Peranan Hukum Agus Sangka

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, di dorong oleh kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan Lima Tahun, serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya.Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut, di satu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk kebijakan pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat. Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih 1

Transcript of Peranan Hukum Agus Sangka

Page 1: Peranan Hukum Agus Sangka

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, di dorong oleh

kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan

bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan

Rencana Pembangunan Lima Tahun, serta berbagai kebijakan ekonomi

lainnya.Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu

dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat

berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan

usaha swasta selama periode tersebut, di satu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk

kebijakan pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di

sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar

merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.

Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan

yang terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara

langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan.

Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33

UUD 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat

monopolistik.Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita

untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia

usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta

iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan

ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat,

yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.

Oleh karena itu, diperlukan suatu instrumen hukum yang disusun dalam

bentuk Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

1

Page 2: Peranan Hukum Agus Sangka

Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan

memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya

untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.

Instrumen hukum ini diharapkan memberikan jaminan kepastian hukum

untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan umum, menumbuhkan iklim usaha yang kondusif

melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian

kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang, mencegah praktek-praktek

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha,

serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka

meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan

kesejahteraan rakyat serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa UUD

1945.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam tulisan ini adalah: “Bagaimana peranan hukum anti

monopoli dan persaingan usaha dalam menciptakan demokrasi ekonomi di

Indonesia ?”

2

Page 3: Peranan Hukum Agus Sangka

BAB IIPEMBAHASAN

Berkaitan dengan adanya macam-macam perjanjian dan kegiatan yang

dilarang oleh undang-undang, maka akan menimbulkan suatu pertanyaan apakah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah efektif atau belum, mengingat undang-

undang ini baru diberlakukan secara efektif pada tahun 2000.

Namun perlu diingat bahwa secara konstitusional tidak semua usaha yang

bersifat monopoli dilarang. Sebelum amandemen UUD 1945, Pasal 33 ayat (2)

dan ayat (3) UUD 1945 serta penjelasannya memberikan kewenangan, hak dan

peran yang lebih besar terhadap pengelolaan cabang-cabang produksi yang

menguasai hajat hidup orang banyak. Singkatnya, hanya sektor BUMN/BUMD

dan Koperasi saja yang diprioritaskan mengelolanya. Sedangkan pihak

perseorangan dan/atau badan hukum Swasta hanya dimungkinkan dengan

pembatasan-pembatasan tertentu. Namun setelah amandemen keempat UUD

1945, ternyata ada penambahan 2 (dua) ayat pada Pasal 33 UUD 1945, yaitu:

(1) Perekonoimian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatruan ekonomi nasional;

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini diatur dalam undang-undang.

Penambahan ayat (4) dan ayat (5) di atas, telah meminimalkan makna hak

absolut negara atas pengelolaan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat

hidup orang banyak. Kongkretnya, pihak Swasta pun sesuai prinsip demokrasi

ekonomi hakikatnya diperbolehkan mengelola cabang-cabang produksi yang

menguasai hajat hidup orang banyak sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

3

Page 4: Peranan Hukum Agus Sangka

Menghadapi persaingan usaha yang sedemikian ketatnya pada era pasar

bebas, maka para pelaku usaha perlu melakukan langkah-langkah strategis, tidak

saja mencermati ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 tetapi lebih mendasar lagi

adalah membangun format kultur bisnis dan mengembangkan kultur hukum serta

menciptakan bentuk persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, keberadaan

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 secara normatif boleh dikatakan sudah

cukup optimal untuk mencegah, menindak dan mengeliminasi bentuk-bentuk

perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan posisi dominan dalam

kegiatan usaha berskala, lokal, nasional, regional, maupun global.Menurut

Christianto Wibisono negara-negara maju menerapkan ekonomi pasar terkendali

dan terarah. Memang kekuatan pasar, individu dan bisnis diberi hak dan

kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi besar. Akan tetapi bila dalam

pelaksanaannya menghambat dan menutup jalannya perusahaan lain dan

mendikte masyarakat dengan monopolistik, saat itulah sistem politik-ekonomi

barat melarang penyalahgunaan kebesaran dan prestasi yang telah didapat

perusahaan itu.1 Di Indonesia hukum persaingan usaha merupakan bagian dari

hukum ekonomi. Dasar kebijakan politik perekonomian nasional dan hukum

ekonomi kita dengan sendirinya harus mengacu pada UUD 1945. Pasal 33 UUD

1945 secara jelas menyatakan bahwa perekonomian nasional harus dibangun atas

dasar falsafat demokrasi ekonomi dalam wujud ekonomi kerakyatan. Pasal 33 (1)

UUD 1945 menyatakan bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasar atas asas kekeluargaan”. Sedangkan penjelasan Pasal 33 UUD 1945

menyatakan antara lain bahwa “dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi

ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau

penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang

diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun

sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

1Ibid., halaman 23.

4

Page 5: Peranan Hukum Agus Sangka

Penggunaan hukum atau perundang-undangan sebagai instrumen

kebijakan merupakan perkembangan mutakhir dalam sejarah hukum. Untuk bisa

sampai pada tingkat perkembangan yang demikian, diperlukan persyaratan

tertentu, seperti timbulnya pengorganisasian sosial yang makin tertib dan

sempurna. Pengorganisasian ini tentunya dimungkinkan oleh adanya kekuasaan

di pusat yang makin efektif, dalam hal ini tidak lain adalah negara. Perundang-

undangan mempunyai kelebihan dari norma-norma sosial yang lain, karena

perundang-undangan dikaitkan pada kekuasaan yang tertinggi di suatu negara

yang karenanya pula memiliki kekuasaan memaksa yang besar sekali. Mudah

bagi perundang-undangan untuk menentukan ukuran-ukurannya sendiri tanpa

perlu menghiraukan tuntutan-tuntutan dari bawah.2

Pengaturan kehidupan ekonomi nasional melalui perundang-undangan

dimaksudkan untuk mewujudkan demokrasi ekonomi yang menjadi dasar politik

ekonomi nasional, yang memiliki ciri-ciri positif sebagai berikut:

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan;

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh negara;

c. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok-

pokok kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat;

d. Sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan

lembaga perwakilan rakyat, dan pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada

pada lembaga perwakilan rakyat pula;

e. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antardaerah

dalam satu kesatuan perekonomian nasional dengan mendayagunakan potensi

dan peran serta daerah secara optimal dalam rangka perwujudan Wawasan

Nusantara dan Ketahanan Nasional;

2Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, halaman 85 dan 90.

5

Page 6: Peranan Hukum Agus Sangka

f. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang

dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan;

g. Hak milik perseorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan

dengan kepentingan masyarakat;

h. Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan

sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.3

Demikian pula dirumuskan ciri-ciri demokrasi ekonomi yang harus

dihindarkan dalam kehidupan ekonomi nasional, yaitu:

a. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia

dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan

mempertahankan kelemahan struktural ekonomi nasional dan posisi

Indonesia dalam perekonomian dunia;

b. Sistem etatisme dalam arti bahwa negara beserta aparatur ekonomi negara

bersifat dominan, mendesak, dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-

unit ekonomi di luar sektor negara;

c. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu

kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan

masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan.4

Beberapa tahun terakhir ini kondisi perekonomian Indonesia nampak

maju sangat pesat; banyak usaha swasta yang berkembang sangat pesat menjadi

penguasa dari sektor hulu sampai dengan hilir, tidak mempunyai pesaing yang

berarti. Nampaknya mudah saja jika pemerintah mengeluarkan peraturan-

3Perumusan ciri-ciri positif demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pertama kali dapat dijumpai dalam Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya diperkembangkan dan diperbaharui melalui GBHN sebagaimana telah ditetapkan secara berturut-turut dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983, Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988, Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993, dan Ketetapan MPR Nomor II/MPR 1998.

4Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 dn GBHN 1973-1998.

6

Page 7: Peranan Hukum Agus Sangka

peraturan yang memberikan kemudahan dan fasilitas kepada satu golongan atau

orang perorangan. Prinsip pemerataan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia seakan dilupakan dan yang lebih penting adalah kepentingan untuk satu

golongan ataupun orang perorangan saja (Ayudha D. Prayoga et al. (ed), 2000:

46-47).

Dalam analisis ekonomi tradisional pada umumnya terdapat 5 (lima)

dasar struktur pasar, pertama yaitu struktur pasar yang bersifat persaingan

sempurna (perfect competition), kedua yaitu struktur pasar yang bersifat

monopoli (monopoly), ketiga yaitu struktur pasar yang bersifat oligopoli

(oligopoly), keempat yaitu struktur pasar yang bersifat monopolistic

(monopolistic), dan kelima yaitu struktur pasar yang bersifat monopsoni

(monopsony). Model analisis ini sebenarnya sekedar untuk memprediksi perilaku

pelanggan atau konsumen dalam pembelian dan perilaku penjual atas harga dan

produksinya. Oleh karena itu, pasar sempurna, monopoli, oligopoli, persaingan

monopolistik, dan monopsoni sering disebut dalam satu tarikan nafas.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai monopoli, maka

keempat struktur lainnya diuraikan dalam bagian ini.

1. Persaingan sempurna (perfect competition)

Pasar sempurna menggambarkan suatu pasar yang kepentingan-

kepentingan konsumen (consumer interests)-nya menjadi kontrol pengertian lain,

produsen atau pemasok barang jumlahnya sangat banyak, sehingga sifatnya

otomatis dan barangnya homogen5.

Agnew mengungkapkan bahwa dalam tipe struktur industri, masyarakat

ekonomi modern (modern mainstream economic) umumnya mensyaratkan suatu

persaingan sempurna dengan kondisi-kondisi sebagai berikut:

a. Terdapat sejumlah besar perusahaan-perusahaan kecil yang menjual kepada

sejumlah besar pelanggan (customer).5Ernest Gelhorn dan William E. Kovacic, Anty Trust Law and Economics, in a Nutshell st Paul

Minn West Publishing Co, 1994, p. 52.

7

Page 8: Peranan Hukum Agus Sangka

b. Tidak ada produsen atau pelanggan yang cukup besar untuk mempengaruhi

harga pasar dari komoditas. Dengan kata lain, jika suatau produsen individual

(individual producer) menahan output-nya dari pasar, maka tidak akan

mendorong kenaikan harga. Juga pelanggan individual (individual customer)

tidak akan dapat menurunkan harga dengan menolak untuk membeli dengan

harga tinggi;

c. Semua perusahaan berharap untuk mendapatkan keuntungan makimal;

d. Semua perusahaan secara tepat memproduksi produk yang sama, yang

diketahui sama oleh semua pelanggan;

e. Entry pada industri tersebut tidak dibatasi, sehingga sejumlah entrepreneur

yang memutuskan bahwa dia dapat memperoleh keuntungan dalam industri

tersebut dapat merancangnya tanpa hambatan, yang secara tepat berada dalam

kondisi yang sama sebagai perusahaan yang established, dan;

f. Setiap orang (pelanggan, pesaing dan potensial entrants) secara lengkap

mendapatkan informasi atas kesempatan-kesempatan yang ada.

Kondisi-kondisi yang digambarkan oleh Agnew tersebut tidak berbeda

dengan penegasan Ernest Gellgorn dan William E Kovacic yang secara rinci

disebutkan:

a. Terdapat banyak pembeli (buyers) dan penjual (sellers);

b. Kualitas produk-produk pasar yang dibeli oleh pembeli atau yang dijual oleh

penjual relatif kecil terhadap kuantitas total yang diperdagangkan, sehingga

pembatasan kuantitas produk tidak mempengaruhi harga pasar;

c. Produknya homogen; pembeli tidak memiliki alasan untuk lebih menyukai

penjual tertentu atau sebaliknya;

d. Semua penjual dan pembeli memiliki informasi yang lengkap mengenai harga

pasar (market price) dan asal barang-barang yang dijual;

e. Terdapat kebebasan yang sempurna (complete freedom) atau entry untuk

masuk dan keluar pasar.6

6Agnew, John, Competition Law, Allen & Unwin, London, 1994, p. 53.

8

Page 9: Peranan Hukum Agus Sangka

Kondisi dalam persaingan yang sempurna ini akan mampu mendorong

terciptanya kondisi persaingan usaha yang kompetitif, efektif dan efisien. Oleh

karena itu, kondisi pasar yang demikian kompetitif,akan berdampak timbulnya

bentuik persainganusaha dan kondisi pasar yang sehat, wajar dan edeal. Sebab,

dengan banyaknya penjual, tak satupun produsen yang dapat menuntut

keuntungan lebih bagi produk-produknya dari biaya (termasuk untuk

pengambilan investasi secara wajar) pembuatan dan penjualannya. Jika harga

ditetapkan lebih tinggi, pembeli secara mudah akan berpindah kepada penjual

saingan-saingannya. Lebih dari itu, kemudahan memasuki dan keluar (entry and

exit) dari pasar adalah hal yang amat penting yang dapat menciptakan atraktifnya

investasi.

2. Monopoli (monopoly)

McCarty dan Bagby7 melihat monopoli sebagai gambaran suatu pasar

yang didominasi oleh satu penjual besar (large seller). Secara tipikal, tidak ada

pengganti dekat bagi produk penjual. Ini berarti, barrier to entry-nya tinggi, yakni

struktur yang membuat perusahaan-perusahaan lain sulit untuk masuk pasar dan

membuat produk-produk yang sama.8

Gambaran McCarty dan Bagby tersebut tidak ubahnya dengan yang

diketengahkan oleh Gellhorn dan Kovacic yang melihat monopoli sebagai the

other side of the theoretical coin of perfect competition. Demikian pula Browning

dan Browning, mengungkapkan if we classified arket structures by the number of

7McCarty , F. William dan John W. Bagby, 1990. The Legal Environment of Business, Irwin, Boston, 1990, p. 504.

8Definisi ini tak ubahnya dengan yang dikemukakan oleh Edgar K. Browning dan Jacquelene M. Browning, bahwa A Monopoly may be defined as the sole producer of some product that has no close ubstitute, (1983: 303). McCarty dan Bagby membedakan antar legal barriers to entry dan natural barriers to entry. Legal barriers to entry meliputi paten, hak cipta (copyright), francise, dan lisensi yang membatasi penggunaan oleh penjual besar teknologi. Adapun natural barriers to entry meliputi kebutuhan untuk membeli sejumlah besar asset untuk membuat produk tersebut.

9

Page 10: Peranan Hukum Agus Sangka

cometting firms perfect competition would stand at one end of end of the pectrum

and monopoly at the other.9

Menurut Gellhorn dan Kovacic, pasar monopoli meliputi 3 (tiga) faktor

fungsional dan struktural, diantaranya:

a. Seorang penjual menguasai pasar secara keseluruhan;

b. Penjual produk tersebut khusus (unique), artinya tidak ada pengganti dekat

(close substitute for the seller’s product) sebagai pilihan konsumen untuk

dapat berpindah pada penjual lain.

c. Kondisi masuk bagi perusahaan-perusahaan lain ke dalam industri dan

kondisi keluarnya amat sulit.10

Dalam kaitannya dengan monopoli, Butler mengungkapkan bahwa

definisi yang lengkap mengenai monopoli harus meliputi monopolis price dan of

decisions, identifikasi produk monopolis, dan sumber barriers to entry yang

menjadikan monopolis survive.11

Pendefinisian yang melibatkan sumber barrier to entry tersebut lebih

bersentuhan dengan kepentingan pengambilan kebijakan (policy making) dari

pada masalah teoritis. Penjual yang memiliki kekuasaan monopoli (monopoly

power) cenderung membatasi produk (output)-nya agar harga dan keuntungannya

maksimal. Hal ini semata-mata disebabkan pasar monopli memungkinkan penjual

mengontrol dan memilih harga (price searcher) atas produk yang dihasilkannya.

Monopolis akan menghadapi suatu pilihan pada produksi dan harga; menjual

pada harga yang tinggi (dengan lebih kecil unit yang dijual).

Dalam pembuatan pilihan ini, monopolis akan memaksimalisasi

keuntungan dengan output yang kurang dari tingkat output yang kompetitif, yaitu

9Edgar K. Browning dan Jacquelene M. Browning, Microeconomic Theory and Aplication, Boston, Toronto, Little, Brown and Company, 1983, p. 303.

10Ernest Gelhorn dan William E. Kovacic, Op.cit., p. 58.

11Butler, Henry N. Legal Environment of Business Government Regulation and Public Policy Analysis, Consinnati, South Western Publishing Co, tanpa tahun, p. 529.

10

Page 11: Peranan Hukum Agus Sangka

jika marginal revenue-nya (penghasilan tambahan dari setiap unit tambahan

output) sama dengan marginal cost-nya (biaya tambahan dari setiap unit

tambahan output). Jadi berlawanan dengan hasil yang kompetitif, monopolis akan

memaksimalkan keuntungan melalui pembatasan output dan menentukan harga di

atas marginal cost.

Kekuasaan monopoli dengan berbagai dampaknya tersebut dapat

diperoleh melalui berbagai cara. Pertama, melalui merger agar dapat

memperbesar pangsa pasar. Kedua, melalui skala ekonomi, terutama dalam

monopoli alami, yaitu bagi perusahaan yang mempunyai biaya jangka panjang

per unit menurun pada suatu rangkaian output yang hendak dihasilkan. Ketiga,

melalui inovasi yang lebih cepat atau memanajemen produksi yang lebih efisien.

Keempat, melalui pengawasan pasar secara resmi karena memperoleh hak paten,

franchise, kontrak dengan pemerintah dan lain-lain. Kelima, melalui tindakan

yang merugikan pesaing secara tidak jujur.12

Dari kacamata GBHN, ternyata monopoli memiliki beberapa tipologi

yang tidak semuanya ditentang. Artinya, ada monopoli yang diperbolehkan

berdasarkan GBHN. Tipologi monopoli di antaranya adalah:

1) Monopoli yang diberikan kepada penemu barang baru, seperti oktroi dan

paten. Maksudnya ada yang memberikan insentif bagi pemikiran yang kreatif

dan inovatif;

2) Monopoli yang diberikan oleh pemerintah kepada BUMN, lazimnya karena

barang yang diproduksi dianggap menguasai hajat hidup orang banyak;

3) Monopoli yang diberikan kepada perusahaan swasta dengan kredit

pemerintah;

4) Monopoli dan kedudukan monopolistic yang diperoleh secara natural karena

monopolis memang dalam persaingan yang dilakukan secara sehat;

12Hartowo, Anatomi Konglomerat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1992, halaman 8.

11

Page 12: Peranan Hukum Agus Sangka

5) Dalam hal demikian memang tidak apa-apa, namun entrance (masuknya siapa

saja dalam investasi yang sama) harus terbuka lebar-lebar;

6) Monopoli atau kedudukan monopolistik yang diperoleh secara natural karena

investasinya terlalu besar, sehingga hanya satu saja yang berani dan biasa

merealisasikan investasinya. Meski demikian, pemerintah tetap harus

bersikap persuasif dan kondusif di dalam pemecahan monopoli;

7) Monopoli atau kedudukan monopolistik yang terjadi karena pembentukan

kartel ofensif;

8) Monpoli atau kedudukan monopolistik yang terjadi karena pembentukan

kartel defensif;

9) Monopoli yang diberikan kepada suatu organisasi dengan maksud untuk

membentuk dana bagi yayasan, yang dananya lalu dipakai untuk tujuan

tertentu, seperti kegiatan sosial dan sebagainya.

Adapun monopoli yang dianggap bertentangan dengan kepentingan

umum seperti dimaksud GBHN, apabila:

1) Monopoli diberikan kepada satu atau beberapa perusahaan swasta tertentu

saja tanpa melalui undang-undang;

2) Monopoli atau kedudukan monopolistic diperoleh dari kerjasama antara dua

atau lebih organisasi sejenis, baik dalam bentuk pengaturan persaingan

diantara mereka sendiri maupun bentuk peleburan/fusi.13

3. Oligopoli (oligopoly)

Antara kompetisi sempurna dan monopoli terdapat 2 (dua) tipe struktur

pasar, yaitu oligopoli dan persaingan monopolistik, yang menggambarkan the

major remaining market forms.14 Signifikasi yang lebih kuat terhadap anti-

persaingan dibandingkan model persaingan monopolistik adalah teori oligopoli.

13Kwik Kian Gie, Analisis Ekonomi Politik Indonesia, Sekolah Tinggi Ekonomi/BIII dan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, halaman 243-244.

14Ibid.

12

Page 13: Peranan Hukum Agus Sangka

Karakteristik oligopoli berbeda dengan bentuk lain dari struktur pasar, yang amat

sulit dianalisis sebab ada mutual interdependence dari perusahaan-perusahaan

dalam suatu industri.

Postulat dasarnya adalah pasar terisi oleh hanya beberapa penjual (few

sellers), semua penjual independen. Sebagai konsekuensinya, penjual oligopoli

memfokuskan pada koordinasi dan antisipasi. Kompetisi muncul secara tidak

langsung – by disguihed price cuts melalui improvisasi kualitas, penawaran

kredit, pelayanan pengiriman (delivery service), pengurangan harga secara

selektif dan rahasia dan kompetisi non-harga, seperti deferensiasi produk, iklan,

dan promosi penjualan/sales promotion.15 Dalam struktur oligopoli, pangsa pasar

untuk industri tertentu dikuasai oleh beberapa perusahaan besar. Dalam struktur

pasar demikian, perusahaan dominan dijadikan pimpinan harga. Perusahaan lain

mengikuti dalam upaya menghindari risiko persaingan. Oleh karena itu, perilaku

kepemimpinan harga termasuk struktur pasar oligopoli yang kolusif. Bentuk

kolusi sering ditemukan dalam praktik, baik berbentuk persekongkolan diam-

diam maupun secara eksplisit.

Di negara yang mempunyai UU Antimonopoli atau sejenisnya, kolusi

secara eksplisit diawasi, bahkan dilarang karena merugikan konsumen.16 Di

samping itu, barriers to entry pasar oligopoli amat tinggi bagi produsen baru. Hal

ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Browning, bahwa perusahaan-

perusahaan dalam industri oligopolistik sering berusaha mengkoordinasi putusan

mengenai harga dan produk. Kadang-kadang koordinasi atau kolusi ini

diorganisasi dalam bentuk kartel, dan kadang-kadang bentuk kepemimpinan

harga (price leadership). Jadi, pada asalnya industri oligopolistik kondusif

terhadap munculnya formasi-formasi kartel.17

15Ernest Gelhorn dan William E. Kovacevic, Op.cir., p. 74-75.

16Soewito, Harian Surat Merdeka, Jakarta, 24 Juni 1995, halaman 11.

17Browning, Edgar K. Browning dan Jacquelene M. Browning, Microeconomic Theory and Applications, Boston, Toronto, Little, Brown and Company, 1983, p. 374.

13

Page 14: Peranan Hukum Agus Sangka

Dibandingkan dengan persaingan sempurna dan pasar monopoli, McCarty

dan Bagby mengemukakan, price tend to be higher and output lower in

oligopolistic markets than under perfect competition, but they are less restricted

in oligopolistic markets than in monopolistic markets.18

4. Persaingan Monopolistik (monopolistic competition)

Istilah persaingan monopolistik menggambarkan adanya elemen

kompetisi/persaingan maupun monopoli. Persaingan monopoli melibatkan pasar

dengan beberapa penjual menawarkan produk-produk yang deferensiatif atau

yang dapat digantikan. Ini berarti konsumen tidak melihat produk suatu

perusahaan identik dengan perusahaan lainnya. Jika suatu perusahaan membuat

suatu produk yang berbeda, tetapi masih ada kesamaan dengan produk

perusahaan lainnya,maka derajat kekuasaan monopoli yang dimilikinya kecil.

Kwik Kian Gie menjelaskan bahwa dinamakan persaingan monopilistik

karena untuk setiap produk yang sudah dideferensiasi, sudah dibuat lain sedikit,

dan biasanya juga diberi merek, kemudian akan mucul sekelompok konsumen

yang setia kepada produk dari produsen tertentu dengan merek tertentu. Kalau

produsen bersangkutan menaikkan harga, asalkan tidak terlampau banyak,

kelompok pelanggan yang setia ini tidak lari membeli produk dengan merek lain

karena mereka percaya bahwa produk dengan merek pilihannya adalah yang

terbaik. Jadi ada unsur monopolinya, yaitu harga dinaikkan, tetapi tetap saja tidak

mau lari ke barang lain.19

Kalau harga produksi dinaikkan terlampau tinggi, besar kemungkinan

konsumen akan beralih menjadi pemakai ulang merek lain (repeat user) yang

berarti bahwa masih terdapat unsur persaingan dalam pasar. Hal ini dipertajam

oleh pendapat Gellhorn dan Kovacic.20 Menurut pendapatnya bahwa, jika terdapat

18Edgar K. Browning dan Jacquelene M. Browning, Op.cit., p. 505.

19Kwik Kian Gie, Op.cit.

20Ernest Gelhorn dan William E. Kovacevic, Op.cit., p. 73.

14

Page 15: Peranan Hukum Agus Sangka

elemen persaingan (kompetisi) dan monopoli, penjual dapat menetapkan harga

produksinya di atas tingkat kompetitif sebab diferensiasi memberi kekuasaan

monopoli. Produk-produk lain yang sama tidak sepenuhnya dapat menggantikan

sebab perbedaan fisik atau kondisi-kondisi khusus, seperti merek perusahaan

(trademarks), bentuk atau iklan yang berbeda. Di lain pihak, para penjual tidak

dalam posisi yang sama sebagai monopolis sebab adanya pengganti dekat untuk

produk mereka.

Untuk menganalisis persaingan yang monopolistik, Chamberlain

mengetengahkan karakteristiknya di bawah ini:

1) Terdapat sejumlah perusahaan yang membuat produk (yang dapat dibedakan);

2) Produk tersebut memiliki pengganti dekat (has close substitutes);

3) Jumlah perusahaan dalam kelompok produk (product group) cukup besar,

sehingga masing-masing perusahaan berharap aksi-aksinya diabaikan oleh

pesaing-pesaingnya;

4) Biaya dan kondisi permintaan sama untuk semua perusahaan dalam kelompok

produk.21

5. Monopsoni (monopsony)

Keberadaan monopsoni ini ditandai dengan adanya pembeli tunggal

(single buyer) yang memiliki kekuasaan monopoli untuk membeli atas harga yang

ditentukan (over price charged). Sebenarnya konsep struktur pasar demikian,

secara teoritis dikembangkan sehingga terdapat pula terminologi oligopsoni

(oligopsony), yakni terdapat beberapa pembeli yang memiliki kekuasaan atas

harga.

Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi karena

adanya kebijakan pemerintah. Misalnya, pemerintah memberikan izin kepada satu

atau dua perusahaan untuk memproduksi produk tertentu seperti pada produk

21Edgar K. Browning dan Jacquelene M. Browning, Op.cit., p. 363.

15

Page 16: Peranan Hukum Agus Sangka

terigu, semen atau baja. Lalu, pemerintah memberikan proteksi yang tinggi

kepada perusahaan yang memproduksi produk tersebut. Bentuk dari proteksi

tersebut dapat berupa larangan impor terhadap produk yang diproduksi oleh

perusahaan tersebut dan kalaupun impor diperbolehkan maka dikenakan tarif bea

masuk yang tinggi sehingga produk tersebut tidak akan dapat bersaing dengan

produk domestik. Dengan begitu, perusahaan domestik dapat mencapai

kedudukan monopolistik.

Kebijakan seperti ini pernah dijalankan oleh pemerintah indonesia.

Contohnya dalam pengadaan tepung terigu oleh PT Boga Sari dan Baja oleh PT

Krakatau Steel. Pemerintah memiliki alasan kuat untuk membuat kebijaksanaan

ekonomi yang menimbulkan monopoli tersebut. Alasan utama yang sering

dijadikan argumen pemerintah adalah mahal dan besarnya resiko investasi untuk

membangun pabrik yang memprouksi barang-barang tarsebut. Karena itu, banyak

perusahaan yang kurang berminat untuk melakukan investasi. Supaya ada

perusahaan yang tertarik melakukan investasi yang besar resikonya itu maka

pemerintah memberikan incentives dan jaminan yang kemudian melahirkan

keadaan monopolistik.

Mestinya, pemberian incentives, jaminan, dan perlindungan terhadap

perusahaan-perusahaan itu hanya bersifat sementara dalam arti hanya berlaku

untuk jangka waktu tertentu. Kalau jangka waktu pemberian incentives, jaminan,

dan perlindungan itu dijalankan maka keadaan monopolistik yang mengganggu

bekerjanya pasar yang sehat dan kompetitif dapat dihindari. Akan tetapi, untuk

kasus Indonesia kebijaksanaan yang melahirkan monopolistik oleh beberapa

perusahaan itu berlangsung terus. Bahkan kemudian kebijakan yang dapat

melahirkan monopolistik itu terintroduksi ke sektor lain misalnya otomotif dan

cengkeh. Inilah yang kemudian melahirkan pasar yang tidak efisien dan

kompetitif. Dengan begitu monopolistik oleh perusahaan tertentu atas komoditi

tertentu itu dapat membebani perekonomian nasional dan merugikan masyarakat

konsumen.

16

Page 17: Peranan Hukum Agus Sangka

Nuriamansyah Hasibuan mengidentifikasi sumber-sumber yang

menyebabkan konsentrasi industri sehingga melahirkan praktek monopoli, yaitu:

Pertama, kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi ini pada satu sisi

berguna untuk mengatasi rintangan-rintangan lokal dan peningkatan efisiensi.

Namun di sisi lain dapat melahirkan konsentrasi tinggi. Sebab tidak semua

pengusaha dapat menguasai kinerja efisiensi itu. Dengan demikian, muncul

akumulasi modal dan kekayaan di tangan beberapa orang atau kelompok. Dalam

hal ini konsentrasi industri menyebabkan dicapainya kedudukan monopoli

melalui persaingan dan efisiensi.

Kedua, perlindungan yang berlebihan. Konsentrasi industri yang

melahirkan monopoli juga muncul karena perlindungan yang berlebihan yang

diberikan oleh pemerintah dalam bentuk pasar barang jadi yang diproduksi dalam

negeri dilindungi dengan tarif nominal atau efektif yang tinggi, sedangkan untuk

bahan baku yang belum diproduksi atau masih kurang di dalam negeri tarifnya

relatif rendah, dan perlindungan pasar dengan menetapkan harga jual oleh

pemerintah, ini tidak semata-mata tidak melindungi konsumen, tetapi juga

melindungi perusahaan-perusahaan yang tidak efisien agar terus dapat hidup,

serta menetapkan captive market yang berarti memberikan kedudukan monopoli

bagi suatu perusahaan, baik secara nasional, regional maupun lokal.

Ketiga, menciptakan entry barrier (intangan masuk). Pemerintah

memberikan izin kepada perusahaan tertentu memproduksi jenis barang tertentu.

Kemudian bila ada pihak lain yang ingin masuk ke jenis industri tersebut

pemerintah akan menolak untuk memberikan izin dengan alasan “kapasitas sudah

penuh”.

Keempat, keringanan pajak dan subsidi. Keringan pajak dan subsidi yang

diberikan kepada perusahaan memungkinkan perusahaan tersebut memperoleh

kesempatan untuk melakukan akumulasi modal dari perolehan laba yang tinggi.

Subsidi diberikan kepada pengusaha lemah, juga kepada pengusaha yang kuat,

karena adanya prioritas program pemerintah yang mesti dicapai.

17

Page 18: Peranan Hukum Agus Sangka

Kelima, konsentrasi terjadi melalui merger di antara perusahaan-

perusahaan sejenis. Merger yang berarti perusahaan yang lemah dipaksa

(terpaksa) bergabung dengan perusahaan sejenis yang lebih kuat dengan

sendirinya mengurangi persaingan.

Kondisi monopolistik tersebut sebagian besar terjadi karena peran negara

yang memberikan kondisi monopilistik kepada suatu usaha, baik usaha negara,

usaha swasta, maupun koperasi.

Sekarang menjadi tugas pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang

sehat, dengan cara menumbuhkembangkan daya kreasi dan inovasi pengusaha

dalam berusaha, yang pada gilirannya memiliki kemampuan daya saing yang kuat

dan tanggunh, baik secara nasional, regional, maupun internasional. Pemerintah

hendaknya mengurangi campur tangan yang terlalu besar dalam kehidupan

ekonomi nasional, cukup meletakkan landasan dan asas-asas hukum ekonomi

yang jelas, tegas, serta dalam penegakkannya seyogianya diterapkan secara

konsekuen dan konsisten. Sepanjang penegakan asas-asas hukum ekonomi

konsekuen dan konsisten, struktur ekonomi nasional berdasarkan demokrasi

ekonomi akan terwujud.

Sunaryati Hartono mengatakan, antara sistem hukum dan sistem

ekonomi suatu negara terdapat hubungan yang sangat erat dan pengaruh timbal

balik. Kalau pada satu pihak pembaruan dasar-dasar pemikiran di bidang ekonomi

ikut mengubah dan menentukan dasar-dasar sistem hukum yang bersangkutan,

maka penegakan asas-asas hukum yang sesuai juga akan memperlancar

terbentuknya struktur ekonomi yang dikehendaki. Sebaliknya, penegakan asas-

asas hukum yang tidak sesuai justru akan menghambat terciptanya struktur

ekonomi yang dicita-citakan (C.G.F.Sunaryati Hartono, 1982: 6).

18

Page 19: Peranan Hukum Agus Sangka

BAB III

P E N U T U P

Kehadiran UU No. 5 Tahun 1999 sebenarnya dimaksudkan untuk

memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap

pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat lainnya dengan harapan dapat

menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat bersaing

secara wajar dan sehat. Selain itu kehadiran UU No. 5 Tahun 1999 sebagai tool of

social control and a tool of social engineering. Sebagai “alat kontrol sosial”, UU No.

5 Tahun 1999 berusaha menjaga kepentingan umum dan mencegah praktik monopoli

19

Page 20: Peranan Hukum Agus Sangka

dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Selanjutnya sebagai “alat rekayasa sosial”, UU

No. 5 Tahun 1999 berusaha untuk meningkatkan efisiensi ekonomi nasional,

mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang

sehat dan berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Apabila cita-cita ideal tersebut dapat dioperasionalisasikan dalam kehidupan

nyata, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 akan membawa nilai positif bagi

perkembangan iklim usaha di Indonesia, yang selama ini dapat dikatakan jauh dari

kondisi ideal. Sekurang-kurangnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara

tidak langsung akan memaksa pelaku usaha untuk lebih efisien dalam mengelola

usahanya, karena Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 juga menjamin dan memberi

peluang yang besar kepada pelaku usaha yang ingin berusaha (sebagai akibat

dilarangnya praktik monopoli dalam bentuk penciptaan barrier to entry). Hal ini

berarti bahwa hanya pelaku usaha yang efisienlah yang dapat bertahan di pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Ginting, Elyta Ras, 2001, Hukum Anti Monopoli Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Gelhorn, Ernest dan William E. Kovacic, 1994, Anty Trust Law and Economics, in a Nutshell St Paul Minn West Publishing Co.

Hartarto, Mekanisme GATT dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia, Dalam Media Inovasi, No. 9 TH VI, September 1994/1415, ISSN 02157160.

Hikmahanto Juwana, 2002, Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, Jakarta: Lentera Hati.

20

Page 21: Peranan Hukum Agus Sangka

Maulana, Insan Budi Maulana, 2000, Catatan Singkat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Nusantara, Abdul Hakim G. dan Benny K. Harman, 1999, Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Anti Monopoli, Jakarta: Elex Media Komputindo.

Pramono, Nindyo, 2001, Hukum Pasar Modal di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Purba, A. Zeni Umar, 1994, Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pengaturan Persaingan Sehat di Dunia Usaha, Makalah Pada Diskusi Panel Terbatas Rapat Kerja Departemen Perdagangan, Jakarta, 9 September 1994.

Sitompul, Asril, 2000, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Siswanto, Ari, 2002, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta: Ghalia Indonesia.

PERANAN HUKUM DALAM MEWUJUDKAN DEMOKRASI EKONOMI DI INDONESIA DITINJAU DARI

PERSAINGAN USAHA

Tugas Mata Kuliah Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi

Dosen: Prof. Dr. Kamarullah, AH., M.Hum

21

Page 22: Peranan Hukum Agus Sangka

O l e h :

AGUSTINUS SANGKAKALA, SHNPM. A21208024

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUMUNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK2011

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan kasih-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

22

Page 23: Peranan Hukum Agus Sangka

Tugas makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Peranan

Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi yang diasuh oleh Prof. Dr. Kamarullah, SH.,

M.Hum., pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih terdapat kekurangan.

Untuk itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif

demi kesempurnaan tugas makalah ini.

Akhir kata, semoga tugas makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

hukum.

Pontianak, September 2011

Penulis,

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

23

Page 24: Peranan Hukum Agus Sangka

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................... 1

B. Permasalahan ........................................................................ 3

BAB II PERANAN HUKUM ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN

USAHA DALAM MENCIPTAKAN DEMOKRASI EKONOMI

DI INDONESIA

A. Pengaturan Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia ......................... 4

B. Peranan Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat Dalam Menciptakan Demokrasi Ekonomi di

Indonesia ................................................................................ 7

BAB III P E N U T U P .............................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA

24