BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja ....

56
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Tinjauan Pustaka 1.1.1. Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan sangat identik dengan membahas masalah konflik. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Ketenagakerjaan, perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 1 Dengan kata lain, perselisihan hubungan industrial dapat diakui sebagai kondisi dimana terdapatnya perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan kepentingan antara Pengusaha dengan Karyawan karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau perjanjian kerjasama. Perselisihan hubungan industrial merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat dalam perselisihan harus bersikap lapang dada serta berjiwa besar untuk menyelesaikan permasalahn yang dihadapi. Jenis perselisihan hubungan industrial meliputi empat macam, yakni: 1 Abdul khakim, Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014), cet-1 ed-IV , hlm. 143.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja ....

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.1. Tinjauan Pustaka

1.1.1. Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan sangat identik dengan membahas masalah konflik.

Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Ketenagakerjaan,

perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang

mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha

dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya

perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan

pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat

buruh hanya dalam satu perusahaan.1 Dengan kata lain, perselisihan

hubungan industrial dapat diakui sebagai kondisi dimana terdapatnya

perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan kepentingan antara

Pengusaha dengan Karyawan karena adanya perselisihan mengenai hak,

kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau perjanjian kerjasama.

Perselisihan hubungan industrial merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat dalam perselisihan harus bersikap

lapang dada serta berjiwa besar untuk menyelesaikan permasalahn yang

dihadapi. Jenis perselisihan hubungan industrial meliputi empat macam,

yakni:

1 Abdul khakim, Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2014), cet-1 ed-IV , hlm. 143.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

19

a. Perselisihan Hak

Yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat

adanya perbedaan pelaksanaan dan penafsiran terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan, PK, PP dan atau PKB.

b. Perselisihan Kepentingan

Yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak

adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan

syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam PK, PP, dan atau PKB.

c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian

pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh

salah satu pihak.

d. Perselisihan antar SP/SB hanya dalam Satu Perusahaan

Yaitu perselisihan antara SP/SB dengan SP/SB lain hanya dalam satu

perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham mengenai

keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Dari berbagai macam perselisihan hubungan industrial diatas, yang

terjadi antara Penggugat yaitu Sdr. Erikson Situmorang dengan Tergugat

dalam hal ini PT. Inti Komparindo Sejahtera merupakan perselisihan hak

yang kemudian memicu lahirnya perselisihan pemutusan hubungan kerja.

Perselisihan yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja/buruh harus segera

diselesaikan guna menghindari permasalahan yang berkepanjangan.

Perselisihan hubungan industrial dapat diselesaikan dengan beberapa tahap,

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

20

yaitu melalui bipartit, konsiliasi atau arbitrase, mediasi, dan yang terakhir

melalui pengadilan hubungan industrial.

1. Bipartit

Adalah tata cara atau proses perundingan yang dilakukan antara

dua pihak, yaitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau

SP/SB.2 Perundingan bipartit merupakan upaya musyawarah untuk

mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau SP/SB.

Dalam perundingan bipartit Kedua belah pihak diharapkan dapat

mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai

langkah awal dalam penyelesaian perselisihan. Apabila tercapai

kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka

tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI

wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan.

Perlunya mendaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari

kemungkinan salah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang

dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi. Apabila gagal

dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus

menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan

Tripartit.

2. Konsiliasi atau arbitrase

Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan,

perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah

2Ibid., hlm. 148.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

21

yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat

sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan

konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang

berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat

buruh hanya dalam satu perusahaan. Anjuran yang dikeluarkan oleh

mediator bersifat tidak mengikat.

Apabila dalam konsiliasi, anjurannya bersifat tidak mengikat maka

pada arbitrase anjurannya bersifat mengikat. Arbitrase adalah

penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar

Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para

pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan

kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang

berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk

memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan

perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu

perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang

putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

3. Mediasi

Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

22

antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui

musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang

netral. mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung

jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai

mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan

mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada

para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak,

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan

perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu

perusahaan.

4. Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang

dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa,

mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan

industrial. Dalam hal tidak tercapai penyelesaian melalui konsiliasi atau

mediasi, salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan gugatan

kepada pengadilan hubungan industrial (PHI). Penyelesaian perselisihan

hubungan industrial melalui pengadilan ditempuh sebagai alternatif

terakhir dan secara hukum ini bukan merupakan kewajiban bagi para

pihak yang berselisih melainkan merupakan hak.

Dalam hal terjadi perselisihan hubungan industrial akan lebih baik

apabila diselesaikan dengan perundingan antar pihak yang berselisih terlebih

dahulu. Karena sebelum para pihak mengajukan gugatan ke PHI, maka harus

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

23

menempuh upaya penyelesaian di luar pengadilan, diantaranya mediasi atau

konsiliasi.

2.1.2. Macam-Macam Mutasi

Mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan

proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan

tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang

bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat

memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada organisasi.3

Dengan kata lain, mutasi pegawai adalah proses pemindahan kerja seorang

atau beberapa orang pekerja/buruh dalam lingkup organisasi yang masih sama

dengan sebelumnya pada level atau jabatan yang masih tetap sama.

Mutasi atau perpindahan jabatan/pekerjaan merupakan fenomena yang

biasa terjadi pada suatu perusahaan. Perubahan posisi jabatan/pekerjaan di

sini masih dalam level yang sama dan juga tidak diikuti perubahan tingkat

wewenang, tanggung jawab, status, kekuasaan dan pendapatannya, yang

berubah dalam mutasi hanyalah bidang tugasnya. Mutasi seringkali dilakukan

atas keinginan/kebutuhan perusahaan atau atas keinginan karyawan sendiri.4

Mutasi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Dintinjau dari tempat kerja karyawan:

a. Mutasi antar urusan

b. Mutasi antar seksi

3 M Kadarsiman, Manajemen Kompensasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 68

4 Endang Sri Wahyuni,Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan

Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 87

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

24

c. Mutasi antar bagian

d. Mutasi antar biro

e. Mutasi antar instansi

2. Ditinjau dari tujuan dan maksud mutasi:

a. Production transfer, mutasi pada jabatan yang sama, karena

produksi di tempat yang lama menurun.

b. Replacement transfer, mutasi dari jabatan yang sudah lama

dipegang ke jabatan yang sama di bagian lain, untuk

menggantikan karyawan yang belum lama bekerja atau karyawan

yang diberhentikan.

c. Versatility transfer, mutasi dari jabatan yang satu ke jabatan lain

untuk menambah pengetahuan karyawan yang bersangkutan.

d. Shift transfer, mutasi dalam jabatan yang sama. Misalnya, shift A

(malam) pindah ke shift B (pagi).

e. Remedial transfer, mutasi karyawan ke bagian mana saja untuk

memupuk dan memperbaiki kerja sama antarkaryawan.

3. Ditinjau dari masa kerja karyawan

a. Temporary transfer, mutasi yang bersifat sementara untuk

mengganti karyawan yang cuti atau berhalangan.

b. Permanent transfer, mutasi yang bersifat tetap.

Ada tiga dasar/landasan pelaksanaan mutasi karyawan. Dasar/landasan yang

dimaksud adalah:

1. Merit system, adalah mutasi karyawan yang didasarkan atas landasan

yang bersifat ilmiah, objektif, dan hasil prestasi kerjanya. Merit

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

25

system atau carrer systemini merupakan dasar mutasi yang baik

karena:

a. Output dan produktivitas kerja meningkat.

b. Semangat kerja meningkat.

c. Jumlah kesalahan yang diperbuat menurun.

d. Absensi dan disiplin karyawan semakin baik.

e. Jumlah kecelakaan akan menurun.

2. Senior system, adalah mutasi yang didasarkan atas landasan masa

kerja, usia, dan pengalaman kerja dari karyawan bersangkutan. Sistem

mutasi seperti ini tidak objektif karena kecakapan orang yang

dimutasikan berdasarkan senioritas belum tentu mampu memangku

jabatan baru.

3. Spoil system, adalah mutasi yang didasarkan atas landasan

kekeluargaan. Sistem mutasi seperti ini kurang baik karena didasarkan

atas pertimbangan suka atau tidak suka (like or dislike).5

Dalam penerapan mutasi, perlu memperhatikan jabatan karyawan

yang dipindahkan harus bersamaan isinya dengan jabatan yang ditinggalkan,

metode melakukan pekerjaan harus sama antara yang satu dengan yang lain,

serta pejabat yang dimutasikan harus mempunyai pengalaman yang

memungkinkan mengerti dasar-dasar pekerjaan baru. Mutasi juga dapat

dilakukan kepada karyawan yang telah lalai melaksanakan tugasnya atau

tidak mampu melakukan tugasnya secara sempurna. Selain tujuan, mutasi

juga memiliki manfaat bagi karyawan.

5 Ibid., Hlm. 103

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

26

2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja

2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan hubungan kerja bukanlah hal yang diharapkan terjadi

terutama oleh pekerja/buruh, mengingat akibat terjadinya PHK

merupakan awal kesengsaraan pekerja/buruh dengan hilangnya

penghasilan untuk diri sendiri dan keluarganya. Undang-Undang

Ketenagakerjaan menyebutkan, pemutusan hubungan kerja adalah

pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang

mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh

dan pengusaha.6

Dalam hal pemutusan hubungan kerja karena berakhirnya waktu

yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan

permasalahan terhadap kedua belah pihak, karena para pihak telah

menyepakati kapan berakhirnya hubungan kerja tersebut. Namun lain

halnya terhadap pemutusan hubungan kerja yang disebabkan adanya

perselisihan, alasan PHK yang disebabkan adanya perselisihan akan

berdampak pada kedua belah pihak.

Bagi pekerja/buruh, PHK akan memberi pengaruh secara

psikologis, ekonomi dan finansial. Dan kehilangan pekerjaan bagi

pekerja/buruh berdampak pula bagi kehidupan keluarganya. Dalam

pembahasan PHK, erat hubungannya dengan PHK secara sepihak oleh

pihak pengusaha. Padahal PHK tidak hanya dapat dilakukan oleh

pengusaha melainkan dapat pula dilakukan oleh pekerja/buruh. Secara

6 Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

27

normatif, PHK dikuatkan dengan adanya suatu ketetapan dari lembaga

yang dikenal dengan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan

industrial.

Dengan demikian ruang lingkup permasalahan atau perselisihan

hubungan industrial dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:

1. Subyek perselisihan

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang

Perselisihan Perburuhan yang menjadi subyek adalah

pengusaha dan pekerja/serikat pekerja/gabungan serikat

pekerja.

2. Obyek perselisihan

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 yang

menjadi obyek perselisihan adalah syarat-syarat kerja, norma-

norma kerja, hubungan kerja dan kondisi kerja.

2.1.3.2. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 prosedur PHK

dibagi menjadi beberapa tahap, yakni:7

1. Prosedur PHK secara Umum

a. Sebelumnya semua pihak (pengusaha, pekerja/buruh, SP/SB) harus

melakukan upaya untuk menghindari terjadinya PHK ( Pasal 151

ayat (1) ).

b. Jika tidak dapat dihindari, pengusaha dam SP/SB mengadakan

perundingan ( Pasal 151 ayat (2) ).

7 Abdul Khakim, op.cit., 2014, hlm. 186.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

28

c. Jika perundingan berhasil, membuat persetujuan bersama.

d. Jika tidak berhasil, pengusaha mengajukan permohonan penetapan

secara tertulis disertai dasar dan alasan-alasannya kepada PHI

(Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 152 ayat (1)).

e. Selama belum ada penetepan/putusan dari lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial, kedua pihak tetap melaksanakan

segala kewajiban masing-masing. Dimana pekerja/buruh tetap

menjalankan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah (Pasal

155 ayat (2)).

f. Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan

huruf e berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang

sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah

beserta hak-hak lainnya yanng biasa diterima oleh pekerja/buruh.

2. Prosedur PHK oleh Pengusaha

Prosedur PHK oleh pengusaha terbagi dalam dua macam, yakni:

a. PHK karena Kesalahan Ringan

Dalam praktik prosedur PHK karena kesalahan ringan biasanya

diatur dalam PK, PP, atau PKB.8 Hal ini perlu dilakukan untuk

keabsahan prosedur tersebut, yaitu:

1). Biasanya diawali dengan adanya peringatan lisan, kemudian

peringatan tertulis kesatu, kedua dan ketiga. Peringatan tertulis

secara bertahap tidaklah bersifat mutlak, bergantung tingkat

kesalahan yang dilakukan pekerja/buruh dan urgensinya bagi

8 Ibid., hlm. 189.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

29

perushaan. Masa berlaku masing-masing peringatan biasanya

enam bulan, kecuali diatur lain dalam PK, PP, atau PKB.

2). Apabila masih dalam tenggang waktu berlakunya

peringatan tertulis ketiga (terakhir) ternyata pekerja/buruh

melakukan kesalahan lagi, pengusaha secara langsung dapat

melakukan PHK kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

3). Apabila PHK dapat diterima oleh pekerja/buruh yang

bersangkutan, buat perjanjian bersama untuk dasar permohonan

penetapan ke PHI.

4). Apabila PHK tidak dapat diterima oleh pekerja/buruh yang

bersangkutan, salah satu pihak atau para pihak menempuh

mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004.

Perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan

dapat terjadi karena didahului oleh pelanggaran hukum dan dapat juga

terjadi bukan karena pelanggaran hukum, misalnya terjadi

ketidakpahaman dalam perubahan syarat-syarat kerja. Kemudian

pekerja/buruh menolak menaati perintah setelah diberikan surat

peringatan hingga 3 kali berturut-turut sehingga melanggar ketentuan

yang telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama, PP dan atau

PK.

b. PHK karena Kesalahan Berat

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

30

Sejak terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia Perkara No. 012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004

atas Hak Uji Materiil Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan terhadap UUD RI Tahun 1945, maka PHK oleh

pengusaha kepada pekerja/buruh yang melakukan kesalahan berat

hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hakim pidana yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.9 Mengingat hubungan

kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh merupakan hubungan

keperdataan, maka dalam praktik proses PHK karena kesalahan

berat tidak harus selalu melalui proses pidana tetapi juga bisa

langsung dilakukan PHK. Akibatnya, terjadi perselisihan PHK

tersebut, maka penyelesaiannya ditempuh melalui mekanisme

penyelesaian perselisihan hubngan industial sebagaimana UU No.

2 Tahun 2004.

c. Prosedur PHK oleh Pekerja/buruh

Sebagaimana uraian sebelumnya bahwa PHK oleh

pekerja/buruh itu terbagi dan disebabkan oleh dua hal masing-

masing memiliki prosedur yang berbeda, yaitu:10

1. Prosedur PHK karena Permintaan Pengunduran Diri

Diatur dalam Pasal 162 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003

sebagai berikut:

9 Ibid., hlm., 190.

10 Ibid., hlm., 191.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

31

a). Diajukan secara tertulis kepada pengusaha selambat-

lambatnya tiga puluh hari sebelum tanggal mulai

pengunduran diri.

b). Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan pengunduran

diri.

c). Tetap menjalankan kewajibannya sampai tanggal

mulai pengunduran diri.

Prosedur terperinci dapat diatur lebih lanjut dalam PK, PP, atau

PKB.

d. Prosedur PHK karena permohonan kepada pengadilan

hubungan industrial.

Pasal 169 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

mengatur bahwa pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan

pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial. Prosedurnya adlaah melalui

upaya penyelesaian perundingan bipartit, konsiliasi, arbitrase,

ataupun mediasi, kemudian mengajukan gugatan pada pengadilan

hubungan industrial.

Dalam PHK oleh pekerja/buruh, disini buruh aktif meminta

diputuskan hubungan kerjanya. PHK oleh pekerja/buruh dapat

dilakukan karena pekerja/buruh mengundurkan diri, pekerja/buruh

tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja disebabkan adanya

perubahan status, penggabungan, peleburan dan perubahan

kepemilikan perusahaan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

32

Pada prakteknya, PHK oleh pekerja/buruh jarang terjadi. Hal

ini dikarenakan rendahnya pengetahuan pekerja/buruh mengenai

hukum ketenagakerjaan, selain itu juga karena faktor lebih

perbandingan antara lapangan kerja yang tersedia lebih sedikit dari

jumlah pekerja/buruh yang ada.

2.1.4.Hak-Hak dalam Pemutusan Hubungan Kerja

Hak-hak dalam PHK yang masih relevan tercantum pada Pasal 1

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep.150/Men/200011

, yaitu:

1. Uang pesangon

Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai

akibat adanya PHK.

2. Uang Penghargaan Masa Kerja

Yaitu uang jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 12

Tahun 1964 sebagai penghargaan pengusaha kepada pekerja yang

dikaitkan dengan lamanya masa kerja.

3. Ganti Kerugian/ Uang Penggantian Hak

Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai

penggantian istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ke

tempat di mana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasililtas

perumahan, dan lain-lain yang ditetapkan oleh P4D/P4P sebagai akibat

adanya pengakhiran hubungan kerja.

11

Ibid., hlm., 192.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

33

Adapun formulasi besarnya uang pesangon, uang penghargaan masa

kerja, dan ketentuan uanng penggantian hak menurut UU Ketenagakerjaan

tercantum pada tabel-tabel berikut:

Tabel 1

Formulasi Uang Pesangon

Menurut Pasal 156 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 2003

No. Masa Kerja Uang Pesangon

1. Masa kerja < 1 tahun 1 bulan upah

2. Masa kerja 1 tahun - < 2 tahun 2 bulan upah

3. Masa kerja 2 tahun - < 3 tahun 3 bulan upah

4. Masa kerja 3 tahun - < 4 tahun 4 bulan upah

5. Masa kerja 4 tahun - < 5 tahun 5 bulan upah

6. Masa kerja 5 tahun - < 6 tahun 6 bulan upah

7. Masa kerja 6 tahun - < 7 tahun 7 bulan upah

8. Masa kerja 7 tahun - < 8 tahun 8 bulan upah

9. Masa kerja 8 tahun atau lebih 9 bulan upah

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

34

Tabel 2.

Formulasi Uang Penghargaan Masa Kerja

Menurut Pasal 156 Ayata (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

No. Masa Kerja Uang Perhargaan Masa Kerja

1. Masa kerja 3 tahun - < 6 tahun 2 bulan upah

2. Masa kerja 6 tahun - < 9 tahun 3 bulan upah

3. Masa kerja 9 tahun - < 12 tahun 4 bulan upah

4. Masa kerja 12 tahun - < 15 tahun 5 bulan upah

5. Masa kerja 15 tahun - < 18 tahun 6 bulan upah

6. Masa kerja 18 tahun - < 21 tahun 7 bulan upah

7. Masa kerja 21 tahun - < 24 tahun 8 bulan upah

8. Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah

Tabel 3.

Komponen Uang Penggantian Hak

Menurut Pasal 156 Ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

No. Komponen Uang Penggantian Hak Keterangan

1. Cuti tahunan yang belum diambil.

2. Biaya atau ongkos pulang untuk

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

35

pekerja/buruh dan keluarganya ke

tempat di mana pekerja/buruh diterima

bekerja.

3. Penggantian perumahan serta

pengobatan dan perawatan ditetapkan

15% dari uang pesangon dan atau

uang penghargaan masa kerja bagi

yang memenuhi syarat.

Bagi yang tidak berhak uang

pesangon dan atau uang

penghargaan masa kerja,

otomatis tidak berhak atas

uang penggantian ini.

4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam

PK, PP atau PKB.

Tabel 4.

Komponen Hak PHK Berdasarkan Alasan PHK

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

No. Asalan PHK Komposisi

Hak PHK

Keterangan

1. Pekerja/buruh melakukan kesalahan

berat.

PH*) Pasal 158 ayat

(1)

2. Pekerja/buruh melakukan pelangg-

aran terhadap PK, PP, PKB, atau

ketentuan perundang-undangan.

Psg + PMK +

PH

Pasl 161 ayat

(3)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

36

3. Ditahan pihak berwajib dan tidak

dapat melakukan pekerjaan setelah

enam bulan atau dinyatakan salah

oleh pengadilan.

PMK + PH Pasal 160 ayat

(7)

4. Mengundurkan diri secara baik atas

kemauan sendiri.

PH*) Pasal 162 ayat

(1)

5.

Perubahan status, penggabungan,

atau peleburan perusahaan, tetapi:

a). Pekerja/buruh tidak bersedia

melanjutkan hubungan kerjanya.

b). Pengusaha tidak bersedia

menerima pekerja/buruh di

perusahaannya

Psg + PMK +

PH

2 (Psg) +

PMK + PH

Pasal 163 ayat

(1)

Pasal 163 ayat

(2)

6. Perusahaan tutup karena merugi dua

tahun terus-menerus atau keadaan

memaksa (force majeure).

Psg + PMK +

PH

Pasal 164 ayat

(1)

7. Perusahaan tutup bukan karena

merugi atau keadaan memaksa (force

majeure), melainkan karena efisiensi.

2 (Psg) +

PMK + PH

Pasal 164 ayat

(3)

8. Perusahaan pailit. Psg + PMK +

PH

Pasal 165

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

37

9. Pekerja/buruh meninggal dunia 2 (Psg) +

PMK + PH

Pasal 166

10. Pekerja/buruh memasuki usia

pensiun:

a). Ada program pensiun, dan

iuran/premi ditanggung sepenuhnya

oleh pengusaha

b). Tidak ada program pensiun

**)

2 (Psg) +

PMK + PH

Pasal 167 ayat

(1)

Pasal 167 ayat

(5)

11. Pekerja/buruh mangkir 5 hari atau

lebih berturut-turut.

PH*) Pasal 168 ayat

(3)

12. Pelanggaran yang dilakukan oleh

pengusaha

2 (Psg) +

PMK + PH

Pasal 169 ayat

(2)

13. Pekerja/buruh sakit berkepanjangan,

cacat tetap akibat kecelakaan kerja,

dan tidak dapat melakukan pekerjaan

melebihi 12 bulan.

2 (Psg) + 2

(PMK) + PH

Pasal 172

Keterangan:

Psg = Uang Pesangon

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

38

PMK = Uang Penghargaan Masa Kerja

PH = Uang Penggantian Hak

*) ditambah uang pisah bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak

mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, yang besaran dan

pelaksanaannya diatur dalam PK, PP, atau PKB.

**) berhak jaminan atau manfaat pensiun, tetapi tidak berhak uang pesangon,

uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dengan catatan:

1. Jika nilai jaminan atau manfaat pensiun ternyata lebih kecil dari 2 (Psg) +

PMK + PH, maka selisihnya harus dibayar pengusaha (Pasal 167 ayat (2)).

2. Jika iuran/premi pensiun dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, yang

diperhitungkan dengan uang pesangon ialah iuran/premi yang dibayar oleh

pengusaha (Pasal 167 ayat (3)).

2.1.5.Teori-Teori Keadilan

Dalam masalah penegakan hukum, pemaknaan keadilan dalam

penanganan sengketa-sengketa hukum ternyata masih menjadi perdebatan.

Banyak pihak yang merasakan dan menilai bahwa lembaga pengadilan kurang

adil karena terlalu sarat dengan prosedur, formalistis, kaku dan lamban dalam

memberikan putusan terhadap suatu sengketa. Agaknya faktor tersebut tidak

lepas dari cara pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-

prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum.12

2.1.5.1. Teori Keadilan John Rawls

12

Karen Lebacqz, Teori-Teori Keadilan, (Bandung: Nusa Media, 2013), Cet. IV, hlm. 3.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

39

Rawls dikenal sebagai salah seorang filsuf Amerika

kenamaan di akhir abad ke-20 di dalam bidang filsafat politik.

John Rawls dikenal sebagai seorang filsuf yang secara keras

mengkritik ekonomi pasar bebas. Baginya pasar bebas

memberikan kebebasan bagi setiap orang, namun dengan

adanya pasar bebas maka keadilan sulit untuk ditegakkan.13

Oleh karena hal ini, ia mengembangkan sebuah teori yang

disebut teori keadilan. Karya-karyanya antara lain A Theory of

Justice, PoliticalLiberalism, dan The Law of Peoples. Didasari

oleh telaah pemikiran lintas disiplin ilmu secara mendalam,

John Rawls dipercaya sebagai salah seorang yang memberi

pengaruh pemikiran cukup besar terhadap diskursus mengenai

nilai-nilai keadilan hingga saat ini.

Di dalam buku A Theory of Justice, John Rawls

mencoba untuk menganalisa kembali permasalahan mendasar

dari kajian filsafat politik dengan merekonsiliasikan antara

prinsip kebebasan dan prinsip persamaan.14

Rawls mengakui

bahwa karyanya tersebut sejalan dengan tradisi kontrak sosial

(social contract). Rawls berpendapat bahwa keadilan adalah

kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social

institutions). Akan tetapi, menurutnya, kebaikan bagi seluruh

masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggangu

13

A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm.153. 14

John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. II, hlm. 13.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

40

rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa

keadilan, khususnya masyarakat lemah. Oleh karena itu,

sebagian kalangan menilai cara pandang Rawls sebagai

perspektif “liberal-egalitarian of social justice”.

Liberalisme Egalitarian dapat didefinisikan secara baik

sebagai doktrin politik yang menyatakan bahwa semua orang

harus diperlakukan secara setara dan memiliki hak-hak politik,

ekonomi, sosial, dan sipil yang sama.15

Atau dalam pengertian

filsafat sosial penganjur penghapusan kesenjangan ekonomi

antara orang-orang atau adanya redistribusi/desentralisasi

kekuasaan. Dalam hal demikian ini dianggap oleh beberapa

pihak dianggap sebagai keadaan alami dari sebuah masyarakat.

Rawls mengajukan sebuah teori alternatif mengenai

keadilan dengan menghindari kelemahan utilitarianisme dan

tetap mempertahankan kekuatan yang sama.16

Utilitarianisme

adalah suatu paham yang memandang bahwa kegunaan suatu

hal bisa dimaksimalkan bukan hanya pada saat ini, tetapi juga

buat masa yang akan datang.17

Teori ini adalah bentuk etika

normatif yang memaksimalkan keabahagiaan dan mengurangi

penderitaan, serta mengupayakan kebaikan terbesar dalam

jumlah terbesar. Untuk menilai baik buruknya, adil atau

15

Arneson Richard, "Egalitarianism", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (2002.) Web: «http://plato.stanford.edu/entries/egalitarianism. Pada tanggal 10 Nopember 2017 pukul 19.00. 16

John Rawls, 2011, op.cit., hlm. 18. 17

Ibid., hlm. 18.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

41

tidaknya hukum tergantung apakah hukum mampu

memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak untuk

menciptakan utilitas yang lebih besar skalanya, maka

diperlukan pengorbanan kebahagiaan yang lebih besar untuk

generasi mendatang.18

Hal ini tidak dapat dibenarkan seluruhnya karena bukan

hal yang baik jika harus menguras sumber daya yang ada saat

ini secara berlebihan, dan meninggalkan hutang yang

menumpuk kepada generasi yang akan datang. Dengan

demikian kelemahan utilitarianisme adalah bisa menimbulkan

ketidak adilan bagi yang kurang beruntung untuk

mengorbankan kesejahteraan mereka demi mayoritas. Keadilan

sebagai kesetaraan berakar di dua tempat yaitu teori kontrak

sosial Locke dan Rousseau dan deontologi Kant.19

2.1.5.2.Teori kontrak sosial J.J. Rousseau, Hobbes, dan John

Locke

Teori kontrak sosial merupakan teori yang menyatakan

bahwa terbentuknya negara itu disebabkan oleh adanya

keinginan masyarakat untuk membuat kontrak sosial. Jadi,

sumber kewenangan berasal dari masyarakat itu sendiri.20

J.J

Rousseau beranggapan bahwa manusia merupakan sumber

18

Ibid., hlm. 19. 19

Karen lebacqz, 2013, op.cit., hlm. 50. 20

http://radhitisme.blogspot.com/2009/02/teori-kontrak-sosial-dari-hobbes-locke.html, pada tanggal 23 Nopember 2017 pukul 22.05.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

42

kewenangan. Pada kondisi alamiah antara manusia yang satu

dengan manusia lainnya tidaklah terjadinya perkelahian.

Manusia hidup aman, damai dan tentram. Namun seiring

waktu akan berubah karena faktor alam, fisik dan moral

menciptakan ketidaksamaan.

Ketidaksamaan inilah yang menyebabkan terjadinya

kekuasaan tunggal (otoriter) oleh sekelompok orang tertentu.

Hak istimewa yang dimiliki ini karena orang itu lebih kaya,

lebih dihormati, lebih berkuasa dan sebagainya.Untuk

menghadapi masalah yang semakin konkrit dan disparitas

antara manusia yang satu dengan lainnya inilah lahirnya Du

Contract Social.21

Kontrak sosial adalah kesepakatan yang

rasional untuk menentukan seberapa luas kebebasan warga

(yang pada asasnya tidak terbatas) dan dilain pihak seberapa

besar kewenangan pejebat negara (pada asasnya terbatas).

Kontrak sosial yang dibentuk atas kehendak bebas dari semua

(the free will all), untuk mamantapkan keadilan dan

pemenuhan moralitas yang tinggi.

Sementara Hobbes menyatakan secara kodrati manusia

itu sama satu dengan lainnya. Masing-masing mempunyai

hasrat dan keengganan yang menggerakkan tindakan mereka.

Bagi Hobbes, hasrat manusia tidak terbatas dan untuk

21

Susilo Basis, Teori Kontrak Sosial dari Hobbes, Locke, dan Rousseau, dalam jurnal masyarakat, kebudayaan dan politik. (Surabaya: FISIP Unair, 1998), hlm. 16.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

43

memenuhi hasrat itu, manusia mempunyai kekuatan. Dengan

menggunakan kekuatannya, maka akan terjadi benturan

kekuatan antar sesama manusia.22

Kontrak sosial Locke menyatakan kodrat manusia

adalah sama antara satu dengan lainnya. Perbedaannya dengan

Hobbes, Locke menyatakan bahwa ciri-ciri manusia tidaklah

ingin memenuhi hasrat dengan kekuatan tanpa mengindahkan

manusia lainnya. Menurut Locke, manusia dalam dirinya

mempunyai akal yang mengajar prinsip bahwa untuk menjadi

sama dan independen manusia tidak perlu melanggar dan

merusak kehidupan manusia lainnya.

Selain teori kontrak sosial diatas, terdapat Deontologi

Immanuel Kant yang juga menjadi dasar dari pemikiran Rawls.

Kant menyebutkan bahwa semua orang harus memiliki

kesempatan yang sama untuk mencapai status yang

diinginkan, karena ia memiliki suatu bakat,

kemampuan industri, dan anugrah, maka dari itu orang lain

tidak berhak menghalanginya dengan dalih hakistimewa

karena faktor keturunan.23

Berangkat dari kontrak sosial, Rawls menyebutkan

subyek utama dari prinsip keadilan sosial adalah struktur dasar

masyarakat, tatanan institusi-institusi sosial utama dalam satu

22

John Rawls, 2011, op.cit., hlm. 35. 23

Ibid., hlm. 319.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

44

skema kerja sama.24

Sebagaimana pada umumnya, setiap teori

kontrak pastilah memiliki suatu hipotesis dan tidak terkecuali

pada konsep Rawls mengenai keadilan. Dirinya berusaha untuk

memposisikan adanya situasi yang sama dan setara antara tiap-

tiap orang di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang

memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya,

seperti misalnya kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan,

kemampuan, kekuatan, dan lain sebagainya.25

Sehingga, orang-

orang tersebut dapat melakukan kesepakatan dengan pihak

lainnya secara seimbang. Kondisi demikianlah yang dimaksud

oleh Rawls sebagai “posisi asali”. Dalam posisi asali,

masyarakat memilih dari balik “selubung ketidaktahuan”.26

Selubung ketidaktahuan diterjemahkan sebagai posisi di mana

setiap orang harus mengesampingkan atribut-atribut yang

membedakannya dengan orang-orang lain, seperti kemampuan,

kekayaan, posisi sosial, pandangan religius dan filosofis,

maupun konsepsi tentang nilai.27

Selubung ketidaktahuan

berarti setiap pihak yang memilih prinsip-prinsip keadilan

tidak memiliki jenis pengetahuan tertentu yang dapat membuat

proses tawar menawar berjalan tidak adil.28

Untuk

mengukuhkan situasi adil tersebut perlu ada jaminan terhadap

sejumlah hak dasar yang berlaku bagi semua, seperti

24

Ibid., hlm. 65. 25

Ibid., hlm. 66. 26

Karen Lebacqz, 2013, op.cit., hlm. 50. 27

Ibid., hlm. 51. 28

Ibid., hlm. 51.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

45

kebebasan untuk berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan

berserikat, kebebasan berpolitik, dan kebebasan di mata

hukum.

Melalui dua teori tersebut, Rawls mencoba menggiring

masyarakat untuk memperoleh prinsip kesamaan yang adil.

Itulah sebabnya mengapa Rawls menyebut teorinya tersebut

sebagai “justice as fairness”. Rawls memahami keadilan

sebagai fairness, yaitu suatu teori keadilan yang

menggeneralisasikan dan mengangkat konsepsi tradisional

tentang kontrak sosial ke level abstraksi yang lebih tinggi.29

yang dimaksudkan dengan fairness oleh Rawls adalah posisi

asali dan selubung ketidaktahuan.

Berkaitan dengan kedua aspek keadilan tersebut Rawls

mengemukakan bahwa dalam kondisi asali dan

ketidakberpengetahuan tidak seorangpun tahu tempatnya,

posisi atau status sosialnya dalam masyarakat, tidak ada pula

yang tahu kekayaannya, kecerdasasannya, kekuatannya, tidak

seorangpun diuntungkan atau dirugikan.30

Setiap orang dalam

kondisi seperti itu memiliki peluang yang sama.

Rawls menjelaskan bahwa para pihak di dalam posisi

asali akan memilih dua prinsip yang agak berbeda, pertama,

adanya kesetaraan dalam penerapan hak dan kewajiban dasar;

29

John Rawls, 2011, op.cit., hlm. 156. 30

Karen Lebacqz, 2013, opi.cit., 51.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

46

kedua, ketimpangan sosial dan ekonomi, misalnya

ketimpangan kekayaan dan kekuasaan hanyalah jika mereka

menghasilkan kompensasi keuntungan bagi semua orang,

khususnya bagi anggota masyarakat yang paling tidak

beruntung.31

Prinsip pertama tersebut dikenal dengan persamaan

yang adil atas kesempatan. Prinsip ini memerlukan persamaan

atas hak dan kewajiban dasar, sementara pada prinsip kedua

dikenal dengan prinsip perbedaan yang berpijak dari hadirnya

kondisi ketimpangan sosial dan ekonomi yang kemudian

dalam mencapai nilai-nilai keadilan dapat diperkenankan jika

memberikan manfaat bagi setiap orang, khususnya terhadap

kelompok masyarakat yang kurang beruntung (the least

advantage).32

Artinya, orang-orang yang memiliki kompetensi,

kualitas dan mobilitas yang sama dapat menikmati kesempatan

yang sama pula, tidak boleh ada sistem yang mendiskriminasi

seseorang untuk mendapatkan kesempatan yang sama. Inti dari

teori ini, melekat pada profesi dan posisi yang terbuka bagi

semua orang dan menjamin persamaan peluang yang adil. Ide

tersebut berawal dari bantahan bahwa keturunan menentukan

posisi seseorang secara turun temurun. Prinsip perbedaan

31

John Rawls, op.cit., hlm. 16. 32

Ibid., hlm. 72.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

47

berangkat dari prinsip ketidaksamaan yang dapat dibenarkan

melalui kebijaksanaan terkontrol sepanjang menguntungkan

kelompok masyarakat yang lemah.

Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip tersebut,

Rawls meneguhkan adanya aturan prioritas ketika antara

prinsip satu dengan lainnya saling berhadapan. Jika terdapat

konflik di antara prinsip-prinsip tersebut, prinsip pertama

haruslah ditempatkan di atas prinsip kedua, sedangkan prinsip

persamaan kesempatan harus diutamakan dari prinsip

perbedaan.33

Dengan demikian, untuk mewujudkan masyarakat

yang adil Rawls berusaha untuk memposisikan kebebasan akan

hak-hak dasar sebagai nilai yang tertinggi dan kemudian harus

diikuti dengan adanya jaminan kesempatan yang sama bagi

setiap orang untuk menduduki jabatan atau posisi tertentu.

Pada akhirnya, Rawls juga menisbatkan bahwa adanya

pembedaan tertentu juga dapat diterima sepanjang

meningkatkan atau membawa manfaat terbesar bagi orang-

orang yang paling tidak beruntung.

Posisi asali merupakan status quo awal yang

menegaskan bahwa kesepakatan fundamental yang dicapai di

dalammnya adalah fair.34

Dalam posisi asali berbagai pihak

33

Ibid., hlm. 74. 34

Ibid., hlm. 74.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

48

adalah setara.35

Semua orang memiliki hak yang sama dalam

prosedur memilih prinsip; setiap orang bisa mengajukan usul,

menyampaikan penalaran atas penerimaan mereka. Dasar dari

kesetaraan adalah bahwa setiap orang memiliki konsepsi

mengenai kebajikan dan memiliki rasa keadilan. Oleh karena

itu, masing-masing orang dianggap memiliki kemampuan yang

dibutuhkan untuk memahami dan bertindak di atas prinsip

apapun yang digunakan. Salah satu bentuk keadilan sebagai

farirness adalah memandang berbagai pihak dalam situasi awal

sebagai rasional dan sama-sama netral.36

Menurut peneliti, kedua prinsip tersebut seperti dua

mata koin yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang

lainnya. Peran dari prinsip perbedaan pada prinsip persamaan

yang adil atas kesempatan adalah untuk menjamin bahwa

sistem kerja sama adalah salah satu keadilan prosedural murni

untuk membangun distribusi pendapatan dan kekayaan yang

adil. Kedua prinsip tersebut bermutualisme dan saling mengisi

kekurangannya. Dimana Rawls mencoba menjadi mediator

antara golongan kiri dan kanan, dan tidak ingin keadilan di

dominasi secara ekstrim oleh kapitalisme, tetapi tidak juga

mau memberikannya begitu saja kepada sosialisme.

35

Ibid., hlm. 75. 36

Karen Lebacqz, 2013, op.cit., hlm. 59.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

49

Rawls juga menjelaskan mengenai keadilan distributif.

Menurutnya keadilan harus dapat disalurkan dalam bentuk

pendapatan dan kekayaan, serta bukan merupakan target

individual.37

Masyarakatlah yang memiliki tugas untuk

mendistribusikan pendapatan dan kekayaan mereka kepada

orang-orang yang terikat kerja sama dengan mereka tanpa

memperhatikan mereka miskin atau tidak. Ide awal keadilan

distributif berangkat dari kondisi kesenjangan sosial yang

sangat tinggi antara pekerja dan majikan.38

Kaum-kaum

sosialis menyatakan bahwa kesenjangan sosial tersebut

berawal karena pekerja telah memiliki peran yang sangat besar

sebagai faktor produksi, sehiingga mereka memiliki hak atas

hasil produksi dan bukannya upah yang rendah.

Prinsip-prinsip keadilan yang disampaikan oleh John

Rawls pada umumnya sangat relevan bagi negara-negara dunia

yang sedang berkembang, seperti Indonesia. Relevansi tersebut

semakin kuat tatkala hampir sebagian besar populasi dunia

yang menetap di Indonesia masih tergolong sebagai

masyarakat kaum lemah yang hidup di bawah garis

kemiskinan.

Akan tetapi, apabila dicermati jauh sebelum terbitnya

karya-karya Rawls mengenai keadilan sosial, bangsa Indonesia

37

John Rawls, 2011, op.cit., 334. 38

Ibid., hlm. 335.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

50

sebenarnya telah menancapkan dasar kehidupan berbangsa dan

bernegaranya atas dasar keadilan sosial. Istilah “keadilan

sosial” disebutkan di dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD

1945.39

Dengan demikian, keadilan sosial telah diletakkan

menjadi salah satu landasan dasar dari tujuan dan cita negara

sekaligus sebagai dasar filosofis bernegara yang termaktub

pada sila kelima dari Pancasila. Artinya, memang sejak awal

the founding parents mendirikan Indonesia atas pijakan untuk

mewujudkan keadilan sosial baik untuk warga negaranya

sendiri maupun masyarakat dunia.40

Apabila disejajarkan antara prinsip keadilan Rawls dan

konstitusi, maka dua prinsip keadilan yang menjadi premis

utama dari teori Rawls juga tertera dalam konstitusi Indonesia.

Prinsip kebebasan yang sama tercermin dari adanya ketentuan

mengenai hak dan kebebasan warga negara yang dimuat di

dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, di antaranya yaitu

Pasal 28E UUD 1945. Begitu pula dengan prinsip kedua

bagian pertama sebagai prinsip perbedaan, Konstitusi

Indonesia mengadopsi prinsip yang sama pada Pasal 28H ayat

(2) UUD 1945. Dari sinilah dasar penerapan affirmative action

39

A. Suryawasita S.J., Asas Keadilan Sosial, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 86. 40

Ibid., hlm. 86.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

51

atau positive discrimination dapat dibenarkan secara

konstitusional.41

Berdasarkan penjabaran di atas, penulis memilih teori

Rawls dalam menganalisis perkara ini adalah karena Rawls

memandang berbagai pihak dalam situasi awal sebagai rasional

dan sama-sama netral. Di samping itu, Rawls juga menegaskan

prinsip perbedaan yang berangkat dari ketimpangan sosial

ekonomi. Dalam kasus ini, teori Rawls dianggap cocok karena

dalam menegakkan keadilan haruslah berdimensi kerakyatan.

Hal itu dapat diwujudkan dengan memberikan hak dan

kesempatan yang sama bagi setiap orang. Selain itu keadilan

harus mampu mengatur kesenjangan sosial ekonomi yang

terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat

timbal balik bagi setiap orang, baik bagi mereka yang berasal

dari kelompok beruntung ataupun tidak.

Terhadap prinsip persamaan kesempatan sebagai

prinsip kedua bagian kedua dari teori keadilan Rawls,

Konstitusi Indonesia secara tegas juga memberikan jaminan

konstitusi yang serupa, sebagaimana salah satunya termuat

pada Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.42

Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa terlepas dari adanya kesengajaan ataupun

tidak, Indonesia secara nyata telah memasukkan prinsip-

41

Ibid.,hlm. 87. 42

Ibid.,hlm. 88.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

52

prinsip keadilan yang digagas oleh John Rawls ke dalam

batang tubuh Konstitusi.

2.2. HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini di dasarkan pada data sekunder yaitu Putusan Tingkat 1

Nomor 05/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Pbr dan Putusan Tingkat Kasasi Nomor 667

K/Pdt.Sus-PHI/2016, yang akan diuraikan sebagai berikut:

2.2.1. Kasus Posisi PHK terhadap Sdr. Erikson Situmorang oleh PT. Inti

Komparindo Sejahtera

Adapun duduk perkara dalam kasus ini yaitu Sdr. Erikson Situmorang

selaku Penggugat telah bekerja di PT. Inti Komparindo Sejahtera, dalam hal

ini Tergugat, selama 5 tahun 11 bulan dengan jabatan terakhir karyawan

pemanen, dengan jumlah upah Rp. 1.875.000,- (Satu Juta Delapan Ratus

Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah) per bulan, ditambah tunjangan tetap berupa

Natura Beras sebesar 31,5 Kg/bulan, dengan harga beras Rp.8000,- /Kg

sebagaimana Peraturan Gubernur Riau No.29 Tahun 2014 tentang Upah

Minimum Sub Sektor Pertanian/Perkebunan Kelapa dan Kelapa Sawit Serta

Tanaman Karet Provinsi Riau Tahun 2014 Jo Kesepakatan Bersama antara

Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan-SPSI Propinsi Riau dengan

BKSPPS dan GAPKI Cabang Riau.

Kemudian pada tanggal 16 November 2013 Sdr. Erikson mendapatkan

Surat dari Tergugat agar yang bersangkutan yang telah di mutasikan dari

Afdeling 7.A ke Afdeling 2.A pindah rumah. Bahwa pada dasarnya

Penggugat tidak keberatan pindah rumah ke Afdeling 2.A tempat Penggugat

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

53

di mutasikan, namun karena anak Penggugat kebetulan sudah kelas VI SD

yang sebentar lagi akan melaksanakan Ujian Nasional maka tidak

memungkinkan lagi untuk dipindahkan sekolahnya, maka Sdr. Erikson

menjumpai Pimpinannya agar untuk sementara waktu sampai anaknya selesai

Ujian Nasional diperbolehkan melaju setiap pagi dari tempat biasa ke tempat

Penggugat dimutasikan, mengingat apabila harus pindah rumah maka terpaksa

anaknya juga harus dipindahkan sekolahnya karena lokasi sekolah di Afdeling

7.A sudah berbeda dengan Lokasi Sekolah di Afdeling 2.A, dimana Afdeling

7.A bersekolah ke SD Danau Lancang Kec. Tapung Hulu, Kab. Kampar,

Provinsi Riau. Sedangkan Afdeling 2.A bersekolah ke SD Kota Baso,

Kecamatan baso, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, yang

mempunyai jarak + 15 KM, begitu juga angkutan sekolah yang ada dari

Afdeling 7.A hanya ke SD Danau Lancang, sedangkan angkutan sekolah dari

Afdeling 2.A hanya ke SD Kota Baso, namun aspirasi yang disampaikan

tidak disetujui oleh Tergugat.

Pada tanggal 12 Desember 2013 dan tanggal 2 Januari 2014 Sdr.

Erikson menerima Surat Peringatan I dan II dari Tergugat dengan alasan tidak

pindah rumah, dan atas Surat Peringatan tersebut, maka Penggugat mencoba

menjumpai dan berkonsultasi dengan Wali kelas dan Kepala Sekolah SD

Danau Lancang tempat anaknya bersekolah, namun Wali Kelas dan Guru

Kepala Sekolah menyarankan agar anaknya tidak dipindahkan karena

sebentar lagi akan dilaksanakan Ujian Nasional dimana Nomor Induk Sekolah

Nasional (NISN), Nomor Ujian dan juga lokasi tempat ujian Nasional sudah

ditentukan oleh Dinas Pendidikan.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

54

Penggugat kembali menjumpai Tergugat agar sampai anaknya selesai

melaksanakan Ujian Nasional tetap diperbolehkan menempati rumah yang

sedang ditempati dan berangkat kerja dengan melaju pakai sepeda motornya,

namun permohonan Penggugat tersebut tetap tidak disetujui oleh Tergugat.

Kemudian tepatnya tanggal 8 Januari 2014 Tergugat kembali menyampaikan

Surat Peringatan III kepada Penggugat dimana alasannya tetap karena tidak

bersedia pindah rumah, padahal selama Penggugat bekerja melaju pakai

sepeda motornya, tidak pernah terlambat atau mengganggu pekerjaannya.

Pada tanggal 26 April 2014, Tergugat justru menyampaikan Surat

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada Penggugat dengan alasan tidak

pindah rumah maka Penggugat dianggap membangkang terhadap pimpinan

dan di PHK terhitung tanggal 28 April 2014. Bahwa atas permasalahan

tersebut, Penggugat dan Tergugat telah melakukan Perundingan Bipartit,

namun tidak menghasilkan suatu kesepakatan, karena Tergugat tetap tidak

mau lagi untuk mengerjakan Penggugat. Atas dasar tersebut, Sdr. Erikson

Situmorang menggugat PT. Inti Komparindo Sejahtera ke Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Bahwa dalam gugatannya Penggugat menyatakan hubungan kerja

antara Penggugat dan Tergugat adalah perjanjian kerja yang sah menurut

UUK. Menyatakan bahwa tindakan Tergugat telah nyata-nyata bertentangan

dengan hukum yang berlaku, yaitu:

1. Memberikan Surat Peringatan terhadap pekerja yang telah bekerja 7

(tujuh) Jam sehari 40 (empat puluh) jam seminggu, dan melakukan

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

55

Pemutusan Hubungan Kerja karena tidak pindah rumah karena

menunggu anak Penggugat selesai Ujian Nasional, tanpa memberikan

solusi dan jalan keluar tentang Transportasi atau Pengangkutan anak

Penggugat dari tempat Mutasi ketempat sekolah yang seharusnya

halangan tersebut masih dapat dihindari oleh Tergugat;

2. Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja sepihak tanpa adanya

perundingan dan proses serta Penetapan Pengadilan Hubungan

Industrial bertentangan dengan Pasal 151, 155, dan Pasal 170 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;

3. Tidak melakukan Kewajibannya selaku pengusaha dengan melarang

Penggugat untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana biasanya,

sampai ada keputusan yang berkekuatan tetap tentang perselisihan

antara Tergugat dengan Penggugat;

4. Menghentikan Upah, dan melarang Penggugat untuk melakukan

Pekerjaan, dan tanpa memberikan hak-hak Penggugat berupa Uang

Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak

15% dari jumlah Pesangon dan Uang Penghargaan masa kerja serta

sisa Cuti Tahunan yang belum dijalani Penggugat sebanyak 6 (enam)

hari di tahun 2013 dan 4 (empat) hari tahun 2014.

Menyatakan bahwa PHK yang dilakukan Tergugat batal demi hukum

dan mengumumkan PHK berlaku sejak putusan dibacakan. Selain itu,

Penggugat menuntut hak untuk memperoleh Upah sebelum Putusan PHI

ditetapkan Bulan Februari s/d Juli 2014 sebesar 6 (enam) bulan Upah (Sebesar

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

56

Upah Skorsing) dan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja serta

Uang Penggantian Hak.

Terhadap gugatan Penggugat, Tergugat mengajukan jawaban

tertanggal 3 Februari 2016, dengan mengemukakan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi menolak gugatan

para Penggugat untuk seluruhnya terkecuali yang secara tegas diakui

dalam jawaban pokok perkara ini.

2. Bahwa benar Penggugat telah dimutasi dan karena jarak tempuh untuk

pergi bekerja ke tempat yang baru sangatlah jauh maka Tergugat

memerintahkan Penggugat untuk segera pindah ke rumah yang telah

disediakan Tergugat di tempat yangbaru.

3. Bahwa Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi melakukan

pemutusan hubungan kerja terhadap Tergugat Rekonvensi/Penggugat

Konvensi dengan alasan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi

telah melanggar aturan kerja yaitu sering terlambat kerja dan menolak

menempati rumah yang telah disediakan perusahaan di tempat yang

baru.

4. Bahwa sebelum Penggugat Rekonvensi melakukan pemutusan

hubungan kerja terhadap para Tergugat Rekonvensi, Penggugat

Rekonvensi telah memberikan pembinaan dan memberikan Surat

Peringatan sesuai aturandari Pasal 161 UU.No.13 Tahun 2013

Tentang Ketenagakerjaan namun Tergugat Rekonvensi tidak merubah

sikapnya.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

57

5. Bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Penggugat

Rekonvensi/Tergugat Konvensi terhadap Tergugat

Rekonvensi/Penggugat Konvensi telah berlandaskan ketentuan yang

berlaku, baik aturan dalam perusahaan maupun peraturan perundang-

undangan terkait.

Terhadap Jawaban Tergugat, Penggugat mengajukan Replik pada

tanggal 10 Februari 2016 dan atas Replik tersebut Tergugat tidak

mempergunakan haknya untuk mengajukan Duplik. Dan untuk

mempertahankan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan

fotocopy bukti-bukti Surat yang telah dibubuhi meterai secukupnya yakni

Bukti P-1 dan P-2 berikut 3 (tiga) orang saksi.

2.2.1.1.Pertimbangan Hukum dan Isi Putusan Majelis Hakim Pengadilan

Hubungan Industrial Tingkat I pada Putusan Nomor 05/Pdt.Sus-

PHI/2016/PN.Pbr

2.2.1.1.1. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Dasar Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara antara

Erikson Situmorang dengan PT. Inti Komparindo Sejahtera tentang PHK

secara sepihak, diuraikan sebagai berikut:

1. Majelis Hakim mempertimbangkan kesesuaian alasan-alasan PHK

yang dilakukan Tergugat dengan ketentuan yang berlaku, kemudian

Majelis juga mempertimbangkan kelanjutan Hubungan Kerja yang

menjadi hak-hak para Pihak.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

58

2. Tergugat menyangkal kebenaran Gugatan Penggugat oleh karena itu

menurut ketentuan pasal 283 RBg Jo Pasal 1865 KUH Perdata,

Penggugat sebagai pihak yang mendalilkan dibebani kewajiban untuk

membuktikan dalil-dalil gugatannya sedangkan pihak Tergugat dapat

mengajukan bukti lawan (legen bewijs).

3. Menurut asas Eines Manres Rede Ist Keines Mannes atau Azas Audi et

alteram Partem, mengatakan bahwa “Penggugat tidak diwajibkan

membuktikan kebenaran sangkalan Tergugat, demikian pula

sebaliknya, Tergugat tidak diwajibkan untuk membuktikan kebenaran

peristiwa yang diajukan oleh Penggugat”, maka dengan demikian asas

dan pendapat tersebut menempatkan kedua pihak memiliki kedudukan

prosesuil yang sama di hadapan Pengadilan dengan demikian

berdasarkan asas dan pendapat ini pembagian beban pembutkian harus

dilakukan secara patut.

4. Pembebanan pembuktian terhadap perkara aquo harus dilakukan

secara patut, yakni terhadap pihak yang paling mungkin untuk

membuktikan atau terhadap pihak yang paling sedikit dirugikan dalam

proses membuktikan, kepadanyalah patut dibebankan pembuktian.

5. Bahwa Penggugat telah menjalankan mutasi yang diperintahkan oleh

Tergugat, maka mutasi kerja tersebut harus dikategorikan sebagai

perintah yang patut, layak dan wajar. Namun dalam

perkembangannya, perintah mutasi tersebut harus diikuti pula oleh

perintah untuk meninggalkan rumah dinas, yang dalam point ini

Penggugat merasa keberatan, untuk mana Majelis akan

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

59

mempertimbangkan penolakan Penggugat pindah dari rumah dinas

tersebut.

6. Bahwa proses perpindahan anak Penggugat ke sekolah baru pada

kelas terakhir dalam jenjang Sekolah Dasar tersebut, sedemikian sulit

dan riskannya sehingga dengan demikian wajarlah bagi Penggugat

untuk tidak memindahkan anaknya dari Sekolah lama ke Sekolah

Baru.

7. Bahwa Permohonan Penggugat untuk menunda Pindah dari rumah

dinas tersebut mengingat anak Penggugat yang sudah kelas VI SD

tidak memungkinakan untuk pindah sekolah dan anak Penggugat

bersekolah di SD Danau Lancang, jika pindah rumah maka Anak

Penggugat harus bersekolah di SD Kota Baso sedangkan angkutan

anak Sekolah dari Afdeling 2.A (tempat Penggugat dimutasi) hanya

ada ke Kota Baso dan angkutan anak Sekolah dari Afdeling 7.A

(rumah dinas Penggugat) hanya ke SD Danau Lancang.

8. Berdasarkan hal tersebut, dihubungkan dengan sarana transportasi

yang tersedia serta jauhnya jarak sekolah bagi seorang anak Sekolah

Dasar, Majelis Hakim menyatakan bahwa alasan Penggugat untuk

memohon tidak dilakukan pindah rumah sembari menunggu anaknya

menyelesaikan Ujian Nasionalnya, patut untuk dipertimbangkan

sebagai alasan yang logis, untuk mana Tergugat dapat mencarikan

solusi yang terbaik.

9. Phrase Perjanjian Kerja mengisyaratkan adanya kesetaraan antara

pengusaha dan pekerja/buruh yang bermotifkan mutualisme atau

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

60

saling menguntungkan, yaitu pengusaha membutuhkan pekerja/buruh

yang produktif sedangkan pekerja/buruh membutuhkan pengusaha

yang solutif.

10. Mutasi Pekerjaan merupakan perintah yang berkaitan dengan teknis

pekerjaan Penggugat sedangkan perintah pindah rumah tidak

berkaitan langsung dengan tingkat produktivitas dan teknis pekerjaan,

dengan demikian, perintah pindah rumah tidak dapat disetarakan

kedudukannya dengan perintah mutasi terhadap pekerjaan, sehingga

penolakan Penggugat terhadap permintaan Tergugat agar Penggugat

pindah rumah, tidak dapat dikategorikan sebagai pembangkangan atas

intruksi atau perintah pimpinan perusahaan/Tergugat.

2.2.1.1.2. Isi Putusan

Berdasarkan uraian Pertimbangan Hukum Majelis Hakim pada

Putusan Nomor 05/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Pbr, Majelis Hakim Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan putusan

sebagai berikut:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat Dalam Konvensi;

2. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat Konvensi dan

Tergugat Konvensi Putus sejak Putusan ini dibacakan;

3. Menghukum Tergugat Konvensi untuk membayarkan secara Tunai

dan Sekaligus, Hak-hak Penggugat Konvensi akibat Pemutusan

Hubungan Kerja yang nilai seluruhnya berjumlah Rp. 63.490.950,-

(Enam Puluh Tiga Juta Empat Ratus Sembilan Puluh Tiga Ribu

Sembilan Ratus Lima Puluh Rupiah).

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

61

atas putusan Nomor 05/Pdt.Sus.PHI/2016/PN. Pbr tertanggal 8 Maret

2016 tersebut, PT. Inti Kamparindo Sejahtera mengajukan Kasasi yang

kemudian Mahkamah Agung mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 667

K/Pdt.Sus-PHI/2016 tertanggal 28 September 2016 yang amarnya

menyatakan bahwa, mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi:

PT. Inti Kamparindo Sejahtera tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 05/Pdt.Sus-

PHI/2016/PN.Pbr tanggal 30 Maret 2016.

2.2.1.2.Pertimbangan Hukum dan Isi Putusan Majelis Hakim Tingkat Kasasi

pada Putusan Nomor 667 K/Pdt.Sus-PHI/2016.

2.2.1.2.1. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Berdasarkan seluruh rangkaian pembahasan memori kasasi, maka

Pemohon Kasasi dahulu Tergugat berkesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa keputusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

Negeri Pekanbaru dalam memberi pertimbangan hukumnya seakan

fokus untuk memenangkan pihak Penggugat/Termohon Kasasi, hal itu

terlihat dari uraian pertimbangan hukumnya hanya memilih uraian

yang menguntungkan Penggugat/Termohon Kasasi tanpa

mempertimbangkan keuntungan dari Pihak Pemohon Kasasi/Tergugat

berupa dalil uraian dan alat bukti Pemohon Kasasi sebagaimana yang

telah diuraikan dan diperlihatkan di dalam persidangan.

2. Bahwa Pemohon Kasasi keberatan Majelis Hakim menghukum

Tergugat Konvensi untuk membayar secara tunai dan sekaligus, hak-

hak Pengugat Konvensi akibat Pemutusan Hubungan Kerja yang

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

62

dinilai seluruhnya berjumlah Rp. 63.490.950.00 (enam puluh tiga juta

empat ratus sembilan puluh sembilan ratus lima puluh rupiah).

3. Bahwa perintah mutasi pada perkembangannya harus diikuti pula oleh

perintah untuk meninggalkan rumah dinas, yang dalam point ini

Penggugat merasa keberatan untuk mana Majelis Hakim akan

mempertimbangkan penolakan Penggugat pindah dari rumah dinas

tersebut.

4. Bahwa pertimbangan hukum yang dibuat oleh Majelis Hakim

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru

tersebut telah salah menerapkan hukumnya karena dalam putusannya

tidak tepat, tidak cermat, dan telah keliru dan salah dalam penerapan

hukum tentang pertimbangan hukumnya dan pembuktian berdasarkan

fakta-fakta hukum (bukti surat dan buktiketerangan saksi-saksi) yang

terungkap di persidangan, sehingga penerapan hukumnya yang

diambil oleh Judex Facti menjadi tidak tepat, tidak cermat, oleh

karenanya patut secara hukum putusan tersebut haruslah dibatalkan.

5. Bahwa Majelis Hakim tersebut telah serta merta langsung

mengabulkan seluruh isi gugatan Penggugat/Termohon Kasasi bahkan

telah melebihi tuntutan dalam petitum dengan alasan berdasarkan azas

ultra nepetita....tanpa harus memperhatikan dan mempertimbangkan

hal-hal yang lainnya, yang tentu saja pertimbangan hukum Judex

Facti tersebut telah salah dalam penerapan hukumnya. Seharusnya

Judex Facti haruslah mempertimbangkan hal–hal lainnya yang

berhubungan dengan mutasi tersebut.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

63

6. Pemohon Kasasi menyediakan sarana transportasi bagi anak

Penggugat untuk menyelesaikan pendidikannya apabila

Penggugat/Termohon Kasasi melakukan pindah rumah. Namun dalil

dan upaya Tergugat untuk menyediakan transportasi anak sekolah

tersebut diabaikan oleh Majelis Hakim PHK oleh karena kesalahan

karyawan, dalam hal ini Termohon Kasasi dahulu penggugat

selayaknya mendapat berupa uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan

Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan

Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

7. Bahwa Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan bahwa akibat

Penggugat tidak pindah rumah oleh karena alasan sekolah anaknya

mengakibatkan Penggugat lebih sering terlambat masuk kerja dan

berakibat pula produktifitas kerja Penggugat sudah terganggu karena

lebih sering terlambat bekerja. Pegawai/pekerja yang mutasi pada

umumnya sudah lumrah dan lazim serta merta dilakukan pindah

rumah jika jarak tempuh lokasi pekerjaan yang jauh.

8. Bahwa terlebih di dalam putusannya berkaitan tentang mengadili

dalam konvensi menyebutkan “Mengabulkan gugatan Penggugat

dalam Konvensi untuk sebagian, namun dalam kenyataanya Majelis

justru melebihi gugatan Penggugat.

9. Majelis Hakim telah salah karena, bahkan Majelis Hakim melebihi

seluruh petitum gugatan Penggugat, dengan demikian putusan Majelis

Hakim tersebut haruslah dibatalkan Bahwa Pasal 30 Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1985 dan telah direvisi dengan Undang-Undang

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

64

Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI yang

menyebutkan: Mahkamah Agung RI dalam tingkat Kasasi

membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari

semua lingkungan peradilan adalah karena:

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan,

perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya

putusan yang bersangkutan.

2.2.1.2.2. Isi Putusan

Berdasarkan alasan-alasan Pemohon Kasasi di atas, Mahkamah Agung

memutuskan:

Dalam Konvensi:

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Konvensi untuk sebahagian;

2. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat Konvensi dan Tergugat

Konvensi putus sejak putusan Judex Facti dibacakan;

3. Menghukum Tergugat Konvensi untuk membayarkan secara Tunai dan

Sekaligus, hak-hak Penggugat Konvensi akibat Pemutusan Hubungan Kerja

yang nilai seluruhnya berjumlah Rp47.857.500,00 (empat puluh tujuh juta

delapan ratus lima puluh tujuh ribu lima ratus rupiah);

4. Menolak gugatan Penggugat dalam Konvensi untuk selain dan

selebihnya;

Dalam Rekonvensi:

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

65

Dalam Pokok Perkara:

- Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi untuk

seluruhnya;

Dalam Konvensi dan Rekonvensi:

- Membebankan biaya perkara kepada Negara.

2.3. ANALISIS

2.3.1. Penerapan Azas Keadilan pada Putusan Tingkat 1 Nomor 05/Pdt.Sus-

PHI/2016/PN.Pbr

Dengan melihat kasus di dalam putusan yang telah disebutkan di atas,

dan mendasarkan analisis tersebut dengan teri keadilan John Rawls, maka

berikut merupakan hasil analisis yang telah penulis teliti, yaitu:

Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

Negeri Pekanbaru sudah cukup menggambarkan bahwa terdapat akses

kesempatan yang adil bagi setiap anggota masyarakat yang ingin menempuh

jalur hukum untuk penyelesaian sengketa yang mereka alami. Lembaga

hukum sangat terbuka dan menjunjung prinsip persamaan bagi semua orang

tanpa menilai dari posisi/jabatan seseorang.

Majelis Hakim dalam megadili perkara sudah benar menerapkan

pertimbangan hukum yang menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja

antara PT. Inti Kamparindo Sejahtera dengan Sdr. Erikson Situmorang adalah

PHK secara sepihak. Putusan yang demikian diambil oleh Majelis Hakim

dengan mempertimbangkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan oleh

kedua belah pihak. Artinya, terdapat prinsip persamaan keadilan atas

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

66

persamaan. Semua pihak baik pihak yang lemah yaitu pekerja beserta saksi-

saksi yang diajukannya dan pihak yang kuat yaitu pengusaha sama-sama

memiliki kebebasan untuk berbicara mengutarakan pendapatnya dan berhak

untuk didengarkan. Seorang hakim harus memberikan kebebasan yang seluas

luasnya kebebasan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk didengar

pendapatnya. Agar kemudian hakim dapat memberikan putusan yang adil.

Dalam anasilis putusan Majelis Hakim Tingkat I dibenarkan telah

terjadi hubungan kerja antara Sdr. Erikson Situmorang sebagai pekerja/buruh

dengan PT. Inti Kamaparindo Sejahtera sebagai pengusaha. Hubungan kerja

tersebut merupakan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban.

Pekerja/buruh memiliki kewajiban yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan

yang diperjanjikan dalam PK, PP, dan atau PKB. Sedangkan pengusaha

memiliki kewajiban untuk memenuhi hak pekerja/buruh.

Apabila melihat dari teori keadilan dikemukakan oleh Rawls diatas,

Majelis Hakim Tingkat I telah mempertimbangkan situasi yang sama dan

setara antara pengusaha dan pekerja/buruh dimana tidak ada pihak yang

memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti misalnya

kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan, kemampuan, kekuatan, dan lain

sebagainya. Baik pengusaha dan pekerja/buruh memiliki hak yang sama di

depan hukum.

Sdr. Erikson Situmorang telah melakukan pekerjaan dengan baik dan

menuruti perintah pengusaha. Perintah mutasi oleh PT. Inti Kamparindo

Sejahtera di terima dengan baik oleh Erikson Situmorang. Tuduhan

pengusaha jika Erikson Situmorang sering terlambat ketempat kerja, ataupun

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

67

tidak siap melaksanakan pekerjaannya, tidak dapat dibuktikan baik olehnya

maupun oleh saksi yang diajukan. Namun perintah untuk pindah rumah belum

disetujui oleh Erikson dikarenakan anaknya yang sebentar lagi akan

melangsungkan Ujian Nasional SD. Meskipun perintah untuk pindah rumah

belum disetujui tetapi Erikson setiap harinya tetap bekerja seperti biasa lebih

7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam dalam seminggu sebagaimana

diatur dalam Pasal 77 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003. Oleh

karenanya Surat Peringatan dan Surat Pemutusan Hubungan Kerja yang

disampaikan oleh Tergugat kepada Penggugat tidak beralasan hukum. Surat

PHK hanya dapat diberikan kepada pekerja/buruh apabila pekerja/buruh

melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja sebagaimana tertera dalam Ketentuan

Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Majelis Hakim Tingkat I yang membatalkan PHK secara sepihak oleh

PT. Inti Kamparindo Sejahtera dan menetapkan PHK saat putusan dibacakan

sudah benar dalam menerapkan hukum. Bahwa disamping Tindakan Tergugat

tersebut bertentangan Pasal 77 dan Pasal 161, Pemutusan Hubungan Kerja

sepihak oleh pengusaha tanpa Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial

yang dilakukan Tergugat tersebut juga bertentangan dengan Pasal 151, 155

ayat (1) dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Alasan lain yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim adalah

adaanya perlindungan terhadap anak. Mengingat anak dari Sdr. Erikson yang

saat itu duduk di kelas VI SD dan akan melaksanakan Ujian Nasional, maka

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

68

harus diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Karena apabila

Sdr. Erikson menuruti perintah untuk pindah rumah, sang anak akan kesulitan

menjangkau sekolah dengan jarak yang sangat jauh dan transportasi yang

tidak memadai. Selain itu, pihak sekolah juga tidak menyarankan untuk

pindah sekolah menjelang ujian nasional dikarenakan proses administrasi

yang sangat sulit dan riskan sehingga dikhawatirkan akan berdampak buruk

bagi anak.

Menurut penulis, pertimbangan hukum Majelis Hakim lainnya yang

mencerminkan asas keadilan seperti yang dikemukakan Rawls yakni,

memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling

luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Artinya, hakim dituntut

untuk memiliki keberanian mengambil keputusan sesuai dengan ketentuan

normatif undang-undang tanpa mengedepankan pihak yang lebih kuat dan

mengacuhkan pihak yang lemah, sehingga keadilan substantif dapat terwujud

melalui putusan hakim pengadilan.

Kemudian dalam pertimbangan hukumnya, hakim memutuskan

Putusnya Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat sejak putusan

ini dibacakan maka oleh karena itu berdasarkan Ketentuan Pasal 155 ayat (2)

UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dihubungkan dengan

Pasal (2) PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang menyatakan

bahwa Hak atas Upah timbul pada saat terjadinya Hubungan Kerja antara

Pekerja/Buruh dengan Pengusaha dan berakhir pada saat Putusnya Hubungan

kerja, dihubungkan dengan Ketentuan Pasal 93 ayat (2f) UU Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga diperhitungkan masa kerja Erikson

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

69

adalah sejak 1 Mei 2008 sampai dengan 16 Maret 2016 yakni 7 Tahun 10,5

Bulan dengan Jabatan Pemanen dan upah terakhir sebesar Rp. 2.127.000,-.

Berikut perhitungan hak yang seharusnya diterima oleh Erikson sesuai dengan

Pasal 163 Angka (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003:

1. Uang Pesangon 2x8x Rp. 2.127.000,- = Rp. 34.032.000,-

2. Uang Penghargaan Masa Kerja

3 x Rp.2.127.000,- = Rp.6.381.000,-

Total = Rp. 40.413.000,-

3. Uang Penggantian Hak :

Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan

Perawatan 15% x Rp. 40.413.000,- = Rp. 6.061.950,-

Cuti Tahunan 2013, 2014, 2015 dan 2016

25/25 x Rp. 2.127.000,- = Rp. 2.127.000,-

Tunjangan Hari Raya Thn 2015 = Rp.2.127.000,-

4. Upah selama belum ada Putusan

6x Rp. 2.127.000,- = Rp. 12.762.000,-

JUMLAH YANG HARUS DIBAYAR = Rp. 63.490.950

Dari putusan tersebut, Majelis Hakim Tingkat I telah memberikan hak yang

sama seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. pertimbangan hakim

yang demikian dikarenakan Sdr. Erikson telah patuh menjalankan

kewajibannya sebagai pekerja sehingga ia berhak mendapatkan apa yang

menjadi haknya.

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

70

1.2.1. Penerapan Azas Keadilan pada Putusan Tingkat Kasasi Nomor

667 K/Pdt.Sus-PHI/2016

Berdasarkan analisis penulis mengenai putusan hakim pada Tingkat

Kasasi yang membatalkan putusan pada Tingkat Pengadilan Hubungan

Industrial Nomor 05/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Pbr. terdapat beberapa kesalahan

dalam menerapkan hukum. Majelis Hakim berpendapat bahwa putusan Judex

Facti dalam amarnya menghukum Tergugat membayar uang kompensasi

kepada Penggugat Rp. 63.490.950,00 (enam puluh tiga juta empat ratus

sembilan puluh ribu sembilan ratus lima rupiah), padahal dalam petitum

gugatannya Penggugat menuntut membayar upah sebelum putusan pengadilan

ditetapkan 6 bulan, 2 (dua) kali Uang Pesangon, Uang Pengganti Masa Kerja,

dan Uang Penggantian Hak secara tunai dan sekaligus seluruhnya berjumlah

Rp. 47.857.500,00 (empat puluh tujuh juta delapan ratus lima puluh tujuh ribu

lima ratus rupiah). Keputusan Majelis Hakim yang demikian dianggap ultra

petita dan melanggar Ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR dan Pasal 189 Ayat

(3) RBg sehingga permohonan kasasi harus dikabulkan dengan membatalkan

putusan Judex Facti.

Menurut penulis, Majelis Hakim Agung pada Tingkat Kasasi harus

memberikan apa yang seharusnya menjadi hak pekerja seperti yang telah

diputuskan oleh Majelis Hakim pada Tingkat I. Sangat memungkinkan bagi

pengusaha memberikan perintah mutasi kepada pekerja namun apabila

perintah tersebut kemudian diikuti dengan perintah pindah rumah, maka

pengusaha wajib mempertimbangkan alasan-alasan pekerja apabila pekerja

belum siap untuk pindah rumah. Dalam kasus ini, alasan Sdr. Erikson belum

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

71

memenuhi perintah pengusaha untuk pindah rumah adalah karena anak dari

Sdr. Erikson yang saat itu duduk di kelas VI SD dan akan melaksanakan

Ujian Nasional. Apabila Sdr. Erikson menuruti perintah untuk pindah rumah,

maka sang anak akan kesulitan menjangkau sekolah dengan jarak yang sangat

jauh dan transportasi yang tidak memadai. Perlu diketahui, murid sekolah

pada tingkatan kelas VI SD, Kelas IX/III SMP dan Kelas XII/III SMA/ SMU,

tidak diperkenankan oleh Kepala Sekolah yang lama atau Kepala sekolah

yang dituju, untuk pindah sekolah karena hal itu akan menyulitkan bagi si

murid dalam mengikuti perkembangan pelajarannya dan menyulitkan bagi

sekolah untuk menyesuaikan level pendidikan yang sudah berjalan di sekolah

yang baru terhadap murid baru. Disamping itu, proses administrasi

perpindahan murid pada tingkatan terakhir tersebut juga harus disertai dengan

proses pengeluaran Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) atau Ijazah yang akan

dikeluarkan.

Alasan-alasan tersebut dapat menjadi pertimbangan Majelis hakim

Agung dalam memutuskan perkara agar tidak langsung mengabulkan

permohonan Pemohon tanpa mempertimbangan dalil gugatan Penggugat pada

Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri

Pekanbaru. Mengingat, sang anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak

dan tidak dipersulit hanya karena perpindahan pekerjaan yang dialami oleh

orang tuanya.

Menurut penulis, putusan Majelis Hakim Tingkat I sudah merupakan

pertimbangan hukum yang tepat dan benar. Putusan hakim yang melebihkan

pembayaran upah dikarenakan adanya pengaturan tentang upah yaitu pada

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

72

Ketentuan Pasal 155 ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, dihubungkan dengan Pasal (2) PP Nomor 78 Tahun 2015

tentang Pengupahan yang menyatakan bahwa Hak atas Upah timbul pada saat

terjadinya Hubungan Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha dan

berakhir pada saat Putusnya Hubungan kerja. Hubungan kerja antara PT. Inti

Kamparindo Sejahtera ditetapkan putus oleh pengadilan sejak putusan

dibacakan yaitu tanggal 30 Maret 2016. Sedangkan PHK secara sepihak

dilakukan oleh pengusaha pada bulan Mei tahun 2014. Oleh karenanya,

penghitungan upah yang timbul akibat PHK yang dilakukan oleh PT. Inti

Komparindo Sejahtera terhadap Erikson Situmorang menurut Majelis Hakim

Tingkat I telah sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pertimbangan hukum Majelis Hakim Agung Tingkat Kasasi belum

sepenuhnya mencerminkan asas keadilan dan masih terlihat adanya

kesenjangan sosial, yakni, Majelis Hakim Agung hanya melihat dari pihak

yang kuat yaitu pengusaha tanpa mempertimbangkan alasan pekerja.

Seharusnya alasan Sdr. Erikson tidak pindah rumah sampai menunggu sang

anak selesai Ujian Nasional merupakan alasan yang logis dan patut untuk

dipertimbangkan.

Berdasarkan teori keadilan Rawls, penulis berpendapat keadilan sosial

harus diperjuangkan untuk dua hal, pertama, melakukan koreksi dan

perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan

menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang

memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus meposisikan diri sebagai

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja . 2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja . Pemutusan hubungan kerja bukanlah

73

pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi

ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.