penyelamatan embrio

download penyelamatan embrio

of 10

Transcript of penyelamatan embrio

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    1/10

    TOPIK 8

    PENYELAMATAN EMBRIO TANAMAN HASIL FERTILISASI

    Disusun oleh

    Angela

    DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2010

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    2/10

    I. PENDAHULUAN

    I.1 Latar belakang

    Konservasi keanekaragaman hayati secara luas diakui sebagai prioritas

    tinggi untuk perhatian dalam debat yang berlangsung antara lingkungan dan

    pembangunan. Khususnya, konservasi sumber daya genetik tanaman untuk

    pangan dan pertanian, satu sektor keanekaragaman hayati, dianggap sebagai

    elemen utama dari setiap strategi untuk mencapai pembangunan pertanian

    berkelanjutan, bersama dengan konservasi sumber daya alam lainnya. Beragam

    metode konservasi dilakukan sesuai dengan situasi yang dihadapi. Metode ini

    dapat dibagi secara luas menjadi ex situ dan in situ.

    Konservasi in situ merupakan konservasi di area hutan belantara, cagar

    alam, kawasan lindung, dan dalam sistem pertanian tradisional (disebut demikian,

    on-farm konservasi). Konservasi ex situ melibatkan menghilangkan sumber daya

    genetik tanaman dari habitat alam mereka dan menempatkan mereka di bawah

    kondisi penyimpanan buatan.

    Pendekatan konservasi ex situ yang paling sering dilakukan adalah

    penyimpanan benih. Tiga kategori tanaman yang menimbulkan masalah

    penyimpanan benih antara lain; 1) tidak menghasilkan benih sama sekali dan

    diperbanyak secara vegetatif , contohnya pisang, 2) tanaman tersebut memiliki

    genotipe steril atau benih ortodoks, seperti kentang dan singkong, dan 3) tanaman

    tersebut memproduksi benih rekalsitran (Altman, 1998)

    Terdapat dua kategori embrio yang mungkin tumbuh dengan normal, atau

    terkadang in vivo, atau dibawah kontrol lingkungan in vitro:

    1. Zygotic embryos, terbentuk dari zigot yang dihasilkan dari fusi regulertelur.

    2. Non-zygotic embryos, dibentuk oleh sel-sel selain zigot

    Parthenogenetic embryos, terbentuk dari telur yang tidak dibuahi,

    atau telur yang dibuahi tanpa kariogamy

    Androgenetic embryos, yang dibentuk dari mikrospora,

    microgametophytes atau sperma.

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    3/10

    Somatic embryos (embryoids), dibentuk dari sel somatic baik

    secara in vivo ataupun in vitro.(Huang, 1988)

    Masalah lainnya adalah penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil

    namun setelah persilangan buatan seringkali dijumpai buah yang terbentuk gugur

    saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau

    terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat

    menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio dengan

    endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak dapat berkecambah

    secara normal dalam kondisi biasa.

    Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat

    diselamatkan dan ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat

    berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio

    muda ini dikenal dengan sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue)

    (Muslim,2009)

    Embryo culture atau kultur embrio adalah salah satu yang paling awal

    untuk kultur jaringan yang menggunakan embrio muda (immature embryo) atau

    embrio dewasa/tua (mature embryo) yang diisolasi agar dapat menghasilkan

    tanaman yang lengkap (Conger,1980).

    I.2 Tujuan

    Tujuan dari percobaan ini adalah melatih mahasiswa cara untuk

    mengisolasi embrio dari biji dan menumbuhkannya pada media in vitro.

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    4/10

    II. BAHAN DAN METODE

    II.1 Waktu dan tempat

    Percobaan ini dilakukan pada:

    Hari / tanggal : Selasa / 2009

    Waktu : pukul 13.00 16.00 WIB

    Tempat : Laboratorium Bioteknologi Tanaman

    II.2 Bahan dan alat

    Bahan :

    Bahan tanaman adalah 15 biji kacang merah

    Media MS11 ( MS + 0.5 mg/L BAP + 0.1 mg/L IAA + 30 g/L gula ), pH

    media 5.9 sebelum di autoclave

    Bahan sterilisasi biji adalah detergen

    Clorox ( Sodium hypoclorit ) 30 % dan 5 %

    Aquades steril

    Alkohol 70 %

    Alat yang dipergunakan antara lain Laminar Air Flow Cabinet

    (dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol), pinset dan scalpel (disterilisasi

    dalam autoclave selama 1 jam dalam suhu 1210C tekanan 0.175 bar), bunsen,

    hand sprayer, masker, tissue.

    II.3 Cara kerja

    Biji kacang merah dicuci dengan menggunakan air detergen, biji dicuci

    sambil dibuang kulitnya (dilakukan di luar laminar), kemudian dibilas dengan

    aquades steril sebanyak dua kali. Selanjutnya di dalam laminar, biji direndam

    dalam larutan Clorox 30 % selama 15 menit, kemudian dibilas dengan aquades

    satu kali.

    Setelah itu, biji kacang merah dibelah dengan hati-hati agar embrio tidak

    rusak, selanjutnya embrio diisolasi dari endospermanya. Embrio direndam dalam

    larutan Clorox 5 % selama 2 menit, lalu dibilas dengan aquades sebanyak dua

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    5/10

    kali. Embrio yang telah steril ditanam pada media MS11 sebanyak 5 embrio per

    botol, kemudian disimpan dalam ruang kultur dengan penyinaran 16 jam per hari.

    2.4 Pengamatan

    Pengamatan yang dilakukan terhadap peubah:

    1. jumlah embrio yang steril dan tumbuh

    2. jumlah embrio yang mati dan gejalanya

    3. persentase embrio yang berkecambah dan saat mulai berkecambah

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    6/10

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    III.1 Hasil

    Kelompok Jumlah embryo steril dan tumbuh

    1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

    1 7 7 7 5 5

    2 13 5 5 5 5

    3 15 15 15 15 15

    4 15 15 15 15 15

    5 5 5 3 0 0

    6 7 0 0 0 0

    7 13 9 0 0 0

    8 5 5 5 5 5

    9 15 15 10 10 10

    10 15 15 15 13 11

    11 5 1 0 0 0

    12 15 15 15 15 15

    sd 10.833 4.549 8.916 5.853 7.5 6.274 6.916 6.3597 6.75 6.210

    Kelompok Jumlah embryo mati

    1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST1 8 8 8 10 10

    2 1 9 9 9 9

    3 0 0 0 0 0

    4 0 0 0 0 0

    5 0 0 2 5 5

    6 8 15 15 15 15

    7 0 4 13 13 13

    8 10 10 10 10 10

    9 0 0 5 5 5

    10 5 5 5 7 9

    11 0 2 3 5 5

    12 0 0 0 0 0 sd 2.667 3.9157 4.416 5.0535 5.833 5.169 6.583 5.0354 6.75 5.083

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    7/10

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

    embrio steril d

    tumbuh

    embrio mati

    Kelompok

    Jumlah embrio

    berkecambah

    Persentase embrio

    berkecambah1 7 46.70%

    2 5 35.71%

    3 15 100%

    4 15 100%

    5 3 60%

    6 7 46.77%

    7 0 0%

    8 5 33.33%

    9 15 100%

    10 15 100%

    11 7 3%

    12 15 100% sd 9.083 5,567 60.46% 39%

    III.2 Pembahasan

    Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa jumlah embrio yang steril

    dan tetap tumbuh semakin menurun setiap minggunya, hingga pada 5 MST rata-

    rata embrio yang tumbuh adalah 6.75 dengan standar deviasi 6.210. nilai standar

    deviasi yang cukup besar ini dikarenakan terdapat empat kelompok dengan

    jumlah embrio tumbuhnya nol (0) sedangkan kelompok lainnya diatas lima (5).

    Sedangkan jumlah embrio yang mati berbanding terbalik dengan jumlah

    embrio yang tumbuh. Setiap minggunya jumlah embrio yang mati bertambah dan

    pada 5 MST rata-rata embrio yang mati adalah 6.75 dengan standar deviasi 5.083.

    Meningkatnya jumlah embrio yang mati dapat disebabkan oleh

    kontaminasi virus, bakteri, atau cendawan. Hal ini terjadi karena praktikan dan

    peralatan yang kurang steril atau tidak hati-hati saat melakukan praktikum.

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    8/10

    Pada data jumlah embrio yang berkecambah dan persentase

    perkecambahannya, yang paling kecil adalah kelompok 7 dengan persentase 0%

    tetapi terdapat lima kelompok dengan persentase perkecambahan 100% dan

    kelompok lainnya dengan persentase di bawah 50%. Rata-rata untuk jumlah

    embrio yang berkecambah adalah 9.083 dengan standar deviasi 5.567, sedangkan

    rata-rata untuk persentase perkecambahan adalah 60.46 % dengan standar deviasi

    39%. Dengan nilai rata-rata perkecambahan di atas 50% bisa dikatakan praktikum

    penyelamatan embrio ini berhasil.

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    9/10

    IV. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Jumlah embrio yang tumbuh dan mati berbanding terbalik. Jumlah embrio

    yang tumbuh menurun setiap minggunya, tapi jumlah embrio yang mati setiap

    minggunya meningkat. Dapat dikatakan praktikum penyelamatan embrio pada

    media in vitro ini cukup berhasil karena rata-rata perkecambahan di atas 50 %.

    4.2 Saran

    Metode penyelamatan embrio ini semoga dapat dikembangkan dan

    dilaksanakan pada praktikum selanjutnya dengan bahan tanaman yang berbeda.

    Selain untuk menambah wawasan dan kemampuan mahasiswa dalam mengisolasi

    embrio, juga untuk menambah koleksi plasma nutfah yang tidak dapat

    dikembangbiakan secara generatif yang saat ini semakin langka.

  • 8/14/2019 penyelamatan embrio

    10/10

    DAFTAR PUSTAKA

    Altman, Arie. 1998.Agricultural Biotechnology . New York: Marcel Dekker, Inc.

    Muslim, Ahmadi. 2009.Kultur Embrio dan Penyelamatan Embrio (Embryo

    Culture and Embryo Rescue). [online].

    (http://bloginvitro.blogspot.com/search/label/KULTUR%20ANTHERA

    %20(MIKROSPORAdiakses tanggal 04 Januari 2010)

    Conger, B.V. 1980. Cloning Agricultural Plants via In Vitro Techniques.

    Florida: CRC Press, Inc.

    Huang, Cheng-Hwa. 1988. Cell and Tissue Culture in Field Crop Improvement.

    Taiwan: Agriculture Building, 14 Wenchow Street

    http://bloginvitro.blogspot.com/search/label/KULTUR%20ANTHERA%20(MIKROSPORAhttp://bloginvitro.blogspot.com/search/label/KULTUR%20ANTHERA%20(MIKROSPORAhttp://bloginvitro.blogspot.com/search/label/KULTUR%20ANTHERA%20(MIKROSPORAhttp://bloginvitro.blogspot.com/search/label/KULTUR%20ANTHERA%20(MIKROSPORA