     Nyeri yang hebatb)    Malaisec)     Mengigild)    Sulit menelane)     Sulit bernafas3.     Hasil tes laboratoris:a)     Kenaikan suhu tubuh (> 101 F)b)    Kenaikan sel darah putih (>10.000)

(Dunoff, 1997)

Prognosis dari infeksi odontogenik adalah baik terutama apabila diterapi dengan

segera menggunakan antibiotik yang sesuai. Apabila menjadi bentuk kronik, akan lebih sukar

diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk