PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN … · Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh NUR ARDITA...
Transcript of PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN … · Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh NUR ARDITA...
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN MUSEUM MISI
MUNTILAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh
NUR ARDITA RAHMAWATI
NIM: 131314047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN MUSEUM MISI
MUNTILAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh
NUR ARDITA RAHMAWATI
NIM: 131314047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
SKRIPSI
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN MUSEUM MISI
MUNTILAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER
Oleh:
Nur Ardita Rahmawati
131314047
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Dra. Theresia Sumini, M.Pd. Tanggal 18 Juli 2017
Pembimbing II
Hendra Kurniawan, M.Pd. Tanggal 18 Juli 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
SKRIPSI
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN MUSEUM MISI
MUNTILAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Nur Ardita Rahmawati
131314047
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 25 Juli 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. ………………….
Sekretaris : Dra. Theresia Sumini, M.Pd. ………………….
Anggota : Dra. Theresia Sumini, M.Pd. ………………….
Anggota : Hendra Kurniawan, M.Pd. ………………….
Anggota : Dr. Anton Haryono, M.Hum. ………………….
Yogyakarta, 25 Juli 2017
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Rohandi, Ph.D.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Mendiang nenek tercinta
Rosa de Lima Maria Sumaryati
Orang terkasih yang memberikan banyak dukungan di awal perkuliahan
Bapak dan Ibu tercinta
Bapak Junedi dan Ibu Victoria Runi
Terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Al heb ik een uitgesproken westerse opvoeding gehad, toch ben en blijf ik in de
allereeste plaat Javaan”
(Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat, namun pertama-tama saya
adalah dan tetap orang Jawa)
Sri Sultan Hamengkubuwono IX
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Juli 2017
Penulis,
Nur Ardita Rahmawati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Nur Ardita Rahmawati
Nomor Mahasiswa : 131314047
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN MUSEUM MISI
MUNTILAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk perangkat data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media
lain untuk kepentingan akademisi tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 18 Juli 2017
Yang menyatakan
(Nur Ardita Rahmawati)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN MUSEUM MISI
MUNTILAN SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER
Nur Ardita Rahmawati
Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) sejarah berdirinya
Museum Misi Muntilan, (2) kegiatan edukasi di Museum Misi Muntilan yang
berkaitan dengan pendidikan karakter, (3) dan persepsi masyarakat terhadap
keberadaan Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Sumber
data pada penelitian diperoleh dari lokasi penelitian, informan (pengelola,
pengunjung Museum Misi Muntilan dan guru), koleksi benda museum dan
dokumen museum mengenai data pengunjung. Pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling dan snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) sejarah berdirinya Museum Misi
Muntilan bermula dari peringatan Keuskupan Agung Semarang ke-50 dengan
menyusun beberapa program salah satunya pembuatan museum. Museum
didirikan di Muntilan karena alasan historis. Muntilan adalah tempat awal
berkembangnya gereja Katolik di Jawa dengan Romo van Lith sebagai peletak
dasarnya. (2) Kegiatan edukasi di Museum Misi Muntilan yang berkaitan dengan
pendidikan karakter antara lain: pendampingan kepada masyarakat,
pendampingan OMK dan PIA, Novena Misioner Malam Selasa Kliwon, dan
kegiatan orientasi siswa baru sekolah di sekitar Muntilan. (3) Persepsi masyarakat
terhadap keberadaan Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter
adalah positif. Hal ini ditunjukkan dengan pengelola memiliki pemahaman
mendalam mengenai karakter yang ingin dikembangkan melalui kegiatan edukasi
di museum, pengunjung memiliki kesan positif setelah berkunjung dan guru
merasakan manfaat dengan adanya pendampingan yang dilakukan oleh tim
edukasi kepada para siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
SOCIETY’S PERCEPTION OF MUNTILAN MISSIONARY MUSEUM
EXISTANCE AS A MEDIUM FOR CHARACTER EDUCATION
Nur Ardita Rahmawati
Sanata Dharma University
2017
This study aims to describe: (1) the history of Muntilan Missionary
Museum, (2) the education activities in Muntilan Missionary Museum which have
relation with character education, (3) and the society’s perception of Muntilan
Missionary Museum as a medium for character education.
The type of the research is qualitative with case study methods. The data
were obtained from the location of research, informants (museum organizers and
visitors, and teachers), collections of the museum, and the document of visitors.
Purposive sampling and snowball sampling were used in taking samples. Data
were collected through observation, interviews, and documentation.
The results of this study shows: (1) the history of Muntilan Missionary
Museum started when The Semarang Bishop was celebrating 50th
birthday with
arranged some programs. One of them is museum building. It was built in
Muntilan for historical reasons. Muntilan was the beginning of Catholic Church
in Java and Father van Lith as the pioneer. (2) Education activities in Muntilan
Missionary Museum has a relation with character education such as society
assistance, community assistance such as OMK and PIA, Missionary Novena on
Tuesday Night, and orientation for new students from schools near Muntilan. (3)
The society’s perception of Muntilan Missionary Museum as a medium for
character education is positive. It was shown by the museum organizers who have
comprehensive understanding about characters which are developed in museum,
the visitors had impression after visiting, and teachers who got the benefits of
assistance by organizers for their students.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan
sebagai Sarana Pendidikan Karakter. Penelitian ini disusun guna memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan
Sejarah.
Dalam proses penyusunan tugas akhir ini penulis menyadari akan
keterlibatan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
dan Bapak Ignatius Bondan, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan
izin penelitian kepada peneliti
2. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sejarah Universitas Dharma sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan dukungan kepada peneliti dari awal penelitian
sampai penyusunan laporan penelitian.
3. Bapak Hendra Kurniawan, M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Sejarah sekaligus dosen pembimbing yang dengan sabar
membimbing dan memberi banyak masukan kepada peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
4. Bapak Sutarjo Adisusilo, M.Pd., selaku dosen pendamping akademik yang
selalu memberikan motivasi kepada mahasiswa.
5. Seluruh dosen program studi Pendidikan Sejarah yang selalu memberikan
dukungan kepada mahasiswa tingkat akhir dalam menyelesaikan tugas akhir.
6. Bapak Agus selaku sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu memperlancar penelitian.
7. Romo Nugroho, Pr., selaku Direktur Museum Misi Muntilan yang telah
memberi izin untuk melakukan penelitian dan meluangkan waktu untuk
wawancara.
8. Romo Bambang Sutrisno, Pr., selaku ketua tim pelaksana pembangunan
Museum Misi Muntilan yang meluangkan waktu dan berbagi pengalaman
selama menjadi pengelola Museum Misi Muntilan.
9. Bapak Ant. Tri Usada Sena dan Bapak Muji selaku tim edukasi dari Museum
Misi Muntilan yang selalu memberikan bantuan dan meluangkan waktu untuk
wawancara.
10. Seluruh staff Museum Misi Muntilan yang telah membantu peneliti dalam
melakukan penelitian.
11. Bapak Robertus Baluk Nugroho, S.Pd., selaku Wakil Kepala Sekolah Bagian
Kurikulum SMA Pangudi Luhur yang mengijinkan penulis melakukan
penelitian dan Ibu Lucia Desy, S.Pd., selaku guru sejarah SMA Pangudi Luhur
van Lith yang membantu peneliti mendapatkan informasi.
12. Bapak Joko selaku guru IPS SMP Kanisius Muntilan Lith yang membantu
peneliti mendapatkan informasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
13. Kedua orang tua tercinta Bapak Junedi dan Ibu Victoria Runi yang selalu
memberikan dukungan
14. Sahabat-sahabat angkatan 2013, yang saling mendukung dan memberikan
semangat dalam menyelesaikan tugas akhir.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun agar penelitian ini lebih baik. Semoga karya tulis
ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 18 Juli 2017
Penulis
Nur Ardita Rahmawati
(131314047)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... vii
ABSTRAK ....................................................................................................viii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Batasan Masalah ............................................................................. 4
D. Tujuan Penelitian............................................................................ 5
E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 6
A. Kajian Teori.................................................................................... 6
1. Konsep Persepsi ...................................................................... 6
2. Konsep Museum ..................................................................... 9
3. Konsep Masyarakat ................................................................ 15
4. Konsep Misi ........................................................................... 17
5. Museum Misi Muntilan .......................................................... 25
6. Konsep Pendidikan Karakter.................................................. 27
B. Kerangka Berpikir ......................................................................... 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 35
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 35
B. Tempat Penelitian .......................................................................... 36
C. Sumber Data .................................................................................. 36
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 37
E. Instrumen Pengumpulan Data........................................................ 39
F. Pengambilan Sampel ...................................................................... 40
G. Teknik Analisis Data ..................................................................... 42
H. Validitas Data ................................................................................ 44
I. Sistematika Penulisan .................................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 49
A. Deskripsi Latar ............................................................................. 49
1. Visi dan Misi .......................................................................... 50
2. Sarana Prasarana .................................................................... 52
B. Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................ 53
1. Sejarah Museum Misi Muntilan ............................................. 53
2. Kegiatan MMM berkaitan dengan Pendidikan Karakter ....... 59
3. Persepsi Masyarakat Terhadap MMM ................................... 64
C. Pembahasan .................................................................................. 77
1. Sejarah Museum Misi Muntilan ............................................. 77
2. Kegiatan MMM berkaitan dengan Pendidikan Karakter ....... 84
3. Persepsi Masyarakat Terhadap MMM ................................... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 102
A. Kesimpulan ................................................................................. 102
B. Saran ............................................................................................ 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 106
LAMPIRAN ................................................................................................. 110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadwal Penelitian.............................................................................. 36
Tabel 2. Data Pengunjung Museum Misi Muntilan ....................................... 50
Tabel 3. Daftar Ruang Pameran MMM PAM ................................................ 53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. Kerangka Berpikir ......................................................................... 34
Gambar II. Alur Analisis Data ....................................................................... 44
Gambar III. Diagram Data Pengunjung MMM PAM .................................... 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Observasi Museum ...................................................... 110
Lampiran 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ................................................ 111
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ............................................................... 112
Lampiran 4. Catatan Lapangan Wawancara ................................................. 115
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara ......................................................... 173
Lampiran 6. Lembar Pengamatan Dokumentasi ........................................... 177
Lampiran 7. Dokumentasi Kesan Pengunjung .............................................. 180
Lampiran 8. Silabus ...................................................................................... 185
Lampiran 9. RPP ........................................................................................... 202
Lampiran 10. Surat Bukti Penelitian ............................................................. 212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Museum merupakan sarana dalam pengembangan budaya dan peradaban
manusia. Secara luas museum juga bergerak di sektor ekonomi, politik, dan
sosial.1 Museum berguna sebagai sarana pembelajaran dan sarana pewarisan nilai-
nilai dari kehidupan di masa lalu ke masa kini dan masa yang akan datang.
Museum menyadarkan masyarakat akan pentingnya merawat dan melestarikan
benda peninggalan di masa lalu.
Melihat pentingnya peninggalan benda dari masa lalu untuk dirawat dan
dilestarikan maka tidak heran jika di negara kita banyak didirikan museum.
Hampir setiap ibukota provinsi memiliki museum tingkat provinsi dan museum
lokal. Museum lokal dimasukkan ke dalam jaringan sistem permuseuman dan
diberikan bantuan untuk pemugaran gedung serta peningkatan usaha perawatan
dan penyajian koleksinya.2 Baik museum tingkat nasional, provinsi, maupun
tingkat lokal tetaplah kehadirannya memiliki arti penting dan fungsi tersendiri.
Salah satu museum lokal yang ada di Indonesia adalah Museum Misi
Muntilan. Museum Misi Muntilan adalah museum yang terletak di Jalan Kartini 3,
Muntilan, Jawa Tengah. Museum ini diresmikan pada tahun 2004. Koleksi yang
ada ialah benda-benda yang berkaitan erat dengan kegiatan misi Katolik baik yang
1 Tjahjopurnomo, Sejarah Permuseuman di Indonesia (Jakarta:Direktorat Permuseuman,
Direktorat Jenderal dan Purbakala, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2001) hlm. 88 2 Amir Sutaarga, Pedoman dan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum (Jakarta :Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan) hlm. 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
ada di sekitar maupun di luar Muntilan. Meski sudah lama diresmikan keberadaan
museum ini masih jarang diketahui masyarakat umum, bahkan umat Katolik
sekalipun. Ada umat Katolik yang sudah mengetahui keberadaan museum tersebut
tetapi belum pernah berkunjung. Ada juga yang memang sama sekali belum
mengetahui keberadaan museum tersebut.
Keadaan seperti ini sangat disayangkan karena Museum Misi Muntilan
memiliki koleksi yang lengkap dan bermanfaat bagi umat Katolik maupun non
Katolik. Berangkat dari pengalaman penulis ketika melakukan Pengabdian
Masyarakat di Museum Misi Muntilan, penulis melihat bahwa museum ini
menghadirkan banyak tokoh inspiratif namun sebagian tokoh belum terlalu
dikenal oleh masyarakat. Tokoh-tokoh tersebut memiliki peran penting baik bagi
umat Katolik maupun umat non Katolik di masa lalu.
Setiap tokoh yang ditampilkan di Museum Misi Muntilan memiliki nilai
karakter tersendiri yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Untuk membantu
dalam menggali nilai-nilai karakter maka setiap ada yang berkunjung selalu diberi
pendampingan dari pihak museum. Adanya penggalian nilai-nilai karakter pada
koleksi museum melalui pendampingan ini berarti museum bisa dimanfaatkan
sebagai sarana pendidikan karakter.
Pendidikan karakter menjadi suatu hal yang kini diperbincangkan.
Pendidikan karakter memiliki tujuan untuk mengembangkan karakter bangsa.
Adapun karakter bangsa yang dikembangkan pada kurikulum 2013 meliputi nilai-
nilai: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
(7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11)
cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat / komunikatif, (14) cinta
damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18)
tanggung jawab.3
Beberapa nilai karakter yang dikembangkan dalam Kurikulum 2013
rupanya bisa ditemui pada tokoh-tokoh yang ditampilkan di Museum Misi
Muntilan. Nilai karakter tersebut misalnya: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, mandiri, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat,
cinta damai, peduli lingkungan dan sosial serta tanggung jawab. Hal ini juga
sesuai dengan landasan museum Indonesia dengan 3 pilar utama, yakni 1)
mencerdaskan kehidupan bangsa, 2) membentuk kepribadian (karakter) bangsa,
dan 3) menanamkan konsep ketahanan nasional dan Wawasan Nusantara. Ketiga
pilar tersebut merupakan landasan kegiatan operasional museum yang dibutuhkan
di era globalisasi ini. Pada saat masyarakat mulai kehilangan orientasi akar
budaya atau jati dirinya, maka museum dapat memberi inspirasi tentang hal-hal
penting dari masa lalu yang harus diketahui untuk menuju ke masa depan.4
Agar hal tersebut dapat terjadi maka persepsi tentang museum sebagai
tempat pameran benda masa lalu perlu diubah bahwa museum adalah tempat yang
menyenangkan untuk belajar dan juga tempat untuk mengembangkan nilai
karakter. Pengembangan nilai karakter akan terwujud apabila pengunjung merasa
berkesan sehingga mendapatkan makna dan inspirasi baru setelah berkunjung.
3 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013) hlm. 52 4 Tjahjopurnomo, Loc. cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan
Museum Misi Muntilan sebagai Sarana Pendidikan Karakter”. Harapannya
dengan penelitian ini Museum Misi Muntilan menjadi museum yang lebih dikenal
oleh masyarakat dan memberikan inspirasi bagi museum lain agar bisa menjadi
sarana pendidikan karakter seperti yang dicanangkan oleh pemerintah.
B. RUMUSAN MASALAH
Melihat latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah Museum Misi Muntilan?
2. Apa saja kegiatan Museum Misi Muntilan yang berkaitan dengan pendidikan
karakter?
3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi Muntilan
sebagai sarana pendidikan karakter?
C. BATASAN MASALAH
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejarah
Museum Misi Muntilan, dan kegiatan yang ada di dalamnya serta persepsi
masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan sejarah Museum Misi Muntilan.
2. Mendeskripsikan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter di
Museum Misi Muntilan.
3. Menjelaskan persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi
Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter.
E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang didapat dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi Museum Misi Muntilan
Menambah koleksi untuk perpustakaan museum dan bisa menjadi inspirasi
untuk peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai Museum Misi
Muntilan.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Menambah koleksi penelitian dan bisa dijadikan referensi khususnya prodi
Pendidikan Sejarah dalam pengembangan perkuliahan sejarah gereja serta hal
yang berkaitan dengan permuseuman.
3. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman baru dalam membuat karya tulis ilmiah dan
mengembangkan wawasan peneliti mengenai misi, permuseuman, serta
pendidikan karakter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Konsep Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan.
Proses persepsi tidak dapat lepas dari penginderaan, dan proses penginderaan
merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. Stimulus yang mengenai
individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan, sehingga individu
menyadari tentang apa yang ada di inderanya itu. Proses inilah yang dimaksud
dengan persepsi. Jadi, stimulus diterima oleh alat indera, kemudian melalui proses
persepsi sesuatu yang diindera tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah
diorganisasikan dan diinterpretasikan.5
Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar diri individu, dan juga
dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan. Bila yang dipersepsi
dirinya sendiri maka disebut persepsi diri (self-perception).6 Ketika melakukan
persepsi pada diri sendiri orang dapat melihat bagaimana keadaan dirinya sendiri.
Bila objek persepsi terletak di luar orang yang mempersepsi, maka objek persepsi
dapat bermacam-bermacam, yaitu dapat berupa benda-benda, situasi, dan juga
dapat berupa manusia. Bila objek persepsi berupa benda-benda disebut persepsi
benda (things perception) atau juga disebut non-social perception, sedangkan bila
objek persepsi berupa manusia atau orang disebut persepsi sosial atau social
5 Bimo Walgito, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Andi, 2003) hlm. 53
6 Ibid, hlm. 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
perception. Persepsi sosial merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui,
menginterpretasikan dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, tentang sifat-
sifatnya, kualitasnya dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang
dipersepsi, sehingga terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi.7
Persepsi bersifat individual karena berkaitan dengan perasaan, kemampuan
berpikir, dan pengalaman setiap individu yang tidak sama sehingga dalam
mempersepsi stimulus hasilnya berbeda.8
b. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Persepsi
1) Faktor Internal
Faktor internal yaitu keadaan individu yang berpengaruh pada individu
dalam mengadakan persepsi. Keadaan individu tersebut bisa datang dari dua
sumber antara lain sumber jasmani dan sumber psikologis. Bila jasmani terganggu
maka akan berpengaruh pada hasil persepsinya sedangkan sumber psikologis yang
akan berpengaruh pada hasil persepsi adalah pengalaman, persepsi, perasaan,
kemampuan berpikir, kerangka acuan dan motivasi.9 Keadaan individu ditentukan
oleh sifat struktural dari individu, sifat temporer dari individu, dan aktivitas yang
sedang berjalan pada individu. Sifat struktural adalah sifat permanen dari individu
misalnya ada individu yang suka memperhatikan keadaan sekitarnya tetapi ada
juga yang acuh tak acuh sedangkan sifat temporer individu berkaitan dengan
suasana hati individu.10
7 Ibid, hlm. 56
8 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2005) hlm. 100
9 Ibid, hlm. 55
10 Ibid, hlm. 130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada persepsi antara lain stimulus dan
lingkungan di mana persepsi itu berlangsung. Kejelasan stimulus akan banyak
berpengaruh dalam persepsi. Pada umumnya stimulus yang kuat lebih
menguntungkan dibandingkan stimulus yang lemah.11
Bila stimulus itu berwujud
benda-benda bukan manusia, maka ketepatan persepsi lebih terletak pada individu
yang mengadakan persepsi, karena benda-benda yang dipersepsi tersebut tidak
ada usaha untuk mempengaruhi yang mempersepsi. Sedangkan lingkungan yang
menjadi latar belakang stimulus berpengaruh pula pada persepsi terutama jika
objek persepsi adalah manusia. Objek yang sama dengan situasi sosial yang
berbeda dapat menghasilkan persepsi yang berbeda.12
c. Aplikasi Teori Persepsi dalam Kehidupan
Pembahasan ini menggambarkan bagaimana suatu hasil kontak / hubungan /
interaksi mempengaruhi tingkah laku dan cara (jalan) pikiran seseorang, seperti:13
1) Impression Formation, yaitu: proses dimana informasi tentang orang lain
diubah menjadi pengetahuan atau pemikiran yang relatif menetap tentang
orang tersebut.
2) Attribution, yaitu: proses dimana manusia menjelaskan dan
menginterpretasikan kejadian yang ditemuinya.
3) Social Influence, yaitu: proses dimana seseorang hadir dan berusaha
mempengaruhi sikap atau persepsi orang lain.
11
Bimo Walgito, op. cit, hlm. 127 12
Bimo Walgito, op. cit, hlm. 55 13
Irbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 1994), hlm. 114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
4) Social Relationship, yaitu: persepsi sosial yang banyak dipengaruhi oleh
kedekatan seseorang dengan orang lain.
2. Konsep Museum
a. Pengertian Museum
Kata museum berasal dari bahasa Yunani, muze yang berarti kumpulan
sembilan dewi perlambang ilmu dan kesenian.14
Dalam KBBI, museum adalah
gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang
patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu;
tempat penyimpanan kuno. Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak
mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk
umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan benda-benda bukti
material manusia dan lingkungannya. Museum bertujuan untuk kegiatan yang
berkaitan dengan penelitian, pendidikan dan hiburan.15
Museum merupakan sarana dalam pengembangan budaya dan peradaban
manusia. Museum juga bergerak dalam sektor ekonomi, politik, sosial, dan lain-
lain. Di samping itu, museum merupakan wahana yang memiliki peran strategis
terhadap penguatan jati diri masyarakat. Para ahli kebudayaan meletakkan
museum sebagai bagian dari pranata sosial dan sebagai media edukasi untuk
memberikan gambaran tentang perkembangan alam dan budaya manusia kepada
publik.16
Museum sebagai media komunikasi memiliki lima metode penyampaian
14
Amir Sutaarga, op. cit, hlm. 7 15
Tjahjopurnomo, op. cit. hlm. 6 16
Ibid, hlm. 88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
seperti: pameran (baik semi permanen maupun sementara), acara, kegiatan
edukatif, pengenalan dan ceramah, dan penerbitan.17
Penyelenggara museum dapat merupakan badan pemerintah dan dapat pula
badan swasta dalam bentuk perkumpulan atau yayasan yang di atur kedudukan,
tugas dan kewajibannya oleh undang-undang.18
Menyelenggarakan museum
diperlukan banyak biaya. Hal ini terkait dengan fungsi museum itu sendiri sebagai
tempat penyimpanan benda-benda purbakala, tempat pameran, dan dasar
pengelolaan museum itu bersifat ilmiah untuk tujuan edukatif dan kultural.19
b. Jenis Museum
Pada tahun 1971 Direktorat Permuseuman mengelompokkan museum
berdasarkan jenis koleksi. Berdasarkan jenis koleksi maka ada tiga jenis museum,
antara lain: Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Lokal. Namun pada
tahun 1975, pembagian jenis museum tersebut diubah menjadi Museum Umum,
Museum Khusus dan Museum Pendidikan. Pada tahun 1980 pembagian itu
semakin sederhana menjadi Museum Umum dan Museum Khusus. Museum
umum adalah musum yang memiliki berbagai macam jenis koleksi sedangkan
museum khusus adalah museum yang hanya memiliki satu jenis koleksi, misalnya
Museum Batik.20
Direktorat Permuseuman mengelompokkan lagi museum
berdasarkan tingkat kedudukan. Pengelompokan museum menjadi Museum
17
Schouten, Pengantar Didaktik Museum (terj.) (Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman
Jakarta, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992) hlm. 2 18
Amir Sutaarga, op. cit, hlm. 24 19
Loc. cit. 20
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Tingkat Nasional (awalnya Museum Umum dan Khusus), Museum Tingkat
Regional (provinsi), dan Museum Tingkat Lokal (Kodya / Kabupaten).21
Museum Tingkat Nasional adalah museum dengan kumpulan koleksi yang
berkaitan dengan bukti material manusia atau lingkungan dan bernilai nasional
contohnya: Museum Nasional yang terletak di Jakarta. Museum Tingkat Regional
(provinsi) adalah museum yang koleksinya berkaitan dengan lingkungan provinsi,
contoh: Museum Keraton Yogyakarta. Museum Tingkat Lokal adalah museum
dengan koleksi benda yang bercorak atau bernilai lokal berasal dari kabupaten
dimana museum itu berada, contoh: Museum Gerabah. Museum ini termasuk jenis
museum tingkat lokal karena terletak di Bantul yang merupakan salah satu
kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.22
Berdasarkan
Rencana Peraturan Pemerintah museum dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
1) Museum umum
Museum umum adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan
bukti material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai
cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi, contoh dari museum umum yang ada di
Indonesia adalah Museum Indonesia di TMII.23
2) Museum sejarah
Museum sejarah adalah museum yang mencakup hal-hal tentang sejarah
yang berkaitan dengan masa kini dan masa depan. Koleksi yang dimiliki museum
sejarah sangat beragam seperti: dokumen, artefak, benda bersejarah, dan lain-lain.
21
Tjahjopurnomo, loc. cit 22
Mohammad Zakaria, Pengertian, Fungsi, dan Jenis-jenis Museum
(http://belajaritutiadaakhir.blogspot.co.id/2011/08/museum-di-indonesia.html), diakses tanggal 17
April 2017 23
Idem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Contoh dari museum sejarah di Indonesia adalah Museum Fatahillah, Museum
Misi Muntilan, Museum Benteng Vredeburg, dan lain sebagainya.24
3) Museum seni
Museum seni adalah sebuah ruangan untuk pameran benda seni, mulai dari
seni visual yaitu di antaranya lukisan, gambar, dan patung. Museum ini disebut
juga galeri seni. Contoh dari museum seni adalah Museum Affandi dan Museum
Wayang yang terletak di Yogyakarta.25
4) Museum Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Museum ilmu pengetahuan dan teknologi adalah museum yang
menampilkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Contoh
museum yang bertemakan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia adalah
Museum Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berada di TMII.26
c. Fungsi Museum
Museum memiliki 4 fungsi, antara lain27
:
1) Fungsi edukatif dan akademis
Museum berfungsi sebagai wahana pendidikan, sarana membagi
pengetahuan (baik baru maupun lama) dan juga tempat melakukan studi atau
penelitian. Museum dituntut tidak hanya sebagai sarana pembelajaran publik,
namun juga harus mampu menunjang perkembangan ilmu pengetahuan seperti
halnya pusat studi maupun pusat kajian universitas. Museum juga menjadi tempat
di mana para peneliti khususnya sejarawan maupun mahasiswa mendapatkan
24
Museum, (https://id.wikipedia.org/wiki/Museum ) diakses tanggal 17 April 2017 25
Loc.cit 26
Iqbal, Museum Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
(http://museumppiptek.blogspot.co.id/ ) diakses tanggal 17 April 2017 27
Khidir Marsanto P, “Revitalisasi Museum” Basis, Nomor 07-08, 2012, hlm. 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
sumber sejarah berupa dokumen, foto, dan lain sebagainya. Hampir semua
museum yang didirikan memiliki fungsi edukatif dan akademis bagi masyarakat.
2) Fungsi sosio kultural
Museum menjadi media “pengingat” peristiwa yang di alami manusia.
Museum menjadi sarana pameran dari hasil kebudayaan atau benda-benda
peninggalan di masa lalu agar tidak hilang atau dilupakan oleh masyarakat.
Museum yang memiliki fungsi sosio kultural misalnya Museum Purbakala
Sangiran yang terletak di Kabupaten Sragen. Museum ini menyimpan berbagai
benda peninggalan yang digunakan oleh manusia purba. Artinya museum menjadi
media pengingat bagi manusia zaman sekarang mengenai kehidupan manusia
zaman pra-sejarah beserta benda-benda peninggalannya.
3) Fungsi rekreasi dan ekonomi
Museum dapat digunakan sebagai tempat rekreasi yang memberikan
inspirasi kepada masyarakat umum. Salah satu contoh museum yang berfungsi
sebagai tempat rekreasi dan ekonomi adalah De Mata Trick Eye Museum.
Museum ini terletak di Yogyakarta. Koleksi yang ada berupa gambar-gambar tiga
dimensi seperti gambar pemandangan dan berbagai ilustrasi dengan ukuran besar.
Koleksi tersebut digunakan pengunjung untuk berfoto.
4) Fungsi politik
Dalam misi politik kebudayaan, museum diperlukan untuk melegitimasi
atau mengklaim hal-hal yang simpang siur dan terlupakan. Sebab narasi besar
tentang identitas biasanya berada di wilayah abu-abu, dialektis, oleh karena itu
identitas perlu dibentuk dalam wacana yang tegas dan dikukuhkan melalui display
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dan aktivitas di museum. Contoh museum yang memiliki fungsi politik adalah
Monumen Yogya Kembali. Museum ini menyimpan koleksi yang berkaitan
dengan Serangan Umum 1 Maret. Selain itu juga ada Museum Benteng Vredeburg
yang menyajikan diorama tentang berbagai peristiwa politik di Indonesia mulai
peritiwa sebelum Proklamasi Kemerdekaan sampai dengan masa Orde Baru.
Museum ini juga memiliki koleksi berupa patung, foto, dan lukisan.
d. Permasalahan dan Potensi Permuseuman di Indonesia
1) Permasalahan
Permasalahan permuseuman di Indonesia dibagi menjadi dua faktor, yakni:
a) Faktor internal
Faktor internal yang muncul dalam permasalahan permuseuman di
Indonesia di antaranya adalah pemahaman tenaga museum. Pemahaman tenaga
museum maksudnya pemahaman yang dimiliki tenaga museum terhadap fungsi
kelembagaan, perangkat kebijakan dan hukum yang belum mengikuti perubahan
eksternal mekanisme penyelenggaraan dan pengelolaan yang masih lemah. Selain
itu permasalahan laina adalah penanganan koleksi yang belum maksimal (mulai
dari pengadaan dan penghapusan), kurangnya pembiayaan untuk pengembangan
museum, dan belum maksimalnya peran kehumasan.28
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal masalah permuseuman di Indonesia di antaranya adalah
perubahan paradigma museum sebagai ruang ekslusif menjadi ruang publik,
perubahan metode penyajian yang pada mulanya taksonomik dan kronologis
28
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
menjadi tematik. Di samping itu penyelenggaraan dan pengelolaan museum
belum selaras dengan perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan.29
2) Potensi
Meskipun berbagai permasalahan muncul, di sisi lain museum juga memiliki
berbagai potensi diantaranya30
:
a) Museum menjadi tempat pelestarian, lembaga pendidikan nonformal, sumber
data penelitian dan bagian dari industri budaya.
b) Meningkatnya minat untuk mendirikan museum dari pemerintah hingga
komunitas maupun swasta.
c) Terbentuknya asosiasi permuseuman; berkembangnya program tanggung
jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang membantu
mempopulerkan museum.
d) Beberapa perguruan tinggi mengembangkan studi museum (Universitas
Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Universitas Gajah Mada); dan adanya
dukungan dari komunitas yang aktif membuat program-program
permuseuman untuk publik.
3. Konsep Masyarakat
Kata masyarakat berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang berarti ikut
serta, berpartisipasi atau “musyaraka” yang berarti saling bergaul.31
Menurut
KBBI masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat
oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat merupakan
29
Ibid. hal 55 30
Tjahjopurnomo, loc.it 31
Basrowi, M.S, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hlm. 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
sekumpulan manusia yang memiliki budaya sendiri dan bertempat tinggal di
daerah tertentu dan anggotanya memiliki pengalaman hidup yang sama
berdasarkan nilai-nilai yang dipedomani.32
Masyarakat yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pengelola, pengunjung dan guru sekitar Museum Misi
Muntilan. Pada umumnya pengunjung dibagi menjadi 3 kategori yaitu33
:
a. Pengunjung pelaku studi
Pengunjung pelaku studi ialah mereka yang menguasai bidang studi
tertentu yang berkaitan dengan koleksi museum untuk menambah pemahamannya
dan melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu. Pengunjung pelaku studi
memanfaatkan perpustakaan yang ada di museum. Pengunjung jenis ini juga
melakukan penggalian informasi melalui kurator atau orang yang paham
mengenai benda koleksi di museum tersebut. Contoh dari pengunjung pelaku studi
adalah siswa, mahasiswa yang melakukan penelitian atau mengerjakan tugas,
maupun peneliti atau sejarawan.
b. Pengunjung bertujuan tertentu
Pengunjung bertujuan tertentu adalah pengunjung yang datang ke museum
karena bertepatan dengan acara pameran maupun acara tertentu yang
diselenggarakan oleh pihak museum. Contoh dari pengunjung bertujuan tertentu
adalah kelompok masyarakat dari salah satu pondok pesantren Gunung Pring di
Muntilan yang datang ke Museum Misi Muntilan dalam rangka menghadiri acara
berbuka puasa bersama pada tahun 2016.
32
Ibid, hlm. 39 33
Schouten, op. cit, hlm. 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
c. Pengunjung pelaku rekreasi
Pengunjung pelaku rekreasi ialah pengunjung yang datang ke museum
untuk berekreasi tanpa ada maksud tertentu atau memberikan perhatian khusus
terhadap koleksi atau cerita yang ada.
4. Konsep Misi
a. Pengertian Misi
Kata misi adalah istilah Bahasa Indonesia untuk kata Latin missio yang
berarti perutusan.34
Istilah misi tidak hanya dipakai dalam lingkup keagamaan
tetapi juga di dunia profan seperti misi diplomatis, misi politis, misi ilmu
pengetahuan, misi kebudayaan, misi dalam dunia kemiliteran. Semuanya berarti
pelimpahan tugas dan tanggung jawab. Di dalam Gereja istilah misi digunakan
baik untuk menunjuk kegiatan yang lebih luas dan umum, yakni menyangkut
semua kegiatan Gerejawi, maupun untuk karya khusus pewartaan dan penyebaran
iman Kristen kepada orang-orang (dan bangsa-bangsa) yang belum pernah
mendengar tentang Injil, yakni kepada orang-orang yang beragama lain atau yang
tidak beragama.35
Secara lebih teologis, kata misi dimaknai sebagai berikut: a) penyebaran
iman, b) penyebarluasan Kerajaan Allah, c) pentobatan kaum kafir, d)
pembentukan Gereja-Gereja baru. Semua arti ini menjadi biasa sejak kira-kira
berdirinya Serikat Yesus pada abad ke 16. Sebelumnya dalam teologi missio
berbicara mengenai Allah Tritunggal, mengenai perutusan Putera dan Roh oleh
34
Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi (Yogyakarta: Kanisius, 2006) hlm. 13 35
Ibid. hlm. 13-15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Allah Bapa. Dalam arti penyebarluasan iman di antara bangsa-bangsa, kata misi
mulai dipakai sejak abad ekspansi kultural, politis dan ekonomis Eropa ke seluruh
dunia. Oleh karena itu, istilah misi dalam arti seperti digambarkan di atas erat
berhubungan dengan ekspansi Eropa itu dan sekarang ini turut memikul kesalahan
yang terkandung di dalam ekspansi penuh kekerasan itu.36
Istilah misi dengan arti penyebaran iman baru mulai digunakan pada
pertengahan kedua abad 16.37
Sebelumnya Gereja menggunakan istilah lain untuk
menunjuk kegiatan pewartaan Injil, penyebaran iman Kristen, pembangunan
jemaat baru, seperti penyebaran iman (propagation fidei), pentobatan orang-orang
kafir (conversion gentilium), pewartaan Injil ke seluruh dunia (praedicatio
apostolica), pemeliharaan agama Kristen (procuration salutis apud barbarous
gentes), penananaman baru agama Kristen (novella christanitatis plantation),
penyebaran Kerajaan Kristus (propagation regni Christi), perluasan Gereja
(dilatation ecclesiae), penanaman Gereja (plantation ecclesiae). Istilah misi baru
digunakan secara umum abad ke-17.38
b. Perlunya Misi
Konsili menentukan dasar-dasar teologis sekaligus berfungsi sebagai
motivasi yang senantiasa menggerakkan Gereja untuk menjalankan misi. Karya
misi merupakan pelaksanaan diri Gereja yang dalam keseluruhan karya
36
George Kirchberger, Misi Gereja Dewasa Ini (Maumere: Lembaga Pembentukan Berlanjut
Arnold Jansen:, 1999) hlm. 8-9 37
Edmund Woga, op. cit, hlm. 16 38
Edmund Woga, loc. cit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
keselamatan Allah berperan sebagai sakramen.39
Mengenai perlunya misi
diuraikan di bawah ini:
1) Motivasi Teologis: Misi demi Kemuliaan Allah
Pemahaman mengenai misi itu ada dan perlu demi kemuliaan Allah
merupakan hasil pemikiran teologis yakni perutusan berasal dari Allah dan
kembali ke Allah. Perlunya misi berhubungan langsung dengan rencana
penyelamatan Allah sejak penciptaan. Misi adalah cara Allah melaksanakan
rencana penyelamatan-Nya yang universal. Misi diperlukan untuk memanggil
segala bangsa untuk datang kepada Allah supaya Allah dimuliakan dan seluruh
ciptaan disatukan.40
2) Motivasi Kristologis: Kristuslah Satu-Satunya Pengantara
Perutusan Kristus-Putra Allah yang menjadi manusia dijelaskan dalam AG
3 (Dokumen Konsili Vatikan II: Ad Gentes, dekrit tentang Kegiatan Misioner
Gereja) adalah sebagai cara yang baru dan definitif kedatangan Allah ke tengah-
tengah sejarah bangsa manusia.41
Peranan yang definitif ini menunjukkan
keunikan Kristus bahwa Kristus adalah pengantara antara Allah dengan manusia.
3) Motivasi Eklesiologis: Gereja adalah Tubuh Kristus
Gereja dan Kristus tidak dapat dipisahkan karena adanya hubungan yang
eksplisit. Gereja adalah tubuh mistik Kristus dan Kepala Tubuh adalah Kristus.
Hubungan ini terjalin karena iman Gereja kepada Kristus ditandai dengan
pembaptisan dan keanggotaan di dalam tubuh. Iman, pembaptisan dan
39
Ibid, hlm. 207 40
Ibid, hlm. 207-208 41
Ibid, hlm. 209
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
keanggotaan dalam Gereja menjadi persyaratan dalam menuju keselamatan.42
Dalam karya misionernya Gereja mengusahakan “perambatan iman” proses
mengusahakan anggota Gereja bukan sekedar soal menambah jumlah penganut
agama Kristen, tetapi terutama merupakan sesuatu yang prinsipiil dalam
keseluruhan karya penyelamatan Allah, dimana Gereja menjadi sakramen-Nya.
Iman akan Yesus Kristus menjadi usaha yang pertama dalam karya misi ditandai
dengan pembaptisan sebagai pintu masuk ke dalam Gereja.43
4) Motivasi Antropologis: Keselamatan Integral Manusia
Allah menciptakan manusia sebagai pribadi yang utuh; begitu pula dengan
keselamatan yang direncanakan-Nya bagi manusia bukan hanya keselamatan jiwa
tetapi keselamatan seluruh manusia (badan-jiwa, jasmani-rohani) atau
keselamatan yang integral.44
Keselamatan integral merupakan nilai-nilai
manuasiawi eksistensial yang dialami selama manusia hidup, yakni nilai-nilai
yang menjamin kehidupan manusia dan membuat manusia menjadi lebih
manusiawi dalam segala segi dan dimensi hidupnya.45
Gereja sebagai sarana
keselamatan mengemban tugas untuk menunjukkan keselamatan integral itu.
Karya misi tidak hanya diarahkan pada keselamatan jiwa manusia, tetapi harus
membuat keberadaan manusia menjadi eksistensi yang terarah kepada
kesempurnaan.46
42
Ibid, hlm. 211 43
Ibid, hlm. 212 44
Ibid, 214 45
Loc.cit 46
Ibid, 214-215
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
5) Motivasi Eskatologis: Kepenuhan Keselamatan
Eskatologis adalah pemahaman ajaran tentang akhir dunia dan hidup yang
lebih sempurna setelah kehidupan di dunia ini.47
Misi Gereja dalam fenomena
eskatologis berperan terhadap perjalanan seluruh umat manusia menuju tujuan
akhir hidupnya. Misi menjadi ajakan kepada manusia untuk berziarah menuju
kepada Allah.48
Allah yang sejak awal datang kepada manusia tetap menyertai
manusia untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu Allah sendiri. Misi berarti
membawa unsur-unsur penting keselamatan akhir ke dalam kehidupan dunia masa
kini.49
Misi bukan hanya persiapan untuk tujuan akhir, tetapi peristiwa dari akhirat
itu sendiri, justru karena daya ilahi pengudusan senantiasa menyertai Gereja.
Allah yang menjadi tujuan telah menyertai Gereja dan misinya sampai pada akhir
jaman.50
Karya misi merupakan partisipasi pada karya penyelamatan Allah yang
bertujuan untuk mengusahakan agar benih-benih keselamatan dalam setiap
ciptaan diperkembangkan dan diarahkan secara utuh kepada kesempurnaan akhir
zaman.51
c. Awal Misi di Indonesia
Selama masa pemerintahan VOC tidak ada kebebasan beragama di
Indonesia. Kebebasan itu baru ada sebagai akibat bergemanya cita-cita revolusi
Perancis: kebebasan, kesamaan dan persaudaraan, yaitu pada masa Gubernur
Jenderal Daendels (1808-1811). Mulai tahun 1808 berdatanganlah imam-imam ke
Indonesia untuk memulai karya misionernya. Meskipun perkembangan umatnya
47
Ibid, 216 48
Ibid, hlm. 221 49
Ibid, hlm. 219 50
Loc. cit 51
Ibid, hlm. 221
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
sangat lambat, Paus menetapkan berdirinya Vikariat Apostolik Batavia pada
tanggal 20 September 1842.52
Setengah pertama dari abad 19, karya kerasulan hampir terbatas karena
kemiskinan dari para missionaris dan adanya larangan dari pemerintah yang
berwenang. Misi Indonesia berawal di Kalimantan. Pastor Sanders mengunjungi
Kalimantan (Dutch Borneo) tahun 1851, tetapi misi pertama didirikan oleh Jesuit
tahun 1883. Tahun 1853, seorang misionaris memilih untuk tinggal di Bangka
dimana ada pekerja Katolik di pertambangan timah. Tahun berikutnya, ada
misionaris datang ke Sumatera. Namun, di pulau tersebut belum ada misi yang
terorganisir sebelum Jesuit didirikan tahun 1888. Misi di Sulawesi prosesnya
hampir sama. Misi mulai di Manado tahun 1885, Kepulauan Kei tahun 1888, dan
Makasar tahun 1891 dengan masing-masing satu imam.53
Peningkatan misi di Hindia Belanda terjadi antara tahun 1871-1890.
Berbagai kegiatan misi meluas seiring dengan meningkatnya para imam Yesuit
dan kedatangan suster dan bruder yang lebih banyak. Tahun 1890 jumlah imam di
Hindia Belanda ada 45 orang. Peningkatan ini tidak hanya menghasilkan misi-
misi baru di luar Jawa, tetapi juga melahirkan sebuah strategi di pulau utama itu
sendiri.54
d. Karya Misi di Muntilan
Pada tahun 1892 sudah ada karya Misioner Katolik di Magelang. Karya ini
dilakukan oleh Pastor Hebrans dan Pastor F. Voogels SJ. Mereka secara rutin
52
Tim KAS, Garis-Garis Besar Sejarah Gereja Katolikdi Keuskupan Agung Semarang,
(Semarang: KAS, 1992) hlm. 15 53
Bernard De Vaulux, History of the Missions (London: Burn and oates, 1969) hlm. 187-188 54
Karel Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942 (jilid 1), (Maumere: Ledalero,
hlm. 2006), hlm. 359
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
berkunjung di beberapa desa di Muntilan. Hasil karya Pastor Voogels ini adalah
dibaptisnya 135 orang di Muntilan pada bulan Desember 1895.55
Namun, ada
beberapa kendala dalam melakukan karya misioner di Muntilan seperti:
kurangnya koordinasi dan kondisi umat yang menyedihkan, jarak yang harus
ditempuh, mentalitas umat, dan penyelewengan yang dilakukan oleh oknum yang
mencari keuntungan sendiri. Untuk memperbaiki kondisi tersebut dikirimlah
tenaga baru, yaitu Petrus Hoevenaars dan Fransiskus van Lith.56
Petrus Hoevenaars dan Fransiskus van Lith tiba di Batavia tanggal 4
Oktober 1896. Keduanya mulai mempelajari bahasa Jawa di Semarang karena
akan berkarya di Jawa.57
Sejak bulan Maret 1897 Pastors Hoevenaars ditempatkan
di Yogyakarta.58
Pada tanggal 27 Mei 1899 Hoevenaars dipindahkan ke Mendut
yang merupakan stasi misi baru.59
Sedangkan Fransiskus van Lith menjalankan
karyanya di Muntilan. Tanggal 21 Oktober 1897 Pastor van Lith memperoleh izin
pemerintah untuk membuka sebuah pos misi di Muntilan, stasi misi permanen
pertama.60
Pastor van Lith berhasil menemukan celah yang bisa dimasuki dalam
mengembangkan karya misi yaitu jalur pendidikan.61
Pada tahun 1904, dibukalah
sekolah pendidikan guru di Muntilan. Sekolah ini merupakan kelanjutan dari
kursus pelatihan untuk para katekis di Semarang. Hal ini menjadi suatu permulaan
55
J. Soenarjo, Muntilan: Awal Misi Katolik di Jawa. Kenangan 100 tahun Paroki Santo Antonius
Muntilan 1894-1994, (Muntilan, 1994) hlm. 12 56
J. Soenarjo, loc. cit 57
Karel Steenbrink, op. cit, hlm. 367 58
Tim KAS, op. cit, hlm. 15 59
Karel Steenbrink, op. cit, hlm. 371 60
Karel Steenbrink, op. cit, hlm. 375 61
J. Soenarjo, op. cit, hlm. 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
yang baik untuk pembelajaran yang lebih umum bagi para guru sekolah dasar.62
Sekolah ini mendapat sambutan baik dari masyarakat sehingga dalam
perjalanannya sekolah yang didirikan oleh Pastor van Lith semakin berkembang.63
Pada tahun 1907 mulai dibuka sekolah/sekolah desa yang menjadi sebuah
permulaan adanya pendidikan massal mengikuti cara Barat di seluruh wilayah
Hindia Belanda. Para alumni dari sekolah Muntilan memiliki peluang kerja yang
amat besar. Beberapa kelompok siswa melanjutkan studi mereka untuk menjadi
imam.64
Pada tahun 1912, Pastor van Lith membentuk yayasan yang bernama
Xaverius College dibantu oleh para Bruder FIC.65
Tahun 1913 pendidikan rendah
ditutup digantikan dengan sekolah berbahasa Belanda dan Bahasa Jawa dijadikan
mata pelajaran tambahan.66
Selain menaruh perhatian ke bidang pendidikan,
Pastor van Lith juga menaruh perhatian di bidang kesehatan. Pada tahun 1902,
rumah sakit sederhana didirikan di Muntilan.67
Karya Pastor van Lith dan para
pastor, bruder dan suster yang membantu dan meneruskannya (Pastor van Lith
wafat pada tahun 1926) di Muntilan ternyata berkumandang ke wilayah lain,
bahkan sampai luar kabupaten Magelang.
Hubungan baik yang dibina oleh Pastor van Lith dan hasil karyanya di
berbagai bidang ini ternyata menghasilkan benih-benih baru bagi umat Kristus.
Hasil penuaian pertama dari benih ini terjadi di wilayah Yogyakarta, tepatnya di
desa Kalibawang dimana pada bulan Desember 1903 secara massal sebanyak 171
62
Kareel Steenbrink, op. cit, hlm. 384 63
J. Soenarjo, op. cit, hlm. 14 64
Kareel Steenbrink, loc. cit 65
J. Soenarjo, Muntilan, op. cit, hlm. 14 66
Kareel Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia Jilid 2, (Maumere: Ledalero, 2006) hlm.
635 67
J. Soenarjo, op. cit, hlm. 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
orang dipermandikan dengan air Sendang Sono.68
Pada akhir masa kolonial
rupanya yang diharapkan oleh Pastor van Lith menjadi kenyataan. Muntilan telah
menjadi pusat kaderisasi dan penggemblengan bagi Gereja Kristus. Muntilan
dengan karya misinya tidak hanya dikenal dan berguna bagi Gereja tetapi juga
bagi bangsa Indonesia.69
5. Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM)
Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM) adalah
museum khusus yang menekankan pengembangan nilai-nilai karya misi
Keuskupun Agung Semarang rintisan van Lith, S. J. MMM PAM menjadi bagian
karya pastoral KAS yang merupakan konsorsium Keuskupan Agung Semarang,
Serikat Yesus Provinsi Indonesia, dan Konggregasi Bruder FIC Provinsi
Indonesia. MMM PAM memiliki peran dalam menumbuhkembangkan Gereja
Lokal karena menjadi pemersatu dari jaringan gerakan-gerakan misioner.70
Pemilihan nama MMM PAM diharapkan agar museum menjadi museum
yang hidup bukan hanya sekedar tempat memajang koleksi benda-benda kuno
atau bersejarah. MMM PAM adalah museum yang sungguh merawat dan
mempresentasikan aneka koleksi peninggalan misi dengan sungguh-sunguh.
MMM PAM berharap aneka koleksi bisa membawa umat sampai pada anamnesis.
Anamnesis yaitu penghadiran kembali karya misi dari masa silam ke masa kini
68
Ibid, hlm. 17 69
J. Soenarjo, op. cit, hlm. 14 70
Tim MMM PAM, Pedoman Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, (Muntilan:
Museum Misi Muntilan, 2009) hlm. 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang digunakan untuk membantu umat dalam menghadapi zaman dengan hati
yang dikobarkan oleh peristiwa iman para leluhur.71
Dalam penyelenggaraannya MMM PAM memiliki 3 bidang karya
permuseuman72
, yakni:
a. Bidang koleksi
Bidang koleksi adalah bagian dari karya permuseuman yang mencari,
mengumpulkan, menafsirkan nilai-nilai missioner peninggalan misi, dan menata
koleksi.73
Penyajian koleksi kepada publik bukanlah suatu kegiatan yang bebas
dari penilaian yang tunduk pada persyaratan keahlian dan pemberian bentuk yang
baik dan estetis. Namun, kegiatan itu merangkum segala hal yang berkaitan
dengan cara museum menyampaikan informasi kepada pengunjung.74
b. Bidang preparasi konservasi
Bidang preparasi konservasi adalah bagian dari karya permuseuman yang
bertugas mengelola dan memelihara gedung museum serta mengusahakan
pengembangan gedung dan sarana prasarana demi tercapai tujuan MMM PAM.75
c. Bidang edukasi
Bidang edukasi adalah bidang karya yang bertugas menghidupkan
semangat MMM PAM dengan merumuskan dan mengembangkan konsep. Bidang
edukasi secara konkret terwujud dalam pendampingan pengunjung.76
71
R. Sani Wibowo, SJ., “Membangun Museum yang Hidup” Rohani, No. 11, Tahun ke-60,
November 2013, hlm. 5 72
Tim MMM PAM, op. cit, hlm. v 73
R. Sani Wibowo, SJ., op. cit, hlm. 5 74
Schouten, op. cit, hlm. 23 75
R. Sani Wibowo, loc. cit 76
Ibid, hal, 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
6. Konsep Pendidikan Karakter
a. Definisi Pendidikan
Dalam Bahasa Indonesia, pendidikan, berasal dari kata „didik‟, diartikan
sebagai proses perubahan pikiran dan perasaan, perilaku secara keseluruhan baik
terhadap individu maupun kelompok. Dalam pengertian luas pendidikan juga
melibatkan lingkungan sosial, struktur sosial, institusi sosial. Pada tujuan
terakhirlah, sebagai cita-cita yang berkaitan dengan dimensi masyarakat secara
keseluruhan, masyarakat damai dan sejahtera, di dalam individu, kelompok,
bangsa, dan negara, atas dasar keberhasilannya dalam meningkatkan pendidikan,
terjadi sikap saling menghargai, saling menghormati, bahkan saling mengkritik
dalam arti positif.77
Sementara itu, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mendefinisikan
pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan,
masyarakat, bangsa dan negara.78
Pendidikan sejatinya merupakan hak dasar bagi setiap individu.
Pendidikan adalah sarana penumbuhan dan pengembangan dimensi-dimensi
kemanusiaan menuju terwujudnya kehidupan yang memposisikan pada derajat
kemanusiaan yang hakiki. Pendidikan bukanlah tempat membentuk manusia yang
77
Nyoman Kutha Ratna, Peranan Karya Sastra, Seni, dan Budaya dalam Pendidikan Karakter
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014) hlm. 74 78
Made Pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia (Jakarta:
Rhineka Cipta, 2013) hlm. 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
hanya mementingkan aspek kecerdasan (kognitif), seperti yang selama ini tampak
dalam kebanyakan realitas pendidikan di Indonesia ataupun sebagai sarana
melestarikan hegemoni atau penindasan terhadap kaum lemah oleh individu
ataupun kelompok yang dominan dan hegemonik. Pendidikan adalah upaya
mencapai kemerdekaan, pembebasan, dan kesetaraan bagi setiap individu maupun
kelompok yang terlibat dalam pendidikan, terutama bagi peserta didik.79
b. Definisi Karakter
Watak atau karakter berasal dari kata Yunani “charassein”, yang berarti
barang atau alat untuk menggores, yang kemudian hari dipahami sebagai stempel /
cap. Jadi, watak itu sebuah stempel atau cap, sifat-sifat yang melekat pada
seseorang. Watak sebagai sifat seseorang dapat dibentuk, artinya watak seseorang
dapat berubah, kendati watak mengandung unsur bawaan (potensi internal), yang
setiap orang dapat berbeda. Namun, watak amat dipengaruhi oleh faktor eksternal,
yaitu keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan dan lain-lain.80
Karakter menjadi identitas, menjadi ciri, menjadi sifat yang tetap, yang mengatasi
pengalaman kontingen yang selalu berubah.
Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai
hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect),
kerjasama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happiness),
kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasih sayang (love),
79
Mukhrizal Arif, dkk, Pendidikan Posmodernisme (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 247 80
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-Karakter: Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Afektif (Depok: RajaGrafindo Persada, 2014) hlm. 76-77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
tanggungjawab (responsibility), kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance),
dan persatuan (unity).81
Jadi, karakter adalah seperangkat nilai yang telah menjadi kebiasaan hidup
sehingga menjadi sifat tetap dalam diri seseorang, misalnya kerja keras, pantang
menyerah, jujur, sederhana, dan lain-lain. Adanya karakter itulah kualitas seorang
pribadi diukur.82
Karakter seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar
(lingkungan sosial budaya dan lingkungan fisik). Karakter menjadi akar atau dasar
dari semua tindakan baik tindakan baik maupun jahat.
c. Definisi Pendidikan Karakter
Dalam pengertian yang sederhana, pendidikan karakter adalah hal positif
yang dilakukan oleh guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya.
Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru
untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya.83
Pendidikan karakter menurut
Scerenko seperti yang dikutip oleh Muchlas Samani dan Hariyanto, dapat
dimaknai sebagai upaya yang dikembangkan, didorong dan diberdayakan melalui
keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi tokoh bijak dan pemikir besar), serta
praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan makna dari apa-apa
yang diamati dan dipelajari).84
Pengertian pendidikan karakter secara luas adalah melindungi diri sendiri,
membentuk kepribadian mandiri yang didasarkan atas keyakinan tertentu, baik
yang bersifat individu maupun kelompok, dan dengan sendirinya bangsa dan
81
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013) hlm. 43 82
Sutarjo Adisusilo, op. cit, hlm. 78 83
Muchlas Samani dan Hariyanto, loc.it. 84
Ibid, hlm. 45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
negara. Pendidikan karakter bagi bangsa Indonesia harus sesuai dengan jiwa dan
semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.85
Pendidikan karakter
menjadi sarana pengembangan kemampuan yang bersinambungan dalam diri
manusia untuk mengadakan internalisasi nilai. Menurut Plato seperti yang dikutip
oleh Doni Koesoema, pendidikan karakter merupakan sebuah kinerja dari sebuah
sistem pembinaan dan pembentukan untuk menciptakan sosok pribadi pemimpin
yang akan membawa masyarakat pada suatu kebaikan dan keadilan.86
d. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan utama pendidikan karakter adalah menumbuhkan seorang individu
menjadi pribadi yang memiliki integritas moral sekaligus mampu mengusahakan
sebuah ruang lingkup kehidupan yang menghayati integritas moralnya dalam
tatanan kehidupan masyarakat. Ruang lingkup pendidikan karakter tidak hanya
individual tetapi juga melibatkan lingkungan sosial. Pendidikan karakter bertujuan
sebagai acuan bagi kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama.87
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.88
Pendidikan karakter akan
memperluas wawasan para pelajar tentang nilai-nilai moral sehingga mereka
85
Nyoman Kutha Ratna, op. cit, hlm. 132 86
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:
Gramedia, 2010) hlm. 104-112 87
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 52 88
Loc.cit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
semakin mampu dalam mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan
secara moral.89
e. Fungsi Pendidikan Karakter
Fungsi pendidikan karakter telah dirumuskan oleh Pusat Kurikulum, sebagai
berikut:90
1) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik. Pendidikan karakter berfungsi membentuk manusia cerdas
yang berbudi, membaangun semangat dan tekad dengan pikiran yang positif
dan sikap optimis, serta dengan rasa persaudaraan, persatuan dan kebersamaan
yang tinggi.91
2) Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur. Pendidikan
karakter menyadarkan bahwa pluralitas suku, bahasa, agama justru
memberikan kekayaan milik bersama yang harus dipelihara dan
dikembangkan.92
3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter mengajarkan manusia terbiasa disiplin dan kerja keras.
Karakter disiplin dan kerja keras mampu menjadikan peradaban bangsa
sebagai bangsa yang memiliki daya saing di dalam pergaulan dunia.
f. Pendidikan Karakter dalam Kehidupan Sehari-hari
Pendidikan karakter bisa diselenggarakan dalam bentuk formal seperti
yang dilakukan dalam dunia pendidikan dan juga bisa diselenggarakan secara non
89
Dony Koesoema, op. cit, hlm. 116 90
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm.52 91
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 104 92
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan implemantasi, (Jakarta:
Kencana, 2014), hlm. 81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
formal. Tanpa disadari pendidikan karakter di tengah masyarakat justru lebih
banyak dilakukan karena sejak lahir hingga dewasa manusia selalu berhubungan
dengan masyarakat. Pada dasarnya karakterisasi terbentuk sepanjang hayat
sehingga pendidikan karakter adalah keseluruhan hidup itu sendiri.93
Masyarakat menjadi laboratorium bagi pendidikan karakter. Pendidikan
karakter akan menemukan verifikasi nilainya secara nyata (konkret) ketika
pembelajaran akan norma dan perilaku yang membentuk individu itu semakin
lama menjadi sistem nilai bersama yang mampu menjaga stabilitas masyarakat.94
Masyarakat dimaknai sebagai tempat di mana pada akhirnya pendidikan karakter
itu hadir. Pendidikan karakter juga sebagai sarana pedagogis bagi masyarakat luar
sehingga dapat menumbuhkan perilaku dan tata nilai yang bermakna dalam
kehidupan bermasyarakat. Hasil yang baik dari pendidikan karakter bukan hanya
dilihat dari peserta didik saja tetapi juga masyarakat yang bergerak bersama.95
B. Kerangka Berpikir
Museum didirikan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda
bersejarah sekaligus sebagai sarana pewarisan nilai-nilai dari generasi terdahulu
kepada generasi berikutnya. Pewarisan nilai-nilai di museum bisa dilakukan
dengan menyampaikan cerita di balik koleksi yang ada. Misalnya saja melalui
kegiatan pendampingan kepada masyarakat yang berkunjung ke museum.
Museum Misi Muntilan merupakan museum yang selalu melakukan
pendampingan terhadap masyarakat yang berkunjung. Pendampingan dilakukan
93
Nyoman Kutha Ratna, op. cit, hlm. 239 94
Dony Koesoema, op. cit, hlm. 187 95
Ibid, hlm. 189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
agar masyarakat yang datang tidak hanya sekedar melihat koleksi saja.
Pendampingan itu memudahkan masyarakat dalam menemukan nilai-nilai yang
ada termasuk nilai karakter pada tokoh-tokoh yang ditampilkan di Museum Misi
Muntilan. Cerita mengenai tokoh-tokoh yang ditampilkan di museum menjadi
stimulus yang diterima oleh masyarakat melalui panca indera yang selanjutnya
diolah menjadi persepsi. Tokoh-tokoh yang ditampilkan di Museum Misi
Muntilan memiliki karakter yang dapat dijadikan teladan bagi umat yang
beragama Katolik maupun yang bukan Katolik.
Selain menampilkan tokoh-tokoh berkarakter, Museum Misi Muntilan
juga memiliki berbagai kegiatan positif. Kegiatan tersebut di antaranya adalah
Novena Selasa Kliwonan, gelar budaya, dan buka puasa bersama dengan
masyarakat dari pondok pesantren. Hal ini menunjukkan penghayatan terhadap
nilai karakter khususnya dalam toleransi umat beragama dan menghargai
kebudayaan pada masyarakat multikultur.
Tidak hanya pendampingan di museum saja, Museum Misi Muntilan juga
melakukan pendampingan kepada PIA (Pendampingan Iman Anak) dan OMK
(Orang Muda Katolik). Pendampingan dilakukan oleh tim edukasi Museum Misi
Muntilan. Pendampingan ini biasanya dilakukan di museum maupun di luar
museum misalnya di paroki-paroki. Melalui pendampingan ini berbagai karakter
ditanamkan kepada anak-anak maupun remaja. Karakter yang ditanamkan dari
pendampingan tersebut seperti toleransi (bukan hanya terhadap agama saja tetapi
juga toleransi terhadap budaya), kemandirian, percaya diri, dan semangat
persaudaraan di mana tidak ada perbedaan antara yang miskin dan kaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Adanya pendampingan terhadap masyarakat, PIA maupun OMK dan
kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan oleh pengelola museum tersebut
diharapkan muncul persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi
Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dibuat skema kerangka berpikir
sebagai berikut:
Gambar I: Kerangka Berpikir
MUSEUM MISI
MUNTILAN
KOLEKSI KEGIATAN
MASYARAKAT
PERSEPSI
PENDIDIKAN
KARAKTER
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang tidak
dimanipulasi oleh peneliti.96
Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan temuan atau data yang tidak diperoleh dengan prosedur statistik.
Penelitian ini menekankan penggunaan data nonstatistik dalam proses analisis
data hingga dihasilkan temuan penelitian secara ilmiah.97
Penelitian kualitatif
didefinisikan sebagai metode penelitian ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan
menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan-
perbuatan manusia dan peneliti tidak perlu menganalisis angka-angka sehingga
data yang diperoleh tidak dikuantifikasikan.98
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Andi Prastowo, penelitian kualitatif
diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati serta
diarahkan pada latar dan individu secara menyeluruh (holistik).99
Dalam
penelitian ini mengunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah salah satu jenis
penelitian dari penelitian kualitatif. Penelitian studi kasus yaitu studi yang
96
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 1-2 97
Rulam Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hal 15 98
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajagrafindo, 2015) hlm.13 99
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) hlm. 22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci dan pengambilan data
mendalam serta menyertakan sumber informasi.100
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner.
Museum Misi Muntilan terletak di Jalan Kartini 3, Muntilan, Jawa Tengah.
2. Waktu Penelitian
Berikut ini merupakan penjabaran dari pelaksanaan penelitian di Museum Misi
Muntilan:
Tabel. 1 Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Bulan
Maret April Mei Juni Juli
1. Persiapan
2. Observasi
3. Pengambilan data
4. Pengolahan data
5. Penyusunan laporan
C. Sumber Data
Data pada penelitian kualitatif diperoleh secara verbal melalui wawancara
atau dalam bentuk tertulis melalui analisis dokumen. Pada dasarnya data kualitatif
itu terdiri atas kutipan atau jawaban dan deskripsi tentang situasi, peristiwa, dan
interaksi.101
Peneliti menentukan sumber data yang digunakan pada penelitian ini
yaitu lokasi penelitian, informan (pengelola dan pengunjung Museum Misi
100
Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, ( Bandung: Alfabeta, 2014) hlm
291 101
Rulam Ahmadi, op. cit, hlm. 108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Muntilan, dan guru SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi Luhur van Lith),
koleksi benda museum dan dokumen museum berupa notulen rapat Museum Misi
Muntilan, dan buku kesan pengunjung dari tahun 2013 hingga tahun 2016.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan data yang standar.102
Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti.103
Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi
partisipatif aktif. Observasi partisipatif aktif maksudnya peneliti ikut terlibat pada
kegiatan yang dilakukan oleh narasumber agar data yang diperoleh lebih lengkap
dan tajam.104
Jadi, ketika melakukan observasi pada penelitian ini peneliti ikut
mendampingi pengunjung bersama dengan pengelola Museum Misi Muntilan.
Peneliti melakukan pengamatan di Museum Misi Muntilan sesuai dengan
pedoman atau instrumen observasi yang telah dibuat oleh peneliti.
2. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung. Orang yang mewawancarai disebut interviewer sedangkan orang
102
Sugiyono, op. cit, hlm. 62 103
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Edisi Kedua),
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 52 104
Sugiyono, op.cit, hlm. 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
yang diwawancarai disebut interviewee.105
Wawancara menjadi teknik
pengumpulan data yang sering dilakukan dalam penelitian kualitatif.106
Ada
berbagai jenis wawancara namun jenis wawancara yang dilakukan oleh peneliti
adalah wawancara semi terstruktrur (semi structure interview). Wawancara semi
terstruktur yaitu jenis wawancara yang termasuk kategori in-dept interview
bertujuan untuk menemukan permasalahan lebih terbuka dengan mengajak
narasumber atau informan ikut menyampaikan pendapatnya.107
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam penelitian
mengenai pendapat, sikap ataupun persepsi. Kelebihan teknik wawancara adalah
dapat mengumpulkan data yang lebih luas dan memunculkan sesuatu yang belum
terpikirkan sebelumnya.108
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara
kepada pengunjung, guru SMP Kanisius Muntilan dan guru SMA Pangudi Luhur
van Lith, dan pengelola Museum Misi Muntilan.
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi ialah teknik
pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.109
Dokumen
merupakan catatan peristiwa berupa tulisan, gambar maupun karya seseorang.
Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan observasi dan wawancara.110
Dokumentasi dalam penelitian ini menggunakan data pengunjung, catatan dari
105
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, op. cit, hlm. 55 106
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, 2013) hlm. 263 107
Sugiyono, op. cit, hal 73 108
Wina Sanjaya, op. cit, hlm. 263 109
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, op. cit, hlm. 69 110
Sugiyono, op. cit, hlm. 82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
rapat pleno MMM tahun 2015, buku pedoman Museum Misi Muntilan dan buku
kesan pengunjung dari tahun 2013 hingga 2016.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar pengumpulan data menjadi
lebih mudah dan sistematis.111
Instrumen pengumpulan data tergantung pada
metode penelitian. Berikut ini instrumen pengumpulan data yang peneliti
gunakan:
1. Instrumen Observasi
Instrumen observasi adalah alat yang berfungsi sebagai pedoman bagi
observer untuk mencatat hasil pengamatannya tentang hal-hal yang menjadi bahan
observasinya. Untuk mencatat hasil observasi, peneliti menggunakan lembar
pengamatan berupa check list atau daftar cek. Check list adalah pedoman
observasi yang berisikan daftar aspek yang diamati.112
Aspek yang diamati antara
lain: lokasi museum, sarana-prasarana yang dimiliki museum dan ketenagakerjaan
museum. (selengkapnya lihat lampiran)
2. Instrumen Wawancara
Instrumen wawancara adalah pedoman yang digunakan peneliti ketika
melakukan wawancara. Instrumen wawancara ini digunakan peneliti sebagai alat
untuk menggali informasi dari pengelola museum, pengunjung museum dan guru
dari SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi Luhur van Lith. Instrumen
111
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2000), hlm. 101 112
Wina Sanjaya, op. cit, hlm. 274
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
wawancara kepada pengelola digunakan untuk menggali informasi tentang sejarah
Museum Misi Muntilan, kegiatan edukasi yang berkaitan dengan pendidikan
karakter, dan persepsi pengelola terhadap Museum Misi Muntilan sebagai
pendidikan karakter. Instrumen wawancara kepada pengunjung digunakan untuk
menggali informasi tentang pendapatnya mengenai koleksi museum dan persepsi
terhadap museum sebagai sarana pendidikan. Instrumen yang digunakan kepada
guru SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi luhur untuk menggali informasi
tentang sarana pembelajaran dan sarana pendidikan karakter. (Selengkapnya lihat
lampiran)
3. Instrumen Dokumentasi
Instrumen dokumentasi dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen
yang berupa data pengunjung, data kegiatan museum, foto, gambar dan koleksi-
koleksi yang ada.
F. Pengambilan Sampel
Sampel yang dimaksud dalam penelitian ini bukanlah sampel statistik
melainkan sampel teoritis.113
Sampel teoritis adalah sampel yang didasarkan pada
konsep-konsep yang terbukti secara teoritik dengan teori yang sedang disusun.114
Dalam penelitian kualitatif sampel disebut dengan narasumber, partisipan, dan
informan.115
Teknik pengambilan sampel ada dua macam, yaitu: Probability
Sampling dan Nonprobability Sampling. Probability Sampling adalah teknik
113
Ibid. hlm. 50 114
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (terjemahan),
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009) hlm. 196 115
Sugiyono, op. cit hlm. 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel.116
Nonprobability Sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi kesempatan sama bagi
setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Nonprobability Sampling
meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball.
Teknik pengambilan sampel yang sesuai dengan penelitian ini adalah
Nonprobability Sampling, yaitu: purposive dan snowball. Teknik pengambilan
sampel purposive adalah teknik pengambilan sampel sumber data berdasarkan
pertimbangan tertentu yang memudahkan peneliti.117
Purposive merupakan salah
satu strategi bagi peneliti untuk memahami suatu kasus tanpa perlu
menggeneralisasikan pada semua kasus.118
Teknik snowball adalah teknik
pengambilan sumber data, yang pada awalnya sumber data berjumlah sedikit
namun semakin lama sumber data yang diperoleh semakin banyak karena
informan yang dipilih akan merujuk peneliti kepada orang lain yang yang dapat
berpartisipasi dalam memberi informasi kepada peneliti.119
Sampel yang diambil oleh peneliti sebagai sumber data dalam penelitian
ini adalah pengelola museum yang nantinya juga merujuk ke informan lain yang
dapat membantu peneliti mendapat data lebih banyak sesuai dengan prosedur
teknik snowball sampling, pengunjung Museum Misi Muntilan dan guru SMP
116
Ibid. hal 52 117
Ibid. hal 53 118
Rulam Ahmadi, op. cit, hal 23 119
Sugiyono, op. cit, hlm. 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Kanisius Muntilan dan guru SMA Pangudi Luhur van Lith. Sampel dipilih untuk
mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya bukan untuk digeneralisasikan.120
G. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh
dari observasi, wawancara dan dokumentasi secara sistematis dengan cara
mengorganisasikan data hingga memilah data yang penting dan dibuat kesimpulan
yang mudah dipahami baik diri sendiri maupun orang lain.121
1. Analisis sebelum di lapangan
Analisis ini dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data
sekunder yang digunakan dalam fokus penelitian. Namun, fokus penelitian ini
sifatnya masih sementara dan berkembang setelah masuk ke lapangan.122
Analisis
sebelum di lapangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
sumber sekunder seperti dokumen yang ada di Museum Misi Muntilan.
2. Analisis selama di lapangan
Ada berbagai macam model untuk analisis selama di lapangan. Peneliti
menggunakan model Miles dan Huberman. Analisis data menurut Miles dan
Huberman dalam Andi Prastowo terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
bersamaan, yaitu:123
120
Sugiyono, loc. cit dan Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Edisi Kedua, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2014), hlm. 108 121
Sugiyono, op.cit, hlm. 89 122
Andi Prastowo, op. cit. hlm. 240 123
Ibid, hlm. 241
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian dan
penyederhanaan, dan transformasi data “kasar” yang berlangsung selama
pengumpulan data berjalan. Bahkan setelah penelitian di lapangan berakhir dan
laporan akhir tersusun.124
Reduksi data berarti memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal penting agar peneliti mendapat gambaran yang jelas.
Reduksi data diperlukan untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan data
selanjutnya karena ketika peneliti semakin lama di lapangan menemukan semakin
banyak data.125
Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan dengan memilih data yang
sesuai baik hasil dari wawancara dengan pengelola dan pengunjung Museum Misi
Muntilan dan guru SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi Luhur van Lith
maupun dokumentasi yang berupa buku kesan pengunjung Museum Misi
Muntilan.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.126
Penyajian data
kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart, dan sebagainya. Namun, yang paling sering digunakan adalah
teks naratif.127
Pada penelitian ini peneliti menyajikan data berupa teks naratif.
124
Ibid, hlm. 243 125
Sugiyono, op. cit, hlm. 92 126
Andi Prastowo, op. cit, hlm. 244 127
Sugiyono, op. cit, hlm. 95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
c. Kesimpulan atau verifikasi
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru berupa
deskripsi atau gambaran suatu objek yang belum jelas menjadi jelas setelah
diteliti.128
Selama penelitian berlangsung penarikan kesimpulan juga diverifikasi,
makna-makna yang muncul dari data harus diuji validitasnya.129
Berikut ini gambar alur analisis data di lapangan menurut Miles dan
Huberman yang dikutip oleh Afrizal:130
Gambar II: Alur Analisis Data Menurut Miles dan Huberman
H. Validitas Data
Validitas merupakan ketepatan antara data yang ada pada objek penelitian
dengan data yang dilaporkan oleh peneliti.131
Dalam penelitian kualitatif, data
128
Ibid, hlm. 99 129
Andi Prastowo, op. cit, hlm. 249 130
Afrizal, op. cit, hlm.180 131
Sugiyono, op. cit, hlm. 118
Pengumpulan
Data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulan /
Verifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dinyatakan valid ketika tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti
dengan yang sesungguhnya terjadi di lapangan.132
Agar data yang dihasilkan dapat
dipercaya maka peneliti perlu melakukan trianggulasi. Trianggulasi merupakan
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut.133
Trianggulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu.134
Trianggulasi dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:
1. Trianggulasi Sumber
Trianggulasi sumber adalah teknik pengecekan kredibilitas data yang
dilakukan dengan memeriksa data yang didapat melalui berbagai sumber. Data
yang didapat bukan disamaratakan tetapi dideskripsikan dan dikategorikan mana
yang sama dan mana yang berbeda.135
Sumber dalam penelitian ini antara lain:
pengelola dan pengunjung Museum Misi Muntilan, guru SMP Kanisius Muntilan
dan SMA Pangudi Luhur van Lith, dan dokumen yang berupa notulen rapat
museum dan buku kesan pengunjung.
2. Trianggulasi Teknik
Trianggulasi teknik adalah teknik yang digunakan untuk mengecek sumber
yang diperoleh dengan teknik yang berbeda.136
Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan trianggulasi teknik untuk mengecek data yang diperoleh seperti
hasil wawancara diperiksa dengan hasil observasi dan dokumentasi.
132
Ibid, hlm. 119 133
Andi Prastowo, op. cit, hlm. 269 134
Sugiyono, op. cit, hlm. 125 135
Andi Prastowo, op. cit, hlm. 269 136
Sugiyono, op. cit, hlm. 127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
3. Trianggulasi Waktu
Trianggulasi waktu adalah teknik yang dilakukan dengan cara memeriksa
hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dalam waktu atau situasi yang
berbeda. Data yang diperoleh oleh peneliti di waktu yang berbeda diperiksa
kembali apakah data yang diperoleh di waktu yang berbeda hasilnya tetap sama.
Jika hasilnya tetap sama maka data tersebut dapat dipercaya.137
Dalam penelitian
ini trianggulasi waktu digunakan untuk memastikan data yang diperoleh akurat
meskipun waktu wawancara dengan narasumber berbeda.
4. Trianggulasi Penyidik
Trianggulasi penyidik adalah cara pemeriksaan kredibilitas data dengan
memanfaatkan pengamat lain untuk membantu mengurangi ketidaktepatan dalam
pengumpulan data.138
Pengamat lain dalam penelitian ini adalah Erza Setiana
Sirait, mahasiswa program studi pendidikan sejarah Universitas Sanata Dharma.
5. Trianggulasi Teori
Trianggulasi teori adalah teknik cara pemeriksaan data yang dilakukan
dengan menggunakan lebih dari satu teori untuk memeriksa data temuan
penelitian.139
Trianggulasi teori digunakan dalam penelitian ini untuk membahas
hasil penelitian dengan kajian teori yang ada. Selain dengan trianggulasi, validitas
data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dengan cara berikut ini:
1. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan digunakan untuk mendapatkan interpretasi yang
konsisten serta mendalam. Hal ini berarti peneliti mengadakan pengamatan
137
Andi Prastowo, op. cit, hlm. 270 138
Loc. cit 139
Ibid, hlm. 271
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan.140
Peneliti meningkatkan
ketekunan dengan sering pergi ke lokasi penelitian demi memperoleh data yang
mencukupi.
2. Memperpanjang Waktu Penelitian
Memperpanjang waktu penelitian berguna untuk membatasi kekeliruan
dalam penelitian. Hal ini juga dimaksudkan untuk membangun kepercayaan para
subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti itu sendiri.141
Peneliti
memperpanjang waktu penelitian untuk memastikan data yang diperoleh
mencukupi karena sumber data yang diperoleh semakin bermacam-macam.
3. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi
Teknik ini dilakukan dengan menunjukkan hasil sementara atau hasil akhir
yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan sejawat. Pemeriksaan sejawat
berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan rekan sebaya
yang memiliki pengetahuan umum yang sama mengenai hal yang sedang
diteliti.142
Dalam penelitian ini peneliti melakukan diskusi dengan teman yang
juga meneliti lokasi yang sama. Hal ini dilakukan untuk saling bertukar informasi
tentang data yang diperoleh ketika penelitian.
140
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: Rosdakarya, 2004)
hlm. 329 141
Ibid, hlm. 327-329 142
Ibid, hlm.333-334
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian dan manfaat penelitian.
Bab II: Kajian Pustaka
Berisi tentang kajian teori dari konsep persepsi, museum, masyarakat,
misi, Museum Misi Muntilan dan pendidikan karakter serta kerangka
berpikir pada penelitian ini.
Bab III: Metodologi Penelitian
Berisi tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, pengambilan
sampel, teknik analisis data, dan validitas data.
Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi tentang deskripsi latar, deskripsi hasil penelitian, dan pembahasan
dari hasil penelitian.
Bab V: Kesimpulan
Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran untuk
peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar
Penelitian ini dilaksanakan di Museum Misi Muntilan Pusat Animasi
Misioner (MMM PAM) berlokasi di Jalan Kartini 3, Muntilan 56411, Jawa
Tengah. MMM PAM berada di kawasan misi Muntilan. MMM PAM terletak di
antara Gereja Santo Antonius Muntilan dan Pastoran, dan di depan museum ada
SMP Kanisius Muntilan. MMM PAM juga dekat dengan SMA Pangudi Luhur
van Lith, Bruder FIC dan Kerkoff (Makam Gereja) Muntilan. MMM PAM adalah
museum yang terdiri dari dua lantai. Lantai bawah terdapat ruang pertemuan, dua
vitrin yang berisikan benda-benda koleksi, kantor, perpustakaan, kamar-kamar,
ruang makan, dapur, dan toilet. Lantai atas terdiri dari beberapa ruangan berisi
benda-benda koleksi yang dipamerkan dan tempat berdoa. Bangunan MMM PAM
tidak terlalu luas namun mampu menyimpan banyak benda koleksi. Jumlah
koleksi MMM PAM yang tercatat sampai dengan bulan Juli 2014 mencapai 824
buah koleksi.140
Sebagian koleksi ada yang dipamerkan dan ada juga yang masih
tersimpan di ruang penyimpanan (storage). MMM PAM juga memiliki
pengunjung yang tiap tahunnya selalu bertambah. Kenaikan jumlah pengunjung
dibuktikan dalam Notulen Pleno MMM PAM 5 Agustus 2014.
140
Notulen Pleno MMM PAM 5 Agustus 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Data jumlah pengunjung dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
2010 2011 2012 2013
Jumlah Pengunjung 3657 3828 6493 6131
0
2000
4000
6000
8000
Data Pengunjung MMM PAM
Jumlah Pengunjung
Gambar III: Diagram Data Pengunjung MMM PAM
Pada data pengunjung terbaru tahun 2016 jumlah pengunjung museum mencapai
5.122 pengunjung.
Berikut ini klasifikasi pengunjung pada tahun 2016 berdasarkan kategorinya:
Tabel 2. Data Pengunjung Museum Misi Muntilan Bulan Januari-Desember 2016
No. Jenis Pengunjung Jumlah
1. Pengunjung Pelaku Studi 1.451
2. Pengunjung Rekreatif 3.632
3. Pengunjung Bertujuan Khusus 39
Total 5.122
1. Visi, Misi, Tujuan dan Fungsi MMM PAM
Berikut ini adalah visi, misi, tujuan dan fungsi MMM PAM:141
a. Visi
Museum Misi Muntilan sebagai Pusat Animasi Misioner yang mengobarkan
semangat misi berdasar inspirasi Rama van Lith untuk
menumbuhkembangkan Gereja Keuskupan Agung Semarang.
141
Diambil dari Brosur MMM PAM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
b. Misi
Museum Misi Muntilan memiliki misi ikut ambil bagian dalam
pengembangan Gereja yang bermakna bagi warganya dan masyarakat dengan:
1) Pengembangan iman umat pada umumnya (propagation of faith).
2) Pengembangan iman anak dan remaja (missionary childhood).
3) Pengembangan panggilan iman dan hidup bakti (Saint Peter The Apostle).
c. Tujuan
MMM PAM memiliki tujuan untuk ikut ambil bagian menjamin
berkembangnya Gereja Lokal KAS sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban
murid-murid Tuhan Yesus Kristus.
d. Fungsi
MMM PAM memiliki dua fungsi yaitu sebagai fasilitas KAS untuk
merefleksikan, memusyawarahkan, dan mengembangkan gerakan missioner di
KAS serta menjaga dan mengembangkan kawasan situs misi Muntilan.
2. Sarana-Prasarana
Berikut ini adalah daftar sarana prasarana yang dimiliki oleh MMM:142
a. Ruang Pertemuan
Fungsi ruangan pertemuan di MMM PAM adalah sebagai tempat untuk rapat,
tempat pengarahan dan pemutaran film kepada pengunjung sebelum pengunjung
melihat koleksi yang ada di museum.
142
Hasil observasi pada tanggal 27 April 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
b. Kantor
Kantor MMM PAM menjadi ruang kerja bagi para pengelola museum. Kantor
juga dimanfaatkan sebagai tempat untuk menyimpan berbagai dokumen-dokumen
yang dimiliki oleh museum termasuk dokumen tentang inventaris koleksi,
berbagai laporan, dan lain sebagainya.
c. Perpustakaan
Perpustakaan yang dimiliki MMM PAM memang tidak berukuran besar tetapi
koleksi buku yang dimiliki cukup beragam, dari buku tentang agama Katolik,
sejarah, budaya, politik, dan sebagainya.
d. Ruang Pameran
Ruang pameran adalah ruangan yang berisi benda-benda koleksi yang dipajang
sesuai dengan tema yang dikehendaki oleh museum.
Berikut ini daftar ruang pameran yang ada di MMM PAM143
:
Tabel 3. Daftar Ruang Pameran MMM PAM
Nomor
Ruang Tema koleksi
12
Koleksi mimbar, meja altar, kursi untuk ekaristi kudus dalam rangka
kunjungan Paus Yohanes Paulus II 10 Oktober 1989 di Lanud Adi
Sucipto, Yogyakarta dan Koleksi 42 reliqui Santo-Santa, korpus
Yesus, Koleksi Jubah Uskup Mgr. Soegijapranata dan Kardinal
Darmajuwono.
13 Kisah dan koleksi dari Romo Sanjaya, Romo Mangunwijaya &
Pendulum Romo Wignya, Pr.
14 Koleksi Jubah dan benda-benda peninggalan lain dari Uskup KAS ke-
1 s/d ke-5.
15 Beberapa Kongregasi, Institut Sekuler yang berkarya di Keuskupan
Agung Semarang
16 dan
17
Kisah katekis-katekis awal, Percetakan Kanisius, Ganjuran, Sarana
Bermisi.
143
Data diperoleh dari Slide Display Koleksi MMM PAM bahan rapat Agustus 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
18 dan
19
Sejarah awal misi Jawa, Jesuit dan pionernya, dan Aneka koleksi Mgr.
Soegijapranata.
e. Ruang doa
Ruang doa di MMM PAM ini dapat digunakan bagi siapa saja yang ingin berdoa
baik individu maupun kelompok.
f. Storage
Ruangan yang digunakan untuk menyimpan benda-benda koleksi yang belum
dipamerkan.
g. Ruang Makan
h. Toilet
i. Area parkir
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM)
a. Latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan (MMM)
Latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan (selanjutnya disingkat
MMM) bermula ketika Keuskupan Agung Semarang (selanjutnya disingkat KAS)
memperingati ulang tahun ke-50 tanggal 25 Juni 1990. Pada waktu itu, keuskupan
membuat beberapa program yang diarahkan untuk umat. Salah satu programnya
adalah mendirikan museum. Keuskupan mulai menyadari pentingnya sebuah
lembaga atau tempat untuk memelihara sejarah keuskupan agar tidak dilupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
oleh anak-anak muda. Tujuan museum ini dibangun untuk kepentingan
mendalami pola dasar penghayatan iman di KAS.144
Pada awalnya sudah ada museum yang menyimpan peninggalan-
peninggalan dari romo, misionaris, pendiri kongregasi dan berbagai macam
dokumen yang berkaitan dengan sejarah KAS di Wisma Keuskupan Agung
Semarang, Jalan Pandanaran 13, Semarang. Akan tetapi, tempat itu belum
memadai dan kurang diperhatikan sehingga kurang menarik. Bahkan terlihat
seperti gudang.145
Pada tahun 1998, Mgr. Ignatius Suharyo meminta Romo
Bambang, Pr. untuk membuat museum yang hidup di Muntilan. Museum yang
hidup maksudnya museum yang bisa menjadi sarana edukasi dan mengikuti
perkembangan zaman. Museum yang akan didirikan ini bertujuan sebagai sarana
pembelajaran bagi umat mengenai dinamika hidup gereja. Panitia persiapan pun
mulai dibentuk. Panitia ini bernama Panitia Persiapan Museum Misi Muntilan
Sejarah Gereja Keuskupan Agung Semarang (CL 2 dan CL 3).146
Alasan dipilihnya Muntilan sebagai tempat didirikannya MMM yakni
terkait dengan alasan historis. Kisah sejarah yang terjadi di Muntilan tidak hanya
terkait dengan Muntilan saja tetapi juga sejarah perkembangan KAS. Bahkan
Muntilan disebut sebagai Betlehem van Java. Muntilan adalah tempat Romo van
Lith peletak dasar gereja KAS menjalankan karya misinya. Jejak Romo van Lith
144
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017, Bapak Seno pada
tanggal 2 Mei 2017, dan Romo Bambang Sutrisno, Pr.pada tanggal 17 Mei 2017 145
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr. loc. cit, Romo Bambang, Pr. loc. cit, Bapak Muji
pada tanggal 27 April 2017 146
Hasil wawancara dengan Bapak Seno, loc. cit, dan Bapak Muji, loc. cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
ini tampak pada peninggalannya berupa Gereja Santo Antonius Muntilan,
pastoran, dan sekolah-sekolah (CL 3 dan CL 4).147
Terkait dengan pembangunan museum, pastoran dipilih sebagai tempat
yang tepat untuk mendirikan museum. Alasannya karena suasana sangat
mendukung dimana bangunan pastoran dekat dengan gereja dan memiliki nilai
sejarah. Akan tetapi, pastoran masih digunakan oleh romo-romo sehingga perlu
membuat gedung baru sebagai penggantinya. Izin pembangunan dari gedung ini
adalah untuk pastoran. Bentuk gedungnya pun ada ruang pertemuan dan kamar-
kamar yang direncanakan sebagai tempat pertemuan Orang Muda Katolik (OMK)
dan PIA (Pendampingan Iman Anak) (CL 13 dan CL 3).148
Namun, umat
Muntilan merasa bahwa gedung baru tersebut kurang ideal jika digunakan sebagai
pastoran. Hal ini memunculkan kebijakan baru yang dibuat oleh Mgr. Ignatius
Suharyo yaitu gedung baru yang direncanakan sebagai pengganti pastoran ditata
sebagai museum (CL 13).149
Pada tahun 2002, bangunan ini mulai difungsikan sebagai museum (CL 2
dan CL 3).150
Mulanya museum ini bernama Museum Misi Muntilan Sejarah
Gereja Keuskupan Agung Semarang. Akan tetapi, pada tahun 2004 Mgr. Ignatius
Suharyo meresmikan dan memberkati museum ini dengan nama Museum Misi
Muntilan Pusat Animasi Misioner (CL 13).151
147
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., loc. cit, dan Bapak Seno, loc. cit. 148
Hasil wawancara dengan Romo Bambang, Pr., loc. cit dan Bapak Seno, loc. cit. 149
Lebih lanjut disampaikan oleh Romo Bambang Pr. melalui wawancara pada tanggal 17 Mei
2017 150
Hasil wawancara dengan Bapak Muji pada tanggal 27 April 2017dan Bapak Seno pada tanggal
2 Mei 2017 151
Hasil wawancara dengan Romo Bambang, Pr. pada tanggal 17 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
b. Kendala
Beberapa kendala yang dihadapi ketika mendirikan museum adalah
masalah kepemilikan tanah, pendanaan dan pemahaman tentang museum.
Masalah kepemilikan tanah bermula karena tanah yang akan digunakan sebagai
museum adalah tanah milik kongregasi Serikat Jesuit (SJ). Sementara itu, orang
umum melihat bahwa program tersebut adalah bagian dari program KAS yang
identik dengan Imam Praja. Banyak pihak yang belum mengetahui jika
pembangunan museum adalah program antara KAS, Serikat Jesuit, bruder FIC,
dan Suster Fransiskan karena terkait dengan kawasan situs misi di Muntilan (CL
13).152
Berdasarkan buku Pedoman MMM untuk mengatasi kendala tersebut
diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Uskup Agung Semarang,
Romo Provinsial S.J., dan Bruder Provinsial FIC yang menjelaskan bahwa
Kongregasi Serikat Jesuit Provinsi Indonesia menjadikan aset tanah bagi
pembangunan MMM, Kongregasi Bruder FIC membuka kamar yang pernah
dipakai oleh Romo Sanjaya, Pr dan kapel di dekatnya untuk kepentingan ziarah
rohani, sedangkan pihak KAS menjadi pengelola karya museum lewat panitia
yang ditunjuknya.
Kendala berikutnya yaitu mengenai pendanaan untuk pembangunan
museum. Dalam hal pendanaan untuk pembangunan museum itu tidak mudah.
Pembangunan museum tidak serta merta didukung berbeda dengan kegiatan
152
Romo Bambang, Pr. loc. cit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
gereja lainnya seperti ekaristi. Selain itu hasilnya tidak instan sebab museum ini
adalah investasi jangka panjang (CL 3).153
Kendala lain dalam mendirikan museum adalah pemahaman tentang
permuseuman. Ada yang memahami museum itu hanya pada sisi sejarah saja
bahkan museum dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda kuno
seperti gudang. Akan tetapi, ada juga yang memahami bahwa museum itu adalah
sesuatu yang dinamis dan boleh berkembang (CL 3 dan CL 4).154
Dalam
penyelenggaraannya juga muncul kendala. Kendalanya adalah MMM bukan
hanya sebagai museum saja melainkan sebagai rumah bagi Komisi Karya
Misioner KAS dan Karya Kepausan Indonesia KAS. Maka sebetulnya
penyelenggaraan museum menjadi tidak fokus. Artinya terkadang yang berperan
adalah Komisi Karya Misioner tetapi terkadang juga Karya Kepausan Indonesia.
MMM pernah hanya dipahami sebagai sarana atau alat saja untuk
menyelenggarakan karya-karya (CL 4).155
c. Proses Pengumpulan Benda Koleksi
Pada mulanya benda-benda yang menjadi koleksi di MMM berasal dari
Wisma KAS.156
Setelah disebarkan informasi tentang adanya museum ini koleksi
pun bertambah misalnya dari berbagai macam ordo dan kongregasi. Koleksi
museum berupa jubah, patung, gambar, foto, naskah, panji-panji, lukisan,
souvenir, dan berbagai peralatan yang digunakan para misionaris maupun awam.
153
Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017 154
Hal ini diutarakan oleh Bapak Seno, loc. cit, dan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017 155
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., loc. cit. 156
Hal ini dikatakan oleh Romo Bambang, Pr. pada tanggal 17 Mei 2017, Romo Nugroho, Pr.,
pada tanggal 8 Mei 2017, Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017 dan Bapak Muji pada tanggal 27
April 2017.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Koleksi benda yang dimiliki MMM bukanlah duplikat melainkan benda asli
sehingga dalam perkembangannya museum dikatakan sebagai museum kaya.157
Koleksi museum ini berasal dari hibah, kecuali lonceng dari Boro. MMM harus
mengganti lonceng tersebut dengan lonceng yang baru (CL 2 dan CL 3).158
Pengumpulan benda untuk koleksi MMM memiliki kriteria tertentu.
Walaupun belum ada rumusan yang definitif. Akan tetapi, benda yang dapat
menjadi koleksi di MMM adalah benda-benda yang berkaitan dengan karya misi
gereja KAS dan memiliki nilai bukan hanya lokal tetapi juga KAS. Benda-benda
tersebut berkaitan dengan proses perkembangan gereja dari awal hingga
perkembangannya dan ada tokoh-tokoh tertentu seperti biara, biarawati, uskup,
dan awam. Kriteria tersebut digunakan untuk memilah benda-benda yang memang
ada hubungannya dengan sejarah gereja KAS karena banyak umat yang
memberikan benda-benda kuno tetapi belum tentu ada hubungannya dengan
gereja KAS.159
Berdasarkan hasil penelitian di atas, sejarah MMM PAM bermula dari
adanya peringatan 50 tahun KAS. Dalam peringatan tersebut disusun beberapa
program yang ditujukan untuk umat Katolik. Salah satu programnya adalah
pembuatan museum yang hidup agar umat menyadari pentingnya memahami
sejarah perkembangan gereja KAS. Tempat yang dipilih untuk membangun
museum ini adalah Muntilan. Alasannya, Muntilan adalah tempat lahirnya karya
misi Gereja Katolik di Jawa sehingga disebut Betlehem van Java.
157
Hasil wawancara dari Bapak Seno, loc. cit. 158
Hasil wawancara dari Bapak Seno, loc. cit, dan Bapak Muji, loc. cit 159
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., tanggal 8 Mei 2017, Bapak Seno dan Bapak
Muji, loc. cit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Ketika MMM dibangun ada beberapa kendala yang muncul. Kendalanya
seperti masalah kepemilikan tanah, pendanaan dan pemahaman tentang museum.
Proses pengumpulan koleksi MMM juga tidak mudah dan dibutuhkan kriteria
tertentu. Tidak semua benda peninggalan sejarah bisa dijadikan koleksi.
Sementara itu, minat masyarakat untuk memberikan benda bersejarah agar
dipamerkan di museum cukup tinggi. Hal ini berarti masyarakat menyambut baik
keberadaan museum tersebut. Berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan
musyawarah dan masing-masing pihak dapat menerima hasil musyawarah
sehingga museum dapat diresmikan oleh Mgr. Ignatius Suharyo.
2. Kegiatan Museum Misi Muntilan yang Berkaitan dengan Pendidikan
Karakter
a. Kegiatan yang dilaksanakan di MMM PAM
Kegiatan yang dilaksanakan di MMM PAM ada tiga, antara lain: kegiatan
bidang koleksi, reparasi dan konservasi, dan edukasi. Kegiatan bidang koleksi
yakni kegiatan berkaitan dengan mencari, mengumpulkan, mendata, mencatat,
mempelajari, dan memajangkan koleksi. Kegiatan bidang preparasi dan
konservasi berkaitan dengan merawat gedung, kebersihan, keamanan,
kenyamanan, kerapihan, keindahan, dan seterusnya. Kegiatan bidang edukasi
berkaitan dengan sosialisasi, presentasi koleksi, kemudian menggali informasi,
menyampaikan informasi, dan meneliti benda-benda koleksi. Ketiga kegiatan
tersebut dilaksanakan secara rutin (CL 2).160
Pada kegiatan bidang koleksi ada
perawatan rutin pada benda koleksi secara harian maupun mingguan. Begitu pula
160
Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
dengan kegiatan lainnya seperti reparasi dan konservasi yang rutin merawat cat,
dinding, listrik dan sebagainya setiap hari. Untuk kegiatan bidang edukasi yang
rutin dilakukan adalah pendampingan terhadap pengunjung (CL 4).161
b. Kegiatan Edukasi Berkaitan dengan Pendidikan Karakter
Secara konkret, kegiatan edukasi yang berkaitan dengan pendidikan
karakter adalah pendampingan. Pendampingan ini dibedakan menjadi 2, yaitu
pendampingan singkat dan pendampingan panjang. Pendampingan singkat adalah
pendampingan yang dilakukan selama 30 menit sampai 2 jam. Pendampingan
singkat sering dilakukan kepada pengunjung yang datang rombongan. Proses
pendampingan singkat dilakukan oleh tim edukasi MMM dengan mengantar
pengunjung ke ruang presentasi film dan memberikan pengarahan. Setelah itu
pengunjung baru diajak berkunjung untuk melihat koleksi yang ada (CL 2).162
Untuk pendampingan panjang dilakukan selama 4 jam sampai akhir pekan.
Istilah lain dari pendampingan panjang ini adalah rekoleksi. Rekoleksi adalah
pendalaman yang bersifat rohani, artinya ada tarikan-tarikan atau refleksi yang
berkaitan dengan semangat hidup khusus untuk pengunjung beragama Katolik.163
Sebenarnya kegiatan seperti ini yang paling diharapkan oleh pengelola museum
sehingga pengunjung dapat merasakan sungguh nilai-nilai koleksi untuk
kehidupan dirinya.
Salah satu cara yang dilakukan oleh tim edukasi MMM dalam melakukan
pendampingan misalnya dengan menunjukkan gambar Mgr. Soegijapranata. Tim
edukasi tidak hanya menceritakan siapa, dimana, kapan dilahirkan dan tahun
161
Hal ini juga dikatakan oleh Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017 162
Hal ini disampaikan oleh Bapak Seno selaku anggota tim edukasi MMM tanggal 2 Mei 2017 163
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
berapa Mgr. Soegijapranata wafat, tetapi juga menceritakan bahwa beliau
memiliki semboyan 100% Katolik 100% Indonesia. Lalu setiap orang diberi
kesempatan untuk merefleksikan hidupnya melalui beberapa pertanyaan reflektif.
Apakah sebagai seorang Katolik sudah mencoba menghidupi yang
disemboyankan oleh Mgr. Soegijapranata, apakah di dalam kehidupan jaman
sekarang masih 100% Katolik 100% Indonesia? Tahap berikutnya diberikan
pertanyaan lebih mendalam, kalau sudah bagaimana mempertahankannya? Kalau
belum, apa yang akan dilakukan? Kegiatan seperti ini bisa dilaksanakan pada
pribadi atau kelompok besar (CL 2).164
Sebelum pengunjung mengadakan kunjungan diberi pertanyaan terlebih
dahulu. Pertanyaan mengenai apa yang menjadi tujuan mereka datang ke museum
misalnya hanya berkunjung saja tetapi ada juga yang memang ingin belajar secara
khusus untuk mendalami sejarah dan semangat keuskupan. Untuk yang ingin lebih
mendalami sejarah atau semangat keuskupan, tim edukasi MMM melakukan
pendampingan lebih mendalam bisa dilakukan dengan cara outbond maupun
permainan-permainan tertentu (CL 3).165
Selain pendampingan singkat dan panjang, kegiatan edukasi yang
berkaitan dengan pendidikan karakter adalah Novena Misioner Selasa Kliwonan
yang dulu bernama Novena Jumat Kliwonan. Novena Misioner Selasa Kliwonan
yaitu pertemuan yang menggunakan musik, shalawatan, penampilan, khotbah,
dan lain-lain. Kegiatan ini adalah hasil kerja sama antara MMM PAM dengan
pengurus Kerkoff. Walaupun kegiatan itu tidak berkaitan langsung dengan benda
164
Hal ini disampaikan oleh Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017 165
Hal ini ditambahkan oleh Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
koleksi MMM tetapi kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan semangat yang
diwariskan para pendahulu (CL 2 dan CL 4).166
Kegiatan edukasi lain yang
diselenggarakan oleh MMM adalah kegiatan orientasi sekolah dimana sekolah
yang berada di dekat museum mengajak siswa-siswanya untuk berkunjung.
Karakter yang ingin dibangun ketika orang belajar di museum adalah karakter
misioner. Karakter misioner adalah karakter orang yang berani menjadi saksi
kegembiraan Injil (CL 4).167
c. Kendala Kegiatan
Kendala yang dihadapi ketika menyelenggarakan kegiatan edukasi di
MMM adalah inovasi penyelenggaran yang berkaitan dengan cara tim edukasi
MMM menyampaikan sejarah dan semangat misi kepada anak-anak dan orang
muda. Bahkan, tidak semua orang dewasa pun menyukai sejarah. Cara yang
digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan melakukan
pembelajaran secara rutin kepada tim edukasi MMM PAM (CL 4).168
Kendala lain dalam menyelenggarakan kegiatan adalah keterbatasan
ruangan. Semakin banyak orang yang mengenal MMM, semakin banyak yang
ingin menyumbangkan koleksinya. Sementara, koleksi di museum sudah begitu
banyak. Cara menghadapi kendala tersebut dengan melakukan kerja sama dengan
pihak lain yang masih berkaitan untuk menyediakan ruangan khusus sebagai
tempat menyimpan sendiri koleksinya kemudian museum membantu dengan
memberikan edukasi. Misalnya ketika mempelajari tentang Romo van Lith,
pusatnya memang di Muntilan tetapi tim edukasi MMM bisa bekerja sama dengan
166
Hasil wawancara dengan Bapak Muji pada tanggal 27 April 2017 dan Romo Nugroho, loc. cit. 167
Hal ini ditambahkan oleh Romo Nugroho, Pr., loc. cit. 168
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., loc. cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Gereja dan Susteran Fransiskan di Gedangan. Begitu juga dengan gereja tua di
Ambarawa dimana Romo van Lith pernah tinggal di sana dan MMM yang
bertugas merangkaikannya dalam bentuk katekese (edukasi). Kendala lain adalah
ketika ada kunjungan mendadak sementara MMM sudah memiliki program lain.
Kendalanya ada pada kendala pengaturan waktu karena tenaga yang ada
jumlahnya terbatas sehingga tidak bisa melayani banyak orang (CL 2).169
Berdasarkan hasil penelitian di atas, ada 3 kegiatan yang diselenggarakan
oleh MMM dikategorikan berdasarkan bidangnya, yaitu kegiatan bidang koleksi,
bidang preparasi dan konservasi, dan bidang edukasi. Kegiatan bidang edukasi
MMM yang berkaitan dengan pendidikan karakter antara lain: pendampingan
kepada masyarakat terdiri dari pendampingan singkat dan panjang, Novena
Misioner Malam Selasa Kliwonan, dan kegiatan orientasi siswa sekolah di sekitar
museum. Kegiatan edukasi di atas berkaitan dengan pendidikan karakter karena
ada karakter yang akan dibentuk oleh tim edukasi MMM. Dalam
penyelenggaraannya tim edukasi tidak lepas dari kendala. Kendala yang ada yakni
berkaitan dengan inovasi penyelenggaraan kegiatan, keterbatasan ruang, dan
tenaga kerja. Namun, tim edukasi dapat menghadapi kendala tersebut. Hal ini
tercermin pada kegiatan edukasi yang selalu terselenggara.
169
Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
3. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan
(MMM) Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengelola museum,
pengunjung, guru, dan siswa. Berikut ini hasil penelitian tentang persepsi
masyarakat:
a. Persepsi Pengelola Museum Terhadap MMM sebagai Sarana Pendidikan
Karakter
1) Pengunjung MMM
Pengunjung MMM dari awal museum berdiri hingga sekarang adalah umat
Katolik (CL 3 dan CL 4).170
Umat Katolik yang datang pun masih terbagi ke
dalam beberapa kategori. Misalnya kategori anak dan remaja seperti komunitas
sekolah, kelompok missdinar, kelompok sekolah minggu, dan kelompok komuni
pertama. Berikutnya kategori orang muda sebagai contoh adalah Panitia Asian
Youth Day (AYD) 2017. Untuk kategori dewasa, contohnya adalah keluarga,
lingkungan, paroki, romo, uskup, dan lain sebagainya (CL 4).171
Dalam perkembangannya MMM mulai dikenal masyarakat umum dan
mulai berani membuka diri dengan membentuk jaringan dengan kelompok lintas
iman di mana pernah ada kelompok NU yang datang berkunjung. Salah satu
pengelola MMM pernah membantu mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang
menyusun skripsi tentang perbandingan Romo van Lith dengan Sunan Kalijaga.
Beberapa mahasiswa UNY juga pernah datang dalam rangka mempelajari sejarah
gereja di MMM. Jadi, bisa dikatakan bahwa pengunjung MMM itu
170
Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017 dan Romo Nugroho, Pr. pada
tanggal 8 Mei 2017 171
Hal ini ditambahkan oleh Romo Nugroho, Pr, loc. cit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
beranekaragam dari umat Katolik sendiri pun beragam ditambah dengan
pengunjung dari lintas iman yang memanfaatkan kunjungan ke MMM (CL 3 dan
CL 4).172
2) Tokoh yang Menjadi Ikon MMM dan Nilai Karakternya
Tokoh yang menjadi ikon MMM adalah Romo van Lith. Romo van Lith
menjadi ikon MMM karena ia menjadi pelopor munculnya jemaat Katolik di
Jawa. Romo van Lith adalah orang yang memiliki gagasan bahwa pola bermisi di
Jawa tidak serta merta hanya pembaptisan menjadi Katolik saja. Ia memiliki
gagasan bahwa kekatolikkan bisa ditangkap kalau Jawa merdeka maka dia
menjalankan karya misinya melalui pendidikan. Padahal sebelum Romo van Lith,
kegiatan bermisi itu gambarannya Gereja Katolik itu membawa kebenaran dan
Jawa itu tanah kegelapan dan untuk menjadi terang maka Jawa harus
dikatolikkan.173
Mengenai karakter Romo van Lith, ada tiga karakter yang diungkapkan
oleh pengelola MMM. Karakter pertama adalah menjadi manusia beriman, ini
tercermin dalam usahanya dalam memperbaiki kehidupan masyarakat melalui
pendidikan. Karakter kedua adalah berguna bagi orang lain (man for the others).
Karakter ketiga adalah tidak pernah berhenti belajar. Ketiga karakter yang dimiliki
Romo van Lith ini dilandasi oleh iman sehingga kereligiusannya tidak hanya
berguna bagi diri sendiri tetapi juga berguna untuk masyarakat. Pendidikan yang
172
Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017 dan Romo Nugroho, Pr., loc. cit 173
Hal ini dikatakan oleh Romo Bambang Pr. pada tanggal 17 Mei 2017, Romo Nugroho, Pr. pada
tanggal 8 Mei 2017, Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017, dan Bapak Muji pada tanggal 27 April
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
dikembangkannya pun tidak hanya menyiapkan manusia yang bisa bekerja tetapi
manjadi manusia yang memanusiakan manusia (CL 3).174
Sehubungan dengan hal di atas, banyak yang bisa dipelajari dari Romo van
Lith pada kehidupan sekarang. Romo van Lith adalah orang yang sangat
menghargai budaya. Melalui pendekatan budaya Romo van Lith mampu
memahami kehidupan orang Jawa pada saat itu sehingga ia mampu menyatu
dengan rakyat. Hal tersebut penting bagi kehidupan masa kini untuk menghargai
kebudayaan yang ada. Menghargai kebudayaan ini perlu karena dalam kehidupan
kita berdampingan dengan saudara-saudara lain (CL 4 dan CL 13).175
Romo van
Lith telah memberi contoh bahwa Gereja Katolik itu tidak eksklusif dan harus
selalu berdialog dengan orang lain untuk memajukan kehidupan berbangsa dan
bernegara (CL 4).176
3) MMM sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Museum ini memang tujuan awalnya untuk pendidikan karakter misioner
(CL 4).177
MMM bisa menjadi sebagai sarana pendidikan karakter karena MMM
menjadi sarana tugas perutusan karya misi dimana tugas karya misi saat ini adalah
pembentukan karakter. Karya misi bukan sekedar membuat orang menjadi
beragama Katolik tetapi membuat orang semakin beriman, sejahtera dan
bermartabat (CL2).178
Hal yang pertama kali digali pendampingan di MMM
adalah memahami diri sendiri di hadapan Tuhan agar bisa menghargai sesamanya.
174
Hasil wawancara dengan Bapak Seno, loc. cit. 175
Hal ini diungkapkan oleh Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017 dan Romo Bambang,
Pr. pada tanggal 17 Mei 2017 176
Hal ini ditambahkan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017 177
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, Pr., loc. cit 178
Hasil wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Semakin matang seseorang itu semakin terbuka sedangkan seseorang fanatik
tertutup artinya tidak memiliki karakter. Seseorang yang tidak memiliki karakter
akan dikuasai oleh kekuasaan tertentu sedangkan seseorang yang berkarakter
memiliki keyakinan diri, pemahaman terbuka, dan berprinsip. Orang yang sudah
pernah mengikuti pendampingan di MMM akan memiliki karakter yang berani
berpendapat, berprinsip, dan terbuka serta kritis seperti Romo van Lith (CL 13).179
b. Persepsi Pengunjung Terhadap MMM Sebagai Sarana Pendidikan
Karakter
1) Tujuan Awal Datang ke Museum
Tujuan awal sejumlah pengunjung yang datang ke MMM itu bermacam-
macam. Ada pengunjung yang bertujuan dalam rangka ziarah ke Sendang Sono
dan kerkoff lalu sekaligus mengunjungi museum.180
Ada pula pengunjung yang
kunjungannya berkaitan dengan himbauan dari Uskup Jakarta untuk
mengamalkan Pancasila dan menghargai jasa para pahlawan termasuk pahlawan
yang beragama Katolik. Kunjungan ini tidak hanya sekedar mampir saja tetapi
sudah direncanakan sebelumnya (CL 9).181
Tujuan pengunjung lainnya datang ke
museum antara lain dalam rangka mengikuti kegiatan MOS (Masa Orientasi
Siswa) yang merupakan bagian dari acara pengenalan lingkungan dan untuk
magang dan mempelajari sistem edukasi di MMM (CL 10 dan CL 11).182
179
Hasil wawancara dengan Romo Bambang, Pr. pada tanggal 17 Mei 2017 180
Hasil wawancara dengan Tia pada tanggal 22 April 2017, Ibu Harjono pada tanggal 11 Mei
2017, Bapak Jimmy pada tanggal 11 Mei 2017, dan Bapak Paulus pada tanggal 18 Mei 2017. 181
Hasil wawancara dengan Bapak Jimmy, loc. cit. 182
Hasil wawancara dengan Angel dan Sari pada tanggal 15 Mei 2017, dan Ryan 18 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
2) Kesan Pengunjung terhadap MMM
Sebelum berkunjung sejumlah pengunjung memiliki gambaran tentang
MMM adalah museum yang hanya berisikan benda-benda peninggalan misionaris
pada masa lalu dan benda peninggalan untuk mengenang jasa Romo van Lith.183
Rupanya setelah berkunjung pengunjung memiliki gambaran baru mengenai
MMM. MMM memiliki berbagai benda yang berkaitan dengan perjalanan para
misionaris baik dari dalam negeri maupun luar negeri (CL 14).184
Mereka juga
terkesan dengan tokoh-tokoh teladan yang ditampilkan di MMM.185
Pengunjung
umumnya terkesan dengan Romo van Lith (CL 1 dan CL 7),186
Barnabas
Sarikrama (CL 8 dan CL 11),187
dan Mgr. Ignatius Suharyo (CL 14).188
Pengunjung juga menuliskan kesannya di dalam Buku Kesan Pengunjung
MMM. Beberapa kesan pengunjung dalam penelitian ini didapatkan dari Buku
Kesan Pengunjung tahun 2013 hingga 2016 (selengkapnya lihat lampiran
halaman 180-184). Kesan pengunjung tersebut antara lain: bermanfaat bagi umat
beriman dalam mengemban tugas pelayan dalam masyarakat dan mengingatkan
kembali akan sejarah pahlawan iman Katolik,189
menyadarkan seseorang untuk
berintropeksi diri,190
merasa bersyukur atas karya Tuhan dan museum menjadi
183
Hasil wawancara dengan Brurry pada tanggal 9 Mei 2017, Angel dan Sari pada tanggal 15 Mei
2017 dan Bapak Paulus pada tanggal 18 Mei 2017 184
Hasil wawancara dengan Bapak Paulus, loc.cit. 185
Hasil wawancara dengan Tia, pada tanggal 27 April 2107, Ibu Harjono dan Bapak Jimmy pada
tanggal 11 Mei 2017, Brurry, loc. cit, Angel dan Sari, loc. cit, dan Bapak Paulus, loc. cit. 186
Hasil wawancara dengan Tia, loc. cit, Brurry, loc. cit¸ dan Sari loc. cit. 187
Hasil wawancara dengan Bu Harjono, pada tanggal 11 Mei 2017 dan Angel pada tanggal 15
Mei 2017 188
Hasil wawancara dengan Bapak Paulus pada tanggal 18 Mei 2017 189
Kesan yang ditulis oleh Ignatius Redjo pada tanggal 10 Oktober 2013 190
Kesan yang ditulis oleh P. C. Joko Trisianto pada tanggal 10 Oktober 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
tempat pembelajaran dan menanamkan kebanggaan bagi umat Katolik.191
Pengunjung juga menuliskan mengenai Romo van Lith yang menghargai
kebudayaan dan melayani sesama sehingga bisa menjadi inspirasi bagi anak-
anak.192
Ada pula pengunjung yang terinspirasi dengan MMM dan ingin
mendirikan museum serupa di daerah Flores.193
Kesan pengunjung setelah mengunjungi MMM dilihat dari hasil
wawancara maupun hasil dokumentasi buku pengunjung pada umumnya adalah
positif. Hal ini didukung oleh para pengunjung yang merasa mendapatkan manfaat
dari mengunjungi MMM. Para pengunjung tersebut terkesan dengan sejarah,
tokoh-tokoh, dan berbagai peninggalannya. Bahkan ada yang berminat untuk
membangun museum misi di daerah lain, di luar Jawa.
3) Pendapat Pengunjung Mengenai Koleksi di MMM
Mengenai koleksi di MMM beberapa pengunjung berpendapat bahwa
koleksi yang ada itu bagus, menarik, dan unik. Pengunjung berpendapat koleksi di
MMM tersebut tergolong lengkap didukung dengan adanya altar, baju uskup, dan
foto-foto pada jaman dahulu.194
Menurut pengunjung koleksi yang ada di MMM
dapat membuka wawasan seseorang (CL 7).195
Koleksi yang dimiliki oleh MMM
juga bermakna dan setiap koleksi memiliki cerita (CL 15).196
Sementara itu, ada
pengunjung yang berpendapat lain terhadap koleksi di MMM. Menurut
191
Kesan yang ditulis oleh Fr. M. Florianus, BHK pada tanggal 22 Maret 2014 192
Hasil dari dokumentasi kesan yang ditulis oleh guru SD PL Don Bosko Semarang pada tanggal
4 Oktober 2014 dan guru TK. St. Theresia Muntilan tanggal 31 Januari 2015 193
Hasil dari dokumentasi kesan yang ditulis oleh Dominikus Juang Tatum pada tanggal 15 Juni
2016 194
Hasil wawancara dengan Bu Harjono dan Bapak Jimmy pada tanggal 11 Mei 2017, Sari dan
Angel pada tanggal 15 Mei 2017. 195
Hasil wawancara dengan Brurry pada tanggal 15 Mei 2017 196
Hasil wawancara dengan Ryan Saputra pada tanggal 18 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
pengunjung tersebut koleksi yang ada di MMM kurang lengkap karena sumbernya
banyak yang dibawa ke Belanda (CL 7).197
Koleksi MMM masih perlu ditambah
dari benda bersejarah yang dimiliki oleh paroki-paroki lain seperti paroki di
Semarang yang berkaitan dengan pendirian awal gereja dan perawatannya perlu
lebih ditingkatkan (CL 14 dan CL 15).198
4) Tokoh yang Menginspirasi serta Nilai Karakternya dan Cara
Memaknainya
Mengenai tokoh yang menginspirasi beberapa pengunjung mengatakan
Romo van Lith.199
Walaupun Romo van Lith bukan orang Indonesia beliau sangat
menghargai budaya Indonesia khususnya Jawa. Romo van Lith dengan
pendekatan budaya berhasil menemukan cara untuk memperbaiki nasib orang
Jawa melalui pendidikan. Ia membuka pandangan baru terhadap misi di tanah
Jawa. Berkaitan dengan nilai karakter dari Romo van Lith yang dapat digali antara
lain: kerendahan hati, totalitas dalam melakukan pekerjaan, menghargai budaya
dan mau mempelajari hal baru seperti belajar bahasa Jawa.200
Mengenai cara
memaknainya setiap pengunjung memiliki cara masing-masing seperti:
mengerjakan tugas dengan total (CL 1),201
selalu terus belajar (CL 10),202
menghargai budaya (CL 9),203
bekerja keras dan pantang menyerah (CL 7).204
197
Hasil wawancara pada tanggal 9 Mei 2017 198
Hasil wawancara dengan Bapak Paulus dan Ryan pada tanggal 18 Mei 2017 199
Hal ini dikatakan oleh Tia pada tanggal 27 April 2017, Bapak Jimmy pada tanggal 11 Mei
2017, Brurry pada tanggal 9 Mei 2017, dan Sari pada tanggal 15 Mei 2017 200
Loc. cit 201
Hasil wawancara dengan Tia pada tanggal 27 April 2017 202
Hasil wawancara dengan Sari pada tanggal 15 Mei 2017 203
Hasil wawancara dengan Bapak Jimmy pada tanggal 11 Mei 2017 204
Hasil wawancara dengan Brurry Nugroho pada tanggal 9 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Sementara itu, tokoh lainnya yang menginspirasi pengunjung adalah Mgr.
Ignatius Suharyo. Alasan pengunjung memilih Mgr. Ignatius Suharyo karena
memiliki latar belakang profesi yang sama dan nilai karakter yang bisa digali dari
Mgr. Ignatius Suharyo adalah dalam melakukan pelayanan yang murah hati. Cara
memaknainya dengan berusaha menjadi orang Katolik yang sabar, penuh cinta
kasih, rendah hati dan juga ikhlas dalam melayani masyarakat (CL 14).205
Tokoh berikutnya menginspirasi adalah Barnabas Sarikrama. Barnabas
Sarikrama adalah orang yang pertama kali dibaptis oleh Romo van Lith. Pada
awalnya Barnabas Sarikrama memiliki luka di bagian kakinya dan Romo van Lith
berhasil mengobatinya. Untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya, ia mengajak
warga setempat untuk mempelajari ajaran Katolik bersama Romo van Lith.
Berawal dari kisah tersebut nilai karakter yang bisa digali dari Barnabas
Sarikrama yaitu rasa syukur dan kegigihannya. Melalui rasa syukur dan
kegigihannya dalam ikut menyampaikan ajaran agama Katolik mampu membawa
ia dan warga lainnya untuk percaya akan kasih Tuhan. Nilai karakter tersebut bisa
dimaknai dengan tetap gigih berjuang serta belajar dan selalu bersyukur karena
dengan seperti itu bisa merasa bahagia (CL 11).206
Tokoh inspiratif lain menurut salah seorang pengunjung adalah Mbah
Dharmo. Menurut pengunjung tersebut, Mbah Dharmo adalah tokoh yang
mengesankan. Kesan tersebut dilihat dari cara beliau mengajar. Beliau sebagai
seorang guru agama mengajak orang yang tidak menyukai ajaran agama Katolik
205
Hasil wawancara dengan Bapak Paulus pada tanggal 18 Mei 2017 206
Hasil wawancara dengan Angel pada tanggal 15 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
untuk tetap mempelajarinya. Tujuannya agar bisa mengetahui bagian mana yang
tidak disukai dan tahu alasannya (CL 15).207
5) Pendapat Pengunjung terhadap MMM sebagai Sarana Pendidikan
Karakter
Berkaitan dengan MMM sebagai sarana pendidikan karakter pada
umumnya pengunjung mengatakan setuju. Mengenai hal ini pengunjung
mengatakan bahwa setiap tokoh yang dijelaskan pada saat pendampingan di
MMM telah melakukan hal-hal luar biasa dan sebagian besar tokoh-tokohnya
kurang dikenal sebelumnya.208
MMM menjadi sebagai sarana pendidikan karakter
karena banyak kisah baik misionaris maupun orang awam yang dapat menjadi
teladan (CL 9).209
Hal ini juga didukung dengan MMM yang serius dalam
menjalankan fungsi edukatif berbeda dengan museum lainnya yang fokus dalam
penyelenggaran pameran saja. Selain itu latar belakang anggota tim edukasi
MMM berasal dari pendidikan agama Katolik sehingga museumnya berkarakter
dan tentu bisa membentuk karakter orang lain (CL 15).210
Menurut salah satu pengunjung mengenai MMM sebagai sarana
pendidikan karakter belum terlihat sarana prosesnya karena banyak orang yang
berkunjung hanya sekedar melihat saja. Menurutnya proses pendidikan karakter
bisa dilakukan pendampingan secara intens kepada anak-anak di MMM misalnya
setiap hari minggu. Setelah itu dilakukan baru bisa terlihat hasilnya dan adakah
perubahan karakter pada anak-anak tersebut karena pendampingan sekali saja
207
Hasil wawancara dengan Ryan pada tanggal 18 Mei 2017 208
Hasil wawancara dengan Tia pada tanggal 27 April 2017, Brurry pada tanggal 9 Mei 2017, Bu
Harjono dan Bapak Jimmy pada tanggal 11 Mei 2017, Bapak Paulus pada tanggal 18 Mei 2017 209
Lebih lanjut dikatakan oleh Bapak Jimmy, loc. cit 210
Hasil wawancara dengan Ryan pada tanggal 18 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
belum cukup untuk pendidikan karakter (CL 7).211
Mengenai MMM sebagai
sarana pendidikan karakter pengunjung menyarankan agar MMM disosialisasikan
ke OMK di paroki-paroki. Harapannya ketika OMK mengadakan kunjungan ke
MMM, mereka terketuk hatinya dan ada yang tertarik menjadi pastor dan pasti
muncul calon pastor baru (CL 14).212
Meskipun banyak pengunjung setuju tetapi ada pengunjung yang
berpendapat lain khususnya para siswa. Mereka mengatakan bahwa masih belum
mengetahui apakah MMM bisa menjadi sarana pendidikan karakter karena
mereka baru berkunjung sekali saat MOS dan menyarankan agar penataan
museum dibuat lebih menarik lagi sehingga minat anak-anak bertambah (CL 10
dan CL 11).213
c. Persepsi Guru di Sekolah Sekitar Muntilan Terhadap MMM sebagai
Sarana Pendidikan Karakter
1) MMM sebagai sarana pembelajaran
Mengenai MMM sebagai sarana pembelajaran baik SMA Pangudi Luhur
van Lith maupun SMP Kanisius Muntilan menggunakan museum tersebut. SMA
Pangudi Luhur van Lith menggunakan MMM sebagai sarana pembelajaran
khususnya dalam karakter pengenalan secara mendalam terhadap karya-karya
Romo van Lith dan mulai dari awal sejarahnya agama Katolik di Muntilan ini.
Sekolah pun terbantu dengan adanya pendampingan yang dilakukan oleh tim
MMM sekolah sangat terbantu. Begitu pula dengan SMP Kanisius Muntilan
memanfaatkan penggunaan MMM sebagai sarana pembelajaran untuk menambah
211
Hasil wawancara dengan Brurry pada tanggal 9 Mei 2017 212
Hasil wawancara dengan Bapak Paulus pada tanggal 18 Mei 2017 213
Hasil wawancara dengan Angel dan Sari pada tanggal 15 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
pengetahuan umum siswa khususnya yang beragama Katolik dan Kristen.
Walaupun tidak menutup kemungkinan dapat menambah pengetahuan siswa yang
beragama lainnya (CL 5 dan CL 6).214
Sementara itu, MMM belum pernah digunakan sebagai sarana
pembelajaran sejarah di kelas. Sebab koleksi yang ada berhubungan erat dengan
Romo van Lith ketika menyebarkan agama Katolik dan dalam materi sejarah
SMA itu tidak ada. Akan tetapi guru tetap memberikan materi tentang Romo van
Lith ketika menjelaskan masa pendudukan Jepang meski tidak banyak. Caranya
dengan menambahkan materi tentang Romo van Lith dari segi kepahlawanannya
bukan hanya dalam menyebarkan agama Katolik saja (CL 5).215
2) Pendapat Guru Tentang Koleksi MMM
Menurut para guru koleksi MMM sangat lengkap. koleksi yang ada di
MMM dapat membantu untuk mengingat sejarah berdirinya SMA Pangudi Luhur
van Lith. Mulai dari awal perubahan Kolese, lalu menjadi SGB hingga pada
akhirnya menjadi SMA (CL 6 dan CL 12).216
Walaupun koleksi MMM lengkap
mereka belum menggunakan koleksi tersebut untuk proses pembelajaran.
Alasannya karena tidak ada keterkaitan antara koleksi dengan materi
pembelajaran. Koleksi yang ada tersebut hanya digunakan untuk menambah
pengetahuan umum saja (CL 6).217
214
Hasil wawancara dengan Bapak Baluk dan Bapak Joko pada tanggal 8 Mei 2017 215
Hasil wawancara dengan Bapak Baluk, loc. cit. 216
Hasil wawancara dengan Bapak Joko, loc. cit dan Bu Desy pada tanggal 15 Mei 2017 217
Hasil wawancara dengan Bapak Joko, loc. cit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
3) Pendapat Tentang Berbagai Kegiatan yang Diselenggarakan oleh MMM
Berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh MMM baik SMP Kanisius
Muntilan maupun SMA Pangudi Luhur van Lith mengikuti kegiatan tersebut.
SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi Luhur van Lith mengikuti kegiatan
edukasi yang diselenggarakan oleh MMM seperti pendampingan, selain dapat
digunakan sebagai pembelajaran agar anak-anak lebih mengetahui sejarah agama
Katolik, romo-romo, dan peninggalannya di Jawa, kegiatan tersebut juga dapat
digunakan sebagai sarana wisata (CL 5 dan CL 6).218
4) Pemanfaatan MMM dalam Bidang Pendidikan
Pemanfatan MMM dalam bidang pendidikan oleh SMA Pangudi Luhur
van Lith adalah dengan mengajak siswa untuk bekunjung ke MMM. Walaupun
memiliki film dari Puskat yang berjudul Betlehem van Java dan sering
ditayangkan sekolah tetap juga melakukan kunjungan ke MMM. Kunjungan ke
museum ini ditujukan agar siswa memaknai museum tersebut sebagai gerbang
untuk mengetahui masa lalu (CL 5 dan CL 12).219
Begitu pula dengan SMP
Kanisius Muntilan, para siswa diajak untuk melihat, membaca, memahami dan
juga meneladani kehidupan tokoh-tokoh yang hidup di masa lampau. Siswa
diharapkan dapat meneladani karakter dari tokoh-tokoh tersebut yang sangat
sederhana, bisa bertoleransi dengan setiap ajaran agama lain, dan hidup dalam
masyarakat yang majemuk (CL 6).220
218
Hasil wawancara dengan Bapak Baluk dan Bapak Joko pada tanggal 8 Mei 2017 219
Hasil wawancara dengan Bapak Baluk, loc. cit dan Ibu Desy pada tanggal 12 Mei 2017 220
Hasil wawancara dengan Bapak Joko pada tanggal 8 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
5) Pendapat Guru Mengenai MMM Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Mengenai MMM sebagai sarana pendidikan karakter guru yang
diwawancarai dalam penelitian ini mengatakan setuju.221
Alasannya MMM
memiliki banyak koleksi yang dapat digunakan dalam pengembangan karakter
anak muda Katolik. Nilai-karakter yang dikembangkan melalui pendampingan di
MMM juga selaras dengan SMA Pangudi Luhur van Lith. Harapannya nilai
karakter yang ditanamkan kepada anak-anak tersebut dapat dikembangkan oleh
mereka selepas dari sekolah ini. Hal ini terbukti ketika mereka bertemu dengan
mereka yang memiliki nilai lebih jika dibandingkan alumni SMA lainnya (CL
5).222
MMM sebagai sarana pendidikan karakter dapat dilihat dari keteladanan
tokoh-tokoh yang ditampilkan di museum. Cara yang dilakukan untuk
menyampaikan nilai karakter kepada siswa adalah dengan memperlihatkan dan
memahami benda-benda peninggalan, dan juga membaca buku tentang misionaris.
Misalnya melalui pendampingan dijelaskan kepada siswa tentang kedatangan para
misionaris dari luar negeri dengan karakternya yang sopan, ramah dan bisa
menghargai budaya setempat (CL 6).223
Berdasarkan hasil penelitian di atas, persepsi masyarakat terhadap MMM
sebagai sarana pendidikan karakter tersebut pada umumnya positif. Persepsi postif
ini dari segi pengelola, mereka begitu memahami karakter yang akan
dikembangkan. Hal ini didukung juga oleh pengelola yang menjadi bagian dari
tim edukasi memiliki latar belakang pendidikan agama Katolik. Persepsi positif
221
Hasil wawancara dengan Bapak Baluk dan Bapak Joko pada tanggal 8 Mei 2017 dan Bu Desy
pada tanggal 12 Mei 2017 222
Hasil wawancara dengan Bapak Baluk tanggal 8 Mei 2017 223
Hasil wawancara dengan Bapak Joko tanggal 8 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
dari pengunjung terlihat dari kesan yang mereka dapatkan setelah berkunjung.
Mereka terinsipirasi dengan tokoh-tokoh yang ditampilkan dan di museum.
Demikian juga dengan para guru yang merasa terbantu dengan adanya kegiatan
pendampingan untuk siswanya. Hal ini memunculkan persepsi positif terhadap
MMM. Persepsi negatif juga muncul dalam penelitian ini namun hanya sebagian
kecil saja karena belum merasakan manfaatnya.
C. Pembahasan
1. Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM)
Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (selanjutnya
disingkat MMM PAM) bermula dari peringatan 50 tahun Gereja Keuskupan
Agung Semarang (KAS) tanggal 25 Juni 1990. Pada peringatan tersebut Gereja
KAS menyusun beberapa program. Beberapa program yang disusun tersebut
diarahkan untuk umat. Beberapa program tersebut antara lain: pendataan,
musyawarah pastoral, penulisan sejarah dan pendirian museum.224
Gagasan
tentang program pendirian museum itu muncul karena keuskupan mulai
menyadari pentingnya sejarah keuskupan agar tidak dilupakan oleh umat. Maka,
diperlukan sebuah lembaga atau tempat yang dapat membantu memunculkan
kesadaran sejarah keuskupan bagi umat yakni museum. Museum memang bisa
diselenggarakan oleh pemerintah maupun yayasan. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan museum dapat diselenggarakan oleh badan pemerintah dan
224
Tim MMM, op. cit, hlm. I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
dapat pula merupakan badan swasta, dalam bentuk perkumpulan atau yayasan
yang di atur kedudukan, tugas dan kewajibannya oleh undang-undang.225
Pada tahun 1992 sebenarnya sudah dirintis sebuah museum Gereja KAS
yang berada di Wisma Uskup KAS, Jalan Pandanaran 13, Semarang. Museum
tersebut berisi benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan sejarah Gereja
KAS seperti peninggalan dari para missionaris, para pendiri kongregasi dan
dokumen-dokumen penting yang berkaitan. Koleksinya pun cukup banyak.
Namun, museum tersebut kurang memadai dan belum mendapatkan perhatian.
Museum tersebut terlihat seperti gudang untuk menyimpan barang-barang
kuno.226
Sementara yang dimaksud dengan museum itu bukan hanya tempat untuk
menyimpan benda-benda kuno saja tetapi sebagai tempat terbuka untuk umum
yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan benda peninggalan sejarah,
untuk tujuan penelitian, pendidikan maupun hiburan.227
Melalui rapat Dewan Konsultator KAS yang dilaksanakan tanggal 3
Februari, 6 April, dan 1 Juni 1998 memutuskan untuk memindah museum KAS
dari Semarang ke Muntilan.228
Alasan Muntilan dipilih sebagai tempat untuk
museum yang baru karena ada pertimbangan historis. Muntilan adalah tempat
dimana Romo van Lith menjalankan karya misinya.229
Romo van Lith
memperoleh izin pemerintah untuk membuka sebuah pos misi di Muntilan, stasi
225
Amir Sutaarga, op. cit, hlm. 24 226
Hasil wawancara dengan Romo Bambang, Pr. pada tanggal 17 Mei 2017 dan Bapak Muji pada
tanggal 27 April 2017 227
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 6 228
Tim MMM, op. cit, hlm. i 229
Ibid, hlm. 221
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
misi permanen pertama tanggal 21 Oktober 1897.230
Hasil karya misi Romo van
Lith masih dapat dilihat sampai sekarang ini seperti adanya sekolah-sekolah,
Gereja Santo Antonius, pasturan, dan rumah sakit. Muntilan merupakan tempat
munculnya tokoh-tokoh yang berpengaruh bagi perkembangan gereja maupun
bangsa Indonesia. Bahkan, Muntilan juga disebut sebagai Betlehem van Java
karena Muntilan adalah tempat dimulainya misi gereja Katolik dan tempat awal
berkembangnya jemaat Katolik di Jawa. Muntilan telah menjadi pusat kaderisasi
dan penggemblengan bagi Gereja Kristus. Muntilan dengan karya misinya tidak
hanya dikenal dan berguna bagi gereja tetapi juga bagi bangsa Indonesia.231
Setelah Muntilan ditetapkan sebagai tempat dibangunnya museum yang
baru, kemudian tempat yang akan digunakan sebagai museum mulai
dipertimbangkan. Tempat tersebut adalah pastoran Muntilan. Pastoran dipilih
dengan alasan usia bangunan yang sudah tua dan letaknya dekat dengan gereja
sehingga dinilai ideal untiuk dijadikan museum. Namun, gedung Pastoran
Muntilan masih digunakan sehingga dibangunlah tempat baru sebagai pengganti.
Tahap selanjutnya adalah penyusunan panitia. Panitia ini dinamakan
Panitia Persiapan Museum Misi Muntilan Sejarah Gereja Keuskupan Agung
Semarang dan Romo Bambang Sutrisno, Pr. dipilih sebagai ketua tim pelaksana
dalam pembuatan museum oleh Mgr. Ignatius Suharyo. Museum tersebut
diharapkan dapat menjadi museum yang hidup. Museum yang hidup adalah
museum yang dapat digunakan sebagai sarana edukasi dan tidak hanya sebagai
sarana untuk memajang benda-benda sejarah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
230
Karel Steenbrink, op. cit,hlm. 375 231
J. Soenarjo, op. cit, hlm 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani
masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang mengumpulkan,
merawat dan memamerkan benda-benda bukti material manusia dan
lingkungannya untuk tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan.232
Pada saat itu Romo Bambang, Pr. memiliki sebuah tim bernama P3J KAS
(Pelayanan Pendampingan Penggembala Jemaat Keuskupan Agung Semarang).
Tim tersebut memiliki tanggung jawab dalam mengolah benda peninggalan
sejarah agar lebih bermakna bagi kehidupan di masa kini. Hal ini memang
menjadi tujuan dari MMM sebagai museum yang hidup. Artinya museum berguna
sebagai sarana pembelajaran bagi umat khususnya mengenai dinamika hidup
Gereja agar iman mereka semakin kuat.
Pendirian MMM tidak terlepas dari berbagai kendala. Kendala dalam
pendirian MMM antara lain masalah kepemilikan tanah, pendanaan selama
pembangunan, pembangunan gedung pastoran yang baru dan pemahaman tentang
museum. Kendala kepemilikan tanah tersebut bermula dari tanah yang akan
digunakan sebagai museum adalah tanah milik kongregasi Serikat Jesuit (SJ).
Sementara, orang umum melihat bahwa program tersebut adalah bagian dari
program KAS yang identik dengan Imam Praja. Padahal program pembangunan
museum ini terkait dengan kawasan situs misi sehingga melibatkan banyak pihak.
Pihak yang terlibat yaitu KAS, Serikat Jesuit, Bruder Frates Immaculatae
Conceptionis Beatae Mariae Virginis (FIC), dan Suster Fransiskan.
232
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Kendala tersebut segera diatasi dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Bersama (SKB) antara Uskup Agung Semarang, Romo Provinsial SJ., dan Bruder
Provinsial FIC No. 752/A/VII/19/99 Perihal Museum Misi Muntilan meneguhkan
kesepakatan tidak tertulis yang telah berjalan. Kongregasi Serikat Jesuit Provinsi
Indonesia menjadikan aset tanah bagi pembangunan MMM, Kongregasi Bruder
FIC membuka kamar yang pernah dipakai oleh Romo Sanjaya, Pr. dan kapel di
dekatnya untuk kepentingan ziarah rohani, sedangkan pihak KAS menjadi
pengelola karya museum lewat panitia yang ditunjuknya. Pemakaian aset tanah
Serikat Jesuit di kompleks misi Muntilan untuk karya permuseuman mendapatkan
persetujuan Pater Jendral Serikat Jesuit lewat surat No. IDO 01/13 tertanggal 10
Mei 2001.233
Jadi, dengan adanya SKB tersebut menjadi jelas bahwa MMM bukan
hanya program dari satu pihak melainkan banyak pihak.
Kendala berikutnya adalah pendanaan selama pembangunan museum.
Selama pembangunan museum memang dibutuhkan banyak dana. Hal ini
diperkuat dengan teori yang mengatakan bahwa pembangunan suatu museum
diperlukan banyak biaya mengingat fungsi museum bukan hanya sebagai tempat
penyimpanan benda-benda kuno maupun tempat pameran dan dasar pengelolaan
museum itu bersifat ilmiah untuk tujuan edukatif dan kultural.234
Selain itu,
pembangunan museum adalah sebuah gagasan yang baru ketika menggalang dana
di gereja sehingga tidak serta merta mendapat dukungan. Gagasan ini berbeda
dengan kegiatan gereja lainnya seperti ekaristi yang lebih mudah mendapatkan
dana.
233
Ibid, hlm. iv 234
Amir Sutaarga, op. cit, hlm. 24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Kendala selanjutnya terjadi pada pembangunan gedung pastoran yang
baru. Ketika itu pembangunan gedung baru tersebut sudah selesai tetapi muncul
pihak yang merasa jika gedung tersebut kurang ideal digunakan sebagai pastoran.
Untuk mengatasi kendala tersebut Mgr. Ignatius Suharyo kemudian memutuskan
untuk menggunakan gedung baru tersebut sebagai museum. Maka, sampai hari ini
masih bisa dilihat bahwa bangunan museum memiliki banyak kamar. Sebenarnya
hal ini berkaitan dengan tujuan awal sebagai pastoran dan tempat untuk pertemuan
OMK, PIA, dan seterusnya.
Kendala lainnya yaitu tentang pemahaman terhadap museum. Ada yang
memahami museum hanya pada sisi sejarah saja tetapi ada juga yang memahami
sisi sifatnya yang dinamis sehingga bisa berkembang. Kendala seperti itu menjadi
faktor internal permasalahan museum yang kerap terjadi di Indonesia yang terkait
pemahaman dari tenaga museum itu sendiri.235
Tenaga MMM tidak memiliki latar
belakang yang cukup memadai untuk penyelenggaraan museum. Dalam
penyelenggaraannya museum ini menjadi lembaga museum dan tempat berkarya
bagi Komisi Karya Misioner KAS dan Karya Kepausan Indonesia KAS. Hal ini
membuat penyelenggaraan museum menjadi tidak fokus sehingga MMM pernah
hanya dipahami sebagai sarana atau alat saja untuk menyelenggarakan karya-
karya.
Pada akhirnya museum ini mulai difungsikan pada awal Januari 2002 dan
berkantor di Jalan Kartini 3 Muntilan. Koleksi museum ini awalnya berasal dari
benda-benda peninggalan dari Wisma KAS. Koleksi mulai bertambah ketika
235
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
informasi tentang keberadaan museum disebarluaskan. Sejak saat itu koleksi
MMM tidak hanya dari Wisma KAS tetapi dari berbagai tempat. Koleksi yang
dimiliki pun bermacam-macam bentuknya seperti jubah, patung, gambar, lukisan,
foto, naskah, panji-panji, souvenir dan sebagainya. Dalam perkembangannya,
MMM disebut sebagai museum kaya karena koleksi yang dimiliki adalah benda
asli bukan replika. Koleksi yang dimiliki museum pada umumnya berasal dari
hibah. Hanya satu koleksi saja yang bukan dari hibah, yaitu Lonceng Prenthaler
dari Boro. Pihak MMM harus mengganti lonceng tersebut dengan lonceng yang
baru.
Proses pengumpulan benda koleksi di MMM menggunakan kriteria
tertentu walaupun belum ada rumusan definitif. Kriteria tersebut di antaranya
adalah benda yang menjadi koleksi harus berkaitan dan memiliki nilai karya misi
gereja KAS dan memiliki nilai bukan hanya lokal tetapi juga KAS. Benda-benda
tersebut juga memiliki relevansi dengan tokoh-tokoh tertentu seperti biara,
biarawati, uskup, dan awam dalam proses perkembangan gereja dari awal sampai
perkembangannya. Akhirnya, pada tanggal 12 Desember 2004, museum
diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Ignatius Suharyo. Beliau menetapkan nama
museum menjadi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM
PAM).236
MMM PAM adalah museum yang merawat dan mempresentasikan
aneka koleksi peninggalan misi dengan sungguh-sunguh. MMM PAM berharap
aneka koleksi bisa membawa umat sampai pada anamnesis, yaitu penghadiran
kembali karya misi dari masa silam ke masa kini yang digunakan untuk
236
Tim MMM, op. cit, hlm. vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
membantu umat dalam menghadapi zaman dengan hati yang dikobarkan oleh
peristiwa iman para leluhur.237
MMM menjadi museum yang menekankan akan
pentingnya menggali makna di dalam benda koleksinya. Hal ini menjadi
keistimewaan dari MMM sendiri yang tidak hanya mementingkan pada kegiatan
pameran saja. MMM secara tidak langsung telah mempraktekkan teori yang
mengatakan bahwa museum memiliki peran strategis terhadap penguatan jati diri
masyarakat dengan cara menggali makna yang ada pada koleksi dan disampaikan
kepada masyarakat yang berkunjung.238
2. Kegiatan Museum Misi Muntilan yang Berkaitan dengan Pendidikan
Karakter
Ada tiga kegiatan yang dilaksanakan di MMM PAM. Kegiatan tersebut
antara lain kegiatan di bidang koleksi, preparasi dan konservasi, dan edukasi.
Kegiatan di bidang koleksi berkaitan adalah mencari, mengumpulkan,
menafsirkan nilai-nilai missioner peninggalan misi, serta menata dan menyajikan
koleksi.239
Kegiatan di bidang koleksi ini tidak dilakukan dengan sembarangan.
Hal ini sesuai dengan teori tentang penyajian koleksi. Penyajian koleksi tidak
hanya sekedar memperhatikan estetika atau keindahan tetapi juga informasi yang
akan disampaikan kepada pengunjung.240
Koleksi di MMM disajikan di dalam
ruangan berdasarkan temanya. MMM tidak memajang koleksinya secara
kronologis melainkan tematis. Dilihat dari segi penyajian koleksinya yang tematik
ini justru menjadi keistimewaan tersendiri bagi MMM sebab penyajian tematik
237
R. Sani Wibowo, SJ., op. cit, hlm. 5 238
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 88 239
R. Sani Wibowo, SJ op.cit, hlm. 5 240
Schouten, op. cit, hlm. 23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
menjadi faktor eksternal dari permasalahan museum di Indonesia yang pada
mulanya taksonomik dan kronologis.241
Kegiatan berikutnya adalah kegiatan dalam bidang preparasi dan
konservasi. Kegiatan ini berhubungan dengan mengelola dan memelihara gedung
museum serta mengusahakan pengembangan gedung dan sarana prasarana demi
tercapai tujuan MMM PAM.242
Misalnya memeriksa kondisi gedung museum dan
merawat sarana prasarana yang ada. Kegiatan selanjutnya pada bidang edukasi.
Kegiatan ini berkaitan dengan membangkitkan semangat MMM PAM dengan
merumuskan dan mengembangkan konsep misioner. Kegiatan bidang edukasi ini
secara konkret terwujud dalam pendampingan pengunjung.243
Tim yang
bertanggung jawab atas kegiatan bidang edukasi ini juga menerbitkan buku-buku
yang sesuai dengan konsep misioner MMM PAM.244
Kegiatan di bidang edukasi yang diselenggarakan oleh MMM berkaitan
erat dengan pembentukan karakter. Kegiatan edukasi di MMM dapat menjadi
sarana pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya
yang dikembangkan, didorong dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian
(sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha
yang maksimal untuk mewujudkan makna dari apa-apa yang diamati dan
dipelajari).245
Sesuai dengan teori di atas bahwa pendidikan karakter di MMM
dapat dimaknai sebagai upaya yang dikembangkan melalui keteladanan para
tokoh misioner sebagai usaha untuk mewujudkan makna dari karakter tokoh
241
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 55 242
R. Sani Wibowo, op.cit, hlm. 5 243
Ibid, hlm. 6 244
Ibid, hlm. 16 245
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
misioner yang dipelajari melalui kegiatan edukasi. Kegiatan edukasi yang sering
diselenggarakan adalah pendampingan kepada masyarakat. Ada dua kategori
pendampingan yang dilakukan, yakni pendampingan singkat dan pendampingan
panjang.
Pendampingan singkat adalah pendampingan yang dilakukan selama 30
menit sampai 3 jam. Pendampingan ini diselenggarakan dengan cara mengajak
pengunjung ke tempat presentasi film untuk diberi arahan, setelah itu diajak
berkunjung sambil dijelaskan. Pendampingan singkat juga dilaksanakan untuk
pengunjung perorangan. Bagi tim edukasi MMM, walaupun hanya ada satu
pengunjung tetap harus didampingi agar pengunjung tetap mendapatkan makna
dari kunjungannya tidak sebatas mengetahui yang tertera pada label.
Untuk pendampingan panjang disebut dengan rekoleksi. Rekoleksi adalah
pendalaman yang bersifat rohani berkaitan dengan semangat hidup untuk umat
Katolik. Pendampingan panjang dilakukan selama 4 jam hingga akhir pekan.
Selain rekoleksi, pendampingan ini bisa diselenggarakan dengan outbound
ataupun permainan tertentu tergantung dengan jenis karakter yang akan
dikembangkan. Pendampingan panjang ini diharapkan bisa membuat masyarakat
merasakan sungguh makna dari koleksi MMM untuk dirinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Salah satu cara yang dilakukan oleh tim edukasi MMM ketika
pendampingan berlangsung misalnya dengan menunjukkan koleksi gambar dari
tokoh misioner Mgr. Soegijapranata. Pada saat pendampingan tim edukasi tidak
hanya menjelaskan pengetahuan umum. Tim juga menyampaikan nilai-nilai yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
ada dari Mgr. Soegijapranata melalui semboyan 100% Katolik 100% Indonesia.
Setelah itu pengunjung didorong dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif agar
pemahamannya dan nilai-nilai yang disampaikan semakin mendalam.
Selain itu, kegiatan edukasi yang berkaitan dengan pendidikan karakter
adalah Novena Misioner Selasa Kliwonan yang sebelumnya bernama Novena
Jumat Kliwonan. Novena Misioner Selasa Kliwonan yaitu pertemuan yang
diselenggarakan 35 hari sekali dengan menggunakan musik tradisional,
shalawatan, pertunjukkan seni, khotbah, dan lain-lain. Kegiatan ini adalah hasil
kerja sama antara MMM PAM dengan pengelola Kerkoff. Walaupun kegiatan ini
tidak berkaitan langsung dengan benda koleksi di MMM tetapi kegiatan ini
berkaitan dengan semangat yang diwarisi oleh para tokoh pendahulu. Hal ini
terkait dengan tujuan yang dikehendaki oleh MMM untuk membawa umat sampai
pada anamnesis, yaitu penghadiran kembali karya misi dari masa silam ke masa
kini yang digunakan untuk membantu umat dengan mengobarkan peristiwa iman
para leluhur.246
Kegiatan edukasi lain yang masih berkaitan dengan pendidikan karakter
adalah orientasi sekolah yang dilakukan atas kerja sama antara sekolah yang ada
di sekitar museum dengan MMM. Misalnya SMA Pangudi Luhur van Lith yang
mengajak siswanya berkunjung ke museum untuk mengenal tokoh-tokoh terutama
Romo van Lith. Melihat kegiatan edukasi yang beragam tersebut tentu saja MMM
tidak bekerja sendiri. MMM PAM melakukan kerja sama dengan jaringan kerja,
misalnya: kelompok Paroki Santo Antonius Muntilan, sekolah di sekitar museum
246
Sani Wibowo, SJ., op. cit, hlm. 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
seperti SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi Luhur van Lith, kerkoff, dan
juga masyarakat sekitar.
Dalam menyelenggarakan kegiatan edukasi MMM mengalami berbagai
kendala. Pertama adalah kendala dalam inovasi penyelenggaraan. Inovasi
penyelenggaraan di sini berkaitan dengan cara menyampaikan sejarah dan
semangat misi itu baik kepada anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Untuk
mengatasi kendala tersebut tim edukasi MMM berusaha mengikuti pembelajaran
secara rutin.
Kendala berikutnya adalah ketidakcukupan ruang. Semakin banyak orang
yang mengenal museum, semakin banyak pula yang ingin menyumbangkan
koleksi. Sementara, koleksi yang ada sudah banyak. Kendala tersebut diatasi
dengan mengajak pihak lain yang masih berkaitan untuk menyediakan ruangan
khusus sebagai tempat menyimpan sendiri koleksinya kemudian museum
membantu dengan memberikan edukasi. Misal ketika ada yang ingin mempelajari
tentang Romo van Lith yang berpusat di Muntilan, tim edukasi MMM bisa
bekerja sama dengan Gereja dan Susteran Fransiskan di Gedangan maupun gereja
tua di Ambarawa. Nantinya tim edukasi MMM yang akan bertugas
merangkaikannya dalam bentuk katekese (edukasi). Kendala lain adalah ketika
ada kunjungan yang mendadak sementara MMM sudah memiliki program lain. Ini
menjadi kendala dalam pengaturan waktu karena tenaga dari MMM ini terbatas
sehingga belum bisa melayani pengunjung dengan jumlah yang sangat besar.
Berdasarkan paparan di atas kegiatan edukasi di MMM yang berkaitan
dengan pendidikan karakter antara lain pendampingan kepada masyarakat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Novena Misioner Selasa Kliwonan, dan pendampingan kepada siswa SMA
Pangudi Luhur pada masa orientasi sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki
banyak nilai karakter yang dapat digali, tetapi karakter utama yang ditonjolkan
adalah karakter misioner. Walaupun dalam menyelenggarakan kegiatan edukasi
mengalami berbagai kendala, pengelola MMM selalu berusaha untuk mengatasi
kendala tersebut.
3. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan
Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan dan
dipengaruhi oleh stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan,
diinterpretasikan, sehingga individu menyadari tentang apa yang ada
diinderanya.247
Dalam penelitian ini yang dimaksud masyarakat terdiri dari
pengelola Museum Misi Muntilan (selanjutnya disingkat MMM)248
, pengunjung,
dan guru di sekolah sekitar MMM.
Mayoritas pengunjung yang datang adalah umat Katolik. Umat Katolik
pun masih terbagi ke dalam beberapa kategori. Misalnya kategori anak dan remaja
seperti komunitas sekolah, kelompok missdinar, kelompok sekolah minggu, dan
kelompok komuni pertama. Kategori orang muda sebagai contoh adalah Panitia
Asian Youth Day (AYD) 2017. Untuk kategori dewasa, contohnya adalah
keluarga, lingkungan, paroki, romo, uskup, dan lain sebagainya. Seiring dengan
perkembangannya MMM mulai dikenal oleh masyarakat luas. MMM mulai berani
247
Bimo Walgito, op.cit, hlm. 53 248
Pengelola MMM antara lain: Romo Bambang Sutrisno, Pr. ketua tim pelaksana pembangunan
MMM, Romo Nugroho, Pr. direktur MMM periode 2014 sampai 2018, Bapak Seno anggota tim
edukasi MMM, dan Bapak Muji guru agama Katolik dan salah satu anggota tim edukasi MMM.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
membuka diri dengan membentuk jaringan dengan kelompok lintas iman, sebagai
contoh kelompok NU. Tidak hanya itu saja pengunjung MMM juga ada yang
datang dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Negeri
Yogyakarta. Mereka datang untuk mempelajari hal-hal berkaitan dengan sejarah
gereja. Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, peneliti membagi
pengunjung ke dalam tiga kategori sesuai dengan teori, yaitu: pengunjung pelaku
studi,
pengunjung bertujuan tertentu, dan pengunjung pelaku rekreasi.249
Pengunjung pelaku studi ialah mereka yang menguasai bidang studi tertentu
berkaitan dengan koleksi museum untuk menambah pemahamannya,
melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu dan sebagainya.250
Pengunjung
bertujuan tertentu adalah pengunjung yang datang ke museum karena bertepatan
dengan acara pameran yang diselenggarakan oleh pihak museum. Pengunjung
pelaku rekreasi ialah pengunjung yang datang ke museum untuk berekreasi tanpa
ada maksud tertentu atau memberikan perhatian khusus terhadap koleksi atau
cerita yang ada.251
Persepsi masyarakat terhadap MMM sebagai sarana pendidikan karakter
dari segi pengelola adalah positif. Pengelola MMM setuju jika MMM menjadi
sarana pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah sarana pengembangan
kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan
249
Schouten, op. cit, hlm. 10 250
Pengunjung dengan kategori pelaku studi di dalam penelitian ini adalah Tia (mahasiswi
Universitas Surabaya), Angel dan Sari (Siswa SMA Pangudi Luhur van Lith), dan Ryan Saputra
(Mahasiswa jurusan museologi UGM). 251
Pengunjung pelaku rekreasi di dalam penelitian ini adalah Bu Harjono, Pak Jimmy, Brurry
Nugroho dan Pak Paulus Sulistyo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
internalisasi nilai.252
Hal ini sejalan dengan tujuan awal didirikannya museum dan
berbagai kegiatan edukasi yang diselenggarakan oleh MMM. Tujuan awal
didirikan museum adalah untuk pendidikan karakter misioner. Karakter misioner
adalah karakter orang yang berani menjadi saksi kegembiraan Injil. MMM juga
menjadi sarana tugas perutusan karya misi di mana tugas karya misi saat ini
adalah pembentukan karakter. Walaupun karakter itu berasal dari internal
seseorang namun dapat dibentuk karena karakter itu sendiri dipengaruhi oleh
keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan dan lain-lain, misalnya saja
pembentukan karakter melalui kegiatan edukasi MMM.253
Pembentukan karakter
melalui edukasi di MMM ini salah satunya dengan pendampingan kepada
masyarakat.
Pengelola MMM menyatakan bahwa pendampingan di MMM bertujuan
agar masyarakat mampu memahami diri sendiri dan menghargai sesamanya dan
menjadi terbuka. Seseorang yang sudah pernah mengikuti pendampingan di
MMM diharapkan dapat memiliki karakter yang berani berpendapat, berprinsip,
dan terbuka serta kritis seperti Romo van Lith.254
Beliau adalah tokoh yang
menjadi ikon di MMM. Romo van Lith menjadi ikon karena beliau adalah perintis
lahirnya jemaat Katolik di pulau Jawa dengan pembaptisan di Sendang Sono dan
ia mengembangkan atau mewartakan Injil lewat karya pendidikan.255
Romo van Lith membuka gagasan bahwa pola bermisi di Jawa tidak hanya
dengan membaptis orang Jawa menjadi Katolik. Hal ini terkait teori perlunya misi
252
Doni Koesoema A, op. cit, (Jakarta: Gramedia, 2010) hlm. 104-112 253
Sutarjo Adisusilo, op. cit, hlm. 76-77 254
Hasil wawancara dengan Romo Bambang Sutrisno pada tanggal 17 Mei 2017 255
J. Soenarjo, op. cit, hlm. 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
sebagai motivasi eklesiologis yang mengatakan bahwa hubungan yang terjalin
antara iman Gereja kepada Kristus ditandai dengan pembaptisan dan keanggotaan
di dalam tubuh. Iman, pembaptisan dan keanggotaan dalam Gereja menjadi
persyaratan dalam menuju keselamatan. Namun, bukan sekedar soal menambah
jumlah penganut agama Kristen tetapi Iman akan Yesus Kristus menjadi usaha
yang pertama.256
Bagi Romo van Lith bermisi di Jawa adalah bentuk perjuangan
kasih Allah untuk mengangkat martabat orang Jawa agar setara dengan orang
Eropa.257
Romo van Lith sebagai ikon dari MMM tentunya adalah seorang
misionaris dengan karakter yang kuat. Karakter yang dimaksud di sini adalah cara
berpikir dan berperilaku yang khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.258
Jika dikaitkan
dengan teori tersebut maka karakter Romo van Lith antara lain beriman, berguna
bagi orang lain (man for the others), dan menghargai budaya. Melalui karakter
yang dimilikinya Romo van Lith berhasil menemukan cara mengatasi
permasalahan yang ada di Jawa yakni dengan pendidikan. Pendidikan diartikan
sebagai proses perubahan pikiran dan perasaan, perilaku secara keseluruhan baik
terhadap individu maupun kelompok dengan melibatkan lingkungan sosial,
struktur sosial, institusi sosial yang bertujuan mewujudkan masyarakat damai dan
sejahtera.259
Teori tersebut sejalan dengan pendidikan yang dikembangkan oleh
Romo van Lith. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Romo van Lith mampu
256
Edmund Woga, op. cit, hlm. 211-214 257
Tim Edukasi MMM PAM, Pendidikan Model van Lith, (Muntilan: MMM, 2008), hlm. 29 258
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 43 259
Nyoman Kutha Ratna, op. cit, hlm. 74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
mewujudkan masyarakat Jawa yang lebih sejahtera dan melahirkan orang-orang
yang nantinya menjadi tokoh yang berguna bagi bangsa. Tokoh-tokoh tersebut
antara lain: Mgr. Soegijapranata, I.J. Kasimo, C. Simajuntak, dan Yos Sudarso.
Dalam mendidik anak, remaja, dan kaum muda Romo van Lith tidak memandang
golongan kaya maupun miskin. Bagi Romo van Lith pendidikan tidak sekedar
mencetak calon pegawai tetapi sebagai sarana untuk perwujudan iman.
Perwujudan iman berarti tekanan pada pengalaman atau tindakan hidup yang
sesuai dengan nilai-nilai Kristiani.260
Usaha penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh Romo van Lith
membuahkan hasil. Hasilnya adalah sekolah pendidikan guru yang didirikan di
Muntilan pada tahun 1904.261
Pada tahun 1907 sekolah desa yang menjadi sebuah
permulaan adanya pendidikan massal bercorak Barat dibuka di seluruh wilayah
Hindia Belanda. Para alumni dari sekolah Muntilan memiliki peluang kerja yang
amat besar.262
Pada tahun 1912, Pastor van Lith membentuk yayasan yang
bernama Xaverius College dibantu oleh para Bruder FIC.263
Sekolah ini mendapat
sambutan baik dari masyarakat sehingga dalam perjalanannya sekolah yang
didirikan oleh Pastor van Lith semakin berkembang.264
Melihat hasil karya dalam
pendidikan tersebut terlihat kegigihan Romo van Lith dalam melakukan karya
misi di Jawa. Karya misi Romo van Lith tidak hanya berguna bagi gereja tetapi
juga bagi bangsa Indonesia.265
260
Tim Edukasi MMM, op. cit, hlm. 35-36 261
Kareel Steenbrink, op. cit, hlm. 384 262
Kareel Steenbrink, loc. cit 263
J. Soenarjo, Muntilan, op. cit, hlm. 14 264
J. Soenarjo, op. cit, hlm. 14 265
J. Soenarjo, loc. cit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Persepsi masyarakat berikutnya dilihat dari segi pengunjung. Masih
berkaitan dengan teori persepsi yakni proses stimulus diterima oleh alat indera,
kemudian melalui proses persepsi sesuatu yang diindera tersebut menjadi sesuatu
yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan, stimulus dapat datang
dari luar maupun dari dalam individu.266
Stimulus yang dimaksud di sini adalah
benda-benda koleksi MMM yang ditangkap oleh pengunjung melalui
penginderaan (dengan indera penglihatan dan pendengaran). Pada umumnya
sebelum masuk ke dalam MMM pengunjung merasa penasaran terhadap
koleksinya.
Pendapat pengunjung tentang koleksi di MMM ada yang mengatakan
bahwa koleksi di museum lengkap dan menarik di mana setiap koleksi memiliki
ceritanya masing-masing dan bermakna, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
koleksi MMM masih minim dan perlu ditambah lagi caranya melakukan kerja
sama dengan paroki-paroki yang memiliki koleksi berkaitan dengan sejarah gereja
KAS. Setiap pengunjung memiliki pendapat masing-masing mengenai koleksi
yang ada. Hal ini disebabkan oleh faktor internal berkaitan dengan kondisi
jasmani dan fisik seseorang dan faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan
sosial yang berpengaruh terhadap persepsi mereka dengan benda yang dilihat.
Faktor internal menjadi faktor yang paling berpengaruh, misalnya adanya
pengalaman atau motivasi tertentu.267
Pengunjung yang mengatakan koleksi di
MMM tidak lengkap bisa saja karena dia memiliki ekspektasi yang tinggi
266
Bimo Walgito, op.cit, hlm. 53-54 267
Ibid, hlm. 55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
terhadap koleksi di MMM sebelum berkunjung atau dia sudah memiliki
pemahaman tertentu tentang koleksi sebuah benda di museum.
Setelah masuk ke museum melihat koleksi dan mendapatkan
pendampingan, kesan terhadap MMM pun muncul. Kesan pengunjung yang
muncul tersebut bermacam-macam dan hampir semua memiliki kesan positif.
Kesan positif yang muncul seperti pengunjung merasa mendapatkan manfaat dari
mengunjungi museum. Pengunjung merasa mendapatkan inspirasi baru dan
wawasan tentang sejarah gereja semakin bertambah. Pengunjung juga merasa
imannya semakin dikuatkan serta terdorong untuk memperbaiki diri dan melayani
sesame serta merasa semakin bersyukur kepada Tuhan.
Kesan pengunjung terhadap MMM tergantung dari seberapa besar
pemahaman maupun pengalaman dan minat yang dimiliki oleh pengunjung.
Kesan pengunjung ini bisa disebut persepsi. Persepsi adalah suatu proses yang
didahului oleh penginderaan.268
Kesan tersebut adalah hasil dari suatu proses yang
didahului oleh penginderaan terhadap koleksi yang ada di MMM, misalnya
dengan melihat koleksi dan mendengarkan cerita mengenai tokoh tertentu dibalik
koleksi, kemudian hal tersebut disimpan dan diinterpretasikan oleh masing-
masing individu. Dalam hal ini menurut aplikasi dari teori persepsi dalam
kehidupan disebut dengan impression formation. Impression formation, adalah
suatu proses dimana informasi tentang orang lain diubah menjadi pengetahuan
atau pemikiran yang relatif menetap tentang orang tersebut.269
Impression
268
Bimo Walgito, op. cit hlm. 53 269
Irbandi Rukminto Adi, op.cit, hlm. 114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
formation tersebut berkaitan dengan bagaimana pengunjung melihat tokoh yang
ada di museum sebagai inspirasi mereka.
Sejumlah pengunjung mengatakan tokoh yang menginspirasi adalah Romo
van Lith. Pengunjung mengatakan walaupun Romo van Lith bukan orang
Indonesia, beliau sangat menghargai budaya dan gigih memperjuangkan martabat
masyarakat Jawa melalui pendidikan. Menurut beberapa pengunjung karakter
yang ada pada diri Romo van Lith ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari bisa dengan menghargai budaya sekitar, peduli dengan sesama dengan tidak
membedakan orang lain, dan gigih dalam melakukan pekerjaannya.
Masih berkaitan dengan tokoh yang menginspirasi ada juga pengunjung
yang terinspirasi dengan Mgr. Ignatius Suharyo. Alasannya karena memiliki latar
belakang profesi yang sama sebagai anggota TNI. Karakter yang digali dari Mgr.
Ignatius Suharyo yaitu melakukan pelayanan dengan murah hati. Karakter
tersebut bisa menjadi keteladanan bagi siapa saja bahwa melakukan pelayanan itu
harus secara murah hati. Cara memaknai nilai karakter tersebut dalam kehidupan
sehari-hari yang utama adalah berusaha menjadi orang yang sabar, penuh cinta
kasih dan juga rendah hati terhadap sesama.
Tokoh lain yang menginspirasi pengunjung adalah Barnabas Sarikrama.
Barnabas Sarikrama merupakan orang yang pertama kali dibaptis oleh Romo van
Lith. Barnabas Sarikrama mampu memberikan inspirasi karena perjuangannya.
Ketika itu kakinya sedang sakit, ia mau menempuh jarak jauh untuk bertemu
dengan Romo van Lith dan dari situ ia mulai belajar agama Katolik. Ketika
kakinya mulai sembuh, sebagai ucapan terima kasihnya ia mengajak warga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
setempat untuk belajar agama Katolik bersama Romo van Lith. Karakter yang
dapat digali dari Barnabas Sarikrama adalah rasa syukurnya dan kegigihannya.
Cara memaknai karakter Barnabas Sarikrama adalah dengan selalu bersyukur agar
mendapatkan kebahagiaan dan gigih dalam memperjuangkan hal yang diinginkan
Tokoh-tokoh di atas hanyalah sebagian kecil dari tokoh yang ditampilkan
di MMM. Setiap tokoh memiliki karakter khas yang dapat diteladani hingga
sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan teori berikut bahwa karakter secara
universal dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar:
kedamaian (peace), menghargai (respect), kerjasama (cooperation), kebebasan
(freedom), kebahagiaan (happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati
(humility), kasih sayang (love), tanggungjawab (responsibility), kesederhanaan
(simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan (unity).270
Nilai karakter universal
pada teori di atas dimiliki oleh tokoh-tokoh yang ditampilkan di MMM.
Berkaitan dengan MMM sebagai sarana pendidikan karakter pengunjung
dalam penelitian ini menyatakan setuju. Pengunjung berpendapat bahwa banyak
hal yang bisa dipelajari dari setiap tokoh yang telah dijelaskan oleh tim edukasi
museum ketika pendampingan berlangsung. Banyak tokoh yang selama ini jarang
diangkat tetapi memiliki karya luar biasa dan bisa menjadi teladan termasuk
kisah-kisah dari orang awam. Pengunjung juga mengaku senang dengan adanya
pendampingan sehingga mereka bisa mengetahui lebih tentang tokoh yang
ditampilkan di sana. Seorang pengunjung memberi saran agar museum
disosialisasikan kepada OMK (Orang Muda Katolik) di paroki-paroki dengan
270
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
harapan agar ada yang terketuk hatinya dan muncul calon-calon pastor. Sementara
itu, seorang pengunjung pelaku studi memiliki persepsi bahwa MMM sebagai
sarana pendidikan karakter adalah hal unik. Selama ini walaupun museum selalu
dikatakan sebagai tempat edukasi, tetapi pada umumnya museum hanya fokus
pada kegiatan pameran saja. Hal ini berbeda dengan MMM. MMM justru
memiliki sistem edukasi yang bagus diwujudkan dengan berbagai kegiatan
edukasi. Kegiatan edukasi MMM pun tidak hanya diselenggarakan di dalam
museum saja tetapi juga di luar museum. Selain itu, tim edukasi MMM berlatar
belakang pendidikan agama sehingga bisa membentuk karakter.
Persepsi masyarakat dari segi guru juga positif. Melihat koleksi dan
kegiatan yang ada di MMM para guru SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi
Luhur van Lith setuju dengan MMM sebagai sarana pendidikan karakter. Sesuai
dengan definisi dari pendidikan karakter yaitu sebagai upaya sadar dan sungguh-
sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya.271
Artinya para guru dan tim edukasi MMM sudah berusaha mengajarkan nilai-nilai
melalui kegiatan edukasi. Guru SMA Pangudi Luhur van Lith merasakan bahwa
karakter yang ditanamkan pada siswa itu bisa dikembangkan sampai siswa lulus
dari sekolah. Hal ini terbukti pada alumni-alumni yang memiliki nilai lebih ketika
dibandingkan dengan alumni SMA lain.
Melalui pendampingan dan kegiatan yang didampingi oleh Romo
Nugroho, Pr. nilai-nilai karakter itu sejalan dengan yang ada di MMM. Mengenai
MMM sebagai sarana pendidikan karakter guru SMP Kanisius mengatakan bahwa
271
Muchlas Samani dan Hariyanto, loc.it.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
nilai karakter dapat dilihat dari keteladanan tokoh-tokoh yang ditampilkan di
museum. Cara yang dilakukan untuk menyampaikan nilai karakter kepada siswa
adalah dengan memperlihatkan dan memahami benda-benda peninggalan para
misionaris. Misalnya melalui pendampingan dijelaskan kepada siswa tentang
kedatangan para misionaris dengan karakternya yang sopan, ramah dan bisa
menghargai budaya setempat.
Para guru ini memiliki persepsi positif karena mereka marasakan manfaat
dari MMM. Para guru tersebut memanfaatkan MMM sebagai sarana pembelajaran
untuk menambah pengetahuan umum siswa khususnya yang beragama Katolik
atau Kristen dan tidak menutup kemungkinan yang beragama lain. Para guru juga
merasakan manfaat dari kegiatan edukasi seperti pendampingan. Siswa diajak
untuk melihat, memahami, dan meneladani tokoh-tokoh berkarakter yang
ditampilkan di museum. Ini mecerminkan bahwa pendidikan yang dilakukan di
sekolah tersebut tidak hanya mementingkan aspek kognitif saja, tetapi juga aspek
sosial dengan memanfaatkan pendampingan yang ada di MMM. Hal ini diperkuat
dengan teori yang menyatakan bahwa pendidikan bukanlah tempat membentuk
manusia yang hanya mementingkan aspek kecerdasan (kognitif), melainkan upaya
mencapai kemerdekaan, pembebasan, dan kesetaraan bagi setiap individu maupun
kelompok yang terlibat dalam pendidikan, terutama bagi peserta didik.272
Mengenai MMM sebagai sarana pendidikan karakter ada juga sebagian
kecil yang berpersepsi negatif. Persepsi negatif ini muncul dari pengunjung yang
terdiri dari siswa dan umum. Siswa yang diwawancarai oleh peneliti berpendapat
272
Mukhrizal Arif, dkk, op. cit, hlm. 247
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
bahwa pendidikan karakter di museum itu belum terlihat. Hal ini disebabkan
karena mereka belum mendalami apa yang ada di museum dan berkunjung hanya
satu kali ketika masa orientasi saja. Salah satu pengunjung memiliki pendapat
bahwa MMM sebagai sarana pendidikan karakter itu belum terlihat karena orang
yang datang kesana juga hanya sekedar berkunjung. Menurutnya agar pendidikan
karakter itu terlihat harus ada proses di sana misalnya pendampingan secara intens
anak kecil setiap Minggu sehingga perubahan karakter pada anak dapat terlihat.
Adanya perbedaan pendapat tentang MMM sebagai sarana pendidikan
karakter ini dikarenakan adanya faktor yang berpengaruh pada persepsi, terutama
faktor internal yakni faktor dari dalam individu. Misalnya pemahaman atau
pengetahuan yang berbeda-beda mengenai museum. Persepsi bersifat individual
karena berkaitan dengan perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman setiap
individu yang tidak sama sehingga dalam mempersepsi stimulus hasilnya
berbeda.273
Berdasarkan penelitian di atas sejumlah pengunjung memiliki persepsi
yang positif terhadap MMM sebagai sarana pendidikan karakter. Pendidikan
karakter adalah sarana pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam
diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai.274
Ini diperkuat dengan
kegiatan yang diselenggarakan oleh MMM yang selalu berkaitan dengan
pengembangan nilai-nilai kehidupan.Walaupun ada yang berpendapat bahwa
pendidikan karakter di MMM itu belum terlihat. Sebenarnya hal itu terjadi karena
273
Bimo Walgito, op.cit, hlm. 100 274
Doni Koesoema A, op.cit, hlm. 104-112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
pemahaman mereka tentang kegiatan edukasi di MMM masih kurang dan merasa
tidak mendapat manfaat dari kunjungan yang dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas masyarakat dalam penelitian ini memiliki
persepsi positif terhadap MMM sebagai sarana pendidikan karakter. Hal ini
terlihat dimana masyarakat yang terdiri dari pengelola MMM, sejumlah
pengunjung dan guru menyatakan setuju jika MMM digunakan sebagai sarana
pendidikan karakter. Pendidikan karakter memiliki banyak fungsi seperti: (1)
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik; (2) membangun perilaku bangsa yang multikultur; dan (3) meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.275
Fungsi pendidikan
karakter pada teori di atas terwujud dalam kegiatan edukasi yang ada di MMM.
Melalui pendampingan masyarakat diajak untuk mengembangkan karakter
sehingga bisa selalu berperilaku baik, dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur dengan mengenalkan tokoh-tokoh teladan yang berasal dari berbagai
daerah, suku, bahkan dari luar negeri dan mengenalkan berbagai budaya melalui
acara Novena Misioner Malam Selasa Kliwon. Tujuan utama pendidikan karakter
adalah menumbuhkan seorang individu menjadi pribadi yang memiliki integritas
moral dan mampu mengusahakan sebuah ruang lingkup kehidupan yang
menghayati integritas moralnya dalam tatanan kehidupan masyarakat. Ruang
lingkup pendidikan karakter tidak hanya individual tetapi juga melibatkan
lingkungan sosial seperti halnya di Museum Misi Muntilan.276
275
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 52 276
Loc. cit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM)
berawal dari peringatan Keuskupan Agung Semarang ke-50. Dalam
peringatan tersebut membahas beberapa program yang salah satunya
adalah pembangunan museum. Museum yang diprogramkan tersebut
diharapkan dapat menjadi museum yang hidup. Maksud dari museum yang
hidup adalah museum yang dapat menjadi sarana edukasi bagi setiap orang
yang berkunjung sehingga museum bukan menjadi gudang mahal untuk
menyimpan benda-benda peninggalan sejarah. Museum yang hidup
tersebut dibangun di Muntilan. Alasannya adalah pertimbangan historis
bahwa Muntilan adalah tempat Romo van Lith sebagai peletak dasar awal
berkembangnya jemaat Katolik di Jawa memulai misinya sehingga disebut
Betlehem van Java. Karya misi yang ada di Muntilan memiliiki pengaruh
yang kuat terhadap Keuskupan Agung Semarang. Pada saat itu Mgr.
Ignatius Suharyo menunjuk Romo Bambang Sutrisno sebagai ketua tim
pelaksana pembangunan museum yang bernama (Pelayanan
Pendampingan Penggembala Jemaat Keuskupan Agung Semarang). Dalam
pembangunan museum muncul berbagai kendala, yakni kepemilikan
tanah, pendanaan, pembangunan gedung, dan pemahaman tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
museum. Akan tetapi kendala tersebut dapat di atasi dengan cara
musyawarah.
2. Kegiatan Museum Misi Muntilan yang berkaitan dengan pendidikan
karakter adalah kegiatan di bidang edukasi. Kegiatan edukasi yang
diselenggarakan Museum Misi Muntilan yakni, pendampingan yang dibagi
menjadi dua yakni pendampingan panjang dan pendampingan singkat,
Novena Misioner Selasa Kliwonan, dan kegiatan orientasi siswa baru
sekitar Muntilan. Kegiatan yang paling menonjol adalah pendampingan.
Pendampingan ini dilakukan oleh tim edukasi kepada masyarakat.
Pendampingan bisa dilakukan di museum maupun di luar museum karena
yang terpenting adalah semangat pengembangan karakternya. Hal ini
terkait dengan tujuan awal Museum Misi Muntilan didirikan sebagai
museum yang hidup. Adanya kegiatan-kegiatan tersebut pengunjung yang
datang diharapkan dapat mengambil makna dari kunjungan yang
dilakukan.Kegiatan edukasi di atas disebut berkaitan dengan pendidikan
karakter karena dalam penyelenggaraannya berkaitan erat dengan proses
internalisasi atau penanaman nilai karakter dari tokoh-tokoh teladan ada di
Museum Misi Muntilan.
3. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan MMM sebagai sarana
pendidikan karakter dari segi pengelola adalah positif. Hal ini didukung
oleh faktor internal dimana pengelola begitu memahami essensi dari
berbagai kegiatan edukasi yang diselenggarakan. Selain itu, pengelola juga
sangat paham akan tokoh-tokoh misioner yang berkarakter. Untuk persepsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
masyarakat dari segi pengunjung dalam penelitian ini sebagian besar
positif. Mereka yang memiliki persepsi positif berarti merasakan manfaat
dan makna dari kegiatan edukasi terutama pendampingan. Sebagian kecil
yang memiliki persepsi negatif disebabkan belum merasakan manfaat dan
belum begitu paham dengan kegiatan yang dilaksanakan karena
pendampingan hanya dilakukan satu kali. Persepsi masyarakat dari segi
guru terhadap MMM sebagai sarana pendidikan karakter positif. Persepsi
guru yang positif ini dipengaruhi oleh guru yang merasakan manfaat akan
pendampingan dan MMM tersebut sebagai sarana pembelajaran dan
penyampaian nilai karakter yang dimiliki oleh tokoh teladan yang
ditampilkan di MMM.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat disampaikan oleh peneliti
sebagai berikut:
1. Bagi pengelola MMM hendaknya melakukan promosi lebih banyak
kepada masyarakat di sekitar terutama orang muda. Agar masyarakat di
sekitar semakin mendapatkan manfaat dari adanya museum. Pengelola
hendaknya menunjukkan keindonesiaan dengan menampilkan tokoh-tokoh
nasional yang lahir dari pendidikan Romo van Lith.
2. Bagi tim edukasi MMM hendaknya melakukan pendampingan yang lebih
intensif kepada masyarakat sekitar. Hal ini terkait dengan proses
pembentukan karakter membutuhkan waktu yang lama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
3. Bagi pengunjung hendaknya melakukan kunjungan lebih dari satu kali
agar dapat semakin memahami nilai-nilai yang didapat untuk kehidupan
sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. 2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo
Andi Prastowo. 2014. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia
Bimo Walgito. 2003. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi
____________.2005. Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi
Burhan Bungin. 2014. Penelitian Kualitatif Edisi Kedua, Jakarta: Prenada Media
Group
De Vaulux, Bernard. 1969. History of the Missions. London: Burn and oates
Doni Koesoema A. 2010. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: Gramedia
Hamid Darmadi. 2014. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung:
Alfabeta
Husaini Usman dan Purnomo Setiady. 2008. Metodlogi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara
Irbandi Rukminto Adi. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Sosial: Dasar-Dasar Pemikiran. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Khidir Marsanto P. 2012. Basis, Nomor 07-08, “Revitalisasi Museum”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Kirchberger, George. 1999. Misi Gereja Dewasa Ini. Maumere: Lembaga
Pembentukan Berlanjut Arnold Jansen
Lexy Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
Rosdakarya
Made Pidarta. 2013. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: Rhineka Cipta
Moh. Amir Sutaarga,. 1990. Pedoman dan Penyelenggaraan dan Pengelolaan
Museum. Jakarta :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Muchlas Samani, dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Muhammad Yaumi. 2014. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan
Implementasi. Jakarta: Kencana
Mukhrizal Arif, dkk. 2014. Pendidikan Posmodernisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media
Nyoman Kutha Ratna. 2014. Peranan Karya Sastra, Seni, dan Budaya dalam
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rulam Ahmadi. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media
R. Sani Wibowo, SJ. 2013. Rohani, No. 11, “Membangun Museum yang Hidup”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Schouten. 1992. Pengantar Didaktik Museum (terj.). Jakarta: Proyek Pembinaan
Permuseuman Jakarta, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Steenbrink, Karel. 2006. Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942 (jilid 1).
Maumere: Ledalero
______________. 2006. Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942 (jilid 2).
Maumere: Ledalero
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif
(terjemahan). Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 2000. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rhineka Cipta
Sutarjo Adisusilo. 2014. Pembelajaran Nilai-Karakter:Konstruktivisme dan VCT
Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Depok: RajaGrafindo
Persada
Syamsul Kurniawan. 2013. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Ar. Ruzz Media
Tim Edukasi MMM. 2008. Pendidikan Model van Lith. Muntilan: MMM PAM
Tim MMM PAM. 2009. Pedoman Museum Misi Muntilan Pusat Animasi
Misioner. Muntilan: MMM PAM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Tjahjopurnomo. 2001. Sejarah Permuseuman di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Permuseuman, Direktorat Jenderal dan Purbakala, Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif
Wina Sanjaya. 2013. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
Woga, Edmund. 2006. Dasar-Dasar Misiologi. Yogyakarta: Kanisius
Sumber Internet:
Iqbal. Museum Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
(http://museumppiptek.blogspot.co.id/ ) diakses tanggal 17 April 2017
Mohammad Zakaria. Pengertian, Fungsi, dan Jenis-jenis Museum.
(http://belajaritutiadaakhir.blogspot.co.id/2011/08/museum-di-
indonesia.html) diakses tanggal 17 April 2017
Museum. (https://id.wikipedia.org/wiki/Museum ) diakses tanggal 17 April 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Lampiran 1
LEMBAR OBSERVASI MUSEUM
Lokasi : Museum Misi Muntilan
Waktu Pelaksanaan : 27 April 2017
No Objek yang diamati Hasil
Ya Tidak
1. Lokasi museum strategis √
2. Museum memiliki bangunan pokok ( pameran tetap,
pameran temporer, auditorium, kantor,laboratorium
konservasi, perpustakaan, bengkel preparasi, dan ruang
penyimpanan
Koleksi)
√
3. Museum memiliki bangunan penunjang (lobby, tempat
parkir, toilet dan pos keamanan)
√
4. Koleksi museum memiliki nilai sejarah dan nilai-nilai
ilmiah
√
5. Koleksi museum dijelaskan secara historis dan
fungsinya
√
6. Museum memiliki alat pengamanan (CCTV) √
7. Museum memiliki pengamanan yang ketat terhadap
koleksi
√
8. Ruangan penataan koleksi museum terjaga
kebersihannya
√
9. Museum memiliki pengatur suhu ruangan untuk
menjaga koleksi
√
10. Pencahayaan ada di setiap ruang koleksi di museum √
11. Museum memiliki ruang penyimpanan koleksi yang
luas
√
12. Museum memiliki daftar inventaris koleksi yang
diperbarui secara rutin
√
13. Museum memiliki kurator √
14. Museum memiliki memiliki tim edukasi √
15. Museum memiliki tenaga administrasi √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Lampiran 2 KISI-KISI WAWANCARA
1. Kisi-Kisi Wawancara Pengelola
No Butir-Butir Pertanyaan
1 Latar belakang berdirinya museum
2 Tujuan didirikannya Museum Misi Muntilan?
3 Alasan dipilihnya Muntilan
4 Proses pengumpulan benda di Museum
5 Kegiatan edukasi berkaitan dengan pendidikan karakter
6 Persepsi terhadap Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan
karakter
2. Kisi Kisi Wawancara Pengunjung
No Butir-Butir Pertanyaan
1 Tujuan berkunjung ke museum
2 Kesan pengunjung terhadap Museum Misi Muntilan
3 Persepsi terhadap Museum Misi sebagai sarana pendidikan karakter
3. Kisi-Kisi Wawancara Guru
No Butir-Butir Pertanyaan
1 Penggunaan Museum Misi sebagai sarana pembelajaraan
2 Penapat guru tentang koleksi
3 Cara memanfaatkan Museum Misi Muntilan
4 Persepsi terhadap Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan
karakter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA KEPADA PENGELOLA MUSEUM MISI
MUNTILAN
Permasalahan 1: sejarah dan koleksi Museum Misi Muntilan
a. Apa yang menjadi latar belakang didirikannya Museum Misi Muntilan?
b. Apa tujuan didirikannya Museum Misi Muntilan?
c. Bagaimana visi dan misi Museum Misi Muntilan?
d. Apa saja kendala yang dihadapi ketika mendirikan Museum Misi Muntilan?
e. Mengapa Muntilan menjadi tempat yang dipilih untuk mendirikan Museum
Misi Muntilan?
f. Berasal darimana saja koleksi Museum Misi Muntilan?
g. Apa saja yang menjadi kriteria suatu benda untuk bisa menjadi koleksi di
Museum Misi Muntilan? Apa saja yang dilakukan dalam merawat benda-
benda koleksi? Adakah tim khusus yang merawat koleksi-koleksi tersebut?
Permasalahan 2: kegiatan Museum Misi Muntilan yang berkaitan dengan
pendidikan karakter.
a. Apa saja kegiatan yang dilaksanakan di Museum Misi Muntilan? Apa saja
kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Museum Misi Muntilan?
b. Apa yang menjadi kegiatan favorit yang dilaksanakan oleh Museum Misi
Muntilan? Mengapa kegiatan tersebut menjadi kegiatan favorit?
c. Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh Museum Misi Muntilan dalam bidang
edukatif? Bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan? Adakah tim
khusus yang menangani kegiatan tersebut?
d. Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan edukatif tersebut?
e. Bagaimana tanggapan dari masyarakat atas kegiatan edukatif tersebut?
Adakah masyarakat yang terlibat pada kegiatan tersebut?
f. Adakah kendala dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut?
Bagaimana Museum Misi Muntilan menghadapi kendala tersebut?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Permasalahan 3: Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi
Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter
a. Siapa saja yang menjadi pengunjung Museum Misi Muntilan? Berasal dari
mana saja pengunjung Museum Misi Muntilan?
b. Dari banyak tokoh yang ditampilkan di museum, siapa tokoh yang menjadi
ikon dari Museum Misi Muntilan? Mengapa tokoh tersebut dijadikan ikon
dari museum? Karakter apa yang dapat digali dari tokoh tersebut?
c. Selain karakter dari tokoh yang menjadi ikon Museum Misi Muntilan,
karakter apa saja yang bisa digali dari museum ini?
d. Bagaimana pendapat anda mengenai Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter?
PEDOMAN WAWANCARA PENGUNJUNG MUSEUM MISI MUNTILAN
Permasalahan: Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi
Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter
a. Apakah anda sering mengunjungi museum?
b. Bagaimana kesan pertama ketika anda mendengar Museum Misi Muntilan?
c. Bagaimana pendapat anda mengenai koleksi yang ada di Museum Misi
Muntilan?
d. Dimana ruangan Museum Misi Muntilan yang paling anda sukai? Mengapa
anda menyukai ruangan tersebut?
e. Siapa tokoh yang memberi anda inspirasi? Apa alasannya?
f. Nilai-nilai karakter apa saja yang anda dapat dari tokoh tersebut?
g. Bagaimana anda memaknai nilai karakter dari tokoh tersebut?
h. Apa saja kegiatan Museum Misi Muntilan yang anda ketahui? Apakah anda
ikut terlibat di dalamnya?
i. Bagaimana pendapat anda tentang Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
PEDOMAN WAWANCARA KEPADA GURU
Permasalahan: Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Museum Misi
Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter
a. Apakah anda pernah menggunakan Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pembelajaran?
b. Bagaimana pendapat anda tentang koleksi Museum Misi Muntilan?
Apakah koleksi-koleksi tersebut membantu anda dalam menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa?
c. Bagaimana pendapat anda terhadap berbagai kegiatan yang diselenggarakan
Museum Misi Muntilan?
d. Apakah anda melibatkan para siswa untuk mengikuti kegiatan yang
diselenggarakan Museum Misi Muntilan?
e. Bagaimana cara anda dalam memanfaatkan Museum Misi Muntilan dalam
bidang pendidikan?
f. Melihat kayanya koleksi yang memiliki nilai-nilai karakter yang dapat digali
serta memiliki kegiatan edukatif, setujukah anda apabila Museum Misi
Muntilan menjadi sarana pendidikan karakter? Bagaimana pendapat anda?
g. Bagaimana cara yang anda lakukan untuk menyampaikan nilai-nilai karakter
yang dapat digali di Museum Misi Muntilan kepada para siswa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
CATATAN LAPANGAN 1
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Tia (Pengunjung, Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya,
Jurusan Farmasi)
Waktu : 22 April 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah Tia sering berkunjung ke museum?
I: Jarang, dulu pernah di daerah asal saya sekali di Ende.
P: Bagaimana kesan pertama Tia ketika mendengar kata “Museum Misi
Muntilan?”
I: Penasaran, Museum Misi? Aku memang suka hal-hal berbau sejarah, apalagi
ketika masuk ke dalam Museum Misi ada jubah-jubah Romo. Aku suka.
P: Dari banyak ruangan yang ada di Museum Misi Muntilan, ruangan mana yang
membuat berkesan atau ruangan mana yang paling menarik?
I: Ada dua ruangan yang membuat berkesan. Pertama, ruangan yang menceritakan
sejarah Paus Yohannes Paulus II yang datang ke Indonesia. Alasannya karena
penasaran dengan apa yang dilakukan Paus ketika datang kesini dan ada foto-foto
ketika Paus memimpin perayaan. Ruangan kedua, ruang yang ada foto van Lith.
Van Lith memiliki pengaruh namun jarang diangkat dalam tulisan sejarah. Aku
kagum dengan van Lith karena dia mengajarkan tentang persatuan bahwa orang
yang merdeka harus mengenal Allah dulu. Makanya beliau mengkatolikkan, atau
istilahnya menobatkan orang Jawa supaya merdeka, ketika orang Jawa merdeka
maka menjadi setara dengan Belanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
P: Jadi, tokoh yang menginspirasi Tia adalah Romo van Lith. Menurut Tia, apa
saja nilai-nilai yang bisa diteladani dari tokoh van Lith untuk kehidupan sehari-
hari?
I: Van Lith itu bukan orang Indonesia tetapi beliau mau berkorban dan melakukan
pelayanan yang total. Saat dia mencoba untuk mendekati orang Jawa secara tidak
langsung pasti dia “dilihat” sebelah mata oleh orang asing lain tetapi dengan
kerendahan hatinya, dengan tulusnya, untuk tetap menjalankan misinya, saya
harus membuat semua orang merdeka dihadapan Tuhan itu benar-benar
melakukan totalitas. Nilai yang bisa aku teladani adalah totalitasnya dalam
melakukan tugas. Aku belum bisa sampai kesitu jadi aku mau berusaha buat
melakukan tugas secara total.
P: Bagaimana tanggapan Tia kalau misalnya museum misi muntilan ini dijadikan
sarana pendidikan karakter?
I: Setuju sekali, karena banyak hal yang bisa dipelajari dari setiap tokoh-tokoh
yang dijelaskan oleh pendamping, banyak banget tokoh yang belum dikenal tetapi
hal-hal yang mereka kerjakan itu luar biasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
CATATAN LAPANGAN 2
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Pak Muji (Pengelola MMM PAM)
Waktu : 27 April 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apa latar belakang didirikan Museum Misi Muntilan dan mengapa di
Muntilan?
I: Sebetulnya museum itu ada di Semarang di kompleks keuskupan tapi disana
agaknya tidak berkembang. Museum menjadi semacam gudang tempat
penyimpanan benda-benda bersejarah. Lalu Mgr. Suharyo tahun 1998, menunjuk
Romo Bambang Sutrisno untuk membuat museum yang hidup di Muntilan.
Mengapa di Muntilan? Karena ada alasan historisnya. Secara historis Muntilan
diakui sebagai tempat awal tumbuh berkembangnya jemaat Katolik di Pulau Jawa
maka Muntilan disebut Betlehem van Java. Maka museum diletakkan di pusatnya
yaitu di Muntilan. Lalu museum ini tahun 1998 Romo Bambang mulai merintis
membuat museum ini mulai didirikan bekerja sama dengan keuskupan dan Serikat
Jesuit (SJ). Tahun 2000 mulai beroperasi, mulai ada tamu, sudah mulai ditata, dsb.
Lalu tahun 2004 diberkati dan diresmikan oleh Mgr. Ignatius Suharyo
P: Apa tujuan utama didirikannya Museum Misi Muntilan?
I: Museum pada umumnya dikenal sebagai tempat menyimpan benda-benda
sejarah tetapi sekarang museum menjadi tempat pembelajaran bernilai sejarah.
Mengapa didirikan museum ini? Awalnya Mgr. Ignatius Suharyo mengatakan
untuk membuat museum yang hidup, supaya ada pembelajaran dari umat
mengenai dinamika hidup gereja. Jadi, museum ini didirikan supaya ada
pembelajaran bagi umat dinamika hidup gereja. Itu yang penting. Menjadi
museum yang hidup artinya setiap pengunjung di museum mesti dipandu. supaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
mereka ada proses pembelajaran, kalau dibiarkan masuk (museum) hanya melihat
saja kurang mendapatkan makna.
P: Bagaimana cara mengumpulkan koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan?
I: Pengumpulan koleksi yang pertama dari keuskupan, lalu bertambah karena
kami menyebarkan informasi tentang adanya museum ini. Maka, kelompok
religious banyak mengirim data-data historis. Kadang-kadang kami harus
mendatangi, seperti misalnya Pak Kari Dharmo Suprapto yang di Gunung Kidul
itu, kami datangi ke sana lalu membawa barang-barangnya. Jadi, hibah. Hampir
semuanya diserahkan secara hibah, kecuali lonceng dari Boro harus diganti
lonceng baru ke Boro. Koleksi itu sangat banyak dan ruangannya terbatas, maka
banyak disimpan di gudang.
P: Apa kriteria suatu benda koleksi dari MMM untuk bisa dipajang?
I: Jadi di sini itu pendekatannya adalah pendekatan proses dan tokoh. Pertama,
kita tampilkan tokoh-tokoh. Lalu di ruang tertentu proses bagaimana
perkembangan gereja dari awal hingga perkembangannya. Lalu ada tokoh awam,
tokoh biara-biarawati, tokoh-tokoh uskup, tokoh-tokoh berkharisma. Jadi, kami
tidak sembarang meletakkan setiap ruang itu mempunyai maksud tertentu.
P: Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh MMM dalam bidang edukatif?
I: Dalam bidang edukatif antara lain: pertama, semua pengunjung harus dipandu.
Pemanduan itu adalah melaksanakan bahwa MMM menjadi pusat animasi
missioner yang menggemakan semangat bermisi. Pemanduan itu adalah proses
edukasi kepada pengunjung. Kedua dengan mengadakan kerja sama dengan
kelompok pengurus kerkoff yaitu setiap malam Selasa Kliwon “mengadakan
semacam pengajian” yaitu pertemuan dengan menggunakan musik tradisional,
shalawatan, penampilan, khotbah, dll. Itu adalah proses edukasi. Itu saya katakan
proses edukasi dari museum karena hampir semua yang menangani museum.
Ketiga, kami sering berkunjung ke kelompok-kelompok tertentu, kami tidak
hanya menunggu yang datang ke museum tetapi juga datang ke kelompok-
kelompok tertentu seperti paroki dan lingkungan. Disitulah mengadakan edukasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
P: Dari ketiga kegiatan tersebut siapa saja yang terlibat?
I: Yang pokok adalah orang-orang dari museum tetapi juga menggunakan
jaringan-jaringan kerja. Jaringan kerja itu banyak sekali, misalnya jaringan
kelompok paroki Santo Antonius Muntilan. Jaringan itu bisa juga tenaga-tenaga
relawan yang pernah bekerja sama dengan Museum Misi Muntilan.
P: Bagaimana tanggapan dari masyarakat terhadap kegiatan yang diadakan
museum?
I: Kami melihat gejala-gejala yang ada, masyarakat di sini terutama masyarakat
Katolik, misalnya setiap malam Selasa Kliwonan yang diadakan di Kerkoff,
pengunjungnya cukup banyak. Lalu misalnya kerja sama dengan kelompok lintas
iman juga baik dan kami hampir setiap tahun mengadakan gelar budaya. Gelar
budaya ini melibatkan lintas iman dari pondok pesantren, dan sebagainya. Hal itu
menjadi tanda-tanda menunjukkan respon masyarakat cukup positif terhadap
museum ini.
P: Berkaitan dengan koleksinya, Museum Misi Muntilan memiliki banyak tokoh
yang ditampilkan. Siapa tokoh yang menjadi ikon dari Museum Misi Muntilan?
I: Sebetulnya tokoh utama itu Romo van Lith, karena beliau menjadi pelopor,
perintis munculnya jemaat Katolik Pulau Jawa dengan pembaptisan di Sendang
Sono. Kedua, karena mengembangkan atau mewartakan Injil lewat karya
pendidikan maka sampai pemerintah mengapresiasi karya van Lith itu hingga
mendapat bintang jasa dari pemerintah Oktober tahun lalu (2016). Jadi, gereja
tampil bermisi itu Romo van Lith menjadi ikonnya. Semua tokoh juga bermisi
tapi pasti lain misinya.
P: Karakter apa saja yang bisa digali dari museum ini?
I: Yaitu pertama, gereja itu berkembang karena keterlibatan semua pihak, itu yang
pokok. Gereja didukung oleh semua pihak. Lalu tokoh-tokohnya pada umumnya
itu sangat dekat dengan umat, seperti Mgr. Soegijapranata, lalu Yustinus Kardinal
Darmojuwono, jadi karakternya pertama keterlibatan semua pihak dan kedua,
pemimpinnya dekat dengan umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
CATATAN LAPANGAN 3
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Bapak Ant. Tri Usada Sena (Pengelola MMM PAM)
Waktu : 2 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apa yang menjadi latar belakang didirikannya Museum Misi Muntilan?
I: Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Missioner didirikan oleh Keuskupan
Agung Semarang. Tim persiapan sudah mulai ada tahun 1990. Pada waktu itu
keuskupan berulang tahun ke 50. Pada ulang tahun itu, ada beberapa program
yang dibuat oleh keuskupan. Programnya itu mengarah ke umat semua. Salah
satunya adalah membuat museum ini. Mengapa membuat museum? karena
pimpinan keuskupan waktu itu Mgr. Ignatius Suharyo berfikir: Semarang itu,
sebagai keuskupan boleh dikatakan baik, maju, istilah rohaninya mendapat banyak
rahmat, lalu museum menjadi wujud dari atas banyaknya rahmat tapi sekaligus
selain syukur, Mgr. Ignatius Suharyo mengingatkan bahwa kita bisa seperti ini
karena Semarang itu umatnya relatif banyak, umatnya terus berkembang, program
dan kegiatan bisa berjalan, dan ada sejarahnya. Pembuatan museum di satu sisi
sebagai ungkapan syukur, satu sisi mengingatkan terutama anak-anak muda juga
umat Semarang bahwa ini semua tidak langsung jadi, supaya dengan melihat
sejarah, umat lalu tertantang, untuk aku sendiri bisa menyumbang apa. Tahun
1990 mulai gagasannya, 1998 dibentuklah panitia persiapan namanya Panitia
Persiapan Museum Misi Muntilan Sejarah Gereja Keuskupan Agung Semarang
bukan Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner. Entah bagaimana,
kehebatan Mgr. Ignatius Suharyo yang ditunjuk menjadi pengelola itu
(kepanitian) justru bukan orang sejarah. Yang memimpin itu justru Romo
Bambang Sutrisno, beliau bukan orang sejarah tapi justru pengembang umat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
pastor umat, memang ada beberapa ahli sejarah termasuk Ibu Sumini. Ibu Sumini
menjadi pendamping dari sisi sejarah lalu juga ada Romo Hasto. Lalu pada sisi
bangunan itu para insinyur dari Universitas Soegijapranata. Memang ada praktisi
museum namanya Pak Marsudi, beliau orang dari pemerintah yang bekerja pada
bidang kebudayaan bagian Muskala (Museum dan Benda Purbakala). Lalu dalam
perkembangannya, kita baru tahu gagasan Mgr. Ignatius Suharyo adalah supaya
museum yang dibangun ini nanti tidak seperti museum-museum yang lain. Waktu
itu museum-museum ada bangunan, ada benda-benda penting mahal
dikumpulkan. Lalu menjadi seperti istilahnya “gudang mahal”. Mgr. Ignatius
Suharyo berfikir supaya museum yang nanti didirikan Keuskupan Agung
Semarang itu istilahnya menjadi museum yang hidup. Museum yang bisa menjadi
sarana edukasi, museum yang tetap ada hubungannya dengan perkembangan
zaman. Maka waktu itu dipilihlah Romo Bambang Sutrisno yang mempunyai tim
bernama P3J. Tim inilah yang mengolah bagaimana sebuah benda mati bisa
berbicara untuk orang hidup jaman sekarang. Contohnya adalah sepeda onthel
(benda mati). Kalau dilihat hanya sepeda, tapi bagaimana dari sepeda itu bisa
memancing orang jaman sekarang, iya aku juga punya sarana transportasi, aku
juga punya sarana, bagaimana bisa aku gunakan untuk menjadi berkah bagi
banyak orang. Kira-kira itu latar belakang pendirian museum. Jadi ada historis,
ada yang kelembagaan tadi Keuskupan Agung Semarang. Tapi juga ada latar
belakang orang-orang tertentu seperti Mgr. Suharyo, lalu Romo Bambang dari sisi
ketokohannya dan kebetulan juga mulai dikumpulkan sebetulnya benda-benda
yang nanti akan menjadi koleksi di museum. Beberapa koleksi dikumpulkan di
Semarang sana. Lalu 1998 terbentuk panitia, sudah rapat lalu muncul dua bidang
dalam kepanitian itu, satu sisi namanya bidang kewadakan itu akan mengurus
bangunan, pemajangan, situasi sekitarnya, dan yang tidak kalah penting sisi
isinya. Isi itu lalu memikirkan edukasinya seperti apa. Lalu yang bagian wadak itu
lebih banyak ditangani oleh teman-teman dari Semarang, arsitek, ahli bangunan,
pendanaan dan sisi edukasi. Bu Sumini banyak mengisi sejarahnya, bagaimana
menata sejarah, urutannya seperti ini, dst. Lama-lama juga bergabung beberapa
teman dari Museum Benteng Vredeburg yang memberi masukan-masukan. Lalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
tambah Romo Banar mulai menyusun belajar tentang sejarah, belajar tentang
museum, belajar tentang dokumen gereja yang ada kaitannya dengan kesejarahan
dan permuseuman. Setelah banyak belajar lalu tahun 2000 membangun wadahnya.
Lalu ini dibangun dan menjadi catatan sejarah untuk museum sendiri waktu itu
dipilih tempatnya di Muntilan. Bukan di Semarang. Alasannya adalah ketika tim
ini rapat yang bagian isi yang didampingi Bu Sumini dkk, pada rapat menemukan
jejak bahwa sebetulnya kekatolikan itu mau direpresentasikan seperti apa, kalau
secara historis maka Muntilan tempatnya karena di sinilah dulu Romo van Lith
peletak dasar sejarah gereja Keuskupan Agung Semarang tinggal dan menjalankan
aksinya maka mengapa museum ini tidak ada di Semarang tetapi ada di Muntilan.
Alasannya itu pertimbangan historis. Disinilah Romo van Lith pernah tinggal
buktinya ada pastoran, Gereja Santo Antonius, sekolah, maka lalu dipikirkan
museumnya ada di Muntilan tepatnya di pastoran dekat gereja, bangunannya tua,
memiliki nilai sejarah, merepresentasikan apa yang mau dibuat dengan museum
dan sangat mendukung suasananya. Karena pastoran masih digunakan maka perlu
Romo-Romo yang berkarya disitu dibuatkan rumah baru. Maka dibangunlah
tempat ini. Ini dulu ijinnya pastoran, maka kita lihat itu tempatnya dekat dengan
gereja, bentuk bangunannya ada ruang pertemuan, yang di atas itu kamar, yang di
bawah ada ruang pertemuan dan kamar yang gambarannya untuk pertemuan
OMK, PIA, dst. Tapi itu menjadi catatan sejarah saja karena ada umat yang
merasa kurang tepat sebetulnya kalau bangunan baru yang sebetulnya
diperuntukkan untuk pastoran lalu mau digunakan sungguh sebagai pastoran.
Terlalu sayang. Umat Muntilan masih merasa sayang kalau melepaskan pastoran
yang bersejarah itu lalu diganti ini. Timbul dinamika tertentu pada waktu itu..
Lalu Mgr. Ignatius Suharyo dengan kebijakan visionernya, bangunan yang calon
pastoran itu coba ditata menjadi museum. Maka tahun 2002, bangunan baru ini
lalu coba difungsikan menjadi museum. Dari situ, dari tahap awal yang dibuat itu,
Romo Bambang menawarkan beberapa kegiatan edukasi museum. Jadi di
museum tidak sekedar orang datang melihat koleksi tetapi ada sisi edukasinya
terutama untuk pengembangan umat, lalu pihak keuskupan Mgr. Ignatius
Suharyo, Romo Wignya, Mgr. Pujasumarta (mendiang) yang nanti menjadi uskup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Semarang waktu itu, merumuskan museum ini adalah tempat untuk
pengembangan semangat misi. Apa itu pengembangan semangat misi? Bahasa
sederhananya tempat dimana jiwa semangat kekatolikkan itu dihidupkan kembali
bukan sekedar kronologi sejarah adanya gereja tetapi lalu titik-titik sejarah itu
menjadi momen istilah bahasa agamanya itu rahmat, kaeros, bukan hanya kronos
tetapi kaeros yang ditangkap sehingga memungkinkan orang-orang keuskupan
jaman sekarang bisa berkarya seperti ini. Maka, muncul istilah Pusat Animasi
Misioner bahkan lalu Mgr. Ignatius Suharyo dan Mgr. Pujasumarta dalam salah
satu buku mengatakan sebetulnya yang mau dibangun oleh Keuskupan Agung
Semarang adalah pusat animasi misioner disebut pusat animasi misioner itu
wujudnya Museum Misi Muntilan. Maka sampai sekarang namanya menjadi
museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner. Jadi, ada sisi permuseumannya,
sejarahnya, ada sisi pengembangan semangat kekatolikannya yaitu pusat animasi
missioner. Itu latar belakangnya.
P: Apa saja hambatan yang dihadapi ketika mendirikan Museum Misi Muntilan?
I: Kalau hambatannya lebih soal pemahaman tentang permuseumnya sendiri. Ada
yang memahami lalu mencoba menyatukan pemahaman itu sendiri. Ada yang
gambarannya sisi sejarah saja tapi lalu ada yang mengatakan, museum itu juga
sesuatu yang dinamis, boleh berkembang. Lalu hambatan lainnya itu pendanaan,
itu jelas karena gagasan seperti ini berbeda, di dalam gereja itu paling laris kalau
kegiatan ada ekaristi, dst tetapi kalau untuk pengembangan-pengembangan seperti
tidak serta merta lalu didukung. Apalagi ini tidak instan langsung kelihatan,
investasi jangka panjang tapi semuanya bisa dilalui dengan baik. Lalu pendanaan
dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Tantangan selanjutnya dari sisi menyatukan
banyak pemahaman itu. Lalu dari umat yang tidak serta merta langsung
memahami ini maunya seperti apa. Tantangan internal sendiri kami bukan orang
sejarah sementara gambaran orang itu sendiri, orang datang ke museum tidak
salah kalau mengatakan itu sejarah. Lalu menghadapi tantangan itu kami belajar
sungguh dalam arti menyediakan tempat, waktu, datang ke ahli-ahli sejarah tapi
juga pembelajaran yang tidak langsung dari orang datang memberi masukan.
Tantangan berikut muncul setelahnya, entah bagaimana padahal tidak ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
sosialisasi yang khusus rupanya menarik minat banyak orang juga museum ini
dan mulai berdatangan. Ketika berdatangan tantangan baru muncul lagi, seperti
bagaimana mengatur jadwal untuk melayani pengunjung, belum lagi nanti
semakin banyak lalu bagaimana menata supaya ada sinergi karena di sini ada
banyak sekali kepentingan seperti bruder memiliki kegiatan sendiri, sekolah
memiliki kegiatan, lalu bagaimana kalau museum juga ada kegiatan? Tapi justru
dengan melewati tantangan-tantangan itu gambaran museum yang diharapkan
terpetakan dengan baik, seperti kepentingan untuk sinergi, kepentingan untuk
edukasi, kepentingan untuk pencarian dana, atau kepentingan untuk kepentingan
internal kita. Dari sisi kelembagaan tantangan yang tidak mudah juga adalah
museum ini didirikan dengan menyatukan beberapa lembaga yang menjalankan
museum ini faktanya pada tahap awal adalah tim yang disebut P3J (Pelayanan
Pendampingan Penggembala Jemaat) Keuskupan Agung Semarang sebetulnya
urusannya mengurus umat tidak ada hubungannya dengan sejarah atau museum.
Lalu bagaimana itu menyatukan sisi sejarah dengan pengembangan umat? Itu juga
tidak mudah. Belum lagi dalam perkembangan lalu tim ini juga dipercaya untuk
mengelola namanya lembaga yang namanya Lembaga Karya Kepausan Indonesia
(KKI). Itu tidak mudah karena ada pengembangan jemaat lalu menjadi namanya
Komisi Karya Misioner, Karya Kepausan Indonesia, ada museum. Tahun 2006
bulan Desember muncul surat dari Mgr. Ignatius Suharyo menjembatani
ketegangan antar lembaga itu dengan mengatakan Museum Misi Muntilan itu
menjadi istilahnya sarana tugas perutusan bagi Komisi Karya Misioner dan Karya
Kepausan Indonesia. Setelah tantangan itu dijalani, bukan berarti tantangan
hilang, tidak.sampai sekarang pun masih ada suasana itu, ini museum tapi juga
Komisi Karya Misioner, juga Karya Kepausan Indonesia. Jadi, di Keuskupan
Agung Semarang secara kelembagaan museum ini boleh dikatakan yang dilihat
oleh Keuskupan sebagai lembaga itu ada Komisi Karya Misioner, lalu dibawah itu
ada divisi museum. Jadi, museum itu semacam divisi saja sementara untuk
masyarakat umum mereka tidak akan mengenal Komisi Karya Misioner yang
dikenal justru Museum Misi. Jadi tantangan dari sisi lembaga atau institusional
sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
P: Berasal dari mana saja koleksi Museum Misi Muntilan? Bagaimana suatu
benda bisa menjadi koleksi Museum Misi Muntilan?
I: Pada tahap awal semua koleksi merupakan kiriman dari Keuskupan Agung
Semarang, bentuknya ada jubah, patung, lalu ada gambar, foto, beberapa naskah,
panji-panji, dsb. Dalam perkembangan seringkali museum ini dikatakan museum
yang kaya. Karena semua benda koleksi yang kami miliki itu benda real (asli)
bukan duplikat. Misalnya ada jubah, sepeda, bentuk alat-alat liturgi. Sering kali
ada yang tanya belinya berapa. Lalu kami tunjukkan bahwa koleksi di museum ini
lebih banyak pemberian (hibah) yang pernah kami beli dalam arti mengganti
hanya sedikit, salah satu contoh lonceng Prenthaler karena kami berpikir itu
sangat bersejarah kami menemukan ada di suatu lokasi di Boro, Kulon Progo
karena benda itu masih berfungsi kita mengganti dengan lonceng yang baru tapi
yang lainnya itu hibah. Misal ada seorang bapak menyerahkan buku yang pernah
digunakan shalawatan di Sendang Sono, lalu ada bapak menyerahkan tutup
tabernakel sebagai praktik devosi. Ada lagi yang bersemangat untuk memberi, di
suatu paroki ketika ada yang datang 1 mobil ada yang membawa tumpukan kertas
banyak sekali dan dimasukkan sini, setelah dilihat rupanya tidak berhubungan
dengan sejarah KAS. Hal ini berkaitan dengan kriteria. Maka mulai menata
kriteria meski sampai sekarang belum terumuskan secara jelas. Lalu gambaran
besarnya yang bisa masuk ke Museum Misi Muntilan adalah benda-benda yang
ada hubungannya dengan 1) karya misi gereja 2) memiliki nilai bukan hanya lokal
tetapi untuk keseluruhan Keuskupan Agung Semarang. Baru dua itu kriterianya
dan itu masih sangat relatif. Setiap benda koleksi yang masuk, yang bisa kami
buat hanya dicatat, ini tahun berapa, nilai sejarahnya, ukurannya apa, baru sampai
tahap itu dulu. Belum sampai rumusan yang definitif untuk kriteria koleksi. Benda
tersebut bisa milik pribadi, tokoh atau milik lembaga.
P: Adakah tim khusus yang merawat koleksi-koleksi tersebut?
I: Secara kelembagaan pernah mencoba apa yang disarankan oleh permuseuman,
ada kuratornya, ada ketua museum, ada sekretaris, bendahara, tim edukasi, tim
preparasi konservasi dan tim koleksi.gambarannya seperti itu dan coba ditata
seperti itu. Tetapi sampai sekarang masih tarik ulur antara keinginan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
mengembangkan dengan kenyataan jumlah orang terbatas, pendanaan juga tidak
mudah. Memang belum ada tim secara khusus tapi kalau tertulis ada. Bidang
koleksi itu ada teman-teman dari Benteng Vredeburg, tapi yang nyata mengurus
adalah Mas Yuli. Mulai dari mengurus kebersihannya, penataannya lalu agak
terbengkalai sekarang pencatatannya atau nanti ke depannya mudah-mudahan ada
pemikiran untuk itu karena kalau terlambat yang namanya koleksi itu berbahaya
bisa rusak. Jadi, tim khusus secara faktual belum ada tapi kalau catatan atau
tulisan ada.
P: Apa saja kegiatan yang dilaksanakan di Museum Misi Muntilan?
I: Kegiatan di Museum Misi Muntilan, ada kegiatan yang berkaitan dengan
koleksi: mencari, mengumpulkan, mendata, mencatat, mempelajari, dan
memajangkan koleksi. Ada yang berkaitan dengan reparasi dan konservasi
kepentingannya merawat gedung, kebersihan, keamanan, kenyamanan, kerapihan,
keindahan, dst. Berikutnya ada kegiatan yang berkaitan dengan edukasi, mulai
dari sosialisasi, presentasi koleksi, kemudian juga menggali informasi,
menyampaikan informasi, meneliti benda-benda koleksi, menambah jangkauan
benda koleksi. Lalu kegiatannya yang berkaitan dengan edukasi secara konkret
paling sering adalah pendampingan pengunjung, dibedakan dengan pendampingan
singkat dan pendampingan panjang. Pendampingan singkat itu waktunya setengah
jam sampai dua jam. Ada pendampingan panjang mulai dari 4 jam sampai
weekend. Pengalaman pendampingan singkat biasanya rombongan ditempatkan
dalam rangkaian kegiatan misalnya ziarah. Mereka datang dari Yogyakarta,
Semarang, Magelang, Surabaya datang ke sini punya waktu 2 jam yang kita
lakukan mengantar di tempat presentasi film itu, memberikan pengantar lalu
mengajak berkunjung, lalu dijelaskan. Pendampingan pendek biasanya ramai pada
bulan-bulan seperti liburan Mei dan Oktober. Kami pernah mengalami
pendampingan yang panjang 4 jam sampai weekend.Istilah rohaninya rekoleksi.
Rekoleksi itu sebenarnya yang paling diharapkan, bukan hanya wisata
mengunjungi museum tetapi ada waktu bagi pengunjung untuk mencecap
sungguh nilai-nilai koleksi untuk kehidupan dirinya. Konkretnya misalnya melihat
foto Mgr. Soegijapranata. Tidak hanya tahu siapa Mgr. Soegijapranata lahir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
dimana, meninggal tahun berapa, apa saja jabatannya tapi lalu juga merasakan
sungguh, beliau mempunyai semboyan semangat 100% Katolik 100% Indonesia
misalnya seperti itu, lalu orang diberikan kesempatan untuk merefleksikan
hidupnya apakah aku sebagai orang Katolik sudah mencoba menghidupi apa yang
disemboyankan oleh Monsigneur ini, apakah dalam hidupku jaman sekarang juga
tetap 100% Katolik 100% Indonesia. Lalu di tahap berikutnya bahkan ditanya
dengan refleksi lebih mendalam, kalau sudah bagaimana mempertahankannya,
kalau belum apa yang akan dilakukan? Itu bisa pribadi bisa kelompok bahkan
kelompok besar. Itu secara edukatif dicoba dijalankan di Museum Misi Muntilan
ini. Sekarang bagian ini sangat ditolong oleh tim sejarah, yang menyediakan data-
data meskipun masih belum terlalu lengkap, misalnya yang terakhir itu adalah
data-data tentang Lembaga Hidup Bakti yang ikut berkarya di keuskupan Agung
Semarang. Mereka menggali kelahiran tarekat-tarekat tertentu apa perannya, dst.
Itu sangat membantu untuk visi edukasi kita. Tapi kalau kegiatan yang berkaitan
dengan museum yang paling konkret adalah mendampingi pengunjung. Hal yang
harus diingat bahwa museum ini menjadi sarana tugas bagi Komisi Karya
Misioner dan Karya Kepausan Indonesia. Lalu dari kacamata museum, KKM dan
KKI itu mengisi dari sisi isi edukasinya yaitu semua edukasi yang dilakukan di
Museum Misi Muntilan intinya mendampingi pengunjung (menjadi guide bagi
pengunjung) itu tidak hanya cukup menunjukkan benda koleksi dengan data-data
fisik tetapi menyisipkan bagaimana caranya tentang semangat bermisi. Itu yang
menjadi seni di Museum Misi Muntilan ini. Siapa yang datang, mereka tidak bisa
dituntut untuk datang lalu mau mengembangkan semangat misi karena hal itu jauh
dari kehidupan, orang datang ke museum itu mau melihat museum, mau mengerti
sejarah, tetapi lalu di sini ada isi, tambahan isi tentang semangat misi itu. Maka
seringkali mencari celah, misalnya ditunjukkan ini foto Soegijapranoto, sejarah
hidupnya seperti ini tapi lalu akan disisipi semangatnya seperti ini 100% Katolik
100% Indonesia. Unsur permuseuman tidak terlalu penting sebetulnya, yang
penting ini foto, difoto tahun berapa, ukurannya berapa, harusnya seperti itu. Jadi,
mungkin kegiatan edukasi di sini yang lalu menjadi unik yaitu tidak sekedar
menunjukkan misalnya ada foto Basuki Abdullah itu, dipajangkan di museum ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
di museum lain yang akan ditunjukkan koleksinya itu, ini buatan Basuki Abdullah
tahun sekian, dibuat dengan cat seperti ini. Tapi disini lalu foto itu akan berbunyi:
Basuki Abdullah, orang awam ikut mencoba mengungkapkan imannya lewat
lukisan, maka kamu sebagai orang yang bukan romo, bukan bruder, kamu adalah
pelajar, kamu bisa melakukan apa sebagai seorang pelajar? Bisa dengan belajar
yang baik, tidak mencontek. Itu isi edukasi di sini seperti itu.
P: Apa yang menjadi kegiatan rutin di Museum Misi Muntilan?
I: Di sini ada sekretariatnya maka kegiatan rutin yang dijalankan masing-masing
bidang diharapkan bisa berjalan beriringan. Kegiatan rutin di bidang koleksi ada
perawatan rutin secara harian, mingguan. Kegiatan reservasi konservasi
mengelola ini ada mengurus cat, listrik, itu ada pekerjaannya sendiri. Kemudian
yang edukasi ada mencoba menggali sejarah dan mencatatkan. Lalu pengunjung
yang datang harus dilayani, itu menjadi pekerjaan rutin bagi kami.lalu bagian
kesekretariatan memikirkan bagaimana pengelolaan uangnya, kemudian menata
program-programnya, orang-orangnya. Itu menjadi pekerjaan rutin harian.
P: Adakah kegiatan edukasi Museum itu mengadakan penyuluhan ke sekolah?
I: Sebenarnya ada macam-macam bisa sosialisasi, informasi, kami sering
menyebutnya rekoleksi. Sebenarnya rekoleksi itu sama yaitu penyuluhan
menjelaskan misalnya pengalaman. Ada yang diprogramkan, dulu pernah dengan
SMP Kanisius Muntilan karena letaknya berdekatan. Lalu setiap Jumat ada
pembinaan bersama museum lalu mulai diprogramkan pada tahap awal
perkenalan, berikutnya mengenal tokoh ini, besok mengenal tokoh ini, dst. Atau
SMA van Lith setiap siswa baru harus mengenal museum atau kepada umat
keseluruhan di Muntilan kita membuat program Selasa Kliwonan. Itu titik
tolaknya dari museum dulu. Dulu ada koleksi dibawa lalu ditunjukkan, misal ini
koleksi Darmojuwono, besoknya ini koleksi Soegijapranata. Fisiknya seperti ini,
nilai semangatnya seperti ini. Kita sendiri juga membuat penyuluhan, Selasa
Kliwonan itu sebenarnya penyuluhan, hanya bentuknya orang umum akan lebih
mudah menyebutnya ini penyuluhan, kita menyebutnya rekoleksi. Hampir sama
sebetulnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
P: Adakah yang menjadi kegiatan favorit Museum misi Muntilan?
I: Kalau yang diprogramkan besar misalnya museum mengadakan Gelar Budaya,
itu bukan favorit tapi kegiatan lintas iman. Tidak hanya yang Katolik tapi lintas
iman. Lalu kegiatan Selasa Kliwonan itu tidak favorit tapi diprogram setiap 35
hari sekali. Museum yang menyelenggarakan. Lalu yang akhir-akhir ini dengan
Romo Nugroho dalam rangka ulang tahun misalnya mengadakan seminar tentang
museum, dalam rangka ulang tahun menyelenggarakan bagaimana membuat
berita-berita (latihan jurnalistik) dari melihat benda koleksi ini lalu dituliskan.
Akhir-akhir ini saja baru terprogramkan, istilahnya itu kami hanya menunggu
datangnya pengunjung. Dulu digambarkan sampai di depan itu ada vitrin
bergerak, digambarkan kalau ada paroki tertentu ingin melihat museum tidak bisa
datang kesini, lalu kami yang datang kesana membawa dua vitrin itu ditata sesuai
dengan tema yang diinginkan oleh sana tapi sampai saat ini belum pernah terjadi
seperti itu.
P: Adakah tim khusus yang menangani kegiatan edukatif di Museum Misi
Muntilan?
I: Ya, ada. Justru yang paling kuat dari museum ini adalah sisi edukatifnya.
Semua yang terlibat di museum ini seperti didorong untuk mampu menjadi tim
edukasi. Sekurang-kurangnya mendampingi pengunjung baik itu yang mengurus
koleksi, sekretariat, preparasi dan konservasi, itu di saat dibutuhkan harus mampu
menjadi tim edukasi dan sejak awal itu disadari oleh yang mendirikan museum
ini. Nafas atau roh dari museum ini adalah edukasinya. Bahkan kalau kita cermati
yang sekarang ini hnbpenataan koleksi itu mendasarkan diri pada gagasan
edukatif sebenarnya bukan kronologis karena edukasinya menghendaki tidak
kronologis. Lalu mengabdi kepada edukatif. Padahal sebetulnya ilmu museum itu
tidak seperti itu masing-masing berdiri secara otonom dan saling mendukung, tapi
disini yang terjadi bidang koleksi dan preparasi itu melayani edukasi. Misalnya
mengapa penataannya memakai cahaya yang seperti ini? Itu sebenarnya untuk
kepentingan supaya orang mudah belajar seperti itu.
P: Adakah keterlibatan masyarakat dalam keterlibatan kegiatan edukatif?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
I: Kalau keterlibatan dalam arti menjadi team guide itu pada waktu tertentu ada.
Kami selalu mengusahakan ada orang yang terlibat. Memang ada keterlibatan
umat Katolik di sini yang menjadi tim edukasi Museum Misi Muntilan. Misal ada
kunjungan yang banyak itu mengundang Bu Gatik, Pak Ali, Pak Daruno, dst.
Keterlibatan juga ada dalam bidang koleksi jadi umat menyerahkan miliknya
untuk diserahkan di museum. Itu kan juga keterlibatan masyarakat, terutama
masyarakat Katolik.
P: Adakah kendala dalam melaksanakan kegiatan edukatif tersebut?
I: Kendalanya itu kalau ada kunjungan mendadak. Sementara di sisni sudah ada
program, jadi hanya kendala pengaturan waktu saja. Lalu yang sangat klasik
adalah ketenagaan terbatas orangnya. Tidak terlalu bisa melayani banyak orang,
terbatas tempatnya. Saya merasa tidak banyak kendala.
P: Bagaimana cara menghadapi kendala tersebut?
Caranya kita bicarakan lalu koordinasi, kemudian kita janjian, siapa yang
melayani hari ini siapa yang besok.
P: Siapa saja yang menjadi pengunjung Museum Misi Muntilan?
I: Pada tahap awal mayoritas umat Katolik bahkan sampai sekarang karena ini
memang museum Katolik. Lalu kalau jenisnya macam-macam dari anak-anak,
pelajar, mahasiswa, kebanyakan juga umat umum. Profesinya juga macam-macam
dari umat awam, sampai pejabat gereja, biarawan, biarawati karena memang
diperuntukkan untuk itu. Lalu dalam perkembangan semakin dikenal masyarakat
umum. Seperti yang diungkapkan Romo Nugroho dalam refleksi waktu rapat,
ketika ditanya oleh Romo Provinsial apa yang paling dirasakan, Romo Nugroho
menjawab begitu banyak orang yang baik hati membantu kami. Akhir-akhir ini
dengan mulai berani membuka diri mengajak kelompok lintas iman dan tidak
sedikit yang datang, baik sekedar melihat maupun belajar. Saya pernah menemani
mahasiswa IAIN yang menyusun skripsi tentang perbandingan Romo van Lith
dengan Sunan Kalijaga. Lalu beberapa mahasiswa UNY bagian sejarah yang juga
belajar tentang sejarah gereja di Museum Misi Muntilan ini. Jadi, macam-macam
kalangan yang memanfaatkan museum ini. Sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu Mgr.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Pujasumarta secara eksplisit dalam surat gembala menyebut bahwa umat Katolik
KAS didorong untuk datang ke MMM PAM belajar lagi semangat misi. Sejak dua
tahun lalu sebelum beliau meninggal. Lalu semakin banyak lagi umat yang
datang. Meskipun kalau kami pergi ke paroki kemarin terakhir ke paroki
Gondang, di Klaten itu saja, paroki yang dekat, ketika mendampingi lalu kami
tanya siapa yang belum pernah datang ke museum? Hampir semua belum. Jadi,
masih banyak juga yang belum datang. Ada juga museum ini didatangi dari
wisatawan mancanegara, wisatawan dalam arti memang berwisata karena dibawa
oleh agen wisata. Dalam perjalanan dari Jogja ke Borobudur lalu dimampirkan
kesini. Ada juga yang datang kesini karena kompleks ini pernah menjadi situs
sejarah bagi orang Belanda tahun 1942-1944 kalau tidak salah menjadi markas
bagi tentara Jepang lalu banyak orang Belanda ditawan di sini lalu mereka
bernostalgia. Tapi juga ada orang luar yang memang kepentingannya ingin
melihat sejarah gereja biasanya mereka orang religius seperti suster, bruder.
P: Dari banyak tokoh yang ditampilkan, siapakah tokoh yang menjadi ikon dan
mengapa tokoh tersebut menjadi ikon di Museum Misi Muntilan?
I: Ikon dari Museum ini Romo van Lith, yang secara kronologis titik pijaknya
adalah van Lith. Van Lith menjadi ada titik masa sebelum van Lith dan sesudah
van Lith. Van Lith dari sisi perkembangan sejarah, dia adalah orang yang
membuka gagasan, gambaran, pola bermisi di Jawa yang menekankan bermisi
tidak sama dengan membaptis, kekatolikkan tidak serta merta dibaptis dan
memiliki KTP Katolik tetapi juga saya semakin memahami sosok van Lith
sebagai pribadi yang luar biasa. Bayangkan dia itu guru biasa, dia tidak
meninggalkan benda-benda yang bisa kelihatan sampai sekarang misalnya
jubahnya, catatannya, buku atau apa yang pernah melekat pada beliau itu kita
nggak punya. Tetapi semangat itu nampak dari penerus-penerus beliau. Apakah
ada seorang guru di Indonesia yang sampai melahirkan 4 orang muridnya jadi
pahlwan nasional, itu sangat istimewa, orang Belanda dan Katolik tinggal di sini,
mendidik anak Jawa, diakui oleh negara ini lewat murid-muridnya. Ada
Soegijapranata, Yos Sudarso, Cornelis Simanjuntak, ada lagi I.J Kasimo. Mereka
mengakui murid-murid Romo van Lith itu berjasa bukan hanya bagi gereja tapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
juga bagi masyarakat. Itu istimewa, jadi keistimewaan gerejawi dia sebagai
pembeda antara masa sebelum dan sesudah Romo van Lith. Sebelum Romo van
Lith bermisi itu sangat tradisional jadi gambarannya gereja Katolik itu membawa
kebenaran, Jawa itu tanah kegelapan, terang itu artinya Jawa di Katolikkan.Tapi
Romo van Lith tidak seperti itu, dia dengan gagasannya yang sangat visioner itu
karakter kekatolikkan bisa ditangkap kalau Jawa merdeka. Itu dari sisi
gerejawinya. Kalau dari sisi pribadinya, seorang guru dengan 4 murid yang
menjadi pahlawan nasional tidak mudah. Maka bisa menjadi istimewa kalau
sebagai pribadi pada masa hidupnya biasa saja. Saya membayangkan Romo van
Lith seperti romo pada umumnya. Ketika beliau masih hidup itu banyak tokoh
Katolik yang lebih hebat menurut saya, ada Hoevenaars, ada tokoh lain yang
sampai dipatungkan di Bandung yang sampai meninggal di tanah misi. Tapi
Romo van Lith yang menjadi tokoh yang luar biasa karena itu tadi usaha
pencerdasan dan pembangkitan nasionalisme bagi orang Jawa.
P: Lalu apa saja nilai karakter yang dapat digali dari Romo van Lith?
I: Satu, menjadi manusia yang beriman, umat itu terungkap di dalam usaha
memperbaiki kehidupan masyarakat, supaya bisa seperti itu orang harus terdidik.
Lalu karakter yang kedua berguna bagi orang lain (man for the others) bukan
hanya diriku tapi juga orang lain. Ketiga, terdidik terus menerus. Terdidik tidak
dalam arti selesai sekolah selesai. Tapi dia terus menerus mau belajar mau
mendengarkan. Saya kira yang saya tangkap dari van Lith ya tiga itu.
Landasannya adalah iman, menjadi manusia religius tapi kereligiusannya itu tidak
sekedar kepentingan agama sendiri tapi lalu juga berguna untuk masyarakat.
Misalnya: Sogijapranata 100% Katolik 100% Indonesia. Yos Sudarso meninggal
untuk menyelamatkan yang lainnya, I. J Kasimo pada masanya menjadi menteri
kerakyatan yang sampai bertentangan dengan Sukarno kalau sudah sampai
kerakyatan. Cornelis Simanjuntak membangkitkan semangat nasionalisme melalui
lagu-lahu yang dia miliki. Bukan hanya untuk kepentingan dirinya lalu beriman,
berguna dan terdidik, terus menerus belajar. Kira-kira warisan itu yang bisa
diambil dari semangatnya Romo van Lith. September lalu kalau tidak salah dapat
penghargaan dari pemerintah dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
hanya menyiapkan orang untuk bisa bekerja tapi bisa sungguh menjadi semakin
manusia dan memanusiakan orang lain. Bedanya apa? Bedanya kalau hanya
sekedar bekerja saya belajar untuk kepentingan saya sendiri tapi kalau yang
diusahakan Romo van Lith saya bisa bekerja dan membuat orang lain semakin
bahagia hidupnya. Karena kalau hanya sekedar membahagiakan diri sendiri
pokoknya saya kaya, saya mulia, terserah orang lain, dan itu bukan humanisme
yang dibawa oleh Romo van Lith. Kalau dari sisi Romo van Lithnya, bisa seperti
itu karena sisi religius, karena dia sangat percaya kepada Tuhan.
P: Nilai-nilai karakter apa yang secara umum dapat digali dari museum ini?
I: Kalau kami sekarang yang kami tawarkan sesuai dengan rencana induk
keuskupan itu membantu gereja bersama-sama sebagai bagian dari gereja
menawarkan pertama pada internal gereja, kita semua selalu sadar bahwa gereja
harus berdiri paling depan ketika berurusan dengan soal-soal keimanan. Seorang
Katolik itu seorang yang beriman. Kedua, membantu agar semakin sejahtera.
Iman itu terwujud bukan soal doa tetapi harus terwujud pada kehidupan
kesejahteraannya juga harus nampak. Orang Katolik sejati itu orang Katolik yang
tidak bisa lalu banyak hutang. Punya hutang tapi harus untuk terus berkembang.
Bukan lalu hidupnya sempurna, boleh jatuh tetapi tidak berhenti di dasar tapi
harus bangkit. Lalu yang ketiga, yang menjadi kekhasan bagi gereja Katolik yaitu
humanisme. Ketiga itu yang kami tawarkan di museum ini. Dimanapun itu lintas
agama, semua orang harus beriman, membantu orang lain sejahtera dan yang
ketiga hidup sebagai sesama manusia tidak boleh dibeda-bedakan. Istilahnya Mgr.
Soegijapranata itu kemanusiaan itu satu. Yang namanya manusia itu ya manusia.
Kamu Katolik, kamu Budha itu ya manusia, pokoknya manusia kita bela atau
menjadi manusia yang menghargai kemartabatan.
P: Bagaimana pendapat anda mengenai Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter?
I: Sejauh yang sudah dibuat selama ini mencoba banyak hal yang masih bisa
dibenahi sebetulnya. Sumbangan-sumbangan dalam arti gagasan, pemikiran,
begitu banyak orang yang membantu. Begitu kita terbuka itu ternyata lalu justru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
menemukan banyak support. Dulu ada semacam ketakutan tetapi begitu terbuka
ternyata banyak orang yang mau berelasi membangun jaringan. Tapi masih
banyak yang perlu dibenahi baik bagian teknis maupun isi. Saya setuju kalau
museum dijadikan sebagai sarana pendidikan karakter karena sebutannya memang
sarana tugas perutusan karya misi. Karya misi gereja saat ini adalah pembentukan
karakter itu. Karya misi bukan sekedar membuat orang menjadi Katolik. Karya
misi itu tugasnya membuat orang semakin beriman, sejahtera, dan bermartabat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
CATATAN LAPANGAN 4
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Romo Y. Nugroho Tri S, Pr. (Direktur Museum Misi
Muntilan periode 2014-2018)
Waktu : 8 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apa yang menjadi latar belakang didirikannya Museum Misi Muntilan?
I: Latar belakang umumnya Keuskupan Agung Semarang pada waktu itu
memperingati 50 tahun keuskupan mempunyai kesadaran baru mengenai sejarah
keuskupan. Lalu dari pertemuan-pertemuan dipikirkan bagaimana ada lembaga
atau tempat yang memelihara kesadaran sejarah itu supaya anak-anak muda tidak
lupa pada sejarah keuskupan. Lalu dicari tempat, dan sebelumnya sudah ada
peninggalan-peninggalan dari pendahulu, romo-romo, misionaris, para pendiri
kongregasi dan berbagai macam dokumen yang berkaitan dengan sejarah yang
selama itu disimpan di Keuskupan Agung Semarang tepatnya di Wisma
Keuskupan Agung Semarang Pandanaran 13, Semarang. Tetapi belum memadai
karena hanya disimpan di rumah saja. Lalu dipikirkan bagaimana ada yang
namanya museum tapi bukan hanya sebagai tempat menyimpan barang-barang
peninggalan sejarah tapi juga menjadi tempat studi tempat pembelajaran untuk
mempelajari apa yang sudah terjadi, menentukan apa yang perlu dibuat masa
sekarang, dan untuk mempertimbangkan rencana-rencana tindak lanjut ke depan.
Hal itu yang menjadi gagasan awal dibuatnya sebuah museum. Sesudahnya baru
dipikirkan di mana tempatnya, dan dipilih di Muntilan karena Muntilan ini amat
kental nuansa sejarahnya tidak hanya untuk Muntilan saja tapi Keuskupan Agung
Semarang karena Muntilan ini disebut sebagai Betlehemnya Keuskupan Agung
Semarang bahkan bukan hanya Keuskupan Agung Semarang tapi juga
Betlehemnya tanah Jawa karena kisah sejarah yang terjadi di Muntilan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
membuat menjadi perkembangan sejarah untuk seluruh Keuskupan Agung
Semarang terutama dengan kehadiran tokoh-tokoh seperti Romo van Lith
kemudian Romo Sanjaya, kemudian mereka yang dimakamkan di kerkoff
Muntilan itu tokoh-tokoh yang selama ini besar peranannya untuk perkembangan
gereja Keuskupan Agung Semarang, juga sekolahnya Romo van Lith, kehadiran
suster-suster, dsb itulah yang membuat Muntilan sebagai tempat diciptakannya
dibuatnya Museum Misi Muntilan tadi. Tanpa mengurangi semangatnya, tanpa
mengurangi nilainya sebagai museum lalu Mgr. Ignatius Suharyo memberi nama
sebagai Pusat Animasi Misioner sehingga tempat ini diharapkan tempat dimana
benda-benda peninggalan itu terus dihidupkan semangatnya, dihidupkan rohnya,
untuk tempat pembelajaran semua orang. Itu yang kemudian terus menerus
menjadi visi atau guideline dari seluruh kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan
di Museum Misi Muntilan.
P: Apa yang menjadi visi dan misi dari Museum Misi Muntilan?
I: Memang visi belum diperbarui yang ditulis di sana itu. Intinya sebetulnya ingin
membangkitkan semangat misi dengan semangat dari pendahulu terutama dari
Romo van Lith untuk mengawal perjalanan seluruh Keuskupan Agung Semarang
karena setiap lima tahun paling tidak Keuskupan Agung Semarang punya arah
dasar perbaruan visi dan misi itu. Mungkin fokusnya bisa berubah maka kita
sebagai salah satu lembaga keuskupan mengikuti perubahan gerak itu dan
memberi warna khasnya pada dimensi misioner, dimensi perutusan, dimensi
kesaksian. Rumusan bisa berubah sesuai dengan gerak langkah Keuskupan Agung
Semarang yang terumus dalam arah dasar Keuskupan Agung Semarang. Arah
dasar Keuskupan Agung Semarang itu boleh juga dikatakan sebagai visi dan
misinya keuskupan. Lembaga-lembaga keuskupan mengikuti arah dan dasar dari
keuskupan itu.
P: Apa saja kendala ketika mendirikan Museum Misi Muntilan?
I: Kendala yang pertama itu kendala teknis. Tentu saja karena kita selama ini tidak
memiliki latar belakang yang cukup memadai untuk penyelenggaraan museum
sebagaimana kita memahami museum-museum yang besar itu dan pandangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
orang yang cenderung masih mengatakan museum itu tempat untuk menyimpan
atau menjadi gudang. Maka beberapa kali beberapa paroki yang tua-tua itu
kadang-kadang bertanya, “saya punya buku-buku lama. Boleh tidak disimpan di
museum?” atau “Saya punya organ tua yang sudah rusak dan tidak dipakai” lalu
ditanya itu nilai sejarahnya apa? “Nilai sejarahnya bagi kami yaitu itu amat
penting seumur dengan gereja.” Tetapi apakah ada relevansinya dengan seluruh
keuskupan? Pertanyaan-pertanyaan yang seperti itu, membagi kesadaran kepada
umat bahwa museum ini memang milik Keuskupan Agung Semarang sebagai
bagian dari animasi missioner yang di sini tentu saja berkaitan dengan sejarah
Keuskupan Agung Semarang. Bukan hanya sejarah kecil atau milik pribadi.
Kedua, ada kaitan dengan penyelenggaraannya. Museum ini tidak hanya menjadi
lembaga museum saja, tetapi rumah ini juga menjadi rumah karya untuk Komisi
Karya Misioner KAS dan Karya Kepausan Indonesia KAS dengan aneka macam
tugas dan karyanya. Maka kalau dilihat sebetulnya memang tidak fokus
penyelenggaraan museumnya, tidak fokus itu artinya kadang-kadang yang
berperan adalah Komisi Karya Misioner kadang-kadang yang berperan adalah
Karya Kepausan Indonesia dan bahkan pernah museum ini hanya dipahami
sebagai sarana atau alat saja untuk menyelenggarakan karya-karya. Padahal dulu
tentu saja harapan para pendirinya tidak sampai di situ. Maka kita mencoba
menjembatani itu semua dengan membuat kegiatan-kegiatan edukasi yang
temanya untuk mengembangkan museum. Misalnya dengan mengutus teman-
teman yang ada di museum ini lalu belajar ke tempat-tempat lain misal Museum
Benteng atau mengikuti pertemuan-pertemuan untuk penyelenggara museum
sehingga saling berbagi pengalaman dan wawasan mengenai museum dan aneka
macam hal ikhwal penyelenggaraannya. Kemudian juga memperbarui koleksi-
koleksinya dan melakukan penyegaran-penyegaran berkaitan dengan benda-benda
museum itu sendiri. Memang tidak serta merta semuanya bisa berjalan sesuai
dengan apa yang kita bayangkan mengenai museum tapi memang itu semua
menjadi bagian dari keseluruhan gerak dan sinergi antara ketiga lembaga yang ada
di rumah ini.
P: Berasal dari mana saja koleksi MMM?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
I: Koleksi museum ini berasal dari berbagai tempat. Berbagai tempat itu ada yang
pertama tama sudah merupakan koleksi dari yang sudah dikumpulkan di wisma
uskup itu. Kemudian ada koleksi dari berbagai macam ordo, kengregasi tarekat.
Misalnya para romo serikat Jesus mereka mempunyai banyak koleksi. Kemudian
susteran-susteran, mereka juga punya sumbangan-sumbangan koleksi. Kemudian
juga dari gereja-gereja tertentu. Jadi, koleksi-koleksi yang ada di sini ini dari
berbagai tempat. Tapi juga ada dari peristiwa-peristiwa tertentu misal altar dan
mimbar serta tempat duduk yang pernah dipakai oleh Paus Yohannes Paulus II
ketika berkunjung ke Indonesia. Itu kan dari peristiwa tertentu dulu itu disimpan
sebagai bagian dari koleksi, tetapi sekarang menjadi koleksi yang berharga karena
Paus Yohanes Paulus II sudah dinyatakan sebagai orang kudus atau santo. Maka
peninggalan itu menjadi peninggalan yang penting karena menjadi relikui yakni
peninggalan dari orang-orang Kudus dan kita berbangga hati karena memiliki
peninggalan itu.
P: Apa saja kegiatan yang dilaksanakan di Museum Misi Muntilan?
I: Perlu digarisbawahi dahulu, karakter yang ingin dibangun ketika orang belajar
di museum ini adalah karakter misioner. Karakter missioner itu adalah karakter
orang yang berani menjadi saksi kegembiraan Injil. Bukan karakter-karakter yang
lain misalnya karakter kepemimpinan, karakter keberanian. Maka kalau orang
datang kesini pasti akan selalu diarahkan untuk membangun karakter tadi.
Kegiatan-kegiatannya apa saja? Pertama, tentu saja kunjungan. Kunjungan-
kunjungan yang ada dari orang melihat koleksi lalu ada pendalaman. Pendalaman
bisa dalam bentuk doa, lagu-lagu, menonton film, dinamika permainan itu
diarahkan untuk menumbuhkan kembali semangat misi bagi setiap orang.
Kemudian juga ada rekoleksi. Rekoleksi itu pendalaman yang bersifat lebih
rohani. Artinya ada refleksi yang berkaitan dengan semangat hidup sebagai umat
Katolik. Tentu saja itu khusus bagi pengunjung yang beragama Katolik, yang
tidak tentu saja diarahkan untuk melihat, mengamati peran gereja Keukupan
Agung Semarang dalam perkembangan seluruh masyarakat pada perkembangan
bangsa. Kemudian, pengembangan yang lain adalah kerjasama-kerjasama
misalnya beberapa kali walaupun belum sering tetapi sekali dua kali pernah ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
orang yang mencoba menulis atau mendalami tentang sejarah Keuskupan Agung
Semarang. Itulah hal-hal yang kami kembangkan supaya museum ini terus
menerus berkembang sesuai dengan visi, misi dan harapan pendiriannya.
P: Apa saja kegiatan rutin yang dilaksanakan di Museum Misi?
I: Kegiatan rutin tentu saja kegiatan perawatan. Perawatan itu rutin. Kemudian
kami mengadakan konsolidasi, pembicaraan-pembicaraan di tingkat staff (staff
harian). Kemudian yang berkaitan langsung dengan keberadaan museumnya yaitu
menyelenggarakan kegiatan-kegitan edukatif yang ada di sekitar ini. Misalnya:
kalau dulu ada novena Jumat Kliwonan di kerkoff, salah satu cita-citanya untuk
menjaga terus menerus semangat yang diwariskan oleh para pendahulu. Sekarang
menjadi Novena Misioner Selasa Kliwonan. Itu tidak berkaitan langsung dengan
bendanya, barangnya tapi berkaitan langsung dengan semangatnya. Selain Novena
Selasa Kliwonan yang rutin diadakan adalah orientasi sekolah. Jadi, sekolah-
sekolah yang ada di sekitar sini mereka mengadakan orientasi lingkungan
termasuk mengadakan kunjungan ke Museum Misi ini. Saya kira itu juga kegiatan
yang baik dalam kerjasama dengan sekolah dan anak-anak supaya mereka sejak
awal punya semangat dan kesadaran misi.
P: Bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan?
I: Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan kerja sama. Kalau ada orang mau ke sini
mengadakan kunjungan kita tanya, nilai apa yang ingin dipetik dari kunjungan
anda? Mungkin saja orang hanya mengatakan kami mampir saja. Tapi ada juga
yang memang ingin mau anak-anak kami belajar secara khusus untuk mendalami
semangat dan sejarah keuskupan lalu kami selenggarakan kegiatan yang lebih
mendalam lagi. Entah dengan outbond, rekoleksi, entah dengan permainan-
permainan tertentu supaya menjadi semakin mendalam. Misalnya kerjasama
dengan sekolah-sekolah yang lain.
P: Adakah tim khusus yang menangani kegiatan tersebut?
I: Ada. Kami bekerja sama dengan teman-teman yang lain misalnya para guru
yang ada di sini. Kami di kompleks Jl. Kartini ini bekerja sama sebagai satu
keluarga. Kadang-kadang bekerja sama dengan sekolah Kanisius, van Lith, Orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Muda Katolik. Jadi, ada masyarakat (orang-orang) yang terlibat dalam kegiatan
tersebut.
P: Apa saja kendala dalam melaksanakan kegiatan tersebut? Bagaimana cara
mengatasinya?
I: Kendalanya saya menilai hanya satu yaitu dalam inovasi penyelenggaraan.
Barang-barang itu sudah begitu saja yang perlu kita perbarui inovasinya,
bagaimana kita menyampaikan sejarah dan semangat misi itu kepada orang-orang
baru misalnya anak-anak, orang-orang muda. Bahkan orang dewasa yang dalam
arti tertentu tidak semua tertarik pada sejarah tapi mereka harus disegarkan dan
diberitahu bahwa ada sejarah dan semangatnya itu. Itu yang menjadi kendala
untuk kami. Cara mengatasi kendala itu kami mengadakan pembelajaran terus
menerus. Kalau boleh dikatakan sebagai kendala, semakin banyak orang yang
mengenal museum ini, semakin banyak orang yang ingin menyumbnagkan
koleksi. Sementara koleksi yang ada di sini saja sudah sedemikian rupa. Belum
yang ada di ruang penyimpaanan. Sebetulnya tahun 2015 (kurang lebih), ketika
dalam pembicaraan dengan Mgr. Pujasumarta, beliau mengatakan kita tidak mau
museum itu berhenti sebagai bangunan yang memang sebesar ini saja tetapi
semangat edukasi sejarah itu harus ditularkan ke berbagai tempat yang lain, misal
tempat yang bersejarah itu bukan hanya di Muntilan ini tapi ada gereja-gereja dan
biara-biara yang tua dan mereka masing-masing memiliki peninggalan-
peninggalan tertentu. Lalu kita diajak untuk mengatasi kendala ketidakcukupan
ruang itu dengan mengajak bekerja sama dengan mereka misalnya di tempat-
tempat tertentu yang berkaitan dengan mereka. Mereka menyediakan satu ruangan
khusus untuk menyimpan sendiri bahan-bahan atau koleksi mereka. Lalu museum
ini menjembatani dengan edukasi. Misalnya kalau mau belajar tentang Romo van
Lith memang pusat aktivitas terbesarnya ada di Muntilan ini. Tapi kita juga bisa
bekerja sama dengan Gereja Gedangan dan susteran Fransiskan di Gedangan.
Mereka punya gereja dan biara yang tua dan Romo van Lith dulu pernah ada di
sana. Terus dengan Gereja Katedral karena Katedral juga sudah ada sejak lama
yang ada di Randusari itu sudah tua juga. Lalu Ambarawa ada gereja tua juga dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Romo van Lith pernah singgah di sana. Lalu kita yang merangkaikan dalam
bentuk katekese (edukasi) itu untuk mengatasi kendala dalam bentuk ruangan tadi.
P: Siapa saja pengunjung yang berkunjung di museum ini?
I: Pengunjung museum itu terdiri dari berbagai kalangan tetapi memang sebagian
besar terdiri dari umat Katolik sendiri. Umat katolik pun masih terbagi dalam
berbagai kategori. Kategori anak dan remaja misalnya, anak dan remaja saja
masih ada beberapa kategori. Kategori komunitas sekolah atau sekolah yang
mengajak kesini atau kategori paroki misalnya kelompok missdinar, kelompok
sekolah minggu, kelompok komuni pertama. Kemudian ada orang muda, orang
muda juga beberapa kali kesini, misalnya mereka sedang berziarah, atau mereka
yang sedang belajar misalnya mereka Panitia Asian Youth Day 2017 mereka mau
mempelajari sejarah keuskupan lalu mereka datang kesini. Kemudian orang
dewasa, itu macam juga. Ada keluarga, lingkungan, paroki, komunitas kelompok,
kelompok romo-romo, uskup-uskup dan kelompok-kelompok NU, komunitas
penggemar museum, komunitas orang muda pecinta sejarah. Kemudian juga yang
dari luar negeri selain romo dan uskup, juga ada orang yang punya ikatan-ikatan
tertentu dengan tempat ini misalnya orang-orang yang keluarganya pernah tinggal
di sini.
P: Dari banyak tokoh yang ditampilkan di MMM, siapa yang menjadi ikon?
I: Tentu saja pertama Romo van Lith, kemudian Romo Sanjaya, kemudian uskup-
uskup dan yang tingkatnya internasional adalah peninggalan dari Paus Yohannes
Paulus II
P: Karakter apa yang dapat digali dari tokoh tersebut, terutama Romo van Lith?
I: Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari Romo van Lith. Untuk konteks
sekarang misalnya semangat misi yang dihidupi dalam konteks budaya setempat
yang menyatu dengan konteks Indonesia dan kebudayaan-kebudayaan yang ada di
sini. Itu penting untuk kehidupan gereja sampai sekarang karena kita hidup
berdampingan dengan saudara-saudara yang lain. Maka, kita tidak bisa
mengatakan gereja Katolik itu ekslusif dan Romo van Lith sudah memberi contoh
hal itu. Bahwa kita harus terus menerus berdialog dengan setiap orang yang kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
jumpai terutama dengan mereka yang berkehendak baik untuk memajukan
kehidupan tidak hanya kehidupan sendiri tapi juga kehidupan berbangsa dan
bernegara.
P: Selain karakter dari Romo van Lith, karakter apa saja yang dapat digali dari
museum ini?
I: Terutama karena sesuai dengan tujuannnya tentu karakter misioner. Semangat
untuk siap diutus menjadi pembawa kabar baik.
P: Bagaimana pendapat Romo mengenai Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter?
I: Museum ini baik untuk dijadikan tempat pendidikan karakter karena tujuan
awalnya juga untuk pendidikan karakter misioner. Memang museum ini
terselenggara untuk itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
CATATAN LAPANGAN 5
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Robertus Baluk Nugroho (Waka Kurikulum SMA Pangudi
Luhur van Lith)
Waktu : 8 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah anda pernah menggunakan Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pembelajaran?
I: Kami menggunakan Museum Misi Muntilan sebagai sarana pembelajaran
khususnya dalam karakter pengenalan secara mendalam terhadap karya-karya
Romo van Lith dan mulai dari awal sejarahnya agama Katolik di Muntilan ini.
Sebagai sarana pembelajaran tentunya sekolah sangat memanfaatkan faktor jarak
antara materi dengan sumber belajar yaitu Museum Misi Muntilan. Jadi, kami
sangat terbantu dengan informasi yang diberikan oleh Museum Misi Muntilan
yang kami hadapkan sekiranya bisa membantu peserta didik.
P: Bagaimana pendapat anda tentang koleksi Museum Misi Muntilan? Apakah
koleksi-koleksi tersebut membantu anda dalam menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa?
I: Koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan sangat membantu terhadap
mengingatkan kami terhadap berdirinya sekolah ini juga. Dari awal mulai
perubahan Kolese, lalu SGB dan sampai akhirnya menjadi SMA. Perubahan
terjadi antara tahun 1990 sampai 1991. Ini sangat membantu kepada peserta didik
kami pengenalan sejarah pada peserta didik kami yang kaitannya dengan
bagaimana sekolah ini didirikkan.
P: Bagaimana pendapat anda terhadap berbagai kegiatan yang diselenggarakan
Museum Misi Muntilan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
I: Berkaitan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh Museum Misi Muntilan
kami sering mengikuti kegiatan yang ada di sana. Pada intinya sebagai
penanggung jawab dari Museum Misi Muntilan itu adalah Romo Nughroho Tri,
Pr. dan kebetulan beliau sebagai koordinator pengembangan spiritualitas di SMA
Pangudi Luhur van Lith. Sehingga nilai-nilai yang ditanamkan oleh beliau kepada
kami tentunya reliable dengan yang berada di Museum Misi Muntilan. Jadi, di sini
Romo Nugroho sebagai romo pendamping kami ditugaskan oleh Keuskupan
Agung Semarang untuk mendampingi anak –anak muda di sekolah kami.
P: Bagaimana cara anda dalam memanfaatkan Museum Misi Muntilan dalam
bidang pendidikan?
I: Lalu cara kami memanfaatkan Museum Misi Muntilan dalam pendidikan
karakter, kami manfaatkan dengan kunjungan, meskipun kami juga punya film
yang dikeluarkan oleh Puskat dan sering ditayangkan kepada peserta didik kami
yaitu film Betlehem van Java.
P: Melihat kayanya koleksi yang memiliki nilai-nilai karakter yang dapat digali
serta memiliki kegiatan edukatif, setujukah anda apabila Museum Misi Muntilan
menjadi sarana pendidikan karakter? Bagaimana pendapat anda?
I: Melihat koleksi yang kaya yang berada di MMM, sekolah tentunya sangat
setuju. Kaitannya dengan pengembangan karakter anak muda yang Katolik.
Bagaimana semangat yang militan yang kami genderangkan di sekolah ini,
nantinya bisa muncul ketika mereka sudah lulus dari sekolah ini.
P: Bagaimana cara yang anda lakukan untuk menyampaikan nilai-nilai karakter
yang dapat digali di Museum Misi Muntilan kepada para siswa?
I: Cara menyampaikannya melalui pendampingan dan kegiatan yang didampingi
oleh Romo Nugroho Tri, kami dalam nilai-nilai karakter sangat selaras dengan
apa yang terdapat di Museum Misi Muntilan. Sehingga yang kami tanamkan pada
anak-anak untuk nilai karakter nanti bisa mereka tumbuhkembangkan selepas dari
sekolah ini. Terbukti alumni kami memiliki nilai lebih ketika mereka ditemukan
dengan alumni SMA lain yang memiliki karya yang berbeda yang berada di
masing-masing sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
CATATAN LAPANGAN 6
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Bapak Joko (Guru SMP Kanisius van Lith)
Waktu : 8 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah anda pernah menggunakan Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pembelajaran?
I: Ya, pernah. Untuk menambah pengetahuan umum siswa khususnya yang
beragama Katolik atau Kristen tapi tidak menutup kemungkinan yang beragama
lain juga.
P: Bagaimana pendapat anda tentang koleksi Museum Misi Muntilan? Apakah
koleksi-koleksi tersebut membantu anda dalam menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa?
I: Koleksinya lengkap, tetapi untuk proses pembelajaran masuk ke materi tidak
ada kaitannya dengan materi yang ada. Jadi, hanya untuk menambah pengetahuan
umum.
P: Bagaimana pendapat anda terhadap berbagai kegiatan yang diselenggarakan
Museum Misi Muntilan?
I: Bagus, sangat menarik. Selain edukasi atau pembelajaran secara umum, juga
bisa untuk refreshing atau wisata. Untuk anak-anak lebih tahu tentang sejarah
Katolik, romo-romo, peninggalannya, dsb.
P: Apakah anda melibatkan para siswa untuk mengikuti kegiatan yang
diselenggarakan Museum Misi Muntilan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
I: Ya karena kegiatan MMM setiap ada kegiatan, entah itu Sumpah Pemuda, 17
Agustus, kita selalu bekerja sama dengan Museum Misi Muntilan. Salah satunya
entah itu untuk Gelar Budaya, kebersihan lingkungan, selalu melibatkab tidak
hanya SMP Kanisius Muntilan, tapi SMP di seluruh Muntilan khususnya yang
yayasan Katolik.
P: Bagaimana cara anda dalam memanfaatkan Museum Misi Muntilan dalam
bidang pendidikan?
I: Anak diajak ke sana melihat, membaca, memahami dan juga meneladani
tentang kehidupan para misionaris khususnya romo-romo di waktu lampau
dengan karakter mereka yang sangat sederhana, bisa bertoleransi dengan setiap
ajaran agama lain, dan bisa tergabung di masyarakat dengan budaya yang
majemuk.
P: Melihat kayanya koleksi yang memiliki nilai-nilai karakter yang dapat digali
serta memiliki kegiatan edukatif, setujukah anda apabila Museum Misi Muntilan
menjadi sarana pendidikan karakter? Bagaimana pendapat anda?
I: Ya, saya setuju. Melihat setiap karakter yang di contohkan atau dari keteladanan
romo-romo yang ada di situ, peninggalannya di situ, sebagian besar itu dari luar
negeri ada yang dari Belanda tapi juga ada dari daerah lain. Mereka bisa
menyelami, memahami budaya, adat istiadat di sekitar Muntilan sambil mereka
menyebarkan agama.
P: Bagaimana cara yang anda lakukan untuk menyampaikan nilai-nilai karakter
yang dapat digali di Museum Misi Muntilan kepada para siswa?
I: Caranya yang jelas kita melihat, memahami peninggalan-peninggalan yang ada
dengan membaca buku tentang perjuangan para misionaris. Mereka berjuang
tanpa pamrih. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan bukan untuk menjajah,
tapi untuk menyebarkan agama Katolik. Karakter mereka sangat sopan, ramah,
dan bisa menyelami setiap adat-istiadat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
CATATAN LAPANGAN 7
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Brurry Nugroho (pengunjung / salah satu penduduk sekitar
Museum Misi Muntilan dan pernah menjadi guru sejarah di SMA
Pangudi Luhur van Lith)
Waktu : 9 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah anda sering mengunjungi museum?
I: Jarang.
P: Bagaimana kesan pertama ketika mendengar kata Museum Misi Muntilan?
I: Yang pasti museum yang dibuat untuk mengenang jasa-jasa Romo van Lith.
Setahu saya itu.
P: Bagaimana pendapat mas Brurry tentang koleksi yang ada di Museum Misi
Muntilan?
I: Kalau untuk koleksi saya lihat kurang karena untuk sumber sendiri itu banyak
yang dibawa ke Belanda. Jadi untuk koleksinya minim. Belum lagi nanti
berbenturan dengan koleksi yang ada di kolsani yang juga bagian dari Museum
Misi.
P: Dimana ruangan Museum Misi Muntilan yang mas Brurry sukai?
I: Kalau ruangan tidak ada. Cuma yang paling bagus itu menurutku gedung
sebelahnya itu yang berbau sejarah.
P: Kalau dilihat dari koleksinya, mas Brurry memilih koleksi yang mana?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
I: Sepertinya kurang penataannya, kurang bisa menunjukkan bahwa ini museum.
Pengemasannya saja masih kurang.
P: Melihat banyaknya tokoh yang ditampilkan di Museum Misi Muntilan, siapa
tokoh yang memberikan inspirasi? Mengapa?
I: Kalau yang paling banyak itu van Lith karena dia yang membuka pandangan
bahwa misi di Indonesia berhasil itu dia dan ada baptisannya juga di Sendang
Sono. Van Lith juga menjadi fondasi awal misi di Indonesia.
P: Nilai-nilai karakter apa saja yang bisa digali dari tokoh van Lith?
I: Yang pasti kerja keras, rela berkorban, kemudian bela rasa.
P: Bagaimana cara mas Brurry untuk memaknai nilai karakter tokoh tersebut?
I: Untuk pemaknaannya ya ketika saya bekerja ya seperti dia bekerja keras,
pantang menyerah. Yang jelas jangan membeda-bedakan Romo van Lith seperti
itu. Yang diperhatikan harus yang lemah dulu. Kebanyakan orang sekarang
melihat orang kaya dulu seperti itu.
P: Mengenai kegiatan di Museum Misi Muntilan, kegiatan apa saja yang mas
Brurry ketahui?
I: Kalau untuk Museum Misi pernah ada sekali yang peringatan Romo van Lith,
terus ada juga pendampingan anak-anak kecil dan itu memang kerja sama dengan
SMA Pangudi Luhur van Lith juga. Menanamkan seperti ini van Lith dulu terus
dikembangkan kegiatan anak-anaknya. Tapi saya lupa nama acaranya apa.
P: Apakah mas Brurry terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan Museum
Misi Muntilan?
I: Pertama sempat diajak. Cuma saya nggak bisa. Waktu itu jadi pemeran di
Ketoprak waktu ada pementasan. Lalu yang kedua cuma menemani saja.
P: Bagaimana pendapat mas Brurry mengenai Museum Misi Muntilan sebagai
sarana pendidikan karakter?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
I: Kalau untuk sarananya prosesnya saja yang belum terlihat. Kebanyakan orang
datang ke sana cuma melihat.untuk proses pendidika karakternya itu belum
kelihatan. Jadi memang ketika valuenya karakter harus ada proses di sana
misalnya pendampingan secara intens, anak kecil setiap Minggu didampingi di
Museum Misi. Nanti baru terlihat hasilnya. Pendidikan karakter itu apa. Karakter
anak ini ada perubahan tidak. Kalau hanya sekedar berkunjung tidak bisa. Harus
ada proses pendampingan di sana, lebih dari sekali dan intens.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
CATATAN LAPANGAN 8
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Bu Harjono (pengunjung / lansia)
Waktu : 11 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah anda sering mengunjungi museum?
I: Tidak, baru pertama kali ini.
P: Bagaimana kesan pertama ketika anda mendengar Museum Misi Muntilan?
I: Saya kagum, ada bapak yang bernama Barnabas Sarikrama yang menjadi orang
Jawa Katolik pertama.
P: Apa tujuan awal anda datang ke Museum Misi?
I: tujuannya memang sudah direncana ke kerkoff, sebelum itu ke museum karena
kami belum pernah mengunjungi museum.
P: Bagaimana pendapat anda mengenai koleksi yang ada di Museum Misi
Muntilan?
I: Koleksi foto-foto di sini lengkap, ada sejarah orang tua dari salah satu ibu ini
menyumbangkan sepedanya di sini oleh keluarga itu Mbah Dharmo.
P: Dimana ruangan Museum Misi Muntilan yang paling anda sukai? Mengapa
anda menyukai ruangan tersebut?
I: Ruangan yang ada sepeda Mbah Dharmo, karena itu menjadi bukti kerja keras
Mbah Dharmo dalam menyampaikan ajaran Katolik dengan sepedanya.
P: Siapa tokoh yang memberi anda inspirasi? Apa alasannya?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
I: Romo van Lith. Romo van Lith itu yang mengenalkan agama Katolik ke
Barbanabas Sarikrama dan menyembuhkan kakinya yang sakit.
P: Bagaimana pendapat anda tentang Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter?
I: Setuju, museum ini baik dan bagus, pengunjungnya didampingi jadi bisa tahu
cerita-ceritanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
CATATAN LAPANGAN 9
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Pak Jimmy (pengunjung / lansia / Jakarta)
Waktu : 11 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah anda sering mengunjungi museum?
I: Baru kali ini.
P: Apa tujuan awal anda datang ke museum ini?
I: Tujuannya bersamaan dengan ziarah ke kerkoff dan memang sudah
direncanakan dari awal. Sebenarnya ini menanggapi himbauan uskup dari Jakarta
untuk mengamalkan Pancasila dan menghargai para pahlawan.termasuk pahlawan
yang Katolik.
P: Bagaimana kesan pertama ketika anda mendengar Museum Misi Muntilan?
I: Kesannya baik, ada ya museum yang menceritakan cerita seperti ini. Biasanya
cuma ziarah saja.
I: Bagaimana pendapat anda mengenai koleksi yang ada di Museum Misi
Muntilan?
P: Bagus, semuanya ada artinya cuma kita belum begitu mendalaminya, sepintas
saja.
P: Dimana ruangan Museum Misi Muntilan yang paling anda sukai?
I: Yang ada sepeda onthel, milik Mbah Dharmo.
P: Siapa tokoh yang memberi anda inspirasi? Apa alasannya?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
I: Romo van lith, karena pendiri, orang luar yang peduli dengan nasib penduduk
di sekitar sini.
P: Nilai-nilai karakter apa saja yang anda dapat dari tokoh tersebut?
I: Kepeduliannya terhadap pendidikan dan menghargai budaya Jawa.
P: Bagaimana anda memaknai nilai karakter dari tokoh tersebut?
I: Dengan usaha misalnya menjalani apa yang Tuhan ajarkan,
P: Bagaimana pendapat anda tentang Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter?
I: Bagus, setuju, banyak kisah orang awam yang dapat dijadikan teladan untuk
menjadi perutusan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
CATATAN LAPANGAN 10
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Maria Hapsari Prajna Paramita (Siswa SMA Pangudi Luhur van
Lith kelas XI IPS 1)
Waktu : 15 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah Sari sering mengunjungi museum?
I: Tidak pernah.
P: Bagaimana kesan pertama Sari, ketika mendengar kata Museum Misi
Muntilan?
I: Waktu itu pertama berfikir ada museum seperti ini. Biasanya museum itu
selama ini cuma berisi benda peninggalan perang, ternyata ini seperti
peninggalan-peninggalan yang berhubungan dengan agama.
P: Apa tujuan pertama Sari datang ke Museum Misi Muntilan?
I: Dulu itu waktu MOS, jadi itu pengenalan lingkungan sekitar terus diajak jalan-
jalan sama kakak kelasnya ke Museum Misi Muntilan. Jadi, baru sekali kesana.
P: Bagaimana pendapatmu tentang koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan?
I: Koleksinya menurutku bagus. Ada meja-meja, baju-baju uskup.
P: Dari banyaknya tokoh yang ditampilkan di Museum Misi Muntilan, siapa yang
menginspirasi? Mengapa tokoh tersebut menginspirasi?
I: Tokohnya itu Romo van Lith, karena banyak tokoh yang sebenarnya tidak
dikenal. Tapi karena sekolah di van Lith jadi mengerti sejarahnya. Beliau punya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
keinginan besar untuk membuat orang Jawa mengenal pendidikan. Beliau juga
berusaha sebaik mungkin mendidik orang Jawa.
P: Nilai-nilai karakter apa saja yang dapat digali dari tokoh van Lith?
I: Nilai-nilainya lebih ke semangat perjuangannya. Beliau berani untuk mendidik,
awalnya ke sini tidak bisa berbahasa Jawa terus dia melihat kondisi orang Jawa
merasa miris, dia ingin belajar Bahasa Jawa. Terus setelah dia bisa akhirnya dia
mulai bergaul dengan orang Jawa.
P: Bagaimana Sari memaknai nilai karakter tersebut?
I: Menurutku sebenarnya susah di sini karena asrama, susah membagi waktunya
harus belajar dan ada kegiatan sehari-hari juga seperti mencuci baju, sudah
terbengkalai. Kadang-kadang kalau ulangan pasrah. Belajar juga tidak tahu harus
bagaimana, ada juga teman-teman yang memberi semangat. Jadi, berjuang saja
dan semangat. Tetap semangat walaupun harus lembur berusaha sebaik mungkin
biar semuanya itu tertata.
P: Apa saja kegiatan di Museum Misi Muntilan yang Sari tahu?
I: Nggak tahu kegiatannya apa saja.
P: Bagaimana pendapat Sari tentang Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan?
I: Kurang tahu bisa atau tidak. Soalnya kurang mengena, terus ke situ (Museum
Misi Muntilan) baru sekali waktu MOS. Itu juga Cuma melihat untuk sampai
mendalami belum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
CATATAN LAPANGAN 11
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Angela Amanda Amalia Aprilia (Siswa SMA Pangudi Luhur
van Lith kelas X IPS 2)
Waktu : 15 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah Angel sering ke Museum?
I: Kalau dulu SMP sering ke Museum.
P: Bagaimana kesan pertama Angel ketika mendengar kata Museum Misi
Muntilan?
I: Pada waktu itu saya pikir Museum Misi Muntilan ini tempat seperti jejak
karyanya Romo van Lith karena gereja sama sekolah ini berdekatan. Saya pikir ini
adalah jejak rekam Romo van Lith tapi sampai sana nggak cuma itu saja tapi ada
penyebaran dan hasil ajaran Romo van Lith itu gimana.
P: Bagaimana pendapat Angel tentang koleksi yang ada di Museum Misi
Muntilan?
I: Menurut saya koleksinya bagus-bagus, menarik. Pokoknya membuat orang jadi
terbuka wawasannya.
P: Apa tujuan awal datang ke Museum Misi Muntilan?
I: Tujuan awal ke Museum Misi Muntilan MOS juga.
P: Dari banyak tokoh yang ditampilkan di Museum Misi Muntilan siapa yang
paling menginspirasi Angel? Mengapa?
I: Kalau menurut saya yang menginspirasi itu Barnabas Sarikrama. Jadi, Barnabas
Sarikrama ini adalah orang yang pertama kali dibaptis oleh Romo van Lith. Jadi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
sebenarnya saya sebelum ke Museum Misi Muntilan sudah tahu tentang Barnabas
Sarikrama tapi setelah sampai di sana saya lebih mengenal lagi. Jadi Barnabas
Sarikrama orang pertama kali yang dibaptis Romo van Lith karena waktu itu dia
memiliki luka di kakinya sehingga dia tidak bisa jalan. Akhirnya setelah dia
ketemu sama Romo van Lith dan dia berguru dengannya terus dia jadi sembuh.
Akhirnya sebagai ucapan terima kasihnya ia mengajak warga setempat untuk ikut
bersama Romo van Lith. Jadi, sebenarnya yang turut mengajak itu nggak hanya
Romo van Lith dan kawan-kawanya tapi juga Barnabas Sarikrama.
P: Nilai-nilai karakter apa saja yang dapat digali dari Barnabas Sarikrama?
I: Nilai-nilainya itu rasa syukurnya. Jadi, rasa syukurnya yang membawa dia
percaya akan kasih Tuhan. Orangnya juga gigih. Kegigihannya itu yang
membawa dia akan kesungguhan. Dia harus berjalan dari Muntilan ke Sendang
Sono dalam keadaan kaki yang sakit. Jadi, dia gigih memperjuangkan apa yang
menjadi keinginan dan kebutuhannya. Dia juga bisa mengajak orang-orang
sekitarnya untuk percaya akan Kerajaan Allah sendiri.
P: Bagaimana Angel memaknai nilai karakter tersebut?
I: Kalau memaknai disini ya itu, harus gigih berjuang menghadapi tantangan-
tantangan di sini. Karena memang di sini bukan sekolah biasa, di asrama dengan
banyak kegiatan. Itu semua harus dijalani dengan sadar bukan karena kewajiban.
Dari Barnabas Sarikrama ini juga belajar untuk pandai bersyukur. Kalau kita
menerima sesuatu yang membanggakan bersyukurlah. Jadi semakin
menghilangkan kepenatan karena ketika kita bersyukur juga merasa bahagia.
P: Apakah Angel tahu kegiatan apa saja yang ada di Museum Misi Muntilan?
I: Kurang tahu.
P: Bagaimana pendapat Angel kalau Museum Misi Muntilan dijadikan sebagai
sarana pendidikan karakter?
I: Kalau dijadikan sebagai sarana pendidikan karakter akan lebih bagus karena
disitu juga memperlihatkan perjuangan karya mereka yang menyebarkan Kerajaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Allah. Menurut saya itu bagus, tapi sampai saat ini saya kurang tahu apakah itu
cuma jiwa museum saja atau mereka seperti membuka pintu menarik anak-anak
di sekitarnya untuk melihat lebih dalam di situ. Jadi, bisa dijadikan sarana
pendidikan karakter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
CATATAN LAPANGAN 12
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Lucia Desy Puspitasari (Guru Sejarah SMA Pangudi Luhur
van Lith)
Waktu : 15 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah anda pernah menggunakan Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pembelajaran?
I: Kalau selama ini saya belum pernah menggunakan Museum Misi. Soalnya pasti
akan berhubungan dengan bagaimana Romo van Lith menyebarkan agama di sini.
Walaupun ada beberapa materi ada biasanya akan tetap ada yang namanya pas
masa Jepang. Bagaimana para interneran yang ditawan. Bagi saya itu tidak harus
dengan bagaimana agamanya Romo van Lith menyebarkan tapi lebih perannya
dia dalam mengajarkan agama tapi dilihat dari segi kepahlawanannya. Walaupun
di materi saya tidak ada. Kalau yang dulu juga memasukkan Romo van Lith
dalam buku pelajarannya.
P: Bagaimana pendapat anda tentang koleksi Museum Misi Muntilan? Apakah
koleksi tersebut membantu dalam menyampaikan pembelajaran kepada peserta
didik?
I: Dari 2 tahun ini, saya belum pernah mengajak anak untuk masuk ke sana.
Mungkin kalau dengan anak biasanya untuk kegiatan di sekitar Museum Misi
mungkin mereka lebih tertarik.
P: Bagaimana pendapat anda terhadap berbagai kegiatan yang diselenggarakan
oleh Museum Misi Muntilan?
I: setahu saya selama 2 tahun di sini hanya MOS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
P: Sebagai guru bagaimana cara Bu Lusi dalam memanfaatkan Museum Misi
dalam bidang pendidikan?
I: Dalam bidang pendidikan berarti lebih bagaimana mereka memaknai Museum
itu sebagai gerbangnya menuju ke masa lalu. Jadi, kita hidup di masa sekarang,
tidak mungkin kita kesana. Maka dengan cara mengunjungi museum. Entah
Museum Misi entah yang ada di Jogja mungkin.itu sebagai gerbang bagi mereka
untuk tahu keadaan pada masa itu, yang terjadi seperti ini. Biasanya ada
dioramanya jadi kita bisa tahu dari situ. Mungkin kalau ada filmnya bisa
menontonkan film itu kepada anak/anak, biasanya filmnya Betlehem van Java.
P: Melihat banyaknya koleksi yang dimiliki oleh Museum Misi Muntilan
memiliki nilai-nilai karakter yang dapat digali. Setujukah anda apabila Museum
Misi menjadi sarana pendidikan karakter?
I: Untuk pendidikan karakter masuknya ketika di sini visi dari SMA van Lith ini
Kristiani, Cerdas, Visioner, Unggul, Peduli. Ini kan masuk dalam bagaimana
Romo van Lith juga mengajarkan hal itu. Dia Kristiani dan visioner bagaimana
visionernya itu membangun sekolah ini tidak hanya masa itu tapi juga sampai
sekarang masih ada pendidikannya. Letaknya sama terus bagaimana
kekatolikkannya dibina. Di sini biasanya setiap Sabtu ada yang namanya RPK
(Remaja Pecinta Kristus). Jadi, hampir seperti kebaktian, seperti bagaimana
belajar tentang Kristus itu sendiri. Anak-anak biasanya juga ikut PIA jadi
kristianinya kuat terus visionernya membangun bagaimana di sini kegiatannya
banyak, berarti sumpanya tugas untuk minggu depan, mereka tidak bisa satu hari
atau dua hari sebelumnya mereka kerjakan. Tapi bisanya dicicil minggu ini
mengerjakan apa dulu. Nanti pas hari H bisa selesai soalnya padat banget.
P: Nilai-nilai apa yang bisa digali dari Romo van Lith selain visioner dan
kristiani?
I: Romo van Lith itu katakanlah dia pendatang tapi dia lebih menjunjung
bagaimana orang Jawa bisa belajar lebih, yang penting kamu sekarang belajar
soalnya pendidikan itu adalah pintu dari segala sesuatu. Dari situ, dia tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
memandang siapapun. Begitu juga ketika saya di sini. Anak-anak di sini dari
Sabang sampai Merauke, saya tidak membedakan mereka, mau yang pintar yang
bodoh, mau yang cantik yang ganteng, semua saya rangkul. Jadi, saya tidak
membedakan mereka.
P: Bagaimana cara yang Bu Desy lakukan untuk menyampaikan nilai-nilai
karakter yang dapat digali dari museum tadi?
I: Kalau nilai-nilai seperti itu tidak harus diajarkan, ini nilai kasih sayang atau
nilai apa, tapi mereka kalau bisa lebih ke tindakan biar mereka sendiri yang
menggali nilai-nilai itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
CATATAN LAPANGAN 13
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Romo Dominicus Bambang Sutrisno, Pr. (Tim pendiri
Museum Misi Muntilan, Imam Projo KAS)
Waktu : 17 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apa yang menjadi latar belakang didirikannya Museum Misi Muntilan?
I: Latar belakangnya untuk konteks sejarah Gereja Keuskupan Agung Semarang.
Museum untuk kepentingan memahami, mendalami, spiritualitas atau pola dasar
penghayatan iman di Keuskupan Agung Semarang. Ada latar belakang sikap
rohaninya, yang pokok untuk kepentingan sejarah supaya bisa paham ketika kami
membuat museum itu, pertama kali yang saya buat. Saya dan teman-teman belajar
hakekat sejarah itu bagaimana. Bukan belajar penataan gedung gimana tapi
hakekat sejarah dulu itu bagaimana. Bu Sumini menjadi tempat bagi kami untuk
bertanya. Lalu diberi pemahaman, seperti kursus dasar atau kuliah singkat karena
kami bukan orang yang punya latar belakang sejarah, sebagai iman itu teologi,
filsafat. Kebetulan saya studinya sosiologi. Di situ baru tahu bahwa sejarah itu
untuk memahami situasi konkret sekarang. Bagaimana bisa seperti ini? Lalu dicari
latar belakang ada bentukan masa lampau macam apa. Kalau jaman dulu saya
tahunya sejarah itu mesti membicarakan yang dulu terus ternyata yang pokok
membicarakan yang sekarang dan dari situ kemudian mempunyai daya dobrak
untuk ke depan. Maka nanti penataan museum pun konsepnya penataan sejarah.
P: Mengapa Muntilan menjadi tempat yang dipilih untuk mendirikan museum?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
I: Sebelumnya museum ada di Semarang di Wisma Uskup. Dulu ada ulang tahun
KAS ke 50 lalu ada beberapa program besar. Satu, konferensi pastoral. Lalu
muncul pastoral lingkungan, pendataan dan yang ketiga itu membuat museum.
Jadi, koleksinya itu banyak sebetulnya. Tapi dulu saya tidak tertarik di Wisma
Uskup Semarang. Menjenguk saja tidak, tidak ada yang memperhatikan. Ternyata
menjadi keprihatinan dari para petinggi (konsetor) lalu memutuskan dipulangkan
ke Muntilan karena Muntilan itu disebut Betlehem van Java, tempat lahirnya
Tuhan di Jawa. Lembaga Keuskupan yang ada di Muntilan (Kevikepan Kedu) itu
karya misioner, saya yang di situ. Muntilan untuk gereja umat Jawa dipandang
sebagai tempat lahir. Jadi dikembalikan kesitu.
P: Apa saja kendala yang dihadapi ketika mendirikan Museum Misi?
I: Kendalanya itu kami orang lapangan, pelaksana dari putusan tingkat tinggi. Itu
kendalanya, pertama soal kepemilikkan tanah karena itu tanahnya Kongregasi
imam SJ. Programnya orang melihatnya itu utusan Keuskupan Agung Semarang.
Orang sering kali lihat, Projo. Jadi, ada Jesuit dan Projo sementara kalau orang-
orang umum tahunya itu tanahnya paroki Muntilan. Maka kami lalu menempati
tanahnya Jesuit kemudian untuk paroki Muntilan. Lalu ada yang merasa
dirugikan. Museum yang sekarang ada sebetulnya bukan untuk museum. Itu untuk
ganti pastoran. Pastoran sekarang itu yang sebelumnya direncanakan untuk
museum. Maka pertama kali pembangun pastoran baru. Sehingga nanti romo-
romo pindah kesitu, nanti ada rehabilitasi lagi pastoran sekarang itu untuk
museum. Program museum itu program kerja sama anatara Keuskupan, Serikat
Jesuit, lalu dengan bruder FIC karena menyangkut situs misioner di Muntilan.
Maka ada yang merasa “direbut”. Ketika membangun pun ada yang tidak puas.
Banyak yang tidak tahu bahwa itu putusannya konsorsium. Waktu itu prosedur
perijinan sudah terpenuhi tetapi ada yang tidak ikhlas. Ini dulu jadi perkara
sendiri. Akhirnya saya dipanggil oleh Provincial SJ dan wakilnya karena waktu
itu saya membuat reaksi juga dalam arti walaupun sudah jadi kalau tidak boleh ya
sudah, tidak memakai situ. Ternyata pimpinan SJ memanggil saya mengatakan
“kamu mau merusak kerja sama Keuskupan dengan SJ ya, kamu minta pindah?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
jadi itu tanah SJ dipakai untuk kerja sama dan tenaganya dari keuskupan. Saya
sendiri adalah tenaga keuskupan. Jadi program Keuskupan memakai aset Jesuit.
Kalau nanti suatu saat itu program ini bubar semua kembali ke SJ. Kendala
berikut sampai pada permuseumannya, ada ahli yang merasa kalau ini bukan
museum dan harus dirombak. Saya hanya diam saja. Sebetulnya disuruh kerja
sama tapi kalau harus segala-galanya, dulu mau kerja sama dengan yang lain lalu
merasa dia jadi penentu. Lalu harus ini itu dan yang membiayai kami. Ya sudah,
pokoknya jalan terus. Itu yang awal-awal seperti itu. Yang paling susah itu karena
saya tidak tahu tentang museum, hanya sejarah tapi bagaimana permuseuman saya
tidak tahu. Teman-teman saya juga bukan orang orang berlatar belakang
pemahaman museum, sejarah juga tidak tapi dengan landasan kerangka dasarnya
itu pemahaman sejarah, itupun nanti ramai dengan yang orang-orang museum
kepurbakalaan segala. Banyak pihak yang dulu terlibat istilahnya kerja sama.
Semua punya gambaran atau paradigma yang sadar atau tidak sadar
“memaksakan”. Sementara saya hanya melakukan yang saya pahami, yang ahli
museum saya lihat menata juga seperti itu. Lalu sampai pada visi, lalu akhirnya
diberi nama Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner. Tadinya MMM
Sejarah Gereja Keuskupan Agung Semarang. Lalu dalam perjalanan jauh,
museum lalu ada karya missioner dan karya kepausan tadinya seperti itu. Dalam
pelaksanaannya, saya jadikan satu karena yang melaksanakan satu. Saya padukan,
itu juga jadi ribut. Karya misioner, karya misioner dan karya kepausan, karya
kepausan, itu ribut sampai Dewan Pastoral Keuskupan Agung Semarang. Saya
bilang kalau yang diminta itu, aparatnya harus lain kalau satu aparat tidak bisa. Itu
juga membutuhkan waktu 2 tahun. Baru lalu akhirnya uskup yang membuat lalu
jadi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner. Nanti dalam logonya atau
cap itu Sarana Perutusan Karya Misioner dan Karya Kepausan Indonesia KAS.
Lalu terumus visi misi, itu dirumuskan sambil jalan. Jadi, itu bukan ada hal yang
jelas dulu tapi sambal jalan. Itu perjalanannya.
P: Berasal dari mana saja koleksi MMM?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
I: Pertama kali dari yang ada di KAS, di Wisma Uskup. Lalu dikirm ke kami. Jadi
rasanya itu menerima barang-barang yang kami tidak tahu apa-apa. Dulu bingung,
ini bagaimana. Tetapi setelah mulai tahu dan kebetulan dalam proses yang kami
belum jelas itu lalu saya sudah dianggap orang yang tahu sejarah, kebetulan waktu
itu tahun 2004 ada ulang tahun 100 tahun Sendang Sono. 2002 sudah mulai
bergerak, panitia, dan saya diminta untuk ikut terlibat dalam visi misi Sendang
Sono. Romo Hasto itu ahli sejarah misi, tapi ketika dia diminta untuk berbicara
tentang Sendang Sono dia memberi tahu keuskupan, Bambang saja. Dia punya
koleksi banyak, data-data banyak. Lalu saya dari situ kemudian harus bicara. Dari
situ saya mulai tahu sejarahnya gereja kuncinya Muntilan-Sendang Sono,
Muntilan-Sendang Sono, itu dulu mulai tahu. Lalu ada buahnya saya mulai
mereka-reka untuk penataan museum itu, lalu hanya di ruang aula itu dulu. Untuk
percobaan, dari keuskupan Mgr. Pujasumarta dulu masih vikjen itu, kalau
memimpin retreat di Muntilan itu pasti selalu dibawa belajar sejarah itu. Saya
harus menyajikan belum ada lemari-lemari itu lalu untuk cerita. Dari situ,
kemudian museum itu memang 3, ada koleksi, edukasi, dan konservasi. Lalu yang
saya kuati edukasi, siapa saja yang terlibat di Museum harus jadi edukator. Pelan-
pelan dari situ mulai ada penataan. Lalu dari banyak koleksi itu, baru lihat
koleksinya itu jauh lebih banyak daripada yang dipajang. Kami tahu koleksinya
darimana, dari keuskupan, lama-lama menguasai latar belakangnya, maknanya
jadi setiap momen ada maknanya. Kemudian mulai banyak yang datang. Lalu
orang-orang yang punya, banyak yang diserahkan sehingga awalnya koleksi dari
keuskupan tapi setelah itu banyak yang dari umat diserahkan. Ada juga kami tahu
disana, ada yang diminta dan diganti misal Lonceng Prennthaler. Jadi ada yang
praktis kami mengeluarkan biaya tapi kebanyakan diberikan oleh umat misal
buku-buku, patung, dll. Itu yang mereka takut kalau di rumah tidak dihargai oleh
anak cucunya. Entah itu dari pastoran, tapi kebanyakan dari awam. Jadi koleksi
asalnya dari situ dan itu asli semua. Sehingga orang luar negeri datang melihat
kami ini museum itu kaya raya, uangnya pasti banyak karena bisa punya asli. Itu
mahal sekali. Lalu banyak yang tidak percaya kalau ini diberikan. Pasti ada
datanya dan pelan-pelan kami mulai tahu saya mesti mengirim kalau ada training-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
training tenaga museum, dan lama-lama pemanfaatan koleksi itu menjadi sarana
untuk edukasi, pesannya. Dulu selalu dipersalahkan oleh orang-orang museum
karena itu tidak ada tulisannya. Kalau saya harus ada yang memandu sehingga
meresap. Kalau rombongan harus di ruang aula dulu ada pengantar dulu, lalu di
dampingi. Entah itu keluarga, kelompok, masyarakat harus sampai disitu
pesannya. Tahun 2008 baru tahu, kalau permuseuman itu ada dua macam, yaitu
museograf dan museologi. Museograf itu menekankan penyajian benda kalau
museologi menekankan warisan nilai-nilai, hanya yang bernilai yang dipajangkan.
Ternyata yang saya lakukan museologi. Mgr. Suharyo ketika membuat hanya
memiliki pesan, buat museum yang hidup karena museum kerap dianggap sebagai
gudang mahal. Bulan desember 2004 Museum Misi Muntilan baru diresmikan.
Penataan pada koleksi ganti sampai 3 kali karena kerangka teoritis kami itu ada
pergeseran-pergeseran. Kerangka dibuat seperti tata cara ekaristi, pertama ada
pembuka, lalu distu ada pengantar, nanti bagian konservasi menyediakan aula.
Lalu koleksi ada pengantar yang menyampaikan edukasi. Lalu baru prosesnya.
Kemudian penutup itu perutusan.
P: Siapa tokoh yang menjadi ikon dari Museum Misi Muntilan? Mengapa tokoh
tersebut menjadi ikon? Nilai karakter apa yang dapat digali dari tokoh tersebut?
I: Romo van Lith, dia itu sosok yang memahami realita. Jadi karyanya selalu
bertolak dari situasi atau kondisi konkret. Missionaris jaman dulu itu secara kasar
tugasnya membuat orang yang tidak Katolik jadi Katolik (membaptis). Lalu nanti
membina gereja Katolik, menumbuhkan, mengembangkan supaya gereja Katolik
menjadi besar. Maka romo Hoevenaars yang bersama-sama itu begitu bisa
berbahasa Jawa karena waktu itu syarat utamanya harus bisa berbahasa Jawa.
Nanti romo-romo SJ Eropa tidak boleh belajar bahasa Indonesia sebelum
menguasai bahasa Jawa karena harus masuk ke orang Jawa. Romo Hoevenaars
bisa lalu menerjemahkan doa-doa, pelajaran-pelajaran agama, kemudian
membaptis orang-orang. Romo van Lith ketika belajar bahasa Jawa kemudian
memahami dia heran dengan realitas. Romo van Lith berfikir atas situasi konkret
keadaan Jawa yang berbeda dengan Eropa. Romo van Lith masuk ke dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
budaya. Romo van Lith mempelajari Jawa itu real, masuk dalam budaya, sosial,
pola hidup. Lalu tersentuh karena Jawa itu banyak hal sudah amat sangat rohani.
Misalnya sudah ada sesaji, malam selasa Kliwon, ada pakaian jatuh saja ada
maknanya. Lalu ada candi-candi, banyak tempat pemujaan. Jadi, orang Jawa itu
sudah amat mendalam hidup rohaninya sekalipun tidak kenal Yesus. Romo van
Lith amat sangat menghargai budaya Jawa itu, kemudian sampai pada dia tidak
hanya memahami budaya tapi juga ikut berprihatin, ternyata Belanda itu
dibandingkan Jawa bukan apa-apanya. Arsitektur budaya Jawa itu hebat
dibandingkan Belanda sana yang kecil. Romo van Lith lalu berfikir apakah orang
Jawa itu bodoh? Literatur-literatur menunjukkan intelektual kok sampai terjajah?
Ini berarti apa tidak sesuai dengan Kerajaan Allah. Karena satu orang-orang Jawa
ditindas, lain dengan Belanda yang lain. Romo van Lith di desa Semampir.
Pokoknya misionaris Jawa harus di pedesaan. Dulu Romo Palincx mengusulkan
itu dan itu dijalankan. Lalu van Lith menemukan penyebabnya karena
cakrawalanya sempit, aspek pendidikan. Maka ada 3 hal inkulturasi, nasionalisme,
dan pendidikan. Kemudian dipilih kuncinya pendidikan. Van Lith masuk kesitu.
Supaya kerajaan Allah ditegakkan disitu, punya martabat sederajat dengan orang
Eropa. Itu perjuangan Romo van Lith. Maka, dia berjuang sungguh-sungguh tapi
di hadapan pemimpin misi tidak ada hasilnya, hasilnya tidak begitu ada karena
yang dibaptis hanya sedikit. Romo van Lith kemudian dipindah, sebelum dipindah
Romo van Lith membaptis 173 orang. Itu menjadi kejutan. Bagi Romo van Lith
edukasi itu nomor satu, dan penghargaan pada budaya setempat, dan martabat
manusia begitu tinggi sehingga dia menyatu dengan rakyat. Sekolah van Lith itu
tidak ada pelajaran agama sehingga kalau ada yang ingin jadi Katolik itu urusan di
luar sekolah. Bahkan lulusan van Lith yang bekerja untuk gereja itu di luar jam
mengajar. Mereka guru-guru. Guru-guru lulusan van Lith yang aktif-aktif itu di
luar kerja, sore hari. Kalau yang misi lain kan di sekolahan. Di situ pelajaran
umum. Ini yang terjadi. Romo van Lith ikut belajar gamelan, ikut acara kampung
nyadran, lalu membantu membuat perjanjian-perjanjian, surat-surat, dia
membantu rakyat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
P: Melihat banyaknya nilai-nilai yang bisa digali dari Museum Misi Muntilan itu
bagaimana pendapat Romo mengenai Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter?
I: Ya disini lalu orang belajar memahami diri di hadapan Tuhan, dari situ
penghargaan kemanusiaan sangat besar baik personal maupun bersama-sama. Di
situ orang tidak akan diseragamkan, kamu mau jadi apa. Jadi kalau ada
pendampingan itu nomor satu menggali dulu jadi tidak bertolak dari kerangka
berfikir seperti kurikulum itu tapi proses bukan kok pelajaran, kuliah sudah ada
buku pegangan, nomor satu itu. Bisa kelompok bisa perorangan. Lalu baru input,
baru cakrawala sehingga orang semakin matang. Orang kalau semakin matang itu
terbuka. Orang yang fanatik tertutup itu orang yang tidak punya karakter, orang
yang dikuasai oleh kekuasaan tertentu sampai tidak mengerti diajak demo tapi
tidak mengerti apa yang didemokan. Tapi orang yang berkarakter punya
keyakinan diri, pemahaman, terbuka dan di sana kalau pendampingan untuk
belajar. Biasanya yang sudah ikut itu orangnya untuk jaman sekarang itu pasti
punya prinsip. Maka kader-kadernya bisa berani mengeluarkan pendapat, punya
prinsip, terbuka dan kritis. Van Lith itu pendidikannya yang mampu menjadi
pemimpin, maka berkarakter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
CATATAN LAPANGAN 14
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Paulus Sulistyo ( Pengunjung / Dinas di Buntal KODAM IV
Diponegoro, membawahi museum Mandala Bakti Tugu Muda)
Waktu : 18 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah anda sering mengunjungi museum?
I: Ya, karena saya juga kebetulan dinas di museum. Kita seringkali mengunjungi
museum kemudian kita mengambil sisi-sisi yang baik di museum lain kemudian
kita terapkan di museum yang kita kelola.
P: Bagaimana kesan pertama bapak ketika mendengar Museum Misi Muntilan?
I: Ketika saya mendengar Museum Misi berarti bayangan saya itu di sini pasti
tempat benda-benda untuk jaman-jaman misionaris awal-awal. Kemudian ketika
saya masuk, saya melihat memang itu ada justru yang lebih banyak adalah
perjalanan dari para missionaris dari luar maupun dalam negeri.
P: Apa tujuan awal bapak datang ke Museum Misi Muntilan?
I: Kita memang rombongan dari kantor setiap 3 bulan ada namanya program
triwulan, kita jauh hari sudah direncanakan kita mempunyai program-program di
militer itu. Salah satunya adalah program ziarah rohani. Ziarah rohani, kita tadi ke
Sendang Sono kemudian ke Museum Misi dan dilanjutkan ke makam Sanjaya.
P: Bagaimana pendapat bapak tentang koleksi yang ada di Museum Misi
Muntilan?
I: Lumayan bagus, tetapi masih perlu ditambah. Sebetulnya di paroki-paroki lain
itu masih banyak benda-benda yang masih bisa ditarik ke dalam Museum Misi.
Karena saya sering melihat ke paroki-paroki lain banyak tempat-tempat bersejarah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
tetapi karena tidak ada yang tahu dari Museum Misi ini sehingga benda-benda
bersejarah itu hanya teronggok begitu saja di Paroki. Terutama saya juga di gereja
saya, di paroki Semarang sana ada benda-benda jaman pendirian awal-awal.
P: Dimana ruangan Museum Misi Muntilan yang paling anda sukai? Mengapa
anda menyukai ruangan tersebut?
I: Saya yang paling suka di ruang yang ada Soegijapranata karena saya juga
melihat di situ ketika kita mengunjungi Universitas Soegijapranata juga di sana
ada tasnya, ada benda-benda peninggalan juga ada di Universitas Soegijapranata.
P: Siapa tokoh yang memberi anda inspirasi? Apa alasannya?
I: Hampir semua uskup memberi inspirasi karena rata-rata kami dari kalangan
TNI tentunya kami sering menjadikan uskup TNI Polri ini sebagai teladan kami.
Salah satunya adalah Mgr. Suharyo.
P: Nilai-nilai karakter yang bisa digali dari tokoh tersebut apa saja?
I: Keteladanan dari Mgr. Ignatius Suharyo yang selalu saya ingat adalah
pelayanan yang murah hati.
P: Bagaimana anda memaknai nilai karakter dari tokoh tersebut?
I: Itu sebetulnya idealnya seorang Katolik seperti Mgr. Suharyo. Sabar, penuh
cinta kasih, kemudian juga rendah hati. Itu yang utama.
P: Bagaimana pendapat anda tentang Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter?
I: Bagus, harusnya disosialisasikan kepada OMK (Orang Muda Katolik) di
paroki-paroki. Kenapa? Karena harapan kita ketika OMK mengunjungi ke
Museum Misi, kita mengharapkan mereka terketuk hatinya kemudian mereka
tertarik untuk menjadi pastur. Kalau seperti kita ini hanya mengenal saja karena
kita sudah berkeluarga. Tetapi kalua sasarannya Museum Misi ini bisa diarahkan
ke OMK pasti akan muncul calon-calon pastor yang baru. Pasti banyak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
CATATAN LAPANGAN 15
WAWANCARA
Topik : Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi
Muntilan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Nama Peneliti : Nur Ardita Rahmawati
Responden : Ryan Saputra ( Pengunjung / Mahasiswa S2 Museologi,
UGM)
Waktu : 18 Mei 2017
Keterangan P: Peneliti
I: Informan
P: Apakah mas Ryan sering mengunjungi museum?
I: Lumayan sering.
P: Apa kesan pertama mas Ryan ketika mendengar kata Museum Misi Muntilan?
I: Jadi begini, punya bayangan akan apa isinya sekaligus terus penasaran apa
isinya. Jadi, tahu kira-kira ceritanya tentang ini Cuma waktu pertama kali
mendengar tidak tahu koleksinya bakal bagaimana. Karena saya kerja di museum
agak cenderung mungkin bias. Cuma keseringan lihat museum gitu seperti
menilai isi museumnya bagus atau tidak. Ketika dengar Museum Misi Muntilan
itu pertama penasaran, sekaligus koleksinya mengimbangi tidak.
P: Bagaimana pendapat mas Ryan tentang koleksi yang ada di Museum Misi
Muntilan?
I: Koleksinya berharga, cukup banyak dan ada isinya. Bisa ada cerita yang
dikeluarkan dari sana.jadi, latar belakang cerita di balik koleksinya itu lumayan
bagus. Perawatannya kurang, agak kurang serius dirawat.
P: Dari banyak ruangan yang ada, ruangan mana yang paling berkesan?
I: Yang ruangan pertama setelah naik tangga, yang bagian sejarah karena
koleksinya cenderung lebih tua.
P: Melihat banyak tokoh yang ditampilkan di Museum Misi, siapa tokoh yang
memberikan inspirasi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
I: Sebenarnya bukan inspirasi, tapi lebih berkesan. Bapak bapak dari Gunung
Kidul yang mengajarkan agama dengan cara maksa. Mau tidak mau, orang
dipaksa belajar, orang tidak suka dipaksa belajar dengan alasan toh kalau kamu
tidak suka nanti biar tahu tidak sukanya karena apa. Itu kan agak garis keras.
P: Apakah mas Ryan tahu kegiatan apa saja yang ada di Museum Misi Muntilan?
I: Beberapa tahu seperti Selasa Kliwon yang di kerkoff. Selain itu pendampingan
sekolah, retret, outbond.
P: Bagaimana pendapat mas Ryan mengenai Museum Misi Muntilan sebagai
sarana pendidikan karakter?
I: Unik. Jadi begini, selama ini menurutku museum itu selalu dibilang institusi
pendidikan cuma jarang yang benar-benar serius mengerjakan pendidikannya.
Misalnya cuma dengan pameran, yang bikin kegiatan itu jarang. Ada beberapa
cuma jarang menurutku yang sebagus Muntilan. Sekaligus bicara aja. Aku
magang di sana karena memang untuk melihat sistem pendidikan di Museum Misi
Muntilan. Karena aku melihat di sana baik cenderung lebih baik daripada rata-rata
museum lainnya yang cuma melihat pendidikan dari sisi pameran. Museum Misi
Muntilan punya program yang memang dikemas buat misalnya seperti rekoleksi
itu mereka mengkhususkan rekoleksinya untuk apa. Tidak harus berhubungan
dengan museumnya dan itu unik karena lembaganya juga unik. Mereka bisa
memberi pendampinan di luar hal yang ada di museum. Jadi, tidak terikat di
museumnya dan itu bagus jadi ciri atau karakter yang kuat. Menjawab pertanyaan
tadi soal pendidikan karakter, museumnya saja karakternya kuat saya rasa untuk
membentuk karakter orang bisa dan orang-orangnya backgroundnya kan
pendidikan malahan bukan orang-orang museum. Jadi, itu sepertinya cukup
berpengaruh mengapa program pendidikannya lumayan bagus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
Lampiran 5 Dokumentasi Wawancara
Wawancara dengan Tia pada tanggal 27 April 2017
Sumber: Dokumen Pribadi
Wawancara dengan Bapak Seno pada tanggal 2 Mei 2017
Sumber: Dokumen Pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
Wawancara dengan Pak Baluk Nugroho pada tanggal 8 Mei 2017
Sumber: Dokumen Pribadi
Wawancara dengan Romo Nugroho, Pr. pada tanggal 8 Mei 2017
Sumber: Dokumen Pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
Wawancara dengan Bapak Joko pada tanggal 8 Mei 2017
Sumber: Dokumen Pribadi
Wawancara dengan Bu Lucia pada tanggal 12 Mei 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
Wawancara dengan peserta didik SMA Pangudi Luhur van Lith pada tanggal 12
Mei 2017
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Wawancara dengan Romo Bambang Sutrisno, Pr. Pada tanggal 17 Mei 2017
Sumber: Dokumen Pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
Lampiran 6.
LEMBAR PENGAMATAN DOKUMEN
No. Obyek yang diamati Hasil
Ya Tidak
1. Dokumen data pengunjung √
2. Museum Misi Muntilan memiliki brosur √
3. Museum Misi Muntilan memiliki katalog √
4. Buku pedoman mengenai Museum Misi Muntilan √
Dokumen Penelitian
Buku Kesan Pengunjung tahun 2013 sampai 2016
Dokumentasi Pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
Brosur Museum Misi Muntilan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
Risalah dan Catatan Rapat Pleno MMM PAM 2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
Lampiran 7 Dokumentasi dari Buku Kesan Pengunjung Tahun 2013-2016
No. Tanggal Nama Alamat Jumlah Inspirasi iman yang diperoleh
1.
14/10/2013 C.E. Subardini Sang Timur Salut dan bangga, semoga menjadi
inspirasi dalam perkembangan iman
Katolik pada khususnya dan semua
pengunjung pada umumnya.
Saran: alangkah lengkapnya jika
dicantumkan juga semua ordo
suster dan romo beserta foto dan
visi, misi.
2.
15/10/2013 Ignatius Redjo Kalasan Barat,
Paroki Kalasan
70 orang
Sangat bermanfaat bagi umat
beriman dalam mengembang tugas
pelayan dalam masyarakat.
mengingat kembali sejarah
pahlawan iman Katolik.
3.
15/10/2013 P. C. Joko Trisianto Jl. Solo Purwodadi
Km 5,5, Jetak,
Wonorejo,
Gondangrajo, KRA
55 orang Proses penyadaran diri pribadi
untuk lebih instropeksi dalam
berperilaku dalam iman secara
pribadi untuk memperbaiki diri
pribadi
4.
27/10/2013 Rombongan Ketua Wilayah
dan Ketua Lingkungan
Gereja HKTY Ganjuran
Ganjuran,
Sumbermulyo,
Bambanglipuro,
Bantul
50 orang Datang berulang kesekian kali ke
museum ini semakin membuat
yakin pada Yesus yang menjadi
jalan bagi kehidupan kekal kita.
5.
17/3/2014 Sr. Lina SPM Jl. dr. Moh. Saleh
25 Probolinggo
5 orang Memberikan banyak inspirasi untuk
mengembangkan pengelolaan SPM
di Probolinggo.
Sr. Irma SPM Membangun semangat untuk
menghargai dan mencintai jasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
bakti para pendahulu di KAS.
Sr. Vianney SPM Memperkaya wawasan tentang
kekaayaan misi KAS. Sr. Grace SPM
Bpk Sukisna
6.
22/3/2014 Fr. M. Florianus, BHK Surabaya 1 orang Syukur berlimpah atas karya agung
cintamu yang boleh kami warisi
menjadi tempat pembelajaran dan
menanamkan kebanggaan bagi
umat Katolik.
7.
4/10/2014 SD PL Don Bosko
Semarang
Jl. Sultan Agung
133 Smg
85 orang Semangat Pastur van Lith
menginspirasi untuk lebih melayani
sesama.
Membuat saya lebih tahu mengenal
tentang keragaman kebudayaan dan
keragaman suatu
budaya jaman dahulu Romo van
Lith.
8.
19/10/2014 Rombongan Lingkungan
Vincentius, Paroki St Petrus
dan Paulus Babadan,
Yogyakarta
Yogyakarta 60 orang Memberikan pengetahuan tentang
sejarah Gereja khususnya di
Keuskupan Agung Semarang dan
memberikan motivasi bagi kaum
muda dalam mengembangkan iman
dalam pelayanan terhadap sesame
dan Tuhan.
9.
23/10/2014 Rombongan KB-TK
Pangudi Luhur St. Ignatius
Muntilan
Jl. Kartini No. 4
Muntilan
85 anak Menginspirasi anak-anak dalam
mengenal gereja dan pemimpin-
pemimpin gereja.
Menggugah minat anak menjadi
Romo atau karya panggilan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
sejenisnya.
Mendasarkan semangat para Romo
dan Suster pendahulu untuk
berjuang dalam melayani sesama
kepada para umat.
10.
25/10/2014 Rombongan SMK Saraswati Jl. Hasanudin 738
Salatiga
67 orang Mengenal, mengetahui serta
menambah wawasan tentang
sejarah iman Katolik yang tumbuh
di Jawa Tengah
Para siswa sangat senang bisa
mengunjungi Museum Misi
Muntilan
Pak Gito sangat memotivasi para
siswa dengan apa yang telah
disampaikannya dengan
menceritakan dengan jelas mantap,
humor, dan motivasi ini membawa
harapan untuk hidup iman yang
lebih. Dan pasti memotivasi untuk
menjadi pewarta lebih baik.
11.
21/11/2014 Kel. Besar IPPAK Semester
III
Jl. Ahmad Zazuli
No. 2 Yogyakarta
43 orang Kami semakin tertarik untuk
menjadi katekis-katekis sederhana
tetapi memiliki visi dan misi yang
sungguh dapat mengembangkan.
12.
30/11/2014 PIA PIR Emmanuel Ngawen Ngawen 50 orang Menjadi sarana belajar dan
tambahan pengetahuan tentang
tokoh-tokoh Katolik. Semoga
keteladanan iman mereka
menguatkan anak-anak untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
menjadi pewarta sabda.
13.
25/1/2015 Keluarga Besar SMAN 1
Wates (Siswa Katolik)
Jl. Terbahsari no.
1Wates,
Kulomprogo
31orang Menggugah semangat untuk
menjadi pewarta kabar gembira
Kerajaan Allah untuk dibagikan
kepada semua orang yang dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari.
14.
31/1/2015 Kel. TK St. Theresia
Muntilan
Jl. Kartini 20,
Muntilan
80 orang Anak-anak mengenal benda-benda
bersejarah peninggalan Romo-romo
misi di Jawa, membuat anak
semakin menghargai para romo dan
pendahulu yang memajukan iman
Katolik. Semoga diantara anak-
anak ada yang melanjutkan karya
mereka.
15. 11/6/2015 Johny A. Khosyariri Mhs. S3 sejarah
UGM
1 orang Mencari inspirasi dari koleksi
museum.
16. 22/11/2015 Lingkungan Alfonsus
Lisouri Tlogosari Semarang
Tlogosari,
Semarang
45 orang Semoga menambah kekuatan iman
untuk lebih giat dalam mewartakan
injil.
17.
13/12/2015 Putra-Putri Altar St.
Antonius Muntilan
Muntilan 40 orang Mengetahui peninggalan-
peninggalan bersejarah dan kisah-
kisah yang terjadi pada jaman
dahulu.
18. 19/2/2016 SMK Sanjaya Muntilan Lebih mengetahui sejarah Iman
Katolik di daerah sendiri dan bisa
lebih menghargai.
19. 8/5/2016 J.B. Laksana Adi Kuntjara Blunyah Gede, No.
72, Jogja
1 orang Semakin mengenal para misionaris
yang telah berjasa dalam
memperjuangkan agama Katolik di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
Indonesia khususnya Jawa Tengah.
20.
15/6/2016 Dominikus Juang Taum Saya terinspirasi oleh Museum Misi
Keuskupan Semarang. Kalau bisa di
Lembata atau Flores juga dibuat
museum misi peninggalan Pater-
Pater SVd di Flores / Lembata.
Saya akan berusaha meyakinkan
Pater SVd di sana untuk memulai
pembangunan museum SVd di
Waikomo/ Lewoleta/ Lembata.
21. 14/10/2016 Keluarga besar Siswa-Guru
Katolik, Budha, Kristen
SMK N 1 Nanggulan KP
Jl. Gajah Mada
Wijimulyo,
Nanggulan, KP
46 orang Belajar lintas agama, menambah
pengetahuan sejarah gereja Katolik
dan pendidikan Katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
Lampiran 8
SILABUS
MATA PELAJARAN SEJARAH
KELOMPOK PEMINATAN ILMU-ILMU SOSIAL
Satuan Pendidikan : SMA
Kelas : XI
Kompetensi Inti :
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
1.1 Menghayati nilai-nilai
peradaban dunia yang
menghargai perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
sebagai karunia Tuhan yang
Maha Esa.
2.1 Mengembangkan sikap
jujur, rasa ingin tahu,
tanggung jawab, peduli,
santun, cinta damai dalam
mempelajari peristiwa
sejarah sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan
dunia.
2.2 Menunjukan sikap cinta
tanah air, nilai-nilai rela
berkorban dan kerja sama
yang dicontohkan para
pemimpin pada masa
pergerakan nasional, meraih
dan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
3.1 Menganalisis sistem
pemerintahan, sosial, Kerajaan-Kerajaan
Besar Indonesia pada
Mengamati:
Membaca buku teks tentang sistem
Tugas: Membuat laporan
4 mg x 4
jp Buku
Paket
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan-kerajaan
besar Hindu-Buddha yang
berpengaruh pada
kehidupan masyarakat
Indonesia masa kini.
3.2 Menganalisis sistem
pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan-kerajaan
besar Islam di Indonesia
yang berpengaruh pada
kehidupan masyarakat
Indonesia masa kini.
4.1 Menyajikan warisan sistem
pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan-kerajaan
besar Hindu-Buddha yang
berpengaruh pada
kehidupan masyarakat
Masa Kekuasaan
Hindu-Buddha dan
Islam
Sistem
pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan
kebudayaan
masyarakat
Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan
besar Hindu-Buddha
yang berpengaruh
pada kehidupan
masyarakat
Indonesia masa kini.
Sistem
pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan
kebudayaan
masyarakat
Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan
besar Islam di
Indonesia yang
berpengaruh pada
kehidupan
pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Indonesia
pada masa kerajaan-kerajaan besar
Hindu-Buddha dan Islam yang
berpengaruh pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini.
Menanya:
Menanya dan berdiskusi untuk
mendapatkan klarifikasi, penjelasan
dan perluasan bahan analisis
mengenai sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar Hindu-
Buddha dan Islam yang
berpengaruh pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini.
Mengeksplorasikan:
Mengumpulkan data dan informasi
lanjutan terkait dengan pertanyaan
mengenai sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar Hindu-
tertulis hasil analisis
mengenai sistem
pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat
Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar
Hindu-Buddha dan
Islam yang berpengaruh
pada kehidupan
masyarakat Indonesia
masa kini.
Observasi: Mengamati kegiatan
peserta didik dalam
proses mengumpulkan
data, analisis data dan
pembuatan laporan.
Portofolio: Menilai laporan tertulis
hasil analisis mengenai
sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat
Sejarah
kelas XI
Buku-
buku
lainya
Sumber
lain yang
tersedia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
Indonesia masa kini, dalam
bentuk tulisan dan media
lain.
4.2 Menyajikan hasil
identifikasi warisan sistem
pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan-kerajaan
besar Islam di Indonesia
yang berpengaruh pada
kehidupan masyarakat
Indonesia masa kini, dalam
bentuk tulisan dan media
lain.
masyarakat
Indonesia masa kini.
Buddha dan Islam yang
berpengaruh pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini,
melalui bacaan dan sumber lain
yang tersedia.
Mengasosiasikan:
Menganalisis informasi dan data
yang di dapat dari bacaan dan
sumber lain yang terkait mengenai
sistem pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar Hindu-
Buddha dan Islam yang
berpengaruh pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini
Mengomunikasikan:
Membuat laporan hasil analisis
dalam bentuk tulisan dan atau
media lain mengenai sistem
pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Indonesia
pada masa kerajaan-kerajaan besar
Hindu-Buddha dan Islam yang
Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar
Hindu-Buddha dan
Islam yang berpengaruh
pada kehidupan
masyarakat Indonesia
masa kini.
Tes:
Menilai kemampuan
peserta didik dalam
menganalisis sistem
pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat
Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar
Hindu-Buddha dan
Islam yang berpengaruh
pada kehidupan
masyarakat Indonesia
masa kini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
berpengaruh pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini
3.3 Menganalisis keterkaitan
antara pemikiran dan
peristiwa-peristiwa penting
di Eropa antara lain:
Merkantilisme,
Renaissance, Reformasi
Gereja, Revolusi Industri
dan pengaruhnya bagi
kehidupan bangsa Indonesia
dan bangsa lain di dunia
pada masa itu dan masa
kini.
4.3 Membuat karya tulis
tentang pemikiran dan
peristiwa-peristiwa penting
di Eropa antara lain:
Merkantilisme,
Renaissance, Reformasi
Gereja, Revolusi Industri
yang berpengaruh bagi
Indonesia dan dunia.
Peristiwa di Eropa
Yang Berpengaruh
terhadap Kehidupan
Ummat Manusia
Pemikiran dan
peristiwa-peristiwa
penting di Eropa
antara lain:
Merkantilisme,
Renaissance,
Reformasi Gereja,
Revolusi Industri
dan pengaruhnya
bagi kehidupan
bangsa Indonesia
dan bangsa lain di
dunia pada masa itu
dan masa kini.
Mengamati:
Membaca buku teks tentang
pemikiran dan peristiwa-peristiwa
penting di Eropa antara lain:
Merkantilisme, Renaissance,
Reformasi Gereja, Revolusi Industri
dan pengaruhnya bagi kehidupan
bangsa Indonesia dan bangsa lain di
dunia pada masa itu dan masa kini.
Menanya:
Menanya dan berdiskusi untuk
mendapatkan klarifikasi dan
pendalaman pemahaman tentang
pemikiran dan peristiwa-peristiwa
penting di Eropa antara lain:
Merkantilisme, Renaissance,
Reformasi Gereja, Revolusi Industri
dan pengaruhnya bagi kehidupan
bangsa Indonesia dan bangsa lain di
dunia pada masa itu dan masa kini.
Mengeksplorasikan:
Tugas: Membuat karya tulis
tentang pemikiran dan
peristiwa-peristiwa
penting di Eropa antara
lain: Merkantilisme,
Renaissance, Reformasi
Gereja, Revolusi
Industri dan
pengaruhnya bagi
kehidupan bangsa
Indonesia dan bangsa
lain di dunia pada masa
itu dan masa kini.
Observasi :
Mengamati kegiatan
peserta didik dalam
proses mengumpulkan
data, analisis data dan
pembuatan laporan.
Portofolio:
4 mg x 4
jp
Buku
Paket
Sejarah
kelas XI
Buku-
buku
lainya
Sumber/
media
lain yang
tersedia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
Mengumpulkan data dan informasi
lanjutan terkait dengan pertanyaan
dan materi tentang pemikiran dan
peristiwa-peristiwa penting di Eropa
antara lain: Merkantilisme,
Renaissance, Reformasi Gereja,
Revolusi Industri dan pengaruhnya
bagi kehidupan bangsa Indonesia
dan bangsa lain di dunia pada masa
itu dan masa kini, melalui bacaan
dan sumber-sumber lainya yang
terkait
Mengasosiasikan:
Menganalisis informasi dan data
yang di dapat dari bacaan dan
sumber lain yang terkait mengenai
pemikiran dan peristiwa-peristiwa
penting di Eropa antara lain:
Merkantilisme, Renaissance,
Reformasi Gereja, Revolusi Industri
dan pengaruhnya bagi kehidupan
bangsa Indonesia dan bangsa lain di
dunia pada masa itu dan masa kini.
Mengomunikasikan:
Menilai karya tulis
peserta didik tentang
pemikiran dan
peristiwa-peristiwa
penting di Eropa antara
lain: Merkantilisme,
Renaissance, Reformasi
Gereja, Revolusi
Industri dan
pengaruhnya bagi
kehidupan bangsa
Indonesia dan bangsa
lain di dunia pada masa
itu dan masa kini.
Tes:
Menilai kemampuan
peserta didik dalam
menganalisis tentang
pemikiran dan
peristiwa-peristiwa
penting di Eropa antara
lain: Merkantilisme,
Renaissance, Reformasi
Gereja, Revolusi
Industri dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
Membuat karya tulis mengenai
pemikiran dan peristiwa-peristiwa
penting di Eropa antara lain:
Merkantilisme, Renaissance,
Reformasi Gereja, Revolusi Industri
dan pengaruhnya bagi kehidupan
bangsa Indonesia dan bangsa lain di
dunia pada masa itu dan masa kini.
pengaruhnya bagi
kehidupan bangsa
Indonesia dan bangsa
lain di dunia pada masa
itu dan masa kini.
3.4 Menganalisis keterkaitan
antara revolusi-revolusi
besar dunia (Perancis,
Amerika, Cina, Rusia dan
Indonesia) dan kehidupan
umat manusia pada masa itu
dan masa kini.
4.4 Menyajikan hasil analisis
tentang revolusi-revolusi
besar dunia (Perancis,
Amerika, Cina, Rusia dan
Indonesia) serta
pengaruhnya terhadap
kehidupan umat manusia
dalam bentuk tulisan dan
media lain.
Revolusi Besar Dunia
dan Pengaruhnya
Terhadap Ummat
Manusia
Revolusi-revolusi
besar dunia
(Perancis, Amerika,
Cina, Rusia dan
Indonesia) dan
kehidupan umat
manusia pada masa
itu dan masa kini.
Mengamati:
Membaca buku teks mengenai
keterkaitan antara revolusi-revolusi
besar dunia (Perancis, Amerika,
Cina, Rusia dan Indonesia) dan
kehidupan umat manusia pada masa
itu dan masa kini.
Menanya:
Menanya dan berdiskusi untuk
mendapatkan klarifikasi dan
pendalaman pemahaman mengenai
keterkaitan antara revolusi-revolusi
besar dunia (Perancis, Amerika,
Cina, Rusia dan Indonesia) dan
kehidupan umat manusia pada masa
itu dan masa kini.
Tugas: Membuat tulisan dan
atau media lain
mengenai keterkaitan
antara revolusi-revolusi
besar dunia (Perancis,
Amerika, Cina, Rusia
dan Indonesia) dan
kehidupan umat
manusia pada masa itu
dan masa kini.
Observasi: Mengamati kegiatan
peserta didik dalam
proses mengumpulkan
data, analisis data dan
5 mg x 4
jp
Buku
Paket
Sejarah
kelas XI
Buku-
buku
lainnya
Gambar
Revolusi
-revolusi
besar
dunia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
Mengeksplorasikan:
Mengumpulkan data dan informasi
lanjutan terkait dengan pertanyaan
dan materi mengenai keterkaitan
antara revolusi-revolusi besar dunia
(Perancis, Amerika, Cina, Rusia dan
Indonesia) dan kehidupan umat
manusia pada masa itu dan masa
kini, melalui bacaan dan sumber-
sumber lainnya yang terkait.
Mengasosiasikan:
Menganalisis informasi dan data
yang di dapat dari bacaan dan
sumber lain yang terkait mengenai
keterkaitan antara revolusi-revolusi
besar dunia (Perancis, Amerika,
Cina, Rusia dan Indonesia) dan
kehidupan umat manusia pada masa
itu dan masa kini, melalui bacaan
dan sumber-sumber lainnya yang
terkait.
Mengomunikasikan:
Membuat laporan dalam bentuk
pembuatan laporan.
Portofolio:
Menilai tulisan dan atau
media lain mengenai
keterkaitan antara
revolusi-revolusi besar
dunia (Perancis,
Amerika, Cina, Rusia
dan Indonesia) dan
kehidupan umat
manusia pada masa itu
dan masa kini.
Tes:
Menilai kemampuan
peserta didik dalam
menganalisis
keterkaitan antara
revolusi-revolusi besar
dunia (Perancis,
Amerika, Cina, Rusia
dan Indonesia) dan
kehidupan umat
manusia pada masa itu
dan masa kini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
tulisan dan media lain mengenai
keterkaitan antara revolusi-revolusi
besar dunia (Perancis, Amerika,
Cina, Rusia dan Indonesia) dan
kehidupan umat manusia pada masa
itu dan masa kini, melalui bacaan
dan sumber-sumber lainnya yang
terkait.
3.5 Menganalisis hubungan
perkembangan faham-
faham besar seperti
nasionalisme, liberalisme,
sosialisme, demokrasi, Pan
Islamisme dengan gerakan
nasionalisme di Asia-Afrika
pada masa itu dan masa
kini.
4.5 Menyajikan hasil analisis
tentang hubungan
perkembangan faham-
faham besar seperti
nasionalisme, liberalisme,
sosialisme, demokrasi, Pan
Islamisme dengan gerakan
Ideologi, Perang
Dunia dan
Pengaruhnya
terhadap Gerakan
Kemerdekaan di Asia
dan Afrika.
Perkembangan
faham-faham besar
seperti nasionalisme,
liberalisme,
sosialisme,
demokrasi, Pan
Islamisme dengan
gerakan
nasionalisme di
Asia-Afrika pada
masa itu dan masa
Mengamati:
Membaca buku teks mengenai
hubungan perkembangan faham-
faham besar seperti nasionalisme,
liberalisme, sosialisme, demokrasi,
Pan Islamisme dengan gerakan
nasionalisme di Asia-Afrika pada
masa itu dan masa kini.
Menanya:
Menanya dan berdiskusi untuk
mendapatkan klarifikasi dan
pendalaman pemahaman mengenai
hubungan perkembangan faham-
faham besar seperti nasionalisme,
liberalisme, sosialisme, demokrasi,
Pan Islamisme dengan gerakan
Tugas: Membuat tulisan dan
atau media lain
mengenai hubungan
perkembangan faham-
faham besar seperti
nasionalisme,
liberalisme, sosialisme,
demokrasi, Pan
Islamisme dengan
gerakan nasionalisme di
Asia-Afrika pada masa
itu dan masa kini.
Observasi:
Mengamati kegiatan
peserta didik dalam
3 mg x 4
jp
Buku
Paket
Sejarah
kelas XI
Buku-
buku
lainya
Sumber
lain yang
tersedia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
nasionalisme di Asia-Afrika
dalam bentuk tulisan dan
media lain.
kini.
nasionalisme di Asia-Afrika pada
masa itu dan masa kini.
Mengeksplorasikan:
Mengumpulkan data dan informasi
lanjutan terkait dengan pertanyaan
dan materi mengenai hubungan
perkembangan faham-faham besar
seperti nasionalisme, liberalisme,
sosialisme, demokrasi, Pan
Islamisme dengan gerakan
nasionalisme di Asia-Afrika pada
masa itu dan masa kini.
Mengasosiasikan:
Menganalisis informasi dan data
yang di dapat dari bacaan dan
sumber lain yang terkait mengenai
hubungan perkembangan faham-
faham besar seperti nasionalisme,
liberalisme, sosialisme, demokrasi,
Pan Islamisme dengan gerakan
nasionalisme di Asia-Afrika pada
masa itu dan masa kini.
Mengomunikasikan:
proses mengumpulkan
data, analisis data dan
pembuatan laporan.
Portofolio:
Menilai tulisan dan atau
media lain mengenai
hubungan
perkembangan faham-
faham besar seperti
nasionalisme,
liberalisme, sosialisme,
demokrasi, Pan
Islamisme dengan
gerakan nasionalisme di
Asia-Afrika pada masa
itu dan masa kini.
Tes:
Menilai kemampuan
peserta didik dalam
menganalisis hubungan
perkembangan faham-
faham besar seperti
nasionalisme,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
Membuat laporan dalam bentuk
tulisan dan atau media lain
mengenai hubungan perkembangan
faham-faham besar seperti
nasionalisme, liberalisme,
sosialisme, demokrasi, Pan
Islamisme dengan gerakan
nasionalisme di Asia-Afrika pada
masa itu dan masa kini.
liberalisme, sosialisme,
demokrasi, Pan
Islamisme dengan
gerakan nasionalisme di
Asia-Afrika pada masa
itu dan masa kini.
3.6 Menganalisis pengaruh PD
I dan PD II terhadap
kehidupan politik, sosial-
ekonomi dan hubungan
internasional (LBB, PBB),
pergerakan nasional dan
regional.
4.6 Menyajikan hasil analisis
tentang pengaruh PD I dan
PD II terhadap kehidupan
politik, sosial-ekonomi dan
hubungan internasional
(LBB, PBB ), pergerakan
nasional dan regional dalam
bentuk tulisan dan media
Perang Dunia dan
Kelembagaan Dunia
Pengaruh PD I dan
PD II terhadap
kehidupan politik,
sosial-ekonomi dan
hubungan
internasional (LBB,
PBB), pergerakan
nasional dan
regional.
Mengamati:
Membaca buku teks mengenai
pengaruh PD I dan PD II terhadap
kehidupan politik, sosial-ekonomi
dan hubungan internasional (LBB,
PBB), pergerakan nasional dan
regional.
Menanya:
Menanya dan berdiskusi untuk
mendapatkan klarifikasi dan
pendalaman pemahaman mengenai
pengaruh PD I dan PD II terhadap
kehidupan politik, sosial-ekonomi
dan hubungan internasional (LBB,
PBB), pergerakan nasional dan
Tugas:
Membuat tulisan dan
atau media lain
mengenai pengaruh PD
I dan PD II terhadap
kehidupan politik,
sosial-ekonomi dan
hubungan internasional
(LBB, PBB),
pergerakan nasional dan
regional.
Observasi:
Mengamati kegiatan
peserta didik dalam
proses mengumpulkan
3 mg x 4
jp
Buku
Paket
Sejarah
kelas XI
Buku-
buku
lainya
Sumber/
media
lain yang
tersedia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
lain.
regional.
Mengeksplorasikan:
Mengumpulkan informasi lanjutan
terkait dengan pertanyaan dan
materi mengenai pengaruh PD I
dan PD II terhadap kehidupan
politik, sosial-ekonomi dan
hubungan internasional (LBB,
PBB), pergerakan nasional dan
regional, melalui bacaan dan
sumber-sumber lain yang terkait.
Mengasosiasikan:
Menganalisis informasi dan data
yang di dapat dari bacaan dan
sumber lain yang terkait untuk
menyimpulkan keterkaitan pengaruh
PD I dan PD II terhadap kehidupan
politik, sosial-ekonomi dan
hubungan internasional (LBB,
PBB), pergerakan nasional dan
regional.
Mengomunikasikan:
Menyajikan dalam bentuk tulisan
data, analisis data dan
pembuatan laporan.
Portofolio:
Menilai tulisan dan atau
media lain mengenai
pengaruh PD I dan PD
II terhadap kehidupan
politik, sosial-ekonomi
dan hubungan
internasional (LBB,
PBB), pergerakan
nasional dan regional.
Tes:
Menilai kemampuan
peserta didik dalam
menganalisis pengaruh
PD I dan PD II terhadap
kehidupan politik,
sosial-ekonomi dan
hubungan internasional
(LBB, PBB),
pergerakan nasional dan
regional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
dan atau media lain mengenai
pengaruh PD I dan PD II terhadap
kehidupan politik, sosial-ekonomi
dan hubungan internasional (LBB,
PBB).
3.7 Menganalisis pengaruh
imperialisme dan
kolonialisme Barat di
Indonesia dalam bidang
politik, ekonomi, sosial-
budaya, pendidikan dan
agama serta perlawanan
kerajaan Indonesia terhadap
imperialisme dan
kolonialisme Barat.
3.8 Menganalisis peran Sumpah
Pemuda bagi kehidupan
kebangsaan di Indonesia
pada masa itu dan masa
kini.
3.9 Menganalisis kehidupan
sosial, ekonomi, budaya,
militer dan pendidikan di
Kebangkitan
Heroisme dan
Kesadaran
Kebangsaan
Pengaruh
imperialisme dan
kolonialisme Barat
di Indonesia
Sumpah Pemuda
Pendudukan meliter
Jepang di Indonesia.
Akar-akar
nasionalisme yang
terkandung dalam
Sarekat Islam,
Indische Partij, dan
Budi Oetomo
Mengamati:
Membaca buku teks dan
mengamati sumber lain mengenai
Imperialisme dan kolonialisme
Barat, Sumpah Pemuda,
pendudukan militer Jepang dan
akar-akar nasionalisme.
Menanya:
Menanya dan berdiskusi untuk
mendapatkan klarifikasi dan
pendalaman pemahaman mengenai
Imperialisme dan kolonialisme
Bartat, Sumpah Pemuda,
pendudukan militer Jepang dan
akar-akar nasionalisme.
Mengeksplorasikan:
Mengumpulkan data/inormasi
lanjutan melalui bacaan dan
Tugas:
Membuat tulisan dan
atau media lain
mengenai Imperialisme
dan kolonialisme Barat,
Sumpah Pemuda,
pendudukan militer
Jepang dan akar-akar
nasionalisme.
Observasi: Mengamati kegiatan
peserta didik dalam
proses mengumpulkan
data, analisis data dan
pembuatan laporan.
Portofolio: Menilai tulisan dan atau
media lain mengenai
6 mg x 4
jp
Buku
Paket
Sejarah
kelas XI
Buku-
buku
lainya
Sumber/
media
lain yang
tersedia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
Indonesia pada zaman
pendudukan Jepang.
3.10 Menganalisis akar-akar
nasionalisme Indonesia
pada masa kelahirannya dan
pengaruhnya bagi masa
kini.
4.7 Menyajikan hasil evaluasi
tentang pengaruh
imperialisme dan
kolonialisme Barat di
Indonesia dalam bidang
politik, ekonomi, sosial-
budaya, pendidikan dan
agama serta perlawanan
kerajaan Indonesia dalam
bentuk tulisan dan media
lain.
4.8 Menyajikan hasil evaluasi
penerapan semangat
Sumpah Pemuda dalam
kehidupan generasi muda
sumber-sumber lain yang terkait
mengenai Imperialisme dan
kolonialisme Barat, Sumpah
Pemuda, pendudukan militer Jepang
dan akar-akar nasionalisme.
Mengasosiasikan:
Menganalisis dan menyimpulkan
pengaruh imperialisme dan
kolonialisme Barat di Indonesia,
peran Sumpah Pemuda bagi
kehidupan kebangsaan di Indonesia,
kehidupan sosial, ekonomi, budaya,
militer dan pendidikan di Indonesia
pada zaman pendudukan Jepang,
serta akar-akar nasionalisme
Indonesia
Mengomunikasikan:
Menyajikan dalam bentuk tulisan
dan atau media lain tentang
imperialisme dan kolonialisme
Barat, Sumpah Pemuda,
pendudukan militer Jepang dan
akar-akar nasionalisme.
Imperialisme dan
kolonialisme Barat,
Sumpah Pemuda,
pendudukan militer
Jepang dan akar-akar
nasionalisme.
Tes:
Menilai kemampuan
peserta didik dalam
menganalisis mengenai
Imperialisme dan
kolonialisme Barat,
Sumpah Pemuda,
pendudukan militer
Jepang dan akar-akar
nasionalisme.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
Indonesia dan dalam
kehidupan bernegara bangsa
Indonesia masa kini, dalam
bentuk tulisan atau media
lain.
4.9 Membuat kliping tentang
kehidupan sosial, ekonomi,
budaya, militer dan
pendidikan di Indonesia
pada zaman pendudukan
Jepang.
4.10 Menyajikan berbagai
peristiwa yang
menunjukkan akar-akar
nasionalisme Indonesia
seperti Sarekat Islam,
Indische Partij, Budi
Utomo, dalam bentuk
tulisan dan media lain.
3.11 Menganalisis peristiwa-
peristiwa sekitar Proklamasi
17 Agustus 1945 dan
artinya bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara
Proklamasi
Kemerdekaan sebagai
Penegakan Hak
Bangsa Indonesia
Peristiwa-peristiwa
Mengamati:
Membaca buku teks dan
mengamati sumber lain mengenai
peristiwa-peristiwa sekitar
Proklamasi 17 Agustus 1945 dan
Tugas:
Membuat media
gambar mengenai
peristiwa-peristiwa
sekitar Proklamasi 17
8 mg x 4
jp
Buku
Paket
Sejarah
kelas XI
Buku-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
pada masa itu dan masa
kini.
4.11 Menyajikan gambaran
peristiwa-peristiwa sekitar
Proklamasi 17 Agustus
1945 dan artinya bagi
kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam bentuk
media visual.
sekitar Proklamasi
17 Agustus 1945
dan artinya bagi
kehidupan
berbangsa dan
bernegara pada masa
itu dan masa kini.
artinya bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara pada masa itu dan
masa kini.
Menanya:
Menanya dan berdiskusi untuk
mendapatkan klarifikasi dan
pendalaman pemahaman mengenai
peristiwa-peristiwa sekitar
Proklamasi 17 Agustus 1945 dan
artinya bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara pada masa itu dan
masa kini.
Mengeksplorasikan:
Mengumpulkan data dan ifnormasi
lanjutan melalui bacaan dan
sumber-sumber lain yang terkait
mengenai peristiwa-peristiwa
sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945
dan artinya bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara pada masa
itu dan masa kini.
Mengasosiasikan:
Menganalisis dan menyimpulkan
Agustus 1945 dan
artinya bagi kehidupan
berbangsa dan
bernegara pada masa itu
dan masa kini.
Observasi: Mengamati kegiatan
peserta didik dalam
proses mengumpulkan
data, analisis data dan
pembuatan laporan.
Portofolio: Menilai media gambar
karya peserta didik
tentang peristiwa-
peristiwa sekitar
Proklamasi 17 Agustus
1945 dan artinya bagi
kehidupan berbangsa
dan bernegara pada
masa itu dan masa kini.
Tes:
Menilai kemampuan
buku
lainya
Internet
(jika
tersedia)
Gambar-
gambar
peristiwa
proklama
si
kemerde
kaan RI
17
Agustus
1945.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
mengenai peristiwa-peristiwa
sekitar proklamasi 17 Agustus 1945
dan artinya bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara pada masa
itu dan masa kini.
Mengomunikasikan:
Menyajikan dalam bentuk media
gambar peristiwa-peristiwa sekitar
Proklamasi 17 Agustus 1945 dan
artinya bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara pada masa itu dan
masa kini.
peserta didik dalam
menganalisis materi
peristiwa-peristiwa
sekitar Proklamasi 17
Agustus 1945 dan
artinya bagi kehidupan
berbangsa dan
bernegara pada masa itu
dan masa kini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
Lampiran 9
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Sekolah : SMA Pangudi Luhur van Lith
Mata Pelajaran : Sejarah
Kelas/Semester : 11 / Genap
Materi Pokok : Pengaruh Imperialisme dan Kolonialisme Belanda
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
A. KOMPETENSI INTI (KI)
KI. 3 Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang
spesifik untuk memecahkan masalah.
KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di
bawah pengawasan langsung.
B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR PENCAPAIAN
3.7 Menganalisis pengaruh imperialisme dan kolonialisme Barat di
Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan dan
agama serta perlawanan kerajaan Indonesia terhadap imperialisme dan
kolonialisme Barat
3.7.1 Menganalisis pengaruh imperialisme dan kolonialisme Barat
dalam bidang agama khususnya mengenai sejarah Museum Misi
Muntilan terkait dengan awal mula Gereja Katolik di Jawa
3.7.2 Menganalisis kegiatan edukasi di Museum Misi Muntilan yang
berkaitan dengan pendidikan karakter
3.7.3 Menganalisis tentang Museum Misi Muntilan sebagai sarana
pendidikan karakter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
4.7 Menyajikan hasil evaluasi tentang pengaruh imperialisme dan
kolonialisme Barat di Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, sosial-
budaya, pendidikan dan agama serta perlawanan kerajaan Indonesia
dalam bentuk tulisan dan media lain
4.7.1 Membuat laporan tertulis berbentuk artikel tentang pengaruh
imperialisme dan kolonialisme Barat di Indonesia dalam bidang
agama khususnya tokoh-tokoh yang ditampilkan di Museum
Misi Muntilan
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta didik diharapkan mampu:
1. Menganalisis pengaruh imperialisme dan kolonialisme Barat dalam bidang
agama khususnya mengenai sejarah Museum Misi Muntilan terkait dengan
awal mula Gereja Katolik di Jawa
2. Menganalisis kegiatan edukasi di Museum Misi Muntilan yang berkaitan
dengan pendidikan karakter
3. Menganalisis tentang Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan
karakter
4. Membuat laporan tertulis berbentuk artikel tentang pengaruh imperialisme
dan kolonialisme Barat di Indonesia dalam bidang agama khususnya
tokoh-tokoh yang ditampilkan di Museum Misi Muntilan
D. MATERI PEMBELAJARAN
1. Sejarah berdirinya Museum Misi Muntilan terkait dengan awal mula
Gereja Katolik di Jawa.
2. Kegiatan edukasi berkaitan dengan pendidikan karakter.
3. Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter.
E. METODE PEMBELAJARAN
1. Pendekatan Pembelajaran : Pembelajaran Saintifik
2. Strategi Pembelajaran : Cooperative Learning
3. Model Pembelajaran : STAD (Students Team Achivement Divison)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
F. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Alokasi
Waktu
A. Pendahuluan
Guru mengucapkan salam
Guru meminta salah satu peserta didik untuk
memimpin doa
Guru memerika kehadiran peserta didik
Guru memeriksa materi ajar dan alat atau media
pembelajaran
Guru menanyakan materi yang disampaikan
minggu lalu
Guru menyampaikan kompetensi dasar dan
tujuan pembelajaran
15
Menit
B. Kegiatan Inti Mengamati
Peserta didik mengamati video tentang sejarah
Museum Misi Muntilan
Peserta didik mengamati powerpoint tentang
kegiatan edukatif di Museum Misi Muntilan
Menanya
Peserta didik diberi arahan untuk untuk
bertanya dari video yang sudah ditayangkan
Peserta didik bertanya mengenai powerpoint
yang sudah ditayangkan
Mengumpulkan Informasi
Peserta didik dibagi menjadi 4 kelompok.
Masing-masing kelompok diminta berdiskusi
tentang tokoh yang diteladani beserta
karakternya dari yang ditampilkan di Museum
Misi Muntilan.
Peserta didik mengumpulkan informasi melalui
video yang ditayangkan oleh guru, internet,
buku referensi dan berdiskusi dengan teman
kelompok.
Mengasosiasi
Setiap kelompok berdiskusi tentang tokoh yang
mereka teladani beserta karakternya
Peserta didik menghubungkan hasil diskusinya
Setelah berdikusi, peserta didik mengerjakan
kuis secara individu.
Mengkomunikasikan
Setiap kelompok mempresentasikan hasil
diskusi dan kelompok lain yang tidak presentasi
diperbolehkan untuk bertanya kepada kelompok
yang presentasi.
60
Menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
Setiap kelompok mempresentasikan tokoh yang
mereka teladani beserta nilai karakternya
Guru mengklarifikasi setiap jawaban peserta
didik
Guru memberikan penghargaan kepada
kelompok yang melakukan presentasi terbaik
Guru meminta peserta didik mengumpulkan
hasil diskusinya
C. Penutup a. Guru dan peserta didik melakukan refleksi
pembelajaran secara bersama
b. Guru memberikan penguatan terhadap
pencapaian kompetansi peserta didik
c. Guru bersama peserta didik menyimpulkan
pembelajaran tentang materi yang telah
diberikan
15
Menit
G. MEDIA, ALAT DAN SUMBER BELAJAR
1. Media Pembelajaran : PPT (Power Point) dan Video
2. Alat Pembelajaran : LCD, Laptop, dan Speaker
3. Sumber Pembelajaran :
a. Buku Pedoman Museum Misi Muntilan
b. Buku Pendidikan Model van Lith
c. Museum Misi Muntilan
H. PENILAIAN, PEMBELAJARAN REMIDIAL, DAN PENGAYAAN
1. Teknik Penilaian
a. Penilaian sikap
1) Observasi
b. Penilaian Pengetahuan
1) Tes
2) Tanya Jawab
3) Observasi terhadap kegiatan diskusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
2. Instrumen Penilaian
a. Penilaian sikap diskusi dan presentasi kelompok
No Nama
Ber
tanggungja
wab
Men
den
gar
kan
Men
anya
Men
gem
ukak
an
pen
dap
at
Men
gkom
unik
asik
an
Ker
jasa
ma
Jumlah
(1-4) (1-4) (1-4) (1-4) (1-4) (1-4)
1.
2.
3. dst
Keterangan Penilaian:
Masing-masing kolom diisi dengan kriteria;
Baik Sekali : 4
Baik : 3
Cukup : 2
Kurang : 1
x 100
b. Instrumen Penilaian Pengetahuan
Setiap soal memiliki bobot yang sama = 20
Keterangan Penilaian:
Skor maksimal = 60
x 100
Soal Uji Kompetensi
1) Jelaskan sejarah berdirinya Museum Misi Muntilan!
2) Jelaskan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter di
Museum Misi Muntilan!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
3) Jelaskan yang dimaksud dengan Museum Misi Muntilan sebagai
sarana pendidikan karakter!
Kunci Jawaban
1) Sejarah berdirinya Museum Misi Muntilan:
Museum Misi Muntilan berdiri sejak tahun 2002 dan diresmikan
tanggal 12 Desember 2004 oleh Mgr. Ignatius Suharyo. Latar belakang
berdirinya Museum Misi Muntilan bermula ketika Keuskupan Agung
Semarang memperingati ulang tahun ke-50 dengan membuat berbagai
program salah satunya pembuatan museum. Alasan museum
diletakkan di Muntilan adalah terkait dengan alasan historis bahwa
Muntilan adalah tempat awal mula berkembangnya Gereja Katolik di
Jawad dan di sanalah Romo van Lith melakukan karya misinya.
Benda-benda koleksi Museum Misi berasal dari Wisma KAS dan
umat. Pada perkembangannya Museum Misi Muntilan disebut sebagai
museum yang hidup karena museum ini tidak hanya memajangkan
koleksi saja tetapi pengelolanya melakukan pendampingan kepada
pengunjung. Tujuannya agar pengunjung mendapatkan makna dari
kunjungan ke museum.
2) Kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter di Museum Misi
Muntilan
Kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter di Museum Misi
Muntilan adalah kegiatan edukasi. Kegiatan edukasi ini meliputi
pendampingan kepada masyarakat, Novena Misioner Malam Selasa
Kliwon, dan pendampingan Masa Orientasi Siswa SMA Pangudi
Luhur van Lith. Kegiatan tersebut berkaitan dengan pendidikan
karakter karena setiap kegiatan dikembangkan melalui keteladanan
para tokoh misioner sebagai usaha untuk mewujudkan makna dari
karakter tokoh misioner yang dipelajari melalui kegiatan edukasi.
Kegiatan edukasi tersebut tidak harus dilaksanakan di museum sebab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
yang paling diutamakan dalam kegiatan ini adalah penanaman nilai-
nilainya.
3) Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter
Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter
maksudnya adalah museum menjadi tempat dalam pengembangan
karakter atau sebagai sarana dalam internalisasi nilai, khususnya
karakter misioner. Museum Misi Muntilan tidak hanya memamerkan
atau memajang benda peninggalan masa lalu saja tetapi juga
membantu masyarakat menggali nilai atau makna dari koleksi tersebut.
Museum Misi mampu mengolah benda-benda koleksi tersebut menjadi
bermakna bagi setiap orang yang mengunjungi sehingga para
pegunjung terkesan dengan apa yang dihadirkan oleh museum.
Museum Misi Muntilan sebagai sarana pendidikan karakter ini sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh pemerintah dalam menciptakan
generasi yang berkarakter. Museum selalu melakukan pendampingan
di berbagai tempat dan tidak hanya terikat dengan koleksinya.
c. Psikomotorik
1) Teknik Penilaian : Penugasan
2) Bentuk Instrumen : Lembar Tugas
3) Instrumen
Buatlah artikel tentang pengaruh imperialisme dan kolonialisme Barat
di Indonesia dalam bidang agama khususnya mengenai salah satu
tokoh yang menginspirasi hidupmu yang ditampilkan di Museum Misi
Muntilan!
No Peserta
Didik
Indikator
Jumlah
Rel
evan
si
Per
um
usa
n
Mas
alah
Isi
Pen
utu
p
Daf
tar
Pust
aka
(1-4) (1-4) (1-15) (1-4) (1-3) 30
1.
2. dst
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
Petunjuk Penskoran
Peserta didik memperoleh nilai:
Baik sekali: apabila memperoleh skor 26-30
Baik : apabila memperoleh skor 18-25
Cukup : apabila memperoleh skor 9-17
Kurang : apabila memperoleh skor 1-8
d. Pembelajaran Remidial dan Pengayaan
Pembelajaran remidial dilaksanakan segera setelah diadakan
penilai bagi peserta didik yang mendapat nilai di bawah 75 dengan
mengerjakan kembali soal uji kompetensi.
Pengayaan dilaksanakan peserta didik yang mendapatkan nilai di
atas 75 dengan memberikan latihan soal.
Yogyakarta, 18 Juli 2017
Nur Ardita Rahmawati
131314047
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
Materi Pembelajaran
1. Sejarah Museum Misi Muntilan
Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (selanjutnya
disingkat MMM PAM) bermula dari peringatan 50 tahun Gereja Keuskupan
Agung Semarang (KAS) tahun 1990. Pada peringatan tersebut Gereja KAS
menyusun beberapa program. Beberapa program yang disusun tersebut diarahkan
untuk umat. Beberapa program tersebut antara lain: pendataan, musyawarah
pastoral, penulisan sejarah dan pendirian museum. Pada tahun 1992 sebenarnya
sudah dirintis sebuah museum Gereja KAS yang berada di Wisma Uskup KAS,
Jalan Pandanaran 13, Semarang. Museum tersebut berisi benda-benda
peninggalan yang berkaitan dengan sejarah Gereja KAS seperti peninggalan dari
para missionaris, para pendiri konggregasi dan dokumen-dokumen penting yang
berkaitan. Koleksinya pun cukup banyak. Namun, museum tersebut kurang
memadai. Melalui rapat Dewan Konsultator KAS yang dilaksanakan tanggal 3
Februari, 6 April, dan 1 Juni 1998 memutuskan untuk memindah museum KAS
dari Semarang ke Muntilan. Alasan Muntilan dipilih sebagai tempat untuk
museum yang baru karena ada pertimbangan historis. Muntilan adalah tempat
dimana Romo van Lith menjalankan karya misinya. Museum ini mulai
difungsikan pada awal Januari 2002 dan berkantor di Jalan Kartini 3 Muntilan.
pada tanggal 12 Desember 2004, museum diresmikan dan diberkati oleh Mgr.
Ignatius Suharyo. Beliau menetapkan nama museum menjadi Museum Misi
Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM).
2. Kegiatan yang Berkaitan dengan Pendidikan Karakter
Kegiatan di bidang edukasi yang diselenggarakan oleh MMM berkaitan
erat dengan pembentukan karakter. Kegiatan edukasi di MMM dapat menjadi
sarana pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya
yang dikembangkan, didorong dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian
(sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha
yang maksimal untuk mewujudkan makna dari apa-apa yang diamati dan
dipelajari). Sesuai dengan teori di atas bahwa pendidikan karakter di MMM dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
dimaknai sebagai upaya yang dikembangkan melalui keteladanan para tokoh
misioner sebagai usaha untuk mewujudkan makna dari karakter tokoh misioner
yang dipelajari melalui kegiatan edukasi. Kegiatan edukasi yang sering
diselenggarakan adalah pendampingan kepada masyarakat. Ada dua kategori
pendampingan yang dilakukan, yakni pendampingan singkat dan pendampingan
panjang. Selain itu, kegiatan edukasi yang berkaitan dengan pendidikan karakter
adalah Novena Misioner Selasa Kliwonan yang sebelumnya bernama Novena
Jumat Kliwonan. Novena Misioner Selasa Kliwonan yaitu pertemuan yang
diselenggarakan 35 hari sekali. Kegiatan edukasi lain yang masih berkaitan
dengan pendidikan karakter adalah orientasi sekolah yang dilakukan atas kerja
sama antara sekolah yang ada di sekitar museum dengan MMM. Misalnya SMA
Pangudi Luhur van Lith yang mengajak siswanya berkunjung ke museum untuk
mengenal tokoh-tokoh terutama Romo van Lith.
3. Museum Misi Muntilan sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki banyak fungsi seperti: (1) mengembangkan
potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2)
memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; dan (3)
meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Fungsi
pendidikan karakter pada teori di atas terwujud dalam kegiatan edukasi yang ada
di MMM. Melalui pendampingan, masyarakat diajak untuk mengembangkan
karakter sehingga bisa selalu berperilaku baik, dan membangun perilaku bangsa
yang multikultur dengan mengenalkan tokoh-tokoh teladan yang berasal dari
berbagai daerah, suku, bahkan dari luar negeri. Tujuan utama pendidikan karakter
adalah menumbuhkan seorang individu menjadi pribadi yang memiliki integritas
moral, bukan hanya sebagai individu, namun sekaligus mampu mengusahakan
sebuah ruang lingkup kehidupan yang mengahayati integritas moralnya dalam
tatanan kehidupan masyarakat. Maka ruang lingkup pendidikan karakter tidak
hanya individual tetapi juga melibatkan lingkungan sosial seperti halnya di
Museum Misi Muntilan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI