peptic ulcer
-
Upload
qurrotulaini -
Category
Documents
-
view
53 -
download
0
Transcript of peptic ulcer
LAPORAN RESMI LBM 3
KASUS PEPTIC ULCER
Di susun oleh :
Awal Apriadi (33101200121)
Erina Dwijayanti (33101200073)
Qurotul Aini (33101200065)
Syahrul Octanto (33101200107)
Yuliananda Arisa Prawesri (33101200057)
Yunita Wahyu Pratiwi (33101200082)
PRODI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG2015
I. Tujuan
Mahasiswa mampu menyelesaikan study kasus terkait Peptic Ulcer
II. Landasan Teori
a. Pengertian
Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah salah satu penyakit yang paling
umum yang mempengaruhi saluran gastrointestinal (GI). Hal ini
menyebabkan cedera inflamasi di mukosa lambung atau duodenum, dengan
ekstensi luar submukosa ke dalam mukosa muskularis. Etiologi kondisi ini
adalah multifaktorial dan jarang berhubungan hanya untuk sekresi asam
berlebihan. Meskipun tukak gaster adalah penyakit yang umum, diagnosis
bisa sulit karena memiliki spektrum yang luas dari presentasi klinis, mulai
dari asimptomatik ke nyeri epigastrium samar-samar, mual, dan anemia
kekurangan zat besi yang dapat mengakibatkan perdarahan akut yang
mengancam jiwa (Shrestha, 2009).
b. Gejala
Ulkus biasanya sembuh sendiri tetapi dapat timbul kembali. Nyeri
dapat timbul selama beberapa hari atau minggu dan kemudian berkurang atau
menghilang. Gejala bervariasi tergantung lokasi ulkus dan usia penderita.
Contohnya anak-anak dan orang tua biasanya tidak memiliki gejala yang
sering didapat atau tidak ada gejala sama sekali. Oleh karena itu ulkus
biasanya diketahui ketika komplikasi terjadi.
Hanya setengah dari penderita ulkus duodenum mempunyai gejala
yang sama seperti perih, rasa seperti terbakar, nyeri, pegal, dan lapar. Rasa
nyeri berlangsung terus-menerus dengan intensitas ringan sampai berat
biasanya terletak di bawah sternum. Kebanyakan orang yang menderita ulkus
duodenum, nyeri biasanya tidak ada ketika bangun tidur tetapi timbul
menjelang siang. Minum susu dan makan (yang menyangga keasaman PH
lambung) atau meminum obat antasida mengurangi nyeri, tapi mulai timbul
kembali setelah 2 atau 3 jam kemudian. Nyer i yang dapat membangunkan
orang ketika malam hari juga ditemukan. Seringkali nyeri timbul sekali atau
lebih dalam sehari selama beberapa minggu dan hilang tanpa diobati. Namun,
nyeri biasanya timbul kembali 2 tahun kemudian dan terkadang juga dalam
beberap a tahun kemudian. Penderita biasanya akan belajar mengenai pola
sakitnya ketika kambuh (biasanya terjadi ketika stres).
Makan bisa meredakan sakit untuk sementara tetapi bisa juga malah
menimbulkan sakit. Ulkus lambung terkadang membuat jaringan bengkak
(edema) yang menjalar ke usus halus, yang bisa mencegah makanan melewati
lambung. Blokade ini bisa menyebabkan kembung, mual, atau muntah setelah
makan. (Keshav, 2004).
c. Patofisiologi
Permukaan epitelium dari lambung atau usus rusak dan berulkus dan
hasil dari inflamasi menyebar sampai ke dasar mukosa dan submukosa. Asam
lambung dan enzim pencernaan memasuki jaringan menyebabkan kerusakan
lebih lanjut pada pembuluh darah dan jaringan di sekitarnya (Keshav, 2004).
d. Diagnosis
- Diagnosis Endoskopi
Endoskopi merupakan referensi standar untuk diagnosis dari ulkus
peptikum. Salah satu kekurangan utamanya adalah biaya yang tinggi di
beberapa negara seperti Amerika Serikat. Keputusan untuk melakukan
endoskopi pada pasien yang diduga menderita ulkus peptikum didasarkan
pada beberapa faktor. Pasien dengan komplikasi ulkus peptikum seperti
pendarahan memerlukan evaluasi endoskopi untuk mendapatkan diagnosis
yang akurat agar pengobatannya berhasil.
- Radiografi
Pemeriksaan radiografi pada saluran gastrointestinal bagian atas juga
bisa menunjukkan ulkus peptikum. Salah satu kekurangannya adalah paparan
radiasi. Keuntungan endoskopi bisa melakukan biopsi mukosa untuk
mendiagnosa Helicobacterpylori, sedangkan radiografi terbatas dalam praktik
dunia kedokteran modern (Vakil, 2010).
e. Faktor Resiko
- Konsumsi Rokok
Bukti yang cukup kuat menunjukkan bahwa mengonsumsi rokok
merupakan faktor yang cukup besar yang berhubungan dengan kejadian, lama
kejadian, rekurensi dan komplikasi dari ulkus peptikum yang disebabkan oleh
Helicobacterpylori.Suatu penelitian epidemiologi menunjukkan merokok
meningkatkan resiko baik ulkus duodenal maupun ulkus lambung dan
resikonya tergantung pada jumlah rokok yang dikonsumsi. Merokok
memperlambat penyembuhan ulkus, menyebabkan rekurensi , dan
meningkatkan resiko komplikasi. Berhenti merokok sangat penting untuk
mencegah rekurensi dari ulkus duodenal.
- Konsumsi Alkohol
Konsentrasi tinggi dari alkohol menyebabkan kerusakan pembatas
mukosa lambung terhadap ion hidrogen dan berhubungan dengan lesi mukosa
lambung akut yang disebabkan pendarahan mukosa. Alk ohol sendiri
menstimulasi sekresi asam, dan komposisi dari minuman beralkohol selain
dari alkohol juga menstimulasi sekresi asam.
- Faktor Psikologi
Faktor psikologis walaupun belum diketahui dengan pasti
mekanismenya, juga dapat meningkatkan resiko ulkus peptikum. Stres
psikologi dapat menyebabkan perilaku menyimpang seperti meningkatkan
konsumsi rokok, konsumsi alkohol, penggunaan obat -obatan dan kurang tidur
yang bisa menyebabkan pertahanan mukosa rusak sehingga bisa mengarah
pada ulkus. Perilaku menyimpang tadi juga bisa menyebabkan sekresi asam
berlebihan, aliran darah berkurang, motilitas lambung meningkat, motilitas
usus menurun sehingga menyebabkan jumlah asam yang memasuki usus
meningkat. Kekebalan tubuh juga dapat menurun sehingga mudah terinfeksi
Helicobacter pylori yang dapat menyebabkan ulkus (Soll, 2009).
f. Manifestasi klinis
- Nyeri abdomen seperti terbakar (dispepsia) sering terjadi di malam
hari. Nyeri biasanya terletak di area tengah epigastrium, dan sering
bersifat ritmik
- Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong (sebagai contoh di malam
hari) sering menjadi tanda ulkus duodenum, dan kondisi ini adalah
yang paling sering terjadi
- Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama malam adalah ulkus
gaster. Kadang, nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu.
- Nyeri sering hilang-timbul: nyeri sering terjadi setiap hari selama
beberapa minggu kemudian menghilang sampai periode perburukan
selanjutnya.
- Penurunan berat badan juga biasanya menyertai ulkus gaster.
Penambahan berat badan dapat terjadi bersamaan dengan ulkus
duodenum akibat makan dapat meredakan rasa tidak nyaman
(Misnadiarly, 2009).
g. Penatalaksanaan
- Bedah
Pembedahan sekarang tidak digunakan lagi dalam penatalaksaan ulkus
peptikum, kecuali pada saat keadaan darurat.
- Antasida dan antikolinergik
Antasida dan antikolinergik biasanya tidak terlalu efektif dan harus
digunakan terus-menerus dan menghasilkan efek samping.
- H2 reseptor antagonis
Pengobatan pertama kali yang efektif pada ulkus peptikum terungkap
ketika H2 reseptor antagonis ditemukan. Untuk saat itu obat seperti cimetidine
dan ranitidine dipakai di pakai diseluruh dunia.
- Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal.
Omeprazole merupakan salah satu obat PPI pertama kali.
- Menghentikan Helicobacter pylori
Menghentikan Helicobacter pylori merupakan cara paling ampuh dan
secara permanen menghentikan hampir semua kasus ulkus. Diperlukan
kombinasi terapi antara penghenti asam dan dua atau tiga antibiotik agar
berhasil.
- Penatalaksanaan Darurat
Pendarahan atau perforasi memerlukan operasi darurat dan terapi
endoskopi, seperti menyuntik adrenaline disekitar pembuluh darah agar
pendarahan berhenti (Keshav, 2004).
III. Uraian Kasus
Ny Syolan (30 tahun, 65 kg, 165 cm), akhir-akhir ini mengeluhkan
nyeri perut yang sering terasa seperti terbakar, kembung, perasaan perut
penuh, nyeri perut terjadi pada malam hari antara pukul 12 malam hingga 3
pagi dan apabila mengkonsumsi makanan dia merasakan mual bahkan sampai
muntah. Sebelumnya dia mempunyai riwayat maag dan hipertensi terkontrol
baik, ia sering minum mylanta cair namun rasa nyeri perut tidak
terhindarkan.kemudian pergi ke klinik memperoleh terapi :
- Omeprazole 20 mg 3x1
- Losartan 50 mg 1x1
- Sukralfat syr 1 sdm 1x1
Karena Ny Syolan lupa mengkonsulkan ke dokter sehingga konsumsi mylanta
cair tetap diteruskan, dan Ny syolan rutin minum susu untuk mengaantikan
makanan yang terbuang karena muntah
IV. Penyelesaian Kasus dengan metode SOAP
SUBJEK
a) Identitas pasien
Nama pasien :Ny.syolan
Umur : 30 tahun
BB = 65 kg
TB = 165 cm
b) Keluhan pasien
nyeri perut yang sering terasa seperti terbakar, kembung, perasaan
perut penuh, nyeri perut terjadi pada malam hari antara pukul 12 malam
hingga 3 pagi dan apabila mengkonsumsi makanan dia merasakan mual
bahkan sampai muntah.
c) Riwayat penyakit Penderita
Riwayat maag dan hipertensi terkontrol baik
Objektif
a) Data vital sign
-
b) Data laboratorium
-
Assesment
a) Problem medik
Diagnosa : Peptic Ulcer dan Hipertensi
b) Terapi yang diperoleh
Omeprazole 20 mg 3x1
Losartan 50 mg 1x1
Sucralfat syr 1 sdm 1x1
c) DRP
Underdose : apabila pasien tidak disebabkan karena H.pylori karena
dosis untuk pasien negatif H.pylori yaitu 40 mg/ hari
Interaksi obat : susu dengan mylanta (AlOH), omeprazole,sukralfat.
Plan
a) Penetapan tujuan terapi
b) Solusi Dari Problem DRP
untuk pasien yang tidak disebabkan karena Helicobacter pylori
diberikan PPI atau H2RA
Pilihan obat untuk pasien yang disebabkan H. Pylori
menggunakan pengobatan 3 regimen yaitu : PPI + clarytomycin +
amoxicillin.
atau 4 regiment obat yaitu bismuth sub salisilat,
metronidazole,tertrasiklin,PPI.
PPI (omeprazole) harus digunakan 15-30 menit sebelum
makan.
Penggunaan losartan tetap digunakan
Penggunaan mylanta tidak digunakan
c) Pemilihan Terapi farmakologi berdasarkan farmakoterapi rasional
meliputi 4T1W
Tepat Indikasi
indikasi obat yang diberikan sudah tepat karena pasien menderita
peptic ulcer dan diberikan obat peptic ulcer.
Tepat Dosis
Dosis yang diberikan omeprazole overdose sehingga apoteker
harus mengkonsultasikan dengan dokter.
Tepat obat
Pemberian obat tepat pasien karena sesuai diagnosa dokter yaitu
peptic ulcer disertai hipertensi diberikan omeprazole dan losartan.
Tepat Pasien
Pemberian obat tepat pasien karena sesuai diagnosa dokter yaitu
peptic ulcer disertai hipertensi diberikan omeprazole dan losartan.
Waspada Efek Samping Obat
Dalam penggunaan obat yang diberikan harus waspada efek
samping karena obat-obatan yang diberikan dapat menimbulkan
efek samping berupa sembelit,mual,mulut kering,pusing.
d) Pemberian informasi kepada penderita
Pemberian informasi penting untuk pasien agar dalam penggunaan
obat tidak terjadi kesalahan dan dapat meningkatkan efikasi
pengobatan.
e) Pilihan obat yang tepat untuk pasien
Pemilihan obat untuk pasien harus mempertimbangan manfaat yang
diperoleh pasien dari resiko yang diperoleh
f) Memonitor efek pengobatan yang terjadi
Dalam penggunaan obat yang diberikan harus waspada efek samping
karena obat-obatan yang diberikan dapat menimbulkan efek samping
walaupun efek samping yang ditimbulkan tergantung dari ambang
batas masing-masing individu.
g) Terapi non farmakologi
mengurangi stres psikologis, tidak merokok, hindari penggunaan
NSAID, menghindari makanan dan minuman (misalnya, makanan
pedas, kafein, dan alkohol) yang menyebabkan dyspepsia atau
memperburuk gejala maag.
V. Pembahasan
Skenario di atas pasien didiagnosa menderita peptic ulcer yang disertai
dengan riwayat maag dan hipertensi terkontrol. Peptic Ulcer Disease (PUD)
adalah salah satu penyakit yang paling umum yang mempengaruhi saluran
gastrointestinal (GI). Hal ini menyebabkan cedera inflamasi di mukosa
lambung atau duodenum, dengan ekstensi luar submukosa ke dalam mukosa
muskularis (Shrestha, 2009).
Dalam menentukan Pengobatan Peptic ulcer dapat ditentukan dengan
alarm symtom dan no alarm symtom. Alarm symtom terdiri dari pendarahan,
anemia dan kehilangan berat badan.sedangkan no alarm symtom terdiri dari
dyspepsia (Dipiro, 2012). Pada skenario pasien merasakan nyeri perut yang
sering, terasa seperti terbakar, kembung, perasaan perut penuh, nyeri perut
terjadi pada malam hari antara pukul 12 malam hingga 3 pagi dan apabila
mengkonsumsi makanan merasakan mual bahkan sampai muntah. Ciri-ciri
tersebut masuk dalam dispepsia yaitu no alarm symtom. Sebelumnya
kelompok kami telah menganalisis dengan metode SOAP terjadi kesalahan
karena kekurang pahaman perbedaan antara alarm symtom dan no alarm
symtom sehingga analisis pengobatan kami salah. (Dipiro,2012)
Pada skenario pasien di diagnosa menderita peptic ulcer kronis
sehingga mendapatkan pengobatan Omeprazole 20 mg 3x1 , Losartan 50 mg
1x1, Sucralfat syr 1 sdm 1x1. Selain itu pasien juga mengkonsumsi mylanta
tanpa resep dokter dan rutin minum susu karena untuk menggantikan makanan
yang terbuang karena muntah. Dari obat yang di dapatkan terdapat interaksi
obat. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat
lain (interaksi obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia
lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat
digunakan bersama-sama. antara susu dengan mylanta karena mylanta
mengandung alumunium hidroksida karena dapat terjadi khelat. Pernyataan
kami dikatakan tidak tepat karena alumunium pada antasida dan susu (yang
mengandung kalsium ) tidak akan membentuk khelat karena keduanya logam
(Harkness Richard, 1989).
Interaksi juga ditemukan pada omeprazole yang digunakan bersama
dengan losartan karena omeprazole akan meningkatkan efek dari
losartan.Sukralfat dan alumunium hidroksida juga akan berinteraksi karena
sukralfat akan meningkatkan alumunium hidroksida dengan sinergis
farmakodinamik. Dari kedua interaksi tersebut cukup dengan dimonitoring
(medscape).
DRP obat tanpa indikasi pada penggunaan mylanta karena pasien
mengkonsumsi mylanta tanpa rekomendasi pada dokter. Pasien juga sudah
mendapatkan obat untuk peptic ulcer dari dokter, sehingga mylanta tidak perlu
untuk digunakan lagi.
DRP obat overdose pada penggunaan omeprazole karena dosis
maksimal omeprazole yaitu 40 mg/hari.untuk itu farmasi harus
mengkomunikasikan permasalahan tersebut dengan dokter ( Dipiro, 2012).
Pemilihan terapi yang tepat dalam skenario setelah ditentukan pasien
termasuk kategori no alarm symtom, dipertanyakan juga apakah pasien
mengkonsumsi NSAID atau tidak, Karena pasien pada skenario tidak
mengkonsumsi NSAID, dilanjutkan ke step berikutnya apakah pasien
sebelumnya pernah menjalani pengobatan Helicobacter pylori atau tidak,
karena pasien dalam skenario tidak menjalani pengobatan H.pylori kemudian
pasien dilakukan pemeriksaan serologi H.pylori apabila hasilnya negatif,
pasien dapat diberikan obat golongan H2RA atau PPI (Dipiro, 2012)
Penggunaan obat losartan tetap digunakan karena walaupun tekanan
darah pasien terkontrol ditakutkan akan tidak stabil kembali. Selain itu pada
skenario yang tidak disebutkan data vital sign membuat kami kesulitan
menganalisis tekanan darah pasien.
Untuk itu pasien menerima pengobatan diantaranya Omeprazole 40 mg
/ hari dan Losartan 50 mg 1x1.
Selain itu pasien diberikan konseling mengenai terapi non farmakologi
untuk menunjang pengobatan farmakologi yaitu dengan mengurangi stres
psikologis, tidak merokok, hindari penggunaan NSAID, menghindari
makanan dan minuman (misalnya, makanan pedas, kafein, dan alkohol) yang
menyebabkan dyspepsia atau memperburuk gejala maag (dipiro, 2012).
VI. Kesimpulan
Pengobatan penyakit peptic ulcer harus dilihat dari keadaan pasien dan
pathogenesis agar dapat ditentukan terapi yang tepat .
Meskipun hipertensi pasien sudah terkontrol terapi obat hipertensi tetap
diberikan.
Dalam melakukan terapi obat pada resep atau diluar resep harus
dikonsultasikan dengan dokter atau apoteker.
VII. Daftar Pustaka
By Joseph DiPiro - Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Eighth
Edition: 8th (eigth) Edition Hardcover – April 4, 2012
Keshav, Satish., 2004. The Gastroinstestinal System at a Glance. Oxford:
Blackwell.
Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia
atau maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
Richard, Harkness. (1989). Informasi Obat. Diterjemahkan oleh Goeswin
Agoes dan MathildaB.Widianto. Bandung: Penerbit ITB
www.medscape.com-Latest Medical news, Clinical Trials, Guidelines-Today
on Medscape
Shrestha, S. 2009. Peptic Ulcer Disease. Division of Gastroenterology,
Gastroenterology Care Consultants. Available from:
http://emedicine.medscape.com ( Accessed 20 April 2011)
Soll, S.H, Graham D.Y., 2009. Peptic Ulcer Disease. Dalam: Yamada, T.,
(ed). Textbook of Gastroenterology. Oxford: Blackwell Publlishing Ltd.
Vakil, N., 2010. Chapter 52: Peptic Ulcer Disease. Dalam: Feldman, M., et al.
Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease
Pathophysiology/ Diagnosis/ Management 9th ed Vol 1. USA: Saunders
Elsevier