Asas Asas Hukum Pidana

44
ASAS ASAS HUKUM PIDANA PENGERTIAN-SEJARAH Pengertian Hukum Pidana: (Prof. Moeljanto) Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk: 1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb Criminal Act 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan Criminal Liability/ Criminal Responsibility 1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana Pengertian Ilmu Hukum Pidana: Ilmu yang mempelajari hukum pidana, baik asas-asasnya maupun ketentuan-ketentuan yang mengatur tindak pidana. Hubungan dengan Ilmu Sosial Lainnya: Kriminologi: Ilmu tentang kejahatan, ilmu pidana: ilmu tentang hukum kejahatan. Kriminalistik (kedokteran dan forensik), Ilmu Forensik, Psikiatri Forensik, Sosiologi Hukum. SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA: 1. KUHP Utrecht: Jaman VOC, Deandles, Raffles, Komisaris Jendral, Tahun 1848-1918, KUHP tahun 1915-sekarang Andi Hamzah: - Jaman VOC: Statuten van Batavia, Hk. Belanda kuno, asas2 hk romawi. Di daerah lainnya berlaku hk adat (co. pepakem Cirebon) - Jaman Hindia Belanda: Dualisme dlm hk pidana: putusan raja belanda (orang Eropa), Ordonnantie (orang Indo&Asing) - Jaman Jepang: WvS masih berlaku, Osamu Serei (UU) no. 1 thn 1942 berlaku (7maret42), hk pidana formil banyak mengalami perubahan

description

...

Transcript of Asas Asas Hukum Pidana

Page 1: Asas Asas Hukum Pidana

ASAS ASAS HUKUM PIDANAPENGERTIAN-SEJARAH

Pengertian Hukum Pidana: (Prof. Moeljanto)Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb Criminal Act 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan Criminal Liability/ Criminal Responsibility

1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana

Pengertian Ilmu Hukum Pidana:Ilmu yang mempelajari hukum pidana, baik asas-asasnya maupun ketentuan-ketentuan yang mengatur tindak pidana.

Hubungan dengan Ilmu Sosial Lainnya:Kriminologi: Ilmu tentang kejahatan, ilmu pidana: ilmu tentang hukum kejahatan.Kriminalistik (kedokteran dan forensik), Ilmu Forensik, Psikiatri Forensik, Sosiologi Hukum.

SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA:1. KUHP

Utrecht: Jaman VOC, Deandles, Raffles, Komisaris Jendral, Tahun 1848-1918, KUHP tahun 1915-sekarangAndi Hamzah: - Jaman VOC: Statuten van Batavia, Hk. Belanda kuno, asas2 hk romawi. Di daerah lainnya

berlaku hk adat (co. pepakem Cirebon)- Jaman Hindia Belanda: Dualisme dlm hk pidana: putusan raja belanda (orang Eropa),

Ordonnantie (orang Indo&Asing)- Jaman Jepang: WvS masih berlaku, Osamu Serei (UU) no. 1 thn 1942 berlaku (7maret42),

hk pidana formil banyak mengalami perubahan- Jaman Kemerdekaan: UUD 1945 ps 2 aturan peralihan, “segala badan negara dan

peraturan yang ada masih berlaku selama belum diakan yang baru menurut UUD ini”Buku I : ketentuan umum (ps 1 – ps 103), berlaku secara umum baik dlm KUHP maupun ketentuan atau UU pidana diluar KUHP.Buku II : Kejahatan (ps 104 – ps 488)Buku III : Pelanggaran (ps 489 – ps 569)

2. UU yang mengubah KUHP:UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan beberapa pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVIUU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan

Page 2: Asas Asas Hukum Pidana

UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun kurunganPerpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1) Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X (ditetapkan mjd UU melalui UU No. 1/1961-check) Perma No. 2/2012 : Penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP.UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 aUU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303 menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10 juta.UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a, 95b,95c, Bab XXIX A.UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP

3. UU Tindak Pidana Khusus diluar KUHPUU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 31/1999 sebagai mana diubah oleh UU No. 20/2001UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No.7/drt/1955 UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme UU No. 23/2004 PKDRTUU No. 13/2006 PSKUU No. 21/2007 tentang PTPPOUU tentang Pemberantasan TPPU No. 8/2010 sebagai perubahan thdp UU No. 25/2003 dan No. 15/2002) tentang TP Pencucian Uang

4. Contoh UU non hukum pidana yang memuat sanksi pidanaUU lingkungan, pers, pendidikan nasional, perbankan, pajak, parpol, pemilu, merek, kepabeanan, pasar modal, dll.

PEMBAGIAN HUKUM PIDANA

1. a. materil = hk. Pidanab. formil = hk. Acara pidana

2. a. dalam arti obyektif (ius poenale): mengandung larangan/keharusan dimana pelanggarannya diancam hukuman. b. dalam arti subjektif (ius puniendi):

arti luas: hak dari negara u/ mengancam pidana thdp perbuatan tertentuarti sempit: hak negara u/ menuntut, menjatuhkan & melaksanakan perkara pidana.

*dalam pelaksanaan ius puniendi harus berdasarkan ius poenale3. a. khusus: berlaku bagi subyek hukum pidana khusus/tindak pidana tertentu Disebut khusus karna menyimpang dr asas tindak pidana umum b. umum: berlaku bagi setiap orang yang ada dalam suatu wilayah tertentu4. a. terkodifikasi: KUHP b. tersebar: UU Tipikor

Page 3: Asas Asas Hukum Pidana

BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU

Tujuan: untuk mengetahui hukum pidana mana yang berlaku (baru/lama)

PASAL 1 AYAT (1) KUHP:Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya.

Asas yang tercakup didalamnya:

• Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali : Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg terlebih dahulu menyebut perbuatan yang

bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu

• Asas legalitas mengandung 3 prinsip, sbb:1. Aturan hukum pidana harus tertulis (lex scripta)- harus mrpkn atauran yg dibuat oleh badan legislatif (produk legislatif) UU / Perda- Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex certa) dan tdk multi tafsir- Hukum adat merupakan pengecualian ? Lihat UU Drt No.1/1951 dan R-KUHP Pasal 22. Larangan berlaku surut (harus ada UUnya dulu baru perbuatannya)

Asas non retroactive (berlaku kedepan)Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana terjadi (wkt terjadinya tindap pidana = tempus delicti.

Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan selain yang diatur dalam Ps. 1 ayat (1) KUHP:Internasional:

• Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut• Ps 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk kejahatan menurut hukum kebiasaan international:

boleh berlaku surut • Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)

Nasional• Ps 28i UUD 1945

“Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”

• Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999• UU No. 39/ 1999 ttg HAM

- Ps 18 (2)Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan

- Ps 18 (3)Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka

Page 4: Asas Asas Hukum Pidana

Pengecualian Larangan Berlaku Surut:• Ps 1 ayat (2) KUHP dalam hal tjd perubahan UU yg meringankan bagi tdkw, digunakan UU

yg baru• Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan HAM) diperlukan syarat2 ttt, al:

pembentukan pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR• Perpu 1/2002 & 2/2002 UU 15/2003 (UU Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16/2003

yang memberlakukan UU No. 15/2003 untuk kasus Bom Bali (UU No. 16/2003 dibatalkan oleh MK)

• UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM (bisa berlaku surut )(1) Pelanggaran hak asasi manusia yg. Berat yg. terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc.(2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dg. Keputusan presiden.Penjelasan Ps 43 (2) “Dalam hal DPR Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc, DPR Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat yg dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yg terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini.

UU Pemberantasan TP Terorisme dan Putusan MKMK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU Pemberantasan TP Terorisme (UU No.16/2003) karena bertentangan dengan UUD 1945

3. Larangan penggunaan Analogi1. Penafsiran diperbolehkan dalam hukum pidana karena diperlukan utk memahami UU hukum

pidana yang tidak selalu jelas rumusannya2. Analogi tdk diperbolehkan krn analogi bukan penafsiran melainkan metode konstruksi3. Penafsiran yg dikenal dalam huk pidana, sbb:

- Otentik: diberikan oleh pembentuk UU itu sendiri, co: penjelasan mengenai isi UU tersebut- Sistematis: istilah dicantumkan secara berurutan dalam bbrp pasal UU, memiliki pengertian

yang sama- Gramatikal: didasarkan pada kata-kata dalam UU- Historis: didasarkan pada apakah yg dimaksud si pembuat UU- Sosiologis: sesuai dengan perkembangan masyarakatnya- Teleologis: dengan menyelidiki maksud dibuatnya UU tersebut- Ekstensif: memperluas pengertian suatu istilah dalam UU

- Analogis: memperluas cakupan ketentuan UU dengan menggunakan suatu peristiwa hukum yang tidak disebutkan dalam UU.- restriktif: mempersempit pengertian suatu istilah- a contrario/ mempertentangkan: berusaha menemukan kebalikan pengertian dari suatu istilah- logis/rasional: mencari pengertian berdasarkan hal2 yang masuk akal- antisipasi/futuristis: didasrkan pada UU yang baru bahkan belum berlaku.

Penafsiran :Menjalankan kaidah yang oleh undang-undang tidak dinyatakan dengan tegasAnalogi :Menjalankan suatu kaidah untuk menyelesaikan suatu perkara yang tidak disinggung oleh kaidah itu, tetapi yang mengandung kesamaan dengan perkara yang disinggung kaidah tersebut

Page 5: Asas Asas Hukum Pidana

Pendapat scholten dan Utrecht:Pennafsiran Ekstensif: Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih tinggi sehingga perkara yang bersangkutan termasuk juga di dalamnyaAnalogi: Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi

PASAL 1 AYAT (2) KUHP:“Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan"

UU dimungkinkan utk berlaku surut 3 syarat memberlakukan surut suatu UU a. terjadi perubahan UU

(1) Teori formil: perubahan dalam aturan pidana(2) Teori materiil terbatas: apabila terjadi perubahan perasaan/keyakinan hukum pada pembuat UU (3) Teori materiil tidak terbatas: perubahan semua ketentuan hukum mateil yg dpt

dipidananya suatu perbuatan b. perubahan tjd setelah tindak pidana dilakukan

• Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu perbuatan• Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan• Diperberat/diperingan pidana atas suatu perbuatan.

c. perubahan menguntungkan bg TSK/TDWsanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi delik aduan, unsur- unsur pokok delik menjadi lebih banyak (ditambah) (Periksa : Utrecht h.228)

- Disebut sbg hukum transitoir

Perubahan UU terjadi setelah tindak pidana dilakukan:Yang harus diperhatikan:

1. Waktu terjadinya tindak pidana (tempus delictie)2. Teori2 tempus delicti

TEMPUS DELICTI1. Teori perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad), teori ini menyatakan bahwa

delik terjadi pada waktu perbuatan fisik dilakukan. 2. Teori bekerjanya alat yang digunakan (de leer van het instrumen), teori ini

menyatakan bahwa delik terjadi pada waktu perbuatan bekerjanya alat . 3. Teori akibat (de leer van het gevolg), teori ini menyatakan bahwa delik terjadi pada

waktu alat yang digunakan bekerja4. Teori waktu yang jamak, teori ini mengatakan bahwa delik terjadi ketika gabungan antara 3

waktu diatas

Page 6: Asas Asas Hukum Pidana

Teori perbuatan materiil hanya cocok untuk delik formil Teori akibat formil cocok untuk delik materil

Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

Asas-Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat di IndonesiaBerlakunya hukum pidana menurut tempat, terkait dengan orang/subjek hukum, yang menjadi masalah hukum pidana mana yang dipakai. Hak jaksa untuk menuntut seorang tersangka pelaku tindak pidana tergantung pada tempat dimana delik dilakukan, warga Negara mana yang melakukan delik tersebut melanggar hukum Negara mana.

Asas-asas hukum pidana menurut tempat:

Asas Teritorialitas/wilayah (Pasal 2 dan 3 KUHP)Berlakunya hukum pidana tergantung pada tempat dimana delik dilakukan. Jika dilakukan di Indonesia, maka KUHP Indonesia-lah yang berlaku atas delik tersebut. Dasar asas teritorialitas adalah kedaulatan Negara untuk menjalankan juridiksinya di wilayahnya sendiriPasal 3 KUHP sifatnya memperluas pasal 2 KUHP, dimana daerah territorial diperluas dengan perahu (kapal penumpang/barang) milik Indonesia yang ada dilaut bebas. Selain itu juga berdasarkan pasal 95a KUHP, asas ini diperluas juga dengan kapal udara.

Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan (Pasal 4(1,2,3), Pasal 8 KUHP)Menurut asas ini berlakunya hukum pidana didasarkan pada kepentingan hukum dari suatu Negara yang dilanggar. Dihubungkan dengan Indonesia, maka asas ini memuat prinsip bahwa hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang melanggar kepentingan hukum Indonesia, baik WNI atau bukan.

Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas (Pasal 5, 7, 92 KUHP)Menurut asas ini berlakunya hukum pidana disandarkan pada kewarganegaraan si pelaku delik, dimana atas asas ini, Negara dapat menghukum warganegaranya yang melakukan delik, baik dilakukan di dalam negeri atau diluar negeri.

Asas Universalitas (Pasal 4(2) mata uang, Pasal 4 (4) pembajakan KUHP)Menurut asas ini berlakunya hukum pidana ini seolah-olah di seluruh dunia berlaku hukum yang sama dan berlaku untuk kepentingan hukum di dunia. Sehingga apabila hukum suatu Negara mana dilanggar maka setiap Negara berhak untuk memberlakukan hukumnya.

Page 7: Asas Asas Hukum Pidana

“Melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas Negara atau uang kertas Bank.”

UU No.43/2008 tentang Wilayah Negara

Wilayah Negara kesatuan Republik Indoneisa yang selanjutnya disebut dengan wilayah Negara adalah salah satu unsur Negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial beserta dasar laut, dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Batas Wilayah

Pasal 5

Batas wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut, dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, batas udara, serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Pasal 6

(1) Batas wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, meliputi:a) Di barat berbatas dengan wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini,

dan timor lesteb) Di laut berbatas dengan wilayah Negara: Malaysia, papua nugini,

singapura, dan timor lestec) Di udara mengikuti batas kedaulatan Negara di darat dan di laut,

dan batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional

(2) Batas wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

termasuk titik-titik kordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian

bilateral dan atau trilateral.

(3) Dalam hal wilayah Negara tidak berbatasan dengan Negara lain,

Indonesia menetapkan batas wilayah Negara secara unilateral

berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum

internasional.

Pengecualian Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

Ps 9 KUHP: Hukum public internasional membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5,7, dan 8 KUHP

Termasuk yg memiliki imunitas hukum pidana: Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961

Yang memiliki imunitas:

Page 8: Asas Asas Hukum Pidana

a) Kepala-kepala Negara dan keluarganya (secara resmi, bukan incognito/singgah)

b) Duta Negara asing dan keluarganya (tergantung traktat antar negara)

c) Anak buah kapal perang asing termasuk awak kapal terbang militerd) Pasukan Negara sahabat yang berada di wilayah Negara atas

persetujuan Negara.

LOCUS DELICTI

Dibagi menjadi 4 yaitu;

1. Teori  perbuatan materiil (de leer van de lichamelijke daad)

Menurut ajaran ini yang harus dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana (Locus Delicti)didasarkan kepada perbuatan secara fisik. Itulah sebabnya ajaran ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana/locus delicti, adalah tempatdimana perbuatan tersebut dilakukan.

contoh kasus

anda seorang mahasiswa Universitas Muhammadia Malang, suatu hari anda sedang mengerjakan tugas anda diluar. setelah anda membaca artikel saya ini, kemudian Anda berniat kembali ke kost Anda. Diperjalanan menuju kost datang seseorang yang memusuhi anda, lalu tiba-tiba Ia menikam Anda. Kondisi Anda sekarat tapi belum mati, dan dilarikan kerumah sakit Surabaya. 3 hari kemudian anda tewas.

pertanyaannya adalah, dimana locus delictinya? jika merujuk pada teori diatas maka locus delikctinya  di Malang kerena pada waktu kejadian penikaman anda di Malang. samapai disini apakah anda sudah mengerti? jika tidak silahkan baca ulang.

2. Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan (de leer van het instrument)

teori ini dikenal juga dengan nama de leer van het instrument atau Teori Instrumental. menurut teori ini, yang harus menjadi atau dianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana alat yang digunakan menimbulkan akibat tindak pidana. akbiat apa? bisa kematian, penderitaan, kerugian dan akibat-akibat lain. namun dalam kasus anda tadi akibat yang timbul adalah anda mati  karena anda ditikam. hehe kejam banget ya..

contoh

Suatu hari hari Anda mengirip paketan buku kepada musuh anda yang berda diluar kabupaten Malang, anggap saja musuh anda di Surabaya. Ketika musuh Anda membuka paketan tersebut DOORRRR ternyata isinya adalah BOM. musuh anda terluka atau mati. Dimana locus delictinya? berdasarkan ajaran instrumen maka locus deliktinya di Surabaya. Karena instrumen yang digunakan dalam tindak pidana tersebut menyebabkan akibat di Surabaya.

Page 9: Asas Asas Hukum Pidana

3. Teori Akibat (De leer van het gevolg)

Ajaran ini didasarkan kepada akibat dari suatu tindak pidana. Menurut ajaran ini bahwa yangdianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana akibat daripada tindak pidana tersebut timbul.

4.Teori Tempat yang Jamak (De leer van de meervoudige pleets)

Menegaskan bahwa yang diaanggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana yaitu tempat-tempat di mana perbuatan tersebut secara fisik terjadi tempat dimana alat yang digunakan bereaksi, dan tempat dimana akibat dari tindak pidana tersebut timbul.

Teori ini penting diketahui dalam hal:

• Kaitannya dg Ps 1 KUHP• Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa Penuntutan• Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : UU Sistem Peradilan Pidana

Anak

Locus delicti perlu diketahui untuk:

1.Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana tersebut atau tidak.

2.Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus perkaranya (kompetisi relative).

3.Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan.

Menurut Van Hamel , bahwa yang harus diterima sebagai locus delicti, ialah :

 Tempat seseorang pembuat (dader) telah melakukan perbuatannya yang dilarang (atau yang dipereintahkan) oleh Undang-Undang Pidana.

Tempat alat yang dipergunakan oleh pembuat bekerja. Tempat akibat langsung perbuatannya telah terwujud. Tempat sesuatu akibat konstitutif telah terwujud.

TINDAK PIDANA

a. Istilah

Page 10: Asas Asas Hukum Pidana

Secara istilah, tindak pidana sering disebut juga sebagai Tindak pidana

a. Perbuatan pidanab. Peristiwa pidanac. Strafbaar feitd. Delict / Delike. Criminal actf. Jinayah

Belanda menyebut tindak pidana dengan istilah Strafbaarfeit atau delict, yang dalam bahasa Indonesia menjadi delik. Staafbar memiliki arti dapat dipidana. Menurut ultrecht, stafbaarfeit yaitu peristiwa pidana sedangkan Moeljatno mengartikan Stafbaarfeit dengan tindak pidana. Perbuatan pidana yang dimaksud adalah Moeljatno berbeda dengan peristiwa pidana atau tindak pidana.

Perbuatan pidana harus ditambahkan dengan pertanggungjawaban pidana supaya sama dengan peristiwa pidana atau tindak pidana.

Menurut Simons yang dimaksud dengan tindak pidana atau delik adalah : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”

Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan”

Jonkers: Suatu tindakan yang melawan hukum, dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan

Van Bammelen: Tindak pidana tidak semata-mata terdiri dari perbuatan dan akibat, tetapi juga diikuti dengan keadaan-keadaan tertentu yang meliputinya

Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana”

Unsur-unsur Tindak PidanaAspek-aspek dalam delik antara lain:

1. Manusia atau siapa yang dapat dipidana apabila terdapat perbuatan-perbuatan yang dilarang

2. Perbuatan atau delik yang dilarang dapat dipidana.

Unsur-unsur delik ada 2 bagian yaitu:

1. Bagian inti delik (Bestandelen), harus dibuktikan2. Unsur-unsur umum atau unsur delik dalam arti sempit (tidak harus dibuktikan).

Page 11: Asas Asas Hukum Pidana

Yaitu unsur-unsur yang tidak terdapat dalam perumusan, tetapi dalam asas-asas, yang menentukan pula dapat atau tidaknya seseorang dipidana. Unsur-unsur ini penting bagi orang yang bekerja dalam criminal justice system.

Unsur-unsur dalam Perumusan Unsur Objektif:

Unsur objektif berkaitan dengan suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Yang dijadikan titik utama dari pengertian objektif disini adalah tindakannya.

1. - perbuatan (aktif/pasif) atau akibat2. melawan hukum

Unsur Subjektif: ManusiaKesalahan (dalam arti hukum pidana)

Opzet/dolus/kesengajaan Kealpaan/culpa

Keadaan pribadi seseorang/ subjektif yang primer dan non primer1. Keadaan psikis, misalnya takut atau malu2. Keadaan non psikis, misalnya: seseorang pegawai negeri, seorang

ibu, 3. dll4. Keadaaan subjek non pribadi

Unsur/ bagian delik yang melekat pada perbuatan, terdiri dari: Sifat melawan hukum (materil)Keadaan atau akibat yang menyertai perbuatanSyarat tambahan untuk dapat dipidana

Selain di atas, delik mencakup 4 hal, yaitu:

1. Actus Reus (menyangkut perbuatannya)a. Diancam pidanab. Bertentangan dengan hukum

2. Mens Rea (menyangkut pelakunya dan kesalahannya)a. Pelaku bersalahb. Pelaku bertanggungjawab

Pandangan monoistis menyatakan bahwa mens read an actus rea merupakan satu kesatuan. Maksudnya adalah Tidak memisahkan antara perbuatan dan pertanggungjawaban. Dalam rumusan tindak pidana sekaligus tercakup unsur perbuatan/akibat dan unsur kesalahan/pertanggungjawaban

Menurut Andi Hamzah, ajaran monoistis dapat menimbulkan ketidakadilan. Misalnya: Seorang wanita menyuruh orang yang tidak dapat

Page 12: Asas Asas Hukum Pidana

bertanggungjawab untuk memperkosa wanita lain. Maka menurut pandangan monistis, tidak ada delik, sehingga tidak ada yang dapat dituntut.

Andi Hamzah, juga menyatakan bahwa kata-kata “barang siapa” atau “orang yang” menunjuk pada manusia yang dapat menjadi subjek hukum pidana. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa badan hukum tidak dapat dipidana karena bukan subjek hukum pidana, tetapi pengurus badan hukum tersebut dapat dipidana. Tentunya kecuali mereka dapat membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Menurut Prof. Mardjono, Badan Hukum adalah subjek hukum, tetapi pertanggungjawabannya diserahkan kepada pengurusnya.

Pandangan dualistis menyatakan bahwa ada pemisahan antara actus reaus dengan mens rea. Jadi maksudnya adalah Memisahkan secara tegas antara perbuatan (pidana) dan pertanggungjawaban pidana. Dalam rumusan tindak pidana hanya tercantum unsur perbuatan/akibat tanpa unsur kesalahan

Unsur-unsur di luar perumusan:- melawan hukum (materil)- Kesalahan dalam arti materiil dapat dipersalahkan (dicela) sehingga dapat dipertanggungjawabkan (verwijtbaarheid)

SUBJEK TINDAK PIDANA1. Manusia

a) Cara merumuskan “Barangsiapa ….”b) Hukuman : mati, penjara, kurungan (Ps 10 KUHP), hanya dapat dikenakan pada manusiac) Pertanggungjawaban pidana disandarkan pada kesalahan, yang hanya mungkin dimiliki oleh manusia (orang)

2. Korporasiadanya kebutuhan untuk memidana korporasi: • R-KUHP, UU Hk. Pidana Khusus dan UU non H. Pidana, korporasi: - Badan Hukum - Bukan badan hukum UU TPE, UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU Pencucian Uang ,UU Pemberantasan TP Terorisme• Badan Usaha (UU ITE: 11/2008)• Badan Publik (UU KIP: No. 14/2008)

Page 13: Asas Asas Hukum Pidana

d. CARA MERUMUSKAN TINDAK PIDANAPada dasarnya, ada tiga cara untuk merumuskan tindak pidana:

• Disebutkan unsur-unsurnya & disebut kualifikasinya (namanya) --> mis, Ps 362 KUHP

• disebutkan kualifikasinya tanpa disebut unsur-unsurnya --> mis. Ps 184, Ps 297, Ps 351

• disebutkan unsur-unsurnya, tidak disebut kualifikasinya --> mis. Ps 167, Ps 209, Ps 322

CONTOH UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANAo Pasal 362 KUHP

barangsiapa mengambil barang- yg sebagian/ seluruhnya kepunyaan orang lain dengan maksud memiliki secara melawan hukum d

Pasal 338 KUHP

• barangsiapa

• dengan sengaja

• menghilangkan nyawa orang lain

Pasal 285

• barangsiapa

• dengan kekerasan atau

• ancaman kekerasan

• memaksa

• seorang wanita

• bersetubuh dengan dia

• di luar perkawinan

Pasal 359

• 1barangsiapa

• karena kealpaannya

Page 14: Asas Asas Hukum Pidana

• menyebabkan orang lain mati

Penggolongan Tindak Pidana1. a. Kejahatan (misdrijf) buku II KUHP: sebelum adanya UU sudah dianggap perbuatan tidak

baik (recht-delicten); tidak ada perbedaan kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif.b. Pelanggaran (overtrading) buku III KUHP: sesudah adanya UU baru dianggap perbuatan tidak baik

Tindakan Kejahatan PelanggaranPercobaan Dipidana Tidak dipidanaMembantu Dipidana Tidak dipidanaDaluarsa Lebih panjang Lebih pendekDelik aduan Ada Tidak adaAturan tentang Gabungan Berbeda Berbeda

2. a. Materil: delik yang didalam perumusannya memuat suatu akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana, sedangkan perbuatannya tidak terlalu dipentingkan (Ps. 187,338,368,378)b. Formil: delik yangdalam perumusannya terdapat unsur suatu perbuatan (tidak perlu disebut akibatnya)

3. a. Komisi: Perbuatan melanggar larangan yang dilakukan secara aktif; bisa berupa delik materil maupun formil karena keduanya melanggar secara aktif (Ps. 338)b. Omisi: melakukan delik dengan perbuatan pasif

Omisi murni: melanggar perintah dg tidak berbuat (Ps. 164,224) Omisi tidak murni: melanggar larangan dg tidak berbuat (Ps. 194)

4. a. Dolus: delik yang dilakukan secara sengaja (Ps. 368,338,310,285)b. Culpa: delik yang dilakukan karena kealpaan/kelalaian (Ps. 205, 359)c. Pro Parte Dolus Pro Parte Culpa: Delik yang dalam perumusannya sekaligus mencantumkan unsur kesengajaan dan unsur kealpaan (Ps. 287,480)

5. a. Biasa/Laporan: delik dimana untuk dapat dilakukan proses pemeriksaan cukup dengan laporan dari setiap orang yang melihat/mengetahui tindak pidana tsb; tidak harus dengan pengaduan dari korban/orang2 tertentu (Ps. 285,340)b. Aduan: delik dimana untuk dapat dilakukan proses pemeriksaan harus ada pengaduan dari korban atau orang tertentu yang ditetapkan UU (Ps. 284,310,367)

aduan absolut: delik yg pada hakekatnya memerlukan pengaduan untuk penuntutannya (Ps. 284,351)

aduan relatif: delik yang pada dasarnya merupakan delik biasa, tp karena ada hubungan antara pelaku dan korban maka berubah jenisnya menjadi aduan (Ps. 367 ayat 2)

Page 15: Asas Asas Hukum Pidana

6. a. Berdiri sendiri: terdiri atas satu delik yang berdiri sendiri; untuk pemidanaannya tidak perlu menggunakan ketentuan tentang gabungan TP; tinggal melihat berapa ancaman pidana dari pasal yang dilanggar b. Berlanjut: terdiri atas dua atau lebih delik, yang karena kaitannya yang erat mengakibatkan dikenakan satu sanksi kepada terdakwa; untuk pemidanaannya menggunakan ketentuan tentang gabungan TP; syarat perbuatan timbul dari 1 kehendak, harus sejenis, tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan perbuatan yang lain, tidak terlalu lama (Ps. 64)

7. a. Selesai: satu/beberapa perbuatan tertentu yang selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat (Ps. 338,362)b. Berlanjut terus: satu/beberapa perbuatan yang melanjutkan suatu keadaan yang dilarang (Ps. 221,261,333)

8. a. Tunggal: delik di mana dapat dipidana si pelaku cukup melakukan perbuatan tersebut sebanyak satu kali (Ps. 362,338)b. Berangkai: delik untuk dapat dipidana si pelaku harus melakukan perbuatan tersebut beberapa kali (berulang-ulang,berturut-turut); berulang-ulangbisa berupa pencaharian atau kebiasaan (sebagai unsur yang menentukan untuk dipidananya pelaku) (Ps. 296,481)

9. a. Sederhana: delik yang dalam perumusannya mencantumkan unsur2 pokok yang menentukan pemidanaannya (Ps. 362,351 ayat 1)b. Dikwalifisir: delik pokok yang ditambah dengan unsur yang memperberat hukuman pidananya (Ps. 351 ayat 2,363, 365 ayat 4)c. Dipervilisir: delik pokok yang ditambah dengan unsur yang meringankan hukuman pidananya (Ps. 308,364)

10. a. Komuna/Umum: delik yang tidak mengandung unsur politik (Ps. 338,362)b. Politik: delik yang mengandung unsur politik (Ps. 104,107)

11. a. Propia: delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu; mis. jabatan/pegawai negeri (Ps. 308,346,449)b. Komuna: delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang; Subjeknya adalah “barang siapa“ (Ps. 338,362)

Ajaran Kausalitas, Pengertian, dan Urgensinya

Kausalitas merupakan suatu ajaran yang menyatakan tentang hubungan sebab dan akibat. Dalam ilmu hukum pidana teori kausalitas dimaksudkan untuk mengetahui sebab dari suatu akibat, dengan ditemukan sebab maka dapat diketahui akibat yang ditimbulkan dan siapa yang dapat mempertanggungjawabkan akibat tersebut.

Asas kausalitas hanya diperlukan untuk 3 jenis delik, diantaranya:

Delik materiel Delik omisi tidak murni

Page 16: Asas Asas Hukum Pidana

Delik yang dikwalifisir

Secara etimologi, Kausalitas atau causalitied berasal dari kata causa yang berarti sebab. Kata Kausa dalam Kamus Hukum diartikan dengan alasan atau dasar hukum; suatu sebab yang dapat menimbulkan suatu kejadian. Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kausalitas merupakan suatu yang menyatakan tentang hubungan sebab dan akibat. Dalam ilmu hukum pidana teori kausalitas dimaksudkan untuk menentukan hubungan objektif antara perbuatan manusia dengan akibat yang tidak dikenhadi undang-undang. Penentuan sebab akibat dalam kasus-kasus pidana menjadi persoalan yang sulit untuk dipecahkan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri tidak petunjuk tentang hubungan sebab dan akibat yang dapat menimbulkan delik. Meskipun dalam beberapa pasal KUHP dijelaskan bahwa dalam delik-delik tertentu diperlukan adanya suatu akibat tertentu guna menjatuhkan pidana terhadap pembuatnya.

Tindak pidana dibagi menjadi dua, yaitu tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten).

Tindak pidana formi l adalah tindak pidana yang dirumuskan dengan melarang melakukan suatu tingkah laku tertentu. Artinya dalam rumusan itu secara tegas disebutkan perbuatan tertentu yang menjadi pokok larangan. Dalam kaitannya dengan kasus pidana, apabila perbuatan tersebut selesai dilakukan maka dapat disebut sebagai tindak pidana, tanpa memandang akibat yang ditimbulkan. Misalnya tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP. Apabila pencurian telah selesai dilakukan maka dapat disebut sebagai tindak pidana.

tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang menitik beratkan pada larangan timbulnya akibat tertentu atau akibat konstitutif. Meskipun dalam rumusan tindak pidana disebutkan adanya unsur tingkah laku tertentu. Untuk menyelesaikan tindak pidana tidak tergantung pada selesainya perbuatan, akan tetapi tergantung pada akibat terlarang yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Misalnya menghilangkan nyawa pada kasus pembunuhan Pasal 338 KUHP. Perbuatan menghilangkan nyawa seperti menusuk dengan benda tajam tidak bisa menimbulkan tindak pidana pembunuhan jika korbannya tidak meninggal dunia. Tindakan ini dimasukkan dalam katagori percobaan pembunuhan pasal 338 KUHP. Untuk menimbulkan tindak pidana materiil secara sempurna diperlukan 3 syarat yang tak terpisahkan, yaitu terwujudnya tingkah laku, terwujudnya akibat, dan adanya hubungan kausalitas di antara keduanya.

Teori-teori Kausalitas

Ada beberapa ajaran kausalitas yang dikelompokkan menjadi tiga teori besar:

1. Teori Conditio Sine Qua Non / Von BuriTeori ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1873 oleh Von Buri, ahli hukum dan mantan presiden Reichsgericht (Mahkamah Agung) Jerman. Von Buri mengatakan bahwa tiap-tiap syarat atau semua faktor yang turut serta atau bersama-sama menjadi penyebab suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang menimbulkan akibat harus dianggap causa (akibat). Tiap-tiap faktor memiliki nilai yang sama dan sederajad tidak membedakan faktor syarat dan faktor penyebab. Jika salah satu syarat tidak ada maka akan menimbulkan akibar yang lain pula. Teori ini juga disebut dengan equivalent theori karena setiap syarat nilainya sama dan bedingung theori sebab bagianya tidak ada perbedaan antara syarat dan penyebab. Ajaran ini berimplikasi pada perluasan pertanggungjawaban dalam perbuatan pidana.

Page 17: Asas Asas Hukum Pidana

Penganut teori Von Buri adalah Van Hammel yang mengatakan bahwa teori Conditio Sine Qua Non satu-satunya teori logis yang dapat dipertahankan. Namun, penggunaannya dalam hukum pidana harus disertai oleh teori kesalahan. Teori menyatakan tidak semua orang yang perbuatannya menjadi salah satu faktor di antara sekian banyak faktor dalam suatu peristiwa yang menimbulkan akibat terlarang harus bertanggung jawab atas akibat itu, melainkan apabila perbuatan dirinya terdapat unsur kesalahan baik kesengajaan atau kealpaan. Pendapat Van Hammel ini dianggap wajar sebab ia adalah pengikut aliran monistis yang tidak memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana.

• Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)]• Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar dolus atau culpa; dalam banyak

kejahatan dolus atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.

2. Teori Individualisasi / causa proxima (Birkmeyer – Karl Binding)Teori ini berusaha mencari faktor penyebab dari timbulnya suatu akibat dengan hanya melihat pada faktor yang ada atau terdapat setelah perbuatan dilakukan. Dengan kata lain peristiwa dan akibatnya benar-benar terjadi secara konkret (post factum). Menurut teori ini tidak semua faktor merupakan penyebab. Dan faktor penyebab itu sendiri adalah faktor yang sangat dominan atau memiliki peran terkuat terhadap timbulnya suatu akibat. Pendukung teori ini adalah Birkmayer dan Karl Binding.

Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua Non

Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu itu, yang paling banyak membantu untuk terjadinya akibat

3. Teori GeneralisasiTeori ini menyatakan bahwa dalam mencari sebab (causa) dari rangkaian faktor yang berpengaruh atau berhubungan dengan timbulnya akibat dilakukan dengan melihat dan menilai pada faktor mana yang secara wajar dan menurut akal serta pengalaman pada umumnya dapat menimbulkan suatu akibat. Pencarian faktor penyebab tidak berdasarkan faktor setelah peristiwa terjadi beserta akibatnya, tetapi pada pengalaman umum yang menurut akal dan kewajaran manusia. Persoalannya kemudian bagaimana menentukan sebab yang secara akal dan menurut pandangan umum menimbulkan akibat? Berdasarkan pertanyaan ini kemudian muncul teori Adequat yaitu:

a) Teori Adequat Subjektif (Von Kries)Dipelopori oleh J. Von Kries yang menyatakan bahwa yang menjadi sebab dari rangkaian faktor yang berhubungan dengan terwujudnya delik, hanya satu sebab saja yang dapat diterima, yakni yang sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat. Contoh, si A mengetahui bahwa si B mengidap penyakit jantung dan dapat menimbulkan kematian jika dipukul oleh sesuatu. Kemudian si A tiba-tiba memuukul si B dengan yang berakibat pada kematiannya, maka perbuatan mengejutkan itu dikatakan sebagai sebab.

Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan penetapan

Page 18: Asas Asas Hukum Pidana

pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.

Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.

Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk pengetahuan :

(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan Nomologis yg memadai

(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)

b) Teori Adequat objectif-nachtraglicher prognose (Rumelin)Teori ini dikemukakan oleh Rumelin, yang menyatakan bahwa yang menjadi sebab atau akibat, ialah faktor objektif yang ditentukan dari rangkaian faktor-faktor yang berkaitan dengan terwujudnya delik, setelah delik terjadi. Atau dengan kata lain causa dari suatu akibat terletak pada faktor objektif yang dapat dipikirkan untuk menimbulkan akibat.

c.) Von Bar

apakah satu syarat yang secara umum dapat dipandang mengakibatkan terjadinya peristiwa seperti yang bersangkutan mungkin ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang ada

d.) simons

Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat

e.) Pompe

Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat menimbulkan akibat

4.) Teori Relevansi oleh Langemeyer

Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-undang

MELAWAN HUKUM(Wederrechtelijkheid)

Page 19: Asas Asas Hukum Pidana

Melawan hukum yakni bertentangan dengan hukum. Hukum yang dimaksud adalah hukum positif, perbuatan tersebut bersifat melawan hukum.

Arti :

- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)

- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders recht)

- tanpa alasan yg wajar

- Bertentangan dengan hukum positif

Alasan Pencantuman unsur Melawan Hukum

• Pada umumnya dalam perundang-undangan , lebih banyak delik yang tidak memuat unsur melawan hukum dalam rumusannya

• Alasan pencantuman sifat melawan hukum dalam perumusan tindak pidana :

- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan pidana.

Ajaran Sifat Melawan Hukum

• Melawan hukum :

- aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab hukum adalah UU.

- aliran materiil : melawan hukum adalah perbuatan yg oleh masyarakat tidak dibolehkan.

(+) Melawan hukum materiil arti positif. Untuk menghukum

(-) Melawan hukum materiil arti negative. Tidak untuk menghukum

Secara formil melawan hukum, belum tentu secara materiil melawan hukum.

Kalau secara materiil saja tidak dapat dihukum karena bertentangan dengan asas legalitas.

Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil

AJARAN FORMIL

melawan hukum tidak selalu menjadi unsur delik, hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata barulah menjadi unsur delik

hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja/ mis, Ps. 49.

AJARAN MATERIIL

melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur tersebut

mengakui adanya pengecualian / penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis

Page 20: Asas Asas Hukum Pidana

PEMBUKTIAN UNSUR MELAWAN HUKUM

• Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum

• Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik. Bila unsur tersebut tercantum dlm rumusan pasal, maka hrs dibuktikan, sedangkan jika tidak tercantum maka tidak perlu dibuktikan.

• Akan tetapi bila seorang hakim berpendapat bahwa tidak ada unsur melawan hukum dalam arti materiil, maka unsur tersebut harus dibuktikan (dasar penghapus pidana di luar KUHP)

PENGERTIAN KESALAHAN

Ada 4 pengertian kesalahan (Utrecht):1. Kesalahan sebagai unsur delik; dalam arti kumpulan (nama generik) yang mencakup dolus

dan culpa2. Kesalahan dalam arti pertanggungjawaban pidana: ketercelaan (verwijtbaarheid) seseorang

atas perbuatan melawan hukum yang telah dilakukannya3. Kesalahan dalam arti bentuk khusus, yang hanya berupa culpa4. Kesalahan yang digunakan dalam rumusan delik untuk menetapkan bahwa pidana dapat

diancamkan pada pelaku yang bersalah karena telah melakukan tindakan tertentu; mis. Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena bersalah melakukan pembunuhan

Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan :kesalahan disengaja (dolus/opzet): Prinsip dari kesengajaan dalam Memori van Toeliching adalah mengetahui (weten) dan menghendaki (willen) kesalahan karena ke alpaan: Kealpaan terjadi bila pelaku mengetahui tetapi secara tidak sempurna karena dalam kealpaan seseorang mengalami sifat kekurangan (kurang hati-hati, kurang teliti dsb.)

Beberapa pendapat dari pakar hukum pidana tentang kesalahan (schuld) yang pada hakikatnya adalah pertanggungjawaban pidana.

a. menurut Metzger kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap pelaku hukum pidana.

b. Menurut Simons kesalahan adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi.

Berdasarkan pendapat ini dapat disimpulkan adanya dua hal di samping melakukan tindak pidana, yaitu:

1. keadaan psikis tertentu

Page 21: Asas Asas Hukum Pidana

2. hubungan tertentu antara keadaan psikis dengan perbuatan yang dilakukan hingga menimbulkan celaan

c. Menurut Van Hamel kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum.

d. Menurut Pompe, pada pelanggaran norma yang dilakukan karena kesalahan, biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang bersifat melawan hukum adalah perbuatannya . segi dalamnya, yang berhubungan dengan kehendak pelaku adalah kesalahan.Kesalahan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu:

1. dari akibatnya, kesalahan adalah hal yang dapat dicela.2. Dari hakikatnya, kesalahan adalah hal tidak dihindarinya perbuatan melawan hokum.e. Menurut Moeljatno, orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan

perbuatan pidana, dapat dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu mengapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat, padahal mampu untuk mengetahui makna (jelek) perbuatan tersebut.

UNSUR-UNSUR DALAM HUKUM PIDANA Berkaitan dengan kesalahan yang bersifat psikologis dan kesalahan yang bersifat normatif, unsur-unsur tindak pidana dan pendapat para pakar mengenai kesalahan, dapat disimpulkan bahwa kesalahan memiliki beberapa unsur :1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal.

2. Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuataanya, baik yang disengaja (dolus) maupun karna kealpaan (culpa)

3. Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan

PERTANGGUNG JAWABAN

Asas penting dalam masalah pertanggungjawabanGeen straf zonder schuld (Tiada Pidana tanpa kesalahan ) meskipun seseorang telah melakukan perbuatan yang melawan hukum; namun tanpa adanya kesalahan maka dia tidak dapat dipidana

Tentang kemampuan bertanggung jawab ini terdapat beberapa batasan yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:Kemampuan Bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarheid)

Page 22: Asas Asas Hukum Pidana

• Dengan menggunakan penafsiran a-contrario dari MVT tentang tidak mampu bertanggungjawab; maka mampu bertanggungjawab artinya:- pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa paksaan- pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan hukum dan ia mengerti akibat

perbuatannya• Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu bertanggungjawab ; kecuali dapat dibuktikan

bahwa pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna pertumbuhan akalnya atau cacat dlm pertumbuhan jiwanya.

1. SimonsKemampuan bertanggung jawab dapat diartikan suatu keadaan psikis sedemikian rupa, sehingga penerapan suatu upaya pemidanaan, baik ditinjau secara umum maupun dari sudut orangnya dapat dibenarkan , selanjutnya dikatakannya, seorang pelaku tindak pidana mampu bertanggung jawab apabila:

a. Mampu mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum.b. Mampumenentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tadi.

2. Van HamelKemampuan bertanggung jawab adalah keadaan normalitas kejiwaan dan kematangan yang membawa tiga kemampuan yaitu:

a. Mengerti akibat atau nyata dari perbuatan itu sendiri.b. Menyadari bahwa perbuatannya tidak diperbolehkan oleh masyarakat.c. Mampu menentukan kehendaknya untuj berbuat.

3. PompeBatasannya membuat beberapa unsure tentang pengertian toerekeningsvatbaar heid adalah:

a. Kemampuan berpikir pada pelaku yang memungkinkan pelaku menguasai pikirannya dan menentukan kehendaknya.

b. Pelaku dapat mengerti makna dan akibat tingkah lakunya.c. Pelaku dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan pendapatnya.

4. Memori van ToelichingDikatakan bahwa tidak mampu bertanggung jawab pada pelaku apabila:

a. Pelaku tidak diberi kebebasan untuk memilih antara berbuat atau tidak berbuat apa yangoleh undang-undang dilarangnatau diharuskan denganperkataan lain dalam hal perbuatan yang terpaksa.

b. Pelaku dalam keadaan tertentu sehingga ia tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dania tidak mengerti akibat perbuataanya itu,dengan perkataan lain adanya keadaan payologis seperti gila, sesat, dan sebagainya.

5. Soedarto

Page 23: Asas Asas Hukum Pidana

Definisi atau batasan tentang kemampuan bertanggung jawab itu ada manfaatnya. Tetapi setiap kali dalam kejadian konkret dalam praktik peradilan, menilai seorang terdakwa dengan ukuran tersebut diatas tidaklah mudah.Sebagai dasar dapat dikatakan bahwa orang yang normal jiwanya mampu bertanggung jawab, ia mampu menilai dengan pikiran dan perasaanya bahwa perbuatan itu dilarang, artinya tidak dikehendaki oleh undang-undang, dan ia seharusnya berbuat seperti pikiran dan perasaannya itu.

Batas umur untuk dianggap mampu atau tidak mampu bertanggung jawab.

Pada waktu KUHP dinyatakan berlaku di Indonesia belum memiliki hukum pidana yang khusus untuk anak-anak atau orang yang belum dewasa. Hanya terdapat pada pasal 45, 46, dan 47 KUHP yang mengatur tentang pemidanaan terhadap mereka yang belum berumur 16 tahun.

Pasal 45 tidak bersangkut paut dengan hal apakah seorang yang masih muda atau anak-anak dianggap pertumbuhan jiwanya sempurna atau belum, tetapi hanya mengatur tentang apa yang dapat dilakukan oleh hakim dalam mengambil keputusan terhadap orang yang belum berumur 16 tahun jika ia melakukan tindak pidana, dikatakan didalamnya bahwa dalam hal demikian hakim dapat memerintahkan agar :

a. Yang bersalah dikembalikan kepada orang tua atau walinya tanpa dipidanab. Yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa dipidana untuk kejahatan atau pelanggaran

tertentu, selanjutnya diserahkan kepada orang tua atau lembaga pendidikan sampai berumur 18 tahun (pasal 46 KUHP)

c. Menjatuhkan pidana dengan ancaman maksimumnya dikurangi dengan sepertiga dari ancaman pidana biasa, atau 15 tahun penjara untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana mati. Juga ada dalam hal diputuskan pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan pidana tambahan perampasan barabg-barang tertentu.

KESENGAJAAN (DOLUS)Kesengajaan secara eksplisit terlihat dalam KUHP, yaitu:

1. Dengan maksud2. Dengan paksaan3. Dengan kekerasan4. Sedang dikehendaki5. Bertentangan dengan apa yang terjadi

Semua istilah sama artinya dengan sengaja

Kesengajaan menurut Memorie van Teolichting (MvT), yaitu willen en wetens (dikehendaki dan mengetahui

Page 24: Asas Asas Hukum Pidana

Artinya seseorang yang melakukan perbuatan itu sudah menghendaki atas timbulnya suatu akibat atau tujuan utama / maksud dari pelaku, serta si pelaku juga mengetahui bahwa dengan perbuatan yang ia lakukan maka akan timbul suatu akibat maksud yang si pelaku kehendaki.

3 bentuk-bentuk kesengajaan

Kesengajaan sebagai tujuan (opzet als oogmerk)Kesengajaan yang dilakukan oleh si pelaku untuk mencapai tujuan utamanya dan dengan kata lain bahwa si pelaku sudah menghendaki akibat tersebut serta akibat tersebut merupakan tujuan atau maksudnya. Contoh: melly yang ingin membunuh tono dengan jalan menembak kepala tono dengan pistol. Dimana dengan tertembaknya tono, maka tono langsung meninggal.

Kesengajaan dengan keinsyafan kepastian (opzet bij zekerheids bewutzijn)Kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku demi untuk mencapai tujuan utamanya. Dimana pelaku menyadari bahwa apa yang dilakukannya akan menimbulkan akibat lain demi tercapainya tujuan utama, maka akibat lain tersebut tidak menjadi penghalang bahkan diambilnya sebagai resiko untuk mencapai tujuan utama.Contoh: melly yang ingin membunuh tono dengan cara menembak tono dengan pistol, namun tono sedang ada di dalam mobil, maka peluru pistol tersebut akan mengenai kaca dahulu dan baru peluru itu mengenal kepala Tono. Dari kasus ini, melly secara pasti akan mengenai kaca mobil dahulu yang selanjutnya akan mengenai kepala tono.

Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (opzet bij mogelijkheids bewutzijn)Kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku untuk mencapai tujuan utama dimana si pelaku secara sadar menginsyafi perbuatannya, namun mungkin saja dengan perbuatannya tersebut, akan timbul suatu akibat lain. Contoh: melly yang ingin membunuh tono, dengan cara menembak dengan pistol, namun ketika melly menembak ada anak kecil yang tidak dilihatnya dan tadinya jalanan sepi. Maka tertembaknya anak kecil merupakan suatu keinsyafan kemungkinan.

Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat); opzet met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk opzet/awareness of possibility)

Kesengajaan bersyarat: dengan mengetahui dan menghendaki menerima risiko yang besar.• merupakan perkembangan dalam hukum pidana, khususnya dalam hal bentuk-bentuk

kesengajaan dan HR Belanda baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah PD II Pelaku dengan kehendak dan kesadaran menerima kemungkinan munculnya akibat yang

buruk. • Di Jerman disebut billigend in Kauf nehmen: menerima penuh risiko terwujudnya sesuatu

kemungkinan• Contoh: metro mini maut di Jakarta Utara, naik kuda di jalan ramai di kota London,

memainkan pistol meletus DOOR! dan mengenai org

PERBEDAAN KEINSYAFAN KEPASTIAN DAN KEINSYAFAN KEMUNGKINAN

KESENGAJAAN DENGAN KEINSYAFAN KEPASTIAN – dengan dilakukannya satu perbuatan maka ada akibat yang secara sadar dan kasat mata akan terjadi untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan kata lain ada 2 akibat yang muncul secara pasti.

Page 25: Asas Asas Hukum Pidana

KESENGAJAAN DENGAN KEINSYAFAN KEMUNGKINAN – dengan dilakukannya suatu perbuatan maka ada akibat lain yang sudah dipikirkan, bahwa “jangan-jangan akan terjadi begitu/begini” dengan kata lain, ini belum bisa diterka secara pasti, namun dapat diperkirakan sebelumnya.

Ada pakar-pakar hukum pidana yang mengatakan bahwa tidak mungkin seseorang itu menghendaki akibat, karena paling banter orang hanya bias membayangkan akibat, sebab mungkin terdapat faktor-faktor X yang berada diluar kekuasaanya yang memengaruhi hubungan sebab akibat itu. Oleh karena itu, terdapat teori-teori dalam hal ini, yaitu:

1. Teori Kehendak (von Hippel) wils theorie“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik dikehendaki si pelaku”

Teori ini mengatakan bahwa inti kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. Artinya bahwa pelaku kejahatan berkehendak melakukan perbuatan yang dipidana hukum- dan menginginkan akibatnya. Teori ini adalah yang paling kuat.

Dari penjelasan dan teori di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan disengaja adalah menghendaki dan mengetahui perbuatan yang dilakukan, yang mana perbuatan itu dipidana secara hukum, serta menghendaki akibat dari perbuatan tersebut.

Menurut teori ini sengaja adalah kehendak untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat karena perbuatannya itu. Dengan perkataan lain dapat dikatakan sebagai sengaja apabila suatu perbuatan itu dikehendaki, dan akibat perbuatan itu benar-benar menjadi maksud dari perbuatan yang dilakukan.

2. Teori Bayangan (Frank) voorstellings theorie“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa akibat yg bersangkutan akan tercapai, maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu”

Teori ini mengatakan bahwa sengaja berarti mengetahui dan dapat membayangkan kemungkinan akan akibat yang timbul dari perbuatannya tanpa ada kehendak atau maksud untuk akibat tersebut. Menurut teori ini berdasarkan alasan psikologis tidak mungkin suatu akibat itu dapat dikehendaki. Manusia hanya bisa menginginkan, mengharapkan atau membayangkan (voorstellen) kemungkinan akibat yang akan terjadi. Dirumuskan bahwa sengaja adalah apabila suatu akibat dibayangkan sebagai maksud, dan oleh karena itu perbuatan tersebut dilakukan oleh yang bersangkutan sesuai dengan bayangan yang telah dibuatnya lebih dahulu

Dalam bahasa Belanda istilah untuk kesengajaan atau opzet ini tidak seragam tetapi terdapat berbagai cara merumuskan kesengajaan antara lain :

a. Optezettelijk = dengan sengaja (ps . 338 KUHP)b. Wetende dat = sedangkan ia mengetahuic. Waarvan hij weet = yang diketahuimya

Page 26: Asas Asas Hukum Pidana

d. Van wie hij weet = yang diketahuimyae. Kennis dragende van = yang diketahuimyaf. Met het oogmerk = dengan maksudg. Waarvan hij bekend is = yang diketahuimyah. Waarvan hij kent = yang diketahuimyai. Tegen beter wetenin hiu = bertentangan dengan yang diketahuimyaj. Met het kennelijk doel = dengan tujuan yang diketahuinya

LAIN-LAINNYA• Dengan sengaja : Ps 338 KUHP• Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP• tahu tentang : Ps 164 KUHP• dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP• niat : Ps 53 KUHP• dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP

- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b) berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu. - ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan pelaksanaan delik

Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja & unsur melawan hukum• Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP : dengan

sengaja dan melawan hukum ; Ps 333 KUHP : dengan sengaja melawan hukum• Vos, zevenbergen, langemeijer :

tiadanya kata “dan” tidak berarti apa2, semuanya mesti dibaca “dengan sengaja dan melawan hukum”

• Remelink, van Bemmelen :kata penghubung “dan” tidak mempunyai arti, jadi istilah “dengan sengaja” meliputi pula “melawan hukum.”

KELALAIAN (CULPA)

schuld - nalatigheid - sembrono teledor

Page 27: Asas Asas Hukum Pidana

Kelalaian adalah salah satu bentuk dari kesalahan selain kesengajaan. Culpa terjadi ketika si pelaku mungkin mengetahui tetapi tidak secara sempurna, karena dalam culpa seseorang mengalami kekurangan:

- Kurang hati hati - kurang waspada- Kurang cermat - kurang teliti- Kurang perhitungan - kurang perhatian

istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :

- kelalaian - kealpaan - kesalahan - seharusnya diketahuinya - sepatutnya diketahuinya

• KUHP : tidak ada definisi ttg culpa• MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan di pihak lain dengan

hal yg kebetulan• Pada culpa, unsur menghendaki selalu tidak ada; sedangkan unsur mengetahui sering tidak

ada

Syarat adanya kealpaan :

(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2) kekurangan berhati-hati

(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum

( c) Simons : pada umumnya kealpaan mempunyai 2 unsur : 1) tidak berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat.

Dengan demikian, culpa adalah suatu kondisi dimana seseorang seharusnya tahu akan tetapi ia tidak tahu atau mengetahui tetapi tidak tahu, sehingga timbul suatu akibat.

Culpa dibagi menjadi 2:

1. Culpa yang disadari (bewuste) sadar tetapi ada kekurangan Terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dan sudah dapat membayangkan akibatnya.

2. Culpa yang tidak disadari (onbewuste) sama sekali tidak sadarTerjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan tetapi ia tidak sama sekali membayangkan akibat yang akan timbul.

KLASIFIKASI CULPA

1. Culpa LevisDibandingkan dengan orang yang lebih pandai dari orang biasanya. Kesalahannya kecil

Page 28: Asas Asas Hukum Pidana

Contoh: pembantu yang dari desa mematikan kompor gas dengan air dan mengakibatkan kebakaran. Disebut culpa levis, karena ia tidak memiliki kepandaian disbanding pembantu-pembantu lain

2. Culpa LataDibandingkan dengan orang yang setingkat kepandaiannya. Kesalahannya besarContoh: valentine rossi mengendarai sepeda motor, namun karena kesalahan ia menabrak orang hingga meninggal.

Unsur kesengajaan dan kealpaan ini hanya berlaku untuk kejahatan dan tidak untuk pelanggaran. Mengenai pengertian menghendaki tersebut, kehendak itu dapat ditujukan kepada :

1. Perbuatannya yang dilarang (kesengajaan formal)2. Akibatnya yang dilarang (kesengajaan material)3. Keadaan yang merupakan unsur tindak pidana.

Kesengajaan yang hanya ditujukan kepada perbuatannya yang dilarang disebut kesengajaan formal, sedangkan yang ditujukan kepada akibatnya adalah kesengajaan material.

Percobaan (Poging)Percobaan diatur dalam pasal 53 dan 54 KUHP. Percobaan dalam arti hukum pidana harus

selalu gagal. Menurut Wiryono, percobaan adalah usaha untuk mencapai tujuan tetapi pada akhirnya tidak tercapai. Percobaan dapat dikatakan juga sebagai “Permulaan kejahatan yang belum selesai.” Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang (Perluasan Pertanggungjawaban Pidana). Poging adalah perluasan pengertian delik. Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau membahayakan kepentingan hukum. Selain itu, harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai. Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil:

a. Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang telah dilakukan, tanpa menunggu timbulnya suatu akibat.

b. Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau terjadi.

Dapat disimpulkan bahwa:

a. Pada delik formil : perbuatan yang dilakukan tetapi belum selesai.b. Pada delik materiil : akibat dari tindak pidana belum/tidak timbul.

Pasal 53

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.

Page 29: Asas Asas Hukum Pidana

(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.

(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

Pasal 54

Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana

Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang merupakan percobaan tindak pidana yang dipidana sebagai delik selesai. Hal ini terdapat juga dalam UU Pidana di luar KUHP.

Ada juga delik-delik khusus dlm KUHP yg mirip dengan percobaan yaitu makar (ps. 87) dan permufakatan jahat (ps. 88), namun ada syarat dari Ps. 53 yang belum dipenuhi tapi sudah dapat dihukum.

Teori Subyektif (Subjectieve Pogingsleer)

Menurut teori ini, seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan kejahatan itu pantas dihukum, oleh karena orang tersebut telah menunjukkan perilaku yang tidak bermoral yang bersifat jahat ataupun yang bersifat berbahaya.” Terdapat sikap batin atau watak yang berbahaya dari si pelaku dan permulaan pelaksanaan kehendak terpenuhi. Salah satu penganutnya adalah Van Hammel. “apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya.”

Teori Obyektif (Objectieve Pogingsleer)

Seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh karena “tindakan-tindakannya telah bernilai membahayakan bagi kepentingan-kepentingan hukum.” Dalam teori ini niat sudah ada, namun persiapan belum bisa dihukum. Teori obyektif ini terbagi menjadi dua, antara lain: teori obyektif formil dan teori obyektif materiil.

Teori Obyektif Formil: Seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh karena “tindakan-tindakannya telah bernilai membahayakan bagi kepentingan-kepentingan hukum”. Teori ini tidak membedakan antara percobaan pada delik formil dan delik materiil.

Teori Obyeltif Materiil: Teori ini membedakan percobaan pada jenis deliknya (delik formil atau delik materiil). Beberapa ahli yang menganut teori ini adalah Simmons, Pompei, dan Hoge Rood.

Simmons, yang melihat dari sudut perbuatan, percobaan melakukan tindak pidana di hukum karena merugikan kepentingan hukum. Simmons ini memisahkan jenis delik. Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur. Pada delik materil apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU.

Page 30: Asas Asas Hukum Pidana

Pompei mengatakan bahwa, ada “permulaan pelaksanaan” apabila suatu perbuatan yang bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik.

Hoge Rood, ada “permulaan pelaksanaan” apabila antara perbuatan yang dilakukan dan kejahatan yang dikehendaki oleh seseorang itu terdapat hubungan erat langsung; yaitu apabila seorang melakukan sesuatu perbuatan untuk melaksanakan kejahatan, perbuatan itu baru dianggap sebagai permulaan pelaksanaan apabila disamping perbuatan itu tidak dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan yang lain untuk menyelesaikan kejahatan.

Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil: “apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang disebut dalam rumusan delik.”

Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil: “segera setelah tindakan yang dilakukan oleh pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh UU tanpa pelakunya tersebut harus melakukan suatu tindakan yang lain.”

Teori Campuran

Teori ini merupakan gabungan dari teori subyektif dan teori obyektif. Teori ini melihat dari segi subyek dan obyeknya. Yang menganut teori ini adalah Memori Penjelasan (Memorie van Toelichting atau MvT) dari KUHP yang menyatakan bahwa percobaan tindak pidana perlu dipidana karena adanya suatu kehendak yang jahat yang mengarah pada suatu yang membahayakan yang nampak dari adanya suatu permulaan pelaksanaan. Dapat disimpulkan dari pendapat MvT tersebut, percobaan tindak pidana dianggap sebagai suatu pelaksanaan kejahatan yang telah dimulai tetapi tidak selesai. Atu suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan yang diwujudkan dengan suatu permulaan pelaksanaan kejahatan.

Syarat Percobaan yang dapat dipidana:

• Niat Menurut doktrin dan yurisprudensi :”voornemen” harus ditafsirkan sebagai kehendak (“willen”) atau “opzet.” Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu kehendak melakukan kejahatan. Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet dalam arti pertama (sebagai “oogmerk” atau tujuan)? Pada umumnya ditafsirkan opzet dalam arti luas (sebagai tujuan, kepastian, dan kemungkinan). Dalam prakteknya, hal ini menimbulkan perbedaan penjatuhan pidana. Tetapi umumnya niat dianggap sama dengan kesengajaan dalam arti luas.

• Permulaan PelaksanaanSecara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak = Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kehendak” = TEORI POGING SUBYEKTIF, menurut teori ini, telah ada permulaan pelaksanaan bila telah ada kebulatan tekad atau kehendak yang jahat untuk menyelesaikan delik dari si pelaku.Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya “… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri” maka secara sistematis maka ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kejahatan” = TEORI POGING OBYEKTIF, teori ini menyangkal teori subyektif karena hal itu baru merupakan perbuatan persiapan, bukan permulaan pelaksanaan perbuatan. Aliran obyektif ini membedakan permulaan pelaksanaan menjadi:

Page 31: Asas Asas Hukum Pidana

• Permulaan pelaksanaan formilDikatakan telah ada permulaan pelaksanaan bila telah ada perbuatan.

• Permulaan pelaksanaan materiil Dikatakan telah ada permulaan pelaksanaan bila tanpa adanya perbuatan lain yang sudah dapat timbul akibat yang dilarang oleh UU.

• Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri (di luar kehendak pelaku)Jadi, harus disebutkan hal-hal lain diluar diri si pelaku yang mengakibatkannya tidak dapat menyelesaikan/mewujudkan niatnya tersebut. • Ada penghalang Fisik• Tidak ada penghalang Fisik, tapi tidak selesai karena akan ada penghalang fisik• Adanya penghalang yang disebabkan keadaan khusus pada obyek yang menjadi sasaran

Contoh: Tertangkap tangan, korban memberikan perlawanan, korban tidak meninggal karena bantuan medis.

• Bila Pelaku Membatalkan niatnya secara sukarela/kehendak sendiri – vrijwillige terugterd – maka TIDAK ADA Percobaan yang dihukum

Pembatasan terhadap teori subyektifPerbuatan dibedakan :

1. Tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat dihukum)

2. Tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah dapat dihukum)

Tetapi, pertanyaannya : mana yang merupakan “perbuatan persiapan” dan mana yang merupakan

“perbuatan pelaksanaan” ?

Macam-Macam Percobaan (KUHP):

a. Percobaan yang dapat dipidana

b. Percobaan yang tidak dapat dipidana

Macam-macam Percobaan (Menurut Doktrin):

Percobaan yang Sempurna/selesai/lengkap = lawan dari percobaan yang tertangguh : Voleindigde

Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua

perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal.

Contohnya: A hendak membunuh B, pistol telah diarahkan dan picu telah ditarik dan peluru melesat

keluar, akan tetapi tembakannya meleset.

Page 32: Asas Asas Hukum Pidana

Percobaan yang Tertangguh : Geschorte Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan

kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi

kurang satu perbuatan lain untuk menyelesaikan delik, ia terhalang oleh suatu hal di luar dirinya

sehingga delik tidak selesai. Contoh: A mencoba membunuh B dengan pistol. Pistol sudah diarahkan

ke B. Namun, sebelum pistol ditarik, tangan A sudah dipukul orang dan pistol terlepas.

Percobaan yang Dikualifisir (Gequalificeerde Poging) apabila seseorang melakukan tindak pidana

sampai pada taraf percobaan, tetapi bila dilihat tersendiri ternyata masuk ke dalam rumusan delik

lain yang selesai.

Percobaan yang Tidak Sempurna (tidak wajar) : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang

berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg

diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna

atau obyek (sasaran) tidak sempurna. Tidak sempurna : mutlak atau relatif. Alat yang

mutlak/absolut tidak tepat: misalnya hendak membunuh dengan pistol tetapi tidak ada pelurunya

atau misalnya hendak meracuni tetapi yang dibubuhkan adalah gula. Sasaran yang mutlak/absolut:

misalnya, membunuh orang yang sudah mati sebelumnya. Alat yang relatif tidak tepat: misalnya,

membunuh seseorang tetapi karena laras pistolnya bengkok, maka tembakan melenceng atau

meleset. Selain itu, dalam meracuni seseorang tetapi racun yang diberikan ternyata dosisnya tidak

cukup untuk membunuh manusia. Sasaran yang relatif tidak tepat: misalnya, menembak orang yang

memakai baju anti peluru.

Pada yang mutlak/absolut, delik itu memang tidak mungkin terjadi. Pada yang relatif, sebenarnya

delik dapat selesai tetapi karena hal-hal tertentu delik tidak selesai.

Pemidanaan pada percobaan yang tidak sempurna:

• Aliran subyektif

Baik yang absolut maupun yang relatif, tetap dapat dipidana sebab pada diri si pelaku telah

terdapat tekad atau niat yang jahat.

• Aliran obyektif

Yang dapat dipidana hanya yang relatif sebab pada yang relatif sebenarnya delik dapat

diselesaikan tetapi karena suatu hal delik tidak selesai. Sedangkan pada yang absolut atau

mutlak, tidak dapat dipidana sebab delik tidak akan selesai atau sudah tidak ada kepentingan

hukum yang dilindungi.

Page 33: Asas Asas Hukum Pidana

Dalam membicarakan percobaan yang tidak sempurna, biasanya dihubungkan dengan lembaga yang

disebut Mangel am Tatbestand yaitu tidak selesainya delik karena terdapat unsur yang keliru.

Contoh: seseorang yang mencuri barang, tetapi ternyata barang itu sebagian miliknya.

Mangel am tatbestand (gebrek aan feitelijk tosdracht v/e zaak)

Kejadian-kejadian yang mirip dengan percobaan yang tidak sempurna/ tidak wajar di mana salah

satu unsur dari kejahatan tertentu itu sebenarnya tidak mungkin ada atau tidak mungkin terjadi.

Misal: menggugurkan kandungan seorang perempuan yang tidak pernah hamil; mencuri barang yang

pencurinya tidak tahu bahwa barang tersebut sebelum dicuri telah diwariskan/diberikan padanya.

Pasal 21 RUU KUHP-2015

1) Dalam hal tidak selesai atau tidak mungkin terjadinya tindak pidana disebabkan ketidakmampuan

alat yang digunakan atau ketidakmampuan objek yang dituju, maka pembuat tetap dianggap

telah melakukan percobaan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 1/2 (satu per

dua) maksimum pidana yang diancamkan untuk tindak pidana yang dituju.

2) Untuk tindak pidana yang diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maksimum

pidananya penjara 10 (sepuluh) tahun.

Pengecualian yang terdapat pada pasal 53 KUHP dimana jika melakukan percobaan kejahatan akan

tetapi tidak dihukum:

• Pasal 184 ayat 5 KUHP –perkelahian tanding

• Pasal 302 ayat 4 KUHP – penganiayaan ringan terhadap binatang

• Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2 KUHP – penganiayaan biasa dan ringan

• Delik-delik lain yang dalam perumusannya terdapay kata-kata seperti “mencoba

menggerakkan” atau “mencoba mencorong”

• Delik omissi yang gagal, baik omissi murni ataupun tidak murni

Putatif Delict

Seseorang mengira bahwa apa yang dilakukan merupakan suatu tindak pidana, padahal tindakan

tersebut tidak dilarang.

Page 34: Asas Asas Hukum Pidana

Contoh: Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa sejumlah uang kertas asing. Semula ia

beranggapan telah mencoba atau melakukan suatu kejahatan. Namun ternyata uang yang ia bawa

masih dalam batas ketentuan yang tidak dilarang