PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - USD … · dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - USD … · dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam...
i
DALAN ARTE NIAN : PERGULATAN SENIMAN ARTE MORIS ATAS
IDENTITAS KEBANGSAAN TIMOR LESTE
Tesis
Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.)
di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Oleh ;
ARMANDO SORIANO
106322006
PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA
FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Armando Soriano
NIM : 106322006
Program : Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya
Universitas : Sanata Dharma
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis
Judul : Dalan Arte Nian : Pergulatan Seniman Arte Moris atas
Identitas Kebangsaan Timor Leste.
Pembimbing : 1. Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J.
2. Dr. Dr. Alb. Budi Susanto, S.J.
Tanggal diuji : 3 Februari 2014
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam skripsi/karya tulis/makalah ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian
tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru
dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan
saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penuli aslinya.
Apabila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru
tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima
sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan
Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, termasuk pencabutan gelar Magister
Humaniora (M.Hum.) yang telah saya peroleh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Nama : Armando Soriano
NIM : 106322006
Program : Program Magister Ilmu Religi dan Budaya
Demi keperluan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah yang berjudul:
DALAN ARTE NIAN : PERGULATAN SENIMAN ARTE MORIS ATAS
IDENTITAS KEBANGSAAN TIMOR LESTE
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan
secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lainnya demi
kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya atau memberikan royalti
kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
MOTTO
“Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan
dilepaskan-Nya mereka dari kecemasan mereka “
( Mazmur 107:6)
“ I Knew that I just need to believe in something in order to keep on going”
(Jose Alexander Gusmao,1995)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku,
Liberato Dos Reis Soriano dan Selvince Laikopan Soriano sumber cinta, doa dan
berkat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Sebagai seorang Laorai ( Tetum: perantau), tempat asal serta hal-hal yang
berkaitan dengannya selalu memiliki kesan khusus. Tesis ini adalah pemaknaan saya
atas perasaan dan kesan itu. Pengalaman belajar yang didapatkan di Program Magister
Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma adalah proses yang mengasah,
membentuk cara pandang saya dan memberikan banyak hal untuk mengolah pemaknaan
atas kesan tersebut. Menjadi seseorang dengan latar belakang etnis Timor Leste dan
memegang paspor Indonesia memberikan suatu rasa dan ruang tersendiri saat berbicara
tentang identitas kebangsaan.
Pada bagian Kata Pengantar ini saya ingin menyampaikan ucapan yang semoga
dapat mewakili rasa terima kasih saya yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan dalam berbagai
bentuk untuk proses penulisan tesis ini.
Terima kasih kepada kedua orang tua saya Liberato Dos Reis Soriano dan
Selvince Soriano Laikopan atas limpahan cinta, doa, dan berkatnya, juga kepada adik
Almerio Soriano atas doa dan dukungan semangatnya. Juga untuk keluarga besar
Soriano dan Laikopan atas perasaan tentram, serta adik Dwi Retnowati yang
memberikan banyak pengertian dan cerita.
Terima kasih saya sampaikan kepada pembimbing saya Dr. Gregorius Budi
Subanar, S.J. dan Dr. Albertus Budi Susanto,S.J. yang dengan sabar telah membimbing
dan memberikan banyak pencerahan. Kepada Dr. St. Sunardi yang telah memberikan
banyak pemikiran yang berguna, Dr. Katrin Bandel yang telah memberikan dukungan,
serta kepada segenap dosen di IRB yang telah menjadi pengajar yang baik, berlimpah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
terima kasih saya ucapkan. Tidak lupa, saya berterima kasih kepada mbak Desy di
Sekretariat IRB atas perhatian dan kesabarannya serta mas Mul atas dukungannya.
Terima kasih sebesar-besarnya, Obrigado barak, atas kerjasama, dukungan,
kesediaan untuk berbagi rasa dan cerita untuk teman-teman di komunitas Arte Moris di
Dili, Timor Leste ; Maun Iliwatu Danabere, Tony untuk kata-katanya “saida mak ita
halo nee buat ida mak diak”, Pele, Maun Abe, Zenny, dan para artistas lainnya. Dapat
berbagi bersama kalian adalah pengalaman yang selalu saya ingat dan kita akan selalu
punya cerita untuk diteruskan.
Terima kasih untuk teman-teman yang saya temui selama menempuh masa belajar
di Yogyakarta, Antonius Widianto Setiawan yang selalu punya cara sendiri untuk
menjadi karib yang baik, bagi teman-teman di Komunitas Media Sastra, koran linguistik
dan warung kopi Lidah Ibu yang memberikan tempat untuk saat mengaso, mas Sigit
Fotokopi. Juga untuk teman-teman, dan para mentor, Dr. Douglas Kammen, di program
Fellowship ARI-NUS angkatan 2012. Terima kasih yang teristimewa saya ucapkan
untuk para karib, saudara dalam rasa, di IRB angkatan 2010: Alwi, Irfan, pak Mardison,
mas Benny, Zuhdi, Nelly, Lisis, Gintani, Pongkot, mas Windarto, mas Amsa, atas
kesediaannya untuk saling berbagi.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Tesis ini menganalisa identitas kebangsaan di dalam karya seni yang diciptakan
oleh seniman-seniman dari Arte Moris, sebuah sekolah dan komunitas seniman di Dili,
Timor Leste. Hal yang dilihat Tesis ini adalah hubungan antara hasil karya tersebut
dengan proses kreatifitas berkarya khususnya tentang identitas nasional.
Arte Moris mulai diusahakan pendiriannya pada tahun 2000an saat Luca
Gansser, seorang seniman Swiss tiba di negara tersebut. Terinspirasi dengan bakat seni
para pemuda setempat, ia membangun sebuah sekolah seni, dan sebagai hasilnya,pad
bulan februari di tahun 2003 Arte Moris menjadi sekolah seni pertama di negara itu
sekaligus sebagai pusat budaya dan asosiasi seniman. Salah satu misi sekolah tersebut
adalh menggunakan seni sebagai terapi bagi para pemuda di negara yang dalam keadaan
paska konflik tersebut.
Latar belakang dari aspek sejarah Timor Leste merupakan sumber dari
pembahasan dalam tesis ini. Sehubungan dengan sejarah konflik dan kekerasan dan
gerakan resistensi, obyek tesis ini adalah melihat hubungan antara pergulatan artistik
seniman dengan proses pembentukan identitas nasional. Timor Leste meraih
kemerdekaannya pada 20 Mei 2002. Sejarah negara ini sebelum kemerdekaan adalah
tentang perjuangan, kisah pengorbanan orang yang memperjuangkan kehormatan
sebagai negara merdeka.
Tesis ini membahas memori kolektif masyarakat dirujuk sebagai bagian yang
membentuk konstruksi identitas. Teori utama yang digunakan di dalam tesis ini adalah
Psikoanalisa Lacanian. Pembahasan ini diarahkan untuk melihat kontribusi dari seni
visual pada pembentukan identitas kebangsaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
This thesis analyzes national identity in the works of art created by Artists of
Arte Moris , a school and artistic community in Dili, East Timor, and look at the relation
of those works to the concept of art creativity and especially national identity.
ArteMoris was started in early 2000s when Luca Gansser, a Swiss artist, arrived in the
country. Inspired by the local youth’s artistic talent, he built an art school, and as a
result, Arte Moris become the country’s first Fine Arts School, Cultural Centre and
Artists’ Association in Dili in February 2003. One of the school missions is to use art as
therapy for the youth of this post-conflict country.
The background of East Timor in its historical aspects provides the basis for this
thesis. Related to the country history of violence during conflict and resistence
movement, the objective is to see the use of art in the artists’ artistic and creative
process in building the national identity. Timor Leste gained independence on May 20,
2002. The country’s story before the independence is a story of a struggle, a story of a
nation and people’s sacrifice to win their honour as a free country.
This thesis is a study about interpretation the people’s memory collective that is
reflected in the artwork, which designs the process of the identity construction. The
main theory used in this thesis is the Lacanian Psychoanalysis. This study is aimed to
bring more knowledge about the contribution of visual art and its creativity process on
the process of national identity building.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI..................................................................iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN..........................................................................iv
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..............v
MOTTO.........................................................................................................................vi
PERSEMBAHAN..........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR..................................................................................................viii
ABSTRAK.....................................................................................................................x
ABSTRACT..................................................................................................................xi
DAFTAR ISI.................................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
Timor Leste dan Gambar-Gambar Pada Batu ................................................1
Timor Leste dan Cerita Perang .....................................................................4
Arte Moris, Cerita dan Riaknya .....................................................................9
B. Rumusan Masalah ......................................................................................12
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................12
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................13
E. Kajian Pustaka .........................................................................................13
F. Kerangka Teoritis ......................................................................................20
1. Levine’s Lacan Reframed : The Gaze....................................................21
2. Simptom ..............................................................................................24
3. Empat Wacana .....................................................................................26
4. Memori Kolektif ..................................................................................30
G. Metode penelitian ......................................................................................32
H. Pengolahan Data.........................................................................................33
I. Sistematika Penulisan .................................................................................34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB II ARTE MORIS DAN SENI VISUAL DI TIMOR LESTE
..................................................................................................................................35
2.1. Selayang Pandang Seni Rupa di Timor Leste..............................................35
2.1.1 Pra Arte Moris : Situs Lenehara, Timor Bonita, dan Seni Visual dalam
Pergerakan.............................................................................................35
2.1.1.a. Gambar di Gua Kapur............................................................................35
2.1.1.b. Cita Rasa Eropa : Timor Bonita............................................................39
2.1.1.c. Seni Visual di Masa Integrasi : Keberadaannya Dalam Perjuangan
Kemerdekaan.......................................................................................41
2.1.1.d. Tais : Warna dalam Sebuah Kebudayaan Visual.......................................45
2.2. Kisah Arte Moris.........................................................................................49
2.2.1. Yahya Lambert : Indonesian Connection................................................49
2.2.2. Luca dan Gabriela Gansser : Seni Sebagai Terapi.....................................56
2.2.3. Artistas : Para Seniman di Gedung Bekas Museum....................................60
2.2.3.a. Residence Artists....................................................................................61
2.2.3.b.Seniman Senior.......................................................................................67
2.3. Ragam Karya................................................................................................70
2.3.1 Adat Tradisional dan Simbol-Simbolnya....................................................71
2.3.2. Politik........................................................................................................75
2.3.3. Trauma........................................................................................................78
2.3.4. Eksplorasi..................................................................................................80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB III MEMBACA SEBUAH PERGULATAN : IDENTITAS NASIONAL DALAM
KARYA LUKISAN ......................................................................................................85
3.1. Membingkai Lukisan Seniman Arte Moris dengan Teori Psikoanalisa
Lacanian.................................................................................................................85
3.1.1. Simptom : Elemen-Elemen Visual di Dalam Lukisan....................................90
3.1.1.a. Tradisionalitas yang Tervisualkan..................................................................96
3.1.1.b. Tokoh di Dalam Lukisan................................................................................104
3.1.1.c. Lautan dan Gunung Bendera...........................................................................109
3.1.2. Identitas Kebangsaan dan Karya Seni Visual : Seniman yang Histeris.............117
3.1.2.a. Histeria di Dalam Karya-Karya Tony : Sebuah Gugatan...............................119
3.1.2.b. Dari Simptom ke Pengetahuan : Tony dan Lukisan-Lukisan “Hakarak
Livre”............................................................................................................................133
BAB IV KESIMPULAN..............................................................................................140
4.1. Karya Seni Visual dan Muatan Identitas Nasional ...............................................140
4.2. Arte Moris dan Dalan Arte Nian : Mencari Identitas Timor Leste ......................144
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................148
Lampiran…………......................................................................................................152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Timor Leste dan Gambar-Gambar Pada Batu
Di dalam sebuah buku pelajaran, untuk mata pelajaran sejarah, dengan
judul Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur Untuk SD1, terdapat sebuah foto
yang berisikan gambar garis-garis yang saling memotong, hingga membentuk
sosok manusia. Menurut keterangan di dalam buku tersebut, gambar itu
ditemukan di dinding batu di dalam gua-gua di daerah Manatuto, sebuah daerah
yang pernah menjadi tempat dengan status setingkat kabupaten di masa Integrasi
Timor Leste dengan Republik Indonesia. Buku sejarah yang menulis tentang
gambar itu, adalah sebuah buku sejarah untuk Sekolah Dasar yang diterbitkan
oleh Depdikbud pada tahun 1995. Penjelasan tentang gambar tersebut,
mengatakan bahwa gambar itu berasal dari masa beberapa puluh abad sebelum
masehi. Penjelasan tentang gambar itu adalah uraian tentang bentuk-bentuk
kebudayaan, dalam hal ini ekspresi visual yang diartikan sebagai suatu hal yang
merupakan bagian dari identitas diri orang atau masyarakat Timor Timur, atau
Timor Leste.
Gambar di atas batu, di dinding-dinding gua itu pun mengalami sebuah
proses pemaknaan lagi ketika ada bentuk-bentuk pembahasan yang bertujuan
menjadikannya sebagai salah satu titik acuan untuk bicara tentang Timor Leste
dan seni visual di negara tersebut. Sebuah acuan yang disebut sebagai titik awal.
1 Lihat Zuhdi, Sutjianingsih,Sri.1995.Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur Untuk SD.
Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Gambar tua tersebut dijelaskan sebagai yang berupa bentuk ekspresi singkat dari
sebuah bentuk kebudayaan yang hidup dan pernah ada di masa lampau. Sebuah
bentuk espresi yang digambarkan telah meneruskan rambatan gaungnya hingga ke
masa sekarang, jika dilihat dalam suatu wadah pengertian, atau sudut pandang
sejarah seni visual Timor Leste. Sudut pandang tersebut dapat dilihat dari
pembahasan yang dibuat oleh Silva dan Barkmann.
The contemporary art movement of Timor-Leste has appered over the
past decade, most prolifically as political graffiti and murals on the
derelict walls and street facades of Dili, Baucau, Suai, and Lospalos.
These recent expressions distantly echo the nation‟s ancient rock art
heritage, which was similiarly painted on walls.2
Pembahasan mereka memakai bentuk peninggalan sejarah yang sama dengan
yang terdapat dalam buku pelajaran untuk SD tersebut, yaitu gambar-gambar tua
di dalam gua. Pembahasan ini menguraikan tentang ditemukannya bentuk seni
visual yang ada pada dinding gua batu di Distrik Baucau, serta di Region Tutuala
dan Bauguia. Daerah ini merupakan daerah di wilayah timur dari Timor leste,
Distrik Manatuto pun terletak di wilayah yang sama. Menurut Silva dan
Barkmann, gambar yang diperkirakan berusia 6.000 tahun ini adalah sebuah
ekspresi singkat, ephemeral expression yang datang dari masanya yang jauh3.
Ketika masa transisi terjadi di Timor Leste yang pada saat itu akan beralih
dari “Timor-Timur” menjadi “Timor Leste” di sekitar tahun 2002, seorang warga
negara Swiss, beserta istrinya hadir di situ, sebagai bagian dari misi badan PBB.
Pada saat itu di Timor Leste terjadi proses peralihan kekuasaan, administrasi, serta
pembentukan kerangka-kerangka landasan untuk sebuah pemerintahan yang baru.
2 Silva, Abilio d. C. dan Barkmann,ed.2008. A Contemporary Art Movement in Timor Leste
: an essay. Museum and Art Gallery Northern Teritory in partnership with the National
Directorate of culture,Timor Leste. 3 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Pasangan warga negara Eropa itu menemukan bahwa terdapat beberapa
kenyataan, berdasarkan pengamatan mereka, tentang Timor Leste sebagai sebuah
negara muda. Kenyataan-kenyataan seputar keadaan dan situasi sosial yang masih
jauh dari kemakmuran. Seperti yang dapat disaksikan dalam sebuah program
dokumenter pendek dari www.suprememastertv/ ee.com, dalam program itu
ditayangkan laporan-laporan tentang peran sebuah organisasi bernama Arte
Moris, yang disebut sebagai sebuah lembaga pendidikan seni yang pertama di
Timor Leste. Dalam wawancara dengan pendiri lembaga tersebut, disebutkan
bahwa yang menjadi salah satu dasar dari lahirnya organisasi itu adalah kenyataan
bahwa pemuda-pemuda di tempat tersebut sebagian besar tidak memiliki kegiatan
khusus untuk dilakukan ; sebagian besar dari mereka menganggur. Faktor penting
lainnya adalah adanya bakat-bakat yang terlihat melalui sejumlah graffiti di
jalanan kota tersebut.
Semua kenyataan dari tuturan diatas berhubungan dengan gambar-gambar
di atas batu. Jalinan yang membentuk ide, baik dalam perbincangan tentang
sejarah, maupun masalah-masalah lain yang berhubungan dengan keadaan
masyarakat di Timor leste dapat dilihat lewat rangkaian-rangkaian narasi gambar-
gambar tersebut, gambar yang dibuat pada batu-batu di dinding gua, dan yang
dibuat di atas tembok-tembok, mungkin rumah atau pagar, mungkin juga
reruntuhan yang berdasarkan konteks waktunya berasal dari sisa-sisa peristiwa
penghancuran dan pembakaran yang pernah melanda kota Dili, ibu kota Timor
Leste. Gaung dari ribuan tahun silam itu, dapat dikatakan telah diberikan saluran
untuk meneruskan rambatannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Bicara tentang sejarah pendidikan seni (fine art) di Timor Leste, maka
pertama kali diajarkan kepada penduduk pribumi Timor Leste di sekolah elit
Portugis di suatu masa di abad 20. Hal ini dapat dilihat dari catatan tentang
Cinatti, seorang sarjana Portugis yang menjadi guru untuk pendidikan seni di
Sebuah sekolah di Lahane pada tahun 1947. Catatan tentang sarjana ini dapat
dilihat dalam kutipan berikut, ”Noting the ability of a young student who was
bound by a culture, of which he was not conscious‟ that enabled him to surpass his
(Cinatti) Western-style drawing tuition and produce a uniquely Timorese
landscape”4 . Para murid dari Cinatti ini kemungkinan besar adalah salah satu dari
para pelukis yang kemudian menjadi bagian dalam kelompok seniman-seniman
Timor Leste di beberapa masa berikutnya. Kelompok yang kemudian
berkembang, dan yang di dalamnya termasuk beberapa pelukis seperti Jose
Martins Barnco, Daniel Peloi, Sequito Calsona, dan Joao Soriano. Kelompok ini
mulai berkarya, dan mengadakan pameran di masa Timor Portugis dari tahun
1950an dan terus aktif di masa-masa setelahnya. Mereka kebanyakan melukis
dalam gaya romantik-realis. Hingga akhirnya pada tahun 1990an mereka
mendapatkan kedudukan sebagai seniman-seniman senior di Timoe Leste5.
Timor Leste dan Cerita Perang
Sejarah panjang yang dimiliki Timor Leste sebagai sebuah bangsa banyak
diisi dengan cerita dari kejadian tentang konflik atau perang. Hal ini dapat
dimulai dari titik waktu ketika tempat tersebut masih berupa sebuah pulau yang
dihuni oleh kerajaan-kerajaan kecil. Hingga sampai di masa datangnya kekuasaan
4 Silva, Abilio d. C. dan Barkmann 2008.op.cit.
5 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
asing yang juga membawa pengaruh sehubungan dengan kepentingan mereka
yang juga menciptakan konflik dan perang-perang tersendiri. “Perburuan kepala
manusia, yang juga merupakan bagian dari tradisi Timor,baru dihapuskan di abad
ini. Menurut Hicks ini adalah sebuah kegiatan popular yang alasan utamanya
adalah ritual dan gengsi sosial”6. Uraian dalam buku 500 tahun Timor Loro Sae
yang ditulis oleh Geoffrey C. Gunn menunjukkan sebuah gambaran budaya
perang yang dimiliki oleh kelompok-kelompok suku di Timor yang di masa
sebelum abad ke 18 berada di bawah kekuasaan pangeran-pangeran. Gunn
mengarahkan penelitiannya secara khusus kepada konsep peperangan orang Timor
yang disebutnya sebagai Funu; Perang (Tetum).
Di bawah kolonisasi portugis yang berlangsung sejak tahun 1556, yang
dimulai ketika sekelompok misionaris Dominikan tiba dan menetap di desa Lifau
dan makin berkembang pada era 1600an ketika Portugal memulai rute
perdagangan ke Timor bagian timur, kejadian-kejadian berupa perang mengambil
bentuknya sendiri sehubungan dengan kedatangan pihak asing ini. Timor di saat
itu digambarkan sebagai sebuah wilayah dengan tingkat pemberontakan yang
cukup tinggi dari kaum pribumi terhadap kaum penjajah. Pemberontakan ini
seringkali dipadamkan dengan cara kekerasan. Hal yang menjadi perhatian Gunn
adalah kemampuan pemberontakan ini untuk bertahan dan menjadi suatu bentuk
kebudayaan dengan semangatnya tersendiri. Sebuah perang atau pemberontakan
yang diturunkan antar-generasi yang terjadi sampai zaman modern. Sebuah
peperangan yang selalu teritualisasi. “Gubernur Affonso de Castro menulis pada
tahun 1860an : Pemberontakan di Timor terjadi terus-menerus, bisa dikatakan
6 Gunn, Geoffrey C.2005. 500 Tahun Timor Loro Sae. Dili : Sa‟he Institute for Liberation.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
bahwa pemberontakan adalah keadaan yang normal sedangkan ketenangan adalah
perkecualian”7.
Di bawah pendudukan Jepang, sebagai akibat dari efek Perang Dunia II,
Timor Leste juga mendapatkan “bagiannya”. Sebuah kutipan menyebutkan “The
Japanese military occupation of Timor in 1942 was disastrous, as drought struck
in 1944 and at least 40,000 people died”8 Posisi Timor yang strategis sebagai
pintu pertahanan sekaligus batu pijakan terhadap Australia menjadikannya sebagai
bagian dari ambisi jepang yang di saat itu punya pengaruh besar di Asia.
Setiap era, yang dalam pembahasan ini dikelompokan berdasarkan para
penguasa administratifnya, memiliki cerita masing-masing tentang orang Timor
dengan cara mereka bertahan yang oleh Gunn disebut sebagai “perang
teritualisasi”. Masa kedatangan dan keberadaan Indonesia sebagai pemegang
kekuasaan memberikan cerita yang menjadi rangkaian penting dalam topik dari
tulisan ini. Cerita konflik, atau kekerasan dalam bentuk perang, pemberontakan,
penganiyaan, teror, dan bentuk-bentuk kekerasan fisik dan non-fisik lainnya
menjadi warna tersendiri bagi kehidupan orang Timor Leste di masa “Timor-
Timur” itu. Berbagai kepentingan dan persilangan politik atas Timor Leste di kala
itu memberikan banyak pendapat dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya,
dalam hal ini tentang data korban dari tindak kekerasan yang terjadi. Gin dalam
bukunya menulis, “It became known that Indonesian troops had committed
atrocities in December 1975 against the civilian population, as well as continued
systematic violence with the aim of subduing resistance. The military forced the
7 Ibid
8 Ooi Keat Gin,ed.2004. Southeast Asia : a historical encyclopedia from Angkor Wat to East
Timor.California : ABC-CLIO inc.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
resettlement of the rural population. The ongoing war and the destruction or
abandonment of food crops caused the deaths of possibly 100,000 people” 9.
Keberadaan Indonesia yang menggunakan beberapa cara untuk
mempertahankan kekuasaannya di Timor Leste mendapatkan perhatian dari pihak
luar, terutama karena adanya resolusi PBB yang masih menempatkan masalah
Timor Leste dalam suatu penangguhan karena ada beberapa masalah yang belum
menemui penyelesaian yang jelas. Kedua pihak, baik pihak Indonesia dengan
pemerintahan sipil dan militernya maupun para pejuang kemerdekaan Timor Leste
yang digerakkan oleh FRETELIN (Frente Revolucionária do Timor- Leste
Independente) dengan strategi perang gerilya dan gerakan klandestin (gerakan
bawah tanah), saling berjuang untuk mencapai kepentigan masing-masing. Hasil
dari semua itu adalah jatuhnya korban jiwa serta kerugian-kerugian lainnya di
pihak masing-masing. Bentuk-bentuk strategi yang dipakai oleh Indonesia
digerakan sebagian besar oleh kekuatan militer yang tidak jarang “bertemu secara
langsung” dengan para aktifis klandestin yang sebagaian besar adalah masyarakat
sipil.
In November 1991 new evidence of atrocities emerged with film of
Indonesian troops shooting unarmed civilians in Dili. The numbers suggested
by human rights NGOs are problematic in this case; Asia Watch, for instance,
stated that between 75 and 200 unarmed demonstrators were kill. 10
Kekuasaan militer dengan tujuan penegakan kedaulatan yang berhadapan
dengan perjuangan bawah tanah yang bertujuan sama yaitu mendapatkan sebuah
kedaulatan, kurang lebih itulah sebentuk wajah konflik yang terjadi di Timor
Leste dalam kurun waktu setelah Operasi Seroja 1975.
9 Ibid
10 Christie and Roy, Denny.2001.The politics of human rights in East Asia.London:Pluto Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Cerita perang berikutnya terjadi di masa awal setelah kemerdekaan
berhasil dicapai. Timor Leste yang secara internasional diakui kedaulatannya pada
tahun 2002 masih harus menghadapi konflik-konflik internal. Rentetan peristiwa
yang bertemakan “keamanan yang terganggu” lahir dan tumbuh dengan subur.
Kesulitan di berbagai bidang sebagai sebuah negara yang baru merdeka seolah
menjadi alasan dan faktor utama dari lahirnya konflik-konflik ini dimulai dari
perseteruan geng-geng pemuda dalam perkotaan sampai dengan pemberontakan
dan perpecahan dalam militer yang meluas menjadi konflik antara subetnis.
Pengalaman tentang konflik yang pernah terjadi di wilayah ini, dilihat dari sudut
pandang penduduk Timor Leste yang lahir di era setelah tahun 50an maka akan
didapatkan gambaran tentang paling tidak dua pengalaman konflik dalam dua
kurun waktu, yaitu di masa kolonial Portugis dan di bawah pendudukan
Indonesia. Masing-masing membawa cerita tersendiri. Pengalaman-pengalaman
kolektif yang dimiliki sebagai bagian dari suatu komunitas, the impact of the
killing was underlined by a schoolteacher who said that 70 per cent of the
children in his class had lost one or both of their parents to war or famine11
.
Hampir setiap keluarga di kota Dili, memiliki cerita yang disebabkan oleh karena
konflik-konflik yang sudah terjadi ini, baik berupa kehilangan salah satu atau
lebih anggota keluarganya maupun kenangan-kenangan lainnya akibat konflik.
Sebuah gambaran yang oleh J.G. taylor coba diungkapkan dalam kesimpulannya,
the luck of the Timorese is to be born in tears, to live in tears and to die in tears 12
11
Ibid 12
Lihat Taylor, John G. 1991. Indonesia’s Forgotten War: The Hidden History of East Timor.
London : Zed Books.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Arte Moris, Cerita dan Riaknya
Pada tahun 2002, di masa restorasi kemerdekaan, pergerakan seni di Timor
Leste yang disebut sebagai “gerakan seni kontemporer” mulai menemukan saat
yang tepat untuk perkembangannya. Sebagian besar dari organisasi dengan fokus
pada dunia seni dan keterlibatan kaum muda tersebut, dijelaskan hadir karena
alasan potensi dari seni sebagai media bagi kebutuhan yang bersifat psikologis.
Working in derelict buildings with sporadic supplies of materials, a
proliferation of new small art studio art such Becusi, Bulak, Weluru,
Naroman, Jovil, Sukaer, and Faloikai appeared. The inherent therapeutic and
reflective processes of art production explain attraction for young Timorese as
they attempted to repair the psychological and social upheaval in their lives
and society13
.
Di masa-masa restorasi atau di awal-awal kemerdekaan bermunculan
gerakan-gerakan seni kontemporer yang secara mendasar menunjukkan bahwa
kegiatan seni yang mengandung sisi pengungkapan dan penyembuhan membuat
gerakan-gerakan ini diminati oleh para pemuda. Seorang mantan anggota Sanggar
Bulak, Iliwatu Danabere (2007) mengungkapkan pendapatnya tentang bagaimana
seni ini punya peran tersendiri bagi dirinya dan diri sesama pemuda Timor Leste
lainnya, we learned how to respond to terror in Dili with art. We didn’t fight like
all the other youth, but expressed our hopes and fellings artistically14
.
Di masa restorasi itu pulalah lahir Arte Moris Art School,Sekolah Seni
Arte Moris, yang merupakan bagian dari bentuk-bentuk perencanaan paska
kemerdekaan dan menjadi sebuah kontributor utama dalam gerakan seni
kontemporer di Timor Leste. Nama Arte Moris berasal dari gabungan bahasa
Tetum dan bahasa Portugis yang berarti “Seni yang hidup”, Living Art (Arte,
Portugis: seni , Moris, Tetum : hidup). Arte Moris didirikan pada Februari 2003
13
Silva, Abilio d. C. dan Barkmann 2008.op.cit. 14
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
oleh seorang seniman yang berasal Swiss; Luca Gansser, dan istrinya Gabriela
Gansser yang adalah seorang kordinator seni antar budaya. Proses pembentukan
ini diikuti juga oleh sekelompok pemuda Timor Leste yang berbakat di bidang ini
yang kemudian menjadi siswa pertama pada sekolah seni tersebut.
They (Luca and Gabriela Gansser) fostered with a dedicated group of
approximately fifteen senior artists who, in association with visiting
Australian, German, Italian, and Swiss artists, teach junior students. The
school‟s students originate from the thirteen districts of Timor Leste. Based at
the former site of the Provincial Museum of East Timor, which houses a
permanent collection of Timor Leste‟s contemporary art, Arte Moris has
shared its premises”15
.
Visi dan misinya adalah pembinaan pada hal-hal seperti kreativitas, kerjasama,
dan komitmen dalam usaha-usaha artistik. Prioritas ini digabungkan dengan
kebijakan “pintu terbuka” yang bertujuan untuk menciptakan suatu lingkungan di
mana pemuda Timor Leste atau orang-orang dari semua latar belakang bisa
merasa nyaman untuk berpartisipasi dalam kelas dan mengekspresikan diri secara
bebas melalui seni rupa.
Arte Moris telah mengadakan beberapa pameran di Timor Leste, Australia,
dan Swiss. Dengan tanggapan dan kritikan yang beragam, seperti a hopeless
mishmash of modes of representation 16
dan juga dynamic symbolism17
. Secara
umum dapat dikatakan bahwa para seniman kontemporer Timor Leste tengah
mengambil jalan dan menempuh waktu bagi diri mereka dalam menemukan
kedewasaan berkarya serta kepercayaan diri dalam berekspresi. Konsep
pembentukan nilai kebangsaan juga mendapat perhatian dari proses kreatif para
seniman ini,seperti yang dikemukakan oleh Danabere berikut ini.
15
Ibid 16
Ibid 17
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
A tendency to paint classic portrait has surfaced in the more established
artists while,for others, a surreal,‟mutated‟ style of iconic Timorese
symbolism has emerged to provoke interest and attention in their work.
Irrespective of style,through their passion and art,young artists contribute to
nation-building as they assert a “positive impact on our surroundings”18
.
Informasi awal tentang Arte Moris yang didapatkan oleh penulis sebagian
besar berasal dari literatur-literatur yang sudah ada tentang lembaga tersebut.
Informasi tersebut diperoleh dari studi pustaka maupun wawancara dengan orang-
orang yang mempunyai hubungan atau pernah mempunyai pengalaman
berhubungan dengan lembaga tersebut. Sebagai contoh, salah satu sumber yang
dipakai oleh penulis adalah beberapa mahasiswa Timor Leste yang tengah belajar
di beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta. Para mahasiswa ini pernah menjadi
bagian dari Arte Moris dan turut serta berproses di dalamnya. Pendapat yang
mereka berikan sebagian besar tentang bagaimana lembaga tersebut merupakan
bagian dari kekuasaan asing dengan kepentingan-kepentingan tertentunya di
Timor Leste. Meskipun baru melalui kurun waktu yang relatif singkat, sejak
pertama kali berdiri di tahun 2003, Arte Moris dapat diasumsikan sudah melalui
sekian banyak proses dan perjalanan dengan lika-likunya tersendiri.
Penulis juga melihat pentingnya sebuah titik fokus yaitu bahasan dan
tinjauan yang diarahkan pada pelukis-pelukis yang akan dibahas dalam penelitian
ini. Penulis mecoba untuk membahas bagaimana orang Timor Leste dalam hal ini
para seniman atau orang-orang yangdi Arte Moris menuturkan identitas
kebangsaan mereka melalui karya-karya seni visual dengan tema-tema tertentu di
dalamnya.
18
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Keberadaan dari karya-karya seni di dalam komunitas Arte Moris
merupakan sebuah bentuk pemaknaan para seniman di dalam komunitas tersebut
atas hal-hal yang bersentuhan dengan mereka. Identitas kebangsaan sebagai orang
Timor Leste merupaka salah satu dari hal tersebut. Dari pokok-pokok pikiran yang
ada di dalam latar belakang ini, penulis mencoba menunjukkan adanya hubungan
antara seni visual, dan sejarah dari Timor Leste khususnya sejarah perjuangannya
yang meliputi masa-masa kekelaman dan konflik. Hubungan kedua hal tersebut
dilihat sebagai dasar di mana gejolak untuk berbicara tentang identitas nasional
kebangsaan menemukan tempatnya untuk bergerak. Hal-hal tersebut juga
terangkai dalam sebuah bentuk jaringan ingatan kolektif yang dimiliki oleh para
seniman sebagai individu di dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bentuk-bentuk visual apa saja dari karya-karya itu yang dianggap bisa menjadi
simptom memori kolektif tentang Identitas kebangsaan Timor Leste ?
2. Apa sumbangan proses identifikasi atas simbol-simbol dalam karya-karya
tersebut pada pembentukan identitas kebangsaan Timor leste?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Membahas karya-karya visual, dalam hal ini lukisan para seniman di Arte
Moris, Timor Leste, dengan secara lebih khusus mengamati bentuk-bentuk visual
di dalamnya yang berkaitan dengan tema identitas kebangsaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2. Bentuk-bentuk visual tersebut dianalisa dengan sudut pandang Psikonanalisa
Lacanian, di mana mereka kemudian dikategorikan sebagai simptom. Salah satu
tujuan penelitian ini adalah membahas simptom-simptom tersebut, pada
keberadaan dan proses identifikasinya. Serta melihat hubungan serta peranananya
dalam diskusi, pembahasan, dan pembentukan identitas kebangsaan, dalam hal ini
identitas kebangsaan Timor Leste.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pembentukan wacana identitas
nasional kebangsaan yang ada tengah dihadapi Timor Leste sebagai sebuah negara
yang berusia relatif muda. Bentuk identitas kebangsaan yang dibahas di dalam
tesis ini adalah identitas kebangsaan Timor Leste yang dapat terlihat di dalam
karya seni lukis para seniman-seniman muda di negara tersebut. Manfaat
penelitian ini, secara umum, adalah memberikan perluasan dan ruang-ruang baru
pada diskusi yang membahas hubungan antara karya seni dan identitas nasional
dalam perspektif psikoanalisa Lacanian. Tulisan ini juga dapat bermanfaat untuk
secara khusus menambah khazanah diskusi dan penelitian tentang Timor Leste
dan perkembangannya di bidang seni visual serta wacana identitas nasionalnya.
E. Kajian Pustaka
Tema identitas kebangsaan dan hubungannya dengan seni, dalam hal ini seni
rupa telah menjadi bahan kajian yang banyak dibahas dalam penelitian maupun
tulisan-tulisan. Masalah identitas kebangsaan Timor Leste dapat ditemui dalam
beberapa tulisan seperti pada sebuah buku yang ditulis oleh Martinho da Silva
Gusmao yang berjudul, ”Timor Lorosae: Perjalanan menuju Dekolonisasi Hati-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Diri”19
. Buku yang ditulis dalam bahasa Indonesia ini merupakan kumpulan esai
yang ditulis oleh seorang pastor. Sebagian besar bercerita tentang pertentangan
pendapatnya dengan beberapa politisi tentang keadaan di Timor Leste pasca
rencana diadakannya referendum. Dalam beberapa argumentasinya dia
menawarkan beberapa konsep yang dapat dipakai untuk “dekolonisasi” diri.
Melalui sebuah esainya, di dalam buku itu, Gusmao memaparkan beberapa ide
tentang usaha dekolonisasi bagi masyarakat Timor Leste20
. Ada sebuah modal
dasar, menurut Gusmao, yang telah dimiliki oleh masyarakat Timor Leste yaitu
dasar kebudayaan yang kuat. “kekuatan perjuangan kita terletak dalam resistensi
kebudayaan. Kebudayaan kita memiliki karakter yang unik, sehingga sulit dicari
sebuah titik paling lemah atau paling kuat untuk dikalahkan21
”. Sisi keunikan dari
kebudayaan ini tak dijelaskan secara lebih luas kecuali lewat pembahasan tentang
bahasa Tetum dan kehadiran budaya campuran atau Mestico. Gusmao lebih
banyak mengkritik cara pandang budaya lain, dalam hal ini dari sisi historis
kedatangan Portugis dan Indonesia ke Timor, yang telah menghasilkan suatu
definisi tentang budaya Timor tersendiri yang cenderung bias.
Modal dasar kebudayaan yang kuat tersebut adalah sebuah dasar untuk
melaksanakan dekolonisasi diri. Proses ini akan didukung dengan keberadaan
bahasa Tetum,khususnya Tetum Dili, yang lahir sebagai hasil negosiasi dari
masyarakat asli Timor dengan kebudayaan-kebudayaan lain yang datang dari luar.
Menurut Gusmao, bahasa Tetum adalah sebuah karakter khas.
19
Gusmao,Martinho G. da Silva.2003. Timor Lorosae: Perjalanan menuju Dekolonisasi Hati-Diri.
Malang:Dioma. 20
Ibid 21
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Tetum Dili ialah sebuah Tetum yang tidak pribumi, tidak Portugis, dan
tidak Indonesia. Tetum Dili adalah sebuah “Tetum prokem” yang tanpa
struktur, tanpa bentuk dan bergaya popularistik. Ia berbeda dengan Tetum
Soibada, Viqueque dan Suai (Atambua) yang relatif terstruktur secara
gramatikal, sintaktik,dan semantik22
.
Posisi bahasa ini juga berhubungan, atau bisa dikatakan hadir secara
bersamaan, dengan keberadaan budaya campuran, atau mestico cultural yang
hadir karena proses penjajahan. Kebudayaan campuran ini mewarnai identitas
masyarakat Timor dan Gusmao mengkritisi bagian-bagian dari kebudayaan
campuran seperti adanya rasa “setengah” menjadi orang Timor, atau sikap
apatisme dan oportunistik yang dinilainya dapat membawa kerugian.
Secara umum pandangan Gusmao merupakan sebuah pembacaannya atas
masalah identitas masyarakat Timor Leste, khususnya tentang wacana
dekolonisasi, di masa awal kemerdekaan (tulisan dibuat tahun 1999) dan salah
satu aspek yang ditekankannya adalah peranan Gereja Katholik dalam proses
tersebut. Dekolonisasi kognisi, atau yang juga disebut Gusmao sebagai “aspek
emosional” adalah masalah yang belum selesai atau paling terbelakang prosesnya
dibanding dekolonisasi politik dan ekonomi23
. Menurut Gusmao Gereja punya
solusi berupa solidaritas pastoral dan rekonsiliasi, akan tetapi faktanya adalah di
sisi lain ada pihak Negara dengan cara dan kepentingan tersendiri. Gesekan dari
dua pihak inilah yang akan menciptakan tertimbunnya banyak pergolakan
emosional di arus bawah sadar kognisi yang berpotensi untuk meletus.24
Dengan
demikian, dari pemaparan Gusmao kita melihat adanya sisi-sisi identitas yang
dipandang sebagai dasar yang berpotensi kuat, dengan sisi sejarah kolonialitas dan
22
Ibid 23
Ibid 24
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
resistensinya, untuk membahas pembentukan identitas kebangsaan Timor Leste,
yaitu bahasa Tetum.
Douglas Kammen dalam esainya yang berjudul “Subordinating Timor:
Central Authority and the Origins of Communal Identities in East Timor”25
,
membahas tentang identifikasi orang Timor berdasarkan konsep Timor-Barat dan
Timor-Timur atau yang lebih dikenal dengan istilah Kaladi dan Firaku sebagai
fokus bahasannya. Wacana Kaladi dan Firaku telah berkembang sejak masa
kolonial dan menjadi salah satu bentuk identifikasi yang membentuk corak
identitas dan kedirian masyarakat Timor Leste. Kammen memaparkan dalam
penjelasan historis yang cukup detail tentang perkembangan wacana ini dari masa
kolonial hingga pada pengaruhnya pada konstelasi politik Timor Leste, bahkan
salah satu faktor dasar konflik di tahun 2006.
Pada dasarnya, konsep ini bersifat geografis, Firaku merujuk pada kelompok
suku-suku yang mendiami daerah bagian timur dari negara tersebut yang
dikarakterkan keras kepala dan pemberontak, sedangkan Kaladi berarti suku-suku
yang mendiami daerah bagian barat yang cenderung dikarakterkan lebih tenang
dan dapat bekerja sama. Akan tetapi bila dilihat lebih dalam, konsep ini dibentuk
oleh sisi lain yang cukup kuat yaitu bahasa, dan juga kebudayaan makanan yang
dimiliki oleh suku-suku dalam kategori pembagian tersebut. Tulisan Kammen
menunjukkan variasi yang cukup banyak tentang pemahaman yang pernah dibuat
konsep pembedaan suku ini. Konsep-konsep tersebut menurut Kammen, merujuk
25
Lihat Kammen.D. Subordinating Timor: Central Authority and the Origins Of Communal
Identities In East Timor. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 166-2/3
(2010):244-269 Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.2010.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
pada satu kesimpulan tentang sebuah ide dasar yang menjadi landasan pembedaan
ini. Sebuah dasat yang bersifat alami, yaitu kebudayaan makanan.
Adalah jelas bahwa kata caladas/callades merupakan bentuk jamak dari
bahasa Portugis untuk kata keladi dari bahasa Melayu/Tetum, dan tidak
seperti kepercayaan umum bahwa adalah kata itu merupakan
perkembangan dari bahasa Portugis calado yang berarti tenang. Peran
makanan dalam kemunculan sebuah identitas kolektif adalah salah satu
fitur penting pada bagian awal dari Timor yang modern.26
Pembahasan yang disusun oleh Kammen memberikan sebuah gambaran
bahwa pada dasarnya identitas kolektif yang ada pada suatu kelompok berasal dari
hal-hal yang merupakan sisi-sisi natural dari komunitas tersebut. Pada
perkembangannya konsep-konsep tersebut mengalami perluasan atau
penyempitan sesuai dengan kepentingan dari pihak-pihak yang menggunakan
bentuk identifikasi tersebut. Hal tersebut seperti tulisan dari Mendes Corrêa,
seorang antropolog, yang dibuat pada tahun 1944 yang dikutip oleh Kammen,”
Firacos dan Caladi, Belos dan Atoni, semua „kerajaan‟, lebih dari empat puluh
bahasa dan dialek, aneka ras, pusat-pusat kekuatan,telah diatur untuk bermusuhan
satu dengan yang lainnya”27
.
Kolonialisme Portugis telah memakai konsep Kaladi dan Firaku sebagai
bagian dari politik penjajahan mereka, dan pada masa Timor Leste modern,
konsep identifikasi ini mungkin untuk dipakai menjadi dasar atau bagian dari
pergerakan-pergerakan politik di negara tersebut. Kammen menyimpulkan bahwa
identifikasi ini secara jelas mencerminkan sebuah gambaran sosial-ekologi yang
dalam dan yang membentuk hubungan kekuasaan di negara tersebut yaitu “
26
Ibid 27
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
perbedaan antara mereka yang makan nasi dan mereka yang bergantung pada
keladi, jagung, atau menahan lapar pada masa paceklik tahunan”. Hal ini
merangkum sebuah bentuk cara bertahan hidup dan sehubungan dengan
kebudayaan makanan dari orang Timor Leste sekaligus bagaimana hal tersebut
telah menjadi sebuah identitas yang di dalamnya terdapat perbedaan seperti posisi
geografis, ras, bahasa, ideologi politik, dan tentu saja yang paling penting
kemampuan ekonomi.
Perihal konsep kebangsaan Timor Leste dan pembahasan-pembahasan tentang
konstruksinya, terutama masih berkaitan dengan konsep timur dan barat, dapat
kita lihat pada esai berikut ini. Damien Kingsbury dalam esainya yang berjudul
“National Identity in Timor-Leste: Challenges and Opportunities28
”, memberikan
sebuah argumen dasar bahwa konsep timur dan barat ini “had serious implications
for the fledgling country‟s attempts at building a cohesive national identity to
serve as the basis for its future development.”29
Di dalam analisanya, Kingsbury
melakukan pengamatan atas dua distrik di Timor Leste yaitu Bobonaro dan
Viqueque. Bobonaro dilihat sebagai perwakilan dari daerah barat, sedangkan
Viqueque perwakilan bagian timur, dan dasar dari klasifikasi ini adalah peran dua
distrik tersebut pada pemilihan umum tahun 2007.
Pada tahun 2007, penduduk Viqueque dengan luar biasa bersuara untuk
partai yang kemudian menjadi partai yang memegang pemerintahan,
Fretelin, dengan memberikan dukungan berupa enam puluh persen suara
dalam pemilu di wilayah tersebut. Terpisah jauh dari Ibu Kota, Dili,
Bobonaro adalah distrik yang dapat dikatakan kurang perhatian, dan
terhitung di antara wilayah-wilayah yang berhubungan dengan „barat‟.
Bobonaro bersuara melawan Fretelin, dengan hanya memberikan enam
28
Lihat, Kingsburry, D.2006. National identity in Timor-Leste: challenges and opportunities.South
East Asia Research. 29
Ibidl.132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
belas persen suara. Dari studi kasus inilah, tulisan ini bermaksud untuk
mengukur tantangan dan kesempatan dari penyatuan nasional di Timor
Leste.30
Kingsbury memberikan uraian yang panjang tentang proses pemerintahan di
Timor Leste sebelum dan sesudah Pemilu 2007. Dari situ dia menganalisa
bagaimana perbedaan yang bersumber dari konsep timur dan barat mempengaruhi
orang Timor Leste dalam melihat dirinya maupun orang-orang lain, khususnya
dari suku-suku yang lain di negara tersebut. Sejarah pergerakan atau resistensi
mempengaruhi wacana ini dan konflik tahun 2006 dapat disebut bahwa terjadi
sebagai puncak dari pemakaian wacana identifikasi ini. Identitas timur dan dan
barat berakar dari unsur bahasa yang menjadi pemersatu sekaligus pembeda dalam
komunitas suku-suku di Timor Leste.31
Dari pembahasannya Kingsbury memberikan sebuah pendapat bahwa dalam
konteks konflik tahun 2006 yang terjadi di Timor Leste, kelompok masyarakat di
Dili, Ibu Kota negara, berdasarkan survey32
merasa keadaan mereka jauh lebih
aman dengan posisi yang lebih netral dalam konflik timur-barat tersebut, dan
dengan bahasa Tetum sebagai bahasa kelompok masyarakat di Dili, yang
merupakan Lingua Franca sehingga secara langsung terhindar dari konflik yang
juga punya latar belakang linguistik tersebut. Berdasarkan data ini, Kingsbury
mengajukan sebuah ide tentang civic identity atau identitas kekotaan yang dapat
menggantikan etnisitas dan kemudian menjadi basis untuk menjadi identitas
30
Ibid hal 134 31
Ibid 32
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
kebangsaan,33
” In that civic identity can replace ethnicity as the basis for national
identity, unity can cohere around common core civic themes, which can in turn
reflect a sense of civic nationalism.” Ide ini diakuinya bukan sebagai ide yang
dominan di dalam tulisannya dengan alasan sehubungan dengan realita di Timor
Leste, hal ini akan membutuhkan waktu dalam perkembangannya.
Persamaan yang paling terlihat dari ketiga penulis di atas adalah adanya fokus
atau penekanan yang cukup kuat diberikan pada aspek bahasa. Gusmao melihat
posisi bahasa Tetum sebagai sebuah modal yang dapat dipakai untuk apa yang dia
sebut dengan dekolonisasi hati-diri34
. Bagi Kammen dan Kingsbury bahasa
merupakan salah satu akar yang membentuk identifikasi timur-barat yang hadir di
Timor Leste. Kammen menunjukkan bahwa identifikasi tersebut merupakan jalan
masuk untuk membahas relasi kekuasaan di Timor Leste. Sedangkan secara lebih
khusus, Kingsbury melihat bahwa ada sebuah dasar yang dapat dipakai untuk
membentuk identitas kebangsaan, yaitu identitas kekotaan, civic identity35
dengan
bahasa Tetum sebagai bagian penting dari bentuk identifikasinya.
F. Kerangka Teoritis
Untuk menjawab rumusan masalah dalam tesis ini, penulis akan
menggunakan teori psikoanalisa dari Jacques Lacan ( 1901-1981) dan teori
tentang memori kolektif. Teori-teori Lacan yang dipakai adalah antara lain teori
simptom, yang akan menjawab salah satu masalah utama dalam tesis ini, teori
33
Ibid. 34
Gusmao (1997)op.cit.Hal.88. 35
Kingsbury,D. National identity in Timor-Leste: challenges and opportunities.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Gaze ,dan teori Empat Wacana. Sehubungan dengan penggunaan teori Lacan
dalam penelitian seni visual, maka salah satu referensi yang dipakai adalah buku
Lacan Reframed, yang ditulis oleh Steven L. Levine36
. Buku tersebut memberikan
pembahasan yang cukup padat dan terperinci tentang penerapan konsep-konsep
psikoanalisa Lacanian dalam seni, khususnya seni visual.
1. Lacan Reframed Karya Levine : Lacan di dalam Seni Visual
Seperti yang seringkali diungkapkan tentang Lacan, “others could be
Lacanian if they wished, but he (Lacan) always affirmed his allegiance to
Freud”37
, maka pembahasan tentang pemikirannya akan selalu membuka ruang
rujukan menuju pada pemikiran-pemikiran dari Freud. Seperti yang diangkat oleh
Levine di dalam Lacan Reframed, dalam pengamatan Freud terhadap karya
lukisan Da Vinci, yaitu Mona Lisa, penekanan pendapatnya terdapat pada bentuk
dari karya visual sebagai suatu sublimasi dan cara desire atau hasrat berperan
dalam penciptaan karya seni. Dalam karya Mona Lisa, dapat disebut bahwa hasrat
yang dimiliki oleh pelukis yaitu Leonardo Da Vinci, adalah hasrat dari seorang
anak akan ibunya. Si pelukis menyampaikan desire ini dalam sebuah keadaan di
mana dia melihat atau dilihat ibunya. Anak merupakan subyek yang berhasrat dan
ibu merupakan obyek yang hilang, demikian pendapat Freud tentang sublimasi,
yang mana dalam kasus ini seni visual yang mengambil perananannya, yaitu
sebuah proses yang, renewed linkage of desiring subject and lost object38
.
Dalam pembahasan tentang karya Leonardo Da Vinci, Lacan lebih
mengacu kepada karya itu sendiri dari pada kepada seniman penciptanya. Dalam
36
Lihat, S. L. Levine 2008, Lacan Reframed,London:I.B. Tauris and Co.Ltd,. 37
Ibid 38
Ibid.p.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
melihat karya Mona Lisa, Lacan mempertanyakan tentang konsep sublimasi yang
diajukan oleh Freud. Bila Freud melihat sublimasi itu sebagai bentuk pengganti
kepuasan untuk menyembuhkan rasa kehilangan, maka Lacan melihat sublimasi
itu , dalam kaitannya dengan tiga tatanan dasar pembentukan subyek dalam
psikoanalisanya yaitu tatanan Imajiner, Simbolik, dan Real.
Pada lukisan Da Vinci yang dianalisa Lacan, fokus penjelasannya ada pada
identifikasi yang dilakukan subyek atau seorang anak. Identifikasi ini berdasarkan
teorinya yaitu fase cermin, di mana anak mendapatkan gambaran dirinya lewat
sosok sang ibu. Ini adalah tahap yang disebut tahap Imajiner. Pada tatanan
Simbolik terjadi perubahan pada anak atau subyek, yaitu ketika anak mengalami
goresan yang merupakan bagian dari proses ini. Pada bagian ini terjadi perpisahan
antara mata yang lebih bersifat biologis dan indrawi dengan sebuah mata dari
kedirian yang bergerak karena hasrat atau desire yang oleh Lacan disebut Gaze
atau tatapan.39
Sebagai sebuah kesimpulan atas pembacaan Lacan dapat dikatakan
bahwa, Lacan melihat seni sebagai sublimasi itu sebagai ,”struktur umum dalam
masyarakat di mana dunia Imajiner dari persepsi pengalaman kesekarangan
dilindungi oleh jaringan penanda Simbolik yang merujuk pada Real permulaan di
masa lalu, serta jalan setapak masa depan menuju pada kematian manusia yang
penuh makna. 40
”.
Teori tentang Gaze atau tatapan menjadi salah satu dasar dari pendapat
Lacan dalam mengamati lukisan-lukisan karya Leonardo Da Vinci. Di dalam
39
,S. L. Levine 2008.op.cit.28 40
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Lacan Reframed, penjelasan tentang Gaze dihubungkan dengan sebuah kunci
untuk masuk ke dalam pembahasannya tentang seni visual, yaitu ide tentang
keterbelahan, split. Levine menjelaskan tentang ide kunci ini, yaitu, “the split
between the imaginary eye and the symbolic gaze.41
” . Pembahasan tentang Gaze
secara khusus dimulai dari argumen Lacan yang menggunakan ide Merleau Ponty
tentang pra eksistensi dari wilayah penglihatan.
Lacan percaya bahwa pada ide-ide pra eksistensi dari seluruh wilayah
penglihatan sampai pada tiap-tiap mata individu yang melihat ke arah bumi. Di
mana ketika individu melihat dari titik-titik tertentu pada ruang, maka individu
tersebut terbuka untuk dilihat dari sisi mana saja.[...] dalam keadaannya yang
terlihat oleh tatapan tak kelihatan (invisible gaze) dari orang lain, subyek
menemukan dirinya sebagai sasaran untuk dipermalukan atau dijelaskan
melalui penggambaran yang oleh Lacan dilihat sebagai hal yang sama dengan
ketakutan akan pengebirian, atau castartion anxiety dalam bidang visual.42
Ketakutan akan pengebirian atau castartion anxiety ini muncul ketika subyek
merasa dirinya ditatap oleh Liyan. Proses identifikasi subyek yang berkaitan
dengan Gaze, adalah ketika subyek melihat sebuah titik pada bidang lihat maka
pada saat itu juga dirinya terbuka untuk dilihat dari semua sisi.
Hal yang mendasar dari pemikiran tentang Gaze adalah bahwa subyek
merupakan bagian dari “objek hilang yang tak kelihatan dari tatapan/ gaze ibu
atau liyan (m/other) yang oleh dorongan scopic dipaksa untuk ditemukan tetapi
hanya berhasil berputar-putar di tempat tak adanya objek tersebut.[...] subyek
berperan sebagai objek yang hilang dari ibu atau liyan yang merupakan bentuk
dasar dari objek „a‟.”43
Gaze berkaitan erat dengan object „a‟, yang dalam bahasan
Levine adalah „penyebab hasrat untuk menemukan tatatpan yang hilang dari sang
ibu dan juga penyebab dorongan untuk membingkai ulang gambaran visual dari
41
Ibid.p.11 42
S. L. Levine 2008.op.cit.Hal.69. 43
Ibid. 70.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
tatapan yang hilang itu ke dalam karya seni. 44
Apa yang dilakukan seniman
sehubungan dengan karya mereka adalah mencoba menggambarkan tatapan yang
hilang dari sang ibu tersebut, namun apa yang mereka dapatkan bukan sebuah
tatapan utuh tetapi jejak-jejak atau objek „a‟ yang membawa mereka mendekati
hal yang bagi mereka adalah sebuah kehilangan.
2. Simptom
Makna dari simptom secara umum lebih dikenal di bidang medis dan
kedokteran yaitu sebagai gejala yang dialami oleh atau terdapat pada diri
seseorang. Dalam psikoanalisa, simptom dilihat sebagai sebuah jalan untuk
menanganai permasalahan, seperti yang dikatakan Lacan “to know how to handle,
to take care of, to manipulate… to know what to do with the symptom, that is the
end of the analysis”45
. Simptom dapat menjadi pintu pertama dalam langkah-
langkah analisa, dan menjadi bagian yang menghubungkan antara peneliti dan
objek yang dikajinya.46
Penanganan masalah simptom bukan dengan cara
menghilangkannya karena pada dasarnya simptom tak bisa dihilangkan. Simptom
memiliki kecenderungan untuk muncul kembali dalam bentuk yang baru47
.
Simptom merupakan bentuk kemunculan dari ketidaksadaran ke
permukaan atau dalam bentuk bahasa. Dalam sebuah analisa, simptom akan
dipergunakan sebagai cara untuk menghadirkan subyek melalui bentuk-bentuk
44
Ibi.84 45
J. Lacan, Le Séminaire XXIV, L'insu que sait de l'une bévue, s'aile a mourre, Ornicar ?, 12/13,
1977, pp. 6-7 (diterjemahkan dan diadaptasikan ke dalam Bahasa Inggris oleh Paul Verhaeghe
and Frédéric Declercq dalam Verhaeghe, P. & Declercq, F. (2002). Lacan's analytical goal: "Le
Sinthome" or the feminine way. In: L.Thurston (ed.), Essays on the final Lacan. Re-inventing
the symptom. New York: The Other Press,. 59-83. 46
Lihat St. Sunardi.Yogya City of Desire. Jogja Art Files.Edisi Perdana. ERUPSI Akademia
Psikoanalisa, Seni, dan Politik.2012. .42 47
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
yang berbeda.48
Bentuk-bentuk baru yang akan hadir tersebut membuat subyek
dapat mencapai apa yang disebut dengan kenikmatan. Maka hal yang akan
dilakukan dalam analisa adalah mengamati dan menulis kembali ketidaksadaran
berdasarkan kumpulan-kumpulan simptom yang ditemukan, dengan cara ini maka
subyek akan mengalami perubahan, sebuah analisa dapat mempertemukan
kembali subyek dengan dengan hasratnya atau desire49
.
Dalam hubungannya kesenian dan proses berkarya simptom dapat dilihat
dari cara “berbahasa” yang dipakai oleh para seniman dalam hasil karya mereka.
Tim Dean dalam tulisannya “Art As Symptom: Zizek and The Ethics of
Psychoanalytic Criticism” mengemukakan bahwa, dalam penjeleasan awal
tentang makna simptom, Lacan mengungkapkan bahwa simptom tersusun seperti
bahasa, dengan melihat aspek semiotika dari simptom maka simptom merupakan
sebuah metafora yang berfungsi sebagai elemen pemakanaan50
. Simptom dapat
memberikan kepuasan tertentu juga kesakitan, maka inilah alasannya kita tak
dapat menyingkirkan begitu saja simptom yang ada, Tim Dean mengemukakan,
“our symptoms are what keep us going, and therefore they can not be removed
without the risk of subjective dissolution. Simptom provide a cetain kind of
satisfaction, as well as a measure of discomfort and pain51
”. Simptom-simptom
yang dibaca dari subyek hadir dalam bentuk bahasa metafora tertentu, dan
memberikan rasa puas juga rasa sakit bagi subyek yang mengalaminya.
48
Ibid 49
Ibid 50
Tim Dean.27. 51
Ibid.28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
3. Empat Wacana
Teori Empat Wacana adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Lacan
yang terdiri dari empat bentuk. Keseluruhan empat bentuk tersebut
menggambarkan variasi hubungan antara elemen-elemen dengan simbol-
simbolnya sebagai berikut Subyek ($), Penanda Utama / Master Signifier (S1),
Pengetahuan / Knowledge (S2), dan Surplus Joissance (a). Bentuk hubungan
antara elemen-elemen tersebut berubah pada suatu mekanisme dasar dengan
posisi-posisi sebagai berikut:
Agent Other
Truth Product
Elemen-elemen yang telah disebutkan tadi akan mengisi empat posisi yang
masing-masing telah memiliki fungsinya yang tetap seperti Agent ,pada posisi kiri
atas, yang bertugas sebagai pembicara, seperti yang dijelaskan Paul Verhaeghe52
bahwa “ The first position is very logical : each discourse starts by somebody
talking, called by Lacan the agent.53
” dan posisi berikutnya, di bagian kanan atas
tempat yang dituju oleh tanda panah adalah apa atau siapa yang menjadi lawan
bicara dari agen tersebut yaitu Other atau Liyan. Sedangkan pada posisi kanan
bawah ditempati oleh Product, yang merupakan hasil dari pembicaraan agen pada
liyan. Semua proses itu sebenarnya didalangi oleh posisi kiri bawah yang
ditempati oleh truth. Peran dari posisi truth ini adalah sebagai “as motor and
52
Lihat, Verhaeghe,Paul. Lacan Theory on Four Disucourses.4. Merupakan tulisan yang d
iterbitkan di The Letter. Lacanian Perspectives on Psychoanalysis, 3, Spring 1995.91-108. 53
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
starting point of each discourse”54
. Empat wacana itu masing-masing adalah
Wacana Tuan, Wacana Universitas, Wacana Histeris, dan Wacana Analis.
Wacana Tuan merupakan sebuah wacana yang dalam konteks sosial-
masyarakat, dapat dipakai untuk menyusun sebuah tatanan di dalam masyarakat
berdasarkan aturan-aturan simbolik yang ada55
. Sehingga sifat dari wacana ini
adalah dominasi. Berikut adalah gambar rumusan wacana tuan.
S1 > S2
$ a
Pada wacana tuan, yang menjadi motor penggerak adalah subyek ($). Subyek
mendorong agen, yang ditempati oleh S1, penanda utama, atau dapat disebut juga
hukum sang Ayah. Pada bagian ini, agen menempati posisi sebagai pihak yang
bicara dengan aturan dan bahasa-bahasa kebenaran . Hal yang penting untuk
diperhatikan di dalam wacana ini adalah hubungan antara S1 dan S2 yang bersifat
Hegelian.
This implies that knowledge is also situated at the position of the other, which
means that the other has to sustain the master in his illusion that he is at one
with this knowledge. The pupils make the master or, in the Hegelian sense: it is
the slave who confirms by his knowledge the position of the master.56
S2 sebagai liyan berada pada posisi yang mengakui bahwa sang agen bahwa dia
berada di dalam posisi yang berkuasa. Sedangkan pada posisi product yang
ditempati oleh obyek a, kita menemukan bahwa $ tidak dapat atau tidak memiliki
akses langsung menuju objek a, sebagai cause of desire, “this object a, cause of
54
Ibid.5. 55
Catatan dan diskusi Perkuliahan, “Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi” Magister Ilmu Religi dan
Budaya USD.2013. 56
Verhaeghe,Paul. (1995).Op.cit.,9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
desire, can never be brought into relation with the divided being of the $”57
Maka
subyek perlu memakai wacana yang lain bila ingin bertemu dengan hasratnya.
Pada wacana histeris, posisi agent ditempati oleh subyek ($). Pada bagian
ini subyek berbicara dengan cara yang khas, karena subyek dapat dikatakan juga
sebagai tubuh (yang tidak berbahasa) maka yang menjadi bahasanya adalah
energi libidinal58
. Hubungan antara wacana tuan dan wacana histeris adalah
perpindahan subyek ke posisi agen. Subyek yang di dalam wacana tuan diwakili
oleh S1untuk berbicara, merasa tidak puas lalu berpindah untuk dapat berbicara
atas namanya sendiri.
$ > S1
a S2
Wacana histeris adalah wacana orang yang sedang melakukan demonstrasi
atau perombakan tatanan dalam masyarakat Hal ini akan semakin jelas terlihat
apabila ada aksi kebertubuhan di dalam demonstrasi tersebut, seperti misalnya
aksi menjahit mulut. Subyek berbicara kepada posisi liyan yang ditempati oleh
S1, bentuk pembicaraannya ini adalah berupa protes dan gugatan. Wacana histeris
harus dinilai bukan dari makna tetapi dari cara tubuh menunjukkan apa yang
selama ini direpresi59
. Apa yang dilakukan oleh subyek merupakan dorongan yang
datang dari posisi truth, yaitu obyek a. Pada akhirnya hasil dari wacana ini, di
posisi product, adalah S2 yang merupakan pengetahuan yang baru.
57
Ibid 58
Catatan dan Diskusi Perkuliahan Psikonanalisa dan Kritik Ideologi MagisterIRB-USD .2013. 59
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Wacana universitas, bila kita dibahas dalam konteks penatanan
masyarakat, adalah wacana yang dipakai oleh masyarakat yang memilih
pengetahuan, S2, untuk menempati posisi agen yang berbicara kepada obyek a di
posisi liyan. Dalam wacana ini tujuan yang hendak dicapai adalah obyektifitas60
.
S2 > a
S1 $
Penanda penanda yang berada di dalam S2 selalu bersifat biner, sedangkan
penanda yang berada di S1 bersifat tunggal. Maka kebenaran yang terletak pada
wacana ini, yaitu S1, merupakan sesuatu yang perlu dipertanyakan
obyektifitasnya61
, karena wacana ini memberikan kesempatan kepada S1 untuk
melanggengkan kekuasaannya. Setiap obyektifitas membutuhkan sebuah jaminan
untuk kebenarannya, dan jaminan itu seringkali datang dari penanda utama,
seperti misalnya yang terjadi pada Descartes yang masih membutuhkan Tuhan
(S1) untuk menjamin kebenaran ilmu pengetahuan ciptaannya (S2)62
. Produk dari
wacana ini adalah subyek ($),subyek di sini adalah subyek yang terbelah karena,
menurut Verhaeghe, “the more knowledge one uses to reach for the object, the
more one becomes divide between signifiers, and the further one gets away from
home, that is from the true cause of desire.63
” Semakin banyak orang
menggunakan pengetahuan untuk mencapai sesuatu semakin mereka terbelah
sehingga terpisah makin jauh dari hasrat mereka.
60
Ibid 61
Ibid 62
Verhaeghe,Paul. (1995).Op.cit.,.12 63
Ibid.13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Puncak dari semua wacana tersebut adalah wacana analisis. Pada wacana
ini yang duduk di posisi agen adalah seorang analis64
, atau obyek a. Obyek a
dikenal juga dengan nama surpluss joissance, reminder, dan residu.
a > $
S2 S1
Efek yang terjadi bila posisi agen ini diduduki oleh obyek a dan posisi liyan
ditempati oleh subyek adalah, adanya keadaan dari $ untuk bertemu langsung
dengan apa yang selama ini di “lack” olehnya. Bila $ menangkap obyek a maka
akan terjadi transferensi yang tak terhindarkan dan harus ada.65
Produk dari
wacana ini adalah sebuah penanda utama, S1, yang baru, atau hukum yang baru.
Dalam konteks penataan masyarakat, dapat dikatakan Saat masyarakat
berhubungan dengan hal-hal yang menggiurkan dari masa lalu yang bukan untuk
dihadirkan kembali tetapi untuk menciptakan sebuah hukum yang baru.66
4. Memori Kolektif
Teori tentang memori kolektif dipilih untuk dipakai dalam tesis ini karena
para seniman dan karya mereka merupakan bagian dari sebuah masyarakat, dalam
hal ini masyarakat Timor Leste dengan Dili, ibu kota negara, sebagai
kekhususannya. Aspek keruangan kota merupakan sumber dari penanda-penanda
yang menjadi acuan ingatan kolektif masyarakatnya. Para seniman adalah bagian
dari masyarakat dan konstruksi memori kolektif yang mereka miliki tersusun dari
sebuah narasi waktu dan tempat yang sama. Dalam membahas teori ini penulis
64
Catatan perkuliahan psikoanalisa.2013. 65
Ibid 66
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
akan mencoba memakai sebuah karya yang bertemakan hubungan dari sebuah
kota dan memori masyarakat di dalamnya. Kota merupakan saksi dari sejarah
yang dilewati oleh masyarakat yang tinggal di dalamnya. Identitas masyarakat
dapat dibentuk dari hal-hal yang ada di dalam sebuah kota. Pergulatan antara
kekusaan dan kepentingan memberi warna dan bentuk pada sebuah kota. Memori-
memori kolektif pun ikut mengambil bagian dalam pembentukan ini dan tentu
saja akan mendapat bentuk sendiri dari pergulatan-pergulatan ini. Ide tentang ini
dapat ditemui di dalam buku karya Abidin Kusno, Ruang Publik,Identitas dan
memori kolektif : Jakarta Pasca-Suharto.
Ruang publik merupakan bagian dari sebuah kota di mana kontak
antara pemerintah dan masyarakat terjadi. Pemerintah dengan daya
kuasanya dan masyarakat dengan daya juangnya untuk kelangsungan
hidupnya. Ruang publik sendiri bukanlah sebuah ruang yang terbatas
hanya dalam artian fisik semata. Dalam hubungannnya dengan
memori masyarakat, ruang ini memiliki peranan penting. Salah satu
peranan penting ini adalah sebagai tepat untuk proses pemaknaan
oleh berbagai hal yang terdapat di dalamnya. Proses ini melingkupi
tindakan yang melibatkan wacana pengingatan,pengabaian, dan
pelupaan. Memori kolektif terbentuk dari mekanisme wacana-
wacana ini.67
Memori kolektif yang terbentuk di dalam ruang publik, tidak pernah tetap.
Pada dasarnya sifat dari memori kolektif adalah tidak seragam,tidak utuh dan
tidak pernah lengkap dalam dunia sosial. Peragaman dari memori kolektif ini
bergantung pada penggunaannya, oleh siapa, untuk apa, dan dengan akibat apa.
Hal ini menjadikan memori kolktif menjadi suatu medan yang sarat sekaligus
terbuka bagi aliran-aliran kekuasaan yang dapat menempatinya.
67
Kusno, A. dan Maneke Budiman.2009. Ruang Publik,Identitas dan Memori Kolektif : Jakarta
Pasca-Suharto.Tr.Lilawati Kurnia.Yogyakarta :Ombak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Seorang individu berbagi sebuah ingatan yang sama dengan anggota lain
dalam kelompoknya. Ingatan ini dapat dibentuk atau direalisasikan atau dapat
juga menuntut sang individu sendiri secara sadar maupun tak sadar untuk
dinyatakan dalam bentuk-bentuk pemaknaan akan ingatan tersebut. Salah satu
bentuknya adalah melalui karya seni. Dari dasar pemahaman ini penulis memulai
untuk memakai teori memori kolektif dalam penelitan ini, khususnya hubungan
antara memori kolektif dalam konteks masyarakat Timor Leste, yaitu sejarah
konflik dan pembentukan identitas nasional kebangsaan dengan pemaknaannnya
lewat karya seni.
G. Metode Penelitian
Sumber data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah pelukis atau
beberapa pelukis dari Arte Moris dan lukisan yang mereka hasilkan. Sampai
sejauh ini, penulis telah melakukan penelitian langsung di tempat tersebut yang
beralamatkan di Rua dos Martires de Patria, Comoro, Dili, Timor Leste. Penelitian
berlangsung dalam waktu 2 minggu di pertengahan bulan Januari tahun 2012.
Penulis mengumpulkan data-data penelitian dalam bentuk foto ; baik foto-foto
hasil karya maupun para penciptanya, adapula dokumentasi wawancara dalam
bentuk video dan audio, serta hal-hal yang bisa ditangkap dan dicatat dalam masa-
masa yang penulis lewatkan bersama para seniman dan anggota dari lembaga
yang menamai diri mereka sebagai Free Art School dan Cultural Center tersebut.
Pengumpulan data dari para pelukis yang berupa wawancara, analisa atas
karya yang dibuat pelukis akan dipakai untuk penggambaran pemetaan tentang
Seni Rupa di Timor Leste, Hal ini akan dibantu dengan pembahasan tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
kondisi kota Dili secara historis dan Geografis sebagai tempat berlangsungnya
proses kebersenimanan ini. Dengan demikin metode life history dapat diterapkan
dalam penelitian ini. Dengan salah satu fokus yang dimiliki dari penelitian ini
adalah pada lukisan-lukisan yang dihasilkan oleh para seniman tersebut maka
penulis akan menggunakan konsep penafsiran karya seni dalam penelitian ini.
Penafsiran seni ini khususnnya tentang seni rupa.
H. Pengolahan Data
Data-data yang menjadi sumber utama dalam penelitian dapat dibedakan
menjadi dua bagian besar, yaitu data karya, berupa lukisan-lukisan yang
dihasilkan oleh para seniman di Arte Moris dan data narasi yaitu berupa narasi-
narasi yang melingkupi informasi tentang para pelukis atau pencipta karya
tersebut, proses berkarya, tempat atau komunitas dalam berkarya dan cerita-cerita
lain yang dapat memberikan konteks-konteks tertentu pada karya. Data narasi
dapat berupa dokumentasi cetak-tulisan, audio, fotografis maupun video.
Data karya dalam penelitian ini akan dibahas, atau dianalisa menggunakan
kerangka teori yang telah disiapkan. Pembahasan akan melihat karya-karya
tersebut sebagai sebuah karya seni lukis dengan fokus pada elemen-elemen visual
di dalamnya yang telah diasumsikan bermuatkan ide-ide tertentu. Data narasi akan
mendukung pembahasan ini dengan memberikan ruang dan jaringan pemaknaan
yang lebih luas serta kaya dan untuk selanjutnya dapat menambah kemungkinan-
kemungkinan bentuk pembahasan yang baru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
I. Sistematika Penulisan
Bentuk dari hasil penulisan penelitian ini terdiri dari empat bagian besar atau
empat bab. Masing-masing dari bab tersebut terdapat bagian dengan fungsinya
yang berbeda-beda. Pada bab pertama, merupakan bagian pengantar, terdapat latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teoritis, kajian pustaka,
manfaat penelitian, metode penelitian, pengolahan data, dan sistematika
penulisan. Berkaitan dengan inti penelitian, pada bagian ini akan ditunjukkan
obyek-obyek yang akan dikaji dalam penelitian, batasan pembahasannya,serta
kerangka teori yang akan dipakai.
Pada bab kedua, terdapat pembahasan tentang seni rupa, khususnya seni lukis,
di Timor Leste, uraian tentang sejarah Arte Moris dan ragam karya lukis yang
akan dibahas dalam penelitian ini. Bagian ketiga, yaitu bab tiga merupakan bagian
di mana analisa akan dijalankan. Pada bagian ini kerangka teori akan
dikembangkan ke dalam poin-poin yang lebih terarah pada obyek kajian. Bab
keempat merupakan bab terakhir yang akan bermuatkan kesimpulan dan juga
sebuah bentuk refleksi dari proses penelitian yang telah dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB II
ARTE MORIS DAN SENI VISUAL DI TIMOR LESTE
2.1. Selayang Pandang Seni Rupa di Timor Leste
2.1.1. Pra Arte Moris : Situs Lenehara, Timor Bonita, dan Seni Visual dalam
Pergerakan
2.1.1.a. Gambar di Gua Kapur
Pengetahuan, tulisan, dan data tentang senirupa di Timor Leste yang
ditemukan penulis dalam penelitian ini, dalam penyusunannya secara umum,
memberikan perhatian yang mendasar dan cukup besar pada sisi kesejarahannya,
baik sejarah kebudayaan Timor Leste secara umum maupun sejarah senirupanya
sendiri. Dalam hal kesejarahan itu, ada beberapa titik yang dijadikan sebagai
bagian yang penting bila bebicara tentang senirupa di Timor Leste. Salah satu
sumber dari penelitian ini yang membahas tentang senirupa di Timor Leste adalah
“A Contemporary Art Movement in Timor-Leste”, yang ditulis oleh Silva dan
Barkmann68
. Tulisan ini merupakan sebuah pengantar pameran seni yang diikuti
oleh pihak Arte Moris dan diadakan oleh kerjasama Museum and Art Gallery
Northern Teritory dan National Directorate of Culture Timor-Leste pada tahun
2008. Pengantar pameran ini memberikan sebuah gambaran umum yang singkat
namun menghasilkan wacana senirupa kontemporer Timor – Leste yang cukup
lengkap.
Kedua penulis pengantar pameran tersebut adalah, Abilio da Conceciao
Silva, yang merupakan direktur dari Heritage and Museum Departmen National
Directorate of Culture Timor-Leste, dan Joanna Barkmann, seorang kurator dari
68
Lihat, Silva, Abilio d. C.dan Barkmann.2008 :A Contemporary Art Movement in Timor Leste,an
essay.Museum and Art Gallery Northern Teritory in partnership with the Timor Leste National
Directorate of culture.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Southeast Asian Art and Material Culture, MAGNT. Di dalam tulisan tersebut ada
beberapa pokok penting yang dijadikan sebagai landasan tentang seni
kontemporer, khususnya senirupa, di Timor-Leste. Pokok-pokok itu membentuk
bentangan sejarah senirupa secara umum di Timor Leste yang mencakup bagian-
bagian seperti bentuk-bentuk senirupa di jaman prasejarah, kolonialisme Portugis,
masa Integrasi, dan masa awal kemerdekaan Timor-Leste.
Pada pokok bahasan yang membicarakan tentang seni Timor-Leste di
jaman pra-sejarah, situs Lene Hara dapat dikatakan sebagai salah satu bagian yang
menjadi pusat pembicaraan. Di dalam pembahasaannya tentang senirupa Timor-
Leste di zaman pra-sejarah, Silva dan Barkmann tidak secara langsung
menyebutkan nama situs Lene Hara. Para penulis itu memberikan gambaran
bahwa bentuk-bentuk senirupa berupa graffiti yang ditemui di jalanan di kota-kota
di Timor-Leste ( Dili (Ibu kota Negara), Baucau, Suai, dan Lospalos) merupakan
sebuah gema dari zaman purba, di mana kesamaan teknik penciptaan, yaitu
dengan menggunakan media tembok atau batu seperti yang di temukan “inside
limestone shelters and caves in the region of Tutuala, Baucau, and Baugia”69
.
Dapat dipastikan bahwa limestone shelters and caves yang dimaksud adalah Lene
Hara dengan adanya fakta bahwa Tutuala merupakan bagian dari Distrik Lautem70
, dan tulisan itu menggunakan referensi dari O‟Connor, seorang peneliti yang
menulis tentang Lene Hara71
.
Situs Lene Hara merupakan sebuah situs peninggalan sejarah berupa gua
kapur dan terletak di Distrik Lautem, Timor-Leste bagian timur. Situs ini
69
Ibid 70
Distrik Lautem, ibukotanya: Lospalos
(http://www.estatal.gov.tl/Documents/JOR/SERIE_I_NO_33_2009.pdf) diakses pada 11 April
2013. 71
Silva, Abilio d. C. dan Barkmann, 2008.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
beberapa kali menjadi acuan daalam penelitian tentang Timor-Leste di bidang
arkeologi dan palaenthologi. Lene Hara juga memberikan sumbangannya pada
penelitian di bidang kebudayaan, dan seni visual dengan adanya gambar-gambar
di dinding-dinding gua kapurnya yang diciptakan dengan pewarna maupun
melalui teknik mengukir.
Gua Lene Hara telah dikunjungi oleh para aerkeolog dan para spesialis di
bidang seni bebatuan sejak awal tahun 196072
. Kunjungan-kunjungan ini
bertujuan mempelajari lukisan-lukisan di dinding bebatuan yang meliputi gambar
stensil tangan, perahu, binatang, figure manusia, dan garis- garis motif dekoratif .
Usia dari gambar-gambar dengan bahan pewarna tersebut tidak diketahui, kecuali
sebuah potongan dari batu kapur yang memiliki kandungan pewarna berwarna
merah. Menurut Profesor Sue O‟ Connor dari The Australian National University
usia potongan batu tersebut adalah lebih dari 30.000 tahun73
. Gambar-gambar
pada Lene Hara atau petroglyphs mempunyai ciri khusus karena satu-satunya
yang berasal dari era Pleistocene, bila dibandingkan dengan tipe-tipe ukiran wajah
pada gua yang ditemukan di kawasan Melanesia, Australia, dan Pasifik. Menurut
O‟ Connor Lene Hara merupakan satu-satunya tempat di pulau Timor dengan
petroglyph berbentuk wajah.
Menurut CSIRO Media74
, pada februari 2011, beberapa ilmuwan pencari
fosil menemukan gambar gambar berbentuk wajah yang terukir pada tembok gua
bebatuan kapur di Lene Hara. Penentuan usia pada situs Lene Hara dengan system
Uranium Isotope Dating yang dilakukan oleh University of Queensland
menunjukkan bahwa usia sebuah gambar atau ukiran di tempat tersebut,
72
Ibid 73
http://www.scienceimage.csiro.au/mediarelease/mr11-14.html 74
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
khususnya sebuah gambar matahari bersinar, „sun ray’, sekitar 10.000 atau 12.000
tahun. Sedangkan gambar-gambar wajah tak dapat dihitung usianya, tetapi
diperkirakan berasal dari kurun waktu yang sama.
Usia belasan hingga puluhan ribu tahun yang dimiliki oleh situs tersebut
menjadikannya sebagai bagian pada halaman-halaman awal dalam pembahasan
tentang dua hal yaitu sejarah identitas Timor-Leste, secara etnis dan nasional, dan
sejarah kebudayaan Timor Leste. Pembahasan tentang identitas Timor-Leste
secara etnis dengan menghadirkan situs purba sebagai salah satu titik awal
pembahasan dapat dilihat di dalam buku Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur
Untuk Sekolah Dasar75
.Buku yang diterbitkan di tahun 1995 ini, di masa
Integrasi, menulis bahwa pada sebuah gua di Kabupaten Lautem ditemukan
lukisan-lukisan dinding gua berupa gambar telapak tangan, kendaraan, dan tubuh
manusia.
Gua tersebut terletak di daerah Tutuala dan bernama Ili Kere Kere76
. Silva
dan Barkmann mengemukakan bahwa gambar-gambar di situs di daerah Tutuala
itu merupakan the nation’s ancient rock art heritage77
.Sedangkan buku sejarah
untuk SD yang ditulis oleh Susanto Zuhdi, SS. MA. dan Dra. Sri Sutjianingsih
menggambarkan peninggalan tersebut dengan penjelasan “Lukisan seperti ini juga
ditemukan di Jawa dan Sulawesi”78
. Kedua tulisan itu memiliki tujuan yang sama
yaitu penggambaran identitas nasional atau etnis yang dibentuk dengan elemen
sejarah. Silva dan Barkmann memakai situs di Tutuala sebagai pembentuk wacana
identitas nasional Timor-Leste di bidang seni rupa. Zuhdi dan Sutjianingsih
75
Zuhdi, Sutjianingsih,Sri. Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur Untuk SD.1995 76
Ibid 77
Ibid 78
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
memakai situs di Tutuala, bernama Ili Kere Kere, untuk membentuk wacana
sejarah identitas daerah Timor-Timur sebagai bagian dari negara kesatuan
Republik Indonesia seperti halnya wilayah lainnya (Jawa dan Sulawesi). Tidak
satupun dari kedua tulisan menggunakan atau menyebutkan nama Lene Hara.
2.1.1.b. Cita Rasa Eropa : Timor Bonita
Pembahasan di bagian ini sebagian besar didasarkan pada pokok-pokok
yang ditemukan dalam tulisan Silva dan Barkmannn. Setelah pokok tentang masa
pra sejarah, Silva dan Barkmann mengemukakan keadaan senirupa di Timor-Leste
pada masa kolonialime Portugis. Pada bagian ini ditunjukkan adanya kegiatan
pendidikan seni yang dilaksanakan di Timor-Portugis. Buku Motivos Artisticos
Timorenses e a Sua Integracao yang terbit tahun 1987 dan ditulis oleh R. Cinatti
menjadi rujukan untuk adanya kegiatan pendidikan ini79
. Cinatti adalah seorang
pengajar seni yang pada tahun 1947 bertugas di Dili High School di Lahane, Dili.
Cinatti dalam masa tugasnya menemukan seorang murid yang berbakat dan dapat
mewarisi kurikulum menggambar Western-Style yang diberikan Cinatti dan
memakainya dalam menciptakan gambar landscape Timor yang unik80
. Murid
tersebut tidak diketahui identitasnya, Silva dan Barkmann menyimpulkan bahwa
murid berbakat itu merupakan salah satu dari kelompok kecil seniman Timor-
Leste yang terdiri dari pelukis-pelukis seperti Jose Martins Branco, Daniel Peloi,
Sequito Calsona, dan Joao Soriano. Kelompok ini aktif berkarya di era Timor
Portugis dengan gaya melukis romatis-realis, mereka mengadakan pameran di
79
Silva, Abilio d. C dan Barkmann, 2008. 80
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
tahun 1950 dan di waktu-waktu setelahnya. Sampai di tahun 1990an kelompok ini
telah menjadi senima-seniman senior yang mapan.81
Dari segi tema karya dan gaya penciptaan yang digunakan, para pelukis di
masa ini membawakan gaya realism-romantik dengan objek pemandangan alam.
Sebagai perbandingan, dapat dilihat perkembangan senirupa di Indonesia yang
ketika berada dibawah kolonialisme Belanda memiliki tema dan gaya yang sama
yang kemudian diklasifikasikan sebagai aliran Mooi Indie. Menurut Sudjojono,
salah satu pelukis besar Indonesia, Mooi Indie atau Hindia Molek adalah lukisan
yang serba bagus, dan romantic bagai di surga, serba enak, tenang, dan damai82
.
Lukisan Mooi Indie identik dengan gambar pemandangan alam Indonesia (dengan
kecenderungan gaya naturalis-romantis) yang digemari para turis asing. Jenis
lukisan ini marak di era antara Raden Saleh (1807-1880) dan Sudjojono (1913-
1985)83
.
Dapat disimpulkan bahwa tema-tema lukisan yang diciptakan oleh pelukis
di Timor Leste pada era ketika Cinatti bertugas sebagai guru seni di Timor Leste,
pada tahun 1940an, adalah keindahan alam dan obyek-obyek lain yang
digambarkan dengan gaya naturalis dan romantis. Dapat diasumsikan bahwa,
tema Timor Bonita ( Tetum : Timor cantik) ini dikembangkan dan digunakan pada
masa-masa beberapa tahun sebelum tahun 1940 dan juga pada beberapa tahun
sesudahnya.
81
Ibid 82
Stanislaus Yangni.2012. Dari Khaos ke Khaosmos :Estetika Seni Rupa.Yogyakarta:Erupsi
Akademia & Institut Seni Indonesia, 15. 83
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
2.1.1.c. Seni Visual di Masa Integrasi : Keberadaannya Dalam Perjuangan
Kemerdekaan
Selanjutnya pada bagian ini salah satu poin yang dibahas mengenai
selayang pandang seni rupa atau seni lukis di Timor Leste adalah tentang sebuah
titik momentum sejarah Timor Leste yaitu keadaan di masa integrasi. Pada masa
ini sebuah ciri yang berhubungan dengan usaha pembentukan wacana tentang
nasionalisme Timor Leste datang dari proses identifikasi diri dengan
menempatkannya pada posisi yang berlawanan dengan wacana integrasi. Dari
sudut para pejuang kemerdekaan Timor Leste, Integrasi dilihat sebagai sebuah
okupasi yang bersifat sipil dan militer. Masa Integrasi atau okupasi ini memiliki
banyak gambaran dan sebagian besar adalah kesuraman yang terjadi di Timor
Leste ketika itu.
James Traub dalam tulisannya, Inventing East Timor, menggambarkan
bahwa pergerakan perjuangan kemerdekaan mengalami tekanan yang brutal dari
pemerintah integrasi. Traub mengatakan, “ An independence movement was
brutally suppressed between 1975 and 1983, and the region was effectively sealed
off from the outside world until 1989. During this period about 200,000 people
died from violence, hunger, and disease out of a population of fewer than a
million.”84
Tekanan yang datang dari pemerintah integrasi ini berujung pada
jatuhnya korban jiwa dan situasi keamanan yang tidak stabil pada wilayah
tersebut secara umum.
Sumber data yang lain memberikan gambaran tentang pembantaian secara
massal yang terjadi selama masa pendudukan. John G. Taylor dalam tulisannya
84
Traub,James Inventing East Timor. Foreign Affairs, Vol. 79, No. 4 (Jul. - Aug., 2000), pp. 74-
89P. Council on Foreign Relations.2000.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
memberikan gambaran tentang kekerasan militer yang terjadi dalam rentang
waktu antara tahun 1978 sampai dengan tahun 1985.
Taylor reports that on November 23, 1978, Indonesian troops shot five hundred
people who surrendered to them the day after the fall of Mt. Matebian; soon
afterward there was a similar massacre of three hundred in Taipo, and in two
further incidents in the east in April–May 1979, Indonesian forces murdered 97
and 118 people. Also in the east, Indonesians massacred Joao Branco and forty
others at the end of 1979.In a September 1981 massacre southeast of Dili, four
hundred people died, mostly women and children. In August 1983, sixty men,
women, and children were tied up and bulldozed to death at Malim Luro near
the south coast. On August 21–22, troops burned alive at least eighty people in
the southern village of Kraras, and then made a “clean-sweep” of the
neighboring area, in which another five hundred died. Of East Timor‟s twenty-
thousand-strong ethnic Chinese minority, survivors numbered only “a few
thousand” by 1985.85
Situasi di masa Integrasi yang digambarkan penuh dengan bentuk-bentuk tindakan
kekerasan ini memberikan kesan yang tepat tentang keadaan umum yang terjadi di
Timor Leste di saat itu. Tekanan yang dilakukan oleh pemerintah baik dari pihak
sipil maupun militer terhadap para pejuang kemerdekaan membuat pergerakan
tersebut mengembangkan rupa-rupa strategi dalam menjalankan usaha mereka.
Salah satu bentuk perjuangan kemerdekaan Timor Leste adalah melalui
gerakan bawah tanah atau gerakan clandestine front. Menurut data dari Ben
Kiernan dalam tulisan Traub, gerakan perjuangan kemerdekaan yang oleh TNI
disebut sebagai bagian dari gerakan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan)
memiliki jumlah yang cukup besar dan juga jaringan yang tersebar di dalam kota,
“In 1997, Korem 164 intelligence estimated that the GPK “clandestine front” had
about fifteen hundred members in the capital, and in 1999 they were estimated to
have six thousand members throughout the territory.86
”
85
John G. Taylor.1999. East Timor: The Price of Freedom London: Pluto.
86
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Di dalam berbagai bentuk dan cara untuk berjuang yang antara lain dapat
berupa perjuangan bersenjata, dan pergerakan bawah tanah, seni visual turut
digunakan. Pada bidang ini, peran yang diambil oleh seni visual adalah dengan
menjadi media penyalur aspirasi para pejuang kemerdekaan dan gerakan tersebut.
Dalam foto-foto, atau rekaman kejadian demonstrasi baik di Timor Leste, pada
masa penyatuan dengan Indonesia, maupun di kota-kota besar lain di
Indonesia87
terlihat bagaimana spanduk-spanduk yang dibentangkan pada
kesempatan itu memuat gambar-gambar atau figur tertentu. Selain membentang
gambar bendera CNRM, Fretelin, para pemuda yang sebagian beberapa di
antaranya adalah mahasiswa tersebut juga membawa gambar sosok yang dianggap
sebagai simbol perlawanan mereka, seperti Xanana Gusmao.
Gambar 1. Mahasiwa Timor Leste dalam demonstrasi menuntut referendum dengan
membawa gambar Xanana Gusmao.(Foto diambil dari buku: Gunn, Geoffrey C. (2005),500
Tahun Timor Loro Sae, Sa’he Institute for Liberation, Dili.)
Dalam bukunya Peace of Wall: Street Art From East Timor, Chris
Parkinson mengemukakan bahwa gambar - gambar pada tembok yang terdapat di
kota Dili, merupakan sebuah bentuk pernyataan yang dapat berfungsi sebagai
87
Lihat http://amrtimor.org/amrt/index.php?lingua=pt. (Situs resmi AMRT( Arkivu e Muzeu da
Rezisténsia Timorense . Portugis: Arsip dan Museum Resistensi Timor Leste ) diakses pada
Desember 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
sejarah masa lalu dan ancang-ancang untuk masa depan, “ boldly proclaimed
assertion toward political allegiance are offset with colors moulded into messages
of development and of harmony. Ghost, graphic, and historical reveal the past
and revel the present.88
”
Sebagai bentuk karya yang terdapat di tempat umum atau terbuka, graffiti
memiliki potensi besar. Bila dilihat dari posisinya sebagai sebuah seni, bentuk
visual tersebut mempunyai daya yang dapat melewati batas-batas yang bersifat
emosi dan fisik, seperti yang dikemukakan Parkinson bahwa, “The street art is the
powerful annunciation of emotion in what common place exist for population
restricted by physical emotional borders. It is the media of the marginalized and
its message restructure the past, the mundance and the forgotten and the
present.89
”
Di dalam buku yang oleh penulisnya disebut sebagai sebuah
documentation of photographing East Timor’s Grafitti90
, tema besar yang
diangkat adalah tentang kumpulan grafitti yang ada di Timor Leste pasca masa
krisis di tahun 2000an. Di dalam buku itu juga terdapat bagian yang membahas
tentang sebuah proses rekonsiliasi dengan menggunakan seni visual khususnya
grafitti pada ruang publik, yang dalam hal ini adalah penjara- penjara di kota Dili
seperti penjara Balide atau Comarca Balide Prison dan penjara Becora. Menurut
Parkinson, penjara Balide adalah sebuah tempat dengan nilai sejarah yang cukup
penting sehubungan dengan era integrasi. Di masa okupasi atau integrasi, penjara
Balide menjadi tempat di mana ribuan pejuang kemerdekaan dan rakyat sipil
88
Parkinson, Chris. 2009.Peace of Wall: Street Art From East Timor. 89
Ibid 90
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Timor Leste mengalami penyiksaan, kelaparan, interogasi yang brutal, dan
eksekusi91
.
Tembok-tembok penjara yang merupakan penghalang kebebasan akhirnya
menjadi media yang digunakan untuk menyalurkan ekspresi para tahanan. Kini
bentuk-bentuk ekspresi itu menjadi sebuah relics yang mengandung nilai sejarah.
Bentuk rekonsiliasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan tempat tersebut
sebagai markas nasional East Timor’s Comission for Reception, Truth,and
Reconciliation ( Commissao de Acolhimento,Verdade e Reconciliacao de Timor
Leste atau CAVR). Selanjutnya beberapa grafitti dipertahankan keberadaannya
dalam proses pemugaran gedung tersebut92
. Bentuk-bentuk grafitti itu berupa
kata-kata curahan hati atau kutipan puisi yang menunjukkan semangat anti
kolonialisme (Gambar 2).
Gambar 2. Graffiti di penjara Balide, gambar yang terletak di tengah merupakan kutipan puisi
dalam bahasa portugis karangan penyair Francisco Borja da Costa(seorang anggota Fretelin),
yang berbunyi,“ Kau siksa tubuhku dengan rantai imperialsmeimu” (Judul puisi “ The Trail of
Your Journey”).(Foto dan keterangan diambil dari buku:Parkinson, C.(Peace of Wall :
Street Art from East Timor,Dili).
Di dalam tulisan yang dibuat oleh Silva dan Barkmann juga terdapat
bagian yang membahas tentang seni visual berbentuk Graffiti. Pembahasan
91
Ibid 92
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
tersebut menjelaskan tentang graffiti yang terdapat di penjara Becora, “Graffiti
was also engraved in Comarca Balide Prison from 1975 until 1999-declaration
remaining as testimony to the personal endurance and aspiration held by political
prisoners under torturous condition93
” . Silva dan Barkmann menambahkan
bahwa ekspresi artistik pada pengalaman yang menyakitkan ini, dipadukan
dengan seni kuno Timor di gua batu merupakan pembuka jalan utama untuk
gerakan seni kontemporer Timor Leste pasca kemerdekaan94
. Silva dan Barkmann
menekankan pentingnya dua titik historis tersebut sebagai peletak dasar seni
kontemporer Timor Leste pasca kemerdekaan dan sebagai sumber pengolahan
daya kreatifitas seni bagi para pelaku seninya.
2.1.1.d. Tais : Warna dalam Sebuah Kebudayaan Visual
Kebudayaan tenun ikat merupakan salah satu kebudayaan yang dari
masyarakat Timor Leste yang juga dimiliki oleh daerah - daerah di gugusan
kepulauan yang ada di Nusa Tenggara Timur seperti Flores, Sabu, Rote, Sumba,
Alor, dan beberapa pulau lain di sekitarnya. Di Timor Leste hasil dari kebudayaan
tenun ikat ini dikenal dengan nama Tais. Secara umum, Tais adalah kain tenunan
yang diproduksi oleh kaum perempuan di Timor Leste ( dan juga di kawasan lain
di gugusan pulau Nusa Tenggara Timur), dan memiliki peran penting dalam
kegiatan adat.
Untuk membahas tentang kegunaan Tais, pada bagian ini kita akan
melihat kegunaan-kegunaan tenun ikat yang lebih luas dan umum, yaitu
kegunaannya pada wilayah Nusa Tenggara Timur yang mencakup juga seluruh
93
Silva, Abilio d.C. dan Barkmann, 2008. 94
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
pulau Timor (Timor – Indonesia dan Timor Leste ). Kegunaan tenun ikat di
wilayah tersebut adalah sebagai busana sehari-hari untuk melindungi dan
menutupi tubuh, sebagai busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara
adat, sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam proses perkawinan (mas
kawin),sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam acara kematian, sebagai
denda adat untuk mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu, alat tukar,
sebagai simbol prestise dalam strata sosial masyarakat, sebagai mitos, lambang
suku yang diagungkan karena menurut corak/ desain tertentu akan melindungi
mereka dari gangguan alam, bencana, roh jahat, sebagai alat penghargaan kepada
tamu yang datang (natoni) 95
.
Dalam tesisnya, Weaving the Country Together: Identitied and Traditions
in East Timor, Natalie Pride membahas tentang bias dan ketakseimbangan yang
ditemui dalam pendekatan pada sejarah Timor Leste lewat medium tekstil, tesis
ini mencoba memberikan perspektif alternatif yang dapat dipakai untuk
membahas wacana sejarah Timor Leste96
. Dalam Tesis tersebut Pride membahas
hal-hal seperti sejarah Tais dan hubungannya dengan budaya identitas masyarakat
Timor Leste. Pride membahas bentuk-bentuk ritual tradisional seperti “perburuan
kepala” / head hunting, sehubungan dengan Tais dengan warna dan pola yang
dipakai untuk ritual-ritual tersebut.97
95
Lihat ,situs Pemda NTT, http://nttprov.go.id/site/index.php/2013-07-22-06-19-20/pesona-
budaya/115-tenun-ikat diakses pada Desember 2013.
96
Lihat Pride, Natalie. Weaving the Countru Together: Identitied and Traditions in East Timor (
Thesis). University of New South Wales. 2002. (
http://www.eastimorlawjournal.org/OTHERWRITINGS/introduction_identitiesandtraditionsine
asttimor_natali_pride2002.html . Diakses pada Desember 2013)
97
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tentang warna, Pride mengutip beberapa penelitian sebelumnya yang
membahas warna yang dipakai dalam Tais, yaitu penelitian dari sejarawan Schulte
Nordholt, yang menulis bahwa proposes: “Every political community or important
more or less independent sub-section of a community has its own pattern…often
alternately red and indigo.” 98
Merah dan indigo merupakan salah satu warna yang
paling sering digunakan karena salah satu faktor pendukungnya adalah sumber-
sumber alami, dan penguasaan teknik untuk menciptakan warna tersebut.
Dilihat dari bentuknya, produk tenunan di Nusa Tenggara Timur terdiri
dari tiga jenis yaitu : sarung, selimut dan selendang dengan warna dasar tenunan
pada umumnya warna-warna dasar gelap, seperti warna hitam, coklat, merah hati
dan biru tua. Hal ini disebabkan karena masyarakat / pengrajin dahulu selalu
memakai zat warna nabati seperti tauk, mengkudu, kunyit dan tanaman lainnya
dalam proses pewarnaan benang, dan warna-warna motif dominan warna putih,
kuning langsat, merah marun.99
Sedangkan dilihat dari tempatnya, khususnya untuk yang berlokasi di
Timor Leste, maka jenis-jenis warnanya adalah sebagai berikut. Pada tiga belas
distrik yang ada di Timor Leste, masing-masing memiliki warna Tais yang
berbeda-beda, di daerah enclave,Oecussi pengaruh Portugis pada Tais terlihat
cukup kuat dengan adanya dominasi figur tanaman dan simbol religius dengan
pemakaian waran hitam, oranye, dan kuning. Di daerah Ibukota, Dili warna-warna
cerah dan pola garis yang penuh mendominasi warna-warna Tais, khususnya yang
dijual di Pasar Tais. Di distrik Ermera warna hitam dan putih paling banyak
98
Ibid. 20 99
Lihat ,situs Pemda NTT, http://nttprov.go.id/site/index.php/2013-07-22-06-19-20/pesona-
budaya/115-tenun-ikat diakses pada Desember 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dipakai karena mencerminkan kebangsawanan dan sekaligus seabagai tanda
banyaknya pemimpin tradisional yang tinggal di daerah itu.100
2.2. Kisah Arte Moris
Pada bagian ini, pembahasan akan difokuskan pada sejarah Arte Moris
sebagai sebuah sekolah fine art di Timor Leste dan perkembangan keadaannya
sampai di saat penelitian ini dilakukan. Kisah historis tersebut akan meliputi
tahap-tahap awal di mana ditemukan adanya pribadi - pribadi yang memiliki
peranan dalam pendirian sekolah tersebut. Pada bagian selanjutnya akan
diteruskan dengan pemaparan tentang para seniman yang hidup di dalam Arte
Moris sebagai sebuah komunitas, serta sistem kebersamaan yang dibangun di
dalamnya. Karya para seniman berupa lukisan, dan karya lain-lainnya serta
gambaran keterlibatan Arte Moris dalam bidang aktivisme seni rupa di Timor
Leste akan menjadi bagian akhir dalam pembahasan ini.
2.2.1. Yahya Lambert : Indonesian Connection
Arte Moris : East Timor’s non-for-profit Free Art School & Cultural
Center, adalah nama yang tercetak pada bagian atas kartu nama para seniman di
Arte Moris. Jenis huruf yang digunakan untuk menulis nama Arte Moris pada
kartu nama tersebut (Gambar.), sekaigus menjadi logo dari sekolah, organisasi,
dan komunitas ini, yang juga terdapat pada tempat-tempat seperti papan nama di
100
Sacchetti, Maria José. "Tais: The Textiles of Timor-Leste". Timor-Leste Government Tourism Office. 2005. Retrieved
on 7 February 2008.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
depan gedung sekolah, situs resmi, dan juga produk-produk yang dihasilkan
seperti baju kaos, kartu pos dan hasil kerjainan lainnya.
Gambar 3. Kartu nama para seniman di Arte Moris.Kartu nama pada gambar adalah milik
Eugenio Pereira atau Zeny, yang berposisi sebagai Visitor Resepeionist di dalam manajemen
Arte Moris. Foto: dok. Penulis, 2012.
Arte Moris merupakan salah satu dari beberapa komunitas yang bergerak
di bidang seni-kebudayaan yang hadir di masa ketika Timor Leste baru meraih
kemerdekaannya. Masa awal kemerdekaan atau masa restorasi ini disambut oleh
kaum muda, yang berdasarkan sejarah turut berada di garis depan perjuangan
kemerdekaan, dengan berbagai bentuk pengungkapan ekspresi kebebasan. Sebuah
ekspresi keterlepasaan dari masa-masa kelam dan mencekam, dari masa-masa
krisis dan konflik.
Kunjungan pertama penulis ke Arte Moris dilakukan pada tanggal 11
januari 2012. Lembaga tersebut terletak di Comoro, daerah di bagian barat kota
Dili, yang merupakan ibu kota negara Timor Leste. Gedung yang dipakai oleh
sekolah tersebut adalah sebuah gedung peninggalan dari masa integrasi. Gedung
tersebut dahulunya adalah Museum Nasional Propinsi Timor-Timur. Sejak
digunakan dari tahun 2003, gedung tersebut berfungsi sebagai kantor, sekolah,
tempat pusat kegiatan Arte Moris dan juga sebagai asrama bagi para seniman
senior. Para pelukis, pematung, musisi dengan predikat senior, sebagian besar
adalah siswa angkatan awal dari lembaga tersebut, tinggal dalam ruang-ruang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
yang dengan daya kreatif mereka diciptakan menjadi kamar, tempat mereka
tinggal. Para seniman senior ini menjadi pengajar sekaligus pengurus harian
kegiatan organisasi di komunitas tersebut.
Secara etimologi, nama Arte Moris berasal dari gabungan bahasa Tetum
dan bahasa Portugis yang berarti “Seni yang hidup”, Living Art ( Arte. Portugis :
seni , Moris. Tetum : hidup ). Arte Moris didirikan pada Februari 2003 oleh
seorang seniman yang berkewarganegaraan Swiss; Luca Gansser,dan istrinya
Gabriela Gansser, atau Gaby, yang adalah seorang kordinator seni antar budaya.101
Proses pembentukan ini dimulai dengan bergabungnya sekelompok pemuda
Timot Leste, di bawah kordinasi Luca dan Gaby, yang berbakat di bidang seni
rupa. Kelompok ini adalah pertama pada sekolah seni tersebut. “They (Luca and
Gabriela Gansser) fostered with a dedicated group of approximately fifteen senior
artists who, in association with visiting Australian, German, Italian, and Swiss
artists, teach junior students. 102
”.
Sebelum kedatangan Luca dan Gabriela Gansser, pemuda-pemuda di
Timor Leste yang tertarik pada seni rupa telah menyalurkan hasrat seni mereka
dengan membentuk kelompok-kelompok yang melaksanakan kegiatan berkarya.
Yahya Lambert, seorang seniman berdarah Maluku, adalah tokoh yang beberapa
kali menjadi acuan dalam cerita perkembangan seni rupa di Timor Leste pada
pertengahan tahun 1990an103
. Sebuah laporan jurnalistik berbahasa Inggris dari
Inter Press Service, yang ditulis oleh Matt Crook mengemukakan catatan
biografis yang cukup lengkap tentang Yahya Lambert dan kisahnya dalam
101
Ibid 102
Ibid 103
Kisah tentang Yahya sebagian besar diambil dari laporan jurnalistik ini. Crook, M.2009. Inter
Press Service-Noticias Financieras /Groupo de Diarios America.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
berkegiatan seni.104
Saat wawancara dalam artikel itu dilakukan, April 2009 di
Timor Leste, Yahya telah menghabiskan dua puluh delapan tahun di Timor Leste
dan usianya di saat itu adalah tiga puluh tujuh tahun.105
Alasan dari Yahya berada
di Timor Leste adalah impiannya,” My life is first for the art and for my dream of
the academy. Once I set up the academy, then I will go back to Indonesia106
”.
Inti kegiatan seni yang dilakukan Yahya adalah dengan mendirikan
kelompok seni yang disebutnya dengan nama Sanggar, "In all of East Timor I
have 346 students. I have four Sanggars active here. I set up the Sanggars because
with art you can move your character.107
" Sanggar –sanggar ini bergerak sejak
pertengahan tahun 1990an. Di Kabupaten atau distrito Manatuto, pada tahun 1996
Ia mendirikan Sanggar Matan (Tetum : es) yang berfokus pada karya seni tanah
liat. Di Becora, Dili, Ia mendirikan Sanggar Cultura ( Portugis: Budaya) yang
berkarya dengan batik, sedangkan di distrito Oecussi terdapat Sanggar Cusin (
Tetum: Porselen), yang berkonsentrasi pada kegiatan melukis dengan cat minyak.
Di antara semua sanggar itu, yang menjadi pusat dari semua sanggar-sanggar yang
tersebar di seluruh distrik adalah Sanggar Masin (Tetum : garam), yang berlokasi
di Dili.
Dalam kegiatan keseniannya, Yahya dan Sanggar Masin tercatat sebagai
salah satu seniman yang mencoba bentuk kreatifitas yang baru di Timor Leste108
.
Yahya melakukan eksplorasi-eksplorasi baru dalam wacana penciptaan seni di
104
Ibid 105
Ibid 106
Ibid 107
Ibid 108
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Timor Leste melalui bentuk karyanya yang menggunakan kain tenun ikat
tradisional Timor, tais, sebagai media pengganti kanvas.
“Artist Yahya Lambert recalls one of his earliest experiments of painting on tais
was displayed at the Becora Culture Centre in Dili in 1996. This innovation
achieved recognition within the wider Indonesian educational jurisdiction at the
time as an alternative and distincly East Timorese medium of art.109
”
Bentuk eksplorasi yang dilakukan Yahya ini, menurut Silva dan
Barkmann, selain menarik perhatian pemerintah Integrasi khususnya bagian
kebudayaan dan pendidikan pada waktu itu, juga merupakan sebuah bentuk
perubahan yang membebaskan para seniman muda Timor Leste dari gaya dan isi
karya yang konservatif, ”The development of contemporary arts in this period
signalled a break by young artists with the tradisional, conservative styles and
content110
.”
Yahya Lambert melakukan banyak kegiatan dan proyek seni dengan
kelompok-kelompok lembaga swadaya masyarakat dan aktif bekerja sebagai
pengajar fotografi dan desain grafis pada sanggarnya111
. Hasil karya seni dari
kegiatan ini dijual dengan maksud untuk mengumpulkan dana bagi rencananya
untuk mengirimkan para siswanya belajar ke Indonesia. Indonesia menjadi
pilihan, karena alasan finansial dan kemudahan dalam hal berkomunikasi,”
"People in East Timor can speak Indonesian, and in Indonesia it's cheaper for the
school. I'd like to send them to Australia or another place, but I don't have the
money. We don't have support from the government. The support comes from the
109
Silva, Abilio d. C. dan Barkmann.2009,1. 110
Crook,M.2009. 111
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
students in here -- we work together,"112
Yahya, di tahun 2009 itu, telah
mengirimkan 12 anggota sanggarnya ke Yogyakarta, untuk belajar di Institut Seni
Indonesia, dan dia sedang mengusahakan untuk mengirimkan 7 anggota
sanggarnya lagi113
.
Gambar 4. Sebuah karya fotografi dari Yahya Lambert. Foto : dok. Penulis, 2012.
Impian utama dari Yahya adalah sebuah akademi seni yang tidak terikat pada
pemerintah. Ia mengharapkan adanya suatu bentuk akademi seni yang bebas
sehingga kerjasama dalam bidang ini, terutama dengan negara-negara lain, tidak
akan menemui kesulitan dan masalah birokrasi, “I think art should be free and
independent and then the other countries can come and work with us.114
" Harapan
ini menemui kendala, pemerintah Integrasi pada waktu itu, tahun 1998, menolak
untuk memberikan dukungan bagi Yahya dan sangar-sanggarnya. "I tried in 1998
to go to the government and talk. They told me they had no plans to support my
students with money. The government said no because their priority is not art.115
"
112
Ibid 113
Ibid 114
Ibid 115
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Yahya Lambert merupakan seorang seniman yang dikenal dalam
perkembangan dunia komunitas senirupa di Timor Leste, terutama pada masa
pertengahan tahun 1990an. Beberapa seniman senior di Arte Moris pernah
berproses atau melewati masa-masa berkarya bersamanya. Jose de Jesus Amaral
atau Tony, seorang pelukis dan pengukir senior di Arte Moris, menuturkan bahwa
di tahun 2001 dirinya dengan bergabung kelompok pemuda seniman yang dibetuk
oleh Yahya. Menurut Tony, Yahya memiliki hubungan dengan seniman
Indonesia dari kelompok Taring Padi yang berpusat di Yogyakarta.116
Beberapa
kali, seniman-seniman Taring Padi berkunjung ke Dili.Tony dan beberapa
seniman yang tergabung dalam kelompok Yahya tersebut, merasa terinspirasi
dengan jalan seni yang dianut Taring Padi. Selanjutnya, Tony dan beberapa
seniman dalam kelompok itu bertemu dengan Luca Gansser yang sedang mulai
membangun Arte Moris dan bergabung dengan kelompok tersebut.
Sama halnya dengan Tony, Avelino Cancio Silva atau Abe salah satu
pelukis senior di Arte Moris pernah bergabung dengan Yahya Lambert. Di tahun
2002, Abe dan sekitar 20 orang pemuda bergabung dengan kelompok yang
dibentuk Yahya117
. Salah satu bentuk kegiatan kelompok ini adalah berkeliling,
berjalan-jalan di seputar kota untuk menggambar. Sampai pada suatu masa Yahya
membawa kelompok ini untuk bertemu Luca dan Gaby dalam rangka kerja sama
atau kolaborasi dalam kegiatan seni. Abe menceritakan bahwa kerjasama antara
kelompok Yahya dan Luca ini berujung pada perbedaan pendapat, sehingga
terjadi perpecahan. Beberapa seniman termasuk Abe memilih untuk bergabung
116
Wawancara penulis dengan Tony.Dili,13Januari 2012. 117
Wawancara penulis dengan Abe. Dili, 12 Januari 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
dengan Luca di Arte Moris, sedangkan yang lain memilih untuk bergabung
dengan Yahya.
Beberapa sanggar yang didirikan oleh Yahya masih berdiri sampai saat terakhir
kali penulis mengunjungi Timor Leste. Sebagian besar seniman di Arte Moris
pernah bergabung dengan salah satu dari sanggar-sanggar tersebut. Eugenio
Pereira atau Zeny, menuturkan bahwa sanggar-sanggar tersebut masih aktif
mengadakan kegiatan yang kesenian.118
Menurut Douglas Kammen, seorang
peneliti yang banyak melakukan kajian tentang Timor Leste, dan juga memiliki
sebuah lukisan karya Yahya lambert, Yahya telah meninggalkan Timor Leste dan
menetap di Indonesia dan masih aktif melakukan kegiatan kesenian.119
2.2.2. Luca dan Gabriela Gansser : Seni Sebagai Terapi
Luca Gansser adalah seorang pelukis berkebangsaan Swiss yang belajar
melukis secara self-taught. Ia lahir Bogota, Kolombia pada 27 Agustus 1945.
Sebelum menjadi penduduk Lugana, Swiss, pada tahun 1982, Luca menghabiskan
masa hidupnya di Meksiko dan Italia. Di Lugana Ia bekerja sebagai pelukis dan
film set designer.120
Menurut keterangan dalam salah satu katalog pameran
tunggalnya, Luca disebut sebagai, “ modern nomad and his painting are reservoir
of his global exploration”121
Dalam sebagian besar masa hidupnya Luca telah berkeliling dunia dan
memiliki pengalaman berkarya dengan seniman-seniman lokal di negara-negara
seperti Rusia, Afrika Selatan, dan Australia. Perjalanannya ini membuka wawasan
118
Wawancara penulis dengan Zeny.Dili,13Januari 2012. 119
Diskusi penulis dengan Douglas Kammen.Singapura,Mei 2012. 120
Informasi biografis tentang Luca Gansser bersumber dari Katalog Pameran; Luca Gansser:
Angkor Mio and Works in Kuk-Kuk 96/97, Carpe Diem Galleries, Bangkok.1997. 121
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Luca, dan sebagian besar karyanya terinspirasi dari masyarakat lokal dan
tradisional yang dikunjunginya.122
Setelah mengadakan pameran di berbagai
tempat, ”from mexico to Zurich, from Mapotu to Moscow”123
, pada tahun 1997
Luca berkesempatan untuk pertama kalinya mengadakan pameran di Asia
Tenggara yaitu di Bangkok, di mana Ia menampilkan karya berupa lukisan dan
patung yang bertemakan konflik di Angkor Wat.124
Kedua pasangan suami istri, Luca dan Gabriela Gansser tiba di Timor
Leste pada tahun 2002.125
Kedatangan mereka ke Timor Leste berdasarkan
ketertarikan untuk melihat negara muda yang baru lahir pada waktu itu. Setelah
melakukan perjalanan mengunjungi seluruh bagian dari negara itu selama satu
bulan, mereka menemukan kenyataan bahwa pemuda di negara itu sebagian besar
adalah pengangguran dan menemukan adanya tanda-tanda bakat di bidang seni
visual melalui graffiti-graffiti yang ada. Kedua pasangan itu kemudian mencoba
meneruskan niat mereka untuk membantu mengatasi keadaan itu. “after all this
suffer, we think its important for this young people to express themselves, because
it is also not the culture, really, to talk about it a lot. But if you can paint or
illustrate them...So we decide to contact or find young people and to interest them
to join a kind of art community.126
”
Pada video wawancara dengan jurnalis dari www. Jockcheetham.com, di
tahun 2005, Luca Gansser menyebutkan bahwa setelah Ia membentuk komunitas
Arte Moris, dengan memulainya dari nol, dan biaya yang diiusahakannya sendiri
akhirnya datang bantuan dari pemerintah Timor Leste berupa pemberian
122
Ibid 123
Ibid 124
Ibid 125
Video wawancara dengan Gabriela Gansser di www.SupremeMaster TV.com.2009. 126
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
bangunan untuk keperluan sekolah, kantor, dan tempat tinggal, yaitu gedung
bekas Museum Propinsi Timor-Timur, di Comoro.” But its already almost three
years we are together. I was started up in a small rented house then slowly I
moved. And finally we recieve from the gouvernment, this building, because in the
begining I funded with my own money.127
”
Gambar 5.a. Luca Gansser (sebelah kiri,berkaca mata)dalam workshop self-potrait di
Arte Moris tahun 2009. Foto: Diambil dari video ”Arte Moris Presentation”. dok.
Arte Moris, 2009.
Gambar 5.b. Gabriella dan Luca Gansser. Foto: dok. Arte Moris, 2013.
Apa yang dilakukan Luca menjadi perhatian bagi tokoh-tokoh di
pemerintahan Timor Leste. Jose Ramos Horta, yang saat itu menjabat sebagai
presiden Timor Leste bersedia unuk diangkat oleh Arte Moris sebagai Honorary
127
Video wawancara Luca Gansser di www.jockcheetham.com.Dili, Juli 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Patron. Mengenai Arte Moris, Jose Ramos Horta berpendapat bahwa dirinya
punya harapan bahwa suatu saat Arte Moris dapat menjadi sebuah akdemi seni
yang formal.” It (Arte Moris) is started by Mr. Luca and his wife Gabbie, building
up from zero an outstanding art school that engages hundreds of young East
Timorese ... I would hope or my dream that Arte Moris turns into, become, a
formal fine art school that is recognized and supported by the gouvernment128
.”
Dasar dari pembentukan Arte Moris sebagai fine art school, cultural
center, and artists’ association129
, adalah pemahaman para pendirinya terhadap
konflik di masa lalu yang baru saja dilewati oleh masyarakat Timor Leste. Ingatan
akan masa lalu ini dilihat sebagai memori kolektif yang telah memberikan
penderitaan mental bagi masyarakat Timor Leste, lebih khususnya para
pemudanya. Luca Gansser menyebutkan bahwa semua siswanya di Arte Moris
memiliki pengalaman konflik yang traumatik ini, “all of the students were, and
some are still traumatized by the Indonesian brutality. But through art, art is a
therapy which can heal this problem.130
”. Luca percaya bahwa masalah trauma
yang dihadapi oleh para pemuda ini bisa diselesaikan dengan menggunakan seni
sebagai terapi. Menurut Luca, seni dapat menjadi media yang memberikan
kesempatan untuk berekspresi dan mengembangkan harga diri, suatu hal yang
menurutnya menjadi kekurangan dasar pada masyarakat Timor. “Because you
gave the means to be able to express themselves and to develope self-esteem
which is the biggest lacking thing of Timorese.131
”
128
Video wawancara Jose Ramos Horta di www.SupremeMaster TV.com.2009.
129
Situs resmi Arte Moris:Http://www.artemoris.tp/index.html
130
Video wawancara Luca Gansser di www.jockheetham.com.Dili,Juli 2005. 131
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Arte Moris, di masa-masa awal berdirinya, telah melalui masa di mana
banyak karya dengan tema ingatan kelam, atau dark memory dihasilkan. Gabriela
Gansser menyatakan bahwa, “at the beginning they had many pictures that were
very grim and dark, that had a lot to do with rape; many were full of violence,
because in every East Timorese family there are victims of those times132
.” Pada
kunjungan penulis di awal tahun 2012, jumlah lukisan dengan tema tersebut sudah
sangat minim. Keterangan dari pihak Arte Moris menyebutkan bahwa lukisan-
lukisan tersebut telah terjual, atau dipindahkan dari ruang Collection, yang
menjadi semacam galeri untuk umum. Sebagian dari lukisan bertema ingatan
kelam itu masih dapat dilihat dalam dokumentasi video yang menunjukkan
keadaan Arte Moris di masa-masa awal.133
2.2.3. Artistas :Para Seniman di Gedung Bekas Museum
Kesan yang paling dirasakan, oleh penulis, saat mengunjungi Arte Moris
adalah suasanaannya yang sangat kontemplatif. Para seniman di dalam komunitas
ini bekerja, entah di dalam kamar masing-masing yang merangkap studio, atau di
pekarangan sekitar gedung utama, dalam suasana yang hening dan seolah terbawa
dalam ritme dari kegiatan yang sedang dikerjakan. Pada saat kunjungan
dilakukan,di bulan Januari 2012, sekolah sedang libur, dan para seniman sedang
mengurus persiapan untuk acara ulang tahun sekolah yang akan jatuh pada bulan
februari. Beberapa batang kayu ditebang dari pohon-pohon yang ada di
pekarangan sekitar, dan dipotong serta dicat berbentuk pensil dengan ukuran
132
Hein,2009. von Hein, M. “Timorese Artists Seek Reconciliation.” dw.de. diakses 21 Jun.
2012<http://www.dw.de/dw/article/0,,4610291,00.html>.
133
Video wawancara Luca Gansser di www.jockheetham.com.Dili,Juli 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
tinggi lebih dari satu meter, dan berdiameter antara 20 sampai 30 centi meter.
Sebuah mobil bermerek TATA, buatan India dihias dengan grafiti dengan teknik
pengecatan airbrushing.
2.2.3.a. Residence Artists
Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai beberapa pelukis yang tinggal
di Arte Moris. Pada Januari 2012, terdapat kira-kira lebih dari 21 orang seniman
yang tinggal di sekolah tersebut134
. Mereka yang tinggal di asrama ini menempati
berbagai ruang yang tersebar di tiga gedung utama yang ada di pekarangan
tersebut. Para seniman yang tinggal di Arte Moris terdiri dari dua kelompok besar
yaitu para seniman residen dan seniman senior. Tugas utama dari seniman residen
adalah menjadi tenaga pengajar dan menduduki posisi-posisi atas dalam susunan
manajerial di Arte Moris. Sedangkan para senior bertugas sebagai asisten bagi
kelompok residen.135
Di bagian ini, penulis akan memberikan gambaran tentang
para pelukis residen di Arte Moris, mereka antara lain; Jose de Jesus Amaral atau
Tony (29), Avelino Cancio Silva atau Abe (31), dan Moises Daibela Pereira atau
Pelle (26). Usia para seniman di Arte Moris secara umum, dari penampilan fisik
dapat dikatakan rata-rata berada di atas 25 tahun.
Jose de Jesus Amaral atau Tony (29) mulai berkegiatan kesenian saat Ia
dengan aktif mengikuti kegiatan seni jalanan atau street art yang dilakukannya
bersama beberapa teman yang memiliki ketertarikan yang sama. Bentuk kegiatan
134
Data pengajar aktif di Arte Moris. 21 orang guru yang mengajari mata pelajaran seperti
:Sketches, Instalasi, Foto, Filme, Collage/Multimedia, Pintura, Eskultura, Papier Mache,
Mangrove, Handicraft, Performance Pinta, Graffiti, Etching. Sumber data: dok. Arte Moris,2012. 135
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
mereka adalah membuat grafiti di jalan-jalan di kota Dili136
. Dalam rentang waktu
tahun 2001-2002, Tony bertemu dengan seorang seniman yang dianggap sebagai
guru baginya, Tony memakai istilah mestre (tetum: guru), seniman itu adalah
Yahya Lambert.137
Bersama kelompok Yahya, Tony mendapatkan banyak pelajaran seni rupa,
yang sebagian besar adalah tentang seni grafiti. Proses yang dilewati dengan
Yahya membawa Tony untuk mengenali kelompok seniman Taring Padi dari
Indonesia. Tony terinspirasi dengan cara-cara aktifis Taring Padi membawa isu
sosial-politik dalam karya-karya mereka. Kelompok seniman ini kemudian
bertemu dengan Luca Gansser yang sedang pada masa-masa awal membangun
Arte Moris. Tony dan beberapa seniman kemudian memilih untuk bergabung
dengan Arte Moris.138
Pada tahun 2008, Tony mendapat beasiswa untuk tingkat Bachelor di The
National Art School, di Sydney Australia. Tahun 2010, Ia kembali ke Arte Moris
dan mendapatkan posisi sebagai salah satu pengajar senior. Dalam berkarya, Ia
banyak menggunakan tema-tema budaya, khususnya budaya tradisional Timor
Leste dan memiliki minat utama pada aliran surealisme. Tema kehidupan
masyarakat sehari-hari di Timor Leste menjadi hal utama dalam karya-karyanya
di rentang waktu tahun 2001 sampai 2004. Dua hal menjadi fokus Tony,
kebudayaan Timor, dan kekerasan dalam yang melibatkan pemuda ( hau nia arte
halai ba kultura ho violensia.Tetum : seni saya merujuk pada kebudayaan dan
kekerasan).139
136
Wawancara penulis dengan Tony. Dili, 2012. 137
Ibid 138
Ibid 139
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Gambar 6. Tony, Avo Illiomar,2010. Cat minyak pada kanvas. Foto : dok.
Penulis 2012.
Salah satu karya Tony yang berbicara tentang kebudayaan dan kekerasan
adalah lukisannya yang berjudul “Avo Illiomar” (Tetum: Nenek Illiomar
(Illiomar:nama daerah di Timor Leste) (Gambar 6). Dalam Lukisan ini, Tony
menggambarkan seorang perempuan berusia tua, yang mengenakan tais, kain
tradisional Timor, dan perhiasan tradisional, kabauk ,di kepalanya. Lukisan ini
dibuat berdasarkan kisah pribadi pelukisanya. Avo Illiomar adalah nenek dari
salah seorang sahabat Tony, yang selalu memberikan tais (tenun ikat Timor)
untuk keperluan karya-karyanya. Lukisan ini adalah bentuk ucapan terimakasih
Tony kepada avo Illiomar. Menurut Tony, lukisan ini mengandung makna sifat
kelembutan dari kebudayaan Timor. Kelembutan ini dipakainya untuk menjawab
pendapat umum tentang masyarakat Timor yang ulun toos (Tetum:kepala batu)
dan suka kekerasan.140
Avelino Cancio Silva atau Abe (31) adalah seorang pelukis senior di Arte
Moris yang berasal dari Ossu, Viqueque. Sebelum bergabung dengan Arte Moris,
Abe merupakan mahasiswa di UNTL (Universitas Nasional Timor Leste).141
Perkuliahan ini hanya ditempuh selama empat semester, kemudian
140
Ibid 141
Wawancara penulis dengan Abe. Dili, Januari 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
ditinggalkannya, setelah Ia menemukan bahwa jalan hidupnya ada pada seni lukis,
atau yang disebutnya dengan dalan arte nian (jalan seni).142
Di tahun 2002, Abe
mulai mengikuti jalan seninya. Ia bergabung dengan kelompok seniman yang
dibentuk oleh Yahya Lambert dan mendapat pengalaman serta pendidikan di
bidang seni.143
Ssama seperti Tony,pada kemudian hari, Abe juga termasuk dalam
kelompok yang memilih untuk bergabung dengan Luca dan Arte Morisnya.
Sebagai seorang pelukis senior di Arte Moris, Abe berpendapat bahwa
gaya lukisannya masih berada pada level belajar. Ia menuturkan bahwa surealisme
adalah aliran lukisan yang diminatinya144
. Tema alam dan politik merupakan
sumber inspirasi utamanya. Sebagian besar karyanya dapat dirangkum dalam tiga
tema besar ; manusia, alam, dan kebudayaan.145
Lukisan Study Potrait (Gambar 7), adalah hasil karya Abe yang merupakan
sebuah refleksi yang cukup jelas dari jalan seni yang dipilihnya. 146
Lukisan itu
merupakan sebuah bentuk gambaran dari tingkatan pencapaian dirinya yang oleh
Abe sendiri dinilai masih berada pada posisi belajar. Sesuai dengan tema-tema
yang menjadi perhatiannya. Lukisan ini mengandung dua tema yang selalu
menjadi bahan inspirasi Abe dalam berkarya, yaitu manusia dan budaya.147
Pada lukisan tersebut, Abe menunjukkan kemauannya untuk belajar
berekspresi dengan aliran realisme. Lukisan itu menggambarkan figur seorang
lelaki tua, kemungkinan besar adalah seorang lelaki Timor yang mengenakan
pakaian barat, kemeja putih, dengan aksesoris tradisional seperti ikat kepala dari
142
Ibid 143
Ibid 144
Ibid 145
Ibid 146
Ibid 147
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
kain batik, dan Ia digambarkan sedang memegang sebuah pedang portugis
(Gambar 7).
Gambar 7. Abe, Study Portrait.2003 Cat minyak pada kanvas.Foto :dok.
Penulis 2012
Sebagai seorang pelukis di komunitas Arte Moris, Moses Daibela Pereira atau
Pelle (26), dikenal dengan gaya lukisannya yang menunjukkan tingkat kedetailan
yang kuat dengan menggunakan bentuk-bentuk garis yang tipis.148
Pelle juga
cukup banyak berkarya dengan menggunakan tais. Metode menggunakan tais ini
telah dilakukan oleh seniman-seniman Timor Leste sejak pertengahan 1990an.149
Selain melukis dengan media tais, para pelukisi juga melakukan percobaan pada
media alternatif, seperti menggunakan batang pohon bakau.150
Pelle bergabung dengan Arte Moris pada tahun 2004. Kesukaannya pada
seni lukis sudah mulai dirasakannya sejak usianya masih kecil. Perkenalan dengan
seni ini dimulai dengan keinginannya untuk belajar menggunakan media-media
148
Pengamatan penulis pada lukisan-lukisan karya Pelle.Dili,januari 2012. 149
Wawancara penulis dengan Pelle.Dili,12 Januari 2012. 150
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
untuk berkarya dari yang paling sederhana hingga yang membutuhkan
kemampuan khusus151
. Sebelum menjadi anggota di Arte Moris, Pelle sama sekali
tidak memiliki pengalaman apa-apa dalam menggunakan alat melukis seperti
kuas, dan Ia pun tidak memiliki pengalaman bergabung dengan kelompok seni
lain selain Arte Moris. Semua kemampuan melukis dengan menggunakan media
selain pensil dipelajarinya di Arte Moris.152
Lukisan Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee (Tetum :tidak ingin Timor
menjadi begini),(Gambar 8) merupakan sebuah karya yang menunjukan salah satu
cirinya, yaitu memakai dan mengolah corak dan motif tais. Pelle menceritakan
bahwa, lukisan itu diciptakan berdasarkan foto yang dilihatnya dari sebuah media
cetak yang menampilkan berita tentang kondisi kekeringan yang terjadi di sebuah
negara di Afrika. Keadaan yang buruk itu olah Pelle diolah sebagai sebuah
harapan dan juga peringatan bahwa, sesuai dengan judulnya, Ia memiliki
keinginan agar Timor Leste tidak mengalami masalah yang sama seperti yang
disaksikannya dalam berita itu.153
151
Ibid 152
Ibid 153
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Gambar 8.Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee,2006.Cat minyak pada kanvas.
Foto:dok.penulis 2012
Dalam hal identitas nasional, Pelle berpendapat bahwa sebuah identitas
nasional merupakan kombinasi dari elemen sejarah dan budaya dalam sebuah
masyarakat. Dengan demikian, dalam konteks masyarakat deperti di Timor Leste,
menurut Pelle, elemen yang paling dasar dalam pembentukan identitas nasional
adalah nilai-nilai yang didapatkan dari kolonialisme sebagai sebuah aspek sejarah,
dan kesadaran kolektif masyarakat Timor Leste sebagai bagian dari masyarakat
internasional.154
2.2.3.b.Seniman Senior
Seniman senior yang ditemui penulis di Arte Moris adalah, August
Godinho atau Agus (28). Dari segi fisik Agus terlihat lebih muda dibandingkan
para seniman senior lainnya mungkin karena sifatnya yang murah senyum.
Wawancara dilakukan di kamar nara sumber yang merangkap studionya.
Beberapa karya yang sedang dalam proses pembuatan terlihat di dalam studio
tersebut. Agus berasal dari distrik Aileu, dan bergabung dengan Arte Moris pada
154
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
tahun 2010. Jumlah angkatannya waktu itu adalah 55 orang155
. Saat pertama kali
bergabung para siswa ini akan disebut seniman Junior. Dari angkatan tersebut,
yang memilih untuk menjadi anggota komunitas dan menetap di Arte Moris ada 2
orang. Sedangkan siswa yang lain memilih untuk tidak bergabung dalam
komunitas setelah mereka menyelesaikan program dari kursus-kursus yang ada di
Arte Moris.
Perkenalan Agus dengan dunia seni dan kegiatan-kegiatannya dimulai dari
saat Ia bergabung dengan salah satu sanggar yang dibentuk oleh seniman-seniman
seperti Abe dan Tony. Nama sanggar tersebut adalah Sanggar Bulak (Tetum: Gila)
dan berlokasi di Kintal Kiik, Dili.156
Sanggar tersebut adalah salah satu dari
sejumlah sanggar di Dili yang sebagian besar dibentuk oleh para seniman muda,
baik yang bergerak sendiri maupun yang berada di bawah naungan Yahya
Lambert, dan sanggar-sanggar ini lahir sebelum Arte Moris dibentuk.157
Di Arte Moris, salah satu pencerahan yang dialami oleh Agus adalah
ketika Ia belajar tentang teknik penempatan cahaya dalam menciptakan lukisan.
Bagi Agus, pengetahuan tentang nakukun (Tetum: gelap), dan naroman (Tetum:
terang) sebagai suatu teknik dalam melukis merupakan sebuah titik awal yang
semakin membuatnya masuk lebih dalam ke dunia seni lukis.158
Di Arte Moris
Agus belajar tentang pentingnya presentasi dari sebuah karya. Hal ini
dipelajarinya langsung dari para seniman residen yang memiliki kebiasaan untuk
memberikan presentasi sebagai pengantar atas karya yang mereka ciptakan. Sosok
155
Wawancara penulis dengan Agus.Dili,16 Januari 2012 156
Ibid 157
Ibid 158
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
para reisden ini pulalah yang menjadi salah satu alasannya untuk bergabung
dalam Arte Moris.159
Gambar 9. Agus, Contenti.2011.cat minyak pada kanvas. Foto: dok.Penulis 2012.
Contenti (Tetum: bahagia) (Gambar 9) adalah salah satu hasil karya
lukisan Agus yang diselesaikannya pada tahun 2011. Lukisan ini merupakan hasil
perenungan Agus terhadap bentuk dan simbol-simbol kebudayaan tradisional
Timor Leste dan hubungannya dengan persaannya.. Dalam lukisan dapat dilihat
figur seorang wanita yang sedang tertawa, contenti, dan Ia tampak mengenakan
tais, dan mortein (kalung tradisional Timor). Menurut, Agus lukisan ini mewakili
pendapat dan perasaan pribadinya bahwa segala sesuatu yang berhugungan
dengan adat tradsional Timor selalu membuatnya merasa senang.160
159
Ibid 160
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
2.3. Ragam Karya
Salah satu sumber data dari penelitian ini adalah karya seni yang dihasilkan
oleh para seniman di Arte Moris. Menurut Illiwatu Danabere, Director dari
sekolah tersebut, jumlah lukisan yang dihasilkan sejak berdirinya Arte Moris di
tahun 2003, telah berjumlah ratusan lebih161
. Lukisan yang telah tercipta, hadir
dengan beragam tema, dan beragam media yang merupakan hasil dari proses
kreatif para senimannya. Pihak Arte Moris memiliki sebuah ruangan yang
digunakan sebagai ruang, Arte Moris Collection Room, atau seringkali disebut
juga Galeri Arte Moris, untuk memamerkan hasil karya-karya lukisan maupun
karya lainnya. Proses pemilihan karya yang akan dipasang ditentukan oleh para
seniman yang mengurus ruang galeri tersebut.
Dalam kunjungan ke Arte Moris, penulis berkesempatan untuk mengamati
dan memotret lukisan-lukisan, baik yang ada di ruang koleksi, studio pribadi para
seniman, maupun yang tersebar di ruang-ruang lain di Arte Moris. Beberapa
lukisan yang akan dibahas pada bagian ini adalah lukisan-lukisan yang telah
dipilih, dan diinterpreatasi, dan sikelompokan berdasarkan tema-tema tertentu.
Proses ini di dasarkan pada slah satu metode kritik seni ,yaitu interpretasi.
Menurut Nooryan Bahari, metode interpretasi adalah suatu cara menafsirkan hal-
hal yang terdapat dibalik sebuah karya, dan menafsirkan makna, pesan atau nilai
yang dikandungnya. Setipa penafsiran dapat mengungkap hal-hal yang
berhubungan denga pernyataan di balik struktur bentuk, misalnya unsur psikologis
161
Wawancara penulis dengan Iliwatu 13 Januari 2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
pencipta karya, latar belakang sosial budaya, gagasan, abstraksi, pendirian,
pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu senimannya162
Lukisan –lukisan ini oleh penulis dikelompokkan dalam empat kelompok
besar yang meliputi bagian-bagian ; Adat Tradisional dan Simbol-Simbolnya,
Politik, Trauma, dan Eksplorasi. Dasar dari pengelompokkan ini adalah
pengamatan yang dilakukan oleh penulis terhadapa kandungan-kandungan makna
yang terdapat unsur-unsur visual yang terdapat di dalam lukisan. Lukisan yang
memiliki kesamaan dalam unsur-unsur visual tertentu kemudian dimasukan ke
dalam satu kelompok.
2.3.1 Adat Tradisional dan Simbol-Simbolnya
Lukisan-lukisan yang berada di dalam kelompok ini disatukan berdasarkan
persamaan yang dimiliki mereka dalam hal unsur-unsur adat tradisional Timor
Leste, lebih khususnya simbol-simbol dari unsur-unsur itu. Beberapa unsur adat
tersebut sebagian besar berbentuk material seperti pakaian dan perlengkapannya (
tais, martein (kalung), kaibauk (hiasan kepala berbentuk tanduk kebau)) , alat
musik (babadok (ketipung)), dan rumah adat. Unsur lain juga terdapat dalam
bentuk mitos atau cerita rakyat tentang simbol-simbol tertentu, dan juga kegiatan
adat seperti tarian tradisional.
162
Lihat Bahari, N.2008 Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta.12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Gambar 10. Tony and Cesario, Liurai,2003. Cat minyak pada kulit kerbau.
Dok. Penulis 2012
Gambar 11.Gibrael, Be Nain Timor, 2003. Cat minyak pada peralatan dari
anyaman bambu. Dok. Penulis 2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Gambar 12. Pele, Untitled,2012. Cat minyak pada Tais. Foto: Dok. Penulis
2012.
Gambar 13. Anas, Hadomi Cultura, 2009. Cat minyak pada papan. Dok.
Penulis 2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Gambar 14. Abe, Performance,2005,Cat minyak pada kanvas. Foto dok.
Penulis, 2012.
Gambar 15. Ajanu, Tak berjudul, 2009. Cat minyak pada papan.
Foto:dok.penulis,2012.
Gambar 16. Grinaldo, Arte No Cultura,2003. Cat minyak pada kanvas.
Foto:dok. Penulis, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
2.3.2. Politik
Kategori Politik berisi lukisan-lukisan yang memiliki kandungan wacana
politik. Wacana politik meliputi konsep bernegara dengan simbol-simbolnya
seperti bendera, dan tokoh-tokoh kenegeraan serta pengetahuan sejarah. Di dalam
lukisan-lukisan ini, terdapat pula unsur-unsur adat tradisional yang dipadukan
dengan unsur-unsur konsep politik. Penggambaran ini dapat terlihat pada cara
seniman memadukan kedua unsur tersebut berdasarkan daya kreasinya .
Gambar 17. Apepy, The Babadok, 2003. Cat minyak pada dua papan yang
digabungkan. Foto : dok. Arte Moris, 2012.
Gambar 18. Emeldea, Timor, cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Arte Moris,
2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Gambar 19.Cesario, Bidu, cat minyak pada kanvas. Foto :dok.Arte Moris,
2012.
Gambar 20. Cesario, Xanana, 2003. Cat minyak pada kanvas. Foto:dok.
Penulis ,2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Gambar 21.Grinaldo, Proklamasaun RDTL 1975, 2005. Cat minyak pada
kanvas. Foto: dok. Penulis, 2012.
Gambar 22. Ino,Foho Banderia,2004 .Cat minyakk pada kanvas. Foto: dok.
Penulis, 2012.
Gambar 23.Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee, 2006. Cat minyak kanvas. Foto:
dok. Penulis, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
2.3.3. Trauma
Jumlah lukisan dalam kelompok ini merupakan yang paling sedikit
dibandingkan dengan kelompok lain. Lukisan Violasaun Sexual (Gambar) karya
Corrie, merupakan lukisan yang diciptakan dari era-era awal Arte Moris yang
seperti telah dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah masa di mana banyak
lukisan yang dibuat dengan tema dark memory. Lukisan-lukisan ini merefleksikan
dialog-dialog dari para seniman dengan kekerasan sebagai bagian dari pengalaman
mereka.
Gambar 24. Corry, Violasaun Sexual , 2003.cat minyak pada kanvas. Foto :
dok. Penulis, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Gambar 25. Tito, Tragedy, 2005. Cat minyak pada kanvas. Foto : dok. Penulis
,2012.
Gambar 26. Zeny, 1999, 2011. Cat minyak pad kanvas. Foto : dok. Penulis,
2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
2.3.4. Eksplorasi
Kategori ini disusun berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis
terhadap beberapa lukisan yang dinilai mengandung tema-tema yang bersifat
eksploratif. Letak perbedaan kelompok ini dengan kelompok lainnya adalah
adanya kecenderungan karya-karyanya untuk mengolah tema-tema yang secara
umum berbeda dengan kategori-kategori sebelumnya. Kecenderungan ini terlihat
pada sisi-sisi seperti pemilihan objek, perpaduan unsur-unsur warna, garis, bentuk
dan unsur visual lainnya. Bentuk-bentuk eskplorasi lain dari karya-karya di dalam
satuan klasifikasi ini adalah pada media yang digunakan. Contohnya penggunaan
tanah liat (Gambar 33 ), tikar (Gambar 32), serta batang pohon bakau (Gambar
34).
Gambar 27. Pelle, Taiscape,2007. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok.
Penulis,2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Gambar 28. Mong, Fishes, 2012.Acrylik pada kanvas. Foto: dok. Penulis,
2012.
Gambar 29. Mong, Untitled, 2011, mixed media pada kanvas. Foto:dok.
Penulis 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Gambar 30. Zeny, What’s Happened Next In The World, 2011.cat minyak
pada kanvas. Foto: dok. Penulis 2012.
Gambar 31. Pelle, Monkey,2010.cat minyak pada and temprung kelapa dan
papan. Foto:dok.penulis, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Gambar 32. Hasil latihan melukis pada tikar oleh pelukis senior dan
yunior.Foto : dok. Penulis, 2012.
Gambar 33. Hasil karya seniman yunior dengan menggunakan media tanah
liat. Foto: dok.penulis, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Gambar 34. Penggunaan batang bakau untuk meciptakan karya seni.Foto :
dok.penulis, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
BAB III
MEMBACA SEBUAH PERGULATAN : IDENTITAS NASIONAL
DALAM KARYA LUKISAN
3.1. Membingkai Lukisan Seniman Arte Moris dengan Teori Psikoanalisa
Lacanian
Seni visual telah mendapatkan tempat yang penting dan cerita yang
panjang sehubungannya dengan sudut pandang psikoanalisa. Sigmund Freud telah
melakukan pembahasan tentang Leonardo da Vinci dan Michelangelo Buonarroti
pada dua dekade awal abad dua puluh. Sedangkan Jacques Lacan dikenal dengan
tulisan-tulisannya yang memabahas persoalan seni visual seperti arsitektur,
patung, dan lukisan-lukisan dengan tema yang membentang dari gua-gua
palaeiolithic sampai katedral medieval, serta dari seni renaissance sampai pada
yang kontemporer163
.
Dalam pembahasan tentang seni visual di dalam tesis ini, sudut pandang
psikoanalisa akan digunakan dalam membahas elemen-elemen visual yang ada di
dalam lukisan-lukisan yang menjadi objek penelitian tesis ini. Metode yang
digunakan adalah konsep pembahasan seni visual yang djalankan dengan sudut
pandang Lacan. Steven Z. Levine dalam bukunya Lacan Reframed memberikan
163 Lihat, Steven Z. Levine,2008. Lacan Reframed. London : I.B. Tauris and Co.Ltd.Hal.xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
pembahasan yang bersifat mendasar sekaligus cukup lengkap mengenai penerapan
psikoanalisa Lacanian ke bidang seni visual 164
.
Seperti yang sering diungkapkan tentang Lacan, “orang-orang lain dapat
menyebut diri mereka sebagai Lacanian bila mereka mau, tetapi Lacan selalu
mengakui kesetiannya pada Freud”165
. Maka pembahasan tentang teori Lacan
akan selalu mengandung rujukan langsung pada konsep-konsep dan pemikiran-
pemikiran dari Freud. Dalam pemikiran-pemikirannya, Lacan mengembangkan
konsep-konsep dari Freud secara luas. Sebagai contoh, dalam pengamatan Freud
terhadap karya lukisan Da Vinci, yaitu Mona Lisa, Freud menekankan pada ide
bahwa karya seni visual adalah sebuah bentuk sublimasi, dan juga ide tentang
peran desire atau hasrat dalam penciptaan karya seni. Menurut Freud, sublimasi
merupakan sebuah proses , renewed linkage of desiring subject and lost object166
.
Di dalam karya lukisan Mona Lisa, hasrat yang dimiliki oleh sang pelukis,
Leonardo Da Vinci, adalah hasrat dari seorang anak kepada ibunya. Lukisan itu
menjadi sebuah bentuk sublimasi yang akan membentuk sebuah hubungan yang
diperbaharui dan digerakkan oleh hasrat tersebut.
Hasrat ini dinyatakan dalam sebuah keadaan untuk melihat sekaligus
dilihat. Hasrat ini adalah apa yang disebut oleh Freud sebagai infantile lust, “ the
wish of the artist was to see once again the lost smile of his mother in his painting
of the elegant lady’s smile, but just as importantly it was to be seenby this stand in
164 Ibid
165 Ibid
166 Ibid.Hal.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
for his mother as if in a bitterseweet moment of his mother’s lost loving gaze 167
.
Hasrat dari pelukis adalah kerinduannya untuk dilihat dan oleh obyek lain, dalam
hal ini ibunya, dengan perasaan penuh cinta dan juga melihat senyum tersebut.
Oleh karena itu, lukisan Mona Lisa bagi Freud, bekerja dengan baik untuk
menempatkan kembali sang seniman dalam keadaan dihasrati, yaitu ketika ia
dipandang dan sekaligus memandang.
Gaze adalah salah satu dasar dari pendapat Lacan tentang lukisan-lukisan
karya Leonardo Da Vinci. Lebih lanjut lagi, pendapat Lacan diperkuat dengan
sebuah asumsi dasar, sebuah kunci untuk masuk ke dalam pembahasannya tentang
seni visual, yaitu konsep keterbelahan, split. Levine menjelaskan tentang konsep
kunci ini, yaitu, “the split between the imaginary eye and the symbolic gaze.168
”
konsep keterbelahan dari mata imajiner dan tatapan simbolik ini disusun dari tiga
dasar utama dalam psikoanalisa Lacan, yaitu Real, Imaginary dan Symbolic.
Dalam pembahasannya tentang karya Leonardo Da Vinci, Lacan lebih
mengacu kepada karya itu sendiri dibandingkan kepada seniman pencipta karya
tersebut. Lacan melihat sublimasi itu sebagai sebuah struktur sosial dan tersusun
atas jaringan penanda dan merujuk pada yang Real 169
. Kembalinya seseorang
atau subyek pada yang Real merupakan sebuah bentuk dari pegerakan energi
besar yang bersumber dari apa yang disebut desire. Subyek dipengaruhi atau
167 Ibid .Hal.5
168 Steven Z. Levine,2008.op.cit.Hal.11
169Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
digerakkan oleh desire ke arah apa yang oleh Lacan disebut dengan Fantasi170
.
Dengan demikian karya seni sebagai sublimasi yang dapat mempertemukan
subyek dengan hasratnya.
Bagi Lacan, kunci bagi manusia untuk menjelaskan tentang dirinya adalah
dengan mengetahui kepada siapa pertanyaan perihal makna kehidupannya itu
ditujukan dan dari siapa jawaban atas pertanyaan itu dia dapatkan. Pertanyaan ini
selalu dilontarkan kepada liyan yang diharapkan dapat memberi jawaban. Liyan di
sini dapat berupa subyek atau manusia lain yang ada di sekitar manusia seperti
orang tua, teman, guru, bahkan musuh. Setelah sederet jawaban diterima, orang
harus mengajukan pertanyaan kepada sistem-sistem atau tatanan yang ada di
sekitar hidupnya. Tatanan yang membuat seseorang untuk dapat hidup di dalam
masyarakat. Sebuah pertanyaan yang bersifat histeris, tentang apa yang
dikehendaki tatanan itu dari seseorang, atau seseorang harus menjadi seperti
bagaimana menurut tatanan tersebut. Sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada
Liyan atau kepada yang Simbolik.171
Pertanyaan tentang “apa yang liyan mau dariku” ini dalam psikoanalisa
Lacanian disebut “ Che vuoi” . Subyek memerlukan hasrat untuk menjawab
pertanyaan ini. Sebelum seseorang secara total menggunakan apa yang diberikan
dari yang Simbolik, maka dia belum bisa menemukan hasratnya. Hal ini dapat
dijelaskan dengan menggunakan Graph of Desire. Seperti yang dapat diperhatikan
di dalam bagan graf berikut ini ( Gambar 35), posisi subyek berada pada bagian
170 Steven Z. Levine,2008.op.cit
171 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
kiri bawah atau S (A). Subyek berhadapan dengan sang Liyan atau yang Simbolik
(A) yang merupakan pusat dari penanda, Treasure of Signifiers.
Gambar 35 .Graf Hasrat.
Dalam pertemuan dengan Liyan atau yang Simbolik ini, subyek harus
menggunakan semua bahasa, atau penanda-penanda, yang diberikan oleh liyan
Simbolik kepadanya bila ia ingin menemukan hasratnya. Bila semua bahasa itu
telah digunakan atau dipatuhinya, ia akan masuk ke dalam fase ketidakpuasan,
karena selama menggunakan bahasa, subyek akan selalu menemui dari rasa
frustasi atau anxiety yang getir. Subyek terpisah dari apa yang sebenarnya dia
inginkan dan mengalami alienasi. Dari ketidakpuasan inilah hadir pertanyaan
“Che vuoi” yang menggelisahkan itu dan yang dapat melahirkan hasrat yang akan
membawa seseorang menuju fantasi. Berdasarkan pembahasan Levine tentang
lost object dari Lacan, dan tanpa bermaksud mereduksi konsep ini dalam bentuk
yang terlalu sederhana, dapat dikatakan bahwa Subyek yang telah terbelah oleh
Simbolik , dan akan bergerak (menurut pola susunan yang ada di dalam Graf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
(Gambar 35)) ke bagian atas dan mencari lost object. Gerakan ke atas ini,secara
garis besar, merupakan penggambaran terjadinya peristiwa fantasi.
Jejak dari lost object terdapat pada penanda-penanda yang bisa ditemui di
dalam Liyan (A) , yang pada dasarnya bercampur dengan penanda-penanda lain.
Untuk membedakannya dengan penanda lain,jejak-jejak ini memiliki kadar atau
bobot yang lebih banyak dari pada penanda-penanda yang lain tersebut 172
. Kadar
atau bobot lebih dari penanda yang merupakan jejak menuju kepada lost object,
hadir dalam bentuk keberadaan mereka yang simptomik. Simptom-simptom ini
menjadi jalan untuk memahami apa sebenarnya yang diinginkan oleh subyek.
Pada bagian selanjutnya dari pembahasan ini kita akan melihat hubungan antara
penanda-penanda yang bersifat simptomik tersebut dengan subyek-subyek yang
menggunakannya. Dalam hal ini pelukis dan simptom-simptom yang dapat
ditemukan di dalam lukisan-lukisannya.
3.1.1. Simptom : Elemen-Elemen Visual di Dalam Lukisan
Salah satu jalan menuju pembahasan tentang seni dengan menggunakan
psikoanalisa adalah dengan melalui membahas simptom-simptom yang dapat
ditemukan dalam karya seni. Simptom dapat menjadi pintu pertama dalam
langkah-langkah analisa, dan menjadi bagian yang menghubungkan antara
172 Catatan Kuliah Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi. Yogyakarta : Magister Ilmu Religi dan
Budaya. USD.2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
peneliti dan objek yang dikajinya.173
Simptom memiliki peran penting dalam
melihat sebuah masalah dengan menggunakan sudut pandang psikoanalisa. Tanpa
simptom, subjek dipaksa untuk melakukan represi terus-menerus, maka melalui
simptom inilah titik awal dari sebuah fantasi dibangun yang akan membawa
manusia kepada suatu gairah hidup, hasrat, atau desire174
.
Pada dasarnya simptom yang muncul dari pelukis-pelukis Arte Moris di
Timor Leste ini lahir dari pengalaman dan pergumulan mereka tentang identitas
kebangsaan yang secara kolektif telah hadir dan berkembang dalam rentang waktu
yang meliputi masa integrasi dengan Indonesia, dan masa awal kemerdekaan yang
masing-masing membawa cerita konfliknya sendiri-sendiri. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa simptom-simptom tersebut dalam bagian analisa ini akan
dikaitkan dengan pengalaman dari para seniman atau pelukis yang berhubungan
dengan masalah identitas.
Penanda-penanda tentang identitas kebangsaan Timor Leste merupakan
sesuatu yang ditekan dan tak boleh dihadirkan pada masa Integrasi. Penanda -
penanda ini menunjukkan suatu bentuk identifikasi yang dilakukan oleh orang
Timor Lete . Subyek, dalam hal ini orang-orang Timor Leste menginginkan
sesuatu berupa identitas kebangsaan dengan konsekuensi berupa kemerdekaan
yang harus diperjuangkan. Dengan paduan skema L dari Lacan, dapat dijelaskan
bahwa ada sebuah Liyan atau Other yang menginginkan supaya hasrat untuk
merdeka itu tidak terwujudkan. Other atau sang Ayah di sini adalah pemerintah
173 Lihat St. Sunardi.Yogya City of Desire. Jogja Art Files.Edisi Perdana. ERUPSI Akademia
Psikoanalisa, Seni, dan Politik.2012. Hal.42
174 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Integrasi atau Indonesia. Pada Skema L, Liyan ini menempati posisi kanan bawah,
(A) Other ( Gambar 36).
Gambar 36.Skema L.
Hasrat terlarang dari Subyek ini dikastarsi oleh sang Ayah dengan cara
yang sangat keras, dalam hal ini adalah pelarangan-pelarangan terhadap semua
jenis gerakan yang bermuatan isu-isu kemerdekaan Timor Leste. Kastarsi dengan
tingkat kekerasan yang seperti ini dilakukan dan dijalankan selama masa 27 tahun
masa integrasi. Represi dilakukan oleh para pemegang kekuasaan (yang berada
pada posisi Other). Pihak-pihak yang berada pada posisi ini adalah mereka yang
pernah hadir di Timor Leste sebagai penjajah, yaitu Portugal dan Indonesia. Di
dalam kekuasaan Liyan ini, keinginan orang Timor Leste untuk merdeka, untuk
melihat diri mereka dalam identitas tersebut, ditekan dan mereka harus
menggunakan bahasa yang diberikan oleh sang Ayah bila ingin berbicara tentang
identitas mereka. Sang Ayah menyediakan bahasa untuk bicara tentang identitas.
Sebuah identitas simbolik yang membuat mereka menekan identitas
sesungguhnya yang mereka harapkan atau hasratkan. Di dalam Masa Integrasi,
orang Timor Leste harus mengganti bendera merah berbintang putih dengan
bendera merah putih, dan mengganti bahasa Tetum atau Portugis dengan bahasa
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Salah hal yang paling jelas dan yang dapat kita amati dari subyek yang
mengalami represi adalah lahirnya simptom. Represi atas dorongan tertentu
membentuk ketidaksadaran, dan ketidaksadaran selalu muncul ke permukaan
dalam bentuk simptom yang tak dapat dikuasai oleh subyek175
. Saat subyek
mengalami represi, simptom-simptom akan datang dari bawah sadar para subyek.
Bagi para seniman di Arte Moris, di masa kemerdekaan seperti yang mereka alami
sekarang berbicara tentang identitas nasional masih merupakan salah satu tema
penting dalam berkarya. Setelah Arte Moris melewati tahap “melukis trauma”176
di masa-masa awal komunitas itu berdiri, para seniman seperti menemukan dan
mulai menggeluti sebuah tema baru dalam berkarya, yaitu identitas nasional-
kebangsaan.
Tema tersebut diolah dan dimaknai menurut referensi pribadi yang dimiliki
masing-masing seniman. Seniman melihat diri mereka dalam sebuah bentuk
pemaknaan tentang masyarakat yang berbangsa dan bernegara. Negara tersebut
adalah Timor Leste. Bila dilihat dengan skema L, seniman sebagai subyek akan
dibentuk oleh liyan imajiner dan liyan simbolik. Siapa sajakah yang berada pada
posisi-posisi tersebut? Posisi liyan imajiner atau sang Ibu merupakan sebuah
posisi yang membuat subyek dapat mengendalikan dirinya dan merasa utuh.
Liyan simbolik atau sang ayah adalah liyan yang akan menyapa subyek secara
175
St. Sunardi.op.cit. Hal.43.
176Lihat, von Hein, M. Timorese Artists Seek Reconciliation. dw.de.
<http://www.dw.de/dw/article/0,,4610291,00.html>. Diakses pada Juni 2012. Pada wawancara
itu, Gabriela Gansser menyebut tentang masa karya-karya bertema dark era di Arte Moris,
ketika sebagian besar lukisan di Arte Moris berisi tema tentang kekerasan yang pada masa
konflik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
langsung177
. Pada masa kemerdekaan, posisi liyan simbolik ditempati oleh pihak-
pihak yang memiliki daya untuk berbicara tentang identitas nasional, seperti
pemerintah dan aparat-aparatnya.
Dengan demikian, simptom yang diteliti akan terlihat dari hasil-hasil
pergulatan para seniman tentang identitas nasional yang dituangkan dalam karya
seni berupa karya lukis. Simptom-simptom tersebut hadir dalam bentuk
kecenderungan - kecenderungan tertentu yang mewarnai secara keseluruhan
proses berkarya para seniman. Lukisan sebagai hasil akhir dan juga puncak dari
proses berkarya tersebut, menjadi salah satu media untuk melihat simptom-
simptom yang dapat hadir. Pada bagian selajutnya dari pembahasan ini, akan
dilakukan penjelasan dan uraian tentang simptom-simptom tersebut.
Pada bagian ini, penulis akan membahas lukisan-lukisan yang berdasarkan
bagian-bagian, atau elemen yang bersifat visual yang terdapat di dalam lukisan-
lukisan itu. Dari lukisan-lukisan yang penulis dapatkan selama penelitian, dalam
bentuk data foto, diambil beberapa lukisan yang kemudian akan diamati dengan
sudut pandang psikoanalisa Lacan. Lukisan dengan kategori-kategori teoritis
tertentu dari aspek visualnya ini, akan dikaji berdasarkan hubungan mereka
dengan suatu proses pencarian dan pergulatan para seniman di Arte Moris, yaitu
sebuah ide atau tema yang disebut identitas nasional. Lukisan yang akan dibahas
akan diambil dari kumpulan lukisan yang ada di Bab Dua tesis ini, yang sebagian
besar termasuk dalam kategori Politik dalam pembahasan di Bab tersebut. Oleh
karena itu, bagian ini merupakan sebuah lanjutan pembahasan atas karya-karya
177
Catatan Kuliah Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi. Yogyakarta : Magister Ilmu Religi dan
Budaya. USD.2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
tersebut berdasarkan cara pandang yang khusus. Dengan demikian menghasilkan
tema-tema yang lebih khusus pula, yang dalam hal ini adalah pembacaan elemen-
elemen visual dalam lukisan tersebut sebagai simptom.
Para seniman di komunitas Arte Moris, dapat dikatakan merupakan bagian
dari generasi yang merasakan pergolakan yang berujung pada perpindahan
pemerintahan dari Indonesia, PBB, dan akhirnya Timor Leste. Pergulatan mereka
tentang identitas nasional, seturut dengan posisi mereka sebagai seniman tak lepas
dari ingatan sejarah yang sudah secara kolektif terbentuk. Bentuk-bentuk kegiatan
yang memperjuangkan identitas nasional, seperti demonstrasi di masa-masa
integrasi menunjukkan suatu hal yang menarik : penggunaan media visual.
Bentuk-bentuk visual ini adalah referensi untuk penanda-penanda tentang
identitas nasional. Pada masa integrasi hal-hal tersebut mengalami represi, dan di
masa kemerdekaan hal-hal tersebut di tangan para seniman visual mendapatkan
pemaknaan-pemaknaan lagi.
Hal yang menjadi fokus penelitian ini adalah apa sebenarnya yang ada
dalam pikiran para seniman Arte Moris ketika mereka berbicara tentang identitas
nasional, lewat karya mereka. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis
pada seniman-seniman di Arte Moris, ada kecenderungan untuk merujuk pada
identitas kultural ketika bersentuhan dengan identitas nasional. Tokoh-tokoh
nasional, dan bendera nasional juga menjadi salah satu rujukan yang banyak
dipakai ketika berbicara tentang identitas ini. Identitas adat dan aspek-aspeknya
seperti pakaian, bahasa daerah, perhiasan dan cara hidup selalu mendapat
penekanan dan perhatian yang khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Dari tema-tema yang terbentuk dan akhirnya terlihat dalam karya-karya
yang ditemukan di dalam penelitian maka disusunlah sebuah bentuk klasifikasi.
Bentuk klasifikasi ini secara umum adalah perpanjangan dari diskusi atas elemen-
elemen visual dengan tema tertentu yang ditemukan di dalam karya-karya lukisan.
Klasifikasi tersebut terdiri dari tiga bagian besar yaitu tradisionalitas, tokoh, dan
bendera. Pada bagian selanjutnya akan dibahas tentang rujukan-rujukan atau
elemen-elemen visual dalam lukisan-lukisan terpilih yang dalam penjelasannya
akan dilihat melalui pandangan psikoanalisa Lacanian.
3.1.1.a. Tradisionalitas yang Tervisualkan
Kesan utama yang memenuhi penglihatan saat memasuki Galeri Arte
Moris di Comoro, Dili, Timor Leste adalah maraknya lukisan dengan tema-tema
adat atau aspek tradisional Timor Leste. Lukisan-lukisan adat ini hampir selalu
dapat ditemui di tiap sisi gedung galeri tersebut178
. Pada kategori pembahasan ini,
lukisan-lukisan dengan tipe seperti itulah yang akan dianalisa. Tradisionalitas
yang dimaksudkan di sini sebagian besar hampir berkaitan erat dengan aspek
visual yang ada di dalam hal-hal bersifat tradisional. Seperti, pakaian adat,
aksesoris adat, aktifitas-aktifitas adat, simbol-simbol adat, cerita rakyat, tarian,
dan bangunan atau secara khusus ; rumah adat.
178
Kesan umum yang penulis rasakan saat pertama kali berkunjung ke Galeri Arte Moris, di
Comoro, Dili, Timor Leste.Januari, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Gambar 37 .Tony and Cesario, Liurai,2003. Cat minyak pada kulit sapi. Dok.
Penulis 2012
Gambar 38.Gibrael, Be Nain Timor, 2003. Cat minyak pada peralatan dapur
yang terbuat dari anyaman bambu. Dok. Arte Moris 2012.
Pada dua lukisan dalam kategori ini yaitu Liurai (2003) ( Tetum: Raja)
(Gambar 37) dan Be Nain Timor (2003) ( Tetum : Penunggu Air Timor) (Gambar
38), penggunaan aspek tradisional tidak hanya tampak dalam objek yang ada di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
dalam lukisan, hal ini juga dalam pemilihan media yang dipakai untuk membuat
lukisan tersebut. Liurai dilukis di atas kulit sapi dan pemasangannya pada bingkai
dilakukan dengan menggunakaan tali. Lukisan yang lain, Be Nain Timor dilukis di
atas perkakas atau alat dapur yang dapat dikatakan bersifat tradisional, sejenis
wadah yang terbuat dari anyaman bambu.
Beberapa seniman secara langsung menggambarkan dengan bagian-bagian
dari tradisionalitas Timor Leste, seperti karya Ajanu (Gambar 39), yang
menampilkan beberapa benda tradisional, dalam lukisannya. Ajanu melukiskan
benda-benda berupa Mortem (perhiasan tradisional berupa kalung), Belak
(perhiasan tradisional berbentuk bundar),Kaibauk (perhiasan tradisional berbentuk
tanduk kerbau), Babadok (alat musik tradisional berupa tetabuhan), dan patung
tradisional Timor berbentuk sosok manusia. Karya Grinaldo (Gambar 40), Arte No
Cultura (2003) (Tetum: Seni dan Budaya) menghadirkan gambar Uma Lulik atau
rumah adat, sedangkan karya dari Abe (Gambar 41), Performance (2005),
menunjukkan aktifitas tradisional Timor Leste, berupa tarian adat.
Gambar 39. Ajanu, Judul tak diketahui, 2009. Cat minyak pada papan.
Foto:dok.penulis,2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Gambar 40. Grinaldo, Arte No Cultura,2003. Cat minyak pada kanvas.
Foto:dok. Penulis, 2012.
Gambar 41. Abe, Performance,2005,Cat minyak pada Kanvas. Foto dok.
Penulis, 2012.
Tradisionalitas yang dikejar oleh para seniman dalam berkarya tidak hanya
meliputi objek yang mereka angkat ke dalam lukisannya, hal ini juga tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
media yang dapat dipakai sebagai bidang untuk lukisannya. Salah satu media yang
seringkali mendapat fungsi sebagai kanvas adalah tais, kain tenun tradisional
Timor Leste. Kecenderungan menggunakan tais sebagai media untuk melukis ini
menarik untuk diamati karena hubungannya dengan pembangunan identitas
sebagai orang Timor Leste. Silva dan Barkmann dalam tulisannya, menyebutkan
bahwa beberapa pelukis Timor Leste, seperi Maria Madeira (Pelukis Timor Leste
yang menetap di Australia) telah memakai teknik melukis di atas tais, pada tahun
1990an, sebagai salah satu upaya untuk mencari bentuk seni lukis yang asli Timor
Leste.179
Yahya Lambert, seniman Indonesia yang membangun banyak sanggar
seni di Dili, berdasarkan catatan Silva dan Barkmann, mulai melukis dengan tais
pada tahun 1996, dan di tahun 1997, Sanggar Masin, salah satu sanggar melukis di
Dili, mulai menggunakan tais sebagai ganti kanvas karena kelangkaan kanvas di
tempat tersebut.180
Foto- foto berikut ini, memperlihatkan sejumlah karya yang menggunakan
media tais sebagai kanvas. Foto pada Gambar 42, yang merupakan karya lukisan
dari Pele menunjukkan secara jelas bagaimana tais dipakai sebagai kanvas. Pele
menyertakan pula sebuah unsur tradisional yang cukup kuat pula lukisannya. Ia
menggambar Surik , senjata tradisional Timor. Posisi surik tersebut di dalam
lukisannya terlihat mendominasi dari segi ukuran dan juga posisinya.
179
Silva,Abilio d.C. dan Barkmann,ed. 2008. A Contemporary Art Movement in Timor Leste, an
essay.Museum and Art Gallery Northern Teritory in partnership with the Timor Leste National
Directorate of Culture.Hal.1.
180 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Gambar 42. Pele, Tak berjudul, 2012. Cat minyak pada Tais. Foto: Dok.
Penulis 2012.
Gambar 43. Anas, Hadomi Cultura, 2009. Cat minyak pada papan. Dok.
Penulis 2012
Pada Gambar 43, Anas dengan lukisannya Hadomi Cultura (2009) (Tetum
: cinta budaya) tidak menggunakan tais sebagai media kanvasnya. Di sisi lain,
Anas menggunakan motif tais yang dilukisnya sebagai latar dari gambar yang ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
ciptakan. Motif tais di dalam lukisan Anas berfungsi sama seperti tais yang
dipakai Pele di dalam lukisannya (Gambar 42), yaitu sebagai latar. Unsur
tradisionalitas lain yang terlihat kuat dalam lukisan Anas adalah penggambaran
beberapa buah Kabauk, perhiasan tradisional Timor Leste yang bebentuk tanduk
kerbau.
Salah satu lukisan yang juga mengolah tais atau motif dari tais adalah
Taiscape (2007) (Gambar 44), karya Moses Daibela Pereira atau Pele. Sang
pelukis, Pele, memakai sebuah teknik berupa penggabungan dua pemandangan
yang berbeda. Pemandangan pertama adalah pemandangan alam, berupa pantai.
Pemandangan yang kedua adalah bentangan tais. Penggabungan ini dilakukan
dengan cara membuat pemandangan pantai tersusun dalam sebuah pola yang sama
seperti pola yang ditemui di dalam tais. Pola ini terlihat paling jelas hadir dalam
bentuk garis-garis berjejer pada bagian langit, yang menegaskan kehadiran tais
dalam pemandangan tersebut.
Gambar 44. Pelle, Taiscape,2007. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok.
Penulis,2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Dalam pengamatan atas warna yang dipakai dalam lukisan-lukisan
tersebut, dapat dilihat bahwa aspek ini cukup berperan dalam karya seni dengan
tema pencarian identitas Timor Leste ini. Para pelukis dapat dikatakan tengah
membentuk, mengeksplorasi atau mencari warna asli Timor Leste. Salah satu
acuan untuk membahas tentang warna adalah dengan melihat penggunaan warna
pada tais. Sebagaimana telah dibahas di Bab sebelumnya, warna-warna di dalam
tais yang merupakan warna dominan dan sering digunakan adalah warna-warna
yang terang dan mencolok. Dua warna yang paling sering dipakai adalah warna
merah dan indigo, di samping warna-warna lain seperti hitam, putih, oranye, dan
kuning. Warna-warna dari tais dipakai di dalam lukisan-lukisan tersebut baik
dalam bentuk aslinya sebagai sebuah tais, atau penggambaran ulangnya.
Melihat lukisan-lukisan yang telah dibahas dan pemilihan warna yang ada
di dalamnya, dapat ditarik sebuah hubungan dengan warna-warna yang diapakai
di dalam tais. Warna-warna dalam tais dapat dikatakan punya karakter yang cukup
kuat untuk disebut sebagai ragam warna khas Timor Leste. Pembahasan tentang
pencarian warna serta hubungannya dengan identitas kebangsaan ini dapat
dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Sudjojono (1913-1986), salah
seorang tokoh dalam dunia seni lukis Indonesia. Sudjojono mengkritik seni lukis
Indonesia yang kebarat-baratan dan mengupayakan pencarian warna-warna yang
benar-benar Indonesia.181
181
Lihat, Sudjojono . Seni-Loekis di Indonesia Sekarang dan Jang Akan Datang. Kumpulan
Materi Kuliah Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi. Yogyakarta : Magister Ilmu Religi dan
Budaya.2013.Tulisan ini berisi kritikan Sudjojono atas Mooi Indie dan pendapatnya soal warna
yang khas Indonesia. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa warna di dalam lukisan adalah
elemen visual yang memiliki hubungan dengan identitas nasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Dengan maraknya tema tradisionalitas dalam lukisan ini, maka dapat
dikatakan bahwa tradisionalitas merupakan simptom terkuat bagi orang Timor
Leste sehubungan dengan identitas kebangsaan, khususnya para seniman Arte
Moris yang dibahas dalam tesis ini. Ini adalah simptom yang terlihat ketika
mereka bersentuhan dengan upaya untuk membangun identitas nasional
kebangsaan sebagai orang Timor Leste. Hal pertama yang dipakai sebagai acuan
untuk ke arah tersebut adalah aspek-aspek tradisionalitas yang ada dalam
kehidupan mereka. Dari pengamatan tentang objek lukisan, dan media yang
diolah dalam proses berkarya, ditemukan kecenderungan bahwa, bagi para
seniman Arte Moris pengolahan unsur-unsur tradisionalitas yang mendalam
sepertinya dapat membawa mereka semakin dekat dengan sebuah pencarian yang
mereka geluti tentang sebuah identitas, yaitu identitas kebangsaan mereka,
identitas kebangsaan Timor Leste.
3.1.1.b. Tokoh di Dalam Lukisan
Pada bagian ini akan dibahas tentang lukisan-lukisan yang dikategorikan
sebagai lukisan yang menggambarkan sosok tokoh nasional di Timor Leste.
Jumlah lukisan dalam kategori ini ada dua buah, yaitu Bidu (2003) ( Tetum:
tarian) (Gambar 45) dan Xanana (2003) (Gambar 46), dan dihasilkan oleh seorang
pelukis yaitu Cesario. Pengertian istilah “Tokoh”dalam kategori ini adalah sosok
atau figur yang memiliki peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Timor
Leste. Figur ini, berdasarkan data yang ada, memiliki hubungan dengan sejarah
visual dalam pergerakan kemerdekaan Timor Leste. Figur ini pernah dihadirkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
dalam bentuk-bentuk visual tertentu dan menjadi sebentuk simbol yang punya
makna tersendiri tentang gerakan kemerdekaan.
Gambar 45. Cesario, Bidu.2003. Cat minyak pada Kanvas.Foto:Arte Moris
,2012.
Dua lukisan di dalam kategori “ Tokoh di Dalam Lukisan” ini merupakan
lukisan dari seorang pelukis yang sama, Cesario. Dari sejumlah lukisan yang
ditemui di Arte Moris, yang menggunakan obyek berupa figur manusia sebagai
inti lukisannya, Cesario adalah salah satu pelukis yang memfokuskan karyanya
pada tokoh nasional di Timor Leste, yakni Jose Alexander Gusmao atau Xanana
Gusmao. Xanana, bagi Timor Leste adalah seorang tokoh penting, ia adalah
pejuang kemerdekaan Timor Leste dan salah satu founding father negara tersebut.
Cesario melukiskan Xanana dalam dua bentuk yang berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Pada kedua lukisan tersebut, terdapat dua perbedaan mendasar. Di dalam
lukisan Bidu (2003) ( Gambar 45), Xanana ditampilkan sebagai seorang penari
tarian tradisional yang dilengkapi dengan pakaian dan perlengkapan-perlengkapan
tradisional. Warna yang terdapat pada pakaian, tais, yang dikenakan oleh Xanana
dalam lukisan tersebut menggunakan warna merah, kuning, dan hitam yang
dapat dikatakan sebagai referensi warna dari warna bendera nasional. Pada
bagian jemari tangan kiri dari sosok penari di dalam lukisan itu terlihat bendera
nasional dalam ukuran kecil yang tergenggam.
Gambar 46.Cesario, Xanana,2003.Cat minyak pada Kanvas. Foto :dok.Arte
Moris, 2012.
Lukisan berjudul Xanana (2003) ( Gambar 46), adalah karya dengan
penekanan yang cukup kuat pada wajah tokoh. Ada dua bagian utama di dalam
lukisan tersebut, yaitu wajah tokoh yang mendapat porsi ruang yang paling besar,
dan yang kedua adalah bendera nasional yang menjadi latar dan mendapat bagian
yang lebih kecil. Di dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Timor Leste,
khususnya dalam gerakan resistensi, gambar Xanana Gusmao memiliki posisi
tersendiri. Gambar wajah dari Xanana telah digunakan dalam media-media visual
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
untuk tujuan perjuangan tersebut. Salah satu contoh dapat seperti dilihat pada
gambar di bawah ini (Gambar 47). Gambar sosok Xanana cukup banyak ditemui
di dalam kegiatan-kegiatan dan aksi-aksi pergerakan resistensi Timor Leste,
seperti unjuk rasa baik di Dili maupun di tempat lain
Gambar 47. Xanana Gusmao. Sumber : Video Dokumentasi Gerakan
Resistensi Timor Leste
Gambar 48. Guerrillero Heroico atau Heroic Guerrilla Fighter, sebuah
foto dengan tingkat kepopuleran yang cukup tinggi. Foto dari Ernesto
Guevara atau lebih dikenal dengan Che Guevara, seorang pejuang Marxist
dari Amerika Selatan, diambil oleh Alberto Korda.
Keberadaan gambar sosok Xanana ini dan hubungannya dengan gerakan
resistensi, dapat dibandingkan dengan gambar Che Guevara182
(Gambar 48) yang
182
Lihat http://all-that-is-interesting.com/iconic-photos-1960s#kZXLaveplhDvRkFd.99 Diakses
pada Desember 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
menjadi salah satu ikon terkenal dalam budaya populer. Gambar dari Xanana
Gusmao dapat disebut sebagai apropriasi dari gambar Che Guevara. Keberadaan
kedua gambar tersebut hadir karena beberapa hal yang memiliki kesamaan. Salah
satu dari persamaan itu adalah sebuah latar belakang yang sama yaitu gerakan
atau perjuangan resistensi. Daya tarik dari popularitas yang telah dimiliki oleh
gambar Che Guevara, membuat gambar Xanana dengan, persamaan-persamaan
yang ada di dalamnya, ikut memiliki daya tarik dan daya komunikasi yang kuat
pula. Hal ini memperkuat tujuan diciptakannya gambar itu, yaitu untuk
kepentingan propaganda perjuangan resistensi Timor Leste.
Tokoh nasional, atau pahlawan kemerdekaan yang diangkat sebagai figur
utama di dalam lukisan ini, menunjukkan bahwa bagi seniman Arte Moris
identitas nasional dapat disampaikan melalui keberadaan para tokoh nasional ini.
Salah satu bentuk keberadaan tokoh nasional ini adalah hubungan bentuk-bentuk
visual dari sosok mereka dan kaitannya dengan narasi gerakan resistensi Timor
Leste. Penggunaan tokoh tersebut adalah sebuah simptom yang dihadirkan oleh
sang pelukis ketika bergulat dengan ide identitas nasional. Xanana Gusmao
menjadi salah satu tokoh yang menduduki posisi sebagai tokoh nasional tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
3.1.1.c. Lautan dan Gunung Bendera
Salah satu bentuk identitas kebangsaan yang paling kuat adalah bendera.
Bendera nasional Timor Leste, dan juga bendera-bendera lain seperti bendera
partai FRETILIN, dan CNRT merupakan simbol-simbol terlarang yang bisa
membawa akibat buruk bagi orang yang memilikinya di masa Integrasi. Bendera
tersebut, di masa perjuangan, menjadi simbol yang memiliki makna perlawanan
yang tertekan, tersembunyi, namun tetap hadir 183
. Unjuk rasa yang dilakukan para
pejuang resistensi tak pernah lepas dari penggunaan bendera ini. Kemunculannya
yang secara sembunyi-sembunyi menunjukkan bahwa bendera tersebut
merupakan sebuah petunjuk tentang sesuatu yang diam-diam diinginkan oleh
masyarakat Timor Leste yang hidup dalam pendudukan Indonesia.
Berikut ini disajikan sejumlah lukisan yang menghadirkan bendera sebagai
obyek utamanya atau sebagai bagian tertentu dari keseluruhan penampakan
lukisan tersebut. Dalam melukiskan bendera di dalam karya mereka, para seniman
tengah bersentuhan langsung dengan salah satu dasar dalam proses identifikasi
sebagai bangsa Timor Leste. Pemaknaan tentang identitas ini dihubungkan dengan
hal-hal selain bendera yang juga diangkat sebagai obyek dalam lukisan mereka.
Obyek-obyek lain ini membentuk kisah atau cerita tentang identitas Timor Leste
yang mereka ciptakan di dalam karya lukis mereka.
Karya Emelda berjudul Timor (Gambar 49), merupakan karya yang
menggunakan bendera nasional atau memainkan warna dari bendera tersebut.
Masing-masing seniman memiliki variasi sendiri dalam menciptakan karya
183
Kesan ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis selama masa tinggal di Timor Leste dalam
kurun waktu 1990- 1998, Ketika Timor Leste masih menjadi bagian dari Republik Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
mereka. Karya Emelda menampilkan aspek kuantitas yang kuat dari penggunaan
bendera. Karya ini menggambarkan lautan bendera yang menjadi latar bagi
gambar seekor buaya. Buaya sendiri merupakan sebuah simbol yang memiliki
referensi kuat dengan kebudayaan Timor Leste. Buaya memiliki posisi yang
penting di dalam cerita rakyat dan mitos di Timor Leste, yaitu sebagai asal-muasal
terbentuknya pulau tersebut. Di dalam Timor, Emelda menggabungkan mitos
tradisional dengan simbol kebangsaan.
Gambar 49. Emeldea, Timor. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Arte
Moris, 2012.
Karya lukisan tentang bendera yang juga mengandung referensi geografis
adalah Foho Bandeira ( 2004) (Tetum : Gunung bendera) (Gambar 50). Ino sang
pelukis, menggambarkan pemandangan pegunungan di Timor Leste yang dengan
warna, pola garis dan bentuk seperti yang ada pada bendera nasional Timor Leste.
Bila dalam Timor (Gambar 49), Emelda mengganti laut dengan bendera sebagai
tempat bagi buaya keramat, di dalam Foho Banderia Ino “membenderakan”
pegunungan di Timor Leste. Pegunungan ini juga memiliki makna penting bagi
orang Timor Leste, dan dalam sejarah resistensi, gerilyawan pejuang kemerdekaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
bersembunyi di daerah-daerah pegunungan tersebut184
. Dalam kedua lukisan ini
ditemui pertemuan antara dua bagian besar dari identifikasi kebangsaan, yaitu
simbol tradisional dan simbol nasionalisme. Dapat dikatakan bahwa cerita dari
dua lukisan tersebut adalah, gunung dan laut yang ternasionalisasikan.
Gambar 50. Ino,Foho Banderia,2004 .Cat minyak pada kanvas. Foto: dok.
Arte Moris, 2012.
Penggabungan dua unsur, berupa simbol tradisional dan simbol
kenegaraan juga dapat ditemukan pada dua karya berikut ini. Karya dari Apepy,
The Babadok (2003) (Tetum: alat musik tabuh) (Gambar 51) menggambarkan
unsur tradisional dalam bentuk figur dua orang perempuan dengan pakaian
tradisional yang sedang menabuh babadok. Dibelakang dua perempuan terdapat
Kaibauk berukuran raksasa yang diselimuti oleh dua lapis kain. Lapisan pertama
adalah tais, dan lapisan kedua yang juga lapisan terluar adalah bendera. Tais juga
hadir sebagai pakaian dari dua perempuan penabuh bababdok. Warna tais tersebut
adalah hitam dan putih yang menunjukkan bahwa pemakainya memiliki status
kebangsawanan. Bendera pada lukisan ini hadir dalam bentuk yang tidak
184
Lihat Gusmao, K.R. X. 1994. Otobiografi Kay Rala Xanana Gusmao. The East Solidarity.
Hal.32. Otobiografi ini berisi cerita Xanana tentang perjuangan gerilya yang dilakukannya. Ia
menggambarkan perjalanan dirinya dan pasukan gerilyanya di pegunungan Matebian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
dominan, bahkan berkesan seolah adalah pelengkap dari aspek-aspek tradisional
yang cukup banyak digambarkan.
Gambar 51. Apepy, The Babadok, 2003. Cat minyak pada dua papan yang
digabung. Foto : dok. Arte Moris, 2012.
Pele, di dalam lukisannya, Lakohi Timor Hanesan Nee (2006) ( Tetum:
Tak ingin Timor seperti ini) (Gambar 52) menempatkan bendera dalam posisi
yang sangat minim. Bagian yang utama dari lukisan ini adalah sosok perempuan
yang berpakaian tais. Tentang karya ini, Pele menceritakan185
bahwa, sosok
perempuan dan tempat di dalam lukisan tersebut ia ambil dari foto yang dilihatnya
di dalam koran. Foto itu bercerita tentang kelaparan yang terjadi pada sebuah
negara di benua Afrika. Pele memakai gambar tersebut untuk menyampaikan
idenya yaitu keinginannya agar Timor Leste tidak mengalami nasib seperti negara
yang dilihatnya dalam koran itu. Gambar bendera di dalam lukisan ini, dibuat
dalam ukuran kecil, hampir tak terlihat, dan dilapisi dengan lukisan “goresan
terjahit”. Pele seolah melihat adanya goresan yang hadir antara sosok orang di
185
Wawancara penulis dengan Pele, Dili, Januari 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
dalam lukisannya dengan bendera. Goresan yang seperti sebuah luka, yang
kemudian harus dijahit supaya menyatu kembali.
Gambar 52.Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee,2006.Cat minyak pada kanvas. .
Foto :dok. Penulis, 2012.
Penggunaan bendera juga terlihat di dalam lukisan Grinaldo,
Proklamasaun RDTL 1975,(2005) (Tetum :Proklamasi RDTL 1975) (Gambar 53).
Bendera nasional digambarkan dengan bentuk yang utuh, dan dibentuk untuk
menghadirkan dimensi kedalaman. Pada lukisan terdapat gambar Kaibauk, sebuah
simbol kebudayaan Timor Leste. Grinaldo pun menggunakan teks dalam karyanya
dengan menempatkan rangkaian inisial T.L. (Timor Leste) yang menjadi bingkai
dari lukisannya. Di antara dua bendera yang dilukis membentuk dua dinding
saling berhadapan itu, Grinaldo menempatkan sebuah bendera lain sebagai alas,
bendera partai FRETELIN (Gambar 55). Warna dari bendera partai ini, dan pola-
pola bentuk di dalamnya memiliki persamaan dengan warna dan pola bentuk pada
bendera nasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Gambar 53.Grinaldo, Proklamasaun RDTL 1975, 2005. Foto: dok. Penulis,
2012.
Gambar 54. Bendera Nasional Republik Demokratik Timor-Leste.
Gambar 55. Bendera partai FRETILIN
Lukisan-lukisan yang ada pada kategori Politik pada Bab sebelumnya dari
tesis ini diamati dan dipilih berdasarkan adanya unsur atau elemen visual tertentu.
Dalam sebuah sistem bernegara, bendera adalah salah satu bentuk yang digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
sebagai simbol nasional. Dalam lukisan-lukisannya, para seniman Arte Moris
menempatkan bendera nasional sebagai salah satu bagian penting dalam berkarya.
Penggunaan bendera di dalam karya lukis ini terletak pengeksplorasian di segi
warna dan pola pembentukannya. Warna dari bendera nasional Timor Leste, yaitu
merah, kuning ,dan hitam serta sebuah bintang berwarna putih. Warna-warna
tersebut tersusun dengan pola tertentu (Gambar 54).
Keberadaan bendera di dalam karya-karya lukisan ini dikembangkan
dengan pemaknaan dan proses kreatifitas yang dimiliki oleh seniman. Hal ini
dapat dilihat sebagai sebuah bentuk ekspresi diri dengan aspek sentimental yang
kuat pada simbol-simbol nasional. Schatz dan Lavine dalam menganalisa simbol
nasional dan ekspresi emosional, menjelaskan bahwa simbol-simbol nasional dan
kegiatan ritual-seremonial memiliki daya yang kuat untuk membangkitkan,
perasaan sentimental pada ide kebangsaan nasional, terutama karena mereka
secara unik menonjolkan identifikasi warga negara sebagai anggota dari sebuah
bangsa186
Dari tiga pokok bahasan mengenai simptom dan uraian serta pembahasan
tersebut, dapat dikatakan bahwa ada tiga bentuk simptom di dalam lukisan-lukisan
seniman Arte Moris berkenaan dengan tema identitas nasional. Tiga kategori
simptom itu adalah 1.) Tradisionalitas berupa penggambaran aneka bentuk aspek-
aspek adat-tradisional Timor Leste, 2.) Tokoh nasional yang dihadirkan lewat
186 Lihat Schatz, Robert T., Howard Lavine. 2007. Waving the Flag: National Symbolism, Social
Identity, and Political Engagement. Reviewed work(s). Political Psychology.Hal.329-355
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
lukisan, dan 3.) Bendera nasional. Ketiga simptom ini terlihat dari elemen-elemen
visual yang dapat dilihat secara langsung di dalam lukisan.
Dalam hubungannya kesenian dan proses berkarya simptom dapat dilihat
dari cara “berbahasa” yang dipakai oleh para seniman dalam hasil karya mereka.
Simptom-simptom yang dibaca dari subyek hadir dalam bentuk bahasa metafora
tertentu, dan memberikan rasa puas juga rasa sakit bagi subyek yang
mengalaminya187
. Beberapa lukisan menggambarkan keinginan para pelukisnya
untuk menunjukkan atau “menjejerkan” elemen-elemen yang bagi mereka
merupakan simbol dari identitas kebangsaan, seperti yang terlihat pada karya
Ajanu (Gambar 39) dan karya dari Apepy, The Babadok (2003) (Gambar 51).
Lukisan yang lain menggambarkan kekhawatiran, ketakutan atas sebuah identitas
sebagai negara. Lukisan Pele, Lakohi Timor Hanesan Nee (2006) ( Tetum: Tak
ingin Timor seperti ini) (Gambar 52) menunjukkan ketakutan ini.
Sebagai sebuah negara, Timor Leste berusia relatif muda, yaitu dua belas
tahun. Identitas nasional menjadi salah satu bagian yang penting untuk dibentuk.
Kesadaran kolektif yang lahir dari masa-masa perjuangan yang penuh trauma
akan konflik berdarah dengan pengorbanan rohani maupun materi, kini menuju
pada sebuah masa baru. Masa di mana lahir sebuah kesadaran bersama untuk
membentuk sebuah identitas kebangsaan. Sebuah kesadaran kolektif dalam
keadaan yang berbeda dari sebelumnya. Pada masa ini usaha untuk mencari,
membentuk, dan menunjukkan jati diri atau identitas bersama yang merupakan
identitas nasional berjalan tanpa adanya tekanan dari liyan simbolik atau penjajah.
187
Lihat Dean,T.2002. Art As Symptom : Zizek And The Ethics of Psychoanalytic Criticism.
Diacritics Summer 2002.Hal.27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Seniman sebagai subyek, berhadapan dengan liyan simbolik yang baru. Salah satu
pihak yang dapat menempati posisi sebagai yang Simbolik ini adalah pemeintah
resmi. Seniman sebagai subyek menerima penanda-penanda dari yang Simbolik
ini. Permasalahannya terletak pada kesanggupan subyek untuk mencapai
kepuasan dengan menggunakan bahasa dari Treasure of Signifiers yang dimiliki
oleh yang Simbolik.
3.1.2. Identitas Kebangsaan dan Karya Seni Visual : Seniman yang Histeris
Dalam pembicaraan tentang posisi dan keberadaan seni visual di dalam
suatu negara dan hubungannya dengan pembentukan identitas nasional, sebuah
rujukan dapat diambil dengan melihat pada peran dan perkembangan seni visual
dan hubungannya dengan identitas nasional yang terjadi di Indonesia. Tema
tentang identitas nasional dalam penciptaan karya seni merupakan salah satu poin
diskusi utama bagi beberapa era seni rupa di Indonesia. Claire Holt dalam
penelitiannya tentang seni rupa kontemporer Indonesia, melakukan sebentuk
pengamatan eksploratif pada apa yang disebutnya sebagai nilai kebudayaan
Indonesia kuno yang dilihat dari simbol-simbol di dalam lukisan dan sisi-sisi
kosmologi Jawa yang dikandungnya. Menurut Holt, di era sebelum tahun 1965,
bagi seniman, penekanan untuk berkarya erat terkait dengan pemakaian tema
identitas nasional. Identitas nasional Indonesia menjadi ciri utama beberapa
pelukis, yang mengungkapkannya melalui penggunaan gaya realisme. Selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
periode tersebut, presiden Sukarno turut berperan dalam memberi masukan untuk
perkembangan seni lukis188
.
The national identity of Indonesia was stressed by some painters through the
use of a realistic, documentary style. During the Sukarno period this socially-
engaged art was officially promoted, but after 1965 it lost popularity due to
its presumed communist tendencies.
Para pelukis indonesia tersebut sebagian besar adalah seniman LEKRA.
Pada tahun 1950-an ,organisasi LEKRA atau Lembaga Kebudayaan Rakyat
dikenal karena peran mereka dalam memberikan kesadaran politik melalui dasar-
dasar ideologis mereka. Organisasi ini juga membuka dan membangun koneksi
secara internasional , dan perhatian global datang dari beberapa negara sosialis189
.
Djoko Pekik , salah satu pelukis LEKRA, menyatakan bahwa bagi mereka penting
untuk mengangkat ideologi dalam lukisan, seturut dengan paham dengan politik
sebagai pemimpin penciptaan seni ( Politik adalah panglima ) . Mereka mencoba
untuk menggambarkan identitas nasional Indonesia dengan metode berpartisipasi
secara aktif dalam masyarakat akar rumput, dengan turun ke kehidupan sehari-hari
atau Turba ( Turun ke bawah ) 190
. Banyak karya seni mereka yang merupakan
gambaran realis dari perjuangan keras masyarakat kelas bawah setiap hari. Setelah
Gerakan 30 September pada tahun 1965, keberadaan LEKRA dilarang, sama
halnya dengan Partai Komunis Indonesia.
Sehubungan dengan diskusi tentang pemerintah yang represif dan peran
seniman dalam menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah upaya yang
188 Lihat, Spanjaard, H. “Contemporary Indonesian Art.“ iias.nl.
< http://www.iias.nl/iiasn/iiasn5/asiacul/wright.html>.Diakses pada Juni 2012.
189 Lihat Antariksa.2005. Tuan Tanah Kawin Muda: Hubungan Seni Rupa-LEKRA 1950-1965.
Yogyakarta:Yayasan Seni Cemeti.
190 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
sekaligus adalah bentuk kritikan. Kita dapat melihat peran pelukis Djoko Pekik
dan aktifitas berkaryanya yang mengkritik Orde Baru dibawah kepemimpinan
Soeharto. Dalam tulisannya, A Time of Were-Pigs: Specters of Monstrosity in
Reformation Indonesia. Nancy K. Florida mengemukakan bahwa, bagi Djoko
Pekik, lukisan merupakan sebuah hubungan antara “documentation of the past in
visual art” dan “the animation of historical memory in the present” 191
. Di dalam
tulisannya, Florida meneliti secara mendalam lukisan Triologi Celeng dari Djoko
Pekik, dan melihat konstelasi narasi sejarah yang dibentuk dari sudut pandang dan
proses kreatif seniman. Pada bagian berikut ini, akan diuraikan pembahasan
tentang kritik seniman atas narasi-narasi identitas kebangsaan yang datang dari
pemerintah. Kritik tersebut hadir dalam bentuk seni visual.
3.1.2.a. Histeria di Dalam Karya-Karya Tony : Sebuah Gugatan
Dalam penerapan konsep Lacan pada pembahasan karya seni visual
sehubungannya dengan ide tentang identitas nasional ini, digunakan salah satu
konsep dari psikoanalisa yaitu wacana Histeris. Wacana ini merupakan bagian dari
konsep empat wacana yang ada di dalam Psikoanalisa Lacanian. Setiap elemen
dalam rumusan wacana tersebut, seperti terlihat pada Gambar 56, memiliki peran
berdasarkan posisinya masing-masing. Dalam rumusan wacana Histeris, posisi
kiri atas (Agent) ditempati oleh “$” yang merupakan subyek yang terbelah,
terkastarsi, atau teralienasi. Pada posisi kiri bawah (Truth) diisi oleh “obyek a
kecil” yang adalah residu, atau jejak-jejak dari “primary process” yang
191
Florida, Nancy K. A Time of Were-Pigs : Specters of Monstrosity in Reformation Indonesia.
University of Michigan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
mengingatkan subyek pada Jouisancce. Master signifier atau “S1”, menempati
posisi kanan atas (Liyan), sedangkan “S2” yang merupakan kumpulan penanda
yang bersifat mendasar ditempakan di bagian kanan bawah (Product)192
.
Gambar 56. Rumusan Wacana Histeris
Wacana Histeris menggambarkan sebuah subyek terbelah yang mengalami
represi yang kuat dari master signifier. Hal ini tampak bila dilihat dari posisi “$”
pada rumusan wacana Tuan, di mana “$” terletak di posisi Truth. Pemahaman ini
diambil dari hubungan antara dua wacana tersebut, wacana Histeris dan wacana
Tuan. Saat berada di Wacana Tuan subyek terus menerus, atau dapat dikatakan
dipaksa, untuk memakai Bahasa Sang Ayah, dalam hal ini “S1” atau master
signifier demi mencapai Joissance. Di dalam wacana Histeris, Subyek “$”
mengambil posisi agent. Posisi ini adalah sebuah tempat di mana elemen yang
mengisinya akan mulai “bicara”193
. Penanda yang digunakan dalam proses
“bicara” ini diarahkan kepada posisi di kanan atas yaitu Other, yang ditempati
oleh master signifier atau “S1”.
192 Lihat, Verhaeghe,Paul. Lacan Theory on Four Disucourses.4. The Letter. Lacanian
Perspectives on Psychoanalysis, 3.1995. 91-108 Penjelasan dan uraian dari teori empat wacana ini
juga didasarkna pada catatan penulis dari diskusi-diskusi di dalam perkuliahan pada mata kuliah
Psikoanalisa dan Kritik Ideologi. Magister Ilmu Religi dan Budaya Univeristas Sanata Dharma
.2013.
193 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Subyek terbelah “$” yang berada di posisi agent, adalah subyek yang
tidak berbahasa. “$” di sini adalah “Id”, atau “Es” yang berbicara dengan
tubuhnya. Bila di wacana Tuan “$” menjadi penyebab “S1” yang pada posisi agen
untuk berbicara, maka di wacana Histeris, “$” mencoba untuk berbicara sendiri.
Histeria yang terjadi pada “$” merupakan akibat dari penggunaan penanda utama
atau “S1” yang terlalu lama di dalam wacana Tuan. Bentuk histeria hadir dalam
dua jenis yaitu Anestesia (mati rasa, bisu) atau Hipersensitif (terlalu peka dan
banyak bicara)194
.
Di dalam analisa ini para seniman, pelukis-pelukis, di Arte Moris akan
ditempatkan di dalam posisi subyek yang terbelah dan menjadi agen ini. Histeria
yang ada pada diri mereka digambarkan melaui tenaga pendorong yang membuat
mereka berbicara. Dalam wacana Histeris posisi truth yang berfungsi untuk
membuat agen bicara ditempati oleh “obyek a kecil”, jejak-jejak dari Joissance.
“obyek a kecil” merupakan simptom-simptom yang membuat subyek atau “$”
bicara demi pencapaian yang dihasratkannya menuju “penyatuan dengan Ibu”.
Jejak-jejak ini berupa simptom-simptom, atau kecenderungan dalam
berkarya seperti yang sudah dipaparkan pada pembahasan tentang simptom di
bagian sebelumnya. Secara garis besar simptom-simptom itu hadir dalam
penanda-penanda seperti tradisionalitas, tokoh nasional, dan bendera. Penanda-
penanda ini menjadi bahasa yang digunakan oleh “$” dalam amukan histerisnya
pada master signifier yang menempati posisi Liyan. “S1” di dalam pembahasan
ini, ditempati oleh penanda utama tentang Identitas nasional Timor Leste. Hal-hal
194 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
apa sajakah atau seperti apa sajakah yang dapat disebut sebagai penanda utama
pembicaraan tentang identitas kebangsaan Timor Leste?
Penanda utama tesebut merupakan hal-hal yang berada dalam rangkaian
atau deretan panjang dari sebuah narasi sejarah. Narasi sejarah yang dimaksudkan
di sini adalah narasi sejarah Timor Leste. Di dalam narasi sejarah tersesbut,
terdapat bagian-bagian seperti sejarah masa pendudukan Portugis yang cukup
panjang, dan juga masa pendudukan Indonesia yang diwarnai dengan penindasan
dan represi rezim militer.
Objek “a” kecil yang bersifat simptomik, merupakan bagian dari sejarah
panjang Timor Leste yang dapat ditemui di dalam penanda-penanda utama yang
ada tentang identitas Timor Leste. Bentuk-bentuk penanda utama ini dapat
ditemui di dalam museum AMRT ( Arkivu e Muzeu da Rezisténsia Timorense.
Portugis: Arsip dan Museum Resistensi Timor Leste)195
, yang memiliki banyak
dokumen tentang bagaimana seni visual telah berperan di dalam perjuangan
resistensi. Dalam dokumentasi tentang unjuk rasa-rasa, seperti yang dapat dilihat
pada gambar di bawah ini, terlihat bahwa identitas nasional disuarakan lewat
elemen-elemen visual seperti spanduk bergambar tokoh-tokoh nasional ( Gambar
58), bendera, serta pakaian atau atribut-atribut yang dapat dikenakan seperti topi
atau baju (Gambar 57).
195
Lihat http://amrtimor.org/amrt/index.php?lingua=pt. (Situs resmi AMRT, diakses pada
Desember 2013). AMRT didirikan pada tahun 2005, bertempat pusat di kota Dili dekat dengan
Gedung Parlemen dan Gedung pemerintahan . Museum ini memiliki koleksi data visual yang
cukup banyak dan bervariasi tentang sejarah gerakan resistensi di Timor Leste,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Gambar 57. Foto Unjuk Rasa di Santa Cruz,Dili.1991. Foto: Dokumentasi
AMRT
Gambar 58. Foto salah satu spanduk dalam unjuk rasa Santa Crus 1991.
Foto: Dokumentasi AMRT
Ketika penanda-penanda ini digunakan dan berfungsi sebagai bagian dari
memori kolektif di dalam museum, mereka kemudian menjadi Master Signifier
yang akan berdiri sebagai representasi ide identitas nasional Timor Leste. Dalam
hal ini pemerintah yang berperan sebagai pihak yang menyuplai “penanda”
tentang identitas nasional. Pada bagian ini kita dapat menerapkan teori wacana
Tuan. Pada wacana ini pemerintah sebagai agen melihat Liyan, S2, berupa
pengetahuan tentang narasi sejarah sebagai bagian yang harus dikuasai,
mastering, untuk membentuk identitas nasional. Truth yang mendorong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
pemerintah untuk bergerak seperti itu tidak lain adalah subyek, atau masyarakat
Timor Leste secara umum yang tengah mengalami lack dan terpisah dari obyek
”a” yang merupakan jejak menuju apa yang sebenarnya mereka hasratkan.
S1 > S2
$ a
Dalam esai pendek nya yang berjudul The Archives of East-Timorese
Resistance and the issue of National Identity196
, dan berfungsi sebagai catatan
pengantar dalam museum AMRT, José Mattoso menuliskan bahwa identitas
nasional Timor Leste berkaitan erat dengan gerakan resistensi negara tersebut.
Mattoso melihat bahwa sejarah kolektif merupakan salah satu komponen yang
penting dalam membentuk kesadaran beridentitas. Sejarah kolektif yang
dimaksudkan di sini adalah sejarah resistensi.
Among many components of such identity awareness, the people‟s collective
history is, undoubtedly the most important. In the case of East-Timor, the
Resistance obviously constitutes the key historical factor of the country‟s
short history. Moreover, it is this component that best represents collective
consciousnes.197
Apa yang disebut oleh Mattoso dapat menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah
Timor Leste lewat AMRTnya untuk menyusun sebuah tatanan identitas nasional
kebangsaan. People’s collective history yang berkaitan dengan sejarah resistensi,
merupakan pengetahuan yang tentu saja akan dipilih-pilih berdasarkan nilai
obyektifitasnya agar dapat berdaya menjadi penanda-penanda tentang sebuah
kedirian yang berlandaskan kebangasaan.
196
Lihat http://amrtimor.org/drt/index.php?lingua=en (diakses pada Desember 2013)
197 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Dalam sejarah resistensi, hasrat para pejuang kemerdekan Timor Leste
untuk menyatakan diri mereka, menjadi orang Timor Leste dengan segala
kedaulatannya kenegaraannya, ditekan dan dibasmi secara brutal oleh kekuatan
militer pemerintahan Integrasi Indonesia. Para seniman Arte Moris melakukan
napak tilas ini dengan mengikuti “jejak-jejak” yang ada. Jejak-jejak berupa obyek
“a” yang bersifat simptomatik. Jauh sebelum penanda-penanda itu menjadi Master
Signifier yang sebagai subyek yang histeris akan mereka bongkar lagi.
Saat para seniman Arte Moris menggunakan penanda-penanda dari narasi
resistensi dan sejarahnya ini (atau dapat dikatakan penggunaan penanda-penanda
yang diperluas dengan adanya tema seperti tradisionalitas yang tidak terlalu
banyak digunakan dalam sejarah gerakan resistensi) maka mereka sedang
melakukan sebuah napak tilas, atau perjalanan kembali. Perjalanan yang
diarahkan menuju “penyatuan dengan Ibu”. Dengan adanya posisi dari pemerintah
yang membangun pasokan – pasokan bagi penanda tersebut, dan bila para
seniman menggunakan penanda-penanda tersebut maka mereka akan memasuki
proses simbolisasi, dan dengan demikiaan maka wacana tuan akan berlangsung,
seniman sebagai subyek akan bicara dengan bahasa sang Ayah, dalam hal ini
pemerintah, dan terpisah dari hasratnya.
Pada kenyataannya, ditemukan bahwa tidak semua seniman di Arte Moris,
menerima begitu saja apa yang telah pemerintah usahakan atau bangun tentang
identitas nasional. Ada seniman yang secara kritis menanggapi wacana-wacana
yang dibentuk oleh pemerintah tersebut. Seniman dengan tipe seperti ini dapat
dikatakan tengah “mengamuk” pada konsep identitas nasional yang sedang
dibangun oleh pemerintah resmi. Seniman ini tentu telah memasuki masa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
simbolik di mana dia telah bersentuhan dengan master signifier atau sang Ayah
yang mengkastarsinya. Tugas dari fase simbolik adalah membuat subyek sampai
dapat merasakan bahwa “hal yang selama ini dia lakukan, dianutnya, adalah
bukan hal sebenarnya yang dia maui (desired)”. Bila subyek telah sampai pada
tahap seperti ini maka ia akan bertemu dengan hasratnya.198
Secara lebih khusus, para seniman ini melakukan pembacaan-pembacaan
atas bentuk-bentuk-bentuk pemahaman tentang identitas nasional yang hadir
dalam masyarakat tempat mereka berada. Bentuk dan pemahaman yang
merupakan penanda. Gugatan dan amukan tentang Identitas nasional kemudian
hadir dalam bentuk karya yang bertanya dan membongkar ide-ide tentang
identitas tersebut datang dengan mengatas namakan pemerintah resmi. Hal ini
seperti dilihat dalam karya pameran tunggal oleh salah satu dari seniman
“perintis” Arte Moris, Jose de Jesus Amaral atau lebih dikenal sebagai Tony. Pada
pameran dengan tajuk “Dame Ba Rai Ne be’e Maka Iha Problema” ( Tetum :
Damai bagi tanah yang bermasalah) dan berlangsung pada tanggal dua puluh
empat September sampai delapan Oktober 2011 di Galeri Arte Moris,Comoro,
Dili, Timor Leste,199
tersebut Tony membuat lukisan-lukisan yang memakai koran
lokal sebagai ganti kanvas atau media utama dalam melukis.
Pameran ini merupakan pameran tunggal yang pertama bagi Tony. Koran-
koran yang dipakai sebagai kanvas tersebut memberitakan permasalahan yang
198
Catatan Kuliah Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi. Yogyakarta : Magister Ilmu Religi dan
Budaya. USD.2013.
199 Lihat situs http://tekeemedia.com/tag/exhibition/. Diakses pada Desember 2013. Semua
lukisan dari pameran tunggal Tony “Dame Ba Rai Ne be’e Maka Iha Problema “ yang dibahas
di dalam Tesis ini bersumber dari situs ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
terjadi di dalam negara kecil itu. Tony “mengamuk” dengan membuat pola-pola
lukisan dan garis di atasnya. Pada komentarnya atas karya-karya tersebut ,Tony
menyebutkan tentang pemikiran-pemikirannya yang meliputi kritik atas ide
kebangsaan dan “bernegara dan menjadi orang Timor Leste” yang ditangkapnya
di dalam masyarakat.
Hau sinti hanesan ba haunia partikulare, hau bain hira lee journal hau sinti
hau tauk fali, tanba atu hare informasaun barak iha ita nia laran iha hau laos
seintauk tanba lakohi atu lee no hau mos lakoi atu sinti hanesan buat ida mak
hakerek iha journal, entaun hau koko uja journal para halo pintura fali, buat
nebe mak iha laran sai hanesan idea ida ba hau. Dala barak media hatudu deit
identidade sira maka akontese iha governo. Sei media servisu tuir media,
media laos hatudu deit..., tanba ita hare identidade Timor laos governo.
Identidade Timor barak. Dala rumak iha journal ita hare media hatudu fali
musik husi rai seluk nian, maka hatama iha journal. Agora oin sa maka kona
ba ita nia musisi maka ema barak iha Timor? 200
(Tetum: saya merasa secara pribadi, ketika saya membaca koran saya malah
merasa takut. Karena ketika melihat informasi yang banyak itu saya meras
tidak ingin menjadi seperti apa yang diberitakan oleh koran-koran itu. Oleh
karena itu saya memakai koran itu untuk mebuat lukisan. Hal-hal yang di
dalam koran menjadi ide bagi saya. Banyak kali media hanya menunjukkan
identitas-identitas (Timor Leste) yang diambil dari pemerintah. Bila media
bekerja dengan baik, maka media tidak akan hanya menunjukkan hal ini...,
karena identitas Timor tidak dilihat dari pemerintah. Identitas Timor itu
banyak.Beberapa kali di dalam koran kita melihat media menunjukkan musik
dari tempat yang lain. Sekarang bagaimana dengan musisi Timor sendiri yang
jumlahnya banyak ini?)
200 Wawancara Tony dalam video dokumentasi Arte Moris untuk pameran tunggalnya.2011.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Gambar 59. Jose de Jesus Amaral atau Tony. Foto :Dokumentasi Arte Moris
2013.
Dalam pameran tunggal tersebut, tema yang diangkat Tony adalah kritik
atas media yang menurutnya adalah perpanjangan tangan dari pemerintah.
Keresahan yang dialami Tony adalah tentang posisi media yang tengah mencoba
memberikan sebuah bentuk dari identitas Timor. Sasaran kritiknya berkaitan
dengan tiadanya kinerja yang baik dari pemerintah melalui sarana-sarana
pendukungnya. Hal yang paling ditekankannya adalah : media mengikuti apa
yang diarahkan pemerintah. “Dala barak media hatudu deit identidade sira maka
akontese iha governo. Sei media servisu tuir media, media laos hatudu deit...,
tanba ita hare identidade Timor laos governo. Identidade Timor barak. ( Tetum:
Banyak kali media hanya menunjukkan identitas-identitas (Timor Leste) yang
diambil dari pemerintah. Bila media bekerja dengan baik, maka media tidak akan
hanya menunjukkan hal ini..., karena identitas Timor tidak dilihat dari pemerintah.
Identitas Timor itu banyak. ) Menurut Tony identitas Timor bukan identitas yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
sebagaimana dibentuk oleh governo atau pemerintah. Dalam pengamatannya
identitas Timor itu banyak.
Dari pendapat Tony itu kita dapat melihat sebentuk “amukan” atas
wacana-wacana media yang tengah membentuk realitas tentang Timor Leste,
termasuk identitas nasional dan kebangsaan Timor di dalamnya. Tony menyerang
Master Signifier yang ada, yaitu pemerintah yang bahasanya atau penanda-
penandanya terlihat jelas lewat media. Teknik penggambaran di dalam karya-
karya ini meliputi ; “penimpaan” warna dan pola-pola visual , dan penggunaan
teks, yang merupakan sebuah penciptaan teks baru. Penciptaan teks ini juga hadir
dengan memanfaatkan teks yang sudah ada pada kertas koran tersebut. Seperti
yang terlihat dalam lukisannya yang terdapat tulisan Peace to this troubled land
(2011) ( Gambar 60) dan juga berjudul sama. Pada lukisan itu, Tony menekankan
permainan bentuk yang cenderung bebas, Tony sedang berbicara atau
menyampaikan pendapat tentang identitas Timor yang banyak itu. Apa yang
tengah di lakukan dengan amukannya itu adalah menolak atau tidak mengakui
penanda-penanda yang ada di dalam koran tersebut. Penolakan ini berdasarkan
apa yang dirasakannya, yaitu kegagalan dari bahasa-bahasa itu untuk membawa
dirinya pada apa yang sebenarnya dihasratinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Gambar 60. “Dame ba Rai Nebee Maka Iha Problema”(Tetum: Damai bagi tanah yang
bermasalah). Salah satu Lukisan Tony di atas Koran, yang juga menjadi judul dari pameran
tunggalnya. Foto :Dok. Tekeemedia.com. 2011.
Lukisan Halo Sira Kontenti Dala Ida Taan .(Tetum: Bikin mereka senang,
sekali lagi) (Gambar 61) adalah karya Tony yang memainkan teks yang sudah ada
dalam koran yang dijadikan kanvas itu. Lukisan ini juga menyuarakan bahwa
subyek harus memenuhi tuntutan dari liyan Simbolik. Teks yang berbunyi “Halo
Servisu Diak” (Tetum : Bekerjalah dengan baik) , dan juga judul yang berbunyi
“Bikin Mereka Senang Sekali Lagi” menunjukan sebuah reaksi dari subyek atas
Liyan. Subyek harus memenuhi tuntutan liyan Simbolik, dalam hal ini
pemerintah, dengan cara “bekerja dengan baik”.
Gambar 61.“Halo Sira Kontenti Dala Ida Taan”.(Tetum: Bikin mereka
senang, sekali lagi).2011. Teks : “Halo Servisu Diak” (Tetum :Bekerjalah
dengan baik).
Lukisan pada Gambar 62, La Hanesan Ita Hanoin (Tetum: Tak seperti
yang kita bayangkan) ,lewat judulnya, menggambarkan apa yang menjadi
kekhawatiran mendasar dari Tony. Kekhawatiran itu adalah mengenai hal-hal
yang sebenarnya tidak pernah dapat memuaskan apa yang diinginkan oleh subyek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Apa yang disampaikan pemerintah lewat bahasa media, merupakan sesuatu yang
diharapkan diterima oleh masyarakat sebagai sebuah kebenaran. Hal ini ditentang
Tony, kebenaran umum ini baginya adalah sesuatu yang jauh berbeda dengan apa
yang sebenarnya. Apa yang dibayangkan orang lewat bahasa pemerintah jauh dari
apa yang sebenarnya mereka hasratkan.
Gambar 62. “La Hanesan Ita Hanoin”(Tetum: Tak Seperti Yang Kita
Bayangkan).2011.
Arah yang hendak dituju Tony melalui lukisan-lukisannya ini adalah
sebuah perubahan atau bentuk baru dari apa yang dikritiknya. Dasar dari kritikan
Tony adalah ketidakpuasan terhadap hal-hal yang ada. Kehadiran sebuah
perubahan atau sebuah pembaharuan akan menjadi sebuah permulaan yang baru.
Hal ini terlihat dalam lukisannya yang berjudul, Principio ( Portugis: Permulaan)
(Gambar 63). Pada lukisan ini sebagian besar pembacaan dan pembahasan datang
dari judulnya yang berbicara cukup jelas. Pada aspek warna, di dalam lukisan ini
masih terdapat warna-warna seperti kuning, merah, dan hitam yang dapat dilihat
sebagai bentuk yang merujuk pada warna-warna bendera nasional atau warna tais.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Di dalam teori wacana histeris, S2 menempati posisi product. S2 merupakan
pengetahuan yang hadir sebagai hasil dari mekanisme wacana ini. Lukisan
Principio dapat menunjukkan indikasi ke arah ini. Sebuah permulaan untuk
memulai perjalanan menuju penanda-penanda yang baru.
Gambar 63. “Principio” ( Portugis: Permulaan ).2011.
Sebagai seniman yang histeris, Tony adalah subyek berada pada posisi
agen. Media dan pemerintah yang tengah dikritiknya berada pada posisi Liyan.
Hal yang menggerakkan Tony adalah obyek “a” kecil yang berada di posisi truth.
Hasil-hasil karyanya hadir dalam bentuk amukan, gugatan dan mempertanyakan
tentang identitas nasional. Tony menggugat penanda-penanda tentang identitas
nasional yang dibangun oleh pemerintah melaui media. Hasil dari wacana histeris
adalah sebuah product berupa pengetahuan, S2, dan diskusi tentang wacana
identitas kebangsaan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
$ > S1
a S2
Ketika subyek berada dalam kondisi histeris salah satu hal yang menjadi tanda
utama adalah adanya pengalaman kebertubuhan yang selalu gagal diwacanakan201
.
Ketiadaan tanda ini dapat berarti bahwa usaha yang dilakukan oleh para seniman
bersifat propaganda semata. Pada bagian selanjutnya akan dibahas salah satu
karya Tony yang berhubungan dengan pergulatannya tentang kebebasan. Karya
yang terdiri dari tiga buah lukisan ini memakai tubuh khususnya wajah sebagai
obyeknya yang utama.
3.1.2.b. Dari Simptom ke Pengetahuan : Tony dan Lukisan-Lukisan “Hakarak
Livre”
Tony dapat dikatakan membongkar kembali apa yang disebut dengan
identitas kebangsaan Timor Leste yang mereka terima dari pemerintah resmi.
Penyalur-penyalur penanda tentang identitas kebangsaan ini adalah media di
negara tersebut. Seperti pendapat yang diungkapkan Tony, menurutnya media
merupakan salah satu alat dari pemerintah untuk berkomunikasi dengan
masyarakatnya dan salah satu alat untuk menunjukkan dan membentuk identitas
negara tersebut.
Tony, melalui karya serta proses kreatifnya, mengamuk dan mengkritik
pembentukan identitas Timor Leste yang menurutnya gagal atau paling tidak salah
arah. Ia mengkritik penanda-penanda tentang identitas nasional yang datang dari
201
Catatan dan diskusi penulis dengan pembimbing dalam proses penulisan tesis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
pemerintah. Ini dapat ditemui di dalam lukisan-lukisan di dalam pameran tunggal
perdananya. Sebagian besar lukisan yang dihasilkan oleh Tony menerabas bentuk-
bentuk visual yang lazim dipakai pelukis Arte Moris lain saat mereka melukis
tentang identitas nasional.
Setelah subyek menggugat dan mengamuk terhadap penanda-penanda
indentitas nasional yang datang dari posisi Liyan, mekanisme yang bergerak dalam
teori empat wacana tersebut akan menghasilkan sebuah produk. Posisi produk
tersebut diisi oleh S2, yaitu pengetahuan yang baru. Pengetahuan baru tentang
identitas nasional seperti apa yang dapat terbentuk ? S2 merupakan penanda yang
bersifat biner dan tak tunggal seperti penanda utama, maka pengetahuan baru ini
dapat dikatakan bersifat lebih cair dan dalam konteks seni visual dapat dikatakan
lebih eksploratif.
Dalam pembahasan tentang bentuk-bentuk S2 atau pengetahuan yang dapat
dihasilkan ini, penulis akan membahas beberapa karya yang dinilai memiliki
aspek-aspek untuk dibahas sebagai bentuk pengetahuan tersebut. Karya ini tidak
secara langsung menggambarkan bentuk pengetahuan yang dihasilkan oleh
wacana histeris. Karya-karya lukisan ini dibahas masih dalam sebuah rangkaian
pembahasan tentang histeria yang ditunjukkan oleh seniman dalam karyanya.
Pada bagian berikut ini, kita akan melihat karya-karya Tony yang berupa
tiga buah lukisan dengan judul yang sama. Judul-judul lukisan tersebut adalah “
Hakarak Livre I” ( Gambar 64) Hakarak Livre II” (Gambar 65) , dan “Hakarak
Livre III” (Gambar 66) (Tetum : Mau Bebas). Karya-karya ini diciptakan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
tahun 2012, satu tahun setelah pameran tunggalnya, dan tema dari seri Hakarak
Livre ini adalah tentang bagaimana seseorang memaknai kebebasan.
Pada tiga lukisan ini hal yang diangkat oleh pelukisnya adalah pemahaman
tentang livre atau kebebasan. Menurut Tony inti dari kebebasan berarti sebuah
semangat untuk bebas202
. Dapat dikatakan bahwa semangat kebebasan ini adalah
tentang kebebasan dari penjajahan, karena saat menguraikan tentang semangat
livre ini, Tony merujuk pada para “funu nain sira” para pejuang perang
kemerdekaan203
. Menurut Tony hanya para pejuang yang mengerti sebenar-
benarnya arti kebebasan itu, dan di masa sekarang masyarakat Timor Leste pada
umumnya tidak memahami makna kebebasan tersebut. Masyarakat cenderung
memaknai kebebasan dalam bentuk yang terlalu luas dan membuat mereka
menjadi salah arah. Bagi Tony, hanya sedikit orang yang dapat memahami arti
sebenarnya dari livre atau kebebasan.
Dalam tiga karya “Hakarak Livre” ini Tony melukis figur dengan
potongan close-up. Fokus lukisan adalah pada kepala para obyeknya. Sosok-sosok
yang pada gambar ini, dihiasi dengan warna pada wajah dan akseoris yang
dikenakan pada bagian tubuh disekitar wajah. Pada Hakarak Livre I (Gambar 64)
figur yang dilukis mengenakan aksesoris pada hidung, mulut, dan leher. Referensi
aksesoris ini tidak merujuk pada aspek tradisional Timor Leste. Perhiasan di leher
sosok tersebut mengingatkan pada bentuk Kaibauk, perhiasan tradisional Timor
Leste.
202
Wawancara penulis dengan Tony, Dili, Januari 2012.
203 Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Gambar 64.Tony, Hakarak Livre I, Foto.dok. Arte Moris.2012
Sosok siapakah yang sebenarnya dilukis oleh Tony? Ia tidak menghiasi
sosok-sosoknya itu dengan perhiasan tradisional Timor Leste seperti yang kerap
dilakukan oleh seniman Arte Moris yang lain. Pada bagian hidung dari tiga sosok
dalam lukisan-lukisan itu, terdapat perhiasan yang terpakai dengan cara menembus
salah satu bagian kulit pada hidung. Apakah melalui penggambaran ini Tony
hendak menunjukkan simbol pengekangan, atau pengendalian. Seperti yang
diketahui secara umum, bahwa binatang seperti sapi, kerbau, atau kuda
dikendalikan dengan cara memasang sejenis rangkaian tali-temali pada bagian
hidungnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Gambar 65.Tony,Hakarak Livre II, Foto dok. Penulis 2012.
.
Gambar 66. Tony, Hakarak Livre III. Foto.dok. Penulis.2012.
S2 dalam wacana histeris berarti produk yang berupa pengetahuan baru.
Apa yang hendak disampaikan Tony tentang identitas nasional Timor Leste?
Dapat dikatakan sang seniman tengah mengguncang pemahaman yang sudah-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
sudah tentang bendera, tradisionalitas, dan penokohan para pejuang. Hal- hal ini
merupakan penanda-penanda diterima oleh mereka dari Liyan. Mereka mencoba
menggugat semua itu demi bertemu dengan sebuah hasrat yang baru yang akan
menjadi dasar libidinal mereka dalam menjadi orang Timor Leste.
Tony memilih untuk memakai wajah dalam lukisannya, wajah siapakah
itu? Dan tubuh siapakah itu ? Tubuh sang pelukis yang histeriskah? Subyek
terbelah atau $ merupakan gambaran dari subyek yang tidak bicara dengan bahasa
melainkan dengan tubuh. Pada Hakarak Livre III (Gambar 66) terlihat adanya
warna bendera nasional dan pola-pola bentuknya yang oleh Tony dalam gambar
ini ditata ulang dengan cara tertentu. Masing-masing warna kecuali warna kuning
dan putih (untuk bintang) tidak ditempatkan pada posisinya sesuai dengan bentuk
pada bendera nasional.
Apakah Tony tidak puas dengan pengeksplorasian bendera dan warna serta
bentuknya yang menjadi seperti sebuah “parade” besar ? Sebuah cara yang
diusung oleh beberapa pelukis lain di Arte Moris. Tony memainkan warna bendera
dan bentuk-bentuknya lewat cara yang tidak biasa. Hal ini terlihat pada Hakarak
Livre III, di mana posisi yang ditempati warna hitam diganti dengan warna merah.
Inti dari lukisan-lukisan di seri Hakarak adalah pertanyaan Tony tentang
kebebasan. Apakah Tony ingin bebas dari kekangan simbol-simbol tradisional,
gambar tokoh nasional, dan juga bendera saat bicara tentang identitas kebangsaan
Timor Leste?
Menurut Tony, subyek yang betul- betul berhasrat tentang kebebasan susah
untuk ditemui dalam kehidupan Timor Leste modern, ada tapi sedikit, dan hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
para pejuang di masa lalu yang secara pasti paham tentang kebebasan itu. Tony
merindukan sebuah hal dari masa lalunya, di mana menurutnya hanya mereka di
masa lalu yang dapat bicara secara pasti tentang kebebasan atau secara khusus,
bicara tentang menjadi orang bebas, orang Timor Leste yang bebas.
Gambar 67. Topeng Tradisional Timor 204
Apa yang dilakukan oleh para seniman Arte Moris adalah sebuah usaha
untuk memaknai hal yang disebut dengan identitas kebangsaan. Pergulatan para
seniman ini memberikan sebuah gambaran yang di dalamnya terdapat bagian-
bagian yang membentuk pembahasan atau diskusi tentang identitas nasional. Apa
yang dicari atau dibentuk oleh para seniman Arte Moris, mungkin sama dengan
seniman tak dikenal yang menciptakan topeng tradisional Timor (Gambar 67).
Pembuat topeng tersebut ingin memaknai keberadaannya. Pertanyaan tentang
apakah topeng itu mewakili wajah sesungguhnya yang ada di balik topeng
tersebut sama dengan pertanyaan apakah lukisan-lukisan para seniman Arte Moris
yang ingin menggambarkan identitas kebangsaan Timor Leste.
204
Sumber Foto , http://easttimorlegal.blogspot.sg/2011_01_01_archive.html. Diakses pada Juni
2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Karya Seni Visual dan Muatan Identitas Nasional
Dalam sejarah yang membentuk gambaran perjalanan panjang Timor Leste
sebagai sebuah negara, seni visual telah memainkan peranan yang cukup penting
di dalamnya. Dimulai dari gambar-gambar yang bercerita tentang orang Timor di
dalam karya-karya visual di masa kolonial Portugis, berlanjut ke masa gerakan
resistensi pada era pendudukan Indonesia, hingga pada masa kemerdekaan negara
tersebut. Di masa kemerdekaan, para seniman dan pelukis di Timor Leste
memiliki kesempatan untuk bicara tentang sebuah identitas baru, atau paling
tidak, sebuah identitas yang merupakan hasil narasi sejarah yang bersentuhan
dengan mereka. Sebuah identitas yang berdasarkan atas sebuah kenyataan baru
yaitu kenyataan tentang hidup dalam sebuah bangsa atau negara yang merdeka
dan berdaulat.
Para seniman, khususnya pelukis yang dibahas dalam tesis ini, merupakan
seniman - seniman yang memiliki memori kolektif tentang identitas kebangsaan.
Dalam proses kreatifnya, para seniman tersebut berbicara lewat karya seni dan
menggunakan memori kolektif yang dimilikinya sebagai sumber untuk
mengatakan atau mengekspresikan tema identitas kebangsaan. Tema tersebut lahir
dari sebuah perjalanan tersendiri. Seniman-seniman dalam komunitas Arte Moris,
yang secara khusus merupakan inti dari kajian di dalam tesis ini, memiliki tema
karya yang beragam sehubungan dengan waktu persentuhan mereka dengan dunia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
seni. Selain tema identitas nasional, tema-tema lain yang pernah mereka geluti
terkait dengan trauma atas konflik.
Berdasarkan pemaparan Gabriella Ganser tentang Arte Moris, di masa-
masa awal ketika sekolah seni itu mulai berdiri, tema lukisan yang paling banyak
dikerjakan menggambarkan trauma dari konflik yang baru saja dilewati oleh
hampir seluruh bagian masyarakat di negara tersebut205
. Tema-tema ingatan
kelabu ini oleh Gansser disebut sebagai tema “dark memory”. Lukisan-lukisan
dengan tema memori konflik ini banyak menggambarkan perkosaan, dan
kekerasan fisik yang menurut Gabriella memakan korban hampir pada tiap
keluarga di Timor Leste. Kehadiran tema ini sebagian besar didukung dan
direncanakan oleh para pendiri Arte Moris sendiri, pasangan suami istri Luca dan
Gabriella Gansser. Mereka menggunakan seni sebagai terapi untuk para pemuda
di daerah konflik. Penggunaan seni sebagai terapi ini sebagaimana dapat terlihat
dalam pernyataan yang tercantum di dalam situs resmi Arte Moris.
Berdasarkan penelitian lapangan penulis di Arte Moris, pada tahun 2012,
seni sebagai terapi tidak diterapkan di Arte Moris dalam bentuk metode atau
kurikulum khusus. Seni sebagai terapi lebih dilihat dan dijalankan sebagai sebuah
semangat yang sifatnya mendasar. Sebuah semangat di mana para seniman
menggantungkan harapan untuk bisa melanjutkan hidup mereka di tengah-tengah
keadaan paska konflik. Semangat dari seni sebagai terapi ini kemudian
memberikan kesempatan bagi para seniman untuk lebih bebas dan sadar akan
kemungkinan-kemungkinan berkarya yang tak terbatas dalam dunia seni visual.
205
Lihat wawancara dengan Gabriella Gansser .Von Hein, M. “Timorese Artists Seek
Reconciliation.” dw.de. <http://www.dw.de/dw/article/0,,4610291,00.html>. Diakses pada 21
Juni 2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Tema identitas kebangsaan menjadi sebuah tema yang cukup kuat di dalam
komunitas seniman Arte Moris. Semua pelukis yang tergabung di dalam
komunitas ini memaknai tema identitas kebangsaan atau nasional sebagai salah
satu bagian dari perjalanan atau proses kreatif mereka. Proses kreatif para seniman
dalam memakai tema ini memiliki beberapa kecenderungan yang dalam sudut
pandang psikoanalisa Lacanian dapat dikelompokkan sebagai simptom.
Kecenderungan atau simptom berupa penggunaan dengan kuantitas yang tinggi
dari elemen-elemen visual tertentu yang tampak di dalam lukisan-lukisan tersebut.
Simptom-simptom yang ditemukan di dalam penelitian ini meliputi tiga
hal pokok yaitu, yang pertama, penggunaan simbol-simbol atau aspek-aspek
tradisional dalam lukisan,yang kedua, penggambaran tokoh-tokoh nasional, dan
yang ketiga, penggambaran bendera serta penggunaan aspek-aspek visualnya
seperti bentuk dan warna. Tradisionalitas yang dipakai atau diolah di dalam
lukisan-lukisan tersebut merupakan bentuk pijakan identifikasi paling awal bagi
para subyek dalam melihat diri mereka sebagai orang Timor Leste. Sedangkan
bendera dan tokoh nasional merupakan penanda-penanda yang merujuk pada
identifikasi yang bersifat simbolik. Identifikasi ke arah subyek sebagai warga dari
sebuah negara.
Tradisionalitas merupakan bagian dari fase cermin yang dilewati oleh
subyek dalam proses identifikasi. Di bagian ini, subyek berhadapan dengan sang
ibu sebagai liyan yang memberikan kesadaran bahwa dirinya sebuah bentuk
kesatuan yang berdiri sendiri, dan bukanlah sebentuk keberadaan yang terpecah-
belah seperti yang dirasakan sebelumnya. Fungsi dari fase ini adalah kelahiran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
ego. Sedangkan tokoh nasional dan bendera dan merupakan liyan simbolik atau
sang ayah yang berperan sebagai ego ideal.
Elemen visual berupa aspek-aspek tradisionalitas, serta penggunaan
bendera nasional dengan penekanan yang cukup kuat di dalam lukisan-lukisan
seniman Arte Moris, menunjukan rangkaian proses identifikasi subyek. Subyek
mengalami sebuah kastrasi ketika penanda-penanda dari liyan simbolik datang
sebagai sebuah bahasa yang harus mereka gunakan saat berbicara tentang identitas
kebangsaan. Hasil dari interupsi oleh penanda-penanda simbolik ini adalah karya-
karya yang menggabungkan tradisionalitas dan simbol-simbol kenegaraan.
Terlihat pada lukisan Timor (Gambar 49) karya Emelde, buaya sakral yang
berenang di lautan bendera. Juga karya lukisan yang menggambarkan pegunungan
keramat yang berselimutkan bendera seperti pada karya Ino Foho Bandeira
(Gambar 50). Lukisan karya Ino, mendapat perhatian khusus dari pihak
manajemen Arte Moris. Karya tersebut dihadirkan ulang dalam bentuk kartu pos
yang dijual sebagai cindera mata di bagian penjualan di sekolah tersebut.
Lukisan-lukisan yang dihasilkan oleh para seniman di Arte Moris, dapat
diamati berdasarkan hubungan karya-karya tersebut dengan tema atau diskusi
tentang pembentukan identitas kebangsaan Timor Leste. Bentuk identifikasi ini
tidak hanya menggambarkan pergulatan-pergulatan para seniman dalam melihat
diri mereka ataupun masyarakat Timor Leste lain secara umum sebagai satu
kesatuan di dalam identitas kebangsaan Timor Leste. Lukisan-lukisan ini juga
menunjukkan pergulatan yang lain, yaitu pergulatan subyek dalam mencari
hasratnya yang sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
4.2. Arte Moris dan Dalan Arte Nian : Mencari Identitas Timor Leste
Pada masa integrasi, pemerintah Indonesia membangun sebuah monumen
yang dinamai dengan nama Monumen Integrasi. Monumen ini dibangun di
beberapa distrik206
di negara tersebut. Bentuk dari monumen tersebut berupa
sosok lelaki dengan pakaian adat Timor Leste dalam posisi terbebas dari rantai
besi yang mengikat kedua lengannya. Makna yang diberikan oleh pemerintah
Indonesia atas monumen tersebut adalah perjuangan rakyat Timor Leste yang
berhasil melepaskan diri dari cengkraman penjajahan Portugis. Pemerintah
Indonesia memberikan sebuah pemaknaan tentang orang Timor Leste dengan
penekanan pada sisi-sisi identitas tradisional yang kuat. Hal yang sama yang
dilakukan seniman Arte Moris saat membicarakan tentang identitas kebangsaan
Timor Leste. Di sisi lain, bentuk pemaknaan ini juga beragam, dan salah satunya
hadir dalam bentuk pertanyaan, amukan, atau histeria.
Dalan arte nian, atau jalan seni merupakan sebuah pegangan hidup para
seniman di Arte Moris atau sebuah cara bagi mereka untuk memandang diri
mereka sebagai orang Timor yang juga sebagai seniman. Mereka percaya bahwa
jalan seni ini merupakan sebuah harapan bagi mereka. Tony, salah satu pelukis
perintis di Arte Moris, percaya bahwa seni dapat menjadi jalan keluar dalam
keadaan sehari-hari yang sulit. Tony mengungkapkan, “ Arte ne diak, kuando ita
osan la iha, aihan la iha, mais husi arte ita bele hetan kontenti”207
( Tetum : seni
itu baik, saat kita tak ada uang, tak ada makanan, lewat seni kita bisa
mendapatkan kebahagiaan). Suara Tony merupakan suara yang mewakili
206
Lihat, http://www.oocities.org/maubere_oan/196-50-east-timor-scream.jpg.
207 Wawancara dan perbincangan penulis dengan Tony,Dili, Januari.2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
seniman yang memilih untuk tinggal dan berkarya di sekolah dan komunitas Arte
Moris. Hal ini dalam sudut pandang psikologi Lacanian menunjukkan bagaiman
seni berfungsi sebagai sublimasi gairah hidup.208
Tony merupakan salah satu seniman yang menggunakan karya seninya
untuk bertanya, menggugat, bahkan mengamuk. Hal yang digugat adalah identitas
kebangsaan Timor Leste. Lewat karya-karya Tony di dalam pameran tunggal “
Dame Ba Rai Ne Be’e Maka Iha Problema” (Tetum : Damai bagi tanah yang
bermasalah) pada tahun 2011 di Dili, dapat ditemukan karya-karya yang
bermuatkan histeria dari Tony. Si seniman berusaha mengguncang identitas
kebangsaan yang selama ini datang dari pemerintah. Permukaan kertas koran yang
telah dipenuhi dengan teks dan gambar dipakai oleh Tony sebagai kanvasnya. Di
atas kanvas itu Tony menampilkan karya-karyanya, baik dengan memanfaatkan
bentuk visual yang sudah ada di dalam koran-koran tersebut atau menghadirkan
bentuk-bentuk yang benar-benar baru.
Lewat karya-karya di dalam pameran ini, Tony menggugat mitos yang
telah terbentuk di dalam teks-teks yang ada di dalam koran tersebut. Penggugatan
ini dihadirkan dalam bentuk pertanyaan, dan permainan teks (dengan
memanfaatkan teks yang sudah ada di dala koran atau menciptakan teks yang
baru). Apa yang dihasilkan oleh karya Tony bisa saja menjadi sebuah mitos baru,
intinya sang pelukis membalas mitos dengan mitos. Karya-karya tersebut juga
bicara tentang sebuah keinginan untuk perubahan. Sebuah perubahan yang
dihadirkan lewat sebuah permulaan yang baru.
208
Lihat St. Sunardi.Yogya City of Desire. Jogja Art Files.Edisi Perdana. ERUPSI Akademia
Psikoanalisa, Seni, dan Politik.2012. p.45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Permulaan yang diharapkan Tony adalah jalan menuju pembebasan.
Sebagaimana Tony, dalam pergulatan dengan tema identitas nasional, melukiskan
pemikirannya tentang kebebasan dalam karyanya Hakarak Livre (2012), (Tetum:
Mau Bebas), yang terdiri dari tiga buah lukisan. Tiga karya tersebut menunjukkan
eksplorasi bentuk wajah dengan elemen-elemen warna dan bentuk tertentu. Wajah
dari sosok yang sedang dan mungkin akan selalu dicari oleh mereka yang
bertanya-tanya tentang siapa orang Timor Leste itu.
Penelitian ini masih terbatas pada komunitas Arte Moris sebagai salah satu
komunitas seni di Timor Leste. Pembahasan tentang identitas nasional sebuah
negara tentunya akan semakin baik dan kuat bila dilengkapi dengan diskusi-
diskusi silang yang memberikan konteks-konteks lain dari keadaan sosial dalam
masyrakat. Hal tersebut masih belum bisa dicapai oleh penelitian ini. Sebagai
saran, penulis berpendapat bahwa penelitian dan kajian yang lebih dalam tentang
komunitas-komunitas seniman dan pergulatan mereka dalam berkarya memiliki
banyak sisi yang terbuka untuk dikaji. Dalam kasus Arte Moris, penggunaan seni
sebagai terapi, sebagai sebuah sistem tersendiri dapat dikaji lagi lebih dalam untuk
melihat hubungannya dengan pembentukan identitas baik sebagai seniman
maupun rakyat dari sebuah negara. Sebagai sebuah negara baru, Timor Leste
masih memerlukan banyak kajian-kajian yang harus terus didayakan untuk
menggambarkan keadaan dan geliat seni rupa di negara tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalan arte itu terdiri dari
banyak sisi. Terutama dalam hubungan antara para seniman dengan pemaknaan
identitas nasional. Ada yang menggambarkan kastrasi, dan interupsi dari liyan
simbolik yang kuat. Ada pula yang menggambarkan histeria ; kemarahan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
amukan karena yang simbolik tidak mempertemukan dirinya sebagai subyek
dengan hasratnya yang sebenarnya. Semua usaha yang dilakukan oleh para
seniman ini adalah rangkaian panjang dari pergulatan mereka tentang identitas
kebangsaan. Masing-masing bentuk pemaknaan membawa hasil tersendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Bahari, N.2008 Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta
Christie and Roy,Denny.2001.The Politics of Human Rights in East
Asia.London:Pluto Press.
Gunn, Geoffrey C.2005. 500 Tahun Timor Loro Sae. Dili : Sa‟he Institute for
Liberation
Gusmao, Jose A.1995. Otobiografi Kay Rala Xanana Gusmao. Jakarta : The
East Solidarity.
Gusmao, Martinho G. da Silva. 2003. Timor Lorosae: Perjalanan menuju
Dekolonisasi Hati-Diri. Malang:Dioma.
Kusno, A. dan Maneke Budiman.2009. Ruang Publik,Identitas dan Memori
Kolektif : Jakarta Pasca-Suharto.Tr.Lilawati Kurnia.Yogyakarta :Ombak.
Levine, Steven Z.2008. Lacan Reframed.London :I,B. Tauris &Co. Ltd.
Homer, Sean. 2005. Jacques Lacan. Oxon : Routledge.
Eidelsztein, Alfredo. 2009. The Graph of Desire : Using the Work of Jacques
Lacan. London : Karnac Books Ltd.
Fink, Bruce. 1997. A Clinical Introduction to Lacanian Psychoanalysis :
Theory and Technique. London : Harvard Univeristi Press.
Taylor, John G.1999. East Timor: The Price of Freedom. London: Pluto.
Taylor, John G. 1991. Indonesia’s Forgotten War: The Hidden History of East
Timor. London : Zed Books.
Ooi Keat Gin.ed.2004. Southeast Asia : a Historical Encyclopedia from Angkor
Wat to East Timor.California : ABC-CLIO inc.
Parkinson, Chris. 2009. Peace of Wall: Street Art From East Timor.
Yangni, S. 2012. Dari Khaos ke Khaosmos :Estetika Seni
Rupa.Yogyakarta:Erupsi Akademia & Institut Seni Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Zuhdi, Sutjianingsih, Sri. 1995. Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur
Untuk SD. Jakarta:Depdikbud.
Referensi Artikel, Katalog, dan Jurnal Akademik
Crook, M.2009. Inter Press Service-Noticias Financieras /Groupo de Diarios
America.
Silva ,Abilio d. C dan Barkmann, ed.2008 A Contemporary Art Movement in
Timor Leste, an essay.Museum and Art Gallery Northern Teritory in
partnership with the National Directorate of culture,Timor Leste.
1997. Luca Gansser: Angkor Mio and Works in Kuk-Kuk 96/97, Carpe Diem
Galleries, Bangkok.
Kingsburry, D.2006. National identity in Timor-Leste: challenges and
opportunities.South East Asia Research.
Traub,James.2000. Inventing East Timor. Foreign Affairs, Vol. 79, No. 4 (Jul.
- Aug., 2000), pp. 74-89P. Council on Foreign Relations.
St. Sunardi. 2012. Yogya City of Desire. Jogja Art Files.Edisi Perdana.
ERUPSI Akademia Psikoanalisa, Seni, dan Politik.
Kammen,Douglas.2010. Subordinating Timor: Central authority and the
origins of communal identities in East Timor. Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Volkenkunde (BKI) 166-2/3 (2010):244-269 Koninklijk Instituut voor Taal-,
Land- en Volkenkunde.
Verhaeghe,Paul.1995. Lacan Theory on Four Disucourses.The Letter.
Lacanian Perspectives on Psychoanalysis, 3, Spring 1995.91-108.
Referensi Internet
Http://www.suprememastertv.com/ee ( Diakses pada Agustus 2011)
http://www.scienceimage.csiro.au/mediarelease/mr11-14.html (Diakses pad
Juni 2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Http://www.artemoris.tp/index.html (Diakses pada Agustus 2011)
Http://www.dw.de/dw/article/0,,4610291,00.html .von Hein, M. “Timorese
Artists Seek Reconciliation.” dw.de. (Diakses pada 21 Juni 2012)
Http://amrtimor.org/amrt/index.php?lingua=pt (Diakses pada Desembe 2013)
Http://www.estatal.gov.tl/Documents/JOR/SERIE_I_NO_33_2009.pdf)
(Diakses pada 11 April 2013)
Referensi Data Wawancara
Abe (Avelino Cancio Silva ), 2012. Wawancara dengan penulis. Dili,12
January 2012
Agus (August Godinho ), 2012. Wawancara dengan penulis. Dili, 16 January
2012
Pelle (Moises Daibela Pereira ), 2012. Wawancara dengan penulis. Dili, 16
January 2012.
Tony (Jose de Jesus Amaral ), 2012. Wawancara dengan penulis. Dili, 13
January 2012.
Zeny (Eugenio Pereira),2012. Wawancara penulis dengan.Dili,13Januari 2012.
Douglas Kammen,2012. Wawancara dengan Penulis. Singapura, Mei 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Lampiran
Foto Berwarna dari Lukisan-Lukisan yang dibahas di BAB III
Gambar 37 .Tony and Cesario, Liurai,2003. Cat minyak pada kulit sapi. Dok.
Penulis 2012
Gambar 38.Gibrael, Be Nain Timor, 2003. Cat minyak pada peralatan dapur
yang terbuat dari anyaman bambu. Dok. Arte Moris 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Gambar 39. Ajanu, Judul tak diketahui, 2009. Cat minyak pada papan.
Foto:dok.penulis,2012.
Gambar 40. Grinaldo, Arte No Cultura,2003. Cat minyak pada kanvas.
Foto:dok. Penulis, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
Gambar 41. Abe, Performance,2005,Cat minyak pada Kanvas. Foto dok.
Penulis, 2012.
Gambar 42. Pele, Tak berjudul, 2012. Cat minyak pada Tais. Foto: Dok.
Penulis 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
Gambar 43. Anas, Hadomi Cultura, 2009. Cat minyak pada papan. Dok.
Penulis 2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
Gambar 44. Pelle, Taiscape,2007. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok.
Penulis,2012.
Gambar 45. Cesario, Bidu.2003. Cat minyak pada Kanvas.Foto:Arte Moris
,2012.
.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
Gambar 46.Cesario, Xanana,2003.Cat minyak pada Kanvas. Foto :dok.Arte
Moris, 2012.
Gambar 47. Xanana Gusmao. Sumber : Video Dokumentasi Gerakan
Resistensi Timor Leste
Gambar 49. Emeldea, Timor. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Arte
Moris, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
Gambar 50. Ino,Foho Banderia,2004 .Cat minyak pada kanvas. Foto: dok.
Arte Moris, 2012.
Gambar 51. Apepy, The Babadok, 2003. Cat minyak pada dua papan yang
digabung. Foto : dok. Arte Moris, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Gambar 52.Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee,2006.Cat minyak pada kanvas. .
Foto :dok. Penulis, 2012.
Gambar 53.Grinaldo, Proklamasaun RDTL 1975, 2005. Foto: dok. Penulis,
2012.
Gambar 54. Bendera Nasional Republik Demokratik Timor-Leste.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Gambar 55. Bendera partai FRETILIN
Gambar 57. Foto Unjuk Rasa di Santa Cruz,Dili.1991. Foto: Dokumentasi
AMRT
Gambar 58. Foto salah satu spanduk dalam unjuk rasa Santa Crus 1991.
Foto: Dokumentasi AMRT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
Gambar 60. “Dame ba Rai Nebee Maka Iha Problema”(Tetum: Damai bagi
tanah yang bermasalah). Salah satu Lukisan Tony di atas Koran, yang juga
menjadi judul dari pameran tunggalnya. Foto :Dok. Tekeemedia.com. 2011.
Gambar 61.“Halo Sira Kontenti Dala Ida Taan”.(Tetum: Bikin mereka
senang, sekali lagi).2011. Teks : “Halo Servisu Diak” (Tetum :Bekerjalah
dengan baik).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
Gambar 62. “La Hanesan Ita Hanoin”(Tetum: Tak Seperti Yang Kita
Bayangkan).2011.
Gambar 63. “Principio” ( Portugis: Permulaan ).2011.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Gambar 64.Tony, Hakarak Livre I, Foto.dok. Arte Moris.2012
Gambar 65.Tony,Hakarak Livre II, Foto dok. Penulis 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
.
Gambar 66. Tony, Hakarak Livre III. Foto.dok. Penulis.2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI