Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis
description
Transcript of Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTIS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
OLEH
MISBAH USMAR LUBIS
041301099
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara Februari 2009
Misbah Usmar Lubis : 041301099 Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis Xi + 94 halaman; 33 Tabel; 19 Grafik; Lampiran Bibliografi 36 (1964-2007)
Melihat anak-anak balita tumbuh dan berkembang merupakan suatu hal yang menarik bagi orangtua. Namun jika dalam masa perkembangannya anak mengalami suatu gangguan, maka muncul berbagai macam reaksi orangtua yang membutuhkan penyesuaian diri. Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri adalah proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku agar berhasil menghadapi kebutuhan – kebutuhan internal, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri inidividu dengan tuntutan dari luar atau lingkungan tempat individu berada. Salah satu gangguan pada masa kanak-kanak yang menjadi ketakutan orangtua saat ini adalah autisme. Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004) autisme yaitu, suatu gangguan yang dicirikan dengan tiga ciri utama, yaitu gangguan interaksi sosial (extreme isolation), gangguan perilaku dan gangguan komunikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 39 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala penyesuaian diri yang dibuat oleh peneliti dengan menggunakan teori penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneiders (1964). Jumlah aitem skala sebanyak 55 aitem dengan reliabilitas sebesar 0,938.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diri mayoritas orangtua yang memiliki anak autis berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 20 orang (51,3 %). Kategori sedang sebanyak 19 orang (48,7 %) dan tidak ada yang berada pada kategori rendah.
Untuk mengembangkan penelitian ini lebih jauh, disarankan untuk melakukan metode penelitian kualitatif dengan alasan akan memungkinkan mendapatkan data yang mendalam melalui wawancara.
Kata kunci : Penyesuaian diri, Anak autis
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
limpahan berkat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
yang berjudul “ Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis“. Tidak
lupa shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
ummatnya kepada peradaban ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Tiada kata
untuk melukiskan perasaan penulis atas terselesaikannya skripsi ini selain rasa
syukur yang sebesar – besarnya kepada Allah SWT.
Skripsi ini penulis persembahkan khususnya kepada kedua orangtua
tercinta, Ayahanda Drs. H. Ali Usman Lubis dan Ibunda H. Mardiana Nasution
yang telah mencurahkan kasih sayangnya yang tulus kepada penulis sejak kecil
hingga sekarang ini, mendidik dan membimbing serta selalu mendoakan dalam
setiap langkah dan aktivitas penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
kesehatan, keberkahan umur serta kebahagiaan kepada keduanya di dunia maupun
diakhirat. Skripsi ini juga penulis persembahkan kepada abang dan kakak penulis,
Ir. Miswar Usmar Lubis, Ir. Nirwan Usmar, Nila Kesuma Usmar, S. Si., Nancy
Usmar, SP., Nanny Usmar, A.md., dan Hendra Usmar, ST. Terima kasih kepada
abang dan kakak atas dukungan, motivasi serta kasih sayang yang dicurahkan
selama ini kepada penulis. Semoga kita semua menjadi anak yang berbakti kepada
kedua orangtua dan berguna bagi bangsa dan agama. Tidak lupa juga penulis
ucapkan terima kasih kepada abang ipar dan kakak ipar penulis, Ir. Widodo, Ir.
Irwan Sholeh, Suryanto, Dermawan, S. Ag., dan Purnama Sri Dayang serta
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
keponakan – keponakan yang selalu menghibur penulis, Afa, Mawaddah, Ikhsan,
Fandi, Deni, Tofa, Aisyah, Nazwa, Bintang, Nanda, Anis dan Lukman.
Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakutas Psikologi Universitas
Sumatera Utara. Selama penyusunan skripsi ini, tidak luput dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Elvi Andriani Yusuf, M. Si., selaku dosen pembimbing sripsi. Ucapan
terima kasih yang tiada putus penulis ucapkan kepada Ibu yang
membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini dan dengan sabar
memaklumi segala kelemahan, selalu memberikan senyum manis disetiap
bimbingan yang penulis lalui dan terima kasih atas setiap waktu yang Ibu
luangkan untuk penulis.
3. Ibu Dra. Sri Supriyantini, M. Psi., selaku dosen pembimbing akademik
penulis yang memberikan saran dan masukan kepada penulis selama
perkuliahan.
4. Ibu Etty Rahmawaty, M. Si., yang selalu siap memberikan saran dan kritik
yang membangun selama mengerjakan skripsi ini. Terima kasih Ibu atas
waktu yang diluangkan kepada penulis.
5. Kepada pihak Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari), Bapak Fahri
Wandika, kepada pihak Yayasan Anak Kita (Yakita), Kak Yunita Alfiana
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
dan kepada pimpinan Kidz Smile Therapy Centre, Ibu Rita Milianty yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
6. Bapak dan Ibu selaku dosen pengajar Psikologi yang telah mendidik dan
memberikan ilmu selama proses perkuliahan yang penulis lalui. Terima
kasih atas semua ilmu dan saran yang penulis dapatkan dari Bapak dan
Ibu.
7. Semua staff administrasi, Pak Iskandar, Pak Aswan, Ibu Titi, Pak Anto
Kak Ari dan Kak Devi. Terima kasih atas bantuan yang telah diberikan
kepada penulis selama perkuliahan.
8. Kepada orangtua yang telah menjadi sampel penelitian penulis. Kalian
semua adalah orangtua yang hebat. Semoga diberikan kesabaran dan
kekuatan menjalani hari – hari dalam memperjuangkan usaha perbaikan
perilaku kepada anak – anak istimewa yang telah dianugerahkan kepada
kalian.
9. Sahabat – sahabat penulis yang manis – manis Anita Zahra, Yunita Zahra,
Cahyanti dan Maeri. Penulis tidak akan melupakan setiap waktu yang kita
lalui sama – sama selama kuliah. Semoga tetap semangat, sukses selalu
dan kita tetap bisa menjaga persahabatan kita. Penulis merasa bersyukur
dan bangga punya sahabat seperti kalian.
10. Spesial buat Alfian Teguh Rianto yang selalu ada buat penulis. Buat
canda tawa dan suka duka yang kita lalui bersama yang membuat hari –
hari penulis lebih berwarna, selalu mendukung penulis dan membuat
penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita tetap bisa
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
saling mendukung dan bersama – sama dalam setiap langkah yang kita
lalui. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik buat kita.
11. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kak Ade dan Kak Wawa yang
selalu siap mendengar keluh kesah penulis, selalu siap menjadi tempat
curhat penulis dan memberikan saran setiap kali penulis meminta
pendapat.
12. Terima kasih buat sahabat penulis mulai dari SMP hingga sekarang, Nurul
Qosimah semoga persahabatan kita akan selalu terjaga dan insyaallah
Allah SWT akan memberikan seseorang yang terbaik. Terima kasih juga
buat Fida yang sudah seperti adik penulis. Semoga tetap semangat
menjalani perkuliahan.
13. Buat teman – teman seperjuangan seminar dan skripsi. Ari Sinta, Kak
Maya, Cici, Era dan teman – teman lainnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu. Semoga tetap semangat. Insyaallah Allah SWT akan
memberikan kemudahan – kemudahan kepada kita semua.
14. Kepada teman – teman angkatan 2004. Semoga tetap semangat dan sukses
dalam menjalani hidup.
15. Terima kasih juga penulis ucapkan atas bantuan yang diberikan baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan
saru persatu hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal atas kebaikannya.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini
agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah SWT jua penulis berserah
diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Februari 2009
Penulis
Misbah Usmar Lubis
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................... i
Daftar Isi ..................................................................................................... vi
BAB I Pendahuluan .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10
E. Sistematika Penulisan..................................................................... 11
BAB II Landasan Teori .............................................................................. 13
A. Penyesuaian Diri.............................................................................. 13
1. Definisi Penyesuaian Diri ....................................................... 13
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri .............. 15
3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Baik ................................ 19
B. Autisme .......................................................................................... 22
1. Definisi Autisme ..................................................................... 22
2. Gejala Autisme ....................................................................... 23
3. Penyebab Autisme. ................................................................. 25
4. Kriteria Diagnostik Autisme .......................................... ……. 28
C. Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Autis ................. 30
BAB III Metodologi Penelitian ................................................................... 36
A. Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................... 36
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................................... 36
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ....................... 37
1. Populasi dan Sampel ........................................................... 37
2. Jumlah Sampel Penelitian ................................................... 38
3. Teknik Pengambilan Sampel ............................................... 38
D. Alat ukur yang digunakan ............................................................. 39
1. Skala Penyesuaian Diri ....................................................... 40
2. Skala sebelum uji coba ........................................................ 41
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur .............................................. 42
1. Validitas ............................................................................. 43
2. Reliabilitas .......................................................................... 43
F. Daya beda aitem ............................................................................ 44
G. Hasil Uji Coba Alat Ukur ............................................................. 45
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ................................................... 46
1. Tahap Persiapan .................................................................. 46
2. Tahap Pelaksanaan .............................................................. 48
3. Tahap Pengolahan ............................................................... 48
I. Metode Analisis Data ..................................................................... 48
BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI .................................. 50
A. Gambaran Subjek Penelitian ......................................................... 50
1. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ....................... 50
2. Gambaran subjek berdasarkan usia ...................................... 51
3. Gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan ............... 52
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
4. Gambaran subjek berdasarkan pekerjaan ............................. 53
5. Gambaran subjek berdasarkan penghasilan ......................... 54
B. Deskripsi Data Penelitian ......................................................................... 55
C. Hasil Penelitian ........................................................................................ 56
1. Hasil Uji Normalitas ........................................................... 56
2. Hasil Utama Penelitian ........................................................ 57
3. Hasil Tambahan Penelitian .................................................. 71
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ..................................... 78
A. Kesimpulan .............................................................................................. 78
B. Diskusi ..................................................................................................... 84
C. Saran ........................................................................................................ 91
1. Saran Metodologis .............................................................. 91
2. Saran Praktis ....................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 93
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap anak tentunya akan melalui masa tumbuh kembang dalam rentang
waktu kehidupannya. Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat dari
perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari masa kemasa dan dari satu
peringkat keperingkat berikutnya dan perkembangan dapat dilihat dari perubahan
secara kualitas dengan membandingkan sifat terdahulu dengan sifat yang sudah
terbentuk (Papalia, 2001).
Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui setiap anak tentunya
tidak sama dan memiliki keunikan masing-masing. Permasalahan yang dihadapi
juga berbeda-beda dari satu anak ke anak yang lain. Permasalahan yang muncul
dapat berupa gangguan pada tahap perkembangan fisik, gangguan bahasa,
gangguan emosi maupun gangguan sensori motorik.
Melihat anak-anak balita tumbuh dan berkembang merupakan suatu hal
yang menarik bagi orangtua. Namun jika dalam masa perkembangannya anak
mengalami suatu gangguan, maka orangtua akan menjadi sangat sedih. Salah satu
gangguan pada masa kanak-kanak yang menjadi ketakutan orangtua saat ini
adalah autisme. Autisme bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gangguan
perkembangan pada anak yang gejalanya tampak sebelum anak mencapai usia tiga
tahun. Sebagian dari anak autis gejalanya sudah ada sejak lahir namun seringkali
luput dari perhatian orangtua (Sutadi, 1997).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004) autisme yaitu, suatu gangguan yang
dicirikan dengan tiga ciri utama. Pertama, pengasingan yang ekstrim (extreme
isolation) dan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Kedua,
kebutuhan patologis akan kesamaan. Sering kali aktivitas anak terlihat sederhana
misalnya duduk di lantai dan berguling-guling maju mundur dalam waktu yang
lama, memutar-mutar tali sepatunya atau berlari-lari di dalam ruangan. Kadang-
kadang perilaku anak autis terlihat seperti suatu ritual. Anak autis juga memiliki
suatu kebutuhan akan kesamaan lingkungan misalnya, anak harus memakan
makanan yang sama dengan piring yang sama. Ketiga, mutism atau cara berbicara
yang tidak komunikatif termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai
dengan situasi, misalnya ketika seorang anak autis sedang menyiram toilet, ia tiba-
tiba berkata, ”humburgernya di kulkas”. Anak autis juga memiliki
ketidakmampuan dalam menerjemahkan kalimat secara harafiah dan
membalikkan kata gantinya sendiri, biasanya anak memanggil dirinya sendiri
dengan kata ganti ”kamu”.
Safaria (2005) mengatakan bahwa autisme adalah ketidakmampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan
penguasaan bahasa yang tertunda, ekolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya
aktivitas bermain yang repetitif dan stereotip, rute ingatan yang kuat, dan
keinginan obsessif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.
Salah satu kondisi yang sering dijumpai sebagai penyebab munculnya
autisme ini antara lain karena adanya keracunan logam berat ketika anak dalam
kandungan, seperti timbal, merkuri, kadmium, spasma infantil, rubella kongenital,
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
sklerosis tuberosa, lipidosis serebral, dan anomali kromosom X rapuh. Selain itu
anak penderita autisme memiliki masalah neorologis dengan cerebral cortex,
cerebellum, otak tengah, otak kecil, batang otak, pons, hipotalamus, hipofisis,
medula dan saraf-saraf panca indera seperti saraf penglihatan atau saraf
pendengaran dan gejala umum yang bisa diamati pada anak autis adalah gangguan
pola tidur, gangguan pencernaan, gangguan fungsi kognisi, tidak adanya kontak
mata, komunikasi satu arah, afasia, menstimulasi diri, mengamuk (temper
tantrum), tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan
gangguan motorik stereotipik (Safaria, 2005).
Saat ini kasus autisme pada anak (autisme infantile) semakin banyak
sehingga menimbulkan kekhawatiran dikalangan masyarakat terutama orangtua
(Danuatmaja, 2003). Dalam kurun waktu 10 sampai 20 tahun terakhir ini jumlah
penyandang autisme semakin meningkat di seluruh dunia. Perkiraan jumlah
kelahiran di Indonesia tahun 1997 yaitu 4,6 juta per tahun. Jumlah penyandang
autisme akan bertambah per tahunnya sebanyak 2,15% dari 4,6 juta atau 9600
anak. Perbandingan anak laki-laki dan wanita penyandang autisme adalah empat
banding satu (Sutadi, 1997). Di Indonesia, diperkirakan lebih dari 400.000 anak
mengalami autisme. Tahun 1987 di dunia, prevalensi anak autis diperkirakan 1
berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian tahun 1997, angka itu
berubah menjadi 1 anak mengalami autisme per 500 kelahiran dan tahun 2000,
naik jadi 1:150 dan pada tahun 2001 perbandingan menjadi 1 berbanding 100
kelahiran (”Kasus Autisme”, 2008).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Budhiman, seorang psikiater anak dan ketua Yayasan Autisme
Indonesia (dalam Sihombing, 1999), bila sepuluh tahun yang lalu jumlah
penyandang autisme di Indonesia diperkirakan satu per 5000 anak, sekarang
meningkat menjadi satu per 500 anak. Bukti lain yang menunjukkan peningkatan
jumlah anak penyandang autisme di Indonesia berasal dari salah satu tempat terapi
untuk anak autisme yang dikelola Yayasan Balita Mandiri. Sejak yayasan ini
dibuka dengan lima anak autis, dalam waktu empat bulan jumlahnya meningkat
menjadi 35 anak. Dilihat dari kenyataan di atas, maka diperkirakan penyandang
autisme di Indonesia akan terus meningkat sehingga mengilhami berdirinya
berbagai yayasan yang memusatkan pelayanannya pada masalah autisme ini. Di
samping itu, media cetak juga sudah mulai banyak membahas tentang autisme,
baik di koran mauoun majalah-majalah (Sihombang, 1999).
Banyaknya pemberitaan tentang kelainan dan gangguan yang dialami anak
pada masa pertumbuhan dan perkembangannya sangat menarik perhatian
masyarakat khususnya orangtua. Bagi orangtua, anak adalah karunia.
Kehadirannya disambut dengan sukacita dan penuh harapan. Ketika Tuhan
menitipkan anak dengan kondisi autisme sebagai karunia-Nya, perasaan orangtua
menjadi galau, antara penerimaan dan penolakan dan antara rasa syukur dan
amarah. Bahkan segala bentuk perasaan sedih, bingung, putus asa, pasrah
berganti-ganti dengan rasa kaget, senang dan suka cita (Puspita dalam Marijani,
2003).
Safaria (2005) mengatakan bahwa berbagai reaksi orangtua muncul ketika
mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan autisme dan setiap orangtua
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pasti berbeda-beda reaksi emosinya. Beberapa reaksi emosi yang muncul ketika
orangtua mengetahui bahwa anaknya mengalami autisme seperti, merasa terkejut,
penyangkalan, merasa tidak percaya, sedih, perasaan terlalu melindungi,
kecemasan, perasaan menolak keadaan, perasaan tidak mampu dan malu, perasaan
marah, bahkan ada perasaan bersalah dan berdosa. Sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Kubler-Ross (dalam Sarasvati, 2004) bahwa ada beberapa
reaksi emosional individu ketika menghadapi cobaan dalam hidup yaitu menolak
menerima kenyataan, marah, melakukan tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Berbagai reaksi ini muncul disebabkan karena sewaktu anak masih berusia
kurang lebih 1 sampai 1,5 tahun, anak terlihat lucu dan menyenangkan namun
seiring dengan bertambahnya usia anak, mulai terlihat berbagai macam keanehan
misalnya jika diajak berkomunikasi anak seperti tidak menanggapi, acuh, bahkan
matanya menghindar jika ditatap dan derai tawanya hampir tidak terdengar seperti
anak-anak lainnya (Safaria, 2005).
Kebanyakan orangtua mengalami shock bercampur perasaan sedih,
khawatir, cemas, takut, dan marah ketika mengetahui diagnosis bahwa anaknya
mengalami gangguan autisme. Perasaan tidak percaya bahwa anaknya mengalami
autisme kadang-kadang menyebabkan orangtua mencari dokter lain untuk
menyangkal diagnosis dokter sebelumnya. Setelah mengetahui fakta yang objektif
dari berbagai sumber, kebanyakan orangtua dengan perasaan amat terpukul dan
terpaksa menerima kenyataan bahwa anaknya adalah penyandang autisme. Pada
mulanya orangtua berpikir bahwa anaknya hanya mengalami keterlambatan dalam
proses perkembangan dan pertumbuhan. Orangtua baru sadar ketika mulai terlihat
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
berbagai macam keanehan dan kejanggalan dalam perilaku anaknya. Misalnya,
anak membentur-benturkan kepalanya ke tembok, menggigit tangannya sampai
berdarah, memutar-mutar kepala atau tangannya dan perilaku aneh lainnya. bagi
orangtua, perilaku agresif dan menyakiti diri sendiri merupakan perilaku yang
paling berat untuk dihadapi. Anak sering berteriak dengan tidak jelas sehingga
membuat orangtua semakin sedih dan tertekan. (Safaria, 2005).
Orangtua yang memiliki anak penyandang autisme segala sesuatunya pasti
tampak berbeda dari orangtua lainnya. Bagi orangtua yang memiliki anak autis,
inilah periode awal kehidupan anaknya yang merupakan masa-masa tersulit dan
paling membebani. Pada periode ini sering kali orangtua berhadapan dengan
begitu banyak permasalahan. Tidak saja berasal dari anaknya tetapi bercampur
dengan masalah-masalah lainnya yang dapat membebani orangtua, termasuk
permasalahan yang muncul dari reaksi masyarakat (Safaria, 2005).
Banyak masyarakat luas yang belum mengetahui tentang autisme. Banyak
orang beranggapan bahwa anak autis adalah anak-anak yang aneh dan ada juga
yang beranggapan bahwa autisme adalah penyakit menular dan sebahagian
masyarakat bahkan tidak menerima dan mengakui keberadaan anak-anak autis ini.
Penolakan terhadap anak-anak autis ini terlihat ketika mereka sulit diterima untuk
belajar di sekolah-sekolah umum sebagaimana anak-anak lainnya. Hal ini dapat
menjadi beban bagi sebahagian orangtua anak autis. Ada perasaan malu dan juga
perasaan untuk menjauh dari kehidupan sosialnya (Marijani, 2003).
Menurut Hopes dan Harris (dalam Berkell, 1992), orangtua dengan anak
autis akan mengalami stress yang lebih besar dari pada orangtua dengan anak
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
yang mengalami keterbelakangan mental karena hilangnya respon interpersonal
pada anak-anak autisme tersebut. Selain itu tingkat keparahan dari gejala-gejala
autisme merupakan salah satu hal yang mempengaruhi stress orangtua.
Puspita (dalam Marijani, 2003) mengatakan bahwa penerimaan orangtua
pada anak autis secara ikhlas dan apa adanya sangat membantu proses penanganan
menuju kehidupan yang lebih baik. Adanya penerimaan dari orangtua dapat
membuat orangtua mampu mengendalikan reaksi-reaksi emosinya. Mash & Wolfe
(2005) mengatakan bahwa orangtua harus mencoba memahami dan menerima
kenyataan hasil diagnosa anak dan perilaku anak yang selalu berbeda dengan anak
lainnya agar orangtua mampu bereaksi untuk menyesuaikan diri dengan berbagai
permasalahan yang muncul baik dari anak itu sendiri, dari diri sendiri maupun
permasalahan yang timbul dari lingkungan sekitarnya. Stress, kecemasan dan rasa
tidak bahagia sering mengganggu kehidupan seseorang. Agar stress tersebut dapat
ditangani secara efektif, perlu dilakukan penyesuaian diri.
Calhoun & Acocella (dalam Sobur, 2003) mengatakan bahwa penyesuaian
diri adalah memenuhi tuntutan dari dalam diri individu itu sendiri yaitu jumlah
keseluruhan dari apa yang telah ada pada individu itu sendiri, seperti perilaku
individu, tubuh individu, pemikiran dan perasaan individu. Penyesuaian diri juga
dipengaruhi oleh tuntutan dari orang lain. Pengaruh orang lain juga cukup besar
pada individu sebagaimana individu juga berpengaruh terhadap orang lain. Begitu
juga dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada sangat
berpengaruh terhadap penyesuaian dirinya.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri adalah suatu proses yang
mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar
berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik-
konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam
diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
Schneiders (1964) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga. Salah satunya yaitu hubungan
orangtua dengan anak. Hubungan orangtua dan anak dapat mempengaruhi
penyesuaian anak maupun orangtua. Penerimaan orangtua akan anak dapat
mempengaruhi penyesuaian diri orangtua itu sendiri. Begitu juga dengan anak.
Penerimaan orangtua akan membuat anak merasa diinginkan dan membentuk
perasaan yang aman. Penerimaan orangtua dapat membuat anak mampu
mengembangkan rasa percaya diri, reaksi emosional yang positif dan kepatuhan.
Kehidupan Orangtua yang memiliki salah satu anak yang mengalami
autisme merupakan suatu cobaan yang menjadi pekerjaan berat sehari-harinya.
Tidak mudah bagi orangtua untuk dapat hidup secara tenang dan damai ketika
mengetahui anaknya mengalami salah satu gangguan perkembangan yang cukup
berat seperti autisme. Berbagai macam reaksi emosi orangtua muncul dan
kebanyakan reaksi yang muncul tersebut adalah reaksi emosi yang negatif.
Gejolak emosi yang negatif ini dapat membawa dampak yang negatif pula, baik
dari segi fisik mapupun psikis sehingga diharapkan orangtua mampu untuk
menyesuaiakan dirinya dengan kondisi anaknya yang mengalami autisme (Safaria,
2004).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Umumnya orangtua yang memiliki anak autis akan mengalami stress. Hal
ini terjadi baik pada ayah maupun ibu. Ayah dan ibu juga menunjukkan
penampakan yang berbeda dari stress yang mereka alami yang berhubungan
dengan masalah-masalah anak autisnya. Ibu merupakan tokoh yang lebih rentan
terhadap masalah penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu berperan langsung dalam
kelahiran anak. Biasanya ibu cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi
yangg berhubungan dengan ketidakmampuan anaknya dan ibu lebih mudah
terganggu secara emosional. Ibu juga merasa stress karena perilaku yang
ditampilkan oleh anaknya seperti, tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku
yang tidak lazim, ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Berbeda dengan
ayah yang sebenarnya juga mengalami stress yang sama tetapi dampak stressnya
tidak seberat yang dialami oleh ibu. Ayah cenderung lebih stress karena stress
yang dialami oleh ibu. Hal ini dikarenakan oleh peran ayah sebagai pencari nafkah
utama dalam keluarga sehingga mereka tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan
anak sehari-hari (Cohen & Volkmar, 1997)
Orangtua harus mampu menyesuaikan dirinya agar mampu mengupayakan
usaha yang tidak mengenal menyerah untuk penyembuhan anak autisnya.
Orangtua juga harus mampu mengontrol reaksi emosinya terhadap perilaku anak
terutama perilaku yang dapat membahayakan dirinya, misalnya menyakiti dirinya
sendiri. Disamping itu, orangtua juga sering mengalami pengasingan dari
pergaulan sosial karena terkadang orang lain tidak mengetahui konteks perilaku
anak yang mengganggu (Mash & Wolfe, 2005).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Dari berbagai macam reaksi orangtua yang muncul ketika mengetahui
bahwa anaknya mengalami autisme dan diikuti dengan permasalahan-
permasalahan yang dialami orangtua yang memiliki anak autis yang telah
diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana penyesuaian diri
orangtua yang memiliki anak autis, baik itu penyesuaian dengan dirinya sendiri
maupun dengan lingkungan luarnya
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis?.
2. Bagaimanakah penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat
dari karakteristik – karakteristik penyesuaian diri yang baik?.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk melihat gambaran penyesuaian
diri pada orangtua yang memiliki anak autis.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya penelitian-penelitian
dalam ilmu Psikologi khususnya penelitian dalam Psikologi Perkembangan
mengenai penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
2. Manfaat Praktis
a. Orangtua yang memiliki anak autis dapat mengetahui bagaimana
penyesuaian dirinya sehingga dapat mengupayakan penanganan terhadap
penyembuhan anak autis dengan lebih baik.
b. Memberikan pemahaman kepada para guru atau pendidik anak autis tentang
bagaimana penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis sehingga
dapat bekerja bersama-sama dengan orangtua dalam membantu
penyembuhan anak autis.
D. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan ilmiah yang
teratur sehingga memudahkan pembaca untuk membaca dan memahaminya.
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini menguraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II: Landasan teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang penyesuaian
diri, autisme dan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis.
Bab III: Metode penelitian
Bab ini menguraikan penjelasan mengenai identifikasi variabel
penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan
reliabilitas alat ukur, daya beda aitem, hasil uji coba alat ukur, poroses
pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.
Bab IV : Analisa data dan interpretasi
Bab ini terdiri dari analisa data dan interpretasi yang berisikan mengenai
subjek penelitian dan hasil penelitian.
Bab V : Kesimpulan, diskusi dan saran
Membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi dan saran yang
berkaitan dengan hasil penelitian.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENYESUAIAN DIRI
1. Definisi Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment
atau personal adjustment. Menurut Schneiders (1964) definisi penyesuaian diri
dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk
adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)
dan penyesuaian diri sebagai suatu usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya
penyesuaian diri sama dengan adaptasi (adaptation). Penyesuaian diri sebagai
bentuk adaptasi pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian dalam arti fisik,
fisiologis atau biologis. Penyesuaian diri sebagai konformitas terhadap norma
memaknai penyesuaian diri individu sebagai usaha konformitas yang menyiratkan
bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk selalu menghindarkan
diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional.
Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery) yaitu kemampuan untuk
merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga
konflik-konflik , kesulitan dan frustasi tidak terjadi.
Schneiders (1964) menyimpulkan bahwa definisi penyesuaian diri adalah
sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang
diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal,
ketegangan, frustasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan kualitas
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar
atau lingkungan tempat individu berada
Hollander (dalam Farisy, 2007) mengatakan bahwa penyesuaian diri
adalah suatu proses mempelajari tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi
situasi-situasi baru. Penyesuaian diri terjadi ketika seseorang menghadapi
lingkungan yang baru dimana diperlukan adanya respon dari individu.
Menurut Lazarus (dalam Sundari, 2005), penyesuaian diri termasuk reaksi
seseorang karena adanya tuntutan yang dibebankan pada dirinya. Menurut
Thorndike dan Hogen (dalam Sundari, 2005), penyesuaian diri merupakan
kemampuan individu untuk mendapatkan ketentraman secara internal dan
hubungannya dengan dunia sekitarnya .
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa penyesuaian diri adalah
kemampuan individu untuk bereaksi terhadap adanya tuntutan yang dibebankan
kepadanya, mampu mempelajari tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi
situasi baru yang memerlukan adanya respon-respon mental, mampu menghadapi
kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta menghasilkan
kualitas keselarasan dari dalam diri individu dengan tuntutan lingkungan sehingga
individu mendapatkan ketentraman secara internal dalam hubungannya dengan
dunia sekitarnya.
Menurut Lazarus (1969), ada dua jenis tuntutan yang membutuhkan
penyesuaian diri, yaitu :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
a. Tuntutan eksternal yang terdiri dari :
1). Tuntutan fisik (physical demand) yang berasal dari lingkungan seperti
rasa sakit dan bahaya.
2). Tuntutan sosial (social demands) seperti tuntutan orang lain agar
individu secara nyata atau tidak, melakukan, memikirkan dan
merasakan sesuatu.
b. Tuntutan internal, yang dibagi menjadi :
1). Kebutuhan jaringan tubuh seperti makanan, minuman dan tidur.
2). Motif sosial seperti keinginan untuk ditemani, dihormati dan disayang
oleh orang lain.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (1964), faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri individu dapat dikatakan sama dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi dan mengatur perkembangan kepribadian. Faktor-faktor ini
menentukan dalam arti mempengaruhi efek yang menentukan proses penyesuaian
diri. Faktor-faktor ini dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Keadaan fisik dan faktor keturunan. Konstitusi fisik meliputi sistem
parsyarafan, kelenjar, otot-otot serta kesehatan dan penyakit.
Tidak dapat dipisahkan bahwa konstitusi fisik dan faktor keturunan
dapat menentukan penyesuaian diri individu. Faktor keturunan merupakan
proses yang terjadi secara alami yang mempengaruhi konstitusi fisik itu
sendiri yang meliputi temperamen dan sifat.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Sistem tubuh adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
penyesuaian diri individu. Meliputi sistem persyarafan, kelenjar dan sistem
otot. Sistem persyarafan adalah sistem tubuh yang memiliki kaitan
langsung dengan penyesuaian diri. Hal ini dikarenakan sistem persyarafan
adalah dasar dari proses mental. Gangguan pada sistem persyarafan dan
kelenjar dapat mempengaruhi penyesuaian diri. Dengan kata lain, sistem
tubuh yang berfungsi dengan baik adalah suatu kondisi yang dapat
menentukan penyesuaian diri individu. Penyesuaian diri lebih mudah
dilakukan ketika kondisi tubuh baik daripada ketika dalam keadaan sakit
dan kondisi tubuh lemah.
b. Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial
dan emosi dan moral.
Pola-pola penyesuaian diri individu selalu berubah-ubah sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Aspek-
aspek yang berhubungan dengan perkembangan dan kematangan misalnya
intelektual, sosial, moral dan emosi.
c. Faktor psikologis, meliputi pengalaman, pembelajaran, latihan dan
pendidikan, frustasi dan konflik, dan self determination.
Pengalaman adalah suatu konsep yang luas yang mempengaruhi
penyesuaian diri. Ada beberapa pengalaman yang bersifat bermanfaat dan
ada juga yang bersifat traumatik. Pengalaman yang bermanfaat dapat
memberi pengaruh positif pada penyesuaian diri individu.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Faktor pembelajaran merupakan dasar yang paling penting pada
penyesuaian diri. Jika dibandingkan dengan faktor bawaan, faktor
pembelajaran memiliki pengaruh yang lebih jelas terhadap penyesuaian
diri. Penyesuaian diri juga dapat diperoleh dari hasil latihan dan
pendidikan. Pelatihan lebih kepada mendapatkan kebiasaan atau
keterampilan khusus yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri yang efektif.
Pendidikan lebih kepada mendapatkan pengetahuan yang lebih luas yang
menyediakan nilai-nilai, prinsip, sikap yang berkontribusi terhadap
kehidupan yang sehat.
Setiap individu memiliki pola-pola yang berbeda dalam
kemampuannya untuk menyesuaikan diri. Individu mampu menentukan
sendiri pola-pola penyesuaian dirinya sesuai dengan kemampuan dan
kapasitas yang dimilikinya.
d. Keadaan lingkungan seperti rumah dan keluarga, hubungan antara
orangtua dan anak, hubungan dengan masyarakat.
Faktor yang paling penting dalam menentukan penyesuaian diri
adalah rumah dan keluarga. Hal ini dikarenakan keluarga adalah kesatuan
sosial dimana individu adalah bagian integral didalamnya. Ada beberapa
karakteristik kehidupan keluarga yang mempengaruhi penyesuaian diri
misalnya, kumpulan keluarga, peran sosial dalam keluarga, karakteristik
dan keterpaduan anggota keluarga.
Hubungan orangtua dan anak dapat mempengaruhi penyesuaian
anak maupun orangtua. Penerimaan orangtua akan anak dapat
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
mempengaruhi penyesuaian diri orangtua itu sendiri. Begitu juga dengan
anak. Penerimaan orangtua akan membuat anak merasa diinginkan dan
membentuk perasaan yang aman. Penerimaan orangtua dapat membuat
anak mampu mengembangkan rasa percaya diri, reaksi emosional yang
positif dan kepatuhan.
Penyesuaian diri individu dapat berbeda-beda sesuai dengan
keanggotaannya dalam masyarakat. Termasuk didalamnya tetangga dan
orang lain disekitar individu itu sendiri.
e. Faktor kebudayaan, adat istiadat dan agama.
Individu dapat mencerminkan ciri pikiran dan perilaku mereka
sesuai dengan konteks budaya dan adat istiadat yang mereka miliki.
Agama tidak dapat dipisahkan dari bagian budaya karena budaya memiliki
hubungan dengan agama dan penyesuaian diri.
Menurut Kristiyani (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
diri adalah keluarga, keadaan lingkungan, rasa aman, keadaan fisik, jenis kelamin,
pendidikan, tingkat religius dan kebudayaan, keadaan psikologis, kebiasaan dan
keterampilan serta komunikasi.
Dari uraian diatas ada beberapa faktor yang menentukan penyesuaian diri
individu, antara lain :
1) Keadaan lingkungan. Seperti : rumah, keluarga, hubungan antara
orangtua dan anak, hubungan dengan masyarakat.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
2) Keadaan fisik dan faktor keturunan. Seperti : sistem parsyarafan,
kelenjar, otot-otot, jenis kelamin, kesehatan dan penyakit.
3) Faktor psikologis. Seperti : pengalaman, pembelajaran, latihan dan
pendidikan, frustasi dan konflik, self determination dan rasa aman
4) Perkembangan dan kematangan. Seperti : kematangan intelektual,
sosial, emosi dan moral. intelektual, sosial, emosi, kebiasaan dan
keterampilan dan komunikasi.
5) Faktor kebudayaan. Seperti : adat istiadat.
6) Keyakinan religius (keagamaan).
3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Baik
Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri yang baik adalah individu
yang dapat memberi respon yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan.
Penyesuaian diri yang normal dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive
emotionality)
Penyesuaian diri yang normal dapat ditandai dengan tidak adanya emosi
yang relatif berlebihan atau tidak terdapat gangguan emosi yang merusak.
Individu yang mampu menanggapi situasi atau masalah yang dihadapinya
dengan cara yang normal akan merasa tenang dan memiliki kontrol emosi
yang baik. Emosinya akan tetap tenang dan tidak panik sehingga dapat
menentukan penyelesaian masalah yang dibebankan kepadanya dengan
menggunakan rasio dan emosi yang terkendali.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
b. Tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological
mechanisms)
kejujuran dan keterusterangan terhadap adanya masalah atau konflik yang
dihadapi individu akan lebih terlihat sebagai reaksi yang normal dari pada
suatu reaksi yang diikuti dengan mekanisme-mekanisme pertahanan diri
seperti rasionalisasi, proyeksi atau kompensasi.
c. Tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal
frustration)
Adanya perasaan frustasi akan membuat individu sulit atau bahkan tidak
mungkin bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah yang
dihadapinya. Individu harus mampu menghadapi masalah secara wajar,
tidak menjadi cemas dan frustasi.
d. Kemampuan untuk belajar (ability to learn)
Mampu mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi
sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
e. Pemanfaatkan pengalaman (utilization of past experience)
Adanya kemampuan individu untuk belajar dan memanfaatkan
pengalaman marupakan hal yang penting bagi penyesuaian diri yang
normal. Dalam menghadapi masalah, individu harus mampu
membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
sehingga pengalaman-pengalaman yang diperoleh dapat digunakan dalam
mengatasi permasalahan yang dihadapi.
f. Sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes)
Karakteristik ini berhubungan erat dengan orientasi seseorang terhadap
realitas yang dihadapinya. Individu mampu mengatasi masalah dengan
segera, apa adanya dan tidak ditunda-tunda.
g. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self
direction)
Pertimbangan rasional tidak dapat berjalan dengan baik apabila disertai
dengan emosi yang berlebihan sehingga individu tidak dapat mengarahkan
dirinya. Individu yang tidak mampu untuk mempertimbangkan masalah
secara rasional akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya.
Individu mampu menghadapi masalah dengan pertimbangan yang rasional
dan mengarah langsung kepada masalah dengan segala akibatnya.
Berdasarkan baik dan buruknya penyesuaian diri, ada dua jenis
penyesuaian diri menurut Lazarus (1969), yaitu :
a. Peyesuaian diri buruk (poor adjustment) dimana seseorang menerima
kenyataan secara pasif dan tidak melakukan usaha apapun untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
b. Penyesuaian diri yang baik (good adjustment) dimana individu dapat
menerima keterbatasan-keterbatasannya yang tidak dapat diubah namun
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
individu tetap berusaha memodifikasi keterbatasan-keterbatasan tersebut
seoptimal mungkin.
B. AUTISME
1. Definisi Autisme
Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004), autisme adalah salah satu
gangguan perkembangan pervasif yang dicirikan oleh tiga ciri utama, yaitu
pengasingan yang ekstrim (extreme isolation) dan ketidakmampuan berhubungan
dengan orang lain. Kedua, kebutuhan patologis akan kesamaan. Kebutuhan ini
berlaku untuk perilaku anak dan lingkungannya. Dan ketiga yaitu mutism atau
cara berbicara yang tidak komunikatif termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang
tidak sesuai dengan situasi. Anak autis juga memiliki ketidakmampuan dalam
menerjemahkan kalimat secara harafiah dan pembalikan kata gantinya sendiri,
biasanya anak memanggil dirinya sendiri dengan kata ”kamu”.
Menurut DSM IV-TR (APA, 2000), autisme adalah keabnormalan yang
jelas dan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan
keterbatasan yang jelas dalam aktivitas dan ketertarikan. Manifestasi dari
gangguan ini berganti-ganti tergantung pada tingkat perkembangan dan usia
kronologis dari individu.
Safaria (2005) mengatakan autisme adalah ketidakmampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan
penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
bermain yang repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan Keinginan
obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa autisme adalah
gangguan perkembangan pada anak-anak yang ditandai dengan gangguan
interaksi sosial seperti pengasingan diri dan ketidakmampuan berhubungan
dengan orang lain, gangguan komunikasi dan bahasa seperti ecolalia, penggunaan
kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi, mutism, pembalikan kalimat
atau kata, gangguan ketertarikan dan aktivitas seperti adanya aktivitas bermain
yang repetitif dan stereotipe serta keinginan obsesif untuk mempertahankan
keteraturan dan kesamaan di dalam lingkungannya.
2. Gejala Autisme
Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam
autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu :
a. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial kedalam
suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan
semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku
seakan-akan orang lain tidak pernah ada.
b. Kelemahan kognitif
Sebahagian besar (± 70 %) anak autis mengalami retardasi mental (IQ <
70) tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang
berkaitan dengan kemampuan sensori motor. Terapi yang dijalankan anak
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
autis meningkatkan hubungan sosial mereka tapi tidak menunjukkan
pengaruh apapun pada retardasi mental yang dialami. Oleh sebab itu,
retardasi mental pada anak autis terutama sekali disebabkan oleh masalah
kognitif dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial.
c. Kekurangan dalam bahasa
Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya
mengoceh, merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia, yaitu
menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang
potongan lagu, iklan TV atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa
tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan cara yang
aneh. Menyebut diri mereka sebagai orang kedua ”kamu” atau orang
ketiga ”dia”. Intinya anak autime tidak dapat berkomunikasi dua arah
(resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal.
d. Tingkah laku stereotip
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus-
menerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat
dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini
disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya
gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-
narik rambut dan mengggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan
akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang
aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik pada
hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya, pada roda
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan
dan kebiasaan yang monoton.
3. Penyebab Autisme
Sampai sekarang, autisme masih merupakan grey area di bidang
kedokteran yang terus berkembang dan belum diketahui penyebabnya secara pasti
(Marijani, 2003). Menurut Supratiknya (1995), autisme disebabkan faktor bawaan
tertentu atau pengalaman yang kurang mendukung. Misalnya dibesarkan oleh ibu
yang tidak responsif atau pernah mengalami trauma dengan lingkungan sosialnya.
Autisme juga disebabkan oleh abnormalitas kromosom terutama fragile X.
Ada pengaruh kondisi fisik pada saat hamil dan melahirkan yang mencakup
rubella, sifilis, fenilketonuria, tuberus dan sklerosis. Faktor prenatal mencakup
infeksi kongenital seperti Cytomegalovirus dan rubella. Faktor pasca natal yang
berperan mencakup infantile spasm, epilepsi mioklonik, fenilketonuria,
meningitis dan encefalis (Lumbantobing, 2001).
Menurut Acocella (1996), ada tiga perspektif yang dapat digunakan
untuk menjelaskan penyebab autisme, yaitu :
a. Perspektif Psikodinamika
Bettelheim (1967) mengatakan bahwa penyebab dari autisme karena
adanya penolakan orangtua terhadap anaknya. Anak menolak orangtuanya
dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Anak melihat bahwa
tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orangtua yang tidak
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
responsif. Anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak
apapun di dunia, sehingga anak menciptakan ”benteng kekosongan”
autisme untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan.
b. Perspektif Biologis
1) Pendekatan biologis
Folstein & Butter (1977) mengadakan penelitian di Great Britain,
antara 11 pasang monozygotic (MZ) kembar dan 10 pasang
dyzygotik (DZ) kembar, ditemukan satu pasang yang merupakan
gen autisme. Pada kelompok MZ, 4 dari 11 diantaranya adalah gen
autisme. Sedangkan pada DZ, tidak ada. Walaupun demikian, pada
MZ kembar tidak didioagnosa sebagai autisme, hanya akan
mengalami gangguan bahasa atau kognisi.
2) Pendekatan kromosom
Kromosom yang dapat menyebabkan autisme yaitu sindrom fragile
X dan kromosom XXY, namun kromosom XXY ini tidak
menunjukkan hubungan yang sekuat sindrom fragile X.
3) Pendekatan biokimia
Anak-anak autis memiliki kadar serotonin dan dopamine yang
sangat tinggi. Obat-obat yang dapat membantu menurunkan kadar
dopamine yaitu seperti phenotiazines yang dapat menurunkan
gejala-gejala autisme.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
4) Gangguan bawaan dan komplikasi
Ada 2 penyebab autisme yaitu, virus herpes dan rubella. Autisme
yang berhubungan dengan komplikasi pada saat melahirkan
berhubungan dengan faktor genetik.
5) Pendekatan neurological
a) Penyebab autisme karena adanya kerusakan otak. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya beberapa gejala berikut :
b) Karakteristik anak autis seperti gangguan perkembangan
bahasa, retardasi mental, tingkah laku motorik yang aneh,
memiliki respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi
terhadap stimulus sensori, menentang stimulus auditory dan
visual) berhubungan dengan fungsi sistem saraf pusat.
c) Sistem saraf menunjukkan abnormalitas seperti, gangguan
otot, alat koordinasi, mengeluarkan air liur dan hiperaktif.
d) Memiliki electroencephalogram (EEG) yang abnormal.
Penelitian ERP menunjukkan tidak adanya respon
memperhatikan objek atau stimulus bahasa.
e) Adanya keabnormalan pada bagian Cerebellum dan sistem
lymbik otak yang sangat berpengaruh terhadap kognisi,
memori, emosi dan tingkah laku. Sistem lymbicnya lebih
kecil dan bergumpal dibeberapa area, bagian dendrit saraf
anak autisme lebih pendek dan kurang lengkap.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
c. Perspektif Kognitif
1) Ornitz, dkk (1974) mengatakan bahwa gangguan pada anak autis
disebabkan karena adanya masalah dalam mengatur dan
menyatakan input terhadap alat perasa. Contohnya, memberi
respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi terhadap suara.
2) M. Rutter (1971) memfokuskan pada sensori persepsi, yaitu
dimana anak autisme tidak memberi respon terhadap suara. Anak
autis juga mengalami gangguan bahasa seperti aphasia yaitu
kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-kata yang
disebabkan karena kerusakan otak. Tetapi dalam perspektif ini
menyatakan bahwa anak autis tidak memberi respon disebabkan
adanya masalah perseptual.
3) Loovas, dkk (1979) mengatakan bahwa anak autis sangat
overselektif dalam memperhatikan sesuatu. Anak autis hanya
dapat memproses dan merespon satu stimulus dalam satu waktu,
hal ini disebabkan karena adanya gangguan perceptual.
4) Anak autis tidak mampu mengolah sesuatu dalam pikiran.
Misalnya, tidak dapat memperkirakan dan memahami tingkah
laku yang mendasari suatu objek.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
4. Kriteria Diagnostik Autisme
Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnostik gangguan autisme
adalah :
a. Sejumlah enam hal atau lebih dari (1), (2) dan (3), paling sedikit dua dari
(1) dan satu masing-masing dari (2) dan (3) :
1) Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi sosial sebagai
manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut :
a) Hendaya didalam perilaku non verbal seperti pandangan
mata ke mata, ekspresi wajah, sikap tubuh dan gerak
terhadap rutinitas dalam interaksi sosial.
b) Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan
sesuai tingkat perkembangannya.
c) Kurang kespontanan dalam membagi kesenangan, daya
pikat atau pencapaian akan orang lain, seperti kurang
memperlihatkan, mengatakan atau menunjukkan objek
yang menarik.
d) Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.
2) Secara kualitatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai
manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut :
a) Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan
berbicara (tidak menyertai usaha mengimbangi cara
komunikasi alternatif seperti gerak isyarat atau gerak
meniru-niru)
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
b) Individu bicara secara adekuat, hendaya dalam menilai
atau meneruskan pembicaraan orang lain.
c) Mempergunakan kata berulang kali dan stereotif atau
kata-kata aneh.
d) Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah
atau pura-pura bermain sesuai tingkat perkembangan.
3) Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai
manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut :
a) Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotif atau
kelainan dalam intensitas maupun focus ketertarikan akan
sesuatu yang terbatas.
b) Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas
atau ritual pun tidak fungsional.
c) Gerakan stereotif dan berulang misalnya, memukul,
memutar arah jari dan tangannya serta meruwetkan
gerakan seluruh tubuhnya.
d) Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotif.
b. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut
ini, dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :
1) Interaksi sosial
2) Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial
3) Bermain simbol atau berkhayal.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
c. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan
disintegrasi masa kanak.
C. Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak autis
Menjadi orangtua adalah suatu periode kehidupan yang akan dilalui setiap
individu. Individu yang sudah menjadi orangtua akan mengalami suatu perubahan
dalam kehidupannya sehingga ia perlu menyesuaikan diri. Orangtua yang
memiliki anak normal saja akan mengalami masalah penyesuaian diri dengan
kehadiran anak dalam keluarga begitu juga orangtua yang mempunyai anak yang
mengalami gangguan perkembangan seperti autisme.
Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif
yang ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu pengasingan yang ekstrim (extreme
isolation) dan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, kebutuhan
patologis akan kesamaan dan mutism atau cara berbicara yang tidak komunikatif
termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi (Kanner
dalam Wenar, 1994).
Berbagai reaksi orangtua muncul ketika mengetahui bahwa anaknya
mengalami autisme. Ada perasaan menolak, malu, tidak percaya, sedih, cemas,
merasa bersalah dan berdosa, marah, terkejut, depresi hingga pada penerimaan.
Sesuai dengan apa yang dikatakan Kubbler – Ross (dalam Sarasvati, 2004) bahwa
ada beberapa reaksi yang dapat muncul ketika individu menghadapi cobaan dalam
hidup, yaitu menolak kenyataan, marah, melakukan tawar-menawar, depresi dan
penerimaan. Reaksi-reaksi orangtua ini muncul karena harapan orangtua terhadap
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
anak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya yaitu memiliki anak yang
berkembang dengan normal seperti anak-anak lainnya dan adanya berbagai
tuntutan dari lingkungan sekitarnya sehingga menuntut orangtua untuk mampu
menyesuaikan diri dengan berbagai permasalahan yang muncul.
Umumnya orangtua yang memiliki anak autis akan mengalami stress. Hal
ini terjadi baik pada ayah maupun ibu. Ayah dan ibu juga menunjukkan
penampakan yang berbeda dari stress yang mereka alami yang berhubungan
dengan masalah-masalah anak autisnya. Ibu merupakan tokoh yang lebih rentan
terhadap masalah penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu berperan langsung dalam
kelahiran anak. Biasanya ibu cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi
yang berhubungan dengan ketidakmampuan anaknya dan ibu lebih mudah
terganggu secara emosional. Ibu juga merasa stress karena perilaku yang
ditampilkan oleh anaknya seperti, tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku
yang tidak lazim, ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Berbeda dengan
ayah yang sebenarnya juga mengalami stress yang sama tetapi dampak stressnya
tidak seberat yang dialami oleh ibu. Ayah cenderung lebih stress karena stress
yang dialami oleh ibu. Hal ini dikarenakan oleh peran ayah sebagai pencari nafkah
utama dalam keluarga sehingga mereka tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan
anak sehari-hari (Cohen & Volkmar, 1997)
Dillihat dari jenis tuntutan untuk menyesuaikan diri menurut Lazarus
(1969), penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis adalah termasuk :
1. Tuntutan eksternal yang berasal dari tuntutan sosial (social demands). Hal
ini disebabkan adanya tuntutan terhadap orangtua untuk berindak, berpikir
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak tersebut secara khusus.
Disamping itu orangtua juga perlu menangani masalah perilaku anak,
kesehatan dan pendidikan anak yang sangat berbeda dari anak-anak
normal.
2. Tuntutan internal yang berasal dari motif sosial. Hal ini disebabkan
adanya keinginan orangtua untuk disayangi, dihormati, dicintai dan
ditemani orang lain. Baik itu keinginan untuk disayang oleh anaknya
walaupun anaknya mengalami kesulitan untuk mengekspresikan
perasaannya. Begitu juga dengan keinginan orangtua untuk ditemani dan
dihormati oleh orang-orang sekitarnya karena adanya suatu keadaan
khusus pada diri orangtua yaitu dengan kehadiran anak autis dalam
keluarganya.
Mash & Wolfe (2005) mengatakan bahwa orangtua harus mencoba
memahami dan menerima kenyataan hasil diagnosa anak dan perilaku anak yang
selalu berbeda dengan anak lainnya sehingga orangtua mampu bereaksi untuk
menyesuaikan diri dengan berbagai permasalahan yang muncul baik dari anak itu
sendiri, dari diri sendiri maupun permasalahan yang timbul dari lingkungan
sekitarnya. Penerimaan orangtua dengan anak autis dapat mempengaruhi
penyesuaian orangtua itu sendiri dan penyesuaian diri orangtua juga sangat
mempengaruhi penyesuaian diri anak.
Penyesuaian diri adalah proses yang mencakup respon-respon mental dan
perilaku yang diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-
kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia
luar atau lingkungan tempat individu berada (Schneider, 1964).
Orangtua yang memiliki anak autis diharapkan mampu menyesuaikan diri
dengan baik sehingga orangtua harus memiliki beberapa karakteristik penyesuaian
diri yang baik, yaitu :
1. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive
emotionality) sehingga mampu mengontrol emosi yang berlebihan dan
dalam menghadapi permasalahan emosinya akan tetap tenang dan tidak
panik.
2. Tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological
mechanisms) sehingga dalam menyelesaikan masalah individu
menggunakan pemikiran yang rasional dan mengarah langsung pada
permasalahan.
3. Tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal
frustration) sehingga individu mampu menghadapi masalah secara wajar,
tidak menjadi cemas dan frustasi.
4. kemampuan untuk belajar (ability to learn) yaitu pengetahuan yang
diperoleh dari hasil belajar dapat dipergunakan untuk mendukung dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi.
5. Pemanfaatan pengalaman (utilization of past experience) sehingga dapat
membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain
dan pengalaman-pengalaman tersebut dapat memberikan sumbangan
dalam pemecahan masalah yang dihadapi
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
6. Sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes) yaitu
mampu menghadapi masalah dengan segera, apa adanya dan tidak
ditunda-tunda.
7. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self
direction) yaitu individu dapat mengarahkan dirinya dan
mempertimbangkan masalah secara rasional.
Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri yang baik adalah individu
yang dapat memberi respon yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan.
Berdasarkan baik atau buruknya penyesuaian diri orangtua dengan anak autis,
dapat dikemukakan dua bentuk penyesuaian diri menurut Lazarus (1969), yaitu :
1. Penyesuaian diri yang buruk dimana orangtua menerima kehadiran anak
autis secara pasif dan tidak mengoptimalkan kemampuan dirinya dan anak
tersebut untuk mengatasi masalah yang muncul.
2. Penyesuaian diri yang baik dimana orangtua dapat menerima keterbatasan-
keterbatasan dari anak sehingga akan tercipta hubungan baik antara anak
dengan dirinya. Salah satu prinsip penting dari penyesuaian diri yang baik
pada orangtua anak autisme yaitu membuat tujuan yang realistis yang
berhubungan dengan kemampuan anaknya atau hubungan diantara mereka
dan berusaha mencapai tujuan tersebut secara bersama-sama.
Adapun penyesuaian diri yang tidak baik menurut Schneiders (1969)
adalah penyesuaian diri yang menyimpang dari kenyataan yang ditandai dengan
ketidakmampuan mengendalikan emosi bila menghadapi masalah, menjadi panik
sehingga tindakan yang diambil tidak sesuai dengan kenyataan, menggunakan
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pertahanan diri yang berlebihan dan menyimpang dari kenyataan sehingga
memungkinkan terjadinya kecemasan, frustasi dan konflik.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah
karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah
penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang
dimaksudkan untuk melihat bagaimana penyesuaian diri orangtua yang memiliki
anak autis. Menurut Azwar (1999) penelitian deskriptif merupakan metode yang
menggambarkan dengan sistematik dan akurat fakta dengan tidak bermaksud
menjelaskan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun implikasi. Menurut
Hadi (2000) metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena
yang terjadi tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku secara umum.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri
orangtua yang memiliki anak autis.
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk mengatasi secara efektif
berbagai tuntutan atau tekanan yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri
maupun dari lingkungannya. Penyesuaian diri dalam penelitian ini dapat diungkap
melalui skala penyesuaian diri yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) yang mengungkap
karakteristik penyesuaian diri yang baik. Skala ini menunjukkan semakin tinggi
total skor yang diperoleh individu maka akan menunjukkan penyesuaian diri yang
baik, sebaliknya semakin rendah total skor yang diperoleh individu maka akan
menunjukkan penyesuaian diri yang buruk.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi dan Sampel
Dalam suatu penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai
merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah
seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah
subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi,
2000). Populasi pada penelitian ini adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang
memiliki anak autis.
Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki
penulis, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan
populasi yang dinamakan sampel. Sampel adalah sebahagian dari populasi yang
merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus
mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Adapun sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang
memiliki anak autis dengan krakteristik sebagai berikut:
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
a. Orangtua baik ayah maupun ibu yang memiliki anak autis.
Diasumsikan karena orangtua memiliki peranan penting dalam
mengupayakan penyembuhan kepada anak autis.
b. Taraf pendidikan orangtua minimal SMU untuk mempermudah
pengambilan data saat penelitian.
2. Jumlah Sampel Penelitian
Sugiarto (2003) berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan
menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah
30, walaupun ia juga mengakui bahwa banyak peneliti lain menganggap bahwa
sampel sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum. Sedangkan menurut Siegel
(1994) tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian.
Kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
sampel. Azwar (2001) menyatakan tidak ada angka yang dikatakan dengan pasti.
secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel lebih dari 60 orang sudah
cukup banyak. Jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 39.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel
dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai,
dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel
yang benar-benar dapat mewakili populasi (Poerwanti, 1994). Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Teknik
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pengambilan sampel ini diambil secara acak terhadap kelompok bukan terhadap
individu melainkan dari kelompok-kelompok individu. sampling ini dipandang
ekonomis, lebih mudah dan lebih murah (Azwar, 2000). Prosedur random akan
dilakukan terhadap yayasan-yayasan anak berkebutuhan khusus di kota Medan.
Antara lain Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari), Yayasan Anak kita
(Yakita), Kidz Smile Centre Therapy, i – Homeschooling dan Yayasan Tali Kasih.
Kemudian akan diambil secara random 3 yayasan untuk dijadikan sampel
penelitian.
D. Alat Ukur yang Digunakan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan
data dengan skala psikologis atau disebut dengan metode skala. Metode skala
digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis
yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku
yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2001).
Hadi (2000) menyatakan bahwa skala psikologis dapat digunakan dalam
penelitian berdasarkan asumsi-asumsi berikut :
1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.
2. Hal-hal yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya.
3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan peneliti.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan
menggunakan skala, yaitu skala penyesuaian diri.
1. Skala Penyesuaian Diri
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri
yang terdiri dari butir-butir pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik
penyesuaian diri yang baik yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) yaitu :
Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive emotionality),
tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological mechanisms),
tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal
frustration), kemampuan untuk belajar (ability to learn), pemanfaatan pengalaman
(utilization of past experience), sikap yang realistis dan objektif (realistic and
objective attitudes) dan pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational
deliberation and self direction).
Skala ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari pernyataan
dengan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju
(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan
favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap
pilihan bergerak dari 1-4, bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu SS =
4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk bobot pernyataan unfavorabel yaitu
SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4. Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala
sikap yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai
berikut:
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 1. Cara Penilaian Skala Penyesuaian Diri
3. Skala Sebelum Uji Coba
Sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya, skala penyesuaian diri
yang telah disusun, terlebih dahulu diujicobakan. Tujuannya agar mengetahui
seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau
dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya (Azwar, 1999).
Butir-butir aitem skala penyesuaian diri disusun berdasarkan karakteristik
penyesuaian diri yang baik yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) dengan
blue print pada tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Blue print Skala Penyesuaian Diri Sebelum Uji Coba
No Karakteristik Penyesuaian Diri
Nomor Butir Aitem Skala Jumlah (Persen) Favorable Unfavorable
1 Tidak terdapat emosionalitas yang
berlebihan
1, 11, 13, 17, 21, 33, 45
2, 22, 26, 46, 66, 93, 97
14 (14,3 %)
2 Tidak terdapat mekanisme psikologis
3, 23, 49, 55, 63, 69, 71
30, 32, 75, 81, 83, 85, 95
14 (14,3 %)
3 Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi
5, 9, 15, 27, 37, 43, 61
16, 20, 28, 34, 48, 54, 70
14 (14,3 %)
4 Kemampuan untuk belajar
25, 31, 35, 39, 41, 47,59
4, 18, 40, 52, 64, 74, 82
14 (14,3 %)
5 Pemanfaatan pengalaman 7, 19, 29, 67, 79, 87, 91
6, 38, 50, 56, 76, 92, 94
14 (14,3 %)
6 Sikap yang realistis dan objektif
24, 58, 60, 80, 84, 88, 98
8, 10, 14, 36, 42, 44, 62
14 (14,3 %)
7 Pertimbangan rasional dan pengarahan diri
51, 53, 57, 65, 73, 77, 89
12, 68, 72, 78, 86, 90, 96
14 (14,3 %)
Jumlah 49 49 98
Bentuk Peryataan 1 2 3 4
Favorable STS TS S SS
Unfavorable SS S TS STS
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Persen 50 % 50 % 100 %
E. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur
Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian
sangat menetukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan.
Suatu alat ukur yang tidak valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi
yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes ini
(Azwar, 2001).
Peneliti akan melakukan uji coba pada skala terhadap sejumlah responden,
dengan tujuan memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel. Hadi (2000)
mengemukakan beberapa tujuan dari try out adalah sebagai berikut :
1. Menghindari pernyataan-pernyataan yang kurang jelas maksudnya
2. Menghindari penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu
akademik, ataupun kata-kata yang menimbulkan kecurigaan.
3. Memperbaiki pernyataan-pernyataan yang biasa dilewati (dihindari)
atau hanya menimbullkan jawaban-jawaban dangkal.
4. Menambah aitem yang sangat perlu ataupun meniadakan aitem yang
ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian.
1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada
mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki
dengan tepat (Azwar, 2000). Azwar juga mengatakan bahwa suatu alat tes atau
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
instrumen pengukuran dikatakan mamiliki validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi yaitu
sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-
benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas isi
ini dilakukan melalui pendapat profesional (profesional judgement).
2. Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat
ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang
berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien
reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam
menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini
sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang
mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
Uji reliabilitas menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal
yaitu single trial administration, dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali
pengenaan tes kepada individu sebagai subjek. Teknik yang digunakan adalah
teknik koefisien Alpha Cronbach, yang akan menghasilkan reliabilitas dari skala
penyesuaian diri. Pengolahan data tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan
bantuan program SPSS versi 16.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam
rentang 0 sampai dengan 1. koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka 1
menandakan semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin
mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas pengukurannya.
Menurut Azwar (2000), pengukuran pada aspek-aspek sosial-psikologis
yang mencapai angka koefisien reliabilitas 1 tidak pernah dijumpai karena
manusia sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber error yang
potensial. Menurut Triton (2006) ada beberapa pembagian kategori reliabilitas
pengukuran, yaitu : 0 s/d 0,20 (kurang reliabel), > 0,20 s/d 0,40 (agak reliabel), >
0,40 s/d 0,60 (cukup reliabel), 0,60 s/d 0,80 (reliabel), 0.80 s/d 1 (sangat reliabel).
F. Daya Beda Aitem
Daya beda suatu alat ukur dalam penelitian sangat diperlukan karena
melalui daya beda aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur
melakukan fungsinya. Daya beda aitem dilakukan untuk mengukur konsistensi
internal tiap-tiap aitem pada skala dengan mengkorelasikan skor aitem dengan
skor total (Azwar,2000).
Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi
korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu
distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien
korelasi aitem total (rix) yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem.
Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥
0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0.30 dapat
diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar,
2000). Penelitian ini menggunakan batasan rix ≥ 0.30.
Pengujian daya diskriminasi aitem pada skala sikap dilakukan dengan
mengkorelasikan antara skor tiap aitem dengan skor total, dengan menggunakan
teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS versi 16.
G. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Hasil uji coba skala penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis
menghasilkan 55 aitem yang diterima dari 98 aitem yang diujicobakan. Indeks
diskriminasi rix ≥ 0.3 dengan reliabilitas sebesar 0, 906. Sebanyak 43 aitem yang
dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 2, 3, 6, 9, 11, 12, 13, 16, 18, 20, 23, 25, 26,
27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 43, 44, 46, 54, 55, 57, 65, 67, 69, 70, 71, 75, 76, 77,
78, 83, 86, 88, 90, 91, 93 dan 98. indeks aitem yang memiliki daya beda tinggi
bergerak dari 0,305 sampai dengan 0,691.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Diri yang Akan Digunakan dalam Peneli
tian
No Karakteristik Penyesuaian Diri
Nomor Butir Aitem Skala Jumlah (Persen) Favorable Unfavorable
1 Tidak terdapat emosionalitas yang
berlebihan
1, 3, 12, 42 13, 37, 41 7 (12,7 %)
2 Tidak terdapat mekanisme psikologis
24, 34 47, 50, 54 5 (9,1 %)
3 Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi
5, 9, 16, 32 23 5 (9,1 %)
4 Kemampuan untuk belajar
14, 18, 20, 22, 30
4, 19, 27, 35, 40, 48
11 (20 %)
5 Pemanfaatan pengalaman 7, 10, 15, 46, 45
17, 25, 43, 52, 53
10 (18,2 %)
6 Sikap yang realistis dan objektif
11, 29, 31, 36, 49
2, 6, 8, 21, 33 10 (18,2 %)
7 Pertimbangan rasional dan pengarahan diri 26, 28, 39, 51, 44, 38, 55
7 (12,7 %)
Jumlah 29 26 55
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap Persiapan
Ada beberapa tahapan yang perlu dipersiapkan peneliti sebelum
melakukan penelitian, antara lain :
a. Rancangan alat dan instrumen
Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari skala
penyesuaian diri yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori
dari Scheiders (1964) yang akan mengukur penyesuaian diri. Skala
penyesuaian diri yang akan digunakan dalam penelitian terdiri dari 55
aitem yang dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4 dimana
setiap aitem pernyataan terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu sangat
sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).
b. Permohonan Izin
Pengambilan data untuk penelitian diawali dengan mengurus surat izin
dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara untuk pengambilan
data, yaitu pada Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa
Mandiri (Yakari) dan Kidz Smile Therapy Center. Kemudian peneliti
meminta izin dari ketiga yayasan tersebut. Setelah mendapatkan izin
untuk pengambilan data barulah peneliti menetapkan tanggal untuk
melakukan penelitian.
Persen 52,7 % 47,3 % 100 %
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
c. Uji coba alat ukur
Uji coba alat ukur dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2008 sampai
dengan 10 Januari 2009. Total skala yang disebarkan berjumlah 50
skala dan yang dikembalikan sejumlah 43 skala.
d. Revisi alat ukur penelitian
Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 43
subjek, peneliti terlebih dahulu menguji validitas dan reliabilitas skala
penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dengan bantuan
program komputer SPSS versi 16. Setelah mengetahui aitem-aitem
yang memenuhi reliabilitas yang baik, peneliti mengambil aitem-aitem
tersebut untuk dijadikan sebagai aitem-aitem pada skala penyesuaian
diri untuk penelitian dan skala ini disusun dalam bentuk booklet yang
berukuran kertas A4.
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian untuk memperoleh data yang sesungguhnya dilakukan setelah
diperoleh alat ukur yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengambilan data
penelitian dilakukan di Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa
Mandiri (Yakari) dan Kidz Smile Therapy Centre). Pengambilan data dilakukan
mulai tanggal 13 sampai dengan 31 Januari 2009. Dimana jumlah sampel dalam
penelitian yaitu 39 orang. Dari 45 skala yang disebarkan, 3 skala tidak
dikembalikan dan 2 skala yang tidak bisa dianalisa.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
3. Tahap pengolahan
Pengolahan data dilakukan setelah skala penyesuaian diri terhadap
orangtua yang memiliki anak autis terkumpul seluruhnya. Kemudian data yang
diperoleh akan diolah dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS
versi 16.
H. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisa
statistik. Pertimbangan penggunaan analisa statistik dalam penelitian ini adalah :
1. Statistik bekerja dengan angka-angka.
2. Statistik bersifat objektif.
3. Statistik bersifat universal, dalam arti dapat digunakan pada hampir
semua bidang penelitian (Hadi, 2000).
Azwar (2001) menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan
disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga
semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.
Untuk mendapatkan gambaran skor penyesuaian diri digunakan statistik
deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean,
standar deviasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kesimpulan dalam penelitian
deskriptif didasari oleh angka yang tidak terlalu mendalam. Sebelum melakukan
analisis data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji yang digunakan adalah
uji one sample Kolmogorov-Smirnov dan uji Independent Sample T-Test. Data
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
yang berhasil dikumpulkan akan diolah dengan bantuan program komputer SPSS
versi 16.
.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV
ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI
Bab ini akan membahas mengenai gambaran keseluruhan hasil penelitian.
Diawali dengan pembahasan mengenai gambaran subjek penelitian yang
dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data penelitian.
A. Gambaran Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang memiliki anak
autis yang diambil dari beberapa yayasan anak berkebutuhan khusus, antara lain
Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari) dan Kidz
Smile Therapy Centre dengan jumlah sampel keseluruhan 39 orang. Dari skala
yang dibagikan akan diperoleh gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dan seluruh subjek dalam penelitian ini akan dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat
penghasilan.
1. Gambaran Subjek berdasarkan jenis kelamin.
Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat
digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah (N) Persentase Laki-laki 14 orang 35,9 %
Perempuan 25 orang 64,1 % Total 39 orang 100 %
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah subjek
berjenis kelamin perempuan lebih banyak, yaitu 25 orang (64,1 %), dibandingkan
dengan jumlah subjek berjenis kelamin laki-laki, yaitu 14 orang (35,9 %).
Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada Grafik 1 berikut :
Grafik 1. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Gambaran subjek berdasarkan usia
Menurut Hurlock (1980), pembagian masa dewasa dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu : dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-59 tahun) dan dewasa
lanjut (> 60 tahun). Penyebaran subjek dalam penelitian ini akan dikelompokkan
berdasarkan pembagian masa dewasa menurut Hurlock.
Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti
pada tabel di bawah ini :
Tabel 5. Persentase Subjek Berdasarkan Usia
Usia Jumlah (N) Persentase (%) Dewasa dini (18-39 tahun) 19 orang 48,7 %
Dewasa madya (40-59 tahun) 20 orang 51,3 % Dewasa Lanjut (> 60 tahun) 0 0 %
Total 39 orang 100 % Tabel 5 menunjukkan persentase subjek berdasarkan usia yang terbanyak
adalah subjek yang berada pada masa dewasa madya (40-59 tahun) yaitu sebanyak
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
20 orang (51,3 %) kemudian subjek yang berada pada masa dewasa dini (18-39
tahun) yaitu sebanyak 19 orang dan tidak ada subjek yang berada pada masa
perkembangan dewasa lanjut ( > 60 tahun).
Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat
pada Grafik 2 berikut :
Grafik 2. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia
3. Gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan, penyebaran subjek penelitian dapat
digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 6. Persentase Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (N) Persentase (%) SMU/SMK 14 orang 35,9 %
Diploma 3 orang 7,7 % Sarjana 22 orang 56,4 % Total 39 orang 100 %
Tabel 6 menunjukkan jumlah subjek yang paling banyak adalah dengan
tingkat pendidikan Sarjana, yaitu 22 orang (56,4 %) dan subjek yang paling
sedikit adalah dengan tingkat pendidikan Diploma, yaitu 3 orang (7,7 %).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada Grafik 3 berikut :
Grafik 3. Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan
4. Gambaran subjek berdasarkan pekerjaan
Berdasarkan pekerjaan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan
seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 7. Persentase Subjek Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (N) Persentase (%) PNS 8 orang 20,5 %
Peg. Swasta 9 orang 23,1 % Wiraswasta 12 orang 30,8 % TNI/POLRI 2 orang 5,1 %
Tidak bekerja 8 orang 20,5 % total 39 orang 100 %
Tabel 7 menunjukkan persentase subjek yang paling banyak berdasarkan
pekerjaan adalah wiraswasta, yaitu 12 orang (30,8 %), kemudian subjek dengan
pekerjaan sebagai Peg. Swasta, yaitu 9 orang (23,1 %). Sedangkan persentase
subjek yang paling sedikit yaitu subjek yang bekerja sebagai TNI/POLRI, yaitu 2
orang (5,1 %).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan pekerjaan dapat
dilihat pada Grafik 4 berikut :
Grafik 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan
5. Gambaran subjek dengan tingkat Penghasilan
Berdasarkan tingkat penghasilan, penyebaran subjek penelitian dapat
digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 8. Persentase Subjek Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Tingkat Penghasilan Jumlah (N) Persentase (%) Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000,- 1 orang 2,6 % Rp. 2.000.001 – Rp. 3.000.000,- 7 orang 17,9 % Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000,- 8 orang 20,5 % Rp. 4.000.001 – Rp 5. 000.000,- 6 orang 15,4 %
> Rp. 5.000.001,- 17 orang 43,6 % Total 39 0rang 100 %
Tabel 8 menunjukkan persentase subjek berdasarkan tingkat penghasilan
yang terbanyak adalah subjek dengan tingkat penghasilan > Rp. 5. 000.001,- (43,6
%). Untuk subjek berdasarkan tingkat penghasilan yang paling sedikit adalah
subjek dengan tingkat penghasilan Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000,- (2,6 %).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat penghasilan
dapat dilihat pada grafik 5 berikut :
Grafik 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Penghasilan
B. Deskripsi Data Penelitian
Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokan
yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa
kategorisasi ini didasarkan asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi
normal. Kriterianya terbagi atas 3 jenjang yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Menurut Azawar (2000) pengkategorisasian minimal tiga jenjang ini
merupakan pengkategorisasian minimal yang digunakan dalam penelitian.
Apabila hanya dilakukan pengkategorisasian dalam 2 jenjang (rendah dan tinggi)
maka akan menghadapi resiko kesalahan yanng cukup besar bagi skor-skor yang
terletak disekitar mean kelompok (Azwar, 2000). Pengkategorisasian dalam tiga
jenjang ini digunakan untuk menghindari resiko kesalahan yang cukup besar dan
untuk keefisienan. Kriteria kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan norma kategorisasi sebagai berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 9. Kategorisasi Penyesuaian Diri
X < (μ - 1,0σ) Buruk (μ - 1,0σ) ≤ X < (μ + 1,0σ) Sedang
X ≥ (μ + 1,0σ) Baik
Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan data penelitian berdasarkan
mean hipotetik dan mean empirik. Mean hipotetik untuk melihat posisi relatif
individu berdasarkan norma skor idealnya skala, sedangkan berdasarkan mean
empirik untuk melihat posisi relatif individu berdasarkan norma skor dari subjek
penelitian.
C. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Normalitas
Sebelum hasil utama penelitian dapat dianalisa, terlebih dahulu harus
dilakukan uji normalitas sebaran data penelitian. Uji normalitas digunakan untuk
mengetahui apakah distribusi data penelitian telah menyebar secara normal. Untuk
mengukur normalitas digunakan Kolmogorov-Smirnov. Penelitian ini
menggunakan taraf kepercayaan (α) 0.05. Data dikatakan terdistribusi normal bila
nilai p > α. (p > 0.05). Hasil uji normalitas yang didapat dengan menggunakan
SPSS for16 windows dapat dilihat dari Tabel 10 di bawah ini :
Tabel 10. Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov
Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis
N 39 Parameter Normal (a,b) Mean 169,92
Standar Deviasi 17,621 Kolmogorof-Smirnov Z 1,004 Asymp. Sig (2-tailed) ,266
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Keterangan : a. Data terdistribusi normal b. Dihitung dari data
Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai sebaran normal (Z)
sebesar 1.004 dengan p = 0.266 (p > 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa data
penelitian telah terdistribusi dengan normal.
2. Hasil Utama Penelitian
a. Gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis
Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap penyesuaian diri
orangtua yang memiliki anak autis adalah sebanyak 55 aitem dengan 4 pilihan
jawaban yang berkisar dari 1 sampai 4. Hasil penghitungan mean empirik dan
mean hipotetik disajikan sebagai berikut :
Tabel 11. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Penyesuaian Diri
Penyesuaian Diri
Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 55 220 137,5 27,5 150 208 169,92 17,621
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh mean empirik sebesar 169,92 dengan SD
empirik sebesar 17,621 sedangkan untuk mean hipotetik sebesar 137,5 dengan SD
hipotetik sebesar 27,5. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri orangtua yang memiliki anak
autis berada pada kategori tinggi.
Setelah diketahui mean hipotetik sebesar 137,5 dan SD sebesar 27,5 dapat
dibuat kategorisasi penyesuaian diri. Skor tinggi dijadikan tanda penyesuaian diri
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
yang baik, skor sedang dijadikan tanda penyesuaian diri sedang. Sedangkan skor
rendah dijadikan tanda penyesuaian diri yang buruk. Pengkategorian penyesuaian
diri orangtua yang memiliki anak autis dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 12. Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Mean Hipotetik
Penyesuaian Diri
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 110 Buruk 0 0 %
110 ≤ X < 165 Sedang 19 48,7 % X ≥ 165 Baik 20 51,3 %
Berdasarkan Tabel 12 diatas penyesuaian diri orangtua yang memiliki
anak autis yang tergolong kedalam kategori baik sebanyak 20 orang. Tergolong
kategori sedang sebanyak 19 orang dan tidak ada subjek yang tergolong kedalam
kategori buruk. Pada data empirik, yaitu mean empirik sebesar 169,92 termasuk
kedalam kategori tinggi. Artinya secara umum penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis termasuk baik.
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dapat dilihat pada
Grafik 6 berikut :
Grafik 6 Kategorisasi Penyesuaian Diri
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
b. Gambaran penyesuaian diri dilihat dari karakteristik penyesuaian diri
1) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari tidak Terdapat
emosionalitas yang berlebihan.
Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak adanya emosionalitas
yang berlebihan terdiri dari 7 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1
– 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :
Tabel 13 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak Terdapat Emosionalitas yang
Berlebihan
Tidak terdapat emosionalitas
yang berlebihan
Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 7 28 17,5 3,5 13 26 19,44 3,21
Berdasarkan Tabel 13 diperoleh mean hipotetik sebesar 17,5 dengan SD
hipotetik sebesar 3,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 19,44 dengan SD
empirik sebesar 3,21 Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat
emosionalitas yang berlebihan berada pada kategori tinggi.
Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat emosionalitas
yang berlebihan adalah sebagai berikut :
Tabel 14 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Emosionalitas
yang Berlebihan Berdasarkan Mean Hipotetik
Tidak terdapat emosionalitas
yang berlebihan
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 14 Buruk 2 5,1 %
14 ≤ X < 21 Sedang 26 66,7 % X ≥ 21 Baik 11 28,2 %
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan Tabel 14 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak
terdapat emosionalitas yang berlebihan adalah 11 orang (28 %) tergolong kedalam
kategori baik, 26 orang (66,7 %) tergolong kategori sedang dan 2 orang (5,1 %)
tergolong kedalam kategori buruk. Mean empirik (19,44) lebih besar dari pada
mean hipotetik (17,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan
adalah termasuk baik.
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak
terdapat emosionalitas yang berlebihan dapat dilihat pada Grafik 7 berikut :
Grafik 7 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Emosionalitas
yang Berlebihan
2) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat mekanisme
psikologis
Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme
psikologis terdiri dari 5 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4.
Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 15 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak terdapat mekanisme
psikologis
Tidak terdapat mekanisme psikologis
Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
5 20 12,5 2,5 13 20 15,95 2,102
Berdasarkan Tabel 15 diperoleh mean hipotetik sebesar 12,5 dengan SD
hipotetik sebesar 2,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 15,95 dengan SD
empirik sebesar 2,102. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat
mekanisme psikologis berada kategori tinggi.
Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat mekanisme
psikologis adalah sebagai berikut :
Tabel 16 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Mekanisme
Psikologis
Tidak terdapat
mekanisme psikologis
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 10 Buruk 0 0 %
10 ≤ X < 15 Sedang 12 30,8 % X ≥ 15 Baik 27 69,2 %
Berdasarkan Tabel 16 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak
terdapat mekanisme psikologis adalah 27 orang (69,2 %) tergolong kedalam
kategori baik, 12 orang (30,8 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek
yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (15,95) lebih besar dari pada mean
hipotetik (12,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis adalah
termasuk baik.
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak
terdapat mekanisme psikologis dapat dilihat pada Grafik 8 berikut :
Grafik 8 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Mekanisme
Psikologis
3) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat perasaan
frustasi pribadi
Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat perasaan
frustasi pribadi terdiri dari 5 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 –
4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :
Tabel 17 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak terdapat Perasaan Frustasi
Pribadi
Tidak terdapat perasaan
frustasi pribadi
Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 5 20 12,5 2,5 11 20 14,23 2,206
Berdasarkan Tabel 17 diperoleh mean hipotetik sebesar 12,5 dengan SD
hipotetik sebesar 2,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 15,95 dengan SD
empirik sebesar 2,102. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat
mekanisme psikologis berada pada kategori tinggi.
Pengkategorian penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat
mekanisme psikologis adalah sebagai berikut :
Tabel 18 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Perasaan
Frustasi Pribadi
Tidak terdapat perasaan
frustasi pribadi
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 10 Buruk 0 0 %
10 ≤ X < 15 Sedang 20 51,3 % X ≥ 15 Baik 19 48,7 %
Berdasarkan Tabel 18 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak
terdapat perasaan frustasi pribadi adalah 19 orang (48,7 %) tergolong kedalam
kategori baik, 20 orang (51,3 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek
yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (14,23) lebih besar dari pada mean
hipotetik (12,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi
adalah termasuk baik.
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak
terdapat perasaan frustasi pribadi dapat dilihat pada Grafik 9 berikut
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Grafik 9 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Perasaan
Frustasi Pribadi
4). Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari kemampuan untuk belajar
Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari kemampuan untuk belajar
terdiri dari 11 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil
penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :
Tabel 19 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Kemampuan untuk Belajar
Kemampuan
untuk belajar
Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 11 44 27,5 5,5 28 44 35,03 3,903
erdasarkan Tabel 19 diperoleh mean hipotetik sebesar 27,5 dengan SD
hipotetik sebesar 5,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 35,03 dengan SD
empirik sebesar 3,903. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari kemampuan
untuk belajar berada pada kategori tinggi.
Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari kemampuan untuk belajar
adalah sebagai berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 20 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk Belajar
Kemampuan untuk belajar
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 22 Buruk 0 0 %
22 ≤ X < 33 Sedang 14 35,9 % X ≥ 33 Baik 25 64,1 %
Berdasarkan Tabel 20 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari
kemampuan untuk belajar adalah 25 orang (64,1 %) tergolong kedalam kategori
baik, 14 orang (35,9 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang
tergolong kategori buruk. Mean empirik (35,03) lebih besar dari pada mean
hipotetik (27,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis yang dilihat kemampuan untuk belajar adalah termasuk baik.
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari
kemampuan untuk belajar dapat dilihat pada Grafik 10 berikut :
Grafik 10 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk Belajar
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
5) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari kemampuan memanfaatkan
pengalaman
Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari kemampuan
memanfaatkan pengalaman terdiri dari 10 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan
rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah
sebagai berikut :
Tabel 21 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Kemampuan untuk Memanfaatkan
Pengalaman
Kemampuan untuk memanfaatkan
pengalaman
Hipotetik Empiris Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 10 40 25 5 26 39 32,36 3,766
Berdasarkan Tabel 21 diperoleh mean hipotetik sebesar 25 dengan SD
hipotetik sebesar 5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 32,36 dengan SD
empirik sebesar 3,766. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari kemampuan
untuk memanfaatkan pengalaman berada pada kategori tinggi.
Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari kemampuan untuk
memanfaatkan pengalaman adalah sebagai berikut :
Tabel 22 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk
Memanfaatkan Pengalaman
Kemampuan untuk
memanfaatkan pengalaman
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 20 Buruk 0 0 %
20 ≤ X < 30 Sedang 11 28,2 % X ≥ 20 Baik 28 71,8 %
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan Tabel 22 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari
kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman adalah 28 orang (71,8 %)
tergolong kedalam kategori baik, 11 orang (28,2 %) tergolong kategori sedang dan
tidak ada subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (32,36) lebih besar
dari pada mean hipotetik (25) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri
orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari kemampuan untuk
memanfaatkan pengalaman adalah termasuk baik.
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari
kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman dapat dilihat pada Grafik 11
berikut :
Grafik 11 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk
Memanfaatkan Pengalaman
6) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari sikap yang realistis dan
objektif
Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari sikap yang realistis dan
objektif terdiri dari 10 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4.
Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 23 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Sikap yang Realistis dan Objektif
Sikap yang realistis dan
objektif
Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 10 40 25 5 20 38 30,18 4,593
Berdasarkan Tabel 23 diperoleh mean hipotetik sebesar 25 dengan SD
hipotetik sebesar 5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 30,18 dengan SD
empirik sebesar 4,953. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari sikap yang
realistis dan objektif berada pada kategori tinggi.
Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari sikap yang realistis dan
objektif adalah sebagai berikut :
Tabel 24 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Sikap yang Realistis dan
Objektif
Sikap yang realistis dan
objektif
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 20 Buruk 0 0 %
20 ≤ X < 30 Sedang 18 46,2 % X ≥ 20 Baik 21 53,8 %
Berdasarkan Tabel 24 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari sikap yang
realistis dan objektif adalah 21 orang (53,8 %) tergolong kedalam kategori baik,
18 orang (46,2 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang tergolong
kategori buruk. Mean empirik (30,8) lebih besar dari pada mean hipotetik (25)
berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis
yang dilihat dari sikap yang realistis dan objektif adalah termasuk baik.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri sikap yang realistis
dan objektif dapat dilihat pada Grafik 12 berikut :
Grafik 12 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Sikap yang Realistis dan Objektif
7) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari pertimbangan rasional dan
pengarahan diri
Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari pertimbangan rasional dan
pengarahan diri terdiri dari 7 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 –
4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :
Tabel 25 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Pertimbangan Rasional dan
Pengarahan Diri
Pertimbangan rasional dan
pengarahan diri
Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 7 28 17,5 3,5 19 28 22,74 2,197
Berdasarkan Tabel 25 diperoleh mean hipotetik sebesar 17,5 dengan SD
hipotetik sebesar 3,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 22,74 dengan SD
empirik sebesar 2,197. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari pertimbangan
rasional dan pengarahan diri berada pada kategori tinggi.
Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari pertimbanngan rasional dan
pengarahan diri adalah sebagai berikut :
Tabel 26 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Pertimbangan Rasional dan
Pengarahan Diri
Pertimbangan rasional dan pengarahan
diri
Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 14 Buruk 0 0 %
14 ≤ X < 21 Sedang 2 5,1 % X ≥ 21 Baik 37 94,9 %
Berdasarkan Tabel 26 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari
pertimbangan rasional dan pengarahan diri adalah 37 orang (94,9 %) tergolong
kedalam kategori baik, 2 orang (5,1 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada
subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (22,74) lebih besar dari pada
mean hipotetik (17,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis yang dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri
adalah termasuk baik.
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri yang dilihat dari
pertimbangan rasional dan pengarahan diri dapat dilihat pada Grafik 13 berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Grafik 13 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari pertimbangan rasional dan
pengarahan diri
3. Hasil Tambahan Penelitian
a. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin
Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari jenis kelamin dapat
dilihat pada Tabel 27 berikut :
Tabel 27. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin
Jenis kelamin
N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik
Laki-laki 14
164,29 13,947 150 189 0 0%
8 57,1%
6 42,9%
Perempuan 25 173,20 19,059 150 208 0 0%
11 44%
14 56%
Total 39 0 0%
19 48,7%
20 51,3%
Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa skor mean permpuan (173,20)
lebih tinggi dari pada skor mean laki-laki (164,29). Subjek penelitian yang
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
memiliki penyesuaian diri yang baik sebanyak 20 orang (51,3 %) yaitu 6 orang
laki-laki dan 14 orang perempuan.
Tabel 28 Hasil Uji T-Test Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Mean F P (sig)
Laki-laki 14 164,29 3,008 0,091 Perempuan 25 173,20
Total 39
Berdasarkan hasil uji T-Test pada Tabel 28 maka diperoleh nilai F = 3,008
dengan signifikansi (p) = 0,091. hasil tersebut tidak signifikan p > 0,05. dengan
demikian, tidak ada perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin.
Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin dapat dilihat dari
Grafik 14 berikut :
Grafik 14. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin
163
165
167
169
171
173
Laki-laki Perempuan
Mean
b. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari Usia
Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari usia dapat dilihat pada
Tabel 29 berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 29. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Usia
Usia N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri
Buruk Sedang Baik Dewasa dini (18-39 tahun)
19 167,79 19,243 150 202 0 0%
11 57,9%
8 42,1%
Dewasa madya (40-59 tahun)
20 172,10 16,41 150 208 0 0%
8 40%
12 60%
Total 0 0%
19 48,7%
20 51,3%
Berdasarkan Tabel 29 dapat dilihat bahwa skor mean dewasa madya (18-
39 tahun) yaitu 172,10 lebih tinggi dari pada skor mean dewasa dini (40-59 tahun)
yaitu 167,79. Subjek penelitian yang memiliki penyesuaian diri baik yang paling
banyak adalah pada dewasa madya (40-59 tahun) yaitu 12 orang (60%). Subjek
penelitian yang memiliki penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah pada
dewasa dini (18-39 tahun) yaitu 11 orang (57,9 %).
Tabel 30 Hasil Uji T-Test Penyesuaian Diri Ditinjau dari Usia
Usia Jumlah Mean F P (sig)
Dewasa Dini (18-39 tahun) 19 167,79 1,166 0,287 Dewasa Madya (40-59 tahun) 20 172,10
Total 39
Berdasarkan hasil uji T-Test pada Tabel 30 , maka diperoleh nilai F =
1,166 dengan signifikansi (p) = 0,287. Hasil tersebut tidak signifikan p > 0,05.
dengan demikian, tidak ada perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari usia.
Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari usia dapat dilihat dari Grafik 15
berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Grafik 15. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin
166
167.5
169
170.5
172
173.5
dewasa dini (18-39 tahun)
dewasa madya(40-59 tahun)
Mean
c. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari Pendidikan
Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari pendidikan dapat
dilihat pada Tabel 31 berikut :
Tabel 31. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pendidikan
Pendidikan N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik
SMU/SMK 14 162,71 14,788 150 202 0 0%
9 64,3%
5 35,7%
Diploma 3 177,33 15,503 162 193 0 0%
1 33,3%
2 66,7%
Sarjana 22 173,64 18,824 150 208 0 0%
9 40,9%
13 59,1%
Total 39 0 0%
19 48,7%
20 51,3%
Berdasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa subjek dengan latar belakang
pendidikan Diploma memiliki skor mean tertinggi (177,33). Sedangkan skor mean
terendah (162,71) adalah subjek dengan latar belakang SMU/SMK. Skor
penyesuaian diri baik yang paling banyak adalah subjek dengan latar belakang
Sarjana (9 orang) dan skor penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah
subjek dengan latar belakang SMU/SMK dan Sarjana (masing-masing 9 orang).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari latar belakang pendidikan dapat
dilihat dari Grafik 16 berikut :
Grafik 16. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau Pendidikan
160
162.5
165
167.5
170
172.5
175
177.5
SMU/SMK Diploma Sarjana
Mean
d. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari pekerjaan
Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari pekerjaan dapat dilihat
pada Tabel 32 berikut :
Tabel 32. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pekerjaan
Pekerjaan N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik
PNS 8 169 15,639 151 196 0 0%
3 37,5%
5 62,5%
Peg. Swasta 9 171,78 21,839 151 208 0 0%
5 55,6%
4 44,4%
Wiraswasta 12 164,83 15,625 150 194 0 0%
7 58,3%
5 41,7%
TNI/POLRI 2 174 21,213 159 189 0 0%
1 50%
1 50%
Tidak bekerja 8 175,75 19,433 150 202 0 0%
3 37,5%
5 62,5%
Total 39 0 0%
19 48,7%
20 51,3%
Berdasarkan Tabel 32 dapat kita lihat bahwa skor mean yang paling tinggi
adalah subjek yang tidak bekerja (175,75) dan skor mean yang paling rendah
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
adalah subjek yang pekerjaannya sebagai wiraswasta. Skor Penyesuaian diri baik
yang paling banyak adalah pada subjek yang pekerjaannya PNS, Wiraswasta dan
tidak bekerja (masing-masing 5 orang). Sedangkan skor penyesuaian diri sedang
yang paling banyak adalah subjek yang pekerjaannya Wiraswasta (7 orang).
Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari pekerjaan dapat dilihat pada
Grafik 17 berikut :
Grafik 17. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pekerjaan
164165.5
167168.5
170171.5
173174.5
176
PNS Peg. Swasta Wiraswasta TNI/POLRI Tdk Bekerja
Mean
e. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari penghasilan
Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari penghasilan dapat
dilihat pada Tabel 33 berikut :
Tabel 33. Penyesuaian Diri Ditinjau dari penghasilan
Pekerjaan N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik
Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000,-
1 0 0%
1 100%
0 0%
Rp. 2.000.001 – Rp. 3.000.000,-
7 170,29 14,539 151 193 0 0%
3 42,9%
4 57,%
Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000,-
8 169,50 15,836 154 195 0 0%
4 50%
4 50%
Rp. 4.000.001 – Rp 5. 000.000,-
6 167,50 21,566 150 208 0 0%
3 50%
3 50%
> Rp. 5.000.001,- 17 171,94 19,857 150 202 0 0%
8 47,1%
9 52,9%
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Total 39 0 0%
19 48,7%
20 51,3%
Berdasarkan Tabel 33 dapat dilihat bahwa mean skor penyesuaian diri
yang paling tinggi adalah subjek dengan penghasilan > Rp. 5.000.001 (171,94)
sedangkan skor mean penyesuaian diri yang paling rendah adalah subjek dengan
penghasilan Rp. 4.000.001-Rp. 5.000.000 (167,50). Skor penyesuaian diri baik
yang paling banyak adalah subjek dengan penghasilan > Rp. 5.000.001 sedangkan
skor penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah juga subjek dengan
penghasilan > Rp. 5.000.001.
Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari penghasilan dapat dilihat pada
Grafik 18 berikut :
Grafik 18. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Penghasilan
167167.5
168168.5
169169.5
170170.5
171
2.000.001–Rp.3.000.000
3.000.001–Rp.4.000.000
4.000.001–Rp5. 000.000
> Rp.5.000.001
Mean
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan
hasil analisa yang diuraikan pada bab sebelumnya. Pada bab ini juga akan
diuraikan saran-saran untuk pengembangan penelitian dan bagi pihak-pihak yang
terkait dalam penelitian ini.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa :
1. Secara umum, kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis
yang paling banyak adalah pada kategori baik, yaitu sebanyak 20 orang (51,3
%). 19 orang (48,7 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada
pada kategori buruk.
2. Secara umum kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis
dilihat dari karakteristik penyesuaian diri dapat diperoleh bahwa :
a. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat
dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan yang paling banyak
adalah pada kategori sedang sebanyak 26 orang (66,7 %). 11 orang (28,2
%) berada pada kategori baik dan 2 orang (5,1 %) berada pada kategori
buruk.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
b. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat
dari tidak terdapat mekanisme psikologis yang paling banyak adalah
berada pada kategori baik sebanyak 27 orang (30,8 %). Artinya secara
keseluruhan tidak terdapat mekanisme psikologis pada orangtua yang
memiliki anak autis. 12 orang (30,8 %) berada pada kategori sedang dan
tidak ada yang berada pada kategori buruk.
c. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat
dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi yang paling banyak adalah
berada pada kategori sedang sebanyak 20 orang (51,7 %). 19 orang (48,7
%) berada pada kategori baik dan tidak ada subjek yang berada pada
kategori buruk.
d. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat
dari kemampuan untuk belajar yang paling banyak adalah berada pada
kategori baik sebanyak 25 orang (64,1 %). Artinya secara keseluruhan
orangtua yang memiliki anak autis memiliki kemampuan belajar yang
baik. 14 orang (35,9 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang
berada pada kategori buruk.
e. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari
kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman yang paling banyak adalah
berada pada kategori baik sebanyak 28 orang (71,8 %). Artinya secara
keseluruhan orangtua yang memiliki anak autis memiliki kemampuan
memanfaatkan pengalaman yang baik. 11 orang (28,2) berada pada
kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
f. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat
dari sikap yang realistis dan objektif yang paling banyak berada pada
kategori baik sebanyak 21 orang (53,8 %). Artinya secara keseluruhan
orangtua yang memiliki anak autis memiliki sikap realistis dan objektif
yang baik. 11 orang (46,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada
yang berada pada kategori buruk.
g. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari
pertimbangan rasional dan pengarahan diri yang paling banyak berada
pada kategori baik sebanyak 37 orang (94,9 %). Artinya secara
keseluruhan orangtua yang memiliki anak autis memiliki pertimbangan
dan pengarahan diri yang baik. 2 orang (5,1 %) berada pada kategori
sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk.
3. Berdasarkan karakteristik subjek, gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dengan skor mean penyesuaian diri tertinggi adalah pada
subjek dengan karakteristik perempuan (173,20), berada pada usia dewasa
madya yaitu 40-59 tahun (172,10), latar belakang pendidikan Diploma
(177,33), tidak bekerja (175,75) dan dengan tingkat penghasilan > Rp.
5.000.001,- (171,94). Sedangkan skor mean penyesuaian diri terendah adalah
pada subjek dengan karakteristik laki-laki, berada pada usia dewasa dini yaitu
18-39 tahun (167,79), latar belakang pendidikan SMU/SMK (162,71),
pekerjaan wiraswasta (164,83) dan dengan tingkat penghasilan Rp. 4.000.001
– Rp. 5.000.001,- (167,50).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
4. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki
anak autis ditinjau dari jenis kelamin, maka orangtua yang berjenis kelamin
laki-laki memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 6
orang (42,9 %) dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (57,1
%). Sedangkan orangtua yang berjenis kelamin perempuan memiliki
penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 14 orang (56 %)
dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 11 orang (44 %). Dan tidak
ada orangtua yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan yang
memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk.
Tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis
ditinjau dari jenis kelamin. Namun dengan membandingkan mean data dari
subjek penelitian dapat diperoleh bahwa skor mean penyesuaian diri subjek
berjenis kelamin perempuan (173,20) lebih tinggi dari pada skor mean subjek
berjenis kelamin laki-laki (164,29).
5. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki
anak autis ditinjau dari usia, maka orangtua yang berusia dewasa dini (18-39
tahun) memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 8
orang (42,1 %) dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 11 orang
(57,9 %). Sedangkan orangtua yang berusia dewasa madya (40-59) memiliki
penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 12 orang (60 %)
dan berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (60 %). Dan tidak ada
orangtua yang berusia dewasa dini (18-39 tahun) maupun dewasa madya (40-
59) yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis
ditinjau dari usia. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek
penelitian dapat diperoleh bahwa skor mean penyesuaian diri subjek usia
dewasa madya (40-59 tahun) yaitu 172,10 lebih tinggi dari pada skor mean
subjek usia dewasa dini (18-39 tahun) yaitu 167,79.
6. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki
anak autis ditinjau dari latar belakang pendidikan (SMU/SMK, Diploma dan
Sarjana) maka orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan SMU/SMK
memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang
(35,7 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 9 orang (64,3 %),
orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan Diploma yang memiliki
penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 2 orang (66,7 %)
dan berada pada kategori sedang sebanyak 1 orang (33,3 %), orangtua yang
memiliki latar belakang pendidikan Sarjana yang memiliki penyesuaian diri
yang berada pada kategori baik sebanyak 13 orang (59,1 %) dan berada pada
kategori sedang 9 orang (40,9 %). Dan tidak ada orangtua yang berlatar
belakang pendidikan SMU/SMK, Diploma, maupun Sarjana yang memiliki
penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk.
Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari latar belakang pendidikan
adalah subjek dengan latar belakang pendidikan Diploma (177,33) dan skor
mean penyesuaian diri terendah adalah dengan latar belakang pendidikan
SMU/SMK (162,71)
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
7. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki
anak autis ditinjau dari pekerjaan (PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta, TNI/POLRI
dan tidak bekerja) maka orangtua yang bekerja sebagai PNS memiliki
penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang (62,5 %)
dan berada pada kategori sedang sebanyak 3 orang (37,5 %), orangtua yang
bekerja sebagai Peg. Swasta yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada
kategori baik sebanyak 4 orang (44,4 %) dan berada pada kategori sedang
sebanyak 5 orang (55,4 %), orangtua yang bekerja sebagai Wiraswasta yang
memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang
(41,7 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 7 orang (58,3 %),
orangtua yang bekerja sebagai TNI/POLRI memiliki penyesuaian diri yang
berada pada kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 1 orang (50
%) dan orangtua yang tidak bekerja yang memiliki penyesuaian diri yang
berada pada kategori baik sebanyak 5 orang (62,5 %) dan berada pada kategori
sedang sebanyak 3 orang (37,5 %). Dan tidak ada orangtua yang bekerja
sebagai PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta, TNI/POLRI maupun orangtua yang
tidak bekerja yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori
buruk.
Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari pekerjaan adalah subjek
yang tidak bekerja (175,75) dan skor mean penyesuaian diri terendah adalah
subjek yang bekerja sebagai Wiraswasta (164,83).
8. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki
anak autis ditinjau dari penghasilan maka orangtua dengan penghasilan Rp.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
1.000.000 - Rp. 2.000.000,- tidak ada yang berada pada kategori baik dan
yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori sedang sebanyak 1
orang (100 %), orangtua dengan penghasilan Rp. 2.000.001 - Rp. 3.000.000
yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 4
orang (57,1 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 3 orang (42,9 %),
orangtua yang berpenghasilan Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000 yang memiliki
penyesuaian diri yang berada pada kategori baik dan sedang masing – masing
sebanyak 4 orang (masing – masing 50 %), orangtua yang berpenghasilan Rp.
4.000.001 – Rp. 5.000.000 yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada
kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 3 orang ( masing – masing
50 %) dan orangtua yang berpenghasilan > Rp. 5.000.001 yang memiliki
penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 9 orang (52,9 %)
dan berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (47,1 %).
Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari penghasilan adalah subjek
dengan penghasilan Rp. 4.000.001 – Rp. 5.000.000,- (167,50) dan skor mean
penyesuaian diri terendah dengan penghasilan > Rp. 5.000.001,- (171,94).
B. Diskusi
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan secara umum penyesuaian
diri orangtua yang memiliki anak autis tergolong baik. Dari 39 subjek penelitian,
20 orang (51,3 %) memiliki penyesuaian diri yang baik, 19 orang (48,7 %)
memiliki penyesuaian diri yang tergolong sedang dan tidak ada yang memiliki
penyesuaian diri yang buruk. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyesuaian
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
diri orangtua yang memiliki anak autis adalah baik. Mayoritas orangtua yang
memiliki anak autis mampu mengatasi secara efektif berbagai tuntutan atau
tekanan baik yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari
lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Lazarus (1976) yang memberikan
pengertian bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses psikologis yang
digunakan untuk mengatur dan mengatasi berbagai tuntutan dan tekanan.
Sehingga bila penyesuaian diri seseorang semakin baik maka tuntutan dan tekanan
yang dihadapinya akan semakin rendah dan dalam hal ini adalah tuntutan dan
tekanan terhadap orangtua yang berasal dari anak autisnya yang mengharuskan
orangtua menerima keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat diubah namun
tetap melakukan modifikasi terhadap keterbatasan tersebut seoptimal mungkin
sehingga dapat mencapai penyesuaikan diri yang baik dengan kondisinya yang
memiliki anak autis.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan
termasuk pada kategori sedang. Dari 39 subjek penelitian, 11 orang (28,2 %)
berada pada kategori baik, 26 orang (66,7 %) berada pada kategori sedang dan 2
orang (5,1 %) berada pada kategori buruk. Hal ini sejalan dengan pendapat
Schneiders (1964) mengatakan jika individu mampu menanggapi situasi atau
masalah yang dihadapinya dengan normal akan merasa tenang dan memiliki
kontrol emosi yang baik. Dalam hal ini orangtua mampu mengontrol emosi-emosi
negatif misalnya rasa marah, terkejut dan rasa kecewa sehubungan dengan
kondisinya yang memiliki anak autis.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis termasuk
pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 27 orang (69,2 %) berada pada
kategori baik, 12 orang (30,8 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek
yang berada pada kategori buruk. Artinya tidak terdapat mekanisme psikologis
pada mayoritas orangtua yang memiliki anak autis. Dalam hal ini orangtua
mampu bersikap jujur dan terus terang terhadap adanya masalah atau konflik yang
dihadapi dari pada menunjukkan suatu reaksi yang diikuti dengan mekanisme-
mekanisme pertahanan diri misalnya malu memiliki anak autis, menolak atau
menyangkal diagnosis autis pada anaknya, memberikan perhatian yang berlebihan
sehingga anak tidak bebas berekspresi dan tidak mau mengakui anaknya
menyandang autis.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi termasuk
pada kategori sedang. Dari 39 subjek penelitian, 19 orang (48,7 %) berada pada
kategori baik, 20 orang (51,3 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek
yang berada pada kategori buruk. Dalam hal ini orangtua yang memiliki anak
autis mampu menghadapi masalah, tidak menjadi cemas dan frustasi baik dalam
hal yang berhubungan dengan usaha orangtua memperbaiki perilaku anak mapun
hal yang berhubungan dengan masa depan anak.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dilihat dari kemampuan untuk belajar termasuk pada kategori
baik. Dari 39 subjek penelitian, 25 orang (64,1 %) berada pada kategori baik, 14
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
orang (35,9 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek yang berada
pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis
memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua
yang memiliki anak autis berusaha mempelajari pengetahuan yang mendukung
apa yang dihadapi sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan
untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Misalnya dengan membaca buku-
buku, artikel, mencari informasi – informasi terbaru di internet dan mengikuti
seminar – seminar yang berhubungan dengan autisme.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dilihat dari kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman
termasuk pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 28 orang (71,8 %) berada
pada kategori baik, 11 orang (28,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada
yang berada pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak
autis memiliki kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman yang baik. Hal ini
menunjukkan bahwa orangtua yang memiliki anak autis mampu membandingkan
pengalaman dirinya dengan pengalaman orang lain sehingga pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dapat dipergunakan dalam mengatasi permasalahan
yang dihadapi. Misalnya saling berbagi informasi dan pengalaman dengan sesama
orangtua yang memiliki anak autis.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dilihat dari sikap yang realistis dan objektif berada pada
kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 21 orang (53,8 %) berada pada kategori
baik, 18 orang (46,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis
memiliki sikap yang realistis dan objektif yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa
orangtua mampu menerima kenyataan dengan kehadiran anak autis dalam
keluarganya dan tidak menaruh harapan yang berlebihan kepada dirinya maupun
orang lain disekitarnya sehingga orangtua mampu memberikan penanganan
terhadap anak autisnya sesegera mungkin dan tidak memberikan harapan yang
tinggi terhadap perubahan perilaku anak.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri berada
pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 37 orang (94,9 %) berada pada
kategori baik, 2 orang (5,1) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang
berada pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis
memiliki pertimbangan yang rasional dan pengarahan diri yang baik. Hal ini
sejalan dengan pendapat Schneiders (1964) yang menyatakan bahwa
pertimbangan rasional akan dapat berjalan dengan baik jika tidak disertai dengan
emosi yang berlebihan sehingga individu dapat mengarahkan dirinya.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek
berdasarkan jenis kelamin didapatkan skor mean penyesuaian diri subjek
perempuan (173,20) lebih tinggi dari skor mean penyesuaian diri subjek laki-laki
(164,29). Artinya penyesuaian diri subjek perempuan tergolong lebih baik dari
subjek laki-laki. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Cohen & Volkmar, 1997
yang mengatakan bahwa ayah dan ibu menunjukkan penampakan yang berbeda
dari stress yang mereka alami yang berhubungan dengan masalah-masalah anak
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
autisnya. Tetapi ibu lebih rentan terhadap masalah penyesuaian. Hal ini
disebabkan ibu lebih berperan langsung dalam proses kelahiran anak sehingga ibu
cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi yang berhubungan dengan
masalah ketidakmampuan anaknya sehingga ibu lebih mudah terganggu secara
emosional. Ibu juga merasa tertekan karena perilaku yang ditampilkan anak
seperti tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku yang tidak lazim,
ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Sedangkan ayah yang sebenarnya
juga mengalami tekanan yang sama tetapi dampak tekanan yang dialami ayah
tidak seberat yang dialami ibu. Ayah cenderung lebih tertekan karena stress yang
dialami ibu. Hal ini dikarenakan peran ayah sebagai pencari nafkah utama dalam
keluarga sehingga tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari.
Dari hasil analisa data juga diperoleh tidak ada perbedaan penyesuaian diri
orangtua dilihat dari jenis kelamin. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat
Hadiyono & Kahn (1987) yang mengatakan bahwa ada perbedaan antara
penyesuaian diri laki-laki dan perempuan. Laki-laki mempunyai penyesuaian diri
yang lebih baik dibandingkan perempuan. karena perempuan memiliki unsur-
unsur yang kurang mendukung penyesuaian dirinya.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek
berdasarkan usia didapatkan bahwa skor mean penyesuaian diri subjek dewasa
madya yang berusia 40-59 tahun (172,10) lebih tinggi dari skor mean subjek
dewasa dini yang berusia 18-39 tahun (167,79). Artinya penyesuaian diri dewasa
madya tergolong lebih baik dari pada penyesuaian diri dewasa dini. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bandura (dalam Erdman & Demorest, 1998), usia merupakan
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Pengaruh usia terhadap
penyesuaian diri, tidak dapat hanya dilihat dari usia kronologisnya tetapi juga
harus memperhatikan kondisi psikososial individu pada umumnya. Dari hasil
analisa data juga diperoleh tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang
memiliki anak autis ditinjau dari usia yaitu dewasa dini (18-39 tahun) dan dewasa
madya (40-59 tahun).
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek
berdasarkan pendidikan didapatkan bahwa mean skor penyesuaian diri teringgi
adalah subjek dengan pendidikan Diploma (177,33). Artinya bahwa subjek
dengan pendidikan Diploma masuk kedalam kategori penyesuaian diri yang lebih
baik dari subjek dengan pendidikan Sarjana dan SMU/SMK. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Gunarsa & Gunarsa (1989) yang menyatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah kematangan intelektual.
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek
berdasarkan pekerjaan didapatkan bahwa mean skor penyesuaian diri tertinggi
adalah subjek yang tidak bekerja (175,75). Artinya bahwa subjek yang tidak
bekerja masuk kedalam kategori penyesuaian diri yang lebih baik dari subjek
dengan pekerjaan PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta dan TNI/POLRI. Hal ini
dikarenakan bahwa orang tua yang tidak bekerja lebih memiliki banyak waktu
untuk memberikan perhatian dan penanganan yang serius terhadap perbaikan
perilaku anak autisnya.
Begitu pula dengan gambaran penyesuaian diri subjek berdasarkan
penghasilan orangtua tiap bulan. Didapatkan bahwa subjek dengan penghasilan
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
keluarga > Rp. 5.000.001 memperoleh mean skor tertinggi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Gunarsa & Gunarsa (1989) penyesuaian diri juga didukung oleh faktor
kematangan sosial.
C. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis dapat
mengemukakan beberapa saran yang diharapkan berguna bagi penelitian
selanjutnya dan juga bermanfaat bagi orangtua khususnya orangtua yang memiliki
anak autis.
1. Saran Metodologis
a. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode penelitian
kualitatif seperti wawancara untuk memperoleh data yang lebih mendalam.
b. Penelitian ini memiliki kelemahan dalam pemilihan teori untuk menyusun
skala penyesuaian diri karena peneliti menggunakan karakteristik penyesuaian
diri yang baik. Penelitian yang selanjutnya, sebaiknya menggunakan
karakteristik penyesuaian diri yang netral dalam mengungkap kemampuan
penyesuaian diri individu.
c. Memperbanyak jumlah subjek penelitian dengan mendata seluruh yayasan -
yayasan anak berkebutuhan khusus yang ada dikota Medan agar hasil
penelitian lebih tergeneralisasi.
d. Penelitian selanjutnya sebaiknya membedakan tingkat keparahan dan simptom
- simptom yang ditunjukkan anak autis. Karena menurut Berkell (1992),
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
tingkat keparahan anak autis mempengaruhi penyesuaian diri orangtua.
Semakin tinggi tingkat keparahan anak autis, akan semakin tinggi tingkat
stress yang dirasakan orangtua.
e. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan usia anak dan usia anak
ketika diketahui menyandang autis. Karena tekanan dan emosi-emosi negatif
sudah dirasakan orangtua sebelum mendapat diagnosis anaknya menyandang
autis.
2. Saran Praktis
a. Subjek penelitian diharapkan mempertahankan penyesuaian diri yang telah
berada pada kategori baik agar dapat mengupayakan perbaikan perilaku anak
autisnya.
b. Dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan suami/istri dan orang – orang
disekitar lingkungannya mungkin memiliki sumbangan yang cukup besar
terhadap penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (1999). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2001). Methodology Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Acocella, dkk. (1996). Abnormal Psychology (7th ed). New York : Mc Graw Hill. American Psychiatric Association. (2004). Diagnostic & Statistical Manual of
mental Disorders IV - TR (4th ed). Washington : APA. Berkell, Dianne. E. (1992). Autism : Identification, Education and Treatment. (ed)
Hillsdale, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers. Cohen, D. J & Volkmar, F. R. (1997). Handbook of autism and pervasive
development disorders. (2nd ed). New York : John Wiley & Sons, Inc. Danuatmaja, B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta : Puspa Swara Erdman, Sue Ann., Demorest, Marilyn E. (1998). Adjustment to Hearing
Impairment: Audiological and Demographic Correlates. Journal of Speech, Language and Hearing Research, Vol.41, Iss.1;pg.123,14 pgs. Feb 1998. Online: http://proquest.umi.com/pqdweb. Tanggal akses: September 2006.
Faisal, S. (1995). Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Farisy, A. S. (2007). Penyesuaian Diri Remaja yang Beralih dari Sekolah Formal ke Homeschooling.http://salmanalfarisy.wordpress.com/2007/10/11/penyesuaian-diri-remaja-yang-beralih-dari-sekolah-formal-ke-homeschooling.Diakses tanggal 20-02-2008
Hadi, S. 2000. Methodological Research. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hadiyono, J. E. P. & Kahn, M. N., (1987). Perbedaan Kepribadian dan
Persamaan Jenis Kelamin pada mahasiswa Amerika dan Indonesia. Jurnal Psikologi. Th. XV, 1, 20-24.
Info-sehat. (2007). Situs Kesehatan Keluarga.
http://www.infosehat.com/content.php?s_sid=918. Diakses tanggal 20-02-2008
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Kristiyani, dkk (2001). Penyesuaian Diri Pembanru Rumah Tangga Wanita Ditinjau dari Persepsi terhadap Efektifitas Komunikasi dengan Majikan dan Rasa Aman.Jurnal Psikodimensia Kajian Ilmiah Psikologi, Vol.I No. 2
Lazarus, R. S. (1969). Pattern of Adjustment. Tokyo : Mc. Graw Hill Lumbantobing, S. M. (2001). Anak dengan Gangguan Mental Terbelakang.
Jakarta : FK UI Marijani, L. (2003). Bunga Rampai Seputar Autisme dan Permasalahannya.
Jakarta : puterakembara Foundation. Mash & Wolfe. (2005). Abnormal Child Psychology. 3rd ed. USA : Thomson
Learning Inc. Neale, dkk. (2004). Psikologi Abnormal (9th ed). Jakarta : Rajawali Pers. Papalia & Old. (2001). Human Development (8th ed). New York : McGraw Hill. Poerwanti, E. dkk. (1994). Dasar-dasar Metode Penelitian. Malang: UMM Press. Safaria, T. (2005). Autisme : Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna Bagi
Orang Tua. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sarasvati. (2004). Meniti Pelangi : perjalanan Seorang Ibu yang Tak Kenal
Menyerah dalam Membimbing Putranya Keluar dari Belenggu ADHD dan Autisme. Jakarta : PT Elex Media Computindo
Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York :
Holt, Renehart & Winston. Siegel, S. (1994). Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT. Gramedia. Sihombing, J. (1999, 5 Agustus). Ciri-Ciri dan Penanganan Autisma. Info Aktual
Swara. Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia Sugiarto, Siagian D., Sunaryanto, L.T., Oetomo, D.S. (2003). Teknik Sampling.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental dalam Kehidupan.Jakarta : Rineka Cipta. Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Sutadi, R. dkk.(2003). Penatalaksanaan Holistik Autisme (ed. pertama). FK UI. Jakarta. _______. (1997, Agustus). Autisma : Gangguan Perkembangan pada Anak.
Makalah dipresentasikan pada Simposium Sehari Autisma di Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta, World Trade Center
Triton. (2006).SPSS 13.0 Terapan, Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta :
Penerbit Andi. Wenar, Charles. (1994). Developmental Psychopathology : From Infancy Through
Adolescence (3th ed). New York : Mc Graw Hill.