Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx
Transcript of Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx
1. Peternakan Ayam Arab di Indonesia
Mengenai ayam Arab, ada yang berpendapat bahwa ayam Arab adalah jenis
ayam yang pada mulanya (berasal) dari Arab. Konon ayam Arab pertama kali
dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja
sebagai supir pada keluarga raja di Arab. Ketika kontrak kerjanya habis pada
tahun 1989, yang bersangkutan memberanikan diri meminta telur ayam hasil
koleksi keluarga kerajaan. Permintaan tersebut dikabulkan, sehingga ketika
pulang ke Indonesia yang bersangkutan membawa pulang sebanyak 36 (tiga puluh
enam) butir telur yang kemudian ditetaskan. Setelah dipelihara ternyata dapat
berkembang dengan baik. Sejak itulah ayam Arab menyebar di Indonesia. Versi
lain mengatakan bahwa ayam Arab pertama kali dibawa oleh seorang jemaah haji
asal Sukabumi yang membawa telur ayam yang berasal dari Arab kemudian
ditetaskan. Ada pendapat lain lagi bahwa ayam Arab berasal dari salah seorang
Tenaga Kerja Indonesia yang berasal dari Blitar. Meskipun sumber cerita tidak
jelas, beberapa peternak meyakini bahwa ayam Arab pertama kali dikembangkan
di Blitar. Disamping ayam ras dan ayam kampung yang banyak diminati
masyarakat, sebagian masyarakat ada yang memelihara/melakukan usaha
peternakan ayam Arab. Ayam Arab mempunyai
beberapa kelebihan, yaitu :
a. Tahan terhadap penyakit
b. Mudah cara pemeliharaannya
c. Tingkat produktivitasnya cukup tinggi
d. Mudah beradaptasi dengan lingkungan
e. Konsumsi pakannya relatif mudah.
Peternakan ayam Arab ering dikerjakan oleh pria saja, di Indonesia begitu
banyak jumlah pekerja wanita, sudah saatnya diefektifkan agar wanita di
Indonesia juga bisa bekerja di peternakan ayam arab.
2. Struktur Organisasi dan Manajemen Ayam Arab
Manajemen adalah suatu rangkaian proses yang meliputi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan
pengendalian dalam rangka memberdayakan seluruh sumber daya organisasi, baik
sumber daya manusia (SDM), modal, material, maupun teknologi secara optimal
untuk mencapai tujuan organisasi. Rangkaian kegiatan tersebut dikenal sebagai
fungsi-fungsi manajemen. Semua fungsi manajemen tersebut diterapkan dalam
segala bentuk manajemen bisnis, baik skala besar maupun kecil. Dalam hal ini
pemilik perusahaan dapat berbuat semaunya tanpa tergantung kepada orang lain.
Operasional perusahaan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemilik perusahaan
yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin perusahaan, sedangkan istri yang
bersangkutan bertugas mengawasi jalannya usaha. Adapun pegawai lainnya
bertanggung jawab dalam bidang administrasi, penyortiran telur dan keamanan.
Jumlah pegawai/tenaga kerja semuanya lima orang, yaitu satu orang bagian
administrasi, satu orang bagian penyortiran produk, dua orang bagian
transport/pengiriman dan satu orang bagian keamanan/jaga malam. Status
kepegawaian para karyawannya adalah semua pegawai lepas. Upah/gaji pegawai
diatur sebagai berikut :
a. Upah tetap Rp. 300.000,-/bulan/orang.
b. Upah tambahan berkisar antara Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000,- per orang
per minggu.
c. Selama waktu kerja, diberikan makan secara gratis.
Tingkat pendidikan para pegawainya sebagian besar adalah lulusan sekolah
menengah pertama. Struktur organisasi peternakan yang dikaji dapat dilihat pada
Gambar 1. Gambar 1. Struktur organisasi perusahaan peternakan ayam Apabila
diamati secara lebih seksama, sebenarnya pembukuan dalam usaha tersebut belum
ada, yang ada hanya berupa catatan-catatan sangat sederhana, yaitu hanya
dilakukan secara manual oleh para karyawannya. Dalam hal ini dituntut kejujuran
para karyawan yang ikut mengelola usaha tersebut. Cara tersebut dinilai sangatlah
riskan, mengingat tidak selamanya para pegawai dapat dipercaya. Apabila timbul
ketidakjujuran dari pegawai yang mencatat, maka pembukuan dapat dimanipulasi.
Hal ini merupakan salah satu kelemahan usaha peternakan tersebut, maka
selayaknya usaha peternakan tersebut harus melakukan pembukuan yang rapi, jika
perlu yang bersangkutan dapat mempekerjakan seorang ahli pembukuan.
3. Proses Produksi
Setelah mengetahui adanya kelebihan-kelebihan baik yang dimiliki oleh
ayam Kampung maupun ayam Arab, pengelola mencoba mengawinsilangkan
kedua jenis ayam tersebut dan pemeliharaannya dilakukan secara intensif,
mengingat pemeliharaan yang dilakukan secara intensif dapat lebih menghasilkan
produktivitas telur yang lebih baik daripada pemeliharaan yang dilakukan secara
ekstensif. Untuk jenis ayam kampung oleh yang bersangkutan dipilih jenis ayam
Nunukan dan ayam Kedu, dengan pertimbangan ayam-ayam tersebut mempunyai
kelebihan dibandingkan jenis ayam Kampung lainnya. Keuntungan
mengawinsilangkan ayam tersebut sebagai berikut :
1) Jumlah telur ayam hasil silangan lebih banyak jika dibandingkan
dengan telur ayam Kampung. Jika ayam Kampung kemampuan rataan
bertelurnya per bulan 12 – 20 butir per ekornya, maka ayam hasil silangan
dapat mencapai 20 – 25 butir per ekornya.
2) Pakannya lebih hemat.
Ayam jenis lain rataannya menggunakan pakan 120 g per ekor setiap
harinya dan ayam hasil silangan menggunakan rataan pakan 80 g per ekor setiap
harinya. Pada saat pertama kali yang bersangkutan melakukan usaha peternakan
tersebut (tahun 1999), jumlah ayam yang dipelihara 72 ekor. Dari jumlah tersebut
ayam jantannya berjumlah 12 ekor yang semuanya berupa ayam Arab dan sisanya
sebanyak 60 ekor ayam merupakan ayam kampung betina jenis Nunukan dan
Kedu. Disamping itu juga dilakukan pembelian DOC jenis ayam Arab dan ayam
Kampung sebanyak 200 ekor.
Dari ayam yang berjumlah 72 ekor dilakukan perkawinan secara alami,
dengan antara
jantan dibanding betina adalah satu jantan dengan 5 – 6 betina. Mengingat ayam
betinanya merupakan jenis ayam kampung, maka secara alami setelah bertelur
ayam tersebut akan memiliki sifat mengeram. Untuk menghilangkan sifat
tersebut, maka apabila ayam tersebut terlihat sedang mengeram, oleh yang
bersangkutan dimandikan secara rutin dua kali sehari selama beberapa hari. Dari
hasil perkawinan secara alami tersebut, setiap ekor ayam menghasilkan telur
sebanyak 20 butir per bulannya, sehingga dalam satu tahun berjumlah 20 butir x
12 = 240 butir per ekor atau seluruhnya berjumlah 240 butir x 60 = 14.400 butir.
Sebagian besar telur yang dihasilkan tersebut dijual dan sebagian kecil ditetaskan
melalui mesin penetas sebagai DOC. Pada umumnya untuk seluruh telur yang
ditetaskan tidak akan menetas semuanya, biasanya yang menetas berkisar 75 –
85%. Telur yang akan ditetaskan, maksimal berumur 1 (satu) minggu setelah
ayam bertelur. Dari DOC hasil penetasan dan DOC yang dibeli, pada tahun 2000
ayam penghasil telur konsumsi menjadi 240 ekor dan ayam penghasil telur untuk
ditetaskan (produktif) tetap 60 ekor dengan pejantannya sebanyak 12 ekor. Untuk
lebih memperoleh hasil yang maksimal, pengelola mengubah sistem kawin
ayamnya dari semula sistem alami menjadi sistem kawin apel.
Perbedaan antara sistem kawin alami dengan sistem kawin apel adalah :
1) Dalam sistem kawin alami, pejantan yang telah menyukai salah satu betina,
(misalnya, betina “X”), maka biasanya pejantan tersebut akan selalu berkeinginan
mengawini betina “X” tersebut.
2) Dalam perkawinan dengan sistem apel, maka ayam betina dibawa ke kadang
pejantannya
secara bergiliran. Dari ayam petelur sejumlah 240 ekor, setiap ekornya per bulan
menghasilkan 20 butir telur, sehingga total telur yang dihasilkan dalam satu bulan
adalah 20 x 240 = 4.800 butir atau dalam setahun = 12 x 4.800 = 57.600 butir.
Pada tahun 2001, ayam petelurnya berkembang menjadi 1.500 ekor dan ayam
penghasil telur untuk ditetaskan menjadi 300 ekor betina dan jantannya sebanyak
60 ekor. Sejak tahun 2001, kemampuan bertelur ayam meningkat dari 20 butir per
ekor setiap bulan menjadi 22 butir per ekor setiap bulannya, sehingga dari ayam
petelur sebanyak 1.500 ekor tersebut menghasilkan telur 22 butir x 1.500 atau
33.000 butir per bulan atau 396.000 butir per tahunnya. Pada tahun 2002, jumlah
ayam petelurnya menjadi 2.200 ekor dan ayam penghasil untuk ditetaskan
menjadi 300 ekor dengan jumlah pejantannya sebanyak 60 ekor. Dari jumlah
ayam petelur tersebut, dihasilkan telur 22 butir x 2.200 = 48.400 butir per bulan,
sehingga dalam setahunnya menghasilkan telur sebanyak 48.400 butir x 12 =
580.800 butir. Pada tahun 2003, jumlah ayam petelur menjadi 2.500 ekor dan
untuk ayam penghasil telur yang akan ditetaskan 300 ekor betina dan 60 ekor
jantan. Dari jumlah tersebut, setiap bulannya menghasilkan telur 22 butir x 2.500
= 55.000 butir, sehingga per tahunnya menghasilkan 55.000 butir x 12 = 660.000
butir telur.
4. Aspek Keuangan
a. Omset Penjualan
Omset penjualan usaha hasil silangan ayam Arab dengan ayam Kampung
menunjukkan hal yang positif atau selalu terjadi peningkatan. Hal tersebut sesuai
dengan peningkatan produktivitasnya seperti terlihat pada Tabel 5. Hasil telur
dalam tahun 1999 sebesar 14.400 butir dan pada tahun 2000 hasil telur mencapai
57.600 butir. Pada tahun 2001 menghasilkan 396.000 butir, jika dibandingkan
dengan tahun 2000, tingkat kenaikan tersebut cukup nyata. Kenaikan tersebut
disebabkan pada tahun tersebut dicoba memberikan tambahan makanan berupa
ramuan jamu yang menghasilkan tingkat produktivitas telur naik, yaitu semula 20
butir telur per ekor setiap bulannya menjadi 22 butir telur per ekor setiap
bulannya. Pada tahun 2002, telur yang dihasilkan menjadi 580.800 butir dan pada
tahun 2003 sebesar 660.000 butir. Mengingat harga penjualan telur bervariasi Rp.
900 – Rp. 1.000, maka untuk menghitung omzet penjualan dengan asumsi harga
telur Rp. 950 adalah :
1) Tahun pertama : 14.400 x Rp. 950,- = Rp. 13.680.000,-
2) Tahun kedua : 57.600 x Rp. 950,- = Rp. 54.720.000,-
3) Tahun ketiga : 396.000 x Rp. 950,- = Rp. 376.200.000,-
4) Tahun keempat : 580.800 x Rp. 950,- = Rp. 551.760.000,-
5) Tahun kelima : 660.000 x Rp. 950,- = Rp. 627.000.000,-
b. Laba perusahaan
Laba usaha 3 (tiga) tahun dengan asumsi yang dihitung sebagai laba usaha
adalah hasil penjualan telur tidak termasuk hasil penjualan ayam afkiran dan hasil
kebun/panen ikan yang ada di lokasi usaha tersebut, karena hasil produksi
utamanya adalah telur konsumsi yang dijual. Untuk melihat laba perusahaan 3
(tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1, 2 dan 3.
Tabel 1. Laba Usaha Tahun Pertama
Tabel 2. Laba Usaha Tahun Kedua
Tabel 3. Laba Usaha Tahun Ketiga