Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

11
1. Peternakan Ayam Arab di Indonesia Mengenai ayam Arab, ada yang berpendapat bahwa ayam Arab adalah jenis ayam yang pada mulanya (berasal) dari Arab. Konon ayam Arab pertama kali dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja sebagai supir pada keluarga raja di Arab. Ketika kontrak kerjanya habis pada tahun 1989, yang bersangkutan memberanikan diri meminta telur ayam hasil koleksi keluarga kerajaan. Permintaan tersebut dikabulkan, sehingga ketika pulang ke Indonesia yang bersangkutan membawa pulang sebanyak 36 (tiga puluh enam) butir telur yang kemudian ditetaskan. Setelah dipelihara ternyata dapat berkembang dengan baik. Sejak itulah ayam Arab menyebar di Indonesia. Versi lain mengatakan bahwa ayam Arab pertama kali dibawa oleh seorang jemaah haji asal Sukabumi yang membawa telur ayam yang berasal dari Arab kemudian ditetaskan. Ada pendapat lain lagi bahwa ayam Arab berasal dari salah seorang Tenaga Kerja Indonesia yang berasal dari Blitar. Meskipun sumber cerita tidak jelas, beberapa peternak meyakini bahwa ayam Arab pertama kali dikembangkan di Blitar. Disamping ayam ras dan ayam kampung yang banyak diminati masyarakat, sebagian masyarakat ada yang memelihara/melakukan usaha peternakan ayam Arab. Ayam Arab mempunyai beberapa kelebihan, yaitu :

Transcript of Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

Page 1: Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

1. Peternakan Ayam Arab di Indonesia

Mengenai ayam Arab, ada yang berpendapat bahwa ayam Arab adalah jenis

ayam yang pada mulanya (berasal) dari Arab. Konon ayam Arab pertama kali

dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja

sebagai supir pada keluarga raja di Arab. Ketika kontrak kerjanya habis pada

tahun 1989, yang bersangkutan memberanikan diri meminta telur ayam hasil

koleksi keluarga kerajaan. Permintaan tersebut dikabulkan, sehingga ketika

pulang ke Indonesia yang bersangkutan membawa pulang sebanyak 36 (tiga puluh

enam) butir telur yang kemudian ditetaskan. Setelah dipelihara ternyata dapat

berkembang dengan baik. Sejak itulah ayam Arab menyebar di Indonesia. Versi

lain mengatakan bahwa ayam Arab pertama kali dibawa oleh seorang jemaah haji

asal Sukabumi yang membawa telur ayam yang berasal dari Arab kemudian

ditetaskan. Ada pendapat lain lagi bahwa ayam Arab berasal dari salah seorang

Tenaga Kerja Indonesia yang berasal dari Blitar. Meskipun sumber cerita tidak

jelas, beberapa peternak meyakini bahwa ayam Arab pertama kali dikembangkan

di Blitar. Disamping ayam ras dan ayam kampung yang banyak diminati

masyarakat, sebagian masyarakat ada yang memelihara/melakukan usaha

peternakan ayam Arab. Ayam Arab mempunyai

beberapa kelebihan, yaitu :

a. Tahan terhadap penyakit

b. Mudah cara pemeliharaannya

c. Tingkat produktivitasnya cukup tinggi

d. Mudah beradaptasi dengan lingkungan

e. Konsumsi pakannya relatif mudah.

Peternakan ayam Arab ering dikerjakan oleh pria saja, di Indonesia begitu

banyak jumlah pekerja wanita, sudah saatnya diefektifkan agar wanita di

Indonesia juga bisa bekerja di peternakan ayam arab.

2. Struktur Organisasi dan Manajemen Ayam Arab

Manajemen adalah suatu rangkaian proses yang meliputi kegiatan

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan

Page 2: Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

pengendalian dalam rangka memberdayakan seluruh sumber daya organisasi, baik

sumber daya manusia (SDM), modal, material, maupun teknologi secara optimal

untuk mencapai tujuan organisasi. Rangkaian kegiatan tersebut dikenal sebagai

fungsi-fungsi manajemen. Semua fungsi manajemen tersebut diterapkan dalam

segala bentuk manajemen bisnis, baik skala besar maupun kecil. Dalam hal ini

pemilik perusahaan dapat berbuat semaunya tanpa tergantung kepada orang lain.

Operasional perusahaan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemilik perusahaan

yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin perusahaan, sedangkan istri yang

bersangkutan bertugas mengawasi jalannya usaha. Adapun pegawai lainnya

bertanggung jawab dalam bidang administrasi, penyortiran telur dan keamanan.

Jumlah pegawai/tenaga kerja semuanya lima orang, yaitu satu orang bagian

administrasi, satu orang bagian penyortiran produk, dua orang bagian

transport/pengiriman dan satu orang bagian keamanan/jaga malam. Status

kepegawaian para karyawannya adalah semua pegawai lepas. Upah/gaji pegawai

diatur sebagai berikut :

a. Upah tetap Rp. 300.000,-/bulan/orang.

b. Upah tambahan berkisar antara Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000,- per orang

per minggu.

c. Selama waktu kerja, diberikan makan secara gratis.

Tingkat pendidikan para pegawainya sebagian besar adalah lulusan sekolah

menengah pertama. Struktur organisasi peternakan yang dikaji dapat dilihat pada

Gambar 1. Gambar 1. Struktur organisasi perusahaan peternakan ayam Apabila

diamati secara lebih seksama, sebenarnya pembukuan dalam usaha tersebut belum

ada, yang ada hanya berupa catatan-catatan sangat sederhana, yaitu hanya

dilakukan secara manual oleh para karyawannya. Dalam hal ini dituntut kejujuran

para karyawan yang ikut mengelola usaha tersebut. Cara tersebut dinilai sangatlah

riskan, mengingat tidak selamanya para pegawai dapat dipercaya. Apabila timbul

ketidakjujuran dari pegawai yang mencatat, maka pembukuan dapat dimanipulasi.

Hal ini merupakan salah satu kelemahan usaha peternakan tersebut, maka

selayaknya usaha peternakan tersebut harus melakukan pembukuan yang rapi, jika

perlu yang bersangkutan dapat mempekerjakan seorang ahli pembukuan.

Page 3: Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

3. Proses Produksi

Setelah mengetahui adanya kelebihan-kelebihan baik yang dimiliki oleh

ayam Kampung maupun ayam Arab, pengelola mencoba mengawinsilangkan

kedua jenis ayam tersebut dan pemeliharaannya dilakukan secara intensif,

mengingat pemeliharaan yang dilakukan secara intensif dapat lebih menghasilkan

produktivitas telur yang lebih baik daripada pemeliharaan yang dilakukan secara

ekstensif. Untuk jenis ayam kampung oleh yang bersangkutan dipilih jenis ayam

Nunukan dan ayam Kedu, dengan pertimbangan ayam-ayam tersebut mempunyai

kelebihan dibandingkan jenis ayam Kampung lainnya. Keuntungan

mengawinsilangkan ayam tersebut sebagai berikut :

1) Jumlah telur ayam hasil silangan lebih banyak jika dibandingkan

dengan telur ayam Kampung. Jika ayam Kampung kemampuan rataan

bertelurnya per bulan 12 – 20 butir per ekornya, maka ayam hasil silangan

dapat mencapai 20 – 25 butir per ekornya.

2) Pakannya lebih hemat.

Ayam jenis lain rataannya menggunakan pakan 120 g per ekor setiap

harinya dan ayam hasil silangan menggunakan rataan pakan 80 g per ekor setiap

harinya. Pada saat pertama kali yang bersangkutan melakukan usaha peternakan

tersebut (tahun 1999), jumlah ayam yang dipelihara 72 ekor. Dari jumlah tersebut

Page 4: Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

ayam jantannya berjumlah 12 ekor yang semuanya berupa ayam Arab dan sisanya

sebanyak 60 ekor ayam merupakan ayam kampung betina jenis Nunukan dan

Kedu. Disamping itu juga dilakukan pembelian DOC jenis ayam Arab dan ayam

Kampung sebanyak 200 ekor.

Dari ayam yang berjumlah 72 ekor dilakukan perkawinan secara alami,

dengan antara

jantan dibanding betina adalah satu jantan dengan 5 – 6 betina. Mengingat ayam

betinanya merupakan jenis ayam kampung, maka secara alami setelah bertelur

ayam tersebut akan memiliki sifat mengeram. Untuk menghilangkan sifat

tersebut, maka apabila ayam tersebut terlihat sedang mengeram, oleh yang

bersangkutan dimandikan secara rutin dua kali sehari selama beberapa hari. Dari

hasil perkawinan secara alami tersebut, setiap ekor ayam menghasilkan telur

sebanyak 20 butir per bulannya, sehingga dalam satu tahun berjumlah 20 butir x

12 = 240 butir per ekor atau seluruhnya berjumlah 240 butir x 60 = 14.400 butir.

Sebagian besar telur yang dihasilkan tersebut dijual dan sebagian kecil ditetaskan

melalui mesin penetas sebagai DOC. Pada umumnya untuk seluruh telur yang

ditetaskan tidak akan menetas semuanya, biasanya yang menetas berkisar 75 –

85%. Telur yang akan ditetaskan, maksimal berumur 1 (satu) minggu setelah

ayam bertelur. Dari DOC hasil penetasan dan DOC yang dibeli, pada tahun 2000

ayam penghasil telur konsumsi menjadi 240 ekor dan ayam penghasil telur untuk

ditetaskan (produktif) tetap 60 ekor dengan pejantannya sebanyak 12 ekor. Untuk

lebih memperoleh hasil yang maksimal, pengelola mengubah sistem kawin

ayamnya dari semula sistem alami menjadi sistem kawin apel.

Perbedaan antara sistem kawin alami dengan sistem kawin apel adalah :

1) Dalam sistem kawin alami, pejantan yang telah menyukai salah satu betina,

(misalnya, betina “X”), maka biasanya pejantan tersebut akan selalu berkeinginan

mengawini betina “X” tersebut.

2) Dalam perkawinan dengan sistem apel, maka ayam betina dibawa ke kadang

pejantannya

Page 5: Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

secara bergiliran. Dari ayam petelur sejumlah 240 ekor, setiap ekornya per bulan

menghasilkan 20 butir telur, sehingga total telur yang dihasilkan dalam satu bulan

adalah 20 x 240 = 4.800 butir atau dalam setahun = 12 x 4.800 = 57.600 butir.

Pada tahun 2001, ayam petelurnya berkembang menjadi 1.500 ekor dan ayam

penghasil telur untuk ditetaskan menjadi 300 ekor betina dan jantannya sebanyak

60 ekor. Sejak tahun 2001, kemampuan bertelur ayam meningkat dari 20 butir per

ekor setiap bulan menjadi 22 butir per ekor setiap bulannya, sehingga dari ayam

petelur sebanyak 1.500 ekor tersebut menghasilkan telur 22 butir x 1.500 atau

33.000 butir per bulan atau 396.000 butir per tahunnya. Pada tahun 2002, jumlah

ayam petelurnya menjadi 2.200 ekor dan ayam penghasil untuk ditetaskan

menjadi 300 ekor dengan jumlah pejantannya sebanyak 60 ekor. Dari jumlah

ayam petelur tersebut, dihasilkan telur 22 butir x 2.200 = 48.400 butir per bulan,

sehingga dalam setahunnya menghasilkan telur sebanyak 48.400 butir x 12 =

580.800 butir. Pada tahun 2003, jumlah ayam petelur menjadi 2.500 ekor dan

untuk ayam penghasil telur yang akan ditetaskan 300 ekor betina dan 60 ekor

jantan. Dari jumlah tersebut, setiap bulannya menghasilkan telur 22 butir x 2.500

= 55.000 butir, sehingga per tahunnya menghasilkan 55.000 butir x 12 = 660.000

butir telur.

4. Aspek Keuangan

a. Omset Penjualan

Omset penjualan usaha hasil silangan ayam Arab dengan ayam Kampung

menunjukkan hal yang positif atau selalu terjadi peningkatan. Hal tersebut sesuai

dengan peningkatan produktivitasnya seperti terlihat pada Tabel 5. Hasil telur

dalam tahun 1999 sebesar 14.400 butir dan pada tahun 2000 hasil telur mencapai

57.600 butir. Pada tahun 2001 menghasilkan 396.000 butir, jika dibandingkan

dengan tahun 2000, tingkat kenaikan tersebut cukup nyata. Kenaikan tersebut

disebabkan pada tahun tersebut dicoba memberikan tambahan makanan berupa

ramuan jamu yang menghasilkan tingkat produktivitas telur naik, yaitu semula 20

butir telur per ekor setiap bulannya menjadi 22 butir telur per ekor setiap

bulannya. Pada tahun 2002, telur yang dihasilkan menjadi 580.800 butir dan pada

Page 6: Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

tahun 2003 sebesar 660.000 butir. Mengingat harga penjualan telur bervariasi Rp.

900 – Rp. 1.000, maka untuk menghitung omzet penjualan dengan asumsi harga

telur Rp. 950 adalah :

1) Tahun pertama : 14.400 x Rp. 950,- = Rp. 13.680.000,-

2) Tahun kedua : 57.600 x Rp. 950,- = Rp. 54.720.000,-

3) Tahun ketiga : 396.000 x Rp. 950,- = Rp. 376.200.000,-

4) Tahun keempat : 580.800 x Rp. 950,- = Rp. 551.760.000,-

5) Tahun kelima : 660.000 x Rp. 950,- = Rp. 627.000.000,-

b. Laba perusahaan

Laba usaha 3 (tiga) tahun dengan asumsi yang dihitung sebagai laba usaha

adalah hasil penjualan telur tidak termasuk hasil penjualan ayam afkiran dan hasil

kebun/panen ikan yang ada di lokasi usaha tersebut, karena hasil produksi

utamanya adalah telur konsumsi yang dijual. Untuk melihat laba perusahaan 3

(tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1, 2 dan 3.

Tabel 1. Laba Usaha Tahun Pertama

Page 7: Peternakan Ayam Arab di Indonesia.docx

Tabel 2. Laba Usaha Tahun Kedua

Tabel 3. Laba Usaha Tahun Ketiga