Perdarahan Pada Saluran Cerna

27
PERDARAHAN PADA SALURAN CERNA A. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas 1. Pendahuluan Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran pencernaan di bagian proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinis dibedakan perdarahan varises esofagus dan non varises, karena antara keduanya terdapat perbedaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak . Kemungkinan pasien datang dengan : 1) Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2) Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik. Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosi, tuak petik, gastripati kongetsif, sindroma Malory-Weiss, dan keganasan. 2. Manifestasi Klinis Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber 1 | “Perdarahan Saluran Cerna”

description

perdarahan saluran cerna atas dan bawah

Transcript of Perdarahan Pada Saluran Cerna

Page 1: Perdarahan Pada Saluran Cerna

PERDARAHAN PADA SALURAN CERNA

A. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

1. Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran

pencernaan di bagian proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinis

dibedakan perdarahan varises esofagus dan non varises, karena antara keduanya

terdapat perbedaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.

Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam

tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah

perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak . Kemungkinan pasien datang

dengan : 1) Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang

berlangsung lama, 2) Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia,

dengan atau tanpa gangguan hemodinamik.

Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya

varises esofagus, gastritis erosi, tuak petik, gastripati kongetsif, sindroma Malory-

Weiss, dan keganasan.

2. Manifestasi Klinis

Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami

perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber

perdarahannya berasal dari esofagus,gaster dan duodenum.

Penampilan klinis pasien dapat berupa:

Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.

Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal.

Hematoskezia : Buang air besar berwarna merah marun, biasanya

dijumpai pada pasien- pasien dengan perdarahan masif dimana transit

time dalam usus yang pendek.

Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas

hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti

penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dan lain-

lain.

1 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 2: Perdarahan Pada Saluran Cerna

3. Pendekatan Diagnosis

Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana

dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis

yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang

diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )

terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah

resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis,

riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu –

jamuan, obat untuk penyakit jantung, obat stroke. Kemudian ditanya riwayat

penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya.

Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung

kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.

Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah penilaian

ABC, pasien- pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi

atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua

dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian

hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan.

Perdarahan < 8% hemodinamik stabil

Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik

Perdarahan 15-25% renjatan (shock)

Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran

Perdarahan >40% moribund

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata penyakit

hati kronis (ikterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema

tungkai), masa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru,

penyakit jantung, penyakit rematik dan lain-lain. Pemeriksaan yang tidak boleh

dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini mempunyai nilai prognostic.

Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric

Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif,

aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan massif sangat mungkin

2 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 3: Perdarahan Pada Saluran Cerna

perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat

memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien

dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada

NGT.

Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan

penunjang. Antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal

ginjal, gula darah, elektrolit, golongan darah, rontgen dada dan elektrokardiografi.

Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold

standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk

terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi),

dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan

keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi

dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari

95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena dapat

ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.

Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur

varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non

variceal bleeding).

Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu

dengan menentukan besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam),

lokasi di esophagus (Lm,Li,Lg) dan warna ( biru, cherry red, hematocystic).

Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.

- Forrest Ia : Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri

- Forrest Ib : Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing

- Forrest IIa : Tukak dengan visible vessel

- Forrest IIb : Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas

- Forrest IIc : Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas

- Forrest III : Tukak dengan dasar putih tanpa klot.

Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat

dilakukan, pemeriksaan dengan kontras barium( OMD) mungkin dapat

membantu. Untuk pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat

dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi. Hasil pemeriksaan

3 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 4: Perdarahan Pada Saluran Cerna

endoskopi untuk pasien-pasien perdaahan non varises mempunyai nilai

prognostik. Dengan menganalisis semua data yang ada dapat ditentukan strategi

penanganan yang lebih adekwat.

4. Penatalaksanaan

Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan

umum dan tindakan khusus .

Tindakan umum:

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap

pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien

dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.

Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:

a. Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang

besar minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi.

Dianjurkan pemasangan CVP.

b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila ada gangguan A-B perlu dipasang

ETT.

c. Mencatat intake output, harus dipasang kateter urine

d. Memonitor Tekanan darah, Nadi, saturasi oksigen dan keadaan

lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.

e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan

endoskopi.

Dalam melaksanakan tindakan umum ini, terhadap pasien dapat

diberikan terapi :

o transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

o Pemberian vitamin K

o Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

o Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

Terhadap pasien yang diduga kuat karena ruptura varises

gastroesofageal dapat diberikan oktreotid bolus 50 µg dilanjutkan

dengan drip 50 µg tiap 4 jam.

Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti

sendiri, tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan

4 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 5: Perdarahan Pada Saluran Cerna

terapi endoskopi pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh

karena itu perlu dilakuka assessmen yang lebih akurat untuk

memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.

Terapi khusus

1. Varises gastroesofageal:

- Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif (Otreotid,

Somatostatin, Glipressin (Terlipressin)

- Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau

Minesota

- Terapi endoskopi (Skleroterapi, Ligasi)

- Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS (Transjugular

Intrahepatic Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi

spleno – porta.

- Terapi pembedahan (Shunting, Transeksi esofagus +

devaskularisasi + splenektomi, Devaskularisasi + splenektomi )

Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung

pada berbagai faktor antara lain 1) Beratnya penyakit hati (Kriteria

Child-Pugh), 2) Ada tidak adanya varises gaster, walupun

disebutkan dapat diatasi dengan semacam glue (histoakrilat) 3)

Komorbid yang lain seperti ensefalopati, koagulopati, hepato renal

sindrom dan infeksi.

2. Tukak peptik

- Terapi medikamentosa (PPI, Obat vasoaktif )

- Terapi endoskopi : Injeksi (adrenalin-saline,

sklerosan,glue,etanol), Termal (koagulasi, heatprobelase),

Mekanik (hemoklip, stapler)

- Terapi bedah

Untuk pasien -pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu

dimonitor akan kemungkinan perdarahan ulang. Second look

endoscopy masih kontroversi

Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi. Pasien-pasien

bukan risiko tinggi dapat diberikan diet segera setelah endoskopi

5 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 6: Perdarahan Pada Saluran Cerna

sedangkan pasen dengan risiko tinggi perlu puasa antara 24 -48

jam, kemudian baru diberikan makanan secara bertahap.

Untuk mencegah perdarahan berulang dapat dilakukan tindakan :

Varises esophagus :

- Terapi medik dengan betabloker nonselektif

- Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi

Tukak peptik

- Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-

8 minggu.

- Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi dengan

pemberian antibiotik.

- Bila pasien memerlukan NSAID, diganti dulu dengan analgetik

dan kemudian dipilih NSAID selektif ditamabh dengan PPI atau

misoprostol.

B. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

1. Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dapat didefinisikan

sebagai perdarahan yang terjadi atau bersumber pada saluran cerna di bagian

distal dari ligamentum Treitz. Jadi dapat berasal dari usus kecil dan usus besar.

Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah

segar per anum/per rektal yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri, dan tidak

mempengaruhi hemodinamik.

Perdarahan pada saluran cerna bagian bawah diklasifikasikan akut atau

berat apabila :

Telah menimbulkan keadaan hipotensi ortostatik atau renjatan.

Terdapat penurunan hematokrit minimal 8-10% setelah resusitasi

volume intravaskular dengan cairan kristaloid atau plasma expander.

Terdapat faktor risiko seperti pada usia lanjut atau terdapat penyulit

lainnya yang bermakna.

2. Manifestasi Klinis

6 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 7: Perdarahan Pada Saluran Cerna

Perdarahan SCBB dapat bermanifestasi dalam bentuk hematoskezia,

maroon stool, melena, atau perdarahan tersamar.

Hematoskezia. Hematokezia diartikan darah segar yang keluar lewat

anus/rektum. Hal ini merupakan manifestasi klinis perdarahan SCBB yang

paling sering. Sumber perdarahan pada umumnya berasal dari anus,

rektum, atau kolon bagian kiri (sigmoid atau kolon descendens), tetapi

juga dapat berasal dari usus kecil atau saluran cerna bagian atas (SCBA)

bila perdarahan tersebut berlangsung masif (sehingga sebagian volume

darah tidak sempat kontak dengan asam lambung) dan masa transit usus

yang cepat.

Maroon stool: darah yang berwarna merah hati (kadang bercampur

dengan melena) yang biasanya berasal dari perdarahan di kolon bagian

kanan (ileo-caecal) atau juga dapat dari SCBA/usus kecil bila waktu transit

usus cepat.

Melena adalah buang air besar atau feses yang berwarna hitam seperti

kopi (bubuk kopi) atau seperti ter (aspal), berbau busuk dan hal ini

disebabkan perubahan hemoglobin menjadi hematin. Perubahan ini dapat

terjadi akibat kontak hemoglobin dengan asam lambung (khas pada

perdarahan SCBA) atau akibat degradasi darah oleh bakteri usus. Misalnya

pada perdarahan yang bersumber di kolon bagian kanan yang disertai

waktu transit usus yang lambat.

Perdarahan tersamar timbul apabila ada perdarahan ringan namun tidak

sampai merubah warna feses.

3. Diagnosis Banding

Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia, dan colitis iskemia merupakan

penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan

saluran cerna bagian bawah yang kronik dan berulang biasanya berasal dari

hemoroid dan neoplasia kolon. Tidak seperti halnya perdarahan saluran cerna

bagian atas, kebanyakan perdarahn saluran cerna bagian bawah bersifat lambat,

intermiten dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit.

7 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 8: Perdarahan Pada Saluran Cerna

Diverticulosis. Perdarahan dari diverticulum biasanya tidak nyeri dan

terjadi pada 3% pasien diverticulosis. Feses biasanya berwarna merah marun,

kadang-kadang juga bisa menjadi merah. Meskipun divertikel kebanyakan

ditemukan di kolon sigmoid namun perdarahan divertikel biasanya terletak di

sebelah kanan. Umumnya berhenti sendiri dan tidak berulang, oleh karena itu

tidak ada pengobatan khusus yang dibutuhkan oleh pasien.

Angiodisplasia. Angiodisplasia merupakan penyebab 10-40% perdarahan

saluran cerna bagian bawah. Angiodisplasia merupakan salah satu penyebab

kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia kolon biasnaya multiple, ukuran

kecil kurang dari diameter 5mm dan biasa terlokalisis di daerah caecum dan kolon

sebelah kanan.

Kolitis Iskemia. Kebanyakan kasus colitis iskemia ditanadai dengan

penurunan aliran darah visceral dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan

pembuluh darah mesenteric. Umumnya pasien colitis iskemia berusia lanjut dan

kadang-kadang dipengaruhi oleh sepsis, perdarahan akibat lain dan dehidrasi.

Penyakit Perianal. Penyakit perianal contohnya hemoroid dan fisura ani

bisanya menimbulkan perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak

bercampur dengan feses. Berbeda dengan perdarahan dari varises rectum pda

pasien dengan hipertensi portal kadang-kadang bisa mengancam jiwa. Polip dan

karsinoma kadang-kadang menimbulkan perdarahan yang mirip dengan yang

disebabkan oleh hemoroid oleh karena itu pada perdarahan yang diduga hemoroid

perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan polip dan

karsinoma kolon.

Neoplasia kolon. Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya

terdapat pada pasien usia lanjut dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya

perdarahan berulang atau darah samar. Kelainan neoplasma di usus halus relative

jarang namun meningkat pada pasien IBD seperti Crohn’s Disease atau celiac

sprue.

4. Diagnosis Klinis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang teliti dan

pemeriksaan jasmani yang akurat merupakan data penting untuk menegakkan

diagnosis yang tepat. Riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk dicatat.

8 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 9: Perdarahan Pada Saluran Cerna

Nyeri abdomen atau diare merupakan petunjuk kepada colitis atau neoplasma.

Keganasan kadang disertai penurunan berat badan, anoreksia, limfadenopati, atau

masa yang teraba.

Nilai dalam anamnesis apakah perdarahan/darah tersebut bercampur

dengan feses (seperti terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum) atau

terpisah/menetes (terduga hemoroid), pemakaian antikoagulan, atau terdapat

gejala sistemik lainnya seperti demam lama (tifoid, kolitis infeksi), menurunnya

berat badan (kanker), perubahan pola defekasi (kanker), tanpa rasa sakit

(hemoroid intema, angiodisplasia), nyeri perut (kolitis infeksi, iskemia

mesenterial), tenesmus ani (fisura, disentri). Apakah kejadian ini bersifat akut,

pertama kali atau berulang, atau kronik, akan membantu ke arah dugaan penyebab

atau sumber perdarahan.

Segera nilai tanda vital, terutama ada tidaknya renjatan atau hipotensi

postural (Tilt test). Jangan lupa colok dubur untuk menilai sifat darah yang keluar

dan ada tidaknya kelainan pada anus (hemoroid interna, tumor rektum).

Pemeriksaan fisis abdomen untuk menilai ada tidaknya rasa nyeri tekan (iskemia

mesenterial), rangsang peritoneal (divertikulitis), massa intraabdomen (tumor

kolon, amuboma, penyakit Crohn). Pemeriksaan sistemik lainnya: adanya artritis

(inflammatory bowel disease), demam (kolitis infeksi), gizi buruk (kanker),

penyakit jantung koroner (kolitis iskemia).

Laboratorium. Segera harus dinilai adalah kadar hemoglobin, hematokrit,

trombosit, dan kalau sarana lengkap waktu protrombin. Laboratorium lain sesuai

indikasi. Penilaian hasil laboratorium harus disesuaikan dengan keadaan klinis

yang ada. Penilaian kadar hemoglobin dan hematokrit, misalnya pada perdarahan

akut dan masif, akan berdampak pada kebijakan pilihan jenis darah yang akan

diberikan pada proses resusitasi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini sangat tergantung pada keadaan klinis pasien waktu

masuk rumah sakit, penyebab atau lesi sumber perdarahan, perjalanan penyakit

pasien dan tidak kalah pentingnya adalah sarana diagnostik penunjang yang

tersedia. Secara teori, modalitas sarana pemeriksaan anoskopi, sigmoidoskopi,

kolonoskopi, enteroskopi, barium enema (colon in loop), angiografi/artereriografi,

9 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 10: Perdarahan Pada Saluran Cerna

blood flow scintigraphy, dan operasi laparatomi eksplorasi dapat digunakan untuk

mengidentifikasi lesi sumber perdarahan dan diagnosis penyakitnya. Tidak jarang

modalitas diagnostik ini dapat dipakai sekaligus untuk terapi (endoskopi

terapeutik, embolisasi pada waktu arteriografi).

Masing-masing modalitas diagnostik ini mempunyai kelebihan dan

kekurangan dibandingkan modalitas lainnya. Misalnya pada perdarahan yang

berlangsung masif, peran kolonoskopi akan terhambat oleh sulitnya memperoleh

lapang pandang yang akurat untuk menilai di mana dan apa sumber

perdarahannya. Sedangkan arteriografi lebih mudah untuk mendapatkan lokasi

sumber perdarahan (kalau perlu sekaligus terapinya). Mulai dari diagnostik

(terlebih lagi pada waktu terapi) sudah diperlukan kerja sama tim (internis,

internis konsultan gastroenterologi, ahli bedah, radiologis, radiologis

interventional, dan anestesi) yang optimal sehingga langkah diagnostik (dan

terapi) dapat selaras untuk kepentingan pengobatan pasien seutuhnya. Pada

keadaan tidak adanya gangguan hemodinamik atau keadaan yang masih

memungkinkan kita merencanakan langkah diagnostik yang berencana (elektif),

eksplorasi diagnostik sumber perdarahan relatif tidak menimbulkan permasalahan.

Tetapi bila keadaan pasien tidak stabil, adanya gangguan hemodinamik,

diperlukannya segera pilihan terapi, permasalahan algoritme diagnostik (juga

berdampak pada algoritme terapi tidak jarang muncul dan terjadi perbedaan

persepsi antara disiplin terkait.

Pemeriksaan penunjang ini akan berbeda pelaksanaannya dan akan

berbeda hasil yang diharapkan dicapai bila menghadapi kasus akut/emergensi atau

kasus kronik/elektif. Pada makalah ini akan lebih ditekankan pada prosedur

diagnostik dan terapi pada kasus yang akut dan bersifat emergensi.

a. Anoskopi/Rektoskopi

Pada umumnya dapat segera mengetahui sumber perdarahan tersebut bila

berasal dari perdarahan hemoroid interna atau adanya tumor rektum. Dapat

dikerjakan tanpa persiapan yang optimal.

b. Sigmoidoskopi

10 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 11: Perdarahan Pada Saluran Cerna

Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin dapat

diidentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan

enema (YAL) atau klisma, mengingat darah dalam lumen usus itu sendiri

sudah bersifat laksan.

c. Kolonoskopi

Pada keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal,

pemeriksaan ini dapat dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber

perdarahan di seluruh bagian kolon sampai ileum terminal. Tetapi pada

keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah (terutama bekuan

darah), maka lapang pandang kolonoskop akan terhambat. Diperlukan

usaha yang berat untuk membersihkan lumen kolon secara kolonoskopi.

Sering sekali lumen skop tersumbat total sehingga pemeriksaan harus

dihentikan. Tidak jarang hanya dapat menyumbangkan informasi adanya

demarkasi atau batas antara lumen kolon yang bersih dari darah dan

diambil kesimpulan bahwa letak sumber perdarahan di distal demarkasi

tersebut

d. Push Enteroskopi

Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati ligamentum Treitz

serta dapat mengidentifikasi perdarahan pada usus kecil. Sarana ini masih

sangat jarang di Indonesia.

e. Barium Enema (colon in loop)

Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini tidak

mempunyai peran. Bahkan kontras yang ada akan memperlambat rencana

pemeriksaan kolonoskopi (kontras barium potensial dapat menyumbat

saluran pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan mengacaukan

interpretasi) bila diperlukan. Serta tidak ada tambahan manfaat terapeutik.

Tetapi pada keadaan yang elektif, pemeriksaan ini mampu

mengidentifikasi berbagai lesi yang dapat diprakirakan sebagai sumber

perdarahan (tidak dapat menentukan sumber perdarahan).

f. Angiografi/Arteriografi 6

11 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 12: Perdarahan Pada Saluran Cerna

Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkan melalui arteri femoralis

dan arteri mesenterika superior atau inferior, memungkinkan visualisasi

lokasi sumber perdarahan. Dengan teknik ini biasanya perdarahan arterial

dapat terdeteksi bila lebih dari 0,5 ml per menit. Arteriografi dapat

dilanjutkan dengan embolisasi terapeutik pada pembuluh darah yang

menjadi sumber perdarahan.

g. Blood Flow Scintigraphy (Nuclear Scintigraphy)

Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif (99m.technitium),

kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Darah yang berlabel

tersebut akan bersirkulasi dan keluar pada daerah/lokasi lesi. Tehnik ini

dilaporkan dapat mendeteksi perdarahan yang relatif sedikit (0,1 ml per

menit). Scanning diambil pada jam 1 dan 4 setelah injeksi darah berlabel

serta 24 jam setelah itu atau sesuai dengan prakiraan terjadinya

perdarahan. Sehingga dapat mendeteksi perdarahan yang bersifat

intermiten dengan cara mengambil scanning pada jam-jam tertentu.

h. Operasi Laparatomi Eksplorasi

Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi sumber

perdarahan. Tetapi masalahnya adalah kapan tindakan ini akan dilakukan

sebagai modalitas diagnostik sekaligus terapeutik, bagaimana

pertimbangan toleransi operasi bagi pasien dan sejauh mana kemudahan

untuk mengidentifikasi sumber perdarahan durante operasi. Secara nyata

dalam praktek penatalaksanaannya di rumah sakit, hal ini sering

menimbulkan kontroversi. Keadaan ini membutuhkan koordinasi

multidisiplin yang terkait. Pada dasarnya laparatomi eksplorasi

diindikasikan bila perdarahan hebat yang tidak dapat diatasi secara

konservatif. Perdarahan berulang pada keadaan yang sudah teridentifikasi

sumber perdarahan pada pemeriksaan kolonoskopi, arteriografi, atau

scanning, juga tidak memerlukan intervensi operasi. Risiko operasi akan

menurun bila pada operasi tersebut dapat dilakukan identifikasi sumber

perdarahan per kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi.

5. Penatalaksanaan

A. Terapi pada Keadaan Akut

12 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 13: Perdarahan Pada Saluran Cerna

Resusitasi

Pada prinsipnya proses resusitasi sama dengan perdarahan SCBA atau

perdarahan akut lainnya, yaitu koreksi defisit volume intravaskular dan stabilisasi

hemodinamik. Pemasangan jalur intravena pada pembuluh besar harus dikerjakan

(bukan pada pembuluh vena kecil walaupun diduga perdarahan sedikit). Pada

awalnya larutan fisiologis NaCI dapat dipakai untuk mencukupi defisit volume

intravaskular.

Bila jelas hemodinamik terganggu dan belum ada darah, plasma

ekspander dapat dipakai untuk keperluan ini. Kadar Hb dan Ht dapat dipakai

untuk parameter kebutuhan transfusi darah dan biasanya transfusi dengan target

Hb 10-11 g/dl atau sesuai dengan kondisi sistemik pasien (umur, toleransi

kardiovaskular, dan lain-lain). Dapat dipakai whole blood bila masih

diperhitungkan perlunya resusitasi volume intravaskular atau red packed cell bila

hanya tinggal perlu menaikkan kadar hemoglobin. Bila terdapat defisiensi faktor

pembekuan. Kombinasi red packed cell dan fresh frozen plasma dapat menjadi

pilihan pertama pada proses resusitasi. Bila terdapat proses gangguan faktor

koagulasi lainnya, tentunya harus dikoreksi sesuai kebutuhan.

Bila masih diduga adanya perdarahan yang masif berasal dari SCBA,

maka pemasangan NGT untuk proses diagnostik harus dipertimbangkan. Aspirat

NGT yang jernih, belum menyingkirkan perdarahan bukan berasal dari SCBA.

Medikamentosa

Pada keadaan perdarahan akut, adanya gangguan hemodinamik, belum

diketahui sumber perdarahan, tidak ada studi yang dapat memperlihatkan manfaat

yang bermakna dari obat-obatan untuk keadaan ini. Kecuali telah diketahui,

misalnya perdarahan akibat pemberian antikoagulan atau pada kasus yang telah

diketahui adanya koagulopati. Obat-obat hemostatika yang banyak dikenal dan

beredar luas, dapat disepakati saja dipakai (bila jelas tidak ada kontra indikasi

pada tahap ini dengan mempertimbangkan cost-effective). Demikian pula obat

yang tergolong vasoaktif seperti vasopresin, somatostatin, dan okreotid

Endoskopi Terapeutik

Pada keadaan di mana endoskopi mendapat peluang (keadaan dalam

lumen kolon cukup bersih) dalam segi identifikasi lesi sumber perdarahan, teknik

13 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 14: Perdarahan Pada Saluran Cerna

ini sekaligus dapat dipakai sebagai modalitas terapeutik (bila fasilitas tersedia).

Kauterisasi pada lesi angiodisplasia atau tumor kolon, akan mengurangi derajat

atau menghentikan proses perdarahan. Polipektomi pada polip kolon yang

berdarah dapat bersifat kuratif.

Radiologi Intervensional

Dengan teridentifikasinya lokasi perdarahan, durante tindakan dapat

diberikan injeksi intraarterial vasopresin yang dilaporkan dapat mengontrol

perdarahan pada sebagian besar kasus perdarahan divertikel dan angiodisplasia.

Hanya harus diwaspadai efek vasokonstriksi obat tersebut pada sirkulasi tubuh

yang lain, terutama sirkulasi koroner jantung. Alternatif lain dari prosedur ini

adalah tindakan embolisasi pada pembuluh darah yang menjadi sumber

perdarahan teridentifikasi tersebut. Harus diwaspadai kemungkinan terjadinya

infark segmen usus terkait akibat prosedur embolisasi tersebut.

Surgikal

Pada prinsipnya operasi dapat bersifat emergensi tanpa didahului

identifikasi sumber perdarahan atau elektif setelah sumber perdarahan

teridentifikasi. Tentunya hal ini mempunyai dampak risiko yang berbeda. Operasi

emergensi mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi bila dilakukan

pada keadaan yang tidak stabil. Kombinasi antara kolonoskopi pre dan durante

operasi diharapkan dapat mengurangi waktu operasi yang dibutuhkan.

B. Terapi Pilihan

Hemoroid Interna

Penyebab tersering perdarahan SCBB, biasanya ringan, tidak mempengaruhi

hemodinamik dan dapat berhenti spontan. Perdarahan biasanya terjadi

setelah defekasi, menetes, darah terpisah dari feses. Harus dibedakan dengan

tumor atau polip rektum karena tata laksananya sangat berbeda. Terapi

konservatif, terapi sklerosing/ligasi, atau surgikal dapat dikerjakan sesuai

indikasi yang dikaitkan dengan derajat hemoroidnya. Derajat IV atau adanya

trombus memerlukan peran surgikal.

Angioma/Angiodisplasia kolon

Lokasi terutama di daerah kolon kanan atau sekum, biasanya bersifat

multipel. Bila dapat diidentifikasi pada waktu perdarahan, tindakan

14 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 15: Perdarahan Pada Saluran Cerna

kauterisasi perendoskopik dapat menghentikan perdarahan pada sebagian

kasus. Di samping itu alternatif lain berupa embolisasi selektif waktu

dilakukan angiografi. Vasopresin intraarterial dilaporkan cukup bermanfaat

dalam menghentikan perdarahan.

Divertikulosis Kolon

Biasanya perdarahan tanpa rasa nyeri, merah segar atau maroon stool, sering

bersumber dari kolon bagian kanan. Pada umumnya spontan berhenti dan

tidak ada terapi medikamentosa yang spesifik pada sebagian besar kasus.

Kekerapan semakin meningkat sesuai umur.

Divertikulum Meckel

Biasanya teridentifikasi dengan teknik pemeriksaan skintigrafi. Terapi

surgikal merupakan pilihan pertama.

Tumor Kolon

Perdarahan biasanya sedikit, bercampur feses, bersifat kronik. Jarang

menimbulkan permasalahan diagnostik dan terapeutik emergensi.

Kolitis Iskemik

Harus dipertimbangkan sebagai penyebab hematoskezia, terutama pada usia

lanjut atau terdapat gangguan koagulasi atau trombosis. Pada umumnya

bermanifestasi bersamaan dengan nyeri perut, terutama setelah makan.

Terapi pilihan sesuai dengan penyakit dasarnya.

Kolitis Radiasi

Adanya riwayat radiasi (terutama radiasi internal pada karsinoma serviks),

harus dipertimbangkan adanya perdarahan SCBB akibat proktitis radiasi.

Pengobatannya masih mengecewakan. Steroid dan sukralfat enema dapat

dipakai dengan hasil yang bervariasi.

Inflammatory Bowel Disease

Secara medikal diusahakan dengan 5-ASA dan steroid. Bila perdarahan

hebat dapat dilakukan operasi kolektomi.

Kolitis Infeksi

Hematoskezia terjadi bersamaan dengan klinis tanda infeksi SCBB, seperti

diare dan nyeri perut. Pengobatannya baku sesuai dengan penyebab dasar.

Jarang perdarahan ini menimbulkan gangguan hemodinamik.

15 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 16: Perdarahan Pada Saluran Cerna

Terdapat beberapa penekanan dalam tata laksana perdarahan SCBB:

1. Identifikasi dan antisipasi terhadap adanya gangguan hemodinamik harus

dilaksanakan secara prima di lini terdepan karena keberhasilannya akan

mempengaruhi prognosis.

2. Pada tahap 1 prinsip dasar tata laksana gawat darurat harus diikuti secara

baik.

3. Identifikasi lesi sumber perdarahan banyak tergantung pada modalitas

penunjang diagnostik yang tersedia atau memberlakukan sistem rujukan

secara baik.

4. Keterbatasan modalitas diagnostik akan berdampak pada pilihan jenis

terapi yang akan diambil. Terapi yang dilakukan setelah teridentifikasinya

sumber dan lokasi perdarahan, tentunya akan berbeda dengan tindakan

terapi yang diambil tanpa persiapan tersebut. Dalam keadaan ini

tampaknya pihak disiplin ilmu bedah harus menempatkan diri pada posisi

pengidentifikasi sumber perdarahan dan sekaligus tindakan terapeutik

yang akan diambil.

5. Bila sarana diagnostik penunjang memadai, maka pilihan modalitas

diagnostik didasarkan pada sensitivitas keberhasilannya serta dapat

tidaknya sekaligus sebagai modalitas terapeutik. Pada umumnya pilihan

modalitas antara endoskopi dan radiologi intervensional. Berbeda dengan

algoritme tata laksana perdarahan SCBA, pada perdarahan SCBB

(terutama perdarahan dari usus kecil) peran radiologi diagnostik dan

terapeutik lebih dominan.

16 | “Perdarahan Saluran Cerna”

Page 17: Perdarahan Pada Saluran Cerna

DAFTAR PUSTAKA

Djumhana, Ali. (2011) Perdarahan Akut Saluran Cerna bagian Bawah.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/pendarahan_akut

_saluran_cerna_bagian_atas.pdf Diunduh tanggal 4 Januari 2014.

Sjamsuhidajat, de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru, W., Setiyohadi, Bambang, dkk Editor.(2009) Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Ed 5 Jilid I. Jakarta : Internal Publishing

17 | “Perdarahan Saluran Cerna”