Penggunaan Asas Functionare de Faite

20
Pendahuluan 1. Latar Belakang Negara hukum adalah negara yang didalamnya terdapat berbagai aspek peraturan-peraturan yang memang bersifat abstrak yaitu memaksa, dan mempunyai sanksi yang tegas. Gagasan negara hukum masih bersifat samar-samar dan tenggelam dalam waktu yang sangat panjang, kemudian muncul kembali secara lebih ekplisit pada abad ke-19, yaitu dengan munculnya konsep rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl, yang diilhami oleh Immanuel Kant, unsur-unsur negara hukum tersebut adalah, adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia tersebut, pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan peradilan administrasi dalam perselisihan (Caray Label, 2009:1). Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan

Transcript of Penggunaan Asas Functionare de Faite

Page 1: Penggunaan Asas Functionare de Faite

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Negara hukum adalah negara yang didalamnya terdapat berbagai aspek

peraturan-peraturan yang memang bersifat abstrak yaitu memaksa, dan

mempunyai sanksi yang tegas. Gagasan negara hukum masih bersifat samar-

samar dan tenggelam dalam waktu yang sangat panjang, kemudian muncul

kembali secara lebih ekplisit pada abad ke-19, yaitu dengan munculnya konsep

rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl, yang diilhami oleh Immanuel Kant, unsur-

unsur negara hukum tersebut adalah, adanya perlindungan hak-hak asasi

manusia, pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak

asasi manusia tersebut, pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-

undangan, dan peradilan administrasi dalam perselisihan (Caray Label, 2009:1).

Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam

lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan

pada peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada legalitas. Artinya

pemerintah tidak dapat melakukan tindakan pemerintahan tanapa dasar

kewenangan (Iskatrinah, 2007:1).

Namun, penegakan dan penerapan hukum khususnya di Indonesia

seringkali menghadapi kendala berkaitan dengan perkembangan masyarakat.

Berbagai kasus yang telah terjadi menggambarkan sulitnya penegak hukum

Page 2: Penggunaan Asas Functionare de Faite

atau aparat hukum mencari cara agar hukum dapat sejalan dengan norma

masyarakat yang ada.

Secara alamiah, terdapat perbedaan gerak antara pembuatan undang-

undang dengan persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat.

Pembuatan undang-undang berjalan lambat, sementara persoalan

kemasyarakatan berjalan dengan pesat. Jika setiap tindakan pemerintah harus

selalu berdasarkan undang-undang, maka akan banyak persoalan

kemasyarakatan yang tidak dapat terlayani secara wajar (Iskatrinah, 2007:1).

Asas legalitas yang kerap dianggap sebagai asas yang memberikan

suatu kepastian hukum dihadapkan oleh realita bahwa rasa keadilan

masyarakat tidak dapat dipenuhi oleh asas ini karena masyarakat yang terus

berkembang seiring kemajuan teknologi. Perubahan cepat yang terjadi tersebut

menjadi masalah berkaitan dengan hal yang tidak atau belum diatur dalam

suatu peraturan perundang-undangan, karena tidak mungkin suatu peraturan

perundang-undangan dapat mengatur segala kehidupan manusia secara tuntas

sehingga adakalanya suatu peraturan perundang-undangan tidak jelas atau

bahkan tidak lengkap yang berakibat adanya kekosongan hukum di

masyarakat (Anonim, 2008: 1).

Namun, lebih cepatnya perkembangan masyarakat dari aturan

perkembangan perundandang-undangan karena perkembangan masyarakat

merupakan titik tolak dari keberadaan suatu aturan sering menyebabkan

terjadinya kekosongan hukum (rechtsvacuum), sehingga diperlukan suatu

Page 3: Penggunaan Asas Functionare de Faite

sistem hukum untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan

teratur. Kenyataan lainnya, hukum atau peraturan perundang-undangan yang

dibuat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat sehingga

menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan perkara tersebut.

Oleh karena itu, dalam konsepsi welfare state, tindakan pemerintah tidak

selalu harus berdasarkan asas legalitas. Dalam hal-hal tertentu pemerintah

dapat melakukan tindakan secara bebas yang didasarkan pada freies

Ermessen (diskresi).

Dalam proses sebuah pembentukan peraturan, semua peraturan yang

dibuat mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan dan harus sesuai dengan

asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Dalam praktek

menjalankan fungsi pelayanan dan fungsi pengaturan, keputusan Tata Usaha

Negara kadang kala membuat peraturan yang tidak memenuhi syarat-syarat

dan keabsahan yang diwajibkan. Dengan tidak memenuhi syarat-syarat

tersebut, maka keabsahan keputusan tata usaha Negara tersebut menjadi

dipertanyakan. Di dalam Negara hukum, segala sesuatu yang berkaitan dengan

tata usaha Negara harus berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku,

maka semua perbuatan tata usaha Negara harus selalu berada dalam koridor-

koridor yang telah diatur. Dalam kaitannya dengan pembentukan suatu

keputusan atau peraturan tata usaha Negara, maka hasil atau output dari suatu

produk hukum tersebut harus legal sehingga dapat berlaku di dalam

masyarakat, tanpa adanya kekhawatiran akan cacat hukum.

Page 4: Penggunaan Asas Functionare de Faite

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan penjelasan di atas maka, yang

menjadi focus kajian dalam makalah ini adalah “Kajian Yuridis Berlakunya

Teori Functionare De Faite (suatu putusan Tata Usaha Negara yang tidak

sah dan tetap berlaku)”

Page 5: Penggunaan Asas Functionare de Faite

Pembahasan

1. Keputusan TUN

Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) menurut Guru

Besar Hukum Tata Negara UGM, Prof. Muchsan1 adalah penetapan tertulis

yang diproduksi oleh Pejabat Tata Usaha Negara, mendasarkan diri pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan

final. Jika kita melihat definisi tersebut, maka terdapat 4 (empat) unsur

Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu:

1. Penetapan tertulis;

2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara;

3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan;

4. Memiliki 3 (tiga) sifat tertentu (konkrit, individual dan final).

5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata

Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1 angka 3

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, didefinisikan sebagai berikut:

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi

tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang

menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

1 Guru Besar Fakultas Hukum Gadjah Mada

Page 6: Penggunaan Asas Functionare de Faite

Rumusan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tersebut

memiliki elemen-elemen utama sebagai berikut2:

1. Penetapan tertulis;

Pengertian penetapan tertulis adalah cukup ada hitam diatas putih

karena menurut penjelasan atas pasal tersebut dikatakan bahwa “form”

tidak penting bahkan nota atau memo saja sudah memenuhi syarat

sebagai penetapan tertulis.

2. (oleh) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;

Pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dirumuskan

dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, yang

menyatakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau

Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan atas Pasal 1

angka 1 menyatakan yang dimaksud dengan urusan pemerintahan

adalah kegiatan yang bersifat eksekutif.

Jika kita mendasarkan pada definisi Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara diatas, maka aparat pemerintah dari tertinggi sampai dengan

terendah mengemban 2 (dua) fungsi, yaitu:

a. Fungsi memerintah (bestuurs functie)

Kalau fungsi memerintah (bestuurs functie) tidak dilaksanakan, maka

roda pemerintahan akan macet.

b. Fungsi pelayanan (vervolgens functie)

2 UU no tahun 1986

Page 7: Penggunaan Asas Functionare de Faite

Fungsi pelayanan adalah fungsi penunjang, kalau tidak dilaksanakan

maka akan sulit mensejahterakan masyarakat.

Dalam melaksanakan fungsinya, aparat pemerintah selain

melaksanakan undang-undang juga dapat melaksanakan perbuatan-

perbuatan lain yang tidak diatur dalam undang-undang. Mengenai hal ini

Philipus M. Hadjon menerangkan bahwa pada dasarnya pemerintah tidak

hanya melaksanakan undang-undang tetapi atas dasar fries ermessen

dapat melakukan perbuatan-perbuatan lainnya meskipun belum diatur

secara tegas dalam undang-undang. Selanjutnya Philipus M. Hadjon

menambahkan bahwa di Belanda untuk keputusan terikat (gebonden

beschikking) diukur dengan peraturan perundang-undangan (hukum

tertulis), namun untuk keputusan bebas (vrije beschikking) dapat diukur

dengan hukum tak tertulis yang dirumuskan sebagai “algemene

beginselen van behoorlijk bestuur” (abbb). Pengertian Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara janganlah diartikan semata-mata secara

struktural tetapi lebih ditekankan pada aspek fungsional.

3. Tindakan hukum Tata Usaha Negara;

Dasar bagi pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum publik

adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan.

Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni atribusi,

delegasi dan mandat akan melahirkan kewenangan (bevogdheit, legal

power, competence). Dasar untuk melakukan perbuatan hukum privat

ialah adanya kecakapan bertindak (bekwaamheid) dari subyek hukum

Page 8: Penggunaan Asas Functionare de Faite

(orang atau badan hukum). Pada uraian diatas yang dimaksud dengan

atribusi adalah wewenag yang melekat pada suatu jabatan (Pasal 1

angka 6 Nomor 5 Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang ada pada

badan atau pejabat tata usaha negara yang dilawankan dengan

wewenang yang dilimpahkan). Delegasi adalah pemindahan/pengalihan

suatu kewenangan yang ada, yang menurut Prof. Muchsan adalah

pemindahan/pengalihan seluruh kewenangan dari delegans (pemberi

delegasi) kepada delegataris (penerima delegasi) termasuk seluruh

pertanggungjawabannya. Mengenai mandat Philipus M. Hadjon

berpendapat bahwa dalam hal mandat tidak ada sama sekali pengakuan

kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan. Sedangkan Prof.

Muchsan mendefinisikan mandat adalah pemindahan/pengalihan

sebagian wewenang dari mandans (pemberi mandat) kepada mandataris

(penerima mandat) sedangkan pertanggungjawaban masih berada

ditangan mandans.

4. Konkret, individual dan Final;

Elemen konkrit, individual dan final barangkali tidak menjadi masalah

(cukup jelas). Unsur final hendaknya dikaitkan dengan akibat hukum.

Kriteria ini dapat digunakan untuk menelaah pakah tahap dalam suatu

Keputusan Tata Usaha Negara berantai sudah mempunyai kwalitas

Keputusan Tata Usaha Negara. Kwalitas itu ditentukan oleh ada-tidaknya

akibat hukum.

5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Page 9: Penggunaan Asas Functionare de Faite

Elemen terakhir yaitu menimbulkan akibat hukum bagi seseorang

atau badan hukum perdata membawa konsekuensi bahwa penggugat

haruslah seseorang atau badan hukum perdata. Badan atau pejabat

tertentu tidak mungkin menjadi penggugat terhadap badan atau pejabat

lainnya.

2. Syarat Sah, Batal dan Hapusnya Sebuah Keputusan Tata Usaha Negara

1. Syarat sah Keputusan Tata Usaha Negara.

Suatu Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) dapat dikatakan sah

apabila memenuhi 2 (dua) syarat. Syarat-syarat sahnya suatu Keputusan

Tata Usaha Negara tersebut menurut Prof. Muchsan adalah:

a. Syarat materiil, yaitu syarat yang berkaitan dengan isi. Syarat materiil

dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

1) Harus dibuat oleh aparat yang berwenang;

2) Keputusan Tata Usaha Negara tidak mengalami kekurangan

yuridis;

Suatu produk hukum dikatakan mengalami kekurangan yuridis

apabila didalam pembuatannya terdapat unsur:

a. Adanya paksaan.

Paksaan terjadi apabila adanya perbedaan antara kenyataan

dengan kehendak, sebagai akibat dari adanya unsur eksternal.

Page 10: Penggunaan Asas Functionare de Faite

b. Adanya kekhilafan.

Kekhilafan terjadi apabila adanya perbedaan antara kenyataan

dengan kehendak, tetapi tanpa adanya unsur kesengajaan.

c. Adanya penipuan.

Penipuan terjadi apabila adanya perbedaan antara kenyataan

dengan kehendak, sebagai akibat dari tipu muslihat.

3. Tujuan ketetapan sama dengan tujuan yang mendasarinya.

b. Syarat formil, yaitu syarat yang berkaitan dengan bentuk. Syarat

formil dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

1) Bentuk ketetapan harus sama dengan bentuk yang dikehendaki

oleh peraturan yang mendasarinya.

2) Prosedur harus sama dengan bentuk yang diatur dalam peraturan

yang mendasarinya.

3) Syarat khusus yang dikehendaki oleh peraturan dasar harus

tercermin dalam keputusan.

2. Batalnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara

Apabila suatu Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) tidak

memenuhi persyaratan diatas dapat dinyatakan batal. Batal menurut Prof.

Muchsan ada 3 (tiga), yaitu:

a. Batal mutlak.

Page 11: Penggunaan Asas Functionare de Faite

Batal mutlak adalah semua perbuatan yang pernah

dilakukan dianggap belum pernah ada. Aparat yang berhak

menyatakan adalah hakim melalui putusannya.

b. Batal demi Hukum.

Terdapat 2 (dua) alternatif batal demi hukum, yaitu:

1) Semua perbuatan yang pernah dilakukan dianggap belum

pernah ada.

2) Sebagian perbuatan dianggap sah, yang batal hanya

sebagiannya saja. Aparat yang berhak menyatakan

adalah yudikatif dan eksekutif.

c. Dapat dibatalkan.

Dapat dibatalkan adalah semua perbuatan yang dilakukan

dianggap sah, pembatalan berlaku semenjak dinyatakan batal.

Aparat yang berhak menyatakan adalah umum (eksekutif, legislatif

dan lain-lain).

3. Asas Functionare De Faite

Keputusan yang diambil oleh Pejabat Tata Usaha Negara, merupakan

keputusan yang penting dalam upaya menjalankan roda Pemerintahan. Namun

demikian, kesalahan dalam mengeluarkan atau membuat keputusan oleh

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara kerap kali terjadi. Akan tetapi, meski

Page 12: Penggunaan Asas Functionare de Faite

dianggap tidak absah, keputusan tersebut masih memiliki kekuatan hukum, atau

yang sering diistilahkan dengan “Asas fonctionare the faite”, yang diambil dari

bahasa latin. Asas fonctionare the faite tidaklah digunakan secara serampangan

dan asal-asalan. Namun harus ditempatkan sesuai dengan situasi dan kondisi

yang menghendakinya.3

Menurut teori functionare de faite, suatu Keputusan Tata Usaha Negara

tetap dianggap berlaku walaupun tidak memenuhi syarat diatas (formil dan

materiil), apabila memenuhi 2 (dua) syarat yang bersifat komulatif, yaitu:

a. Tidak absahnya keputusan itu karena kabur, terutama bagi penerima

keputusan.

b. Akibat dari keputusan itu berguna bagi kepentingan masyarakat.

dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum apabila:

1. Berbentuk proyek pembangunan (tidak jharus bebentuk fisik) yang

dilaksanakan oleh pemerintah

2. Hasilnya digunakan oleh pemeritah

3. Penggunaannya bersifat nirlaba

Utrecht memberikan ganbarab mengenai asas fucntionare de faite sebagai

berikut; dalam keadaan istimewa (darurat) pejabat yang tidak legal atau pejabat

yang dalam pengangkatannya mengandung kekurangannya masih juga

dianggap pejabat legal atau pejabat yang pengangkatannya tidak mengandung

3 Herdiansah Hamzah “pelaksanaan asas functionare de faite dalam system pemerintahahn Indonesia http://gagasanhukum.wordpress.com/2010/11/29/pelaksanaan-asas-fonctionare-the-faite-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia/ (akses 8 Mei 2013)

Page 13: Penggunaan Asas Functionare de Faite

kekurangan apabilamasyarakat umum menerimanya sebagai suatu pejabat

legal atau suatu pejabat yang pengangkatannya tidak mengandung

kekurangan. Perbuatan yang dilakukan pejabat itu dianggap sah, tetapi apabila

bagi umum terang bahwa pejabat itu bukan pejabat legal dan umum tidak mau

menerimanya, maka perbuatan yang dilakukan ppejabat tersebut batal sama

sekali4.

Contoh penggunaan asas functionare de faite di Indonesia adalah tindakan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengangkat pejabat pelaksana

tugas (PLT) jaksa agung Darmono untuk melaksanakan tugas sebagai Jaksa

Agung. Tindakan tersebut dituangkan dalm keppres 104/P 2010 tanggal 24

September 2010. Sampai pada saat ini isi teks dari keppres tersebut tidak

diumumkan di media apapun sehingga tidak jelas rincian isinya. Namun

dasyarakat secara luas tidak mempersoalkan mengenai hal tersebut. Meskipun

menimbulkan keraguan akademik mengenai kewenangan Darwono.

4 Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, Hal. 124

Page 14: Penggunaan Asas Functionare de Faite

Penutup

1. Kesimpulan

Asas functionare de faite dapat dipahami sebagai keputusan TUN yang

pada dasarnya tidak sah atau absah, namun karena mempunyai manfaat bagi

kepentingan umum maka dianggap tetap mepunyai kekuatan hukum. Asas

fonctionare the faite tidaklah digunakan secara serampangan dan asal-asalan.

Namun harus ditempatkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang

menghendakinya

2. Saran

Dalam membentuk keputusan harusnya tetap memperhatikan syarat-

syarat yang telah ditentukan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

kekhawatiran-kekhawatiran mengenai sah atau tidaknya produk hukum

tersebut, agar produk hukum yang telah dibuat dapat dijalankan di dalam

masyarakat. Adanya asas functionare de faite sebenarnya mempunyai manfaat

yang besar di dalam masyarakat, karena hal ini dapat memberikan ruang bagi

keputusan-keutusan yang pada dasarnya tidak boleh diberlakukan tetapi karena

mempunyai manfaat yang sangat besar, masih bisa dijalankan tanpa adanya

pencabutan atas keputusan tersebut.