PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan...

122
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) KARENA KESALAHAN BERAT PADA TINGKAT MEDIASI DI DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN PURBALINGGA SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Oleh: SAWITRI DIAN KUSUMA E1A008023 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

Transcript of PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan...

Page 1: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

(PHK) KARENA KESALAHAN BERAT PADA TINGKAT MEDIASI

DI DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

KABUPATEN PURBALINGGA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:

SAWITRI DIAN KUSUMA

E1A008023

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 2: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

II

Lembar Pengesahan Skripsi

PENYELE SAIAN PERSELISIHAN PEMUTU SAN HUBUNGAN KERJA

(PHK) KARENA KESALAHAN BERAT PADA TINGKAT MEDIASI DI

DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN

PURBALINGGA

Disusun Oleh :

SAWITRI DIAN KUSUMA

E1A008023

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan disahkan

Pada tanggal Juli 2012

Pembimbing I Pembimbing II Penguji

Sutikno, S.H. Bambang Heryanto, S.H., M.H. Sunarto, S.H. NIP. 19480704 1980031001 NIP. 19561009 1987021001 NIP. 19491111 1980031001

Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Hj. Rochani Urip Salami,SH.,MS NIP.19520603 198003 2 001

Page 3: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

III

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : SAWITRI DIAN KUSUMA

NIM : E1A008023

Judul Skripsi : PENYELESAIAN PERSELISIHAN

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

KARENA KESALAHAN BERAT PADA

TINGKAT MEDIASI DI DINAS SOSIAL

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

KABUPATEN PURBALINGGA

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang

lain

Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut

diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.

Purwokerto, Juli 2012

Sawitri Dian Kusuma E1A008023

Page 4: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : PENYELESAIAN

PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) KARENA

KESALAHAN BERAT PADA TINGKAT MEDIASI DI DINAS SOSIAL

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN PURBALINGGA.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana

hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini.

Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai

pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis

ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

2. Bapak Sutikno, S.H. selaku dosen pembimbing I Skripsi, atas segala

bantuan, arahan dukungan, masukan, menyediakan waktu dan kebaikan

yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

3. Bapak Bambang Heryanto, S.H., M.H. selaku dosen Pembimbing II

Skripsi atas segala bantuan, arahan dukungan, masukan, menyediakan

waktu dan kebaikan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Sunarto, S.H. selaku dosen penguji Skripsi yang telah memberi

saran dan perbaikan pada skripsi penulis.

Page 5: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

V

5. Bapak Supriyanto, S.H., M.H. selaku Kepala Bagian Hukum Administrasi

Negara atas semua bantuannya.

6. Bapak Djumadi, S.H., S.U. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas

kebaikannya kepada penulis selama berproses kuliah di Fakultas Hukum.

7. Seluruh dosen dan staf akademik di Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman.

8. Bapak Even Kurniawan, S.H. selaku Mediator Hubungan Industrial Dinas

Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga yang telah

meluangkan waktu untuk membagi ilmunya dalam penelitian penulis di

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga.

9. Seluruh staf Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Purbalingga yang telah meluangkan waktu dan membagi ilmunya dalam

penelitian penulis di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Purbalingga.

10. Orang tua, kakak dan seluruh keluarga besar yang telah mendukung dan

selalu memberi semangat kepada penulis.

11. Untuk Mpeb, Uke, Kiki, Hardut, Acok, Mas Dito, Aa Endang Teman-

teman KKN Posdaya 2011 Desa Cibentang Kecamatan Bantarkawung

Kabupaten Brebes yang selalu mendukung saya.

12. Sahabat sekaligus teman seperjuangan selama empat tahun menempuh

studi di Fakultas Hukum Tatha, Cathy, Dian, Shasha, Dini, Lilis, Dita dll.

13. Seluruh rekan-rekan Fakultas Hukum Unsoed Angkatan 2008.

14. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Page 6: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

vi

Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat balasan

dari Allah SWT. Skripsi ini hanya karya manusia biasa yang memiliki banyak

kekurangan oleh karenanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini

sangat penulis harapkan.

Purwokerto, Juli 2012

Sawitri Dian Kusuma E1A008023

Page 7: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

vii

ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

(PHK) KARENA KESALAHAN BERAT PADA TINGKAT MEDIASI DI

DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN

PURBALINGGA

OLEH

SAWITRI DIAN KUSUMA

E1A008023

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena kesalahan berat tercantum dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal ini merupakan salah satu pasal yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan mengikat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 012/PUU-I/2003. Sejalan dengan putusan tersebut dikeluarkan Surat Edaran Menakertrans Nomor: SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005 tanggal 7 Januari 2005. Surat Edaran tersebut menerangkan bahwa pengusaha yang akan melakukan PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat dapat dilakukan setelah adanya Putusan Hakim Pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal tersebut dapat dijadikan bukti dalam sengketa PHK yang akan diajukan ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat pada tingkat mediasi di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga telah mencapai kesepakatan bahwa pekerja di-PHK karena melanggar Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tahapan penyelesaian perselisihan melalui mediasi sudah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Jadi penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat tidak diperlukan putusan pengadilan Negeri berkekuatan hukum tetap. Prinsip penyelesaian perselisihan melalui mediasi didasarkan pada musyawarah dan kesepakatan para pihak.

Kata Kunci: Perselisihan Hubungan Industrial, PHK karena Kesalahan Berat, Mediasi

Page 8: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

VIII

ABSTRACT

Termination of Employment (FLE) because of serious mistakes is decided based on article 158 paragraph (I) of Law Number 13 year 2003 about Manpower. This article is one of the article that doesn’t have a whole binding force based on Constitutional Court’s decision as the verdict Number 012/PUU-I/2003. As a line with that decision there is a letter from Manpower and Transmigration Minister Number SE. 13/MEN/SJ-HK/I/2005 dated January 7th, 2005. This letter explains that Termination of Employment (FLE) for worker or labor that has a serious mistake is decided by employer after the verdict of criminal justice. It has a permanent legal force as the legal evidence that will be submitted to the Institute of Industral Relations Disputes Settlement.

This research method was normative judicial approach with analitique description as the research’s spesification. The source of this research was primary law material, secondary law material, and tertiary law material.

This research concluded that the setlement of Termination of Employment (FLE) because of serious mistake at the mediation level in The Social Service of Manpower and Transmigration Purbalingga district made an agreement that the workers are getting Termination of Employment (FLE) because the workers are against the article 161 of Law Number 13 of 2003 about manpower. The stage of disputes settlement through mediation has been being suitable with Law Number 2 0f 2004 about Industrial Relations Disputes Settlement. So, disputes settlement of Termination of Employment (FLE) because of serious mistake doesn’t need the verdict of district court. The disputes settlement’s principle through mediation is based on consultation and agreement of the parties.

Keyword: Industrial relations disputes, Termination of Employment (FLE) because of serious mistake, mediation.

Page 9: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i i i

KATA PENGANTAR ............................................................................. i v

ABSTRAK ............................................................................................. v i i

ABSTRACT ............................................................................................ v i i i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... x i i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................. 1

B. Perumusan Masalah .......................................... 11

C. Tujuan Penelitian ............................................. 11

D. Kegunaan Penelitian ............................................ 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Ketenagakerjaan ..................................................... 13

1. Pengertian Hukum Ketenagaerjaan .......................... 13

2. Sumber-sumber Hukum Ketenagakerjaan ................ 15

3. Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan .......... 20

B. Hubungan Kerja .................................................................. 26

C. Perselisihan Hubungan Indutrial .......................................... 33

Page 10: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

x

1. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial ............ 33

2. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ........ 36

3. Mediasi Hubungan Industrial .................................... 38

D. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ...................................... 40

1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ......... 40

2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ......... 42

3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ......... 46

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan .................................................... 47

B. Spesifikasi Penelitian ........................................................ 48

C. Lokasi Penelitian 48

D. Sumber Data 48

E. Metode Pengumpulan Data .............................................. 50

F. Metode Penyajian Data .................................................... 50

G. Metode Analisis Data ....................................................... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian ................................................................ 52

B. Pembahasan ...................................................................... 72

BAB V PENUTUP

Simpulan ................................................................................... 89

Saran ................................................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hak-hak Pekerja yang di PHK Dikaitkan dengan Alasan

PHK ............................................................................................ 41

Tabel 2. Data Perselisihan Hubungan Industrial Kabupaten

Purbalingga ................................................................................................... 62

Tabel 3. Data Penyelesaian Perselisihan Hak ................................................... 64

Tabel 4. Data Penyelesaian Perselisihan Kepentingan ..................................... 63

Tabel 5. Data Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK) ................................................................................ 63

Tabel 6. Data Penyelesaian Perselisihan Antarserikat

Pekerja/Serikat Buruh dalam Satu Perusahaan .................................. 64

Page 12: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

xII

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Purbalingga.

Lampiran 2. Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 05 Tahun 2011 tentang

Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial, Tenaga Kerja

dan Transmigrasi.

Lampiran 3. Perjanjian Bersama Stasiun Pengisian Bahan Bakar Premium

(SPBU) 44.53305 Bojongsari Kabupaten Purbalingga.

Lampiran 4. Surat Panggilan Klarifikasi Sidang Mediasi.

Lampiran 5. Surat Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial.

Lampiran 6. Risalah Perundingan Bipartit.

Lampiran 7. Surat Pemutusan Hubungan Kerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar

Premium (SPBU) 44.53305 Bojongsari Kabupaten Purbalingga.

Lampiran 8. Surat Rekomendasi penelitian.

Page 13: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) KARENA KESALAHAN BERAT PADA TINGKAT MEDIASI DI

DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN PURBALINGGA

SKRIPSI

Oleh:

SAWITRI DIAN KUSUMA

E1A008023

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 14: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

1 Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1988, hal. 19.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan di berbagai bidang

membawa dampak yang salah satunya yaitu semakin beragamnya kebutuhan

manusia. Setiap manusia selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, maka seseorang perlu bekerja baik pekerjaan yang dilakukan sendiri

atau bekerja pada orang lain. Bekerja kepada orang lain dapat dilakukan dengan

bekerja kepada negara yang selanjutnya disebut pegawai atau bekerja kepada

orang lain (swasta) yang disebut sebagai pekerja atau buruh.

Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa:

Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan.

Sesuai dengan tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana yang

tercantum dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, hal

tersebut menunjukkan bahwa menjadi tugas bersama untuk mengusahakan agar

setiap orang yang mau dan mampu bekerja, mendapatkan pekerjaan sesuai dengan

yang diinginkannya, dan setiap orang yang bekerja mampu memperoleh

penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi si tenaga kerja sendiri maupun

keluarganya.1

Page 15: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2
Page 16: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

2

2 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 63.

Kaitannya dengan hukum ketenagakerjaan, maka bukan orang yang bekerja

atas usaha sendiri, tetapi yang bekerja pada orang atau pihak lain. Bekerja pada

orang lain atau pihak lain menurut hukum ketenagakerjaan, maka didasarkan pada

adanya suatu hubungan kerja.

Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan

perintah.

Berdasarkan pengertian hubungan kerja tersebut jelaslah bahwa hubungan

kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian

kerja antara pekerja dengan pengusaha.2

Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial

yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pelaksanaan

pembangunan nasioal karena dapat menciptakan rasa kebersamaan antara

pengusaha dan pekerja.

Tidak selamanya hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berjalan

dengan baik. Hal ini dimungkinkan adanya perselisihan, karena manusia sebagai

makhuk sosial dalam berinteraksi sudah pasti terdapat persamaan dan perbedaan

dalam kepentingan maupun pandangan, sehingga selama pelaksanaan hubungan

kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh tidak tertutup kemungkinan terjadi

pemutusan hubungan kerja (PHK).

Page 17: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

3

Pemutusan hubungan kerja (PHK) diatur dalam Pasal 150 sampai dengan

Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pemutusan hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 150 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pemutusan hubungan kerja merupakan peristiwa yang tidak diharapkan

terjadinya khusunya bagi pekerja/buruh, karena pemutusan hubungan kerja itu

akan memberikan dampak psycologis, economis-financiil bagi pekerja/buruh dan

keluarganya.3

Putusnya hubungan kerja bagi pekerja/buruh merupakan permulaan dari

segala pengakhiran. Pengakhiran dari mempunyai pekerjaan, pengakhiran

membiayai keperluan hidup sehari-hari bagi dirinya dan keluarganya, pengakhiran

kemampuan menyekolahkan anak-anak, dan sebagainya.4 Oleh karena itu, pihak-

pihak yang terlibat dalam hubungan industrial seperti pengusaha, pekerja/buruh,

dan pemerintah mengusahakan dengan segala upaya agar tidak terjadi pemutusan

hubungan kerja.5

Pemutusan hubungan kerja dapat dihindari dengan terjalinnya hubungan

kerja yang harmonis di antara para pihak dengan adanya kendali atas sikap yang

3 F.X. Djumialdji dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hal. 88.

4 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 1974, hal. 143.

5 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 65.

Page 18: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

4

dimiliki oleh masing-masing pihak, baik oleh pengusaha dan pekerja/buruh. Akan

tetapi, pada kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa PHK tidak mungkin dapat

dicegah seluruhnya.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 151 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, apabila PHK tidak dapat

dihindari maka maksud dari PHK tersebut wajib dirundingkan antara pengusaha

dengan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh yang

bersangkutan jika pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh. Apabila perundingan tersebut tidak mencapai kesepakatan

maka pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah ada penetapan dari

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

PHK dapat terjadi atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun dari

pekerja/buruh. Namun, pada kenyataannya lebih sering terjadi pemutusan

hubungan kerja (PHK) atas inisiatif dari pihak pengusaha.

PHK oleh pengusaha terhadap pekerja/buruh dapat disebabkan berbagai

macam alasan, seperti pengunduran diri, mangkir, perubahan status perusahaan,

perusahaan tutup, perusahaan pailit, pekerja meninggal dunia, pekerja pensiun,

atau karena pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan.

Pekerja/buruh yang terbukti telah melakukan kesalahan berat maka

pengusaha dapat melakukan PHK secara sepihak tanpa ada penetapan dari

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, selama didukung

Page 19: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

5

dengan bukti sebagaimana dalam ketentuan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu:

1. Pekerja/buruh tertangkap tangan;

2. Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau

3. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di

perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya dua

orang saksi.

Jenis kesalahan berat lainnya, selain berdasarkan ketentuan Pasal 158 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, juga dapat

diatur dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB),

tetapi apabila terjadi PHK karena kesalahan berat dalam Peraturan Perusahaan

(PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tersebut, harus mendapat izin dari

lembaga yang berwenang.6

Kategori kesalahan berat yang diatur dalam ketentuan Pasal 158 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, merupakan

perbuatan pidana yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.7

Selain itu ketentuan Pasal 170 jo Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan dasar bagi perusahaan untuk

melakukan PHK secara sepihak. Hal tersebut dinilai telah melanggar asas praduga

tak besalah (presumption of innocence), oleh karena itu terhadap beberapa

ketentuan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

6 Ibid., hal. 72. 7 Farianto dan Darmanto Law Firm, Himpunan Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara

PHI tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Disertai Ulasan Hukum, PT RajaGrafindo

Page 20: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

6

Persada, Jakarta, 2009, hal. 99.

Page 21: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

7

Ketenagakerjaan dilakukan uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana

dalam Putusan No.012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004 Atas Hak Uji

Materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Terhadap UUD 1945 khusunya Pasal 27 ayat (1), sehingga mengenai Pasal 158,

Pasal 159 dan beberapa anak kalimat yang merujuk pada ketentuan Pasal 158

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat.8

Sejalan dengan adanya putusan tersebut, Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran Menakertrans Nomor: SE. 1 3/MEN/SJ-

HK/I/2005 tanggal 7 Januari 2005, bahwa pengusaha yang akan melakukan PHK

karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat dapat dilakukan setelah adanya

Putusan Hakim Pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagai

bukti hukum yang nantinya dapat dijadikan bukti dalam sengketa PHK yang akan

diajukan ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan penyebab yang paling sering

muncul dalam perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial

diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial. Undang-undang tersebut lahir atas perintah

Pasal 136 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, mencabut ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957

Page 22: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

7

tentang Penyelesaian Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964

tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.9

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyebutkan bahwa:

Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.

Menurut Lalu Husni dalam bukunya menyatakan, atas dasar pengertian perselisihan hubungan industrial berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, membagi empat jenis perselisihan hubungan industrial meliputi: 1. Perselisihan hak (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial); 2. Perselisihan kepentingan (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial); 3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial);

4. Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ).10

Terjadinya perselisihan hubungan industrial sulit untuk dihindari, karena

dalam melakukan hubungan kerja sering terjadi benturan kepentingan di antara

para pihak dan hal tersebut tidak boleh dibiarkan karena dapat menyebabkan

lingkungan kerja menjadi tidak kondusif sehingga dapat menghambat

produktivitas kerja.

9 Puslitbang Hukum dan Peradilan M.A.R.I., 2007, Naskah Akademik Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, http://www.litbangkumdil.net/publikasi-litbang/201 -naskah-akademis-penyelesaian-perselisihan-hubungan-industrial.html diakses tanggal 13 April 2012.

10 Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di

Page 23: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

8 Ibid., hal. 99.

Luar Pengadilan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 43.

Page 24: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

8

Perselisihan hubungan industrial yang dicatatkan pada Dinas Sosial Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, selama tiga tahun terakhir mulai

dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 terdapat tiga puluh lima kasus

perselisihan hubungan industrial, di antaranya sembilan kasus mengenai

perselisihan hak, satu kasus mengenai perselisihan kepentingan, dan dua puluh

lima kasus mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Berdasarkan data tiga tahun terakhir mengenai perselisihan hubungan

industrial yang dicatat pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Purbalingga tersebut, dapat diketahui bahwa perselisihan yang paling

banyak terjadi adalah perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK). Perselisihan

mengenai PHK paling banyak terjadi, karena tindakan PHK yang dilakukan oleh

salah satu pihak dan pihak lain tidak dapat menerimanya. Salah satu contoh

perselisihan PHK yang terjadi adalah pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar

Premium (SPBU) 44.533.05 Bojongsari Kabupaten Purbalingga yang telah

melakukan PHK terhadap dua orang pekerjanya karena masing-masing pekerja

telah melakukan kesalahan berupa:

1. Pekerja dengan sengaja berjudi di area SPBU/tempat bekerja.

2. Pekerja melakukan manipulasi absen dan berani kepada pimpinan dalam

melanggar peraturan sebagai karyawan.

Pelanggaran yang dilakukan oleh dua orang pekerja di Statsiun Pengisian

Bahan Bakar Premium (SPBU) 44.53 3.05 Bojongsari Kabupaten Purbalingga

tersebut masuk dalam kategori kesalahan berat sebagaimana ketentuan yang diatur

Page 25: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

9

dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan pengaturan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial terdapat dua cara penyelesaian, yaitu penyelesaian

perselisihan melalui pengadilan hubungan industrial (litigasi) dan di luar

pengadilan hubungan industrial (non-litigasi) yang meliputi penyelesaian secara

Bipartit, Mediasi, Konsiliasi, atau Arbitrase.11

Pada prinsipnya setiap perselisihan hubungan industrial, termasuk

perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) wajib diupayakan penyelesaiannya

terlebih dahulu secara kekeluargaan di luar pengadilan hubungan industrial (non-

litigasi) melalui perundingan bipartit dengan musyawarah untuk mencapai

mufakat. Penyelesaian secara Bipartit jauh lebih menguntungkan kedua belah

pihak, sebab akan membuahkan hasil yang dapat diterima kedua belah pihak dan

menekan biaya serta menghemat waktu.

Apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak secara

Bipartit dan kedua belah pihak tidak bermaksud menyerahkan penyelesaian

perselisihan melaui konsiliasi atau arbitrase, maka penyelesaian perselisihan yang

dilakukan secara wajib adalah melalui forum mediasi dengan jalan salah satu atau

kedua belah pihak yang berselisih dapat memberi tahukan secara lisan atau tertulis

perselisihan tersebut kepada Mediator yang berada di setiap Instansi yang

Page 26: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

10

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota yang disertai

dengan bukti atau risalah perundingan Bipartit.

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyebutkan pengertian mediasi

hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah:

Penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh

hanya dalam satu perusahaan mealui musyawarah yang ditengahi oleh seorang

atau lebih mediator yang netral.

Mediasi berbeda dengan konsiliasi dan arbitrase karena dalam mediasi,

dapat menyelesaikan semua jenis perselisihan, yaitu perselisihan hak, perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan antarserikat

pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.

Mediasi merupakan intervensi terhadap suatu perselisihan oleh pihak ketiga

yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yan

berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang

disengketakan.

Proses penyelesaian perselisihan melalui mediasi ditekankan pada

musyawarah atau kesepakatan para pihak, sehingga tidak terdapat unsur paksaan

antar para pihak dan mediator, para pihak meminta secara sukarela kepada

mediator untuk membantu penyelesaian konflik yang terjadi. Oleh karena itu,

mediator berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan

Page 27: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

11

yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang berselisih. Mediator hanya

berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat suatu

topik yang menitikberatkan aspek normatif mengenai mediasi sebagai salah satu

alternatif penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan

judul: “PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN

KERJA (PHK) KARENA KESALAHAN BERAT PADA TINGKAT

MEDIASI DI DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

KABUPATEN PURBALINGGA”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas dapat ditarik suatu

permasalahan yakni :

Bagaimana pelaksanaan penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan

kerja (PHK) karena kesalahan berat pada tingkat mediasi di Dinas Sosial Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian perselisihan

pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kesalahan berat pada tingkat mediasi di

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga.

Page 28: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

12

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai pelaksanaan penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan

kerja (PHK) karena kesalahan berat pada tingkat mediasi di Kabupaten

Purbalingga.

b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

kepada dunia pendidikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan

guna memberikan penambahan pustaka hukum yang berkaitan dengan

hukum ketenagakerjaan terutama beraitan dengan pelaksanaan

penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja.

2. Kegunaan Praktis

Sebagai bahan kajian, referensi, pedoman, sumber informasi dan sosialisasi

bagi civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman,

masyarakat, serta pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan penyelesaian

perselisihan pemutusan hubungan kerja pada tingkat mediasi di Kabupaten

Purbalingga.

Page 29: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

BAB II

TINJAUAN PUS TAKA

A. Hukum Ketenagakerjaan

1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

Istilah hukum ketenagakerjaan dahulu disebut dengan hukum

perburuhan yang merupakan terjemahan dari arbeidsrechts, namun

keduanya memiliki arti yang berbeda dari segi substansi.

Berikut adalah pendapat beberapa ahli hukum mengenai hukum

perburuhan:

1. Menurut Molenaar: Bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dengan tenaga kerja, dan antara tenaga kerja dengan penguasa.

2. Menurut Mr. M. G. Levenbach: Hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu.

3. Menurut Mr. N. E. H. van Esveld Hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swa-pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.

4. Menurut Prof. Iman Soepomo, S. H.: Himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.12

Berdasarkan pengertian hukum perburuhan yang diberikan oleh para

ahli hukum tersebut, maka hukum perburuhan setidak-tidaknya

mengandung unsur:

12 Sendjun H. Manulang, Op. Cit., hal. 1.

Page 30: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

14

1. Himpunan peraturan (baik tertulis maupun tidak tertulis).

2. Berkenaan dengan suatu kejadian/peristiwa.

3. Seseorang bekerja pada orang lain.

4. Upah.

Perubahan istilah hukum perburuhan menjadi hukum ketenagakerjaan

terdapat perbedaan cakupan. Dari unsur-unsur di atas, diketahui bahwa

hukum perburuhan hanya menyangkut peraturan yang mengatur hubungan

hukum di dalam hubungan kerja, sedangkan cakupan hukum

ketenagakerjaan menjadi lebih luas. Hukum ketenagakerjaan tidak hanya

aspek hukum yang berhubungan dengan hubungan kerja saja, tetapi baik

sebelum, selama, atau sesudah hubungan kerja.13

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga

kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Berdasarkan pengertian Ketenagakerjaan tersebut, menurut Lalu

Husni menyatakan bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah semua

pengaturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum

bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja.14

Menurut Sendjun H. Manulang dalam bukunya menyatakan bahwa,

tujuan diadakan hukum ketenagakerjaan adalah:

13 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Op. Cit., hal. 35. 14 Ibid., hal. 35.

Page 31: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

15

1. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan;

2. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha, misalnya dengan membuat atau menciptakan peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang terhadap para tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.15

Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberikan perluasan pengertian pekerja,

yaitu:

1) Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima

upah maupun tidak.

2) Mereka yang memborong pekerjaann kecuali yang memborong adalah

perusahaan.

3) Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.

2. Sumber Hukum Ketenagakerjaan

Sumber hukum pada dasarnya adalah segala sesuatu yang dapat

menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat

memaksa, yaitu aturan yang apabila dilanggar mengakibatkan sanksi yang

tegas dan nyata.16

Sumber hukum ketenagakerjaan adalah tempat ditemukannya aturan-

aturan mengenai masalah ketenagakerjaan yang mendasarkan pada sumber

hukum Indonesia di bidang Ketenagakerjaan. Sumber hukum

ketenagakerjan berfungsi sebagai jaminan kepastian dan keadilan bagi para

15 Sendjun H. Manulang, Op. Cit., hal. 2. 16 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sebagai Suatu Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, 1999, hal. 76.

Page 32: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

16

pihak yang terlibat dalam hukum ketenagakerjaan, yang diterapkan dalam

bentuk peraturan-peraturan.

Sumber hukum ada dua macam, yaitu sumber hukum dalam arti

materiil dan sumber hukum dalam arti formil. Dalam hukum

ketenagakerjaan, maka yang dimaksud adalah sumber hukum

ketenagakerjaan dalam arti formil, sebab sumber hukum dalam arti materiil

adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Sumber hukum

ketenagakerjaan tersebut adalah:

a. Undang-Undang

Perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan mengalami

banyak perubahan yaitu ditandai dengan munculnya undang-undang

baru yang lebih dinamis dan tentunya banyak membawa kepentingan

bagi pekerja/buruh maupun pengusaha itu sendiri. Undang-undang

tersebut antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3889).

2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279).

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Undang-undang ini mencabut: a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1227); dan

b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2686);

4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Page 33: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

17

5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.17

b. Peraturan lain

Menurut Zainal Asikin dalam bukunya menyatakan bahwa,

peraturan lain yang dimaksud adalah peraturan yang lebih rendah

kedudukannya dengan undang-undang, peraturan tersebut antara lain:

1) Peraturan Pemerintah, peraturan ini ditetapkan oleh Presiden untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

2) Keputusan presiden, merupakan keputusan yang ditetapkan oleh Presiden yang berisi keputusan yang bersifat khusus atau mengatur hal tertentu saja.

3) Peraturan atau keputusan instansi lain, di mana dalam bidang ketenagakerjaan suatu instansi atau pejabat tertentu diberi kekuasaan membuat peraturan atau keputusan tertentu yang berlaku bagi umum.18

c. Kebiasaan

Kebiasaan merupakan perbuatan manusia yang dilaksanakan

berulang-ulang kali dalam hal yang sama, diterima oleh masyarakat

dengan baik, sehingga tindakan yang selalu berlawanan dengan

kebiasaan itu dirasakan sebagai hukum. Hukum kebiasaan seringkali

bersumber dari norma atau kaidah sosial. Kaidah sosial dalam

masyarakat dibedakan menjadi norma agama, norma kesusilaan, dan

norma kesopanan.

17 Zaeni Asyhadie, Hukum Perburuhan Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 3.

18 Zainal Asikin,dkk., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 34.

Page 34: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

18

Menurut Iman Soepomo dalam bukunya menyebutkan bahwa,

kebiasaan atau hukum tidak tertulis berkembang dengan baik karena

dua faktor:

1) Pembentuk undang-undang atau peraturan perburuhan/ketenagakerjaan tidak dapat dilakukan secepat perkembangan soal-soal perburuhan/ketenagakerjaan yang harus diatur. Kemajuan dan perubahan tidak dapat diikuti dengan saksama oleh perundang-undangan. Keadaan yang demikian terdapat di mana-mana terutama di Indonesia dimana perkembangan mengenai perburuhan/ketenagakerjaan berjalan sangat cepat.

2) Peraturan-peraturan dari zaman Hindia Belanda dahulu sudah tidak lagi dirasakan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan aliran-aliran yang tumbuh di seluruh dunia.19

d. Putusan

Apabila aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat dirasa

masih kurang lengkap, maka putusan pengadilan tidak hanya memberi

bentuk hukum pada kebiasaan, tetapi juga dapat dikatakan menentukan

dan menetapkan sebagian besar hukum itu sendiri.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) baik

tingkat pusat ataupun daerah, putusan ini dapat dijadikan pedoman

dalam penyelesaian masalah ketenagakerjaan khususnya Lembaga

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang bersifat mengikat

oleh Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal

para pihak agar putusan tersebut dapat dijalankan (Undang-Undang

Nomor 2 Tahaun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial).

19 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1987,

Page 35: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

19

hal.23.

Page 36: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

20

e. Perjanjian

Perjanjian merupakan peristiwa dimana pihak yang satu berjanji

kepada pihak yang lainnya untuk melaksanakan sesuatu hal, sehingga

pihak-pihak yang bersangkutan terikat oleh isi perjanjian yang mereka

adakan, oleh karena itu aturan dalam perjanjian mempunyai kekuatan

hukum sebagai undang-undang.

Perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku antara

pekerja/buruh dengan pengusaha yang menyelenggarakannya dan orang

lain atau pihak lain tidak terikat.20 Pekerja/buruh menyatakan

kesanggupannya untuk bekeja pada pengusaha dengan menerima upah

dan pengusaha menyatakan kesanggupan untuk mempekerjakan

pekerja/buruh dengan membayar upah.

f. Traktat

Traktat merupakan perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau

lebih yang dikenal dengan perjanjian antarnegara atau perjanjian

internasional.

Traktat di bidang ketenagakerjaan banyak dijumpai dalam

ketentuan internasional dari hasil konferensi ILO (International Labour

Organization) yang dikenal dengan istilah convention, seperti

Convention Nomor 19 tentang perlakuan yang sama bagi buruh warga

negara dan asing dalam hal pemberian ganti rugi kecelakaan, dan

Page 37: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

21

Convention Nomor 100 tentang pengupahan yang sama antara buruh

pria dan wanita mengenai jenis pekerjaan yang sama.21

g. Doktrin/Pendapat Ahli

Doktrin atau pendapat pakar ilmu hukum dapat digunakan sebagai

landasan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan langsung

atau tidak langsung dengan perburuhan/ketenagakerjaan.22

3. Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan

Pihak-pihak yang terkait dalam hukum ketenagakerjaan tidak hanya

pekerja/buruh dan pengusaha/majikan saja. Melainkan juga badan-badan

lain seperti organisasi pekerja/buruh, organisasi pengusaha/majikan, dan

badan-badan pemerintah.

a. Pekerja/buruh

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, istilah buruh sangat dikenal dalam hukum

perburuhan/ketenagakerjaan karena sering digunakan sejak zaman

penjajahan Belanda. Dahulu yang dimaksud dengan buruh adalah

orang-orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang, dan lain-lain

yang melakukan pekerjaan kasar sejenisnya dan disebut dengan Blue

Collar, sedangkan orang-orang yang melakukan pekerjaan halus oleh

Pemerintah Hindia Belanda disebut dengan istilah “karyawan/pegawai”

dan disebut dengan White Collar.

Page 38: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

22

20 Ibid., hal. 23.

21 Zainal Asikin, dkk., Op. Cit., hal. 37. 22 Ibid., hal. 37.

Page 39: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

23

Dalam perkembangan perundang-undangan perburuhan sekarang

tidak dibedakan antara buruh halus dan buruh kasar yang mempunyai

hak dan kewajiban yang sama tidak mempunyai perbedaan apapun.

Bahkan istilah buruh diupayakan diganti dengan istilah pekerja,

sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Depnaker) pada waktu

Kongres FBSI II tahun 1985, karena istilah buruh kurang sesuai dengan

kepribadian bangsa, buruh lebih menunjuk pada golongan yang selalu

ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni majikan.23

Namun karena pada masa orde baru istilah pekerja khusunya

istilah serikat pekerja banyak diintervensi oleh kepentingan pemerintah,

maka kalangan buruh trauma dengan penggunaan istilah tersebut

sehingga untuk mengakomodir kepentingan buruh dan pemerintah,

istilah tersebut disandingkan.24

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pengertian pekerja/buruh tersebut memiliki makna yang lebih

luas, karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja

baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

23 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Op. Cit., hal. 44. 24 Ibid., hal. 44.

Page 40: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

24

b. Pengusaha

Sama halnya dengan istilah buruh, istilah majikan juga sangat

dikenal sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, istilah majikan sekarang sudah

tidak dipergunakan lagi dan diganti dengan pengusaha karena istilah

majikan berkonotasi sebagai pihak yang selalu berada di atas sebagai

lawan atau kelompok penekan buruh, padahal secara yuridis antara

buruh dan majikan mempunyai kedudukan yang sama.

Pengusaha berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang- Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:

1) Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.

2) Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

3) Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Pengertian pengusaha sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 5

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat

ditarik kesimpulan bahwa pengurus perusahaan (orang yang

menjalankan perusahaan bukan miliknya) termasuk dalam pengertian

pengusaha, artinya pengurus perusahaan disamakan dengan pengusaha

(orang/pemilik perusahaan).25

25 Zaeni Asyhadie, Op. Cit., hal. 30.

Page 41: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

25

c. Organisasi Pekerja/Buruh

Pekerja/buruh sifatnya lemah baik dipandang dari segi ekonomi

maupun dari segi kedudukan dan pengaruhnya terhadap

pengusaha/majikan. Pekerja/buruh merupakan warga negara

mempunyai persamaan dan kedudukan dalam hukum, memiliki hak

untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak,

mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi, serta

mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Hak

pekerja/buruh tersebut telah dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang

Dasar 1945.

Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Berdasarkan pengertian serikat pekerja/serikat buruh tersebut,

dapat diketahui bahwa tujuan dari serikat pekerja/serikat buruh adalah

memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta

meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan

keluarganya.

Menurut RG. Kartasapoetra dalam bukunya Zainal Asikin yang

berjudul Dasar-Dasar Hukum Perburuhan menyatakan bahwa, yang

dimaksud dengan organisasi buruh/pekerja di tanah air kita adalah

Page 42: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

24

organisasi yang didirikan oleh dan untuk kaum buruh/pekerja secara

sukarela yang berbentuk:

1) Serikat Buruh, adalah organisasi yang didirikan oleh dan untuk buruh secara sukarela, berbentuk kesatuan dan mencakup lapangan pekerjaan, serta disusun secara vertikal dari pusat sampai unit-unit kerja (basis).

2) Gabungan Serikat Buruh, adalah suatu organisasi buruh yang anggota-anggotanya terdiri dari Serikat Buruh seperti di atas.26

d. Organisasi Pengusaha

Organisasi pengusaha mempunyai peran yang penting dalam

menyelenggarakan pembangunan nasional, khususnya dalam bidang

ketenagakerjaan karena pengusaha ikut bertanggung jawab atas

terwujudnya tujuan pembangunan nasional menuju kesejahteraan sosial,

spiritual, dan material.27 Oleh karena itu, sebaiknya perhatian

pengusaha tidak hanya memperjuangkan kepentingan sendiri tetapi juga

kepentingan pekerja/buruh sebagai salah satu komponen produksi yang

perlu mendapat perlindungan hukum.

Pasal 105 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa mengenai organisasi pengusaha

menentukan sebagai berikut:

1) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota

organisasi pengusaha.

2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

26 Zainal Asikin, dkk., Op. Cit., hal. 50. 27 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 137.

Page 43: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

25

Lalu Husni dalam bukunya menyatakan bahwa, terdapat dua

macam organisasi pengusaha di Indonesia, yaitu:

1) KADIN Kamar Dagang Industri (KADIN) adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang ketenagakerjaan. Untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam kegiatan pembangunan maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1973 membentuk KADIN.

2) APINDO Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merupakan organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. APINDO adalah suatu wadah kesatuan para pengusaha yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam dunia usaha melalui kerjasama yang terpadu dan serasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, serta lahir atas dasar peran dan tanggung jawabnya dalam pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.28

e. Pemerintah

Campur tangan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan

mempunyai peran yang sangat penting. Hal ini dimaksudkan untuk

menciptakan hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena jika antara

pekerja dan pengusaha yang memiliki perbedaan secara sosial ekonomi

diserahan sepenuhnya kepada para pihak maka tujuan untuk

menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit

tercapai karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang

lemah. Atas dasar itu, pemerintah turut campur tangan melalui

peraturan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian

hak dan kewajiban kepada para pihak .

Page 44: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

28 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Op. Cit., hal. 54.

Page 45: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

27

Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di bidang

ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja

yang pada gilirannya mempunyai dampak terhadap stabilitas usaha.

Selain itu pengawasan ketenagakerjaan juga akan dapat membidik

pengusaha dan pekerja untuk selalu taat menjalankan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku sehingga akan tercipta suasana kerja

yang harmonis.29

B. Hubungan Kerja

Hubungan kerja merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh

minimal dua subjek hukum yaitu pengusaha dan pekerja/buruh mengenai suatu

pekerjaan. Hal tersebut menunjukkan kedudukan dari para pihak yaitu pengusaha

dan pekerja/buruh yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban dari masing-

masing pihak.

Pengertian Hubungan Kerja berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan

perintah.

Menurut Iman Soepomo dalam bukunya Sendjun H. Manulang menyebutkan bahwa, pengertian hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, yang terjadi setelah diadakan perjanjian kerja oleh pekerja/buruh dengan pengusaha, dimana pekerja/buruh menyatakan

Page 46: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan

Page 47: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

29

pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.30

Dalam pengertian hubungan kerja tersebut, terkandung arti bahwa pihak

pekerja/buruh dalam melakukan pekerjaan berada di bawah pimpinan pihak lain

yang disebut pengusaha. Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal yang

berkaitan dengan perjanjian kerja sebagai dasar hubungan kerja, hak dan

kewajban para pihak, berakhirnya hubungan kerja, dan penyelesaian perselisihan

antara pihak-pihak yang bersangkutan.31

Jadi, dapat diketahui bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hukum yang

lahir atau ada setelah adanya perjanjian kerja yang dilakukan antara pekerja/buruh

dengan pengusaha. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dengan

pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama yang

dibuat oleh pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh yang ada pada

perusahaan. Demikian pula perjanjian kerja tersebut tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha.32

1. Perjanjian Kerja

Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan

pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan

kewajiban para pihak.

30 Sendjun H. Manulang, Op. Cit., hal. 63. 31 Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia

Page 48: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

30

Indonesia, Bogor, 2010, hal. 43. 32 Zaeni Asyhadie, Op. Cit., hal. 44.

Page 49: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

31

Menurut Iman Soepomo menyebutkan bahwa perjanjian kerja adalah

suatu perjanjian dimana pihak kesatu (pekerja/buruh) mengikatkan diri untuk

bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yakni majikan, dan majikan

mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.33

Pengertian perjanjian kerja berdasarkan ketentuan dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut, sifatnya

lebih umum karena pengertian tersebut menunjuk pada hubungan antara

pekerja/buruh dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan

kewajiban para pihak. Syarat kerja berkaitan dengan pengakuan terhadap

serikat pekerja, sedangkan hak dan kewajiban para pihak salah satunya adalah

upah disamping hak dan kewajiban lain yang akan dibicarakan secara

tersendiri.34

Berdasarkan pengertian perjanjian kerja, dapat ditarik beberapa unsur

perjanjian kerja, yakni:

a. Ada pekerjaan Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjiakn (objek perjanjian) dan pekerjaan itu haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja/buruh. Secara umum, pekerjaan adalah segala perbuatan yang harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kepentingan pengusaha sesuai isi perjanjian kerja.

b. Ada upah Upah harus ada dalam setiap hubungan kerja, karena upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan tujuan utama orang bekerja adalah untuk mendapatkan upah. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan bentuk uang atau bentuk lain sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan

Page 50: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

32

172.

33 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Op. Cit., hal. 64. 34 Ibid., hal. 65.

Page 51: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

33

bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukan.

c. Ada perintah Perintah merupakan unsur yang paling khas dari hubungan kerja, maksudnya pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh berada di bawah perintah pengusaha.35

Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat dibuat dalam

bentuk lisan maupun tertulis. Namun, secara normatif perjanjian kerja dalam

bentuk tertulis menjamin hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi

perselisihan akan membantu dalam proses pembuktian.

2. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian kerja bersama merupakan pengganti istilah Kesepakatan

Kerja Bersama (KKB), yang istilah awalnya adalah perjanjian perburuhan.36

Perjanjian kerja bersama dapat menyeimbangkan keberadan dan kedudukan

antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Berdasarkan pada pengertian perjanjian kerja tersebut, dapat diketahui

bahwa pihak-pihak dalam perjanjian kerja bersama adalah serikat

35 Adrian sutedi, Op. Cit., hal. 47.

Page 52: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

172.

36 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal.

Page 53: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

30

pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat

pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan

pengusaha atau beberapa/perkumpulan pengusaha.

Dalam penyusunannya perjanjian kerja bersama dilakukan secara

musyawarah atau perundingan dan dibuat secara tertulis dengan huruf latin

dan bahsa Indonesia.37 Perjanjian kerja bersama cukup didaftarkan kepada

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan karena perjanjian

kerja bersama yang dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha

dianggap sudah dapat mewakili kepentingan pekerja/buruh sebagai pihak

yang lemah.

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan

perjanjian kerja bersama, antara lain sebagai berikut:

a. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi semua pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

b. Serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili pekerja/buruh dalam melakukan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha adalah yang memiliki anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

c. Perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan apabila isi perjanjian kerja berasama tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.38

Masa berlaku perjanjian kerja bersama hanya dapat dibuat untuk paling

lama dua tahun, untuk selanjutnya dapat diperpanjang untuk paling lama satu

tahun. Jika tidak terdapat ketentuan lain, maka perjanjian kerja bersama yang

Page 54: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

36

172.

37 Ibid., hal 172. 38 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 53.

Page 55: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

telah dibuat berlaku terus-menerus untuk waktu yang sama, tetapi tidak

melebihi waktu satu tahun kecuali ada pernyataan untuk mengakhiri yang

dapat dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum waktu perjanjian

kerja bersama berakhir.39

Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja bersama paling sedikit

memuat:

a. Hak dan kewajiban pengusaha;

b. Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;

c. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;

d. Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

3. Peraturan Perusahaan

Peraturan perusahaan merupakan salah satu hal yang dapat menguatkan

kedudukan dan keberadaan pengusaha sebagai pemilik perusahaan atas

pekerja/buruh yang secara ekonomis memiliki kedudukan yang lebih rendah,

karena pengusaha dapat memasukkan berbagai hal yang dikehendaki.

Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh

pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi

Nomor 02/MEN/1976 menyebutkan bahwa:

39 Sendjun H. Manulang, Op. Cit., hal. 79.

Page 56: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

32

32

Peraturan perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat oleh pimpinan

perusahaan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja

yang berlaku pada perusahaan yang bersangkutan dan memuat tata tertib

perusahaan.

Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa peraturan perusahaan dibuat

secara sepihak oleh pengusaha yang berisikan tentang syarat kerja, hak dan

kewajiban pekerja dan pengusaha dan tata tertib perusahaan. Dengan kata lain

peraturan perusahaan merupakan petunjuk teknis dari PKB maupun

perjanjian kerja yang dibuat oleh pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha.40

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya

sepuluh orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku

setelah disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 108 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) dan sesuai

dengan dengan ketentuan Pasal 108 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kewajiban membuat peraturan

perusahaan tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian

kerja bersama.

Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa peraturan perusahaan sekurang-

kurangnya memuat:

a. Hak dan kewajiban pengusaha;

b. Hak dan kewajiban pekerja/buruh; 40 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Op. Cit., hal. 89.

Page 57: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

c. Syarat kerja;

d. Tata tertib perusahaan; dan

e. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama dua tahun dan wajib

diperbaharui setelah habis masa berlakunya, dan ketentuan dalam peraturan

perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

C. Perselisihan Hubungan Industrial

1. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial

Sebelum membahas mengenai perselisihan hubungan industrial, maka

harus diketahui pengertian hubungan industrial. Berdasarkan Pasal 1 angka

16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

menyebutkan bahwa:

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk

antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri

dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan

pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945.

Dahulu istilah yang digunakan adalah Hubungan Industrial Pancasila, di

mana prinsip Hubungan Industrial Pancasila bahwa setiap keluh kesah yang

terjadi dalam perusahaan dan masalah-masalah ketenagakerjaan lain yang

Page 58: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

34

timbul harus diselesaikan secara kekeluargaan atau musyawarah untuk mufakat.

Hubungan industrial mencakup hal yang dikaitkan dengan interaksi

manusia di tempat kerja. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk sosial

dalam berinteraksi selalu terdapat persamaan dan perbedaan dalam

pandangan yang dapat menimbulkan perselisihan, yang dikenal dengan

perselisihan hubungan industrial. Hal ini dapat berdampak terganggunya

suasana kerja dan berakibat pada penurunan kinerja serta produksi di tempat

kerja.

Dahulu istilah perselisihan hubungan industrial disebut dengan

perselisihan perburuhan, tetapi seiring dengan perkembangan di bidang

ketenagakerjaan istilah buruh sudah tidak sesuai maka sejak diberlakukan

Kepmenaker Nomor: KEP. 15/MEN/1994 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan

dan Pemerataraan, istilah perselisihan perburuhan diganti dengan istilah

perselisihan hubungan industrial.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, merumuskan perselisihan

hubungan indutrial adalah:

Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara

pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat

pekerja/serikat buruh, karena adanya perselisihan mengenai hak,

Page 59: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

35

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan

perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Berdasarkan pengertian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut,

maka dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial membagi jenis perselisihan

hubungan industrial menjadi:

a. Perselisihan Hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial);

b. Perselisihan Kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial);

c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran pemutusan hubungan kerja oleh salah satu pihak (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial);

d. Perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, yaitu perselihan antarserikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan (Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).

2. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, penyelesaian perselisihan

hubungan industrial dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-

Page 60: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

36

41 Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Penyelesaian Perkara Pengadilan Hubungan Industrial Dalam Teori Dan Praktik, PT. Alumni, Bandung, 2011, hal. 61.

Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di

Perusahaan swasta.

Penyelesaian berdasarkan kedua undang-undang tersebut ternyata

dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, karena tidak

dapat lagi mengakomodasi perkembangan yang terjadi terutama mengenai

hak-hak pekerja/buruh.41 Tidak hanya itu, proses penyelesaian

perselisihannya juga berbelit dan memakan waktu cukup lama sehingga

dirasa kurang efektif.

Perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial dapat diselesaikan melalui dua jalur, yaitu penyelesaian di luar

Pengadilan Hubungan Industrial (non litigasi) dan penyelesaian melalui

Pengadilan Hubungan Industrial (litigasi). Penyelesaian perselisihan di luar

Pengadilan Hubungan Industrial (non litigasi) meliputi empat cara:

a. Penyelesaian melalui Bipartit.

b. Penyelesaian melalui Mediasi.

c. Penyelesaian melalui Konsiliasi.

d. Penyelesaian melalui Arbitrase.

Pada prinsipnya penyelesaian perselisihan hubungan industrial

dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat dan berunding

bersama antara pekerja/buruh dan pengusaha yang terlibat, baik secara

bipartit maupun diperantarai oleh pihak ketiga yang bersifat netral maupun

Page 61: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

37

42 Ibid., hal. 86.

tidak (non litigasi). Hal ini dikarenakan penyelesaian perselisihan hubungan

industrial di luar Pengadilan Hubungan Industrial jauh lebih menguntungkan

kedua belah pihak dan menekan biaya serta menghemat waktu.

Apabila penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilakukan

di luar Pengadilan Hubungan Industrial tidak mencapai kesepakatan, maka

penyelesaian perselisihan dapat dilanjutkan untuk diselesaikan di Pengadilan

Hubungan Industrial (litigasi).

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang

berada dalam lingkungan peradilan umum, mempunyai kewenangan untuk

memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara perselisihan hubungan

industrial yang diajukan kepadanya.42

Berdasarkan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu Pengadilan

Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:

a. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;

b. Di tingat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;

c. Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;

d. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.

3. Mediasi Hubungan Industrial

Apabila ternyata penyelesaian perselisihan hubungan industrial tidak

dapat diselesaikan atau tidak tercapai kesepakatan melalui perundingan

Page 62: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

38

bipartit, maka tahap berikutnya adalah penyelesaian secara mediasi. Upaya

penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi bersifat wajib,

apabila penyelesaian melalui konsiliasi dan arbitrase tidak disepakati oleh

para pihak.

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyebutkan bahwa Mediasi

Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah:

Penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja, perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh

hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh

seorang atau lebih mediator yang netral.

Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator

berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah:

Pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam suatu perusahaan.

Mediasi berbeda dengan konsiliasi dan arbitrase karena dalam mediasi,

dapat menyelesaikan semua jenis perselisihan, yaitu perselisihan hak,

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,

perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.

Page 63: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

39

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 2 tahun

2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dalam waktu

selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah menerima pelimpahan

penyelesaian perselisihan, mediator harus mengadakan penelitian tentang

duduk perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. Mediator juga dapat

memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna

diminta dan didengan keterangannya.

Apabia tercapai kesepakatan diantara para pihak, maka mediator

membantu membuatkan Perjanjian Bersama yang ditandatangani para pihak

dan kemudian di daftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri setempat. Namun, dalam hal tidak tercapai kesepakatan

melalui mediasi berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2

tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka:

a. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis; b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu

selambat-lambatnya sepuluh hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;

c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya sepuluh hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;

d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana yang dimasud dalam huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;

e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya tiga hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

Page 64: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

40

D. Pemutusan Hubungan Industrial (PHK)

1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat terjadi karena berbagai hal,

seperti telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati/diperjanjikan

sebelumnya dapat pula karena adanya perselisihan antara pekerja/buruh dan

pengusaha, meninggalnya pekerja/buruh, atau karena sebab lain.

Menurut Lalu Husni dalam bukunya menyatakan bahwa, PHK merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, terutama dari kalangan buruh/pekerja karena dengan PHK buruh/pekerja yang bersangkutan akan kehilangan mata pencaharian untuk menghidupi diri dan keluarganya, karena itu semua pihak yang terlibat dalam hubungan industrial baik pengusaha, pekerja/buruh, atau pemerintah, dengan segala upaya harus megusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.43

Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa:

Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena

suatu hal tertentu mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara

pekerja/buruh dan pengusaha.

Pemutusan hubungan kerja bagi pihak pekerja/buruh akan memberi

pengaruh psikologis, ekonomis, finansial, sebab:

a. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, bagi pekerja/buruh telah kehilangan mata pencaharian.

b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak mengeluarkan biaya.

c. Kehilangan biaya hidup untuk diri sendiri dan keluarganya sebelum

Page 65: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

41

mendapat pekerjaan yang baru sebagai penggantinya.44 43 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Op. Cit., hal. 195. '' Zainal Asikin, dkk., Op. Cit., hal. 174.

Page 66: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

42

Pemutusan hubungan kerja merupakan peristiwa yang tidak diharapkan

terjadinya terutama bagi pekerja/buruh, karena dengan terjadinya pemutusan

hubungan kerja maka pekerja/buruh menjadi kehilangan mata pencaharian.

Oleh karena itu, untuk membantu dan mengurangi beban pekerja/buruh yang

di PHK, maka peraturan perundang-undangan mengharuskan untuk

memberikan hak-hak pekerja berupa uang pesangon, uang jasa, dan uang

ganti kerugian sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai berikut:

Tabel 1. Hak-hak pekerja yang di PHK dikaitkan dengan alasan PHK ALASAN PESA-

NGON PENGHAR-

GAAN MASA KERJA

GANTI RUGI PERUMAHAN, PERAWATAN

DAN PENGOBATAN

KETERANGA N

PHK DEMI HUKUM Masa kontrak kerja habis Tidak lulus masa percobaan Meninggal dunia 2x 1x 1x Pasal 166 PHK OLEH BURUH Mengundurkan diri 1x Pasal 162 ayat

(1) dan (2) Alasan mendesak 1x 1x 1x Pasal 169 ayat

(2) Pensiun 2x 1x 1x Pasal 167 ayat

(2) PHK OLEH MAJIKAN Kesalahan pekerja/buruh ringan 1x 1x 1x Pasal 161 ayat

(3) Kesalahan pekerja/buruh berat 1x 1x Pasal 160 ayat

(7) Perusahaan tutup pailit 1x 1x 1x Pasal 165 Force majeur 1x 1x 1x Pasal 164 ayat

(1) Ada efisiensi 2x 1x 1x Pasal 164 ayat

(3) Perubahan status, milik, lokasi, buruh menolak

1x 1x 1x Pasal 163 ayat (1)

Perubahan status, milik, lokasi, pengusaha/majikan menolak

2x 1x 1x Pasal 163 ayat (2)

Pekerja/buruh sakit berkepanjangan mengalami cacat akibat kecelakaan kerja

2x 2x 1x Pasal 172

Page 67: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

43

2. Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Menurut Lalu Husni dalam bukunya menyebutkan bahwa ada beberapa

jenis pemutusan hubungan kerja, yaitu:

1. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha.

2. Pemutusan hubungan kerja oleh buruh/pekerja.

3. Pemutusan hubungan kerja putus demi hukum.

4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan.45

Diantara jenis-jenis pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut, akan

dibahas lebih lanjut mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh

pengusaha.

PHK oleh pengusaha merupakan PHK dimana berasal dari kehendak

pengusaha, karena adanya pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh

pekerja/buruh atau karena faktor-faktor lain, seperti pengurangan tenaga

kerja, perusahaan tutup, perubahan status perusahaan, dan sebagainya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dilarang melakukan

pemutusan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan:

a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui dua belas bulan secara berturut-turut;

b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan kepadanya; d. Pekerja/buruh menikah; e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau

Page 68: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

44

Sumber: Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, hal.

menyusui bayinya;

45 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Op. Cit., hal. 198.

Page 69: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

45

f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya didalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Pekerja/buruh yang mengadakan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan sebagaimana dimaksud di

atas, dianggap batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan

kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja apabila

pekerja/buruh melakukan kesalahan berat. Hal ini diatur dalam ketentuan

Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, yaitu:

a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman

sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan

bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

Page 70: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

46

h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara;

j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.

Kesalahan berat tersebut harus didukung dengan bukti sebagaimana

dalam Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, yaitu:

1. Pekerja/buruh tertangkap tangan;

2. Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau

3. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang

berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh

sekurang-kurangnya dua orang saksi.

Sesuai ketentuan dalam Pasal 170 jo Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PHK karena kesalahan berat

merupakan salah satu jenis PHK yang tidak memerlukan izin dari Lembaga

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan dalam hal terjadi PHK

tersebut maka pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan

ke Lembaga Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial.

Pada perkembangan hukum ketenagakerjaan, Pasal 158 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, merupakan

salah satu pasal yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan mengikat secara

keseluruhan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-

I/2003 tanggal 28 Oktober 2004, karena dinilai bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 27 ayat (1).

Page 71: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

47

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan memberikan kewenangan kepada pengusaha untuk

melakukan PHK dengan alasan pekerja melakukan kesalahan berat tanpa

melalui putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga

bertentangan dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).

Akibat dibatalkannya Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut, maka terjadi kekosongan hukum,

sehingga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran

Nomor: SE. 1 3/MEN/SJ-HK/I/2005 tanggal 7 Januari 2005, yang pada intinya

menyatakan bahwa untuk melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang

diduga melakukan kesalahan berat harus diproses secara pidana terlebih

dahulu, baik atas laporan pengusaha atau pihak lainnya dan putusannya

menyatakan pekerja/buruh tersebut bersalah serta berkekuatan hukum tetap.

3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Menurut Abdul Khakim dalam bukunya menyatakan bahwa pro sedur

pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut:

a. Sebelumnya semua pihak, yaitu pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh harus melakukan upaya untuk menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);

b. Bila tidak dapat dihindari, pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh mengadakan perundingan bersama;

c. Jika perundingan berhasil, dibuat persetujuan bersama; d. Bila tidak berhasil, pengusha mengajukan permohonan penetapan disertai

dasar dan alasan-alasannya kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

e. Selama belum ada penetapan/putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, kedua pihak tetap melaksanakan segala

Page 72: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

48

kewajiban masing-masing, dimana pekerja/buruh tetap menjalankan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah.46

Untuk penanganan pemutusan hubungan kerja massal yang disebabkan

karena keadaan perusahaan seperti rasionalisasi, resesi ekonomi, dan lain-lain

sebelumnya harus diupayakan dengan:

a. Mengurangi shift (kerja giliran), apabila perusahaan menggunakan kerja sistem shift.

b. Membatasai atau menghapus kerja lembur sehingga dapat mengurangi biaya kerja.

c. Bila upaya di atas belum berhasil, maka dapat dilakukan pengurangan jam kerja.

d. Meningkatkan usaha-usaha efisiensi, seperti mempercepat pensiun bagi pekerja/buruh yang kurang produktif.

e. Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergiliran untuk sementara waktu.47

Pemutusan hubungan kerja terpaksa dilakukan, apabia upaya-upaya

tersebut di atas tidak berhasil memperbaiki keadaan perusahaan, maka

pengusaha terpaksa melakukan PHK dengan cara:

a. Harus diadakan perundingan dan penjelasan tentang keadaan perusahaan secara riil kepada serikat pekerja/serikat buruh.

b. Bersama serikat pekerja/serikat buruh merumuskan jumlah dan kriteria pekerja yang diputus hubungan kerjanya.

c. Merundingkan persyaratan dalam melakukan pemutusan hubungan kerja secara terbuka dan dilandasi itikad baik.

d. Setelah persyaratan pemutusan hubungan kerja telah disetujui bersama, kemudian dilakukan sosialisasi agar dapat diketahui oleh seluruh pekerja/buruh sebagai dasar diterima tidaknya syarat-syarat tersebut.

e. Bila ada persetujuan dari masing-masing pekerja/buruh, ditetapkan prioritas pelaksanaan pemutusan hubungan kerja secara bertahap.

f. Pada saat penyelesaian pemutusan hubungan kerja dibuat persetujuan bersama, dengan menyebutkan besarnya uang pesangon.48

46 Abdul Khakim, Op. Cit., hal. 115. 47 Ibid., hal. 116. 48 Ibid., hal. 117.

Page 73: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur

dan terpikir baik untuk mencapai maksud (di ilmu pengetahuan, dan sebagainya),

cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna

mencapai tujuan yang ditentukan.49

Metode merupakan unsur mutlak yang harus ada di dalam pelaksanaan

kegiatan penel i t ian, agar diperoleh hasi l yang tepat dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga dalam melakukan kegiatan

penelitian perlu didukung oleh metode yang baik dan benar.

Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan,

atau menguji kebenaran dari suatu pengetahuan. Menemukan berarti berusaha

memperoleh sesuatu untuk mengisi kekosongan. Mengembangkan berarti

memperluas dan menggali lebih dalam sesuatu yang telah ada menguji kebenaran

yang dilakukan jika apa yang sudah ada masih atau menjadi diragukan

kebenarannya.50

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis .

Konsep ini memandang hukum itu identik dengan norma-norma tertulis yang

dibuat dan diundangkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang. Selain itu

49 Tim Penyusun&Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 580-581.

50 Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, Hal. 15.

Page 74: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

48

konsepsi tersebut melihat hukum dari suatu sistem normatif yang bersifat otonom,

terlepas dari kehidupan masyarakat. 51

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif normatif, yaitu penelitian yang

selain menggambarkan keadaan, obyek, atau peristiwa juga keyakinan tertentu

akan diambil kesimpulan-kesimpulan dari obyek persoalan yang dikaitkan dengan

teori -teori hukum dan praktik hukum posi ti f yang menyangkut

permasalahannya.52

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Purbalingga, Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman, dan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Perpustakaan Universitas

Jenderal Soedirman.

D. Sumber Data

1. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan dalam penelitian hukum

normatif atau kepustakaan, yaitu data yang diperinci dari bahan-bahan

pustaka.53

Data sekunder di bidang hukum (dipandang dari segi keilmuan

mengikatnya) dapat dibedakan menjadi:

51 Ibid., Hal.11. 52 Ibid., hal. 13. 53 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Norm atif, PT

RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 12.

Page 75: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

49

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari:

1) Peraturan Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945

2) Peraturan perundang-undangan, antara lain:

a) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial.

c) Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-I/2003 tanggal 28

Oktober 2004 Atas Hak Uji Materiil Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

d) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor: SE-1 3/MEN/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan

Mahkamah Konstitusi Atas Hak Uji Materiil Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

e) Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 05 Tahun 2011 tentang

Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial, Tenaga Kerja

dan Transmigrasi.

b. Bahan hukum sekunder, sumbernya adalah buku literatur hukum, jurnal

penelitian hukum, laporan hukum, media cetak, arsip dari Dinas Sosial

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, serta sumber

lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

Page 76: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

50

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang sifatnya melengkapi bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum,

ensiklopedia, dan lain-lain.

2. Data Primer

Data primer sebagai data pendukung dan apabila data sekunder belum

cukup maka diperlukan data primer. Bersumber pada keterangan langsung

dari pihak yang terkait dengan obyek penelitian.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data Sekunder

Diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap buku kepustakaan,

peraturan perundang-undangan, arsip Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga.

2. Data Primer

Data yang diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak yang

terkait dengan masalah yang diteliti pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga untuk melengkapi data sekunder.

F. Metode Penyajian Data

Data penelitian yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks deskriptif

naratif yang disusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang utuh, yang

didahului dengan pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diteruskan dengan analisa

bahan, dan hasil pembahasan serta diakhiri dengan simpulan.

Page 77: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

51

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang

dilakukan dengan cara memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan

dan disusun secara sistematis dan diuraikan dengan secara bermutu dalam kalimat

yang teratur, runtut, dan logis, kemudian ditarik kesimpulan.

Page 78: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Data Sekunder

1.1. Gambaran Umum Kabupaten Purbalingga

Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu bagian dari wilayah

Propinsi Jawa Tengah yang terletak di wilayah kerja Badan Koordinasi

Lintas Wilayah III Jawa Tengah. Kebupaten Purbalingga terletak pada

ketinggian 35 m sampai 1.124 m diatas permukaan laut, yang tepatnya

pada posisi 109° 13’ - 109° 35’ Bujur Timur dan 7° 13’ - 7° 29’ Lintang

Selatan. Kabupaten Purbalingga secara administrasi memiliki batas-batas

sebagai berikut:

a. Sebelah utara : Kabupaten Pemalang

b. Sebelah timur : Kabupaten Banjarnegara

c. Sebelah selatan : Kabupaten Banyumas

d. Sebelah barat : Kabupaten Banyumas

Luas wilayah Kabupaten Purbalingga adalah 77.764,122 Km2 dan

terdiri dari 18 kecamatan, yaitu:

a. Kecamatan Kemangkon : 4.513,3 1 ha

b. Kecamatan Bukateja : 4.240,18 ha

c. Kecamatan Kejobong : 3.998,58 ha

d. Kecamatan Pengadegan : 4.173,72 ha

Page 79: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

e. Kecamatan Kaligondang

f. Kecamatan Purbalingga

g. Kecamatan Kalimanah

h. Kecamatan Padamara

i. Kecamatan Kutasari

j. Kecamatan Bojongsari

k. Kecamatan Mrebet

l. Kecamatan Bobotsari

m. Kecamatan Karangreja

n. Kecamatan Karangjambu

o. Kecamatan Karanganyar

p. Kecamatan Kertanegara

q. Kecamatan Karangmoncol

r. Kecamatan Rembang

Kabupaten Purbalingga

beragam, yaitu dataran

rendah dan dataran tinggi

atau perbukitan. Dataran

rendah terletak di bagian selatan yang meliputi Kecamatan Kalimanah,

Kecamatan Padamara, Kecamatan Purbalingga, Kecamatan Kemangkon,

Kecamatan Bukateja, Kecamatan Kejobong, Kecamatan Pengadegan, serta

sebagian Kecamatan Kutasari dan Kecamatan Mrebet.

Jumlah penduduk Kabupaten Purbalingga kurang lebih 860.057

jiwa, terdiri dari 426.754 laki-laki dan 43 3.303 perempuan. Kepadatan

penduduk adalah 1.299 Km2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan

53

: 5.053,45 ha

: 1.473,33 ha

: 2.25 1,45 ha

: 1.726,24 ha

: 5.289,7 1 ha

: 2.924,88 ha

: 4.788,73 ha

: 3.228,22 ha

: 7.888,07 ha

: 4.191,34 ha

: 3.034,84 ha

: 3.800,94 ha

: 6.027,78 ha

: 9.159,36 ha

mempunyai Topografi wilayah yang

Page 80: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

54

Purbalingga sebesar 3.753 orang per Km2 dan terendah pada Kecamatan

Karangjambu dengan jumlah 623 Km2. Penduduk usia 10 tahun ke atas

yang termasuk dalam angkatan kerja sebanyak 404.477 dan bukan

angkatan kerja sebanyak 278.3 88. Dari jumlah angkatan kerja sebanyak

404.477 tersebut, terdiri dari penduduk yang bekerja sebanyak 389.68 1

orang dan sisanya adalah pengangguran yang terdiri dari 13.371 orang

mencari pekerjaan dan 1.425 orang sedang mempersiapkan usaha baru.

1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Dinas Sosial Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga terus berupaya untuk

meningkatkan pelayanan di segala bidang dan sektor kehidupan

masyarakat termasuk di dalamnya mengenai tenaga kerja dan

transmigrasi. Dinas yang paling berkompeten atas pelaksanaan kegiatan

di bidang tenaga kerja dan transmigrasi adalah Dinas Sosial Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga.

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga diatur dalam Peraturan Bupati

Purbalingga Nomor 05 Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan

Fungsi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Susunan Organisasi

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Purbalingga tercantum

dalam Pasal 2 Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 05 Tahun 2011

tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Tenaga Kerja

dan Transmigrasi, yang terdiri dari:

Page 81: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

55

a. Kepala Dinas

Kepala Dinas mempunyai tugas pokok di bidang sosial, tenaga kerja

dan transmigrasi meliputi penanganan sosial, hubungan dan

perlindungan tenaga kerja, penempatan tenaga kerja, transmigrasi,

perizinan dan pelaksanaan kesekretariatan serta pembinaan UPTD.

b. Sekretaris

Sekretaris mempunyai tugas pokok meliputi penyiapan bahan

penyusunan program, penyelenggaraan urusan umum dan

kepegawaian, rumah tangga, perlengkapan, pengelolaan keuangan,

koordinasi penyusunan program dan pelaporan bidang-bidang.

Sekretaris terdiri dari:

1. Subbagian Program dan Pelaporan

Subbagian Program dan Pelaporan mempunyai tugas pokok

meliputi penyiapan bahan-bahan penyusunan program dan

pelaporan yang meliputi penyiapan bahan-bahan penyusunan

program kerja, koordinasi, pembinaan/bimbingan, evaluasi dan

pelaporan kegiatan.

2. Subbagian Keuangan

Subbagian keuangan mempunyai tugas pokok meliputi penyiapan

bahan-bahan penyusunan program kerja dan anggaran, administrasi

penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan serta laporan

akuntabilitas kinerja.

Page 82: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

56

3. Subbagian Umum

Subbagian Umum mempunyai tugas pokok meliputi penyiapan

bahan penyusunan program kerja, pelayanan administrasi,

ketatalaksanaan, kerumahtanggaan, humas, keprotokolan,

kepegawaian, perlengkapan, kearsipan dan inventaris.

c. Bidang Sosial

Bidang Sosial mempunyai tugas pokok meliputi bimbingan dan

rehabilitasi sosial, asistensi sosial dan perizinan. Bidang Sosial terdiri

dari:

1. Seksi Bimbingan dan Rehabilitasi Sosial

Seksi Bimbingan dan Rehabilitasi Sosial meliputi pembinaan,

pengelolaan data dan pengembangan informasi bimbingan dan

rehabilitasi sosial, penyuluhan sosial, pendidikan tenaga sosial,

pemberdayaan sosial swadaya masyarakat dalam rangka

rehabilitasi para penyendang cacat dan pembinaan terhadap

organisasi sosial kemasyarakatan serta pemberian perizinan.

2. Seksi Asistensi Sosial

Seksi Asistensi Sosial mempunyai tugas pokok meliputi bantuan

kesejahteraan anak dan keluarga, korban bencana alam, sumbangan

sosial, pembinaan lanjut usia, perlindungan dan bantuan fakir

miskin, pembinaan kesejahteraan kepahlawanan/perintis

kemerdekaan dan keluarganya serta perizinan.

d. Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Page 83: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

57

Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja mempunyai tugas

pokok meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan

perlindungan tenaga kerja serta perizinan. Bidang Hubungan dan

Perlindungan Tenaga Kerja terdiri dari:

1. Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja

Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja mempunyai tugas

pokok meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan

industrial, pengaturan sistim informasi, pengesahan dan atau

pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga

tripartie, bimbingan dan penyuluhan hubungan industrial,

pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan.

2. Seksi Pengawasan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Seksi Pengawasan dan Perlindungan Tenaga Kerja mempunyai

tugas pokok meliputi pembinaan dan pengaturan sistim informasi,

pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja,

pengusaha dan lembaga tripartie, administrasi perlindungan tenaga

kerja dan jaminan sosial tenaga kerja, pengawasan ketenagakerjaan

serta perizinan.

e. Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas

pokok meliputi pelatihan tenaga kerja, penempatan tenaga kerja dan

Page 84: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

58

transmigrasi serta perizinan. Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan

Transmigrasi, terdiri dari:

1. Seksi Pelatihan Tenaga Kerja

Seksi Pelatihan Tenaga Kerja mempunyai tugas pokok meliputi

pembinaan dan pengembangan pelatihan tenaga kerja,

penyelenggaraan pelatihan dan pemagangan kerja, pelaksanaan uji

ketrampilan dan sertifikasi tenaga kerja, rekomendasi

izin/pengesahan lembaga latihan swasta dan unit pelayanan

pelatihan dan produktivitas perusahaan (UP3).

2. Seksi Penempatan Tenaga Kerja

Seksi Penempatan Tenaga Kerja mempunyai tugas pokok meliputi

pembinaan, pengawasan penempatan tenaga kerja, perluasan

kesempatan kerja, pengaturan sistem informasi tenaga kerja,

konsultasi dan pengukuran produktivitas tenaga kerja dan/atau

perusahaan serta perizinan.

3. Seksi Transmigrasi

Seksi Transmigrasi mempunyai tugas pokok meliputi pembinaan

dan pengawasan penempatan transmigrasi, pengerahan, seleksi dan

pelatihan calon transmigrasi, fasilitasi dan koordinasi mobilitas

transmigrasi, penanganan exsodan, penanganan masyarakat daerah

kumuh dan korban kerusuhan sosial/masa serta perizinan.

Page 85: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

59

f. UPTD

Unit Pelaksanaan Teknis Daerah atau UPTD mempunyai tugas pokok

meliputi sebagian tugas Dinas yang diatur dengan Peraturan Bupati.

g. Kelompok jabatan fungsional.

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas Dinas yang bersifat teknis sesuai dengan keahlian dan

kebutuhan.

1.3. Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Bidang Hubungan dan

Perlindungan Tenaga Kerja

Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Bidang Hubungan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Purbalingga diatur dalam Pasal 19 Peraturan Bupati

Purbalingga Nomor 05 Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan

Fungsi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja mempunyai

tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas dalam

memimpin, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan tugas-

tugas dibidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi

hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan

tenaga kerja serta perizinan.

Dalam Pasal 20 untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 Peraturan

Bupati Purbalingga Nomor 05 Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas

Page 86: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

60

Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Bidang

Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja mempunyai fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dalam rangka mendukung kelancaran tugas-tugas dibidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinian;

b. Penyiapan bahan penyususnan program kerja dibidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan;

c. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian dan bimbingan teknis dibidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan;

d. Penyiapan bahan koordinasi dan fasilitas tugas-tugas dibidang hubungan dan perlindungan tenaga kerja yang meliputi hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan;

e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan tugas-tugas dibidang hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja serta perizinan;

f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

Bidang Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja terdiri dari:

1. Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja;

2. Seksi Pengawasan dan Perlindungan Tenaga kerja.

Tugas pokok Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja

tercantum dalam Pasal 21 Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 05 Tahun

2011 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Tenaga

Kerja dan Transmigrasi. Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja

mempunyai tugas pokok melakukan sebagian tugas Kepala Bidang

Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja dalam memimpin,

mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan tugas-tugas dibidang

hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan

Page 87: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

61

pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistim informasi,

pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja,

pengusaha dan lembaga tripartie, bimbingan dan penyuluhan hubungan

industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan.

Pasal 22 untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 Peraturan Bupati

Purbalingga Nomor 05 Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan

Fungsi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Seksi Hubungan

Industrial dan Syarat Kerja mempunyai fungsi:

a. Penyiapan bahan-bahan penyusunan program kerja dibidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial.

b. Pengumpulan bahan-bahan koordinasi penyusunan program kerja dibidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartie, bimbingan dan penyuluhan hubungan industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan;

c. Pengolahan/analisa bahan-bahan penyusunan evaluasi dan pelaporan guna memberikan saran/masukan pertimbangan kepada pimpinan dibidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartie, bimbingan dan penyuluhan hubungan industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan;

d. Pengurusan dokumen/bahan-bahan koordinasi dibidang hubungan industrial dan syarat kerja yang meliputi pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, pengaturan sistem informasi, pengesahan dan atau pendaftaran, pembinaan organisasi pekerja, pengusaha dan lembaga tripartie, bimbingan dan penyuluhan hubungan industrial, pengurusan administrasi syarat-syarat kerja dan perizinan;

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

Page 88: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

62

1.4. Data Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pada Dinas

Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

Perselisihan Hubungan Industrial yang dicatatkan pada Dinas

Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga selama

kurun waktu tiga tahun terakhir mulai dari tahun 2009 sampai dengan

tahun 2011, adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Data Perselisihan Hubungan Industrial Kabupaten Purbalingga

Jenis Perselisihan 2009 2010 2011

Perselisihan hak 2 4 3

Perselisihan kepentingan 1 0 0

Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK)

6 7 12

Perselisihan antarserikat

pekerja/serikat buruh dalam

satu perusahaan 0 0 0

Sumber: Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang dilakukan oleh

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

meliputi perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan antarserikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Berikut adalah data penyelesaian perselisihan hubungan industrial

yang diperoleh dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Purbalingga selama tiga tahun terakhir dari tahun 2009

sampai dengan tahun 2011.

Page 89: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

63

1. Perselisihan hak Tabel 3. Data Penyelesaian

Perselisihan Hak

Keterangan 2009 2010 2011

Sisa perkara tahun lalu 0 0 0

Perkara masuk 2 4 3

Jumlah perkara ditangani 2 4 3

Selesai ditangani 2 4 3

Perjanjian bersama 2 4 3

Anjuran 0 0 0

Sumber: Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

2. Perselisihan kepentingan Tabel 4. Data Penyelesaian

Perselisihan Kepentingan

Keterangan 2009 2010 2011

Sisa perkara tahun lalu 0 0 0

Perkara masuk 1 0 0

Jumlah perkara ditangani 1 0 0

Selesai ditangani 1 0 0

Perjanjian bersama 1 0 0

Anjuran 0 0 0

Sumber: Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK)

Tabel 5. Data Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Keterangan 2009 2010 2011

Sisa perkara tahun lalu 0 0 0

Perkara masuk 6 7 12

Page 90: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

64

Jumlah perkara ditangani 6 7 12

Selesai ditangani 6 7 12

Perjanjian bersama 6 7 12

Anjuran 0 0 0

Sumber: Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

4. Perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

Tabel 6. Data Penyelesaian Perselisihan Antarserikat Pekerja/Serikakat Buruh dalam Suatu Perusahaan

Keterangan 2009 2010 2011

Sisa perkara tahun lalu 0 0 0

Perkara masuk 6 7 12

Jumlah perkara ditangani 6 7 12

Selesai ditangani 6 7 12

Perjanjian bersama 6 7 12

Anjuran 0 0 0

Sumber: Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

1.5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada Dinas Sosial Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga

Berdasarkan data mengenai jumlah perselisihan hubungan

industrial yang dicatatkan pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga selama tiga tahun terakhir yaitu

tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 dari 35 (tiga puluh lima) kasus,

dapat diketahui bahwa perselisihan yang paling banyak terjadi adalah

perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan jumlah sebanyak

25 (dua puluh lima) kasus dan tiap tahunnya selalu meningkat.

Page 91: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

65

Salah satu kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dicatatkan

pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Purbalingga yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Premium (SPBU) 44.533.05 Gembong

Bojong Sari Purbalingga terhadap dua orang pekerjanya karena pekerja

tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang ada pada

Peraturan Perusahaan yang telah disepakati dan ketentuan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

1.5.1 Tentang Peristiwanya

Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Stasiun

Pengisian Bahan Bakar Premium (SPBU) 44.533.05 Gembong

Bojong Sari Purbalingga terjadi pada tahun 2011 terhadap dua

orang pekerja atas nama Mei Teguh Nugroho dan Andri Nur P,

yang keduanya merupakan pekerja pada bagian operator dispenser.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap saudara Mei

Teguh Nugroho terjadi karena melakukan pelanggaran berupa

manipulasi absen dan berani kepada pimpinan melanggar peraturan

sebagai karyawan operator dispenser di perusahaan Stasiun

Pengisian Bahan Bakar Premium (SPBU) 44.533.05 Gembong

Bojong Sari Purbalingga, sehingga pada tanggal 3 Oktober 2011

pimpinan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Premium (SPBU)

44.53 3.05 Gembong Bojong Sari Purbalingga mengeluaran Surat

Page 92: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

66

Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja atas nama Mei Teguh

Nugroho.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kedua terhadap

Saudara Andri Nur P yang terjadi karena melakukan pelanggaran

berupa berjudi di area SPBU/tempat kerja, sehingga perusahaan

mengeluarkan Surat Peringatan I dan II dan pada akhirnya tanggal

31 Oktober 2011 pimpinan Stasiun Pengisian Bahan Bakar

Premium (SPBU) 44.533.05 Gembong Bojong Sari Purbalingga

mengeluarkan Surat pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja

atas nama Andri Nur P.

1.6. Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Stasiun Pengisian

Bahan Bakar Premium (SPBU) 44.533.05 Gembong Bojong Sari

Purbalingga tidak mencapai kesepakatan dikarenakan dari pihak pekerja

merasa keberatan dengan keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK)

tersebut, maka tahapan penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan

kerja (PHK) adalah sebagai berikut:

1.6.1. Pada tanggal 3 Oktober 2011 pihak perusahaan mengeluarkan

Surat Pemutusan Hubungan Kerj a dengan Nomor:

01/10/44.533.05/2011 terhadap pekerja atas nama Mei Teguh

Nugroho dan pada tanggal 31 Oktober 2011 perusahaan

mengeluarkan Surat Pemutusan Hubungan Kerja dengan

Page 93: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

67

Nomor: 02/10/44.533.05/2011 terhadap pekerja atas nama Andri Nur P.

1.6.2. Dalam hal pemutusan hubungan kerja ini, ternyata pekerja

merasa keberatan dengan keputusan dari pihak pengusaha yang

mengeluarkan Surat Pemutusan Hubungan Kerja tersebut.

Pokok masalah dari perselisihan pemutusan hubungan kerja

(PHK) tersebut berkaitan dengan hak-hak pekerja yang belum

dibayarkan oleh pengusaha, yaitu pesangon yang belum

dibayarkan, uang cuti yang dipotong, dan uang bonus (marjin)

yang belum dibayarkan. Prinsip penyelesaian perselisihan

hubungan industrial adalah dengan musyawarah untuk mufakat

dengan perundingan Bipartit dianatara kedua belah pihak. Oleh

karena itu pada tanggal 10 November 2011 diadakan

perundingan Bipartit antara pekerja dan pengusaha, namun

ternyata perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.

1.6.3. Dalam hal perundingan Bipartit yang telah dilakukan oleh kedua

belah pihak tidak mencapai kesepakatan, maka pada tanggal 11

November 2011 Mei Teguh Nugroho dan Andri Nur P membuat

surat yang ditujukan kepada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga berupa pencatatan

perselisihan hubungan industrial dan untuk membantu

menyelesaikan perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK)

tersebut.

Page 94: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

68

1.6.4. Menindaklanjuti surat dari dua orang pekerja tersebut, maka

pada tanggal 12 November 2011 Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga membuat dan

mengeluarkan surat panggilan kepada kedua belah pihak

(pengusaha dan pekerja), agar pada tanggal 16 November 2011

hadir untuk melakukan perundingan bersama di Dinas Sosial

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga dengan

memerintahkan agar masing-masing pihak (pengusaha dan

pekerja) membawa data pendukung yang diperlukan.

1.6.5. Pada tanggal 16 November 2011 dilakukan sidang mediasi dan

dalam sidang tersebut setelah mempertimbangkan pendapat dari

kedua belah pihak (pengusaha dan pekerja) maka tercapailah

kesepakatan dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam

Perjanjian Bersama antara kedua belah pihak.

1.6.6. Berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial antara pihak ke I (pengusaha) dan pihak ke

II (pekerja) telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan

hubungan industrial melalui perundingan mediasi sebagai

berikut:

1. Kedua belah pihak sepakat mengakhiri hubungan kerjanya,

karena pihak ke II (pekerja) melanggar ketentuan dalam

Peraturan Perusahaan.

Page 95: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

69

2. Pihak ke I (pengusaha) akan membayarkan hak-hak kepada

pihak ke II (pekerja) sesuai dengan ketentuan Pasal 161

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan sebesar Rp 3.037.050,- (tiga juta tiga

puluh tujuh lima puluh rupiah) untuk Mei Teguh Nugroho

dan Rp 2.994.550,- (dua juta sembilan ratus sembilan puluh

empat lima ratus lima puluh rupiah) untuk Andri Nur P.

3. Dalam permasalahan ini, masing-masing pihak melepaskan

haknya dan permasalahan ketenagakerjaan ini dianggap

selesai.

1.7. Hak yang Diterima Pekerja karena Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK)

Kesepakatan yang dicapai dalam sidang mediasi mengenai hak-hak

yang diterima pihak ke II (pekerja) dan hak lain yang diberikan dari

pihak ke I (pengusaha), adalah sebagai berikut:

a. Andri Nur P, dengan masa kerja 2 tahun 2 bulan

Uang Pesangon 3x Upah sebulan (Rp 765.000) = Rp 2.295.000,-

Uang Penggantian hak:

- Cuti perkawinan 3 hari Rp 30.600 = Rp 91.800.-

- Penggantian perumahan dll. 15% x 2.295.000 = Rp 344.250,-

- Cuti tahunan 10 hari x Rp 30.600 = Rp 306.000,-

Jumlah Total = Rp 3.037.050,-

Page 96: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

70

b. Mei Teguh Nugroho, dengan masa kerja 2 tahun 2 bulan

Uang Pesangon 3x Upah sebulan (Rp 765.000) = Rp 2.295.000,-

Uang Penggantian hak:

- Penggantian perumahan dll. 15%x 2.295.000 = Rp 344.250,-

- Cuti tahunan 9 hari x Rp 30.600 = Rp 275.400,-

- Uang Margin bulan Sepetember 2011 = Rp 79.900,-

Jumlah Total = Rp 2.994.550,-

2. Data Primer

2.1. Jumlah Mediator Hubungan Industrial

Mediasi merupakan intervensi terhadap suatu perselisihan oleh

pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta

membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara

sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan.

Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh

mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab

di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 26 Mei 2012 dengan

salah satu Mediator Hubungan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga yaitu Bapak Even Kurniawan,

S.H., terdapat empat orang mediator yang bertugas pada Dinas Sosial

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga, yang terdiri

dari satu mediator struktural dan tiga mediator fungsional.

Page 97: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

71

Mediator struktural adalah mediator yang menjabat dalam struktur

organisasi seperti sekretaris, kepala bidang, dan kepala seksi. Mediator

struktural dapat menangani sidang mediasi apabila sudah mempunyai

legitimasi mediator dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Mediator fungsional adalah mediator yang bertugas hanya

sebagai mediator hubungan industrial yang tidak menjabat dalam

struktur organisasi.

2.2. Pelanggaran yang Dilakukan Pekerja

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 26 Mei 2012 dengan

salah satu Mediator Hubungan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga yaitu Bapak Even Kurniawan,

S.H., bahwa dalam mediasi tercapai kesepakatan di antara para pihak

bahwa pihak pekerja telah melakukan pelanggaran terhadap Peraturan

Perusahaan, dimana pelanggaran yang diatur dalam Peraturan

Perusahaan tersebut termasuk dalam kategori kesalahan berat

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2.3. Hak yang Diterima Pekerja

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 26 Mei 2012 dengan

salah satu Mediator Hubungan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga yaitu Bapak Even Kurniawan,

S.H., bahwa dalam menentukan pemberian hak kepada pekerja oleh

Page 98: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

72

pihak instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

dalam hal ini Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Purbalingga, sudah mengarahkan pada ketentuan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003. Namun para pihak dalam kesepakatan

berkehendak lain dalam hal pemberian hak kepada pekerja, sehingga

dalam pemberian hak kepada pekerja diarahkan kepada kompensasi.

Kompensasi ini mengacu pada kesepakatan para pihak.

B. Pembahasan

Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan di berbagai bidang,

khususnya dalam bidang ketenagakerjaan membawa dampak salah satunya seperti

perselisihan hubungan industrial yang semakin kompleks. Oleh karena itu, perlu

diselenggarakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan kebudayaan bangsa, sehingga dapat

tercipta kondisi kerja yang produktif.

Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa:

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara

para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur

pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan pengertian hubungan industrial tersebut, dapat diketahui bahwa

pihak-pihak dalam hubungan industrial adalah pekerja/buruh, pengusaha, dan

Page 99: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

73

pemerintah. Pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses produksi di

perusahaan adalah pekerja/buruh dan pengusaha, sedangkan peran pemerintah

dalam hubungan industrial diwujudkan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan

seperti peraturan perundang-undangan yang harus ditaati oleh para pihak,

mengawasi atau menegakkan peraturan tersebut sehingga produktivitas

perusahaan dapat meningkat yang pada akhirnya akan mampu menggerakkan

pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan

masyarakat.54

Hubungan industrial merupakan proses terbinanya komunikasi, konsultasi,

musyawarah serta berunding dan ditopang oleh kemampuan dan komitmen yang

tinggi dari semua elemen dalam perusahaan.55

Hubungan industrial mencakup hal yang dikaitkan dengan interaksi manusia

di tempat kerja. Hal terlihat ketika terjadi permasalahan, karena tidak selamanya

hubungan antara pengusaha dan pekerja berjalan dengan baik pasti terdapat

persamaan dan perbedaan pandangan. Apabila perselisihan terjadi, akan

membawa dampak terganggunya suasana kerja yang berakibat pada penurunan

kinerja serta produksi.

Perbedaan pendapat tersebut apabila berkelanjutan yang mengarah pada

pertentangan dapat menimbulkan terjadinya perselisihan hubungan industrial.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, merumuskan perselisihan

hubungan indutrial adalah:

54 Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di Luar Pengadilan, Op. Cit., hal. 17.

55 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 23.

Page 100: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

74

Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha

atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat

buruh, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,

perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Berdasarkan pengertian perselisihan hubungan industrial tersebut, dapat

diketahui sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, terdapat

empat jenis perselisihan, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan.

Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan antarserikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian data 1.4, dapat diketahui bahwa perselisihan

hubungan industrial yang dicatatkan pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga selama tiga tahun terakhir, mulai dari tahun

2009 sampai dengan tahun 2011 dari 35 (tiga puluh lima) kasus perselisihan

hubungan industrial yang paling banyak terjadi adalah perselisihan pemutusan

hubungan kerja (PHK), dengan jumlah sebanyak 25 (dua puluh lima) kasus dan

tiap tahun jumlahnya meningkat, seperti yang terjadi pada Stasiun Pengisian

Bahan Bakar Premium (SPBU) 44.533.05 Gembong Bojong Sari Purbalingga.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan peristiwa yang tidak

diharapkan terjadinya khususnya bagi pekerja/buruh karena akan memberikan

dampak psikologis, ekonomis, dan finansial. Putusnya hubungan kerja merupakan

permulaan dari pengakhiran, yaitu pengakhiran mempunyai pekerjaan,

Page 101: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

75

pengakhiran membiayai keperluan sehari-hari dirinya dan keluarganya,

pengakhiran kemampuan menyekolahkan anak-anak dan sebagainya.56

Meskipun dengan segala upaya dari para pihak agar tidak terjadi PHK,

namun pada kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa PHK tidak mungkin dapat

dicegah seluruhnya.

PHK merupakan langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja yang

disebabkan karena suatu keadaan tertentu. PHK yang terjadi karena berakhirnya

waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak menimbulkan permasalahan

karena pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama menyadari saat berakhirnya

hubungan kerja tersebut. Berbeda dengan PHK yang terjadi karena adanya

perselisihan, yang akan membawa dampak bagi kedua belah pihak, terutama

pekerja yang dipandang memiliki kedudukan yang lemah dari sudut ekonomis

dibandingkan dengan pengusaha.57

Dalam literatur hukum ketenagakerjaan dikenal adanya empat jenis PHK

yang salah satunya adalah PHK yang dilakukan pengusaha apabila pekerja/buruh

melakukan kesalahan berat. PHK yang dilakukan oleh pengusaha karena

pekerja/buruh melakukan kesalahan berat diatur dalam ketentuan Pasal 158 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu:

a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

56 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Op. Cit., hal. 143. 57 Zainal Asikin, dkk., Op. Cit., hal. 174.

Page 102: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

76

d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja

atau pengusaha di lingkungan kerja; f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan

bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara;

j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.

Menurut hasil penelitian pada data 1.5.1 kasus PHK yang terjadi di Stasiun

Pengisian Bahan Bakar Premium (SPBU) 44.533.05 Gembong Bojong Sari

Purbalingga terhadap dua orang pekerja atas nama Mei Teguh Nugroho yang

melakukan pelanggaran berupa manipulasi absen dan berani kepada pimpinan

melanggar peraturan perusahaan sebagai karyawan operator dispenser di

perusahaan, serta PHK atas nama Andri Nur P yang dengan sengaja berjudi di

area SPBU/tempat kerja, termasuk dalam jenis PHK oleh pengusaha karena

pelanggaran yang dilakukan oleh dua orang pekerja tersebut termasuk dalam

kategori kesalahan berat yang diatur dalam ketentuan Pasal 158 ayat (1) huruf b

dan d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu:

1. Pasal 158 ayat (1) huruf b:

Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan

perusahaan;

2. Pasal 158 ayat (1) huruf d:

Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingungan kerja.

Page 103: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

77

Menurut hasil penelitian data 1.5.1 dan 1.6.1, sehubungan dengan

pelanggaran yang dilakukan oleh dua orang pekerja tersebut dimana dapat

dikategorikan dalam kesalahan berat, maka dengan tegas pihak pengusaha

mengeluarkan Surat Pemutusan Hubungan Kerja.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan pengaturan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, dapat dilakukan melalui Pengadilan Hubungan Indutrial

(litigasi) dan diluar Pengadilan Hubungan Industrial (non-litigasi) yang meliputi

penyelesaian secara Bipartit, Mediasi, Konsiliasi, atau Arbitrase.

Pada prinsipnya setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan

penyelesaiannya terlebih dahulu secara kekeluargaan di luar pengadilan hubungan

industrial (non-litigasi) melalui perundingan bipartit dengan musyawarah untuk

mencapai mufakat. Penyelesaian secara bipartit jauh lebih menguntungkan kedua

belah pihak, sebab akan membuahkan hasil yang dapat diterima kedua belah pihak

dan menekan biaya serta menghemat waktu.

Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial, secara garis besar menyebutkan pada prinsipnya setiap perselisihan

hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu secara

musyawarah untuk mencapai mufakat melalui perundingan Bipartit. Apabila salah

satu menolak untuk berunding atau telah dilakukan tapi tidak mencapai

kesepakatan maka perundingan Bipartit dianggap gagal.

Page 104: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

78

Menurut hasil penelitian data 1.6.2, diketahui bahwa pekerja merasa

keberatan dengan pemutusan hubungan kerja tersebut karena terdapat hak-hak

yang belum dibayarkan oleh pengusaha. Maka pihak Stasiun Pengisian Bahan

Bakar Premium (SPBU) 44.533.05 Gembong Bojong Sari Purbalingga melakukan

perundingan Bipartit dengan pihak pekerja guna menyelesaikan perselisihan

tersebut, namun tidak mencapai kesepakatan sehingga perundingan Bipartit

tersebut dianggap gagal.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa langkah penyelesaian perselisihan

pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Premium

(SPBU) 44.533.05 Gembong Bojong Sari Purbalingga sudah sesuai dengan

ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu menempuh upaya bipartit terlebih dahulu

meskipun tidak tercapai kesepakatan atau gagal.

Apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak secara

Bipartit, dan kedua belah pihak tidak bermaksud menyerahkan penyelesaian

melalui konsiliasi atau arbitrase, maka penyelesaiannya dilakukan secara wajib

melalui forum mediasi.

Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian perselisihan hubungan

industrial di luar pengadilan. Perselisihan yang dapat diselesaikan melalui mediasi

meliputi semua jenis perselisihan, yaitu perselisihan hak, perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan

antarserikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan. Penyelesaian

Page 105: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

79

perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh seorang atau lebih mediator yang

netral dan bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku umum, penyelesaian perselisihan

melalui mediasi tidak terdapat unsur paksaan antarpara pihak dan mediator, para

pihak meminta secara sukarela kepada mediator untuk membantu penyelesaian

perselisihan yang terjadi. Oleh karena itu, mediator hanya berkedudukan

membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat

diputuskan oleh para pihak yang berselisih, karena sesuai dengan tujuan dari

mediasi adalah untuk mencapai penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua

belah pihak. Mediator sebagai pihak yang berada di luar pihak yang berselisih

tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, mediator hanya berkewajiban untuk

bertemu dan mempertemukan para pihak yang berselisih.58

Adapun tahapan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui

mediasi menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial, yaitu:

1) Dalam hal perundingan Bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

2) Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.

3) Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan

Page 106: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

80

kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.

4) Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.

Berdasarkan ketentuan di atas dikaitkan dengan hasil penelitian data 1.6.3

dapat diketahui bahwa tahapan penyelesaian perselisihan antara pihak pekerja

dengan pihak pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Premium (SPBU)

44.533.05 Gembong Bojong Sari Purbalingga sudah sesuai dengan ketentuan

dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, di mana setelah perundingan

bipartit yang dilakukan oleh para pihak tidak mencapai kesepakatan atau gagal,

maka salah satu pihak dalam hal ini adalah pekerja membuat surat yang ditujukan

kepada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga yang

isinya berupa pencatatan perselisihan dan untuk membantu menyelesaikan

perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, secara garis besar menyebutkan

bahwa dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima pelimpahan

penyelesaian perselisihan maka mediator harus sudah mengadakan penelitian

tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.

Dikaitkan dengan hasil penelitian data 1.6.4, tahapan penyelesaian

perselisihan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Purbalingga sudah sesuai, karena dalam data tersebut dapat diketahui

bahwa dalam lima hari yaitu terhitung setelah menerima pelimpahan perselisihan

Page 107: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

81

dari para pihak pada tanggal 11 November 2011, mediator segera mengadakan

penelitian tentang duduk perkaranya dan memanggil para pihak guna melakukan

klarifikasi mengenai perselisihan tersebut dan mengadakan sidang mediasi pada

tanggal 16 November 2011.

Jadi tindakan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga dalam tahapan tersebut sudah sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu masih dalam kurun waktu 7

(tujuh) hari sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera

mengadakan sidang mediasi.

PHK yang terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Premium (SPBU)

44.533.05 Gembong Bojong Sari Purbalingga merupakan PHK yang dilakukan

oleh pengusaha dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat

yaitu melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 158 ayat (1) huruf b dan d Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 151 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja hanya dapat

dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan dari Lembaga

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Namun, berdasarkan Pasal 170

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat

pengecualian yang secara garis besar menyatakan bahwa PHK karena kesalahan

berat tidak memerlukan penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, sepanjang kesalahan berat tersebut didukung dengan bukti

Page 108: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

82

59 Hennigusnia, PHK karena Kesalahan Berat, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

berdasarkan ketentuan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, yaitu:

1. Pekerja/buruh tertangkap tangan;

2. Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau

3. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di

perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya dua

orang saksi.

Pada perkembangan hukum ketenagakerjaan, Pasal 158 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang terdiri dari empat ayat,

merupakan salah satu pasal yang secara utuh atau keseluruhannya dinyatakan

tidak memiliki kekuatan mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004. Alasan Mahkamah Konstitusi

menganulir Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan tersebut karena dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1)

Undang-Undang Dasar 1945, yaitu memberikan kewenangan kepada pengusaha

untuk melakukan PHK dengan alasan pekerja telah melakukan kesalahan berat

tanpa melalui putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga

bertentangan dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).59

Akibat dibatalkannya Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE. 1 3/MEN/SJ-HK/I/2005 tanggal 7 Januari

2005, yang pada intinya menyatakan bahwa untuk melakukan PHK terhadap

Page 109: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

83

60 Ibid.,

pekerja/buruh yang diduga melakukan kesalahan berat harus diproses secara

pidana terlebih dahulu, baik atas laporan pengusaha atau pihak lainnya dan

putusannya menyatakan pekerja/buruh tersebut bersalah serta berkekuatan hukum

tetap.60

Menurut hasil penelitian pada data 1.6.5 dan 1.6.6 dikaitkan dengan tahapan

penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi menurut ketentuan

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, diketahui bahwa para pihak memilih menyelesaikan

perselisihan PHK tersebut melalui mediasi, karena para pihak tidak menentukan

menyelesaikan perselisihan tersebut secara konsiliasi atau arbitrase. Hal ini sudah

sesuai dengan ketentuan pada Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam sidang

mediasi tersebut tercapai kesepakatan diantara para pihak (pengusaha dan pekerja)

yang dituangkan dalam Perjanjian Bersama yang isinya menyatakan bahwa pihak

pekerja bersedia untuk di PHK dengan ketentuan bahwa pekerja tersebut telah

melanggar ketentuan dalam Peraturan Perusahaan (Pasal 161 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Hal tersebut sebagaimana

didukung dengan data 2.2 yang merupakan hasil wawancara dengan salah satu

mediator Hubungan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Purbalingga. Oleh karena itu, pihak pengusaha membayar hak-hak

yang belum diterima oleh pekerja sesuai dengan ketentuan Pasal 161 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 110: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

84

Berdasaran hasil penelitian data 1.6.5 dan 1.6.6 yang didukung dengan data

2.2 yang merupakan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa pelaksanaan

penyelesaian perselisihan PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat

melalui mediasi tidak diperlukan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap bahwa pekerja tersebut bersalah atau melakukan pelanggaran berupa

kesalahan berat yang masuk dalam kategori perbuatan pidana. Hal tersebut

dikarenakan prinsip penyelesaian perselisihan melalui mediasi didasarkan pada

musyawarah dan kesepakatan para pihak, serta tujuan dari mediasi yaitu untuk

mencapai penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Jadi dalam penyelesaian perselisihan PHK karena pekerja melakukan

kesalahan berat dalam mediasi, ketentuan Surat Edaran Menakertrans Nomor:

SE. 1 3/MEN/SJ-HK/I/2005 tanggal 7 Januari 2005 yang dikeluarkan sebagai

akibat dibatalkannya Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-

I/2003 tanggal 28 Oktober 2004, yang menyatakan bahwa terhadap pekerja/buruh

yang diduga melakukan kesalahan berat harus diproses secara pidana terlebih

dahulu, baik atas laporan pengusaha atau pihak lainnya dan putusannya

menyatakan pekerja/buruh tersebut bersalah serta berkekuatan hukum tetap dapat

dikesampingkan, selama terjadi kesepakatan diantara para pihak dalam sidang

mediasi tersebut.

Setelah tercapai kesepakatan diantara para pihak, maka berdasarkan

ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang menyatakan bahwa jika

Page 111: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

85

dalam penyelesaian melalui mediasi mencapai kesepakatan harus dibuat

Perjanjian Bersama yang ditanda tangani oleh para pihak dan disaksikan oleh

mediator serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadian

Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk

mengadakan akta bukti pendaftaran.

Menurut hasil peneitian terhadap data 1.6.6 penyelesaian perselisihan PHK

di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Premium (SPBU) 44.53 3.05 Gembong Bojong

Sari Purbalingga secara mediasi telah menghasilkan kesepakatan yang dituangkan

dalam Perjanjian Bersama bahwa pekerja telah melanggar ketentuan dalam

Peraturan Perusahaan, sehingga pekerja tersebut telah melanggar ketentuan Pasal

161 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berkaitan dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada suatu

perusahaan, sesuai dengan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan maka pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon,

uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

Besarnya uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang

penggantian hak menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, adalah:

1. Besarnya uang pesangon (Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan):

a. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah; b. Masa kerja 1 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah; c. Masa kerja 2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah; d. Masa kerja 3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah; e. Masa kerja 4 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah; f. Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;

Page 112: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

86

g. Masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah; h. Masa kerja 7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah; i. Masa kerja 8 tahun lebih, 9 bulan upah.

2. Besaranya uang penghargaan masa kerja (Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan):

a. Masa kerja 3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah; b. Masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah; c. Masa kerja 9 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah; d. Masa kerja 12 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah; e. Masa kerja 15 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah; f. Masa kerja 18 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah; g. Masa kerja 21 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah; h. Masa kerja 24 tahun lebih, 10 bulan upah.

3. Uang penggantian hak (Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan):

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke

tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja; c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang ditetapkan

15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

Kewajiban yang harus diberikan oleh pengusaha apabila terjadi PHK yang

disebabkan karena pekerja/buruh melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

dalam Peraturan Perusahaan (Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan), maka pekerja/buruh dapat diputus hubungan kerjanya

dengan memperoleh hak sebagaimana dalam ketentuan Pasal 161 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu mendapat

satu kali uang pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja dan uang

penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (2), Pasal 156 ayat (3),

Page 113: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

87

dan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Menurut hasil peneliatian data 1.7 pekerja yang telah diputus hubungan

kerjanya, memperoleh hak sebagai berikut:

a. Andri Nur P, dengan masa kerja 2 tahun 2 bulan

Uang Pesangon 3x Upah sebulan (Rp 765.000) = Rp 2.295.000,-

Uang Penggantian hak:

- Cuti perkawinan 3 hari Rp 30.600 = Rp 91.800.-

- Penggantian perumahan dll. 15% x 2.295.000 = Rp 344.250,-

- Cuti tahunan 10 hari x Rp 30.600 = Rp 306.000,-

Jumlah Total = Rp 3.037.050,-

b. Mei Teguh Nugroho, dengan masa kerja 2 tahun 2 bulan

Uang Pesangon 3x Upah sebulan (Rp 765.000) = Rp 2.295.000,-

Uang Penggantian hak:

- Penggantian perumahan dll. 15%x 2.295.000 = Rp 344.250,-

- Cuti tahunan 9 hari x Rp 30.600 = Rp 275.400,-

- Uang Margin bulan Sepetember 2011 = Rp 79.900,-

Jumlah Total = Rp 2.994.550,-

Hak-hak yang diterima oleh pekerja berdasarkan data 1.7 sebagaimana yang

didukung dengan data 2.3 yang merupakan hasil wawancara, dapat diketahui

belum sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 161 ayat (3) Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dari hasil penelitian tersebut diketahui

bahwa pekerja tidak memperoleh uang penghargaan masa kerja. Jadi pekerja

Page 114: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

88

hanya memperoleh uang pesangon dan uang penggantian hak. Meskipun dalam

pemberian hak kepada pekerja belum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi hal tersebut

merupakan hasil kesepakatan para pihak dalam sidang mediasi yang telah

dituangkan dalam Perjanjian Bersama.

Page 115: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Pelaksanaan penyelesaian perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

karena kesalahan berat pada tingkat mediasi di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Purbalingga telah sesuai dengan ketentuan dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial.

Dalam penyelesaian perselisihan PHK karena pekerja/buruh melakukan

kesalahan berat melalui mediasi tidak diperlukan adanya putusan pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap bahwa pekerja tersebut bersalah atau melakukan

pelanggaran berupa kesalahan berat yang masuk dalam kategori perbuatan pidana.

Jadi ketentuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 tanggal 28

Oktober 2004 dan ketentuan Surat Edaran Menakertrans Nomor: SE. 1 3/MEN/SJ-

HK/I/2005 tanggal 7 Januari 2005, dapat dikesampingkan.

Pemberian hak-hak yang diterima pekerja/buruh yang di PHK belum sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, namun hal tersebut merupakan kesepakatan para pihak dalam

sidang mediasi yang telah dituangkan dalam Perjanjian Bersama.

Page 116: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

B. Saran

Pemberian hak kepada pekerja belum sesuai dengan ketentuan dalam Pasal

161 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan hal tersebut, meskipun dalam pemberian hak tersebut merupakan

kesepakatan dari para pihak yaitu pengusaha dan pekerja, hendaknya pemberian

hak pekerja disesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 161 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena kesepakatan

seharusnya tidak boeh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Page 117: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

DAFTAR PUS TAKA

Buku Literatur

Asikin, Zainal, dkk. 1993. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Asyhadie, Zaeni. 2007. Hukum Perburuhan Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Agusmidah. 2010. Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Djumialdji, F.X. dan Wiwoho Soejono. 1985. Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila. Jakarta: Bina Aksara.

Farianto dan Darmanto Law Firm, 2009. Himpunan Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara PHI tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Disertai Ulasan Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Husni, Lalu. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di Luar Pengadilan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

____ . 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Khakim, Abdul. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Manulang, Sendjun H. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal Hukum Sebagai Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

Mulyadi, Lilik dan Agus Subroto. 2011. Penyelesaian Perkara Pengadilan Hubungan Industrial dalam Teori dan Praktik. Bandung: Alumni.

Rusli, Hardijan. 2003. Hukum Ketenagakerjaan 2003. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1985. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Page 118: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

Soepomo, Iman. 1974. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan.

Page 119: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

. 1987. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan.

Sumitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika.

Wijayanti, Asri. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika.

Skripsi

Immanuel, Kevin. 2010. Mediasi Penyelesaian Perselisihan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Purwokerto, Universitas Jenderal Soedirman.

Purbo sari, Shinta, 2006. Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Karena Tindakan Indisipliner Pada PT. Indotama Omicron Kahar di Kabupaten Purworejo. Purwokerto, Universitas Jenderal Soedirman.

Peraturan Perundang-Undangan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6).

Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004 Atas Hak Uji Materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Hak Uji Materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 120: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

Kamus

Tim Penyusun&Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Internet

Puslitbang Hukum dan Peradilan M.A.R.I. 2007. Naskah Akademik Penyelesaian P e r s e l i s i h a n H u b u n g a n I n d u s t r i a l . http://www. litbangdiklatkumdil. net/publikasi-litbang/201-naskah-akademis-penyelesaian-perselisihan-hubungan-industrial. html diakses tanggal 13 April 2012.

Data Lain

Hennigusnia. PHK karena Kesalahan Berat. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Wawancara dengan Mediator Hubungan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purbalingga.

Page 121: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

SISTEMATIKA SKRIPSI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN

PRAKATA

ABSTRAK

ABSTRACT

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan

a. Pengertian Hukum Ketenagaerjaan

b. Sumber-sumber Hukum Ketenagakerjaan

c. Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan

2. Hubungan Kerja

3. Perselisihan Hubungan Indutrial

a. Pengertian Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

b. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

c. Mediasi Hubungan Industrial

Page 122: PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SAWITRI ALL_0.pdf · Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut ... 2

4. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

a. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

b. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

c. Pro sedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

BAB III METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

2. Spesifikasi Penelitian

3. Lokasi Penelitian

4. Sumber Data

5. Metode Pengumpulan Data

6. Metode Penyajian Data

7. Metode Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

B. S a ra n

DAFTAR PUSTAKA