Pneumonia Pada Anak Usia 2 Tahun

17
Pneumonia pada Anak Usia 2 Tahun Lidya Marlien Kondobua 102012080 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana 2012 Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan penyakit infeksi yang sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Tujuan penulisan makalah adalah untuk mempelajari lebih jauh mengenai pneumonia pada anak, seperti etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, terapi, komplikasi, dan prognosis penyakitnya. Anamnesis Hal pertama yang ditanyakan pada saat anamnesis ialah identitas pasien. Identias pasien yang ditanyakan adalah nama lengkap, usia, status pernikahan, pekerjaan, alamat, agama, suku bangsa, tempat tanggal lahir, jenis kelamin dan pendidikan terakhir. Setelah kita mendapatkan data identitas pasien, kita akan mulai bertanya tentang penyakit pasien. Keluhan utama pasien adalah sesuatu yang membawa pasien datang ke dokter. Di dalam kasus ini, keluhan utama pasien adalah sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. 1

description

makalah blok 18 FK UKRIDA

Transcript of Pneumonia Pada Anak Usia 2 Tahun

Pneumonia pada Anak Usia 2 Tahun

Lidya Marlien Kondobua102012080

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana 2012

Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan penyakit infeksi yang sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita.

Tujuan penulisan makalah adalah untuk mempelajari lebih jauh mengenai pneumonia pada anak, seperti etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, terapi, komplikasi, dan prognosis penyakitnya.Anamnesis

Hal pertama yang ditanyakan pada saat anamnesis ialah identitas pasien. Identias pasien yang ditanyakan adalah nama lengkap, usia, status pernikahan, pekerjaan, alamat, agama, suku bangsa, tempat tanggal lahir, jenis kelamin dan pendidikan terakhir.

Setelah kita mendapatkan data identitas pasien, kita akan mulai bertanya tentang penyakit pasien. Keluhan utama pasien adalah sesuatu yang membawa pasien datang ke dokter. Di dalam kasus ini, keluhan utama pasien adalah sesak nafas sejak 2 hari yang lalu.Kemudian tanyakan riwayat penyakit sekarang kepada pasien. Kita dapat menanyakan sejak kapan pasien mengalami keluhan tersebut. Tanyakan keluhan lain yang diderita pasien selain dari keluhan utama seperti demam, batuk, dan pilek. Tanyakan juga upaya pengobatan apa saja yang telah dilakukan pasien.

Untuk riwayat penyakit dahulu, tanyakan apakah sebelumnya pasien memiliki keluhan lain seperti batuk, pilek atau demam. Tanyakan juga riwayat penyakit yang dulu pernah diderita pasien, dan menanyakan apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.Tanyakan juga riwayat penyakit pada keluarga pasien, apakah keluarganya ada yang menderita penyakit yang sama juga. Tanyakan juga riwayat penyakit menular lainnya.Tanyakan juga riwayat pribadi pasien seperti sosial-ekonomi, lingkungan tempat tinggal pasien, tanyakan juga apakah ada rekan kerja atau orang-orang yang dekat dengan pasien baik di lingkungan kerja, maupun lingkungan rumah yang mengeluh hal yang sama dengan pasien. Pemeriksaan Fisik

Pada kasus didapatkan tekanan nadi anak 110x/menit, berarti anak tersebut mengalami Takikardia. Pada anak, tekanan nadi yang normal adalah 80 90 x/menit. Lakukan juga pemeriksaan tekanan darah, tetapi pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Tekanan darah normal pada anak adalah 80-100/60 mmHg. Suhu tubuh anak adalah 38,5C, normalnya adalah 36,6C 37,2C. Pernapasan anak adalah 55x/menit sehinga disimpulkan bahwa anak mengalami tadipnea, normalnya pernapasan untuk anak adalah 20-30 x/menit. Pada pemeriksaan Berat badan didapatkan berat pasien 12 kg. Menurut Kartu Menuju Sehat (KMS), balita umur 2 tahun dengan berat 12 kg merupakan dalam keadaan normal, tidak kekurangan gizi. Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.1Pada perkusi bisa didapatkan hati yang mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau tachycardia.Pada perkusi didapatkan suara redup pada sisi yang sakit.Pada auskultasi, auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura.1Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Bakteri yang ada di saluran respiratori atas tidak dapat menjadi refleksi yang akurat penyebab infeksi respiratori bawah, dan sediaan sputum dengan kualitas baik sangat sulit didapat pada pasien anak. Pada anak yang tidak memiliki kelainan lain dan tanpa penyakit yang mengancam jiwa, prosedur invasive untuk mengambil jaringan respiratori bawah atau secret umumnya tidak diindikasikan. Pemeriksaan serologis tidak berguna untuk menentukan penyebab pada kebanyakan pneumonia bakterial.2Hitung jenis leukosit pada pneumonia viral seringkali normal ataupun sedikit meningkat, dengan limfosit predominan, sedangkan pada pneumonia bakterial hitung jenis leukosit mengalami peningkatan (>20.000/mm3) dengan predominan netrofil. Eosinofilia ringan merupakan tanda karakteristik pada pneumonia C. trachomatis pada bayi. Biakan darah harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan bakteri penyebab pneumonia. Biakan darah positif ditemukan pada 10-20% pneumonia bakterial dan merupakan konfirmasi sebagai penyebab pneumonia apabila hasilnya positif pada kuman yang diketahui sebagai patogen respiratori. Pemeriksaan antigen urin berguna untuk mengidentifikasi L. pneumophila (penyakit Legionnaire).2Pemeriksaan yang secara akurat dapat membantu penegakkan diagnosis pneumonia virus adalah pemeriksaan biakan atau pemeriksaan antigen viral secara cepat pada sediaan sekret respiratori atas, tetapi ini tidak dapat menyingkirkan pneumonia bakterial. Apabila pada sediaan darah tepi terdeteksi adanya aglutin dingin, maka perlu dicurigai infeksi M. pneumonia. Hal ini dapat dikonfirmasi melalui IgM Mycoplasma atau pemeriksaan PCR yang lebih spesifik. Untuk pemeriksaan biakan CMV dan enterovirus digunakan sediaan dari nasofaring, urin ataupun cairan bilasan bronkoalveolar. Diagnosis M. tuberkulosis ditegakkan melalui pemeriksaan uji tuberkulin, pemeriksaan interferon assay darah, dan analisis sputum atau aspirasi lambung dengan cara pemeriksaan biakan, deteksi antigen, atau pemeriksaan PCR.2Perlunya penegakkan diagnosis etiologis pada pneumonia harus dilakukan pada pasien dengan penyakit berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit, pasien imunokompromais, pasien dengan pneumonia berulang, atau pasien dengan pneumonia yang tidak memberikan respon terhadap terapi empiris. Pada pasien seperti ini diperlukan tindakan bronkoskopi dengan lavase bronkoalveolar dan biopsi sifat mukosa, aspirasi pungsi paru, dan biopsi jaringan paru terbuka adalah beberapa metode untuk mengambil jaringan untuk penegakkan diagnosis secara mikrobiologis.2Apabila terdapat efusi atau empiema, maka tindakan torakosentesis harus dilakukan guna mengambil cairan pleural untuk keperluan diagnostik dan terapi. Evaluasi dapat membedakan antara empiema dan efusi parapneumonik steril yang disebabkan iritasi pleura yang berdekatan dengan lokasi pneumonia. Pewarnaan Gram dan pemeriksaan biakan dapat memberikan diagnosis mikrobiologis. Cairan pleura harus dibiak untuk mendeteksi adanya bakteri, mikrobakterium, jamur dan virus. Apabila spesimen cairan yang didapat sangat purulen, maka evakuasi cairan tersebut akan mengurangi toksisitas pasien, rasa nyeri dan akan memfasilitasi proses penyembuhan menjadi lebih cepat. Apabila akumulasi cairan tersebut sangat banyak dan mengganggu kemampuan paru untuk mengembang, evakuasi cairan tersebut akan memperbaiki fungsi mekanik paru dan pertukaran udara.2Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiografi dari frontal dan lateral harus dilakukan untuk mengetahui lokasi penyakit dan untuk memvisualisasi infiltrat yang ada di balik jantung atau di lengkung diafragma. Pada pneumonia terdapat gambaran radiologis yang khas, walaupun terdapat tumpang tindih yang dapat menghalangi diagnostik definitive melalui pemeriksaan radiologi saja. Pneumonia bakterial ditandai oleh adanya konsolidasi lobaris atau pneumonia berbentuk bundar dengan disertai adanya efusi pleural pada 10-30% kasus. Gambaran radiologi pada pneumonia viral adalah infiltrat bronkopneumonia yang berbentuk seperti garis yang tumpang tindih (streaky) dan menyebar (difus). Pneumonia atipikal seperti pada infeksi paru akibat M. Pneumonia dan C. Pneumonia, memperlihatkan tanda peningkatan gambaran interstisial atau bronkopneumonia. Foto rontgen toraks dapat normal pada tahap awal pneumonia, dengan gambaran infiltrat saat fase terapi, saat cairan edema menjadi semakin banyak. Limfadenopati hilar jarang terjadi pada pneumonia bakterial tetapi dapat menjadi tanda tuberkulosis, histoplasmosis atau adanya neoplasma maligna pada paru.2Pemeriksaan rontgen dengan posisi dekubitus atau pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran efusi pleura dan apakah dapat digerakkan. Pemerisaan CT-scan digunakan untuk mengevaluasi penyakit serius seperti abses pleura, bronkiektasis, dan efusi yang ada. Faktor etiologi yang tidak umum atau pneumonia berulang membutuhkan pertimbangan lebih lanjut. Abses paru, pneumotokel dan empiema memerlukan penanganan yang berbeda.2Different Diagnosis

Pemeriksaan fisik secara menyeluruh penting untuk mengidentifikasi fokus penyakit atau temuan yang dapat mengacu pada sebuah etiologi. Kongesti mukosa dan inflamasi pada respiratori atas mengarah pada infeksi virus. Takipneu dapat disebabkan oleh inflamasi respiratori yang menyebabkan adanya obstruksi atau oleh pneumonia yang mengakibatkan pertukaran udara yang tidak adekuat dan hipoksia. Sianosis perifer ataupun umum menandakan adanya hipoksia dengan pneumonia difus atau multilobular atau efusi pleura yang masif. Pada bayi kecil, serangan apneu dapat merupakan tanda pertama dari pneumonia.2Pola napas yang tidak simetris atau dangkal dapat disebabkan rasa nyeri. Posisi diafragma yang rendah, yang diketahui secara perkusi, menandakan adanya air trapping (udara yang terjebak), yang umum terjadi pada asma, tetapi sering juga ditemukan pada infeksi virus pada respiratori bawah. Pergerakan diafragma yang terbatas menandakan adanya paru dalam keadaan hiperekspansi atau keterbatasan dalam melakukan pengembangan paru akibat proses konsolidasi yang besar yang mengakibatkan penurunan komplians paru. Hiperekspansi akan mendorong diafragma dan hepar ke arah bawah. Bunyi pekak pada perkusi mungkin akibat infiltrat lobaris atau segmental atau bisa disebabkan oleh cairan efusi. Pemeriskaan auskultasi dapat normal pada tahap awal atau pada pneumonia fokal, tetapi apabila ditemukan adanya ronki kering yang terlokalisir, ronki, dan mengi akan membantu pendeteksian dan lokalisasi pneumonia. Bunyi respiratori yang menjauh menandakan proses konsolidasi yang masif dengan area kembang paru yang terbatas atau adanya cairan pleura atau adanya pneumotoraks.2Berbagai tipe pneumonia-pneumonia lobaris, bronkopneumonia, pneumonia interstisial dan alveolar harus dibedakan berdasarkan pemeriksaan radiologi dan patologi. Pneumonia harus dibedakan dari penyakit paru akut lainnya termasuk edema paru yang disebabkan gagal jantung, pneumonitis alergi, pneumonia aspirasi, dan penyakit autoimun seperti penyakit rematoid dan lupus eritematosus sistemik. Pada pemeriksaan radiografi, pneumonia harus dibedakan dari trauma paru dan kontusio paru, pendarahan, obstruksi benda asing, dan iritasi dari inflamasi subdiafragma.2Bronkitis AkutWalaupun diagnosis bronkitis akut sering dibuat, namun pada anak-anak keadaan ini mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri. Bronkitis merupakan akibat beberapa keadaan lain saluran pernapasan atas dan bawah, dan trakea biasanya terlibat. Bronkitis akut biasanya didahukui oleh infeksi pernapasan atas. Infeksi sekunder biasanya diakibatkan oleh Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, H. influenzae dapat terjadi. Hasnya pada anak ialah datang dengan batus sering, tidak produkktif dan timbuknya relatif bertahap, mulai 2-3 hari setelah rhinitis. Bronkitis lazim terjadi pada bayi dan anak-anak, dan umumnya terjadi di musim dingin dan musim semi.2,3Pada saat penyakit memburuk penderita biasanya dapat terganggu oleh suara siulan selama rspirasi, nyeri dada, dan kadang-kadang oleh napas pendek. Batuk proksimal atau rasa mencekik pada saat sekresi tekadang disertai muntah. Dalam beberapahari batuk menjadi produktif dan sputum berubah warnadari jernih menjadi purulen. Dalam 5-10 hari batuk mulai menghilang dan mukus mulai encer dan badan mulai sangat malaise. Tanda-tanda fisik bervariasi menurut umur dan stadium penyakit. Pada anak yang gizinya baik komplikasinya sedikit, sedangkan pada anak yang malnutrisi komplikasinya bisa berupa, otitis, sinusitis dan pneumonia. Tidak ada terapi spesifik sebagian besar sembuh tanpa pengobatan apapun. Anak dengan serangan bronkitis akut berulang perlu dievaluasi dengan cermat untuk kemungkinan anomali saluran pernapasan, benda asing, bronkiektasia, alergi, sinusitis, kistik fibrosis.2BronkiolitisBronkiolitis akut terjadi akibat obstruksi saluran pernapasan kecil penyakit ini terjadi pada usia 2 tahun pertama dengan insiden memuncak pada usia 6 bulan. Penyakit ini paling sering mengakibatkan anak harus rawat inap. Bronkiolitis ditandai dengan adanya obstruksi bronkiolus yang disebabkan oleh edema dan kumpulan mucus serta kumpulan puin-puing seluler dan oleh invasi oleh bagian-bagian bronkus yang lebih kecil oleh virus sehingga terjadi penebalan pada dinding bronkiolus. Penebalan sesedikit apapun pada pronkiolus pada bayi dapat sangat mempengaruhi aliran udara. Anak mula-mula menderita infeksi ringan saluran napas atas disertai dengan ingus dan bersin. Gejala ini biasanya berakhir beberapa hari.dan dapat disertai dengan penurunan nafsu makan. Dan demam 38,5-39oC. perkembangan kegawatan biasanya disertai dengan batuk proksimal, dispnea, dan iritabilitas.2Perjalana fase yang paling kritis selama 48-72 jam pertama setelah batuk dan dispnea. Pada fase ini anak akan merasa sangat sakit, sedangkan pada bayi akan mengalami apnea. Sesudah periode kritis biasanya penyembuhan terjadi sangat cepat. Namun dapat juga menyebabkan kematian yang merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis respiratorik yang berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi akibat kehilangan penguapan air dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Komplikasi bakteri seperti bronkopneumonia dan otitis media tidak lazim terjadi. Untuk penanganan penderita biasanya diletakan atau ditempatkan pada ruangan yangb udaranya telah dilembabkan. Ribavirin (virazol), suatu agen antivirus yang tersedia untuk pengobatan akibat infeksi virus RSV. Antibiotic tidak mempunyai nilai terapeutik kecuali penderita ada pneumonia bakteri. Kortikosteroid tidak bermanfaat dan dapat membahayakan pada keadaan tertentu. Biasanya obat-obatan bronkodilatator biasanya digunakan pada terapi empiric. Karena obstruksi terjadi pada tingkat bronkiolus, trakeostomi tidak bermanfaat dan menimbulkan resiko yang besar pada penderita yang akut. Beberapa penderita kondisinya dapat memburuk dapat dengan cepat menjadi kegagalan pernapasan, sehingga memerlukan bantuan ventilasi.2Working Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, didapatkan bahwa pasien mengeluh sesak napas sejak 2 hari, memiliki riwayat demam naik-turun dan batuk-pilek sejak 1 minggu, didapatkan juga adanya pernapasan cuping hidung, retraksi sela iga, faring hiperemis, ronkhi basah halus dan wheezing pada kedua lapang paru. Pasien diduga menderita pneumonia.Etiologi

Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar. Istilah infeksi resporatori bawah seringkali digunakan untuk mencakup penyakit bronchitis, bronkiolitis, pneumonia atau kombinasi dari ketiganya. Pneumonitis adalah istilah umum untuk proses inflamasi paru yang dapat berkaitan ataupun tidak dengan konsolidasi paru. Pneumonia lobaris menggambarkan pneumonia yang terlokalisir pada satu atau lebih lobus paru. Pneumonia atipikal mendeskripsikan pola selain dari pneumonia lobaris. Bronkopneumonia mengacu pada inflamasi yang terfokus pada area bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat mengakibatkan obstruksi saluran respiratori berkaliber kecil dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobulus yang berdekatan. Pneumonitis interstitial mengacu pada proses inflamasi pada interstisium yang terdiri dari dinding alveolus, kantung dan duktus alveolar serta bronkiolus. Pneumonitis interstisial khas pada infeksi virus akut tetapi dapat juga akibat dari proses infeksi kronik.2Gangguan pada sistem imunitas tubuh pasien dapat meningkatkan risiko terjadinya pneumonia. Saluran respiratori bawah dan sekresi yang dihasilkan dianggap steril dan merupakan hasil sistem pembersihan multikomponen. Kontaminasi yang masuk ke saluran respiratori ditangkap oleh mukus yang disekresikan oleh sel goblet. Silia yang berada di atas lapisan epitel membentuk sistem elevator siliar (cilliary elevator system) yang dapat mendorong secara sinkron partikel kontaminan ke atas menuju saluran respiratori proksimal dan mendorongnya ke tenggorokan, sehingga kontaminasi benda asing tersebut dapat ditelan atau dikeluarkan. Sel polimorfonuklear dari darah dan makrofag jaringan akan menelan dan menghancurkan kuman. IgA yang disekresikan ke dalam cairan saluran respiratori atas melindungi paru dari infeksi dan memfasilitasi pembentukan zat penetral virus.2Zat infeksius yang kerap menyebabkan pneumonia komunitas (community acquired pneumonia, CAP) berbeda berdasarkan usia. Penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV) pada bayi, virus respiratori lain (RSV, parainfluenza, influenza, dan adenovirus) pada anak berusia kurang dari lima tahun. Streptococcus pneumonia terjadi pada anak segala usia, selain usia neonatus. M. pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia merupakan penyebab utama pneumonia atipikal.2Beberapa agen juga dapat menyebabkan pneumonia walaupun jarang terjadi. Severe acute respiratory syndrome (SARS) yang diakibatkan oleh SARS-associated coronavirus (SARS CoV). Avian influenza, yang lebih dikenal sebagai flu burung, merupakan penyakit akibat virus yang sangat menular melalui unggas dan jenis burung lainnya yang jenis burung lainnya yang disebabkan oleh virus influenza A (H5N1). Pada tahun 1997 dan tahun 2003-2004 terjadi wabah yang menjangkiti manusia yang terjadi di sepanjang kawasan Asia Tenggara dan memiliki angka kematian yang tinggi. Sindrom kardiopulmoner Hantavirus (Hantavirus cardiopulmonary syndrome) yang disebabkan oleh virus Sin Nombre yang dibawa oleh Peromyscus maniculatus (tikus rusa) dan menular ke manusia melalui kotoran tikus yang teraerosolisasi. Penyakit Legionaire yang disebabkan oleh Legionella pneumophilia merupakan penyebab pneumonia yang jarang terjadi pada anak.2Chlamydia trachomatis dan Mycoplasma hominis (lebih jarang terjadi), Ureaplasma urealyticum dan sitomegalovirus (CMV) menyebabkan sindrom respiratori yang sama pada bayi berusia 1-3 bulan, dengan awitan subakut yang ditandai oleh pneumonia afebril, dengan batuk dan hiperinflasi paru sebagai gejala predominan. Infeksi ini sulit untuk didiagnosis dan dibedakan satu dengan yang lain. Pada pasien dewasa, kuman ini merupakan flora normal genital. Wanita yang merupakan pejamu kuman-kuman ini dapat menularkannya pada bayinya secara perinatal.2Penyebab pneumonia pada pasien imunokompromais adalah bakteri Gram negatif, mikobcteria (M. avium kompleks), jamur (aspergilosis, histoplasmosis), virus (CMV), dan Pneumocystis jirovecii (carinii). Pneumonia pada pasien dengan kistik fibrosis umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada masa bayi dan Pseudomonas aureus atau Burkholderia cepacia pada pasien yang berusia lebih tua.2Epidemiologi

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering adalah streptococcus pneumonia (pneumokokus), Hemophilus influenza tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus (S.aureus). Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita Negara berkembang termasuk Indonesia disebabkan pneumokokus dan Hib.4Diseluruh dunia diperkirakan terjadi lebih dari 2 juta kematian balita akibat pneumonia. Di Indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001 kematian bayi akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun.4Merujuk pada angka-angka diatas bias dimengerti bahwa para ahli menyebutnya pneumonia sebagai The forgotten pandemic atau wabah yang terlupakan karena begitu banyak korban meninggal akibat pneumonia tetapi sangat dikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal sebagai pembunuh balita nomor satu.4Imunisasi memberikan dampak yang sangat besar dalam menurunkan insidens pneumonia yang disebabkan oleh pertusis, difteri, campak, Haemophilus influinzae dan S. pneumonia. Di tempat basil Calmette Guerin (BCG) untuk tuberkulosis digunakan, ia juga memberikan pengaruh yang sama besarnya. Diperkirakan lebih dari 4 juta kematian setiap tahun di negara berkembang disebabkan infeksi respiratori akut. Faktor risiko untuk infeksi respiratori bawah termasuk refluks gastroesofageal, gangguan sistem neurologi (aspirasi), kondisi imunokompromais, abnormalitas anatomis sistem respiratori, penghuni fasilitas perawatan untuk anak cacat, dan saat dalam perawatan di rumah sakit, terutama di bagian perawatan intensif (ICU) ataupun sedang menjalani prosedur tindakan invasif.2Patofisiologi

Paru memiliki beberapa mekanisme pertahanan yang efektif yang diperlukan karena sistem respiratori selalu terpajan dengan udara lingkungan yang sering kali terpolusi serta mengandung iritan, patogen, dan alergen. Sistem pertahanan organ respiratorik terdiri dari tiga unsur, yaitu refleks batuk yang bergantung pada integritas saluran respiratori, otot-otot pernapasan, dan pusat kontrol pernapasan di sistem sarafpusat.Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran napas bagian bawah. Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1) aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, (2) infeksi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran hematogen daribagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi.Setelah mencapai alveoli, maka mikroorganisme patogen akan menimbulkan respon khas yang terdiri dari empat tahap berurutan:51. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.2. Stadium Hepatisasi merah (48jam berikutnya): paru tampak merah danbergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisialveoli.3. Stadium Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari): paru tampak kelabu karenaleukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.4. Stadium Resolusi (7 sampai 11 hari): Eksudat mengalami lisis dandireabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.5Manifestasi Klinis

Usia merupakan faktor penentu dalam manifestasi klinis pneumonia. Neonatus dapat menunjukkan hanya gejala demam tanpa ditemukannya gejala-gejala fisis pneumonia. Pola klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda antara bayi yang lebih tua dan anak, walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas pada pasoen tertentu. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis, retraksi, dan iritabilitas akibat sesak respiratori, sering terjadi pada bayi yang lebih tua dan anak.2Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stridor, dan gejala demam tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial secara tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu, dan pada auskultasi ditemukan adanya tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai oleh gejala yang khas seperti takipneu, batuk, ronki kering (crackles) pada pemeriksaan auskultasi, dan seringkali ditemukan bersamaan dengan timbulnya konjungtivitas chlamydial. Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan adalah distres pernapasan termasuk napas cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, dan merintih (grunting). Semua jenis pneumonia memiliki ronki kering yang terlokalisir dan penurunan suara respiratori. Adanya efusi pleura dapat menyebabkan bunyi pekak pada pemeriksaan perkusi.2Penatalaksanaan

Terapi pneumonia adalah terapi suportif dan terapi spesifik yang tergantung pada berat ringannya penyakit, komplikasi dan kuman penyebab pneumonia. Usia, tingkat keparahan penyakit, komplikasi yang dapat ditemukan pada pemeriksaan rontgen toraks, derajat distress resporatori, dan kemampuan keluarga untuk merawat anak yang sakit, serta progesivitas penyakit harus dipertimbangkan untuk menentukan pilihan cara rawat baik rawat jalan ataupun rawat inap. Sebagian besar kasus pneumonia pada anak sehat dapat dikelola sebagai pasien rawat jalan.2Faktor faktor yang dapat mengindikasikan perlunya rawat inap bagi anak penderita pneumonia adalah : usia kurang dari 6 bulan, status imunokompromais, tampak toksik, distres pernapasan berat, membutuhkan suplementasi oksigen, dehidrasi, muntah, tidak merespon terhadap pemberian antibiotik oral, dan pada orang tua yang tidak komplians.

Walaupun sebagian besar kasus pneumonia komunitas pada anak kecil disebabkan oleh virus, pada sebagian besar situasi para ahli menyarankan pemberian terapi antibiotik empiris untuk berbagai kasus yang dapat diterapi. Situasi pengecualian tertentu termasuk kurangnya respons pasien terhadap terapi empiris, penyakit berat yang tidak biasa, pneumonia nosokomial, dan anak dengan imunokompromais yang rentan terhadap infeksi patogen oportunitis. Berbeda dengan meningitis pneumokokus, pneumonia pneumokokus dapat diobati dengan terapi sefalosporin dosis tinggi dan bahkan dengan adanya resistensi penisilin tingkat tinggi. Vankomisin dapat digunakan apabila pada uji resistensi ditemukan resistensi obat dan penyakit pasien yang berat. Pada bayu usia 4-18 minggu pneumonia afebril umumnya disebabkan oleh C. trachomatis untuk tipe ini digunakan terapi dengan preparat makrolid.2Pencegahan

Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak nerusia 6 bulan 18 tahun. Bayi 6 bulan sampai dengan anak berusia 5 tahun memiliki risiko tinggi terjadinya komplikasi dari influenza. Vaksin trivalent inaktif atau vaksin influenza yang dilemahkan dapat diberikan pada pasien usia 2-49 tahun. Beberapa vaksin trivalen telah memiliki lisensi untuk digunakan sejak anak berusia 6 bulan. Vaksinasi universal sejak masa kanak-kanak dengan vaksinasi H. influenza tipe B terkonjugasi dan S. pneumonia telah menurunkan insidens terjadinya pneumonia secara bermakna. Keparahan suatu infeksi RSV dapat dikurangi dengan menggunakan palivizumab pada pasien yang berisiko tinggi.2Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotik dengan bijaksana dapat menurunkan pneumonia akibat ventilator (Ventilator associated pneumonia). Tempat tidur pada bagian kepala harus dinaikkan setinggi 30( - 45( pada pasien yang terintubasi untuk meminimalisasi risiko aspirasi, dan semua instrumen penghisap lendir dan cairan saline harus steril. Cuci tangan baik sebelum dan sesudah kontak dengan setiap pasien dan menggunakan sarung tangan steril ketika melakukan prosedur invasive sangat penting untuk mencegah penularan infeksi nosokomial. Staf rumah sakit yang mengalami penyakit respiratori atau yang menjadi pembawa penyakit tertentu seperti MRSA (metihicillin resistan S. aureus) harus mematuhi kebijakan pengendalian infeksi untuk mencegah transmisi penyakit kepada pasien. Sterilisasi peralatan sumber aerosol (misalnya alat pendingin udara) dapat mencegah terjadinya pneumonia Legionella.2Komplikasi dan Prognosis

Pneumonia bakterial seringkali menyebabkan cairan inflamasi terkumpul di ruang pleura, kondisi ini mengakibatkan efusi parapneumonik atau apabila cairan tersebut purulen disebut empiema. Efusi dalam jumlah kecil tidakk memerlukan terapi. Efusi dalam jumlah besar akan membatasi pernapasan dan harus dilakukan tindakan drainase. Diseksi udara di antara jaringan paru mengakibatkan timbulnya pneumotokel, atau timbulnya kantung udara. Jaringan parut pada saluran respiratori dan parenkim paru akan menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan mengakibatkan bronkiektasis dan peningkatan risiko terjadinya infeksi berulang.2Pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan paru dapat menyebabkan terjadinya abses paru. Abses paru merupakan kasus yang jarang terjadi pada anak dan umunya disebabkan oleh aspirasi pneumonia atau infeksi di belakang bronkus yang mengalami obstruksi. Lokasi yang seringkali terkena adalah segmen posterior lobus posterior dan segmen superior lobus inferior, dimana materi yang teraspirasi terlokalisir saat anak meminum sesuatu yang mengakibatkan aspirasi. Bakteri yang biasanya mendominasi adalah bakteri anaerob, bersama dengan bakteri streptokokus, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus. Pemeriksaan rontgen toraks atau CT-scan akan menunjukkan adanya lesi kavitas, seringkali dengan adanya air fluid level yang diliputi oleh inflamasi parenkim. Apabila kavitas tersebut terhubung dengan bronkus, maka kuman dapat diisolasi dari sputum. Bronkoskopi diagnostik sebaiknya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya benda asing dan untuk mengambil spesimen mikrobiologi. Abses paru umumnya merespons pemberian terapi antimikroba dengan klindamisin, penisilin G, atau ampisilin sulbaktam.2Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh sempurna, walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari satu bulan atau dapat berulang. Pada kasus seperti ini, kemungkinan adanya penyakit lain yang mendasari harus diinvestigasi lebih lanjut, seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk penyakit kistik fibrosis, pemeriksaan imunoglobin serum dan determinasi sub kelas IgG, bronkoskopi untuk identifikasi kelainan anatomis atau mencari benda asing, dan pemeriksaan barium meal untuk refluks gastroesofageal.2Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.6Kesimpulan

Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang termasuk dalam salah satu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. Pneumonia ditandai dengan infeksi, inflamasi dan konsolidasi pada paru. Penyebabnya bisa berupa jamur, bakteri, virus, atau benda asing.

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di turunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

Daftar Pustaka

1. Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan FKUI.h. 1228-1243.2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke-6. Jakarta : Saunders Elsevier; 2011; h. 527-34.3. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph jilid 3. Edisi ke-20. Jakarta : EGC; 2006; h. 1796.4. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Edisi ke-1. Jakarta : Pustaka Obor Populer; 2008; h. 26-7.5. Asih , Retno, Landia, dan Makmuri. 2006. Pneumonia. Divisi Respirologi Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. Diunduh dari http://www.pediatrik.com/pkb/061022023132-f6vo140.pdf. 20 Februari 2015.6. UNICEF. Pneumonia the forgotten killer of children. New York : UNICEF; 2006. h. 30.PAGE 1