Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

107
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009 PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTIS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi OLEH MISBAH USMAR LUBIS 041301099 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

description

Bagaimana edukasi kepada orang tua dengan anak yang autis

Transcript of Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Page 1: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

OLEH

MISBAH USMAR LUBIS

041301099

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Page 2: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara Februari 2009

Misbah Usmar Lubis : 041301099 Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis Xi + 94 halaman; 33 Tabel; 19 Grafik; Lampiran Bibliografi 36 (1964-2007)

Melihat anak-anak balita tumbuh dan berkembang merupakan suatu hal yang menarik bagi orangtua. Namun jika dalam masa perkembangannya anak mengalami suatu gangguan, maka muncul berbagai macam reaksi orangtua yang membutuhkan penyesuaian diri. Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri adalah proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku agar berhasil menghadapi kebutuhan – kebutuhan internal, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri inidividu dengan tuntutan dari luar atau lingkungan tempat individu berada. Salah satu gangguan pada masa kanak-kanak yang menjadi ketakutan orangtua saat ini adalah autisme. Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004) autisme yaitu, suatu gangguan yang dicirikan dengan tiga ciri utama, yaitu gangguan interaksi sosial (extreme isolation), gangguan perilaku dan gangguan komunikasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 39 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala penyesuaian diri yang dibuat oleh peneliti dengan menggunakan teori penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneiders (1964). Jumlah aitem skala sebanyak 55 aitem dengan reliabilitas sebesar 0,938.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diri mayoritas orangtua yang memiliki anak autis berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 20 orang (51,3 %). Kategori sedang sebanyak 19 orang (48,7 %) dan tidak ada yang berada pada kategori rendah.

Untuk mengembangkan penelitian ini lebih jauh, disarankan untuk melakukan metode penelitian kualitatif dengan alasan akan memungkinkan mendapatkan data yang mendalam melalui wawancara.

Kata kunci : Penyesuaian diri, Anak autis

Page 3: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

limpahan berkat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,

yang berjudul “ Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis“. Tidak

lupa shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa

ummatnya kepada peradaban ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Tiada kata

untuk melukiskan perasaan penulis atas terselesaikannya skripsi ini selain rasa

syukur yang sebesar – besarnya kepada Allah SWT.

Skripsi ini penulis persembahkan khususnya kepada kedua orangtua

tercinta, Ayahanda Drs. H. Ali Usman Lubis dan Ibunda H. Mardiana Nasution

yang telah mencurahkan kasih sayangnya yang tulus kepada penulis sejak kecil

hingga sekarang ini, mendidik dan membimbing serta selalu mendoakan dalam

setiap langkah dan aktivitas penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan

kesehatan, keberkahan umur serta kebahagiaan kepada keduanya di dunia maupun

diakhirat. Skripsi ini juga penulis persembahkan kepada abang dan kakak penulis,

Ir. Miswar Usmar Lubis, Ir. Nirwan Usmar, Nila Kesuma Usmar, S. Si., Nancy

Usmar, SP., Nanny Usmar, A.md., dan Hendra Usmar, ST. Terima kasih kepada

abang dan kakak atas dukungan, motivasi serta kasih sayang yang dicurahkan

selama ini kepada penulis. Semoga kita semua menjadi anak yang berbakti kepada

kedua orangtua dan berguna bagi bangsa dan agama. Tidak lupa juga penulis

ucapkan terima kasih kepada abang ipar dan kakak ipar penulis, Ir. Widodo, Ir.

Irwan Sholeh, Suryanto, Dermawan, S. Ag., dan Purnama Sri Dayang serta

Page 4: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

keponakan – keponakan yang selalu menghibur penulis, Afa, Mawaddah, Ikhsan,

Fandi, Deni, Tofa, Aisyah, Nazwa, Bintang, Nanda, Anis dan Lukman.

Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakutas Psikologi Universitas

Sumatera Utara. Selama penyusunan skripsi ini, tidak luput dari bantuan berbagai

pihak. Untuk itu izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Elvi Andriani Yusuf, M. Si., selaku dosen pembimbing sripsi. Ucapan

terima kasih yang tiada putus penulis ucapkan kepada Ibu yang

membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini dan dengan sabar

memaklumi segala kelemahan, selalu memberikan senyum manis disetiap

bimbingan yang penulis lalui dan terima kasih atas setiap waktu yang Ibu

luangkan untuk penulis.

3. Ibu Dra. Sri Supriyantini, M. Psi., selaku dosen pembimbing akademik

penulis yang memberikan saran dan masukan kepada penulis selama

perkuliahan.

4. Ibu Etty Rahmawaty, M. Si., yang selalu siap memberikan saran dan kritik

yang membangun selama mengerjakan skripsi ini. Terima kasih Ibu atas

waktu yang diluangkan kepada penulis.

5. Kepada pihak Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari), Bapak Fahri

Wandika, kepada pihak Yayasan Anak Kita (Yakita), Kak Yunita Alfiana

Page 5: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

dan kepada pimpinan Kidz Smile Therapy Centre, Ibu Rita Milianty yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Bapak dan Ibu selaku dosen pengajar Psikologi yang telah mendidik dan

memberikan ilmu selama proses perkuliahan yang penulis lalui. Terima

kasih atas semua ilmu dan saran yang penulis dapatkan dari Bapak dan

Ibu.

7. Semua staff administrasi, Pak Iskandar, Pak Aswan, Ibu Titi, Pak Anto

Kak Ari dan Kak Devi. Terima kasih atas bantuan yang telah diberikan

kepada penulis selama perkuliahan.

8. Kepada orangtua yang telah menjadi sampel penelitian penulis. Kalian

semua adalah orangtua yang hebat. Semoga diberikan kesabaran dan

kekuatan menjalani hari – hari dalam memperjuangkan usaha perbaikan

perilaku kepada anak – anak istimewa yang telah dianugerahkan kepada

kalian.

9. Sahabat – sahabat penulis yang manis – manis Anita Zahra, Yunita Zahra,

Cahyanti dan Maeri. Penulis tidak akan melupakan setiap waktu yang kita

lalui sama – sama selama kuliah. Semoga tetap semangat, sukses selalu

dan kita tetap bisa menjaga persahabatan kita. Penulis merasa bersyukur

dan bangga punya sahabat seperti kalian.

10. Spesial buat Alfian Teguh Rianto yang selalu ada buat penulis. Buat

canda tawa dan suka duka yang kita lalui bersama yang membuat hari –

hari penulis lebih berwarna, selalu mendukung penulis dan membuat

penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita tetap bisa

Page 6: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

saling mendukung dan bersama – sama dalam setiap langkah yang kita

lalui. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik buat kita.

11. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kak Ade dan Kak Wawa yang

selalu siap mendengar keluh kesah penulis, selalu siap menjadi tempat

curhat penulis dan memberikan saran setiap kali penulis meminta

pendapat.

12. Terima kasih buat sahabat penulis mulai dari SMP hingga sekarang, Nurul

Qosimah semoga persahabatan kita akan selalu terjaga dan insyaallah

Allah SWT akan memberikan seseorang yang terbaik. Terima kasih juga

buat Fida yang sudah seperti adik penulis. Semoga tetap semangat

menjalani perkuliahan.

13. Buat teman – teman seperjuangan seminar dan skripsi. Ari Sinta, Kak

Maya, Cici, Era dan teman – teman lainnya yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu. Semoga tetap semangat. Insyaallah Allah SWT akan

memberikan kemudahan – kemudahan kepada kita semua.

14. Kepada teman – teman angkatan 2004. Semoga tetap semangat dan sukses

dalam menjalani hidup.

15. Terima kasih juga penulis ucapkan atas bantuan yang diberikan baik

secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan

saru persatu hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT

memberikan balasan yang setimpal atas kebaikannya.

Page 7: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam

penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran

yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini

agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah SWT jua penulis berserah

diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Februari 2009

Penulis

Misbah Usmar Lubis

Page 8: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................... i

Daftar Isi ..................................................................................................... vi

BAB I Pendahuluan .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10

E. Sistematika Penulisan..................................................................... 11

BAB II Landasan Teori .............................................................................. 13

A. Penyesuaian Diri.............................................................................. 13

1. Definisi Penyesuaian Diri ....................................................... 13

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri .............. 15

3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Baik ................................ 19

B. Autisme .......................................................................................... 22

1. Definisi Autisme ..................................................................... 22

2. Gejala Autisme ....................................................................... 23

3. Penyebab Autisme. ................................................................. 25

4. Kriteria Diagnostik Autisme .......................................... ……. 28

C. Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Autis ................. 30

BAB III Metodologi Penelitian ................................................................... 36

A. Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................... 36

Page 9: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................................... 36

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ....................... 37

1. Populasi dan Sampel ........................................................... 37

2. Jumlah Sampel Penelitian ................................................... 38

3. Teknik Pengambilan Sampel ............................................... 38

D. Alat ukur yang digunakan ............................................................. 39

1. Skala Penyesuaian Diri ....................................................... 40

2. Skala sebelum uji coba ........................................................ 41

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur .............................................. 42

1. Validitas ............................................................................. 43

2. Reliabilitas .......................................................................... 43

F. Daya beda aitem ............................................................................ 44

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur ............................................................. 45

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ................................................... 46

1. Tahap Persiapan .................................................................. 46

2. Tahap Pelaksanaan .............................................................. 48

3. Tahap Pengolahan ............................................................... 48

I. Metode Analisis Data ..................................................................... 48

BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI .................................. 50

A. Gambaran Subjek Penelitian ......................................................... 50

1. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ....................... 50

2. Gambaran subjek berdasarkan usia ...................................... 51

3. Gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan ............... 52

Page 10: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

4. Gambaran subjek berdasarkan pekerjaan ............................. 53

5. Gambaran subjek berdasarkan penghasilan ......................... 54

B. Deskripsi Data Penelitian ......................................................................... 55

C. Hasil Penelitian ........................................................................................ 56

1. Hasil Uji Normalitas ........................................................... 56

2. Hasil Utama Penelitian ........................................................ 57

3. Hasil Tambahan Penelitian .................................................. 71

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ..................................... 78

A. Kesimpulan .............................................................................................. 78

B. Diskusi ..................................................................................................... 84

C. Saran ........................................................................................................ 91

1. Saran Metodologis .............................................................. 91

2. Saran Praktis ....................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 93

Page 11: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap anak tentunya akan melalui masa tumbuh kembang dalam rentang

waktu kehidupannya. Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat dari

perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari masa kemasa dan dari satu

peringkat keperingkat berikutnya dan perkembangan dapat dilihat dari perubahan

secara kualitas dengan membandingkan sifat terdahulu dengan sifat yang sudah

terbentuk (Papalia, 2001).

Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui setiap anak tentunya

tidak sama dan memiliki keunikan masing-masing. Permasalahan yang dihadapi

juga berbeda-beda dari satu anak ke anak yang lain. Permasalahan yang muncul

dapat berupa gangguan pada tahap perkembangan fisik, gangguan bahasa,

gangguan emosi maupun gangguan sensori motorik.

Melihat anak-anak balita tumbuh dan berkembang merupakan suatu hal

yang menarik bagi orangtua. Namun jika dalam masa perkembangannya anak

mengalami suatu gangguan, maka orangtua akan menjadi sangat sedih. Salah satu

gangguan pada masa kanak-kanak yang menjadi ketakutan orangtua saat ini

adalah autisme. Autisme bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gangguan

perkembangan pada anak yang gejalanya tampak sebelum anak mencapai usia tiga

tahun. Sebagian dari anak autis gejalanya sudah ada sejak lahir namun seringkali

luput dari perhatian orangtua (Sutadi, 1997).

Page 12: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004) autisme yaitu, suatu gangguan yang

dicirikan dengan tiga ciri utama. Pertama, pengasingan yang ekstrim (extreme

isolation) dan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Kedua,

kebutuhan patologis akan kesamaan. Sering kali aktivitas anak terlihat sederhana

misalnya duduk di lantai dan berguling-guling maju mundur dalam waktu yang

lama, memutar-mutar tali sepatunya atau berlari-lari di dalam ruangan. Kadang-

kadang perilaku anak autis terlihat seperti suatu ritual. Anak autis juga memiliki

suatu kebutuhan akan kesamaan lingkungan misalnya, anak harus memakan

makanan yang sama dengan piring yang sama. Ketiga, mutism atau cara berbicara

yang tidak komunikatif termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai

dengan situasi, misalnya ketika seorang anak autis sedang menyiram toilet, ia tiba-

tiba berkata, ”humburgernya di kulkas”. Anak autis juga memiliki

ketidakmampuan dalam menerjemahkan kalimat secara harafiah dan

membalikkan kata gantinya sendiri, biasanya anak memanggil dirinya sendiri

dengan kata ganti ”kamu”.

Safaria (2005) mengatakan bahwa autisme adalah ketidakmampuan untuk

berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan

penguasaan bahasa yang tertunda, ekolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya

aktivitas bermain yang repetitif dan stereotip, rute ingatan yang kuat, dan

keinginan obsessif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.

Salah satu kondisi yang sering dijumpai sebagai penyebab munculnya

autisme ini antara lain karena adanya keracunan logam berat ketika anak dalam

kandungan, seperti timbal, merkuri, kadmium, spasma infantil, rubella kongenital,

Page 13: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

sklerosis tuberosa, lipidosis serebral, dan anomali kromosom X rapuh. Selain itu

anak penderita autisme memiliki masalah neorologis dengan cerebral cortex,

cerebellum, otak tengah, otak kecil, batang otak, pons, hipotalamus, hipofisis,

medula dan saraf-saraf panca indera seperti saraf penglihatan atau saraf

pendengaran dan gejala umum yang bisa diamati pada anak autis adalah gangguan

pola tidur, gangguan pencernaan, gangguan fungsi kognisi, tidak adanya kontak

mata, komunikasi satu arah, afasia, menstimulasi diri, mengamuk (temper

tantrum), tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan

gangguan motorik stereotipik (Safaria, 2005).

Saat ini kasus autisme pada anak (autisme infantile) semakin banyak

sehingga menimbulkan kekhawatiran dikalangan masyarakat terutama orangtua

(Danuatmaja, 2003). Dalam kurun waktu 10 sampai 20 tahun terakhir ini jumlah

penyandang autisme semakin meningkat di seluruh dunia. Perkiraan jumlah

kelahiran di Indonesia tahun 1997 yaitu 4,6 juta per tahun. Jumlah penyandang

autisme akan bertambah per tahunnya sebanyak 2,15% dari 4,6 juta atau 9600

anak. Perbandingan anak laki-laki dan wanita penyandang autisme adalah empat

banding satu (Sutadi, 1997). Di Indonesia, diperkirakan lebih dari 400.000 anak

mengalami autisme. Tahun 1987 di dunia, prevalensi anak autis diperkirakan 1

berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian tahun 1997, angka itu

berubah menjadi 1 anak mengalami autisme per 500 kelahiran dan tahun 2000,

naik jadi 1:150 dan pada tahun 2001 perbandingan menjadi 1 berbanding 100

kelahiran (”Kasus Autisme”, 2008).

Page 14: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Menurut Budhiman, seorang psikiater anak dan ketua Yayasan Autisme

Indonesia (dalam Sihombing, 1999), bila sepuluh tahun yang lalu jumlah

penyandang autisme di Indonesia diperkirakan satu per 5000 anak, sekarang

meningkat menjadi satu per 500 anak. Bukti lain yang menunjukkan peningkatan

jumlah anak penyandang autisme di Indonesia berasal dari salah satu tempat terapi

untuk anak autisme yang dikelola Yayasan Balita Mandiri. Sejak yayasan ini

dibuka dengan lima anak autis, dalam waktu empat bulan jumlahnya meningkat

menjadi 35 anak. Dilihat dari kenyataan di atas, maka diperkirakan penyandang

autisme di Indonesia akan terus meningkat sehingga mengilhami berdirinya

berbagai yayasan yang memusatkan pelayanannya pada masalah autisme ini. Di

samping itu, media cetak juga sudah mulai banyak membahas tentang autisme,

baik di koran mauoun majalah-majalah (Sihombang, 1999).

Banyaknya pemberitaan tentang kelainan dan gangguan yang dialami anak

pada masa pertumbuhan dan perkembangannya sangat menarik perhatian

masyarakat khususnya orangtua. Bagi orangtua, anak adalah karunia.

Kehadirannya disambut dengan sukacita dan penuh harapan. Ketika Tuhan

menitipkan anak dengan kondisi autisme sebagai karunia-Nya, perasaan orangtua

menjadi galau, antara penerimaan dan penolakan dan antara rasa syukur dan

amarah. Bahkan segala bentuk perasaan sedih, bingung, putus asa, pasrah

berganti-ganti dengan rasa kaget, senang dan suka cita (Puspita dalam Marijani,

2003).

Safaria (2005) mengatakan bahwa berbagai reaksi orangtua muncul ketika

mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan autisme dan setiap orangtua

Page 15: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

pasti berbeda-beda reaksi emosinya. Beberapa reaksi emosi yang muncul ketika

orangtua mengetahui bahwa anaknya mengalami autisme seperti, merasa terkejut,

penyangkalan, merasa tidak percaya, sedih, perasaan terlalu melindungi,

kecemasan, perasaan menolak keadaan, perasaan tidak mampu dan malu, perasaan

marah, bahkan ada perasaan bersalah dan berdosa. Sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Kubler-Ross (dalam Sarasvati, 2004) bahwa ada beberapa

reaksi emosional individu ketika menghadapi cobaan dalam hidup yaitu menolak

menerima kenyataan, marah, melakukan tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

Berbagai reaksi ini muncul disebabkan karena sewaktu anak masih berusia

kurang lebih 1 sampai 1,5 tahun, anak terlihat lucu dan menyenangkan namun

seiring dengan bertambahnya usia anak, mulai terlihat berbagai macam keanehan

misalnya jika diajak berkomunikasi anak seperti tidak menanggapi, acuh, bahkan

matanya menghindar jika ditatap dan derai tawanya hampir tidak terdengar seperti

anak-anak lainnya (Safaria, 2005).

Kebanyakan orangtua mengalami shock bercampur perasaan sedih,

khawatir, cemas, takut, dan marah ketika mengetahui diagnosis bahwa anaknya

mengalami gangguan autisme. Perasaan tidak percaya bahwa anaknya mengalami

autisme kadang-kadang menyebabkan orangtua mencari dokter lain untuk

menyangkal diagnosis dokter sebelumnya. Setelah mengetahui fakta yang objektif

dari berbagai sumber, kebanyakan orangtua dengan perasaan amat terpukul dan

terpaksa menerima kenyataan bahwa anaknya adalah penyandang autisme. Pada

mulanya orangtua berpikir bahwa anaknya hanya mengalami keterlambatan dalam

proses perkembangan dan pertumbuhan. Orangtua baru sadar ketika mulai terlihat

Page 16: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

berbagai macam keanehan dan kejanggalan dalam perilaku anaknya. Misalnya,

anak membentur-benturkan kepalanya ke tembok, menggigit tangannya sampai

berdarah, memutar-mutar kepala atau tangannya dan perilaku aneh lainnya. bagi

orangtua, perilaku agresif dan menyakiti diri sendiri merupakan perilaku yang

paling berat untuk dihadapi. Anak sering berteriak dengan tidak jelas sehingga

membuat orangtua semakin sedih dan tertekan. (Safaria, 2005).

Orangtua yang memiliki anak penyandang autisme segala sesuatunya pasti

tampak berbeda dari orangtua lainnya. Bagi orangtua yang memiliki anak autis,

inilah periode awal kehidupan anaknya yang merupakan masa-masa tersulit dan

paling membebani. Pada periode ini sering kali orangtua berhadapan dengan

begitu banyak permasalahan. Tidak saja berasal dari anaknya tetapi bercampur

dengan masalah-masalah lainnya yang dapat membebani orangtua, termasuk

permasalahan yang muncul dari reaksi masyarakat (Safaria, 2005).

Banyak masyarakat luas yang belum mengetahui tentang autisme. Banyak

orang beranggapan bahwa anak autis adalah anak-anak yang aneh dan ada juga

yang beranggapan bahwa autisme adalah penyakit menular dan sebahagian

masyarakat bahkan tidak menerima dan mengakui keberadaan anak-anak autis ini.

Penolakan terhadap anak-anak autis ini terlihat ketika mereka sulit diterima untuk

belajar di sekolah-sekolah umum sebagaimana anak-anak lainnya. Hal ini dapat

menjadi beban bagi sebahagian orangtua anak autis. Ada perasaan malu dan juga

perasaan untuk menjauh dari kehidupan sosialnya (Marijani, 2003).

Menurut Hopes dan Harris (dalam Berkell, 1992), orangtua dengan anak

autis akan mengalami stress yang lebih besar dari pada orangtua dengan anak

Page 17: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

yang mengalami keterbelakangan mental karena hilangnya respon interpersonal

pada anak-anak autisme tersebut. Selain itu tingkat keparahan dari gejala-gejala

autisme merupakan salah satu hal yang mempengaruhi stress orangtua.

Puspita (dalam Marijani, 2003) mengatakan bahwa penerimaan orangtua

pada anak autis secara ikhlas dan apa adanya sangat membantu proses penanganan

menuju kehidupan yang lebih baik. Adanya penerimaan dari orangtua dapat

membuat orangtua mampu mengendalikan reaksi-reaksi emosinya. Mash & Wolfe

(2005) mengatakan bahwa orangtua harus mencoba memahami dan menerima

kenyataan hasil diagnosa anak dan perilaku anak yang selalu berbeda dengan anak

lainnya agar orangtua mampu bereaksi untuk menyesuaikan diri dengan berbagai

permasalahan yang muncul baik dari anak itu sendiri, dari diri sendiri maupun

permasalahan yang timbul dari lingkungan sekitarnya. Stress, kecemasan dan rasa

tidak bahagia sering mengganggu kehidupan seseorang. Agar stress tersebut dapat

ditangani secara efektif, perlu dilakukan penyesuaian diri.

Calhoun & Acocella (dalam Sobur, 2003) mengatakan bahwa penyesuaian

diri adalah memenuhi tuntutan dari dalam diri individu itu sendiri yaitu jumlah

keseluruhan dari apa yang telah ada pada individu itu sendiri, seperti perilaku

individu, tubuh individu, pemikiran dan perasaan individu. Penyesuaian diri juga

dipengaruhi oleh tuntutan dari orang lain. Pengaruh orang lain juga cukup besar

pada individu sebagaimana individu juga berpengaruh terhadap orang lain. Begitu

juga dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada sangat

berpengaruh terhadap penyesuaian dirinya.

Page 18: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri adalah suatu proses yang

mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar

berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik-

konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam

diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.

Schneiders (1964) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri dapat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga. Salah satunya yaitu hubungan

orangtua dengan anak. Hubungan orangtua dan anak dapat mempengaruhi

penyesuaian anak maupun orangtua. Penerimaan orangtua akan anak dapat

mempengaruhi penyesuaian diri orangtua itu sendiri. Begitu juga dengan anak.

Penerimaan orangtua akan membuat anak merasa diinginkan dan membentuk

perasaan yang aman. Penerimaan orangtua dapat membuat anak mampu

mengembangkan rasa percaya diri, reaksi emosional yang positif dan kepatuhan.

Kehidupan Orangtua yang memiliki salah satu anak yang mengalami

autisme merupakan suatu cobaan yang menjadi pekerjaan berat sehari-harinya.

Tidak mudah bagi orangtua untuk dapat hidup secara tenang dan damai ketika

mengetahui anaknya mengalami salah satu gangguan perkembangan yang cukup

berat seperti autisme. Berbagai macam reaksi emosi orangtua muncul dan

kebanyakan reaksi yang muncul tersebut adalah reaksi emosi yang negatif.

Gejolak emosi yang negatif ini dapat membawa dampak yang negatif pula, baik

dari segi fisik mapupun psikis sehingga diharapkan orangtua mampu untuk

menyesuaiakan dirinya dengan kondisi anaknya yang mengalami autisme (Safaria,

2004).

Page 19: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Umumnya orangtua yang memiliki anak autis akan mengalami stress. Hal

ini terjadi baik pada ayah maupun ibu. Ayah dan ibu juga menunjukkan

penampakan yang berbeda dari stress yang mereka alami yang berhubungan

dengan masalah-masalah anak autisnya. Ibu merupakan tokoh yang lebih rentan

terhadap masalah penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu berperan langsung dalam

kelahiran anak. Biasanya ibu cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi

yangg berhubungan dengan ketidakmampuan anaknya dan ibu lebih mudah

terganggu secara emosional. Ibu juga merasa stress karena perilaku yang

ditampilkan oleh anaknya seperti, tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku

yang tidak lazim, ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Berbeda dengan

ayah yang sebenarnya juga mengalami stress yang sama tetapi dampak stressnya

tidak seberat yang dialami oleh ibu. Ayah cenderung lebih stress karena stress

yang dialami oleh ibu. Hal ini dikarenakan oleh peran ayah sebagai pencari nafkah

utama dalam keluarga sehingga mereka tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan

anak sehari-hari (Cohen & Volkmar, 1997)

Orangtua harus mampu menyesuaikan dirinya agar mampu mengupayakan

usaha yang tidak mengenal menyerah untuk penyembuhan anak autisnya.

Orangtua juga harus mampu mengontrol reaksi emosinya terhadap perilaku anak

terutama perilaku yang dapat membahayakan dirinya, misalnya menyakiti dirinya

sendiri. Disamping itu, orangtua juga sering mengalami pengasingan dari

pergaulan sosial karena terkadang orang lain tidak mengetahui konteks perilaku

anak yang mengganggu (Mash & Wolfe, 2005).

Page 20: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Dari berbagai macam reaksi orangtua yang muncul ketika mengetahui

bahwa anaknya mengalami autisme dan diikuti dengan permasalahan-

permasalahan yang dialami orangtua yang memiliki anak autis yang telah

diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana penyesuaian diri

orangtua yang memiliki anak autis, baik itu penyesuaian dengan dirinya sendiri

maupun dengan lingkungan luarnya

B. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis?.

2. Bagaimanakah penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat

dari karakteristik – karakteristik penyesuaian diri yang baik?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk melihat gambaran penyesuaian

diri pada orangtua yang memiliki anak autis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya penelitian-penelitian

dalam ilmu Psikologi khususnya penelitian dalam Psikologi Perkembangan

mengenai penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis.

Page 21: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

2. Manfaat Praktis

a. Orangtua yang memiliki anak autis dapat mengetahui bagaimana

penyesuaian dirinya sehingga dapat mengupayakan penanganan terhadap

penyembuhan anak autis dengan lebih baik.

b. Memberikan pemahaman kepada para guru atau pendidik anak autis tentang

bagaimana penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis sehingga

dapat bekerja bersama-sama dengan orangtua dalam membantu

penyembuhan anak autis.

D. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan ilmiah yang

teratur sehingga memudahkan pembaca untuk membaca dan memahaminya.

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

Bab ini menguraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II: Landasan teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang

menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang penyesuaian

diri, autisme dan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis.

Bab III: Metode penelitian

Bab ini menguraikan penjelasan mengenai identifikasi variabel

penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan

Page 22: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan

reliabilitas alat ukur, daya beda aitem, hasil uji coba alat ukur, poroses

pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa data dan interpretasi

Bab ini terdiri dari analisa data dan interpretasi yang berisikan mengenai

subjek penelitian dan hasil penelitian.

Bab V : Kesimpulan, diskusi dan saran

Membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi dan saran yang

berkaitan dengan hasil penelitian.

Page 23: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENYESUAIAN DIRI

1. Definisi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment

atau personal adjustment. Menurut Schneiders (1964) definisi penyesuaian diri

dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk

adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)

dan penyesuaian diri sebagai suatu usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya

penyesuaian diri sama dengan adaptasi (adaptation). Penyesuaian diri sebagai

bentuk adaptasi pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian dalam arti fisik,

fisiologis atau biologis. Penyesuaian diri sebagai konformitas terhadap norma

memaknai penyesuaian diri individu sebagai usaha konformitas yang menyiratkan

bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk selalu menghindarkan

diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional.

Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery) yaitu kemampuan untuk

merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga

konflik-konflik , kesulitan dan frustasi tidak terjadi.

Schneiders (1964) menyimpulkan bahwa definisi penyesuaian diri adalah

sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang

diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal,

ketegangan, frustasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan kualitas

Page 24: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar

atau lingkungan tempat individu berada

Hollander (dalam Farisy, 2007) mengatakan bahwa penyesuaian diri

adalah suatu proses mempelajari tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi

situasi-situasi baru. Penyesuaian diri terjadi ketika seseorang menghadapi

lingkungan yang baru dimana diperlukan adanya respon dari individu.

Menurut Lazarus (dalam Sundari, 2005), penyesuaian diri termasuk reaksi

seseorang karena adanya tuntutan yang dibebankan pada dirinya. Menurut

Thorndike dan Hogen (dalam Sundari, 2005), penyesuaian diri merupakan

kemampuan individu untuk mendapatkan ketentraman secara internal dan

hubungannya dengan dunia sekitarnya .

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa penyesuaian diri adalah

kemampuan individu untuk bereaksi terhadap adanya tuntutan yang dibebankan

kepadanya, mampu mempelajari tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi

situasi baru yang memerlukan adanya respon-respon mental, mampu menghadapi

kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta menghasilkan

kualitas keselarasan dari dalam diri individu dengan tuntutan lingkungan sehingga

individu mendapatkan ketentraman secara internal dalam hubungannya dengan

dunia sekitarnya.

Menurut Lazarus (1969), ada dua jenis tuntutan yang membutuhkan

penyesuaian diri, yaitu :

Page 25: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

a. Tuntutan eksternal yang terdiri dari :

1). Tuntutan fisik (physical demand) yang berasal dari lingkungan seperti

rasa sakit dan bahaya.

2). Tuntutan sosial (social demands) seperti tuntutan orang lain agar

individu secara nyata atau tidak, melakukan, memikirkan dan

merasakan sesuatu.

b. Tuntutan internal, yang dibagi menjadi :

1). Kebutuhan jaringan tubuh seperti makanan, minuman dan tidur.

2). Motif sosial seperti keinginan untuk ditemani, dihormati dan disayang

oleh orang lain.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Schneiders (1964), faktor-faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri individu dapat dikatakan sama dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi dan mengatur perkembangan kepribadian. Faktor-faktor ini

menentukan dalam arti mempengaruhi efek yang menentukan proses penyesuaian

diri. Faktor-faktor ini dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Keadaan fisik dan faktor keturunan. Konstitusi fisik meliputi sistem

parsyarafan, kelenjar, otot-otot serta kesehatan dan penyakit.

Tidak dapat dipisahkan bahwa konstitusi fisik dan faktor keturunan

dapat menentukan penyesuaian diri individu. Faktor keturunan merupakan

proses yang terjadi secara alami yang mempengaruhi konstitusi fisik itu

sendiri yang meliputi temperamen dan sifat.

Page 26: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Sistem tubuh adalah suatu kondisi yang mempengaruhi

penyesuaian diri individu. Meliputi sistem persyarafan, kelenjar dan sistem

otot. Sistem persyarafan adalah sistem tubuh yang memiliki kaitan

langsung dengan penyesuaian diri. Hal ini dikarenakan sistem persyarafan

adalah dasar dari proses mental. Gangguan pada sistem persyarafan dan

kelenjar dapat mempengaruhi penyesuaian diri. Dengan kata lain, sistem

tubuh yang berfungsi dengan baik adalah suatu kondisi yang dapat

menentukan penyesuaian diri individu. Penyesuaian diri lebih mudah

dilakukan ketika kondisi tubuh baik daripada ketika dalam keadaan sakit

dan kondisi tubuh lemah.

b. Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial

dan emosi dan moral.

Pola-pola penyesuaian diri individu selalu berubah-ubah sesuai

dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Aspek-

aspek yang berhubungan dengan perkembangan dan kematangan misalnya

intelektual, sosial, moral dan emosi.

c. Faktor psikologis, meliputi pengalaman, pembelajaran, latihan dan

pendidikan, frustasi dan konflik, dan self determination.

Pengalaman adalah suatu konsep yang luas yang mempengaruhi

penyesuaian diri. Ada beberapa pengalaman yang bersifat bermanfaat dan

ada juga yang bersifat traumatik. Pengalaman yang bermanfaat dapat

memberi pengaruh positif pada penyesuaian diri individu.

Page 27: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Faktor pembelajaran merupakan dasar yang paling penting pada

penyesuaian diri. Jika dibandingkan dengan faktor bawaan, faktor

pembelajaran memiliki pengaruh yang lebih jelas terhadap penyesuaian

diri. Penyesuaian diri juga dapat diperoleh dari hasil latihan dan

pendidikan. Pelatihan lebih kepada mendapatkan kebiasaan atau

keterampilan khusus yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri yang efektif.

Pendidikan lebih kepada mendapatkan pengetahuan yang lebih luas yang

menyediakan nilai-nilai, prinsip, sikap yang berkontribusi terhadap

kehidupan yang sehat.

Setiap individu memiliki pola-pola yang berbeda dalam

kemampuannya untuk menyesuaikan diri. Individu mampu menentukan

sendiri pola-pola penyesuaian dirinya sesuai dengan kemampuan dan

kapasitas yang dimilikinya.

d. Keadaan lingkungan seperti rumah dan keluarga, hubungan antara

orangtua dan anak, hubungan dengan masyarakat.

Faktor yang paling penting dalam menentukan penyesuaian diri

adalah rumah dan keluarga. Hal ini dikarenakan keluarga adalah kesatuan

sosial dimana individu adalah bagian integral didalamnya. Ada beberapa

karakteristik kehidupan keluarga yang mempengaruhi penyesuaian diri

misalnya, kumpulan keluarga, peran sosial dalam keluarga, karakteristik

dan keterpaduan anggota keluarga.

Hubungan orangtua dan anak dapat mempengaruhi penyesuaian

anak maupun orangtua. Penerimaan orangtua akan anak dapat

Page 28: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

mempengaruhi penyesuaian diri orangtua itu sendiri. Begitu juga dengan

anak. Penerimaan orangtua akan membuat anak merasa diinginkan dan

membentuk perasaan yang aman. Penerimaan orangtua dapat membuat

anak mampu mengembangkan rasa percaya diri, reaksi emosional yang

positif dan kepatuhan.

Penyesuaian diri individu dapat berbeda-beda sesuai dengan

keanggotaannya dalam masyarakat. Termasuk didalamnya tetangga dan

orang lain disekitar individu itu sendiri.

e. Faktor kebudayaan, adat istiadat dan agama.

Individu dapat mencerminkan ciri pikiran dan perilaku mereka

sesuai dengan konteks budaya dan adat istiadat yang mereka miliki.

Agama tidak dapat dipisahkan dari bagian budaya karena budaya memiliki

hubungan dengan agama dan penyesuaian diri.

Menurut Kristiyani (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian

diri adalah keluarga, keadaan lingkungan, rasa aman, keadaan fisik, jenis kelamin,

pendidikan, tingkat religius dan kebudayaan, keadaan psikologis, kebiasaan dan

keterampilan serta komunikasi.

Dari uraian diatas ada beberapa faktor yang menentukan penyesuaian diri

individu, antara lain :

1) Keadaan lingkungan. Seperti : rumah, keluarga, hubungan antara

orangtua dan anak, hubungan dengan masyarakat.

Page 29: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

2) Keadaan fisik dan faktor keturunan. Seperti : sistem parsyarafan,

kelenjar, otot-otot, jenis kelamin, kesehatan dan penyakit.

3) Faktor psikologis. Seperti : pengalaman, pembelajaran, latihan dan

pendidikan, frustasi dan konflik, self determination dan rasa aman

4) Perkembangan dan kematangan. Seperti : kematangan intelektual,

sosial, emosi dan moral. intelektual, sosial, emosi, kebiasaan dan

keterampilan dan komunikasi.

5) Faktor kebudayaan. Seperti : adat istiadat.

6) Keyakinan religius (keagamaan).

3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Baik

Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri yang baik adalah individu

yang dapat memberi respon yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan.

Penyesuaian diri yang normal dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :

a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive

emotionality)

Penyesuaian diri yang normal dapat ditandai dengan tidak adanya emosi

yang relatif berlebihan atau tidak terdapat gangguan emosi yang merusak.

Individu yang mampu menanggapi situasi atau masalah yang dihadapinya

dengan cara yang normal akan merasa tenang dan memiliki kontrol emosi

yang baik. Emosinya akan tetap tenang dan tidak panik sehingga dapat

menentukan penyelesaian masalah yang dibebankan kepadanya dengan

menggunakan rasio dan emosi yang terkendali.

Page 30: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

b. Tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological

mechanisms)

kejujuran dan keterusterangan terhadap adanya masalah atau konflik yang

dihadapi individu akan lebih terlihat sebagai reaksi yang normal dari pada

suatu reaksi yang diikuti dengan mekanisme-mekanisme pertahanan diri

seperti rasionalisasi, proyeksi atau kompensasi.

c. Tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal

frustration)

Adanya perasaan frustasi akan membuat individu sulit atau bahkan tidak

mungkin bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah yang

dihadapinya. Individu harus mampu menghadapi masalah secara wajar,

tidak menjadi cemas dan frustasi.

d. Kemampuan untuk belajar (ability to learn)

Mampu mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi

sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi.

e. Pemanfaatkan pengalaman (utilization of past experience)

Adanya kemampuan individu untuk belajar dan memanfaatkan

pengalaman marupakan hal yang penting bagi penyesuaian diri yang

normal. Dalam menghadapi masalah, individu harus mampu

membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain

Page 31: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

sehingga pengalaman-pengalaman yang diperoleh dapat digunakan dalam

mengatasi permasalahan yang dihadapi.

f. Sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes)

Karakteristik ini berhubungan erat dengan orientasi seseorang terhadap

realitas yang dihadapinya. Individu mampu mengatasi masalah dengan

segera, apa adanya dan tidak ditunda-tunda.

g. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self

direction)

Pertimbangan rasional tidak dapat berjalan dengan baik apabila disertai

dengan emosi yang berlebihan sehingga individu tidak dapat mengarahkan

dirinya. Individu yang tidak mampu untuk mempertimbangkan masalah

secara rasional akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya.

Individu mampu menghadapi masalah dengan pertimbangan yang rasional

dan mengarah langsung kepada masalah dengan segala akibatnya.

Berdasarkan baik dan buruknya penyesuaian diri, ada dua jenis

penyesuaian diri menurut Lazarus (1969), yaitu :

a. Peyesuaian diri buruk (poor adjustment) dimana seseorang menerima

kenyataan secara pasif dan tidak melakukan usaha apapun untuk

mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

b. Penyesuaian diri yang baik (good adjustment) dimana individu dapat

menerima keterbatasan-keterbatasannya yang tidak dapat diubah namun

Page 32: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

individu tetap berusaha memodifikasi keterbatasan-keterbatasan tersebut

seoptimal mungkin.

B. AUTISME

1. Definisi Autisme

Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004), autisme adalah salah satu

gangguan perkembangan pervasif yang dicirikan oleh tiga ciri utama, yaitu

pengasingan yang ekstrim (extreme isolation) dan ketidakmampuan berhubungan

dengan orang lain. Kedua, kebutuhan patologis akan kesamaan. Kebutuhan ini

berlaku untuk perilaku anak dan lingkungannya. Dan ketiga yaitu mutism atau

cara berbicara yang tidak komunikatif termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang

tidak sesuai dengan situasi. Anak autis juga memiliki ketidakmampuan dalam

menerjemahkan kalimat secara harafiah dan pembalikan kata gantinya sendiri,

biasanya anak memanggil dirinya sendiri dengan kata ”kamu”.

Menurut DSM IV-TR (APA, 2000), autisme adalah keabnormalan yang

jelas dan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan

keterbatasan yang jelas dalam aktivitas dan ketertarikan. Manifestasi dari

gangguan ini berganti-ganti tergantung pada tingkat perkembangan dan usia

kronologis dari individu.

Safaria (2005) mengatakan autisme adalah ketidakmampuan untuk

berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan

penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas

Page 33: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

bermain yang repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan Keinginan

obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa autisme adalah

gangguan perkembangan pada anak-anak yang ditandai dengan gangguan

interaksi sosial seperti pengasingan diri dan ketidakmampuan berhubungan

dengan orang lain, gangguan komunikasi dan bahasa seperti ecolalia, penggunaan

kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi, mutism, pembalikan kalimat

atau kata, gangguan ketertarikan dan aktivitas seperti adanya aktivitas bermain

yang repetitif dan stereotipe serta keinginan obsesif untuk mempertahankan

keteraturan dan kesamaan di dalam lingkungannya.

2. Gejala Autisme

Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam

autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu :

a. Isolasi sosial

Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial kedalam

suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan

semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku

seakan-akan orang lain tidak pernah ada.

b. Kelemahan kognitif

Sebahagian besar (± 70 %) anak autis mengalami retardasi mental (IQ <

70) tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang

berkaitan dengan kemampuan sensori motor. Terapi yang dijalankan anak

Page 34: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

autis meningkatkan hubungan sosial mereka tapi tidak menunjukkan

pengaruh apapun pada retardasi mental yang dialami. Oleh sebab itu,

retardasi mental pada anak autis terutama sekali disebabkan oleh masalah

kognitif dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial.

c. Kekurangan dalam bahasa

Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya

mengoceh, merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia, yaitu

menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang

potongan lagu, iklan TV atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa

tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan cara yang

aneh. Menyebut diri mereka sebagai orang kedua ”kamu” atau orang

ketiga ”dia”. Intinya anak autime tidak dapat berkomunikasi dua arah

(resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal.

d. Tingkah laku stereotip

Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus-

menerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat

dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini

disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya

gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-

narik rambut dan mengggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan

akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang

aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik pada

hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya, pada roda

Page 35: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan

dan kebiasaan yang monoton.

3. Penyebab Autisme

Sampai sekarang, autisme masih merupakan grey area di bidang

kedokteran yang terus berkembang dan belum diketahui penyebabnya secara pasti

(Marijani, 2003). Menurut Supratiknya (1995), autisme disebabkan faktor bawaan

tertentu atau pengalaman yang kurang mendukung. Misalnya dibesarkan oleh ibu

yang tidak responsif atau pernah mengalami trauma dengan lingkungan sosialnya.

Autisme juga disebabkan oleh abnormalitas kromosom terutama fragile X.

Ada pengaruh kondisi fisik pada saat hamil dan melahirkan yang mencakup

rubella, sifilis, fenilketonuria, tuberus dan sklerosis. Faktor prenatal mencakup

infeksi kongenital seperti Cytomegalovirus dan rubella. Faktor pasca natal yang

berperan mencakup infantile spasm, epilepsi mioklonik, fenilketonuria,

meningitis dan encefalis (Lumbantobing, 2001).

Menurut Acocella (1996), ada tiga perspektif yang dapat digunakan

untuk menjelaskan penyebab autisme, yaitu :

a. Perspektif Psikodinamika

Bettelheim (1967) mengatakan bahwa penyebab dari autisme karena

adanya penolakan orangtua terhadap anaknya. Anak menolak orangtuanya

dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Anak melihat bahwa

tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orangtua yang tidak

Page 36: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

responsif. Anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak

apapun di dunia, sehingga anak menciptakan ”benteng kekosongan”

autisme untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan.

b. Perspektif Biologis

1) Pendekatan biologis

Folstein & Butter (1977) mengadakan penelitian di Great Britain,

antara 11 pasang monozygotic (MZ) kembar dan 10 pasang

dyzygotik (DZ) kembar, ditemukan satu pasang yang merupakan

gen autisme. Pada kelompok MZ, 4 dari 11 diantaranya adalah gen

autisme. Sedangkan pada DZ, tidak ada. Walaupun demikian, pada

MZ kembar tidak didioagnosa sebagai autisme, hanya akan

mengalami gangguan bahasa atau kognisi.

2) Pendekatan kromosom

Kromosom yang dapat menyebabkan autisme yaitu sindrom fragile

X dan kromosom XXY, namun kromosom XXY ini tidak

menunjukkan hubungan yang sekuat sindrom fragile X.

3) Pendekatan biokimia

Anak-anak autis memiliki kadar serotonin dan dopamine yang

sangat tinggi. Obat-obat yang dapat membantu menurunkan kadar

dopamine yaitu seperti phenotiazines yang dapat menurunkan

gejala-gejala autisme.

Page 37: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

4) Gangguan bawaan dan komplikasi

Ada 2 penyebab autisme yaitu, virus herpes dan rubella. Autisme

yang berhubungan dengan komplikasi pada saat melahirkan

berhubungan dengan faktor genetik.

5) Pendekatan neurological

a) Penyebab autisme karena adanya kerusakan otak. Hal ini

dapat dibuktikan dengan adanya beberapa gejala berikut :

b) Karakteristik anak autis seperti gangguan perkembangan

bahasa, retardasi mental, tingkah laku motorik yang aneh,

memiliki respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi

terhadap stimulus sensori, menentang stimulus auditory dan

visual) berhubungan dengan fungsi sistem saraf pusat.

c) Sistem saraf menunjukkan abnormalitas seperti, gangguan

otot, alat koordinasi, mengeluarkan air liur dan hiperaktif.

d) Memiliki electroencephalogram (EEG) yang abnormal.

Penelitian ERP menunjukkan tidak adanya respon

memperhatikan objek atau stimulus bahasa.

e) Adanya keabnormalan pada bagian Cerebellum dan sistem

lymbik otak yang sangat berpengaruh terhadap kognisi,

memori, emosi dan tingkah laku. Sistem lymbicnya lebih

kecil dan bergumpal dibeberapa area, bagian dendrit saraf

anak autisme lebih pendek dan kurang lengkap.

Page 38: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

c. Perspektif Kognitif

1) Ornitz, dkk (1974) mengatakan bahwa gangguan pada anak autis

disebabkan karena adanya masalah dalam mengatur dan

menyatakan input terhadap alat perasa. Contohnya, memberi

respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi terhadap suara.

2) M. Rutter (1971) memfokuskan pada sensori persepsi, yaitu

dimana anak autisme tidak memberi respon terhadap suara. Anak

autis juga mengalami gangguan bahasa seperti aphasia yaitu

kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-kata yang

disebabkan karena kerusakan otak. Tetapi dalam perspektif ini

menyatakan bahwa anak autis tidak memberi respon disebabkan

adanya masalah perseptual.

3) Loovas, dkk (1979) mengatakan bahwa anak autis sangat

overselektif dalam memperhatikan sesuatu. Anak autis hanya

dapat memproses dan merespon satu stimulus dalam satu waktu,

hal ini disebabkan karena adanya gangguan perceptual.

4) Anak autis tidak mampu mengolah sesuatu dalam pikiran.

Misalnya, tidak dapat memperkirakan dan memahami tingkah

laku yang mendasari suatu objek.

Page 39: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

4. Kriteria Diagnostik Autisme

Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnostik gangguan autisme

adalah :

a. Sejumlah enam hal atau lebih dari (1), (2) dan (3), paling sedikit dua dari

(1) dan satu masing-masing dari (2) dan (3) :

1) Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi sosial sebagai

manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut :

a) Hendaya didalam perilaku non verbal seperti pandangan

mata ke mata, ekspresi wajah, sikap tubuh dan gerak

terhadap rutinitas dalam interaksi sosial.

b) Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan

sesuai tingkat perkembangannya.

c) Kurang kespontanan dalam membagi kesenangan, daya

pikat atau pencapaian akan orang lain, seperti kurang

memperlihatkan, mengatakan atau menunjukkan objek

yang menarik.

d) Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.

2) Secara kualitatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai

manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut :

a) Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan

berbicara (tidak menyertai usaha mengimbangi cara

komunikasi alternatif seperti gerak isyarat atau gerak

meniru-niru)

Page 40: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

b) Individu bicara secara adekuat, hendaya dalam menilai

atau meneruskan pembicaraan orang lain.

c) Mempergunakan kata berulang kali dan stereotif atau

kata-kata aneh.

d) Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah

atau pura-pura bermain sesuai tingkat perkembangan.

3) Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai

manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut :

a) Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotif atau

kelainan dalam intensitas maupun focus ketertarikan akan

sesuatu yang terbatas.

b) Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas

atau ritual pun tidak fungsional.

c) Gerakan stereotif dan berulang misalnya, memukul,

memutar arah jari dan tangannya serta meruwetkan

gerakan seluruh tubuhnya.

d) Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotif.

b. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut

ini, dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :

1) Interaksi sosial

2) Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial

3) Bermain simbol atau berkhayal.

Page 41: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

c. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan

disintegrasi masa kanak.

C. Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak autis

Menjadi orangtua adalah suatu periode kehidupan yang akan dilalui setiap

individu. Individu yang sudah menjadi orangtua akan mengalami suatu perubahan

dalam kehidupannya sehingga ia perlu menyesuaikan diri. Orangtua yang

memiliki anak normal saja akan mengalami masalah penyesuaian diri dengan

kehadiran anak dalam keluarga begitu juga orangtua yang mempunyai anak yang

mengalami gangguan perkembangan seperti autisme.

Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif

yang ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu pengasingan yang ekstrim (extreme

isolation) dan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, kebutuhan

patologis akan kesamaan dan mutism atau cara berbicara yang tidak komunikatif

termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi (Kanner

dalam Wenar, 1994).

Berbagai reaksi orangtua muncul ketika mengetahui bahwa anaknya

mengalami autisme. Ada perasaan menolak, malu, tidak percaya, sedih, cemas,

merasa bersalah dan berdosa, marah, terkejut, depresi hingga pada penerimaan.

Sesuai dengan apa yang dikatakan Kubbler – Ross (dalam Sarasvati, 2004) bahwa

ada beberapa reaksi yang dapat muncul ketika individu menghadapi cobaan dalam

hidup, yaitu menolak kenyataan, marah, melakukan tawar-menawar, depresi dan

penerimaan. Reaksi-reaksi orangtua ini muncul karena harapan orangtua terhadap

Page 42: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

anak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya yaitu memiliki anak yang

berkembang dengan normal seperti anak-anak lainnya dan adanya berbagai

tuntutan dari lingkungan sekitarnya sehingga menuntut orangtua untuk mampu

menyesuaikan diri dengan berbagai permasalahan yang muncul.

Umumnya orangtua yang memiliki anak autis akan mengalami stress. Hal

ini terjadi baik pada ayah maupun ibu. Ayah dan ibu juga menunjukkan

penampakan yang berbeda dari stress yang mereka alami yang berhubungan

dengan masalah-masalah anak autisnya. Ibu merupakan tokoh yang lebih rentan

terhadap masalah penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu berperan langsung dalam

kelahiran anak. Biasanya ibu cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi

yang berhubungan dengan ketidakmampuan anaknya dan ibu lebih mudah

terganggu secara emosional. Ibu juga merasa stress karena perilaku yang

ditampilkan oleh anaknya seperti, tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku

yang tidak lazim, ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Berbeda dengan

ayah yang sebenarnya juga mengalami stress yang sama tetapi dampak stressnya

tidak seberat yang dialami oleh ibu. Ayah cenderung lebih stress karena stress

yang dialami oleh ibu. Hal ini dikarenakan oleh peran ayah sebagai pencari nafkah

utama dalam keluarga sehingga mereka tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan

anak sehari-hari (Cohen & Volkmar, 1997)

Dillihat dari jenis tuntutan untuk menyesuaikan diri menurut Lazarus

(1969), penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis adalah termasuk :

1. Tuntutan eksternal yang berasal dari tuntutan sosial (social demands). Hal

ini disebabkan adanya tuntutan terhadap orangtua untuk berindak, berpikir

Page 43: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak tersebut secara khusus.

Disamping itu orangtua juga perlu menangani masalah perilaku anak,

kesehatan dan pendidikan anak yang sangat berbeda dari anak-anak

normal.

2. Tuntutan internal yang berasal dari motif sosial. Hal ini disebabkan

adanya keinginan orangtua untuk disayangi, dihormati, dicintai dan

ditemani orang lain. Baik itu keinginan untuk disayang oleh anaknya

walaupun anaknya mengalami kesulitan untuk mengekspresikan

perasaannya. Begitu juga dengan keinginan orangtua untuk ditemani dan

dihormati oleh orang-orang sekitarnya karena adanya suatu keadaan

khusus pada diri orangtua yaitu dengan kehadiran anak autis dalam

keluarganya.

Mash & Wolfe (2005) mengatakan bahwa orangtua harus mencoba

memahami dan menerima kenyataan hasil diagnosa anak dan perilaku anak yang

selalu berbeda dengan anak lainnya sehingga orangtua mampu bereaksi untuk

menyesuaikan diri dengan berbagai permasalahan yang muncul baik dari anak itu

sendiri, dari diri sendiri maupun permasalahan yang timbul dari lingkungan

sekitarnya. Penerimaan orangtua dengan anak autis dapat mempengaruhi

penyesuaian orangtua itu sendiri dan penyesuaian diri orangtua juga sangat

mempengaruhi penyesuaian diri anak.

Penyesuaian diri adalah proses yang mencakup respon-respon mental dan

perilaku yang diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-

kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan

Page 44: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia

luar atau lingkungan tempat individu berada (Schneider, 1964).

Orangtua yang memiliki anak autis diharapkan mampu menyesuaikan diri

dengan baik sehingga orangtua harus memiliki beberapa karakteristik penyesuaian

diri yang baik, yaitu :

1. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive

emotionality) sehingga mampu mengontrol emosi yang berlebihan dan

dalam menghadapi permasalahan emosinya akan tetap tenang dan tidak

panik.

2. Tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological

mechanisms) sehingga dalam menyelesaikan masalah individu

menggunakan pemikiran yang rasional dan mengarah langsung pada

permasalahan.

3. Tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal

frustration) sehingga individu mampu menghadapi masalah secara wajar,

tidak menjadi cemas dan frustasi.

4. kemampuan untuk belajar (ability to learn) yaitu pengetahuan yang

diperoleh dari hasil belajar dapat dipergunakan untuk mendukung dan

mengatasi permasalahan yang dihadapi.

5. Pemanfaatan pengalaman (utilization of past experience) sehingga dapat

membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain

dan pengalaman-pengalaman tersebut dapat memberikan sumbangan

dalam pemecahan masalah yang dihadapi

Page 45: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

6. Sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes) yaitu

mampu menghadapi masalah dengan segera, apa adanya dan tidak

ditunda-tunda.

7. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self

direction) yaitu individu dapat mengarahkan dirinya dan

mempertimbangkan masalah secara rasional.

Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri yang baik adalah individu

yang dapat memberi respon yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan.

Berdasarkan baik atau buruknya penyesuaian diri orangtua dengan anak autis,

dapat dikemukakan dua bentuk penyesuaian diri menurut Lazarus (1969), yaitu :

1. Penyesuaian diri yang buruk dimana orangtua menerima kehadiran anak

autis secara pasif dan tidak mengoptimalkan kemampuan dirinya dan anak

tersebut untuk mengatasi masalah yang muncul.

2. Penyesuaian diri yang baik dimana orangtua dapat menerima keterbatasan-

keterbatasan dari anak sehingga akan tercipta hubungan baik antara anak

dengan dirinya. Salah satu prinsip penting dari penyesuaian diri yang baik

pada orangtua anak autisme yaitu membuat tujuan yang realistis yang

berhubungan dengan kemampuan anaknya atau hubungan diantara mereka

dan berusaha mencapai tujuan tersebut secara bersama-sama.

Adapun penyesuaian diri yang tidak baik menurut Schneiders (1969)

adalah penyesuaian diri yang menyimpang dari kenyataan yang ditandai dengan

ketidakmampuan mengendalikan emosi bila menghadapi masalah, menjadi panik

sehingga tindakan yang diambil tidak sesuai dengan kenyataan, menggunakan

Page 46: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

pertahanan diri yang berlebihan dan menyimpang dari kenyataan sehingga

memungkinkan terjadinya kecemasan, frustasi dan konflik.

Page 47: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah

karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah

penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000).

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang

dimaksudkan untuk melihat bagaimana penyesuaian diri orangtua yang memiliki

anak autis. Menurut Azwar (1999) penelitian deskriptif merupakan metode yang

menggambarkan dengan sistematik dan akurat fakta dengan tidak bermaksud

menjelaskan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun implikasi. Menurut

Hadi (2000) metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena

yang terjadi tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku secara umum.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri

orangtua yang memiliki anak autis.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk mengatasi secara efektif

berbagai tuntutan atau tekanan yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri

maupun dari lingkungannya. Penyesuaian diri dalam penelitian ini dapat diungkap

melalui skala penyesuaian diri yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori

Page 48: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) yang mengungkap

karakteristik penyesuaian diri yang baik. Skala ini menunjukkan semakin tinggi

total skor yang diperoleh individu maka akan menunjukkan penyesuaian diri yang

baik, sebaliknya semakin rendah total skor yang diperoleh individu maka akan

menunjukkan penyesuaian diri yang buruk.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Dalam suatu penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai

merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah

seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah

subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi,

2000). Populasi pada penelitian ini adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang

memiliki anak autis.

Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki

penulis, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan

populasi yang dinamakan sampel. Sampel adalah sebahagian dari populasi yang

merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus

mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Adapun sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang

memiliki anak autis dengan krakteristik sebagai berikut:

Page 49: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

a. Orangtua baik ayah maupun ibu yang memiliki anak autis.

Diasumsikan karena orangtua memiliki peranan penting dalam

mengupayakan penyembuhan kepada anak autis.

b. Taraf pendidikan orangtua minimal SMU untuk mempermudah

pengambilan data saat penelitian.

2. Jumlah Sampel Penelitian

Sugiarto (2003) berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan

menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah

30, walaupun ia juga mengakui bahwa banyak peneliti lain menganggap bahwa

sampel sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum. Sedangkan menurut Siegel

(1994) tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian.

Kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah

sampel. Azwar (2001) menyatakan tidak ada angka yang dikatakan dengan pasti.

secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel lebih dari 60 orang sudah

cukup banyak. Jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 39.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel

dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai,

dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel

yang benar-benar dapat mewakili populasi (Poerwanti, 1994). Teknik sampling

yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Teknik

Page 50: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

pengambilan sampel ini diambil secara acak terhadap kelompok bukan terhadap

individu melainkan dari kelompok-kelompok individu. sampling ini dipandang

ekonomis, lebih mudah dan lebih murah (Azwar, 2000). Prosedur random akan

dilakukan terhadap yayasan-yayasan anak berkebutuhan khusus di kota Medan.

Antara lain Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari), Yayasan Anak kita

(Yakita), Kidz Smile Centre Therapy, i – Homeschooling dan Yayasan Tali Kasih.

Kemudian akan diambil secara random 3 yayasan untuk dijadikan sampel

penelitian.

D. Alat Ukur yang Digunakan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan

data dengan skala psikologis atau disebut dengan metode skala. Metode skala

digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis

yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku

yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2001).

Hadi (2000) menyatakan bahwa skala psikologis dapat digunakan dalam

penelitian berdasarkan asumsi-asumsi berikut :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Hal-hal yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan

dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan

kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan peneliti.

Page 51: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan

menggunakan skala, yaitu skala penyesuaian diri.

1. Skala Penyesuaian Diri

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri

yang terdiri dari butir-butir pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik

penyesuaian diri yang baik yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) yaitu :

Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive emotionality),

tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological mechanisms),

tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal

frustration), kemampuan untuk belajar (ability to learn), pemanfaatan pengalaman

(utilization of past experience), sikap yang realistis dan objektif (realistic and

objective attitudes) dan pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational

deliberation and self direction).

Skala ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari pernyataan

dengan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju

(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan

favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap

pilihan bergerak dari 1-4, bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu SS =

4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk bobot pernyataan unfavorabel yaitu

SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4. Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala

sikap yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai

berikut:

Page 52: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 1. Cara Penilaian Skala Penyesuaian Diri

3. Skala Sebelum Uji Coba

Sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya, skala penyesuaian diri

yang telah disusun, terlebih dahulu diujicobakan. Tujuannya agar mengetahui

seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau

dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya (Azwar, 1999).

Butir-butir aitem skala penyesuaian diri disusun berdasarkan karakteristik

penyesuaian diri yang baik yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) dengan

blue print pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Blue print Skala Penyesuaian Diri Sebelum Uji Coba

No Karakteristik Penyesuaian Diri

Nomor Butir Aitem Skala Jumlah (Persen) Favorable Unfavorable

1 Tidak terdapat emosionalitas yang

berlebihan

1, 11, 13, 17, 21, 33, 45

2, 22, 26, 46, 66, 93, 97

14 (14,3 %)

2 Tidak terdapat mekanisme psikologis

3, 23, 49, 55, 63, 69, 71

30, 32, 75, 81, 83, 85, 95

14 (14,3 %)

3 Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi

5, 9, 15, 27, 37, 43, 61

16, 20, 28, 34, 48, 54, 70

14 (14,3 %)

4 Kemampuan untuk belajar

25, 31, 35, 39, 41, 47,59

4, 18, 40, 52, 64, 74, 82

14 (14,3 %)

5 Pemanfaatan pengalaman 7, 19, 29, 67, 79, 87, 91

6, 38, 50, 56, 76, 92, 94

14 (14,3 %)

6 Sikap yang realistis dan objektif

24, 58, 60, 80, 84, 88, 98

8, 10, 14, 36, 42, 44, 62

14 (14,3 %)

7 Pertimbangan rasional dan pengarahan diri

51, 53, 57, 65, 73, 77, 89

12, 68, 72, 78, 86, 90, 96

14 (14,3 %)

Jumlah 49 49 98

Bentuk Peryataan 1 2 3 4

Favorable STS TS S SS

Unfavorable SS S TS STS

Page 53: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Persen 50 % 50 % 100 %

E. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur

Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian

sangat menetukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan.

Suatu alat ukur yang tidak valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi

yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes ini

(Azwar, 2001).

Peneliti akan melakukan uji coba pada skala terhadap sejumlah responden,

dengan tujuan memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel. Hadi (2000)

mengemukakan beberapa tujuan dari try out adalah sebagai berikut :

1. Menghindari pernyataan-pernyataan yang kurang jelas maksudnya

2. Menghindari penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu

akademik, ataupun kata-kata yang menimbulkan kecurigaan.

3. Memperbaiki pernyataan-pernyataan yang biasa dilewati (dihindari)

atau hanya menimbullkan jawaban-jawaban dangkal.

4. Menambah aitem yang sangat perlu ataupun meniadakan aitem yang

ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian.

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada

mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki

dengan tepat (Azwar, 2000). Azwar juga mengatakan bahwa suatu alat tes atau

Page 54: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

instrumen pengukuran dikatakan mamiliki validitas yang tinggi apabila alat

tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai

dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi yaitu

sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-

benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas isi

ini dilakukan melalui pendapat profesional (profesional judgement).

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat

ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang

berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien

reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam

menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini

sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang

mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal

yaitu single trial administration, dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali

pengenaan tes kepada individu sebagai subjek. Teknik yang digunakan adalah

teknik koefisien Alpha Cronbach, yang akan menghasilkan reliabilitas dari skala

penyesuaian diri. Pengolahan data tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan

bantuan program SPSS versi 16.

Page 55: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam

rentang 0 sampai dengan 1. koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka 1

menandakan semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin

mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas pengukurannya.

Menurut Azwar (2000), pengukuran pada aspek-aspek sosial-psikologis

yang mencapai angka koefisien reliabilitas 1 tidak pernah dijumpai karena

manusia sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber error yang

potensial. Menurut Triton (2006) ada beberapa pembagian kategori reliabilitas

pengukuran, yaitu : 0 s/d 0,20 (kurang reliabel), > 0,20 s/d 0,40 (agak reliabel), >

0,40 s/d 0,60 (cukup reliabel), 0,60 s/d 0,80 (reliabel), 0.80 s/d 1 (sangat reliabel).

F. Daya Beda Aitem

Daya beda suatu alat ukur dalam penelitian sangat diperlukan karena

melalui daya beda aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur

melakukan fungsinya. Daya beda aitem dilakukan untuk mengukur konsistensi

internal tiap-tiap aitem pada skala dengan mengkorelasikan skor aitem dengan

skor total (Azwar,2000).

Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi

korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu

distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien

korelasi aitem total (rix) yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem.

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥

0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya

Page 56: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0.30 dapat

diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar,

2000). Penelitian ini menggunakan batasan rix ≥ 0.30.

Pengujian daya diskriminasi aitem pada skala sikap dilakukan dengan

mengkorelasikan antara skor tiap aitem dengan skor total, dengan menggunakan

teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS versi 16.

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Hasil uji coba skala penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis

menghasilkan 55 aitem yang diterima dari 98 aitem yang diujicobakan. Indeks

diskriminasi rix ≥ 0.3 dengan reliabilitas sebesar 0, 906. Sebanyak 43 aitem yang

dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 2, 3, 6, 9, 11, 12, 13, 16, 18, 20, 23, 25, 26,

27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 43, 44, 46, 54, 55, 57, 65, 67, 69, 70, 71, 75, 76, 77,

78, 83, 86, 88, 90, 91, 93 dan 98. indeks aitem yang memiliki daya beda tinggi

bergerak dari 0,305 sampai dengan 0,691.

Page 57: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Diri yang Akan Digunakan dalam Peneli

tian

No Karakteristik Penyesuaian Diri

Nomor Butir Aitem Skala Jumlah (Persen) Favorable Unfavorable

1 Tidak terdapat emosionalitas yang

berlebihan

1, 3, 12, 42 13, 37, 41 7 (12,7 %)

2 Tidak terdapat mekanisme psikologis

24, 34 47, 50, 54 5 (9,1 %)

3 Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi

5, 9, 16, 32 23 5 (9,1 %)

4 Kemampuan untuk belajar

14, 18, 20, 22, 30

4, 19, 27, 35, 40, 48

11 (20 %)

5 Pemanfaatan pengalaman 7, 10, 15, 46, 45

17, 25, 43, 52, 53

10 (18,2 %)

6 Sikap yang realistis dan objektif

11, 29, 31, 36, 49

2, 6, 8, 21, 33 10 (18,2 %)

7 Pertimbangan rasional dan pengarahan diri 26, 28, 39, 51, 44, 38, 55

7 (12,7 %)

Jumlah 29 26 55

Page 58: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Persiapan

Ada beberapa tahapan yang perlu dipersiapkan peneliti sebelum

melakukan penelitian, antara lain :

a. Rancangan alat dan instrumen

Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari skala

penyesuaian diri yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori

dari Scheiders (1964) yang akan mengukur penyesuaian diri. Skala

penyesuaian diri yang akan digunakan dalam penelitian terdiri dari 55

aitem yang dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4 dimana

setiap aitem pernyataan terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu sangat

sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).

b. Permohonan Izin

Pengambilan data untuk penelitian diawali dengan mengurus surat izin

dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara untuk pengambilan

data, yaitu pada Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa

Mandiri (Yakari) dan Kidz Smile Therapy Center. Kemudian peneliti

meminta izin dari ketiga yayasan tersebut. Setelah mendapatkan izin

untuk pengambilan data barulah peneliti menetapkan tanggal untuk

melakukan penelitian.

Persen 52,7 % 47,3 % 100 %

Page 59: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

c. Uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2008 sampai

dengan 10 Januari 2009. Total skala yang disebarkan berjumlah 50

skala dan yang dikembalikan sejumlah 43 skala.

d. Revisi alat ukur penelitian

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 43

subjek, peneliti terlebih dahulu menguji validitas dan reliabilitas skala

penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dengan bantuan

program komputer SPSS versi 16. Setelah mengetahui aitem-aitem

yang memenuhi reliabilitas yang baik, peneliti mengambil aitem-aitem

tersebut untuk dijadikan sebagai aitem-aitem pada skala penyesuaian

diri untuk penelitian dan skala ini disusun dalam bentuk booklet yang

berukuran kertas A4.

2. Tahap Pelaksanaan

Penelitian untuk memperoleh data yang sesungguhnya dilakukan setelah

diperoleh alat ukur yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengambilan data

penelitian dilakukan di Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa

Mandiri (Yakari) dan Kidz Smile Therapy Centre). Pengambilan data dilakukan

mulai tanggal 13 sampai dengan 31 Januari 2009. Dimana jumlah sampel dalam

penelitian yaitu 39 orang. Dari 45 skala yang disebarkan, 3 skala tidak

dikembalikan dan 2 skala yang tidak bisa dianalisa.

Page 60: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

3. Tahap pengolahan

Pengolahan data dilakukan setelah skala penyesuaian diri terhadap

orangtua yang memiliki anak autis terkumpul seluruhnya. Kemudian data yang

diperoleh akan diolah dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS

versi 16.

H. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisa

statistik. Pertimbangan penggunaan analisa statistik dalam penelitian ini adalah :

1. Statistik bekerja dengan angka-angka.

2. Statistik bersifat objektif.

3. Statistik bersifat universal, dalam arti dapat digunakan pada hampir

semua bidang penelitian (Hadi, 2000).

Azwar (2001) menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisis dan

menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan

disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga

semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.

Untuk mendapatkan gambaran skor penyesuaian diri digunakan statistik

deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean,

standar deviasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kesimpulan dalam penelitian

deskriptif didasari oleh angka yang tidak terlalu mendalam. Sebelum melakukan

analisis data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji yang digunakan adalah

uji one sample Kolmogorov-Smirnov dan uji Independent Sample T-Test. Data

Page 61: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

yang berhasil dikumpulkan akan diolah dengan bantuan program komputer SPSS

versi 16.

.

Page 62: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

BAB IV

ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI

Bab ini akan membahas mengenai gambaran keseluruhan hasil penelitian.

Diawali dengan pembahasan mengenai gambaran subjek penelitian yang

dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data penelitian.

A. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang memiliki anak

autis yang diambil dari beberapa yayasan anak berkebutuhan khusus, antara lain

Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari) dan Kidz

Smile Therapy Centre dengan jumlah sampel keseluruhan 39 orang. Dari skala

yang dibagikan akan diperoleh gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dan seluruh subjek dalam penelitian ini akan dikelompokkan

berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat

penghasilan.

1. Gambaran Subjek berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat

digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah (N) Persentase Laki-laki 14 orang 35,9 %

Perempuan 25 orang 64,1 % Total 39 orang 100 %

Page 63: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Berdasarkan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah subjek

berjenis kelamin perempuan lebih banyak, yaitu 25 orang (64,1 %), dibandingkan

dengan jumlah subjek berjenis kelamin laki-laki, yaitu 14 orang (35,9 %).

Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada Grafik 1 berikut :

Grafik 1. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

2. Gambaran subjek berdasarkan usia

Menurut Hurlock (1980), pembagian masa dewasa dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu : dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-59 tahun) dan dewasa

lanjut (> 60 tahun). Penyebaran subjek dalam penelitian ini akan dikelompokkan

berdasarkan pembagian masa dewasa menurut Hurlock.

Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti

pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Persentase Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase (%) Dewasa dini (18-39 tahun) 19 orang 48,7 %

Dewasa madya (40-59 tahun) 20 orang 51,3 % Dewasa Lanjut (> 60 tahun) 0 0 %

Total 39 orang 100 % Tabel 5 menunjukkan persentase subjek berdasarkan usia yang terbanyak

adalah subjek yang berada pada masa dewasa madya (40-59 tahun) yaitu sebanyak

Page 64: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

20 orang (51,3 %) kemudian subjek yang berada pada masa dewasa dini (18-39

tahun) yaitu sebanyak 19 orang dan tidak ada subjek yang berada pada masa

perkembangan dewasa lanjut ( > 60 tahun).

Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat

pada Grafik 2 berikut :

Grafik 2. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

3. Gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, penyebaran subjek penelitian dapat

digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 6. Persentase Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (N) Persentase (%) SMU/SMK 14 orang 35,9 %

Diploma 3 orang 7,7 % Sarjana 22 orang 56,4 % Total 39 orang 100 %

Tabel 6 menunjukkan jumlah subjek yang paling banyak adalah dengan

tingkat pendidikan Sarjana, yaitu 22 orang (56,4 %) dan subjek yang paling

sedikit adalah dengan tingkat pendidikan Diploma, yaitu 3 orang (7,7 %).

Page 65: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan

dapat dilihat pada Grafik 3 berikut :

Grafik 3. Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

4. Gambaran subjek berdasarkan pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan

seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Persentase Subjek Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (N) Persentase (%) PNS 8 orang 20,5 %

Peg. Swasta 9 orang 23,1 % Wiraswasta 12 orang 30,8 % TNI/POLRI 2 orang 5,1 %

Tidak bekerja 8 orang 20,5 % total 39 orang 100 %

Tabel 7 menunjukkan persentase subjek yang paling banyak berdasarkan

pekerjaan adalah wiraswasta, yaitu 12 orang (30,8 %), kemudian subjek dengan

pekerjaan sebagai Peg. Swasta, yaitu 9 orang (23,1 %). Sedangkan persentase

subjek yang paling sedikit yaitu subjek yang bekerja sebagai TNI/POLRI, yaitu 2

orang (5,1 %).

Page 66: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan pekerjaan dapat

dilihat pada Grafik 4 berikut :

Grafik 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan

5. Gambaran subjek dengan tingkat Penghasilan

Berdasarkan tingkat penghasilan, penyebaran subjek penelitian dapat

digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 8. Persentase Subjek Berdasarkan Tingkat Penghasilan

Tingkat Penghasilan Jumlah (N) Persentase (%) Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000,- 1 orang 2,6 % Rp. 2.000.001 – Rp. 3.000.000,- 7 orang 17,9 % Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000,- 8 orang 20,5 % Rp. 4.000.001 – Rp 5. 000.000,- 6 orang 15,4 %

> Rp. 5.000.001,- 17 orang 43,6 % Total 39 0rang 100 %

Tabel 8 menunjukkan persentase subjek berdasarkan tingkat penghasilan

yang terbanyak adalah subjek dengan tingkat penghasilan > Rp. 5. 000.001,- (43,6

%). Untuk subjek berdasarkan tingkat penghasilan yang paling sedikit adalah

subjek dengan tingkat penghasilan Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000,- (2,6 %).

Page 67: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat penghasilan

dapat dilihat pada grafik 5 berikut :

Grafik 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Penghasilan

B. Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokan

yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa

kategorisasi ini didasarkan asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi

normal. Kriterianya terbagi atas 3 jenjang yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Menurut Azawar (2000) pengkategorisasian minimal tiga jenjang ini

merupakan pengkategorisasian minimal yang digunakan dalam penelitian.

Apabila hanya dilakukan pengkategorisasian dalam 2 jenjang (rendah dan tinggi)

maka akan menghadapi resiko kesalahan yanng cukup besar bagi skor-skor yang

terletak disekitar mean kelompok (Azwar, 2000). Pengkategorisasian dalam tiga

jenjang ini digunakan untuk menghindari resiko kesalahan yang cukup besar dan

untuk keefisienan. Kriteria kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan norma kategorisasi sebagai berikut :

Page 68: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 9. Kategorisasi Penyesuaian Diri

X < (μ - 1,0σ) Buruk (μ - 1,0σ) ≤ X < (μ + 1,0σ) Sedang

X ≥ (μ + 1,0σ) Baik

Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan data penelitian berdasarkan

mean hipotetik dan mean empirik. Mean hipotetik untuk melihat posisi relatif

individu berdasarkan norma skor idealnya skala, sedangkan berdasarkan mean

empirik untuk melihat posisi relatif individu berdasarkan norma skor dari subjek

penelitian.

C. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Normalitas

Sebelum hasil utama penelitian dapat dianalisa, terlebih dahulu harus

dilakukan uji normalitas sebaran data penelitian. Uji normalitas digunakan untuk

mengetahui apakah distribusi data penelitian telah menyebar secara normal. Untuk

mengukur normalitas digunakan Kolmogorov-Smirnov. Penelitian ini

menggunakan taraf kepercayaan (α) 0.05. Data dikatakan terdistribusi normal bila

nilai p > α. (p > 0.05). Hasil uji normalitas yang didapat dengan menggunakan

SPSS for16 windows dapat dilihat dari Tabel 10 di bawah ini :

Tabel 10. Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov

Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis

N 39 Parameter Normal (a,b) Mean 169,92

Standar Deviasi 17,621 Kolmogorof-Smirnov Z 1,004 Asymp. Sig (2-tailed) ,266

Page 69: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Keterangan : a. Data terdistribusi normal b. Dihitung dari data

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai sebaran normal (Z)

sebesar 1.004 dengan p = 0.266 (p > 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa data

penelitian telah terdistribusi dengan normal.

2. Hasil Utama Penelitian

a. Gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap penyesuaian diri

orangtua yang memiliki anak autis adalah sebanyak 55 aitem dengan 4 pilihan

jawaban yang berkisar dari 1 sampai 4. Hasil penghitungan mean empirik dan

mean hipotetik disajikan sebagai berikut :

Tabel 11. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Penyesuaian Diri

Penyesuaian Diri

Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 55 220 137,5 27,5 150 208 169,92 17,621

Berdasarkan Tabel 11 diperoleh mean empirik sebesar 169,92 dengan SD

empirik sebesar 17,621 sedangkan untuk mean hipotetik sebesar 137,5 dengan SD

hipotetik sebesar 27,5. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean

hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.

Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri orangtua yang memiliki anak

autis berada pada kategori tinggi.

Setelah diketahui mean hipotetik sebesar 137,5 dan SD sebesar 27,5 dapat

dibuat kategorisasi penyesuaian diri. Skor tinggi dijadikan tanda penyesuaian diri

Page 70: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

yang baik, skor sedang dijadikan tanda penyesuaian diri sedang. Sedangkan skor

rendah dijadikan tanda penyesuaian diri yang buruk. Pengkategorian penyesuaian

diri orangtua yang memiliki anak autis dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 12. Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Mean Hipotetik

Penyesuaian Diri

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 110 Buruk 0 0 %

110 ≤ X < 165 Sedang 19 48,7 % X ≥ 165 Baik 20 51,3 %

Berdasarkan Tabel 12 diatas penyesuaian diri orangtua yang memiliki

anak autis yang tergolong kedalam kategori baik sebanyak 20 orang. Tergolong

kategori sedang sebanyak 19 orang dan tidak ada subjek yang tergolong kedalam

kategori buruk. Pada data empirik, yaitu mean empirik sebesar 169,92 termasuk

kedalam kategori tinggi. Artinya secara umum penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis termasuk baik.

Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dapat dilihat pada

Grafik 6 berikut :

Grafik 6 Kategorisasi Penyesuaian Diri

Page 71: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

b. Gambaran penyesuaian diri dilihat dari karakteristik penyesuaian diri

1) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari tidak Terdapat

emosionalitas yang berlebihan.

Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak adanya emosionalitas

yang berlebihan terdiri dari 7 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1

– 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :

Tabel 13 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak Terdapat Emosionalitas yang

Berlebihan

Tidak terdapat emosionalitas

yang berlebihan

Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 7 28 17,5 3,5 13 26 19,44 3,21

Berdasarkan Tabel 13 diperoleh mean hipotetik sebesar 17,5 dengan SD

hipotetik sebesar 3,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 19,44 dengan SD

empirik sebesar 3,21 Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean

hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.

Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat

emosionalitas yang berlebihan berada pada kategori tinggi.

Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat emosionalitas

yang berlebihan adalah sebagai berikut :

Tabel 14 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Emosionalitas

yang Berlebihan Berdasarkan Mean Hipotetik

Tidak terdapat emosionalitas

yang berlebihan

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 14 Buruk 2 5,1 %

14 ≤ X < 21 Sedang 26 66,7 % X ≥ 21 Baik 11 28,2 %

Page 72: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Berdasarkan Tabel 14 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak

terdapat emosionalitas yang berlebihan adalah 11 orang (28 %) tergolong kedalam

kategori baik, 26 orang (66,7 %) tergolong kategori sedang dan 2 orang (5,1 %)

tergolong kedalam kategori buruk. Mean empirik (19,44) lebih besar dari pada

mean hipotetik (17,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan

adalah termasuk baik.

Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak

terdapat emosionalitas yang berlebihan dapat dilihat pada Grafik 7 berikut :

Grafik 7 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Emosionalitas

yang Berlebihan

2) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat mekanisme

psikologis

Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme

psikologis terdiri dari 5 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4.

Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :

Page 73: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 15 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak terdapat mekanisme

psikologis

Tidak terdapat mekanisme psikologis

Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

5 20 12,5 2,5 13 20 15,95 2,102

Berdasarkan Tabel 15 diperoleh mean hipotetik sebesar 12,5 dengan SD

hipotetik sebesar 2,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 15,95 dengan SD

empirik sebesar 2,102. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean

hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.

Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat

mekanisme psikologis berada kategori tinggi.

Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat mekanisme

psikologis adalah sebagai berikut :

Tabel 16 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Mekanisme

Psikologis

Tidak terdapat

mekanisme psikologis

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 10 Buruk 0 0 %

10 ≤ X < 15 Sedang 12 30,8 % X ≥ 15 Baik 27 69,2 %

Berdasarkan Tabel 16 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak

terdapat mekanisme psikologis adalah 27 orang (69,2 %) tergolong kedalam

kategori baik, 12 orang (30,8 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek

yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (15,95) lebih besar dari pada mean

hipotetik (12,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang

Page 74: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis adalah

termasuk baik.

Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak

terdapat mekanisme psikologis dapat dilihat pada Grafik 8 berikut :

Grafik 8 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Mekanisme

Psikologis

3) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat perasaan

frustasi pribadi

Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat perasaan

frustasi pribadi terdiri dari 5 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 –

4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :

Tabel 17 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak terdapat Perasaan Frustasi

Pribadi

Tidak terdapat perasaan

frustasi pribadi

Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 5 20 12,5 2,5 11 20 14,23 2,206

Berdasarkan Tabel 17 diperoleh mean hipotetik sebesar 12,5 dengan SD

hipotetik sebesar 2,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 15,95 dengan SD

empirik sebesar 2,102. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean

Page 75: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.

Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat

mekanisme psikologis berada pada kategori tinggi.

Pengkategorian penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat

mekanisme psikologis adalah sebagai berikut :

Tabel 18 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Perasaan

Frustasi Pribadi

Tidak terdapat perasaan

frustasi pribadi

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 10 Buruk 0 0 %

10 ≤ X < 15 Sedang 20 51,3 % X ≥ 15 Baik 19 48,7 %

Berdasarkan Tabel 18 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak

terdapat perasaan frustasi pribadi adalah 19 orang (48,7 %) tergolong kedalam

kategori baik, 20 orang (51,3 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek

yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (14,23) lebih besar dari pada mean

hipotetik (12,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi

adalah termasuk baik.

Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak

terdapat perasaan frustasi pribadi dapat dilihat pada Grafik 9 berikut

Page 76: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Grafik 9 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Perasaan

Frustasi Pribadi

4). Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari kemampuan untuk belajar

Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari kemampuan untuk belajar

terdiri dari 11 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil

penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :

Tabel 19 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Kemampuan untuk Belajar

Kemampuan

untuk belajar

Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 11 44 27,5 5,5 28 44 35,03 3,903

erdasarkan Tabel 19 diperoleh mean hipotetik sebesar 27,5 dengan SD

hipotetik sebesar 5,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 35,03 dengan SD

empirik sebesar 3,903. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean

hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.

Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari kemampuan

untuk belajar berada pada kategori tinggi.

Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari kemampuan untuk belajar

adalah sebagai berikut :

Page 77: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 20 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk Belajar

Kemampuan untuk belajar

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 22 Buruk 0 0 %

22 ≤ X < 33 Sedang 14 35,9 % X ≥ 33 Baik 25 64,1 %

Berdasarkan Tabel 20 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari

kemampuan untuk belajar adalah 25 orang (64,1 %) tergolong kedalam kategori

baik, 14 orang (35,9 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang

tergolong kategori buruk. Mean empirik (35,03) lebih besar dari pada mean

hipotetik (27,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis yang dilihat kemampuan untuk belajar adalah termasuk baik.

Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari

kemampuan untuk belajar dapat dilihat pada Grafik 10 berikut :

Grafik 10 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk Belajar

Page 78: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

5) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari kemampuan memanfaatkan

pengalaman

Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari kemampuan

memanfaatkan pengalaman terdiri dari 10 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan

rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah

sebagai berikut :

Tabel 21 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Kemampuan untuk Memanfaatkan

Pengalaman

Kemampuan untuk memanfaatkan

pengalaman

Hipotetik Empiris Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 10 40 25 5 26 39 32,36 3,766

Berdasarkan Tabel 21 diperoleh mean hipotetik sebesar 25 dengan SD

hipotetik sebesar 5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 32,36 dengan SD

empirik sebesar 3,766. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean

hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.

Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari kemampuan

untuk memanfaatkan pengalaman berada pada kategori tinggi.

Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari kemampuan untuk

memanfaatkan pengalaman adalah sebagai berikut :

Tabel 22 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk

Memanfaatkan Pengalaman

Kemampuan untuk

memanfaatkan pengalaman

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 20 Buruk 0 0 %

20 ≤ X < 30 Sedang 11 28,2 % X ≥ 20 Baik 28 71,8 %

Page 79: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Berdasarkan Tabel 22 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari

kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman adalah 28 orang (71,8 %)

tergolong kedalam kategori baik, 11 orang (28,2 %) tergolong kategori sedang dan

tidak ada subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (32,36) lebih besar

dari pada mean hipotetik (25) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri

orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari kemampuan untuk

memanfaatkan pengalaman adalah termasuk baik.

Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari

kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman dapat dilihat pada Grafik 11

berikut :

Grafik 11 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk

Memanfaatkan Pengalaman

6) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari sikap yang realistis dan

objektif

Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari sikap yang realistis dan

objektif terdiri dari 10 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4.

Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :

Page 80: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 23 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Sikap yang Realistis dan Objektif

Sikap yang realistis dan

objektif

Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 10 40 25 5 20 38 30,18 4,593

Berdasarkan Tabel 23 diperoleh mean hipotetik sebesar 25 dengan SD

hipotetik sebesar 5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 30,18 dengan SD

empirik sebesar 4,953. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean

hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.

Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari sikap yang

realistis dan objektif berada pada kategori tinggi.

Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari sikap yang realistis dan

objektif adalah sebagai berikut :

Tabel 24 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Sikap yang Realistis dan

Objektif

Sikap yang realistis dan

objektif

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 20 Buruk 0 0 %

20 ≤ X < 30 Sedang 18 46,2 % X ≥ 20 Baik 21 53,8 %

Berdasarkan Tabel 24 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari sikap yang

realistis dan objektif adalah 21 orang (53,8 %) tergolong kedalam kategori baik,

18 orang (46,2 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang tergolong

kategori buruk. Mean empirik (30,8) lebih besar dari pada mean hipotetik (25)

berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis

yang dilihat dari sikap yang realistis dan objektif adalah termasuk baik.

Page 81: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri sikap yang realistis

dan objektif dapat dilihat pada Grafik 12 berikut :

Grafik 12 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Sikap yang Realistis dan Objektif

7) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari pertimbangan rasional dan

pengarahan diri

Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari pertimbangan rasional dan

pengarahan diri terdiri dari 7 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 –

4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :

Tabel 25 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Pertimbangan Rasional dan

Pengarahan Diri

Pertimbangan rasional dan

pengarahan diri

Hipotetik Empirik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD 7 28 17,5 3,5 19 28 22,74 2,197

Berdasarkan Tabel 25 diperoleh mean hipotetik sebesar 17,5 dengan SD

hipotetik sebesar 3,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 22,74 dengan SD

empirik sebesar 2,197. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean

hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik.

Page 82: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari pertimbangan

rasional dan pengarahan diri berada pada kategori tinggi.

Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari pertimbanngan rasional dan

pengarahan diri adalah sebagai berikut :

Tabel 26 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Pertimbangan Rasional dan

Pengarahan Diri

Pertimbangan rasional dan pengarahan

diri

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase X < 14 Buruk 0 0 %

14 ≤ X < 21 Sedang 2 5,1 % X ≥ 21 Baik 37 94,9 %

Berdasarkan Tabel 26 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari

pertimbangan rasional dan pengarahan diri adalah 37 orang (94,9 %) tergolong

kedalam kategori baik, 2 orang (5,1 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada

subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (22,74) lebih besar dari pada

mean hipotetik (17,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis yang dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri

adalah termasuk baik.

Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri yang dilihat dari

pertimbangan rasional dan pengarahan diri dapat dilihat pada Grafik 13 berikut :

Page 83: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Grafik 13 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari pertimbangan rasional dan

pengarahan diri

3. Hasil Tambahan Penelitian

a. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin

Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari jenis kelamin dapat

dilihat pada Tabel 27 berikut :

Tabel 27. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin

Jenis kelamin

N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik

Laki-laki 14

164,29 13,947 150 189 0 0%

8 57,1%

6 42,9%

Perempuan 25 173,20 19,059 150 208 0 0%

11 44%

14 56%

Total 39 0 0%

19 48,7%

20 51,3%

Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa skor mean permpuan (173,20)

lebih tinggi dari pada skor mean laki-laki (164,29). Subjek penelitian yang

Page 84: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

memiliki penyesuaian diri yang baik sebanyak 20 orang (51,3 %) yaitu 6 orang

laki-laki dan 14 orang perempuan.

Tabel 28 Hasil Uji T-Test Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Mean F P (sig)

Laki-laki 14 164,29 3,008 0,091 Perempuan 25 173,20

Total 39

Berdasarkan hasil uji T-Test pada Tabel 28 maka diperoleh nilai F = 3,008

dengan signifikansi (p) = 0,091. hasil tersebut tidak signifikan p > 0,05. dengan

demikian, tidak ada perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin.

Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin dapat dilihat dari

Grafik 14 berikut :

Grafik 14. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin

163

165

167

169

171

173

Laki-laki Perempuan

Mean

b. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari Usia

Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari usia dapat dilihat pada

Tabel 29 berikut :

Page 85: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 29. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Usia

Usia N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri

Buruk Sedang Baik Dewasa dini (18-39 tahun)

19 167,79 19,243 150 202 0 0%

11 57,9%

8 42,1%

Dewasa madya (40-59 tahun)

20 172,10 16,41 150 208 0 0%

8 40%

12 60%

Total 0 0%

19 48,7%

20 51,3%

Berdasarkan Tabel 29 dapat dilihat bahwa skor mean dewasa madya (18-

39 tahun) yaitu 172,10 lebih tinggi dari pada skor mean dewasa dini (40-59 tahun)

yaitu 167,79. Subjek penelitian yang memiliki penyesuaian diri baik yang paling

banyak adalah pada dewasa madya (40-59 tahun) yaitu 12 orang (60%). Subjek

penelitian yang memiliki penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah pada

dewasa dini (18-39 tahun) yaitu 11 orang (57,9 %).

Tabel 30 Hasil Uji T-Test Penyesuaian Diri Ditinjau dari Usia

Usia Jumlah Mean F P (sig)

Dewasa Dini (18-39 tahun) 19 167,79 1,166 0,287 Dewasa Madya (40-59 tahun) 20 172,10

Total 39

Berdasarkan hasil uji T-Test pada Tabel 30 , maka diperoleh nilai F =

1,166 dengan signifikansi (p) = 0,287. Hasil tersebut tidak signifikan p > 0,05.

dengan demikian, tidak ada perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari usia.

Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari usia dapat dilihat dari Grafik 15

berikut :

Page 86: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Grafik 15. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin

166

167.5

169

170.5

172

173.5

dewasa dini (18-39 tahun)

dewasa madya(40-59 tahun)

Mean

c. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari Pendidikan

Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari pendidikan dapat

dilihat pada Tabel 31 berikut :

Tabel 31. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pendidikan

Pendidikan N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik

SMU/SMK 14 162,71 14,788 150 202 0 0%

9 64,3%

5 35,7%

Diploma 3 177,33 15,503 162 193 0 0%

1 33,3%

2 66,7%

Sarjana 22 173,64 18,824 150 208 0 0%

9 40,9%

13 59,1%

Total 39 0 0%

19 48,7%

20 51,3%

Berdasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa subjek dengan latar belakang

pendidikan Diploma memiliki skor mean tertinggi (177,33). Sedangkan skor mean

terendah (162,71) adalah subjek dengan latar belakang SMU/SMK. Skor

penyesuaian diri baik yang paling banyak adalah subjek dengan latar belakang

Sarjana (9 orang) dan skor penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah

subjek dengan latar belakang SMU/SMK dan Sarjana (masing-masing 9 orang).

Page 87: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari latar belakang pendidikan dapat

dilihat dari Grafik 16 berikut :

Grafik 16. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau Pendidikan

160

162.5

165

167.5

170

172.5

175

177.5

SMU/SMK Diploma Sarjana

Mean

d. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari pekerjaan

Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari pekerjaan dapat dilihat

pada Tabel 32 berikut :

Tabel 32. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pekerjaan

Pekerjaan N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik

PNS 8 169 15,639 151 196 0 0%

3 37,5%

5 62,5%

Peg. Swasta 9 171,78 21,839 151 208 0 0%

5 55,6%

4 44,4%

Wiraswasta 12 164,83 15,625 150 194 0 0%

7 58,3%

5 41,7%

TNI/POLRI 2 174 21,213 159 189 0 0%

1 50%

1 50%

Tidak bekerja 8 175,75 19,433 150 202 0 0%

3 37,5%

5 62,5%

Total 39 0 0%

19 48,7%

20 51,3%

Berdasarkan Tabel 32 dapat kita lihat bahwa skor mean yang paling tinggi

adalah subjek yang tidak bekerja (175,75) dan skor mean yang paling rendah

Page 88: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

adalah subjek yang pekerjaannya sebagai wiraswasta. Skor Penyesuaian diri baik

yang paling banyak adalah pada subjek yang pekerjaannya PNS, Wiraswasta dan

tidak bekerja (masing-masing 5 orang). Sedangkan skor penyesuaian diri sedang

yang paling banyak adalah subjek yang pekerjaannya Wiraswasta (7 orang).

Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari pekerjaan dapat dilihat pada

Grafik 17 berikut :

Grafik 17. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pekerjaan

164165.5

167168.5

170171.5

173174.5

176

PNS Peg. Swasta Wiraswasta TNI/POLRI Tdk Bekerja

Mean

e. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari penghasilan

Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari penghasilan dapat

dilihat pada Tabel 33 berikut :

Tabel 33. Penyesuaian Diri Ditinjau dari penghasilan

Pekerjaan N Mean SD Min Maks Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik

Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000,-

1 0 0%

1 100%

0 0%

Rp. 2.000.001 – Rp. 3.000.000,-

7 170,29 14,539 151 193 0 0%

3 42,9%

4 57,%

Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000,-

8 169,50 15,836 154 195 0 0%

4 50%

4 50%

Rp. 4.000.001 – Rp 5. 000.000,-

6 167,50 21,566 150 208 0 0%

3 50%

3 50%

> Rp. 5.000.001,- 17 171,94 19,857 150 202 0 0%

8 47,1%

9 52,9%

Page 89: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Total 39 0 0%

19 48,7%

20 51,3%

Berdasarkan Tabel 33 dapat dilihat bahwa mean skor penyesuaian diri

yang paling tinggi adalah subjek dengan penghasilan > Rp. 5.000.001 (171,94)

sedangkan skor mean penyesuaian diri yang paling rendah adalah subjek dengan

penghasilan Rp. 4.000.001-Rp. 5.000.000 (167,50). Skor penyesuaian diri baik

yang paling banyak adalah subjek dengan penghasilan > Rp. 5.000.001 sedangkan

skor penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah juga subjek dengan

penghasilan > Rp. 5.000.001.

Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari penghasilan dapat dilihat pada

Grafik 18 berikut :

Grafik 18. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Penghasilan

167167.5

168168.5

169169.5

170170.5

171

2.000.001–Rp.3.000.000

3.000.001–Rp.4.000.000

4.000.001–Rp5. 000.000

> Rp.5.000.001

Mean

Page 90: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan

hasil analisa yang diuraikan pada bab sebelumnya. Pada bab ini juga akan

diuraikan saran-saran untuk pengembangan penelitian dan bagi pihak-pihak yang

terkait dalam penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data pada bab sebelumnya dapat disimpulkan

bahwa :

1. Secara umum, kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis

yang paling banyak adalah pada kategori baik, yaitu sebanyak 20 orang (51,3

%). 19 orang (48,7 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada

pada kategori buruk.

2. Secara umum kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis

dilihat dari karakteristik penyesuaian diri dapat diperoleh bahwa :

a. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat

dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan yang paling banyak

adalah pada kategori sedang sebanyak 26 orang (66,7 %). 11 orang (28,2

%) berada pada kategori baik dan 2 orang (5,1 %) berada pada kategori

buruk.

Page 91: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

b. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat

dari tidak terdapat mekanisme psikologis yang paling banyak adalah

berada pada kategori baik sebanyak 27 orang (30,8 %). Artinya secara

keseluruhan tidak terdapat mekanisme psikologis pada orangtua yang

memiliki anak autis. 12 orang (30,8 %) berada pada kategori sedang dan

tidak ada yang berada pada kategori buruk.

c. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat

dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi yang paling banyak adalah

berada pada kategori sedang sebanyak 20 orang (51,7 %). 19 orang (48,7

%) berada pada kategori baik dan tidak ada subjek yang berada pada

kategori buruk.

d. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat

dari kemampuan untuk belajar yang paling banyak adalah berada pada

kategori baik sebanyak 25 orang (64,1 %). Artinya secara keseluruhan

orangtua yang memiliki anak autis memiliki kemampuan belajar yang

baik. 14 orang (35,9 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang

berada pada kategori buruk.

e. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari

kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman yang paling banyak adalah

berada pada kategori baik sebanyak 28 orang (71,8 %). Artinya secara

keseluruhan orangtua yang memiliki anak autis memiliki kemampuan

memanfaatkan pengalaman yang baik. 11 orang (28,2) berada pada

kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk.

Page 92: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

f. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat

dari sikap yang realistis dan objektif yang paling banyak berada pada

kategori baik sebanyak 21 orang (53,8 %). Artinya secara keseluruhan

orangtua yang memiliki anak autis memiliki sikap realistis dan objektif

yang baik. 11 orang (46,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada

yang berada pada kategori buruk.

g. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari

pertimbangan rasional dan pengarahan diri yang paling banyak berada

pada kategori baik sebanyak 37 orang (94,9 %). Artinya secara

keseluruhan orangtua yang memiliki anak autis memiliki pertimbangan

dan pengarahan diri yang baik. 2 orang (5,1 %) berada pada kategori

sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk.

3. Berdasarkan karakteristik subjek, gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dengan skor mean penyesuaian diri tertinggi adalah pada

subjek dengan karakteristik perempuan (173,20), berada pada usia dewasa

madya yaitu 40-59 tahun (172,10), latar belakang pendidikan Diploma

(177,33), tidak bekerja (175,75) dan dengan tingkat penghasilan > Rp.

5.000.001,- (171,94). Sedangkan skor mean penyesuaian diri terendah adalah

pada subjek dengan karakteristik laki-laki, berada pada usia dewasa dini yaitu

18-39 tahun (167,79), latar belakang pendidikan SMU/SMK (162,71),

pekerjaan wiraswasta (164,83) dan dengan tingkat penghasilan Rp. 4.000.001

– Rp. 5.000.001,- (167,50).

Page 93: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

4. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki

anak autis ditinjau dari jenis kelamin, maka orangtua yang berjenis kelamin

laki-laki memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 6

orang (42,9 %) dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (57,1

%). Sedangkan orangtua yang berjenis kelamin perempuan memiliki

penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 14 orang (56 %)

dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 11 orang (44 %). Dan tidak

ada orangtua yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan yang

memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk.

Tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis

ditinjau dari jenis kelamin. Namun dengan membandingkan mean data dari

subjek penelitian dapat diperoleh bahwa skor mean penyesuaian diri subjek

berjenis kelamin perempuan (173,20) lebih tinggi dari pada skor mean subjek

berjenis kelamin laki-laki (164,29).

5. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki

anak autis ditinjau dari usia, maka orangtua yang berusia dewasa dini (18-39

tahun) memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 8

orang (42,1 %) dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 11 orang

(57,9 %). Sedangkan orangtua yang berusia dewasa madya (40-59) memiliki

penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 12 orang (60 %)

dan berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (60 %). Dan tidak ada

orangtua yang berusia dewasa dini (18-39 tahun) maupun dewasa madya (40-

59) yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk.

Page 94: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis

ditinjau dari usia. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek

penelitian dapat diperoleh bahwa skor mean penyesuaian diri subjek usia

dewasa madya (40-59 tahun) yaitu 172,10 lebih tinggi dari pada skor mean

subjek usia dewasa dini (18-39 tahun) yaitu 167,79.

6. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki

anak autis ditinjau dari latar belakang pendidikan (SMU/SMK, Diploma dan

Sarjana) maka orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan SMU/SMK

memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang

(35,7 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 9 orang (64,3 %),

orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan Diploma yang memiliki

penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 2 orang (66,7 %)

dan berada pada kategori sedang sebanyak 1 orang (33,3 %), orangtua yang

memiliki latar belakang pendidikan Sarjana yang memiliki penyesuaian diri

yang berada pada kategori baik sebanyak 13 orang (59,1 %) dan berada pada

kategori sedang 9 orang (40,9 %). Dan tidak ada orangtua yang berlatar

belakang pendidikan SMU/SMK, Diploma, maupun Sarjana yang memiliki

penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk.

Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari latar belakang pendidikan

adalah subjek dengan latar belakang pendidikan Diploma (177,33) dan skor

mean penyesuaian diri terendah adalah dengan latar belakang pendidikan

SMU/SMK (162,71)

Page 95: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

7. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki

anak autis ditinjau dari pekerjaan (PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta, TNI/POLRI

dan tidak bekerja) maka orangtua yang bekerja sebagai PNS memiliki

penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang (62,5 %)

dan berada pada kategori sedang sebanyak 3 orang (37,5 %), orangtua yang

bekerja sebagai Peg. Swasta yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada

kategori baik sebanyak 4 orang (44,4 %) dan berada pada kategori sedang

sebanyak 5 orang (55,4 %), orangtua yang bekerja sebagai Wiraswasta yang

memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang

(41,7 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 7 orang (58,3 %),

orangtua yang bekerja sebagai TNI/POLRI memiliki penyesuaian diri yang

berada pada kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 1 orang (50

%) dan orangtua yang tidak bekerja yang memiliki penyesuaian diri yang

berada pada kategori baik sebanyak 5 orang (62,5 %) dan berada pada kategori

sedang sebanyak 3 orang (37,5 %). Dan tidak ada orangtua yang bekerja

sebagai PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta, TNI/POLRI maupun orangtua yang

tidak bekerja yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori

buruk.

Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari pekerjaan adalah subjek

yang tidak bekerja (175,75) dan skor mean penyesuaian diri terendah adalah

subjek yang bekerja sebagai Wiraswasta (164,83).

8. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki

anak autis ditinjau dari penghasilan maka orangtua dengan penghasilan Rp.

Page 96: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

1.000.000 - Rp. 2.000.000,- tidak ada yang berada pada kategori baik dan

yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori sedang sebanyak 1

orang (100 %), orangtua dengan penghasilan Rp. 2.000.001 - Rp. 3.000.000

yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 4

orang (57,1 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 3 orang (42,9 %),

orangtua yang berpenghasilan Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000 yang memiliki

penyesuaian diri yang berada pada kategori baik dan sedang masing – masing

sebanyak 4 orang (masing – masing 50 %), orangtua yang berpenghasilan Rp.

4.000.001 – Rp. 5.000.000 yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada

kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 3 orang ( masing – masing

50 %) dan orangtua yang berpenghasilan > Rp. 5.000.001 yang memiliki

penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 9 orang (52,9 %)

dan berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (47,1 %).

Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari penghasilan adalah subjek

dengan penghasilan Rp. 4.000.001 – Rp. 5.000.000,- (167,50) dan skor mean

penyesuaian diri terendah dengan penghasilan > Rp. 5.000.001,- (171,94).

B. Diskusi

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan secara umum penyesuaian

diri orangtua yang memiliki anak autis tergolong baik. Dari 39 subjek penelitian,

20 orang (51,3 %) memiliki penyesuaian diri yang baik, 19 orang (48,7 %)

memiliki penyesuaian diri yang tergolong sedang dan tidak ada yang memiliki

penyesuaian diri yang buruk. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyesuaian

Page 97: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

diri orangtua yang memiliki anak autis adalah baik. Mayoritas orangtua yang

memiliki anak autis mampu mengatasi secara efektif berbagai tuntutan atau

tekanan baik yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari

lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Lazarus (1976) yang memberikan

pengertian bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses psikologis yang

digunakan untuk mengatur dan mengatasi berbagai tuntutan dan tekanan.

Sehingga bila penyesuaian diri seseorang semakin baik maka tuntutan dan tekanan

yang dihadapinya akan semakin rendah dan dalam hal ini adalah tuntutan dan

tekanan terhadap orangtua yang berasal dari anak autisnya yang mengharuskan

orangtua menerima keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat diubah namun

tetap melakukan modifikasi terhadap keterbatasan tersebut seoptimal mungkin

sehingga dapat mencapai penyesuaikan diri yang baik dengan kondisinya yang

memiliki anak autis.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan

termasuk pada kategori sedang. Dari 39 subjek penelitian, 11 orang (28,2 %)

berada pada kategori baik, 26 orang (66,7 %) berada pada kategori sedang dan 2

orang (5,1 %) berada pada kategori buruk. Hal ini sejalan dengan pendapat

Schneiders (1964) mengatakan jika individu mampu menanggapi situasi atau

masalah yang dihadapinya dengan normal akan merasa tenang dan memiliki

kontrol emosi yang baik. Dalam hal ini orangtua mampu mengontrol emosi-emosi

negatif misalnya rasa marah, terkejut dan rasa kecewa sehubungan dengan

kondisinya yang memiliki anak autis.

Page 98: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis termasuk

pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 27 orang (69,2 %) berada pada

kategori baik, 12 orang (30,8 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek

yang berada pada kategori buruk. Artinya tidak terdapat mekanisme psikologis

pada mayoritas orangtua yang memiliki anak autis. Dalam hal ini orangtua

mampu bersikap jujur dan terus terang terhadap adanya masalah atau konflik yang

dihadapi dari pada menunjukkan suatu reaksi yang diikuti dengan mekanisme-

mekanisme pertahanan diri misalnya malu memiliki anak autis, menolak atau

menyangkal diagnosis autis pada anaknya, memberikan perhatian yang berlebihan

sehingga anak tidak bebas berekspresi dan tidak mau mengakui anaknya

menyandang autis.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi termasuk

pada kategori sedang. Dari 39 subjek penelitian, 19 orang (48,7 %) berada pada

kategori baik, 20 orang (51,3 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek

yang berada pada kategori buruk. Dalam hal ini orangtua yang memiliki anak

autis mampu menghadapi masalah, tidak menjadi cemas dan frustasi baik dalam

hal yang berhubungan dengan usaha orangtua memperbaiki perilaku anak mapun

hal yang berhubungan dengan masa depan anak.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dilihat dari kemampuan untuk belajar termasuk pada kategori

baik. Dari 39 subjek penelitian, 25 orang (64,1 %) berada pada kategori baik, 14

Page 99: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

orang (35,9 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek yang berada

pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis

memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua

yang memiliki anak autis berusaha mempelajari pengetahuan yang mendukung

apa yang dihadapi sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan

untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Misalnya dengan membaca buku-

buku, artikel, mencari informasi – informasi terbaru di internet dan mengikuti

seminar – seminar yang berhubungan dengan autisme.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dilihat dari kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman

termasuk pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 28 orang (71,8 %) berada

pada kategori baik, 11 orang (28,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada

yang berada pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak

autis memiliki kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman yang baik. Hal ini

menunjukkan bahwa orangtua yang memiliki anak autis mampu membandingkan

pengalaman dirinya dengan pengalaman orang lain sehingga pengalaman-

pengalaman yang diperoleh dapat dipergunakan dalam mengatasi permasalahan

yang dihadapi. Misalnya saling berbagi informasi dan pengalaman dengan sesama

orangtua yang memiliki anak autis.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dilihat dari sikap yang realistis dan objektif berada pada

kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 21 orang (53,8 %) berada pada kategori

baik, 18 orang (46,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada

Page 100: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis

memiliki sikap yang realistis dan objektif yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa

orangtua mampu menerima kenyataan dengan kehadiran anak autis dalam

keluarganya dan tidak menaruh harapan yang berlebihan kepada dirinya maupun

orang lain disekitarnya sehingga orangtua mampu memberikan penanganan

terhadap anak autisnya sesegera mungkin dan tidak memberikan harapan yang

tinggi terhadap perubahan perilaku anak.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri berada

pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 37 orang (94,9 %) berada pada

kategori baik, 2 orang (5,1) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang

berada pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis

memiliki pertimbangan yang rasional dan pengarahan diri yang baik. Hal ini

sejalan dengan pendapat Schneiders (1964) yang menyatakan bahwa

pertimbangan rasional akan dapat berjalan dengan baik jika tidak disertai dengan

emosi yang berlebihan sehingga individu dapat mengarahkan dirinya.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek

berdasarkan jenis kelamin didapatkan skor mean penyesuaian diri subjek

perempuan (173,20) lebih tinggi dari skor mean penyesuaian diri subjek laki-laki

(164,29). Artinya penyesuaian diri subjek perempuan tergolong lebih baik dari

subjek laki-laki. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Cohen & Volkmar, 1997

yang mengatakan bahwa ayah dan ibu menunjukkan penampakan yang berbeda

dari stress yang mereka alami yang berhubungan dengan masalah-masalah anak

Page 101: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

autisnya. Tetapi ibu lebih rentan terhadap masalah penyesuaian. Hal ini

disebabkan ibu lebih berperan langsung dalam proses kelahiran anak sehingga ibu

cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi yang berhubungan dengan

masalah ketidakmampuan anaknya sehingga ibu lebih mudah terganggu secara

emosional. Ibu juga merasa tertekan karena perilaku yang ditampilkan anak

seperti tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku yang tidak lazim,

ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Sedangkan ayah yang sebenarnya

juga mengalami tekanan yang sama tetapi dampak tekanan yang dialami ayah

tidak seberat yang dialami ibu. Ayah cenderung lebih tertekan karena stress yang

dialami ibu. Hal ini dikarenakan peran ayah sebagai pencari nafkah utama dalam

keluarga sehingga tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari.

Dari hasil analisa data juga diperoleh tidak ada perbedaan penyesuaian diri

orangtua dilihat dari jenis kelamin. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat

Hadiyono & Kahn (1987) yang mengatakan bahwa ada perbedaan antara

penyesuaian diri laki-laki dan perempuan. Laki-laki mempunyai penyesuaian diri

yang lebih baik dibandingkan perempuan. karena perempuan memiliki unsur-

unsur yang kurang mendukung penyesuaian dirinya.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek

berdasarkan usia didapatkan bahwa skor mean penyesuaian diri subjek dewasa

madya yang berusia 40-59 tahun (172,10) lebih tinggi dari skor mean subjek

dewasa dini yang berusia 18-39 tahun (167,79). Artinya penyesuaian diri dewasa

madya tergolong lebih baik dari pada penyesuaian diri dewasa dini. Hal ini sesuai

dengan pendapat Bandura (dalam Erdman & Demorest, 1998), usia merupakan

Page 102: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Pengaruh usia terhadap

penyesuaian diri, tidak dapat hanya dilihat dari usia kronologisnya tetapi juga

harus memperhatikan kondisi psikososial individu pada umumnya. Dari hasil

analisa data juga diperoleh tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang

memiliki anak autis ditinjau dari usia yaitu dewasa dini (18-39 tahun) dan dewasa

madya (40-59 tahun).

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek

berdasarkan pendidikan didapatkan bahwa mean skor penyesuaian diri teringgi

adalah subjek dengan pendidikan Diploma (177,33). Artinya bahwa subjek

dengan pendidikan Diploma masuk kedalam kategori penyesuaian diri yang lebih

baik dari subjek dengan pendidikan Sarjana dan SMU/SMK. Hal ini tidak sesuai

dengan pendapat Gunarsa & Gunarsa (1989) yang menyatakan bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah kematangan intelektual.

Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek

berdasarkan pekerjaan didapatkan bahwa mean skor penyesuaian diri tertinggi

adalah subjek yang tidak bekerja (175,75). Artinya bahwa subjek yang tidak

bekerja masuk kedalam kategori penyesuaian diri yang lebih baik dari subjek

dengan pekerjaan PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta dan TNI/POLRI. Hal ini

dikarenakan bahwa orang tua yang tidak bekerja lebih memiliki banyak waktu

untuk memberikan perhatian dan penanganan yang serius terhadap perbaikan

perilaku anak autisnya.

Begitu pula dengan gambaran penyesuaian diri subjek berdasarkan

penghasilan orangtua tiap bulan. Didapatkan bahwa subjek dengan penghasilan

Page 103: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

keluarga > Rp. 5.000.001 memperoleh mean skor tertinggi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Gunarsa & Gunarsa (1989) penyesuaian diri juga didukung oleh faktor

kematangan sosial.

C. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis dapat

mengemukakan beberapa saran yang diharapkan berguna bagi penelitian

selanjutnya dan juga bermanfaat bagi orangtua khususnya orangtua yang memiliki

anak autis.

1. Saran Metodologis

a. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode penelitian

kualitatif seperti wawancara untuk memperoleh data yang lebih mendalam.

b. Penelitian ini memiliki kelemahan dalam pemilihan teori untuk menyusun

skala penyesuaian diri karena peneliti menggunakan karakteristik penyesuaian

diri yang baik. Penelitian yang selanjutnya, sebaiknya menggunakan

karakteristik penyesuaian diri yang netral dalam mengungkap kemampuan

penyesuaian diri individu.

c. Memperbanyak jumlah subjek penelitian dengan mendata seluruh yayasan -

yayasan anak berkebutuhan khusus yang ada dikota Medan agar hasil

penelitian lebih tergeneralisasi.

d. Penelitian selanjutnya sebaiknya membedakan tingkat keparahan dan simptom

- simptom yang ditunjukkan anak autis. Karena menurut Berkell (1992),

Page 104: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

tingkat keparahan anak autis mempengaruhi penyesuaian diri orangtua.

Semakin tinggi tingkat keparahan anak autis, akan semakin tinggi tingkat

stress yang dirasakan orangtua.

e. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan usia anak dan usia anak

ketika diketahui menyandang autis. Karena tekanan dan emosi-emosi negatif

sudah dirasakan orangtua sebelum mendapat diagnosis anaknya menyandang

autis.

2. Saran Praktis

a. Subjek penelitian diharapkan mempertahankan penyesuaian diri yang telah

berada pada kategori baik agar dapat mengupayakan perbaikan perilaku anak

autisnya.

b. Dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan suami/istri dan orang – orang

disekitar lingkungannya mungkin memiliki sumbangan yang cukup besar

terhadap penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis.

Page 105: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (1999). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2001). Methodology Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Acocella, dkk. (1996). Abnormal Psychology (7th ed). New York : Mc Graw Hill. American Psychiatric Association. (2004). Diagnostic & Statistical Manual of

mental Disorders IV - TR (4th ed). Washington : APA. Berkell, Dianne. E. (1992). Autism : Identification, Education and Treatment. (ed)

Hillsdale, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers. Cohen, D. J & Volkmar, F. R. (1997). Handbook of autism and pervasive

development disorders. (2nd ed). New York : John Wiley & Sons, Inc. Danuatmaja, B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta : Puspa Swara Erdman, Sue Ann., Demorest, Marilyn E. (1998). Adjustment to Hearing

Impairment: Audiological and Demographic Correlates. Journal of Speech, Language and Hearing Research, Vol.41, Iss.1;pg.123,14 pgs. Feb 1998. Online: http://proquest.umi.com/pqdweb. Tanggal akses: September 2006.

Faisal, S. (1995). Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Farisy, A. S. (2007). Penyesuaian Diri Remaja yang Beralih dari Sekolah Formal ke Homeschooling.http://salmanalfarisy.wordpress.com/2007/10/11/penyesuaian-diri-remaja-yang-beralih-dari-sekolah-formal-ke-homeschooling.Diakses tanggal 20-02-2008

Hadi, S. 2000. Methodological Research. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hadiyono, J. E. P. & Kahn, M. N., (1987). Perbedaan Kepribadian dan

Persamaan Jenis Kelamin pada mahasiswa Amerika dan Indonesia. Jurnal Psikologi. Th. XV, 1, 20-24.

Info-sehat. (2007). Situs Kesehatan Keluarga.

http://www.infosehat.com/content.php?s_sid=918. Diakses tanggal 20-02-2008

Page 106: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Kristiyani, dkk (2001). Penyesuaian Diri Pembanru Rumah Tangga Wanita Ditinjau dari Persepsi terhadap Efektifitas Komunikasi dengan Majikan dan Rasa Aman.Jurnal Psikodimensia Kajian Ilmiah Psikologi, Vol.I No. 2

Lazarus, R. S. (1969). Pattern of Adjustment. Tokyo : Mc. Graw Hill Lumbantobing, S. M. (2001). Anak dengan Gangguan Mental Terbelakang.

Jakarta : FK UI Marijani, L. (2003). Bunga Rampai Seputar Autisme dan Permasalahannya.

Jakarta : puterakembara Foundation. Mash & Wolfe. (2005). Abnormal Child Psychology. 3rd ed. USA : Thomson

Learning Inc. Neale, dkk. (2004). Psikologi Abnormal (9th ed). Jakarta : Rajawali Pers. Papalia & Old. (2001). Human Development (8th ed). New York : McGraw Hill. Poerwanti, E. dkk. (1994). Dasar-dasar Metode Penelitian. Malang: UMM Press. Safaria, T. (2005). Autisme : Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna Bagi

Orang Tua. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sarasvati. (2004). Meniti Pelangi : perjalanan Seorang Ibu yang Tak Kenal

Menyerah dalam Membimbing Putranya Keluar dari Belenggu ADHD dan Autisme. Jakarta : PT Elex Media Computindo

Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York :

Holt, Renehart & Winston. Siegel, S. (1994). Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT. Gramedia. Sihombing, J. (1999, 5 Agustus). Ciri-Ciri dan Penanganan Autisma. Info Aktual

Swara. Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia Sugiarto, Siagian D., Sunaryanto, L.T., Oetomo, D.S. (2003). Teknik Sampling.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental dalam Kehidupan.Jakarta : Rineka Cipta. Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius

Page 107: Penyesuaian Diri Orang Tua Terhadap Anak Autis

Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009

Sutadi, R. dkk.(2003). Penatalaksanaan Holistik Autisme (ed. pertama). FK UI. Jakarta. _______. (1997, Agustus). Autisma : Gangguan Perkembangan pada Anak.

Makalah dipresentasikan pada Simposium Sehari Autisma di Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta, World Trade Center

Triton. (2006).SPSS 13.0 Terapan, Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta :

Penerbit Andi. Wenar, Charles. (1994). Developmental Psychopathology : From Infancy Through

Adolescence (3th ed). New York : Mc Graw Hill.