Pengembangan Kurikfllum Program Diploma TeBnik...

9
Pengembangan Kurikfllum Program Diploma TeBnik Berbasis Komaetensi Duaia Usaha darn Industri RSG IFT UNP . Certified Management System DIN EN IS0 9001:2008 Cert.No. 01 100 08642

Transcript of Pengembangan Kurikfllum Program Diploma TeBnik...

Pengembangan Kurikfllum Program Diploma TeBnik Berbasis Komaetensi Duaia Usaha darn Industri

RSG IFT UNP .

Certified Management System DIN EN IS0 9001:2008 Cert.No. 01 100 08642

IEllAlnClR flA$lOnllt Penc~embclngan Kurikulum Ptogrcrm Diploma Teknik

Rerbclrir Kompetcnri Dunia Uraha dan lndurtri

EVALUASI DAN ANALISIS TERHADAP KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Oleh: Waskito *

ABSTRAK

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dianggap sebagai kurikulum yang mampu menjawab tantangan dunia kerja, sehingga lembaga pendidikan yang melaksanakan KBK, lulusannya akan siap untuk bekeja. Namun apakah kurikulum yang merupakan salah satu alat pendidikan memang hanya ditujukan untuk menjawab tantangan kerja yang sedang berlangsung saat ini? Makalah ini akan membahas, mengevaluasi, dan menganalisis Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang saat ini sedang berjalan di dunia pendidikan Indonesia. Untuk mendukung tulisan ini, dilakukan studi perpustakaan yang menjelaskan apa dan bagaimana sebenamya KBK itu. Dari literatur yang ada, ternyata KBK tidak hanya boleh menjawab persoalan dunia keja saat ini, tetapi juga harus memberikan muatan yang memberi kompetensi di masa depan kepada peserta didik.

Kata kunci: kurikulum berbasis kompefensi, dunia keja, kompetensi masa depan

*) Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakuitas Teknik Universitas Negeri Padang

A. Pendahuluan

Di negara kita, Indonesia, kurikulum telah beberapa kali berganti, sebutlah pada tahun 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Keluhan terhadap kurikulum 1975, diantaranya adalah sulitnya guru menentukan kedalaman materi ajar, karena GBPP hanya dalam garis besarnya saja. Atas dasar keluhan tersebut disusunlah kurikulum 1984 yang mulai memasukkan unsur ketrampilan proses.Tetapi masyarakat juga mengeluh, bahwa kurikulum 1984 disebut terlalu rinci sehingga mematikan kreativitas guru. Selanjutnya dikembangkan kurikulum 1994 untuk menjawab keluhan- keluhan tersebut. Namun ternyata kurikulurn inipun tidak memberikan prestasi yang menggembirakan.

Berdasarkan evaluasi vann dilakukan . - oleh Balitbang Diknas, kurikulum 1994 tidak menggunakan pendekatan kompetensi. Menurut mereka, tujuan pendidikan yang dibagi menjadi tujuan pendidikan nasional, tujuan jenjang pendidikan, tujuan institusional, tujuan kelas, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran- masih mengabaikan kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik mengetahui banyak fakta tetapi kurang mampu memanfaatkannya secara efektif. Padahal, kemampuan mengimplementasikan pengetahuan yang diperoleh pada kehidupan nyata merupakan substansi yang mendasar dari sebuah kurikulum. Selanjutnya diterapkan kurikulum 2004 yang kemudian dikenal dengan Kurikulum

Waskito Page 189

sernlnclrt nclrlonni Pcngcmbangan I<urikulum Program Diploma Tehnih nerbnrir Kompctcnri Dunia Uraha dan lndurtri

Berbasis Kompetensi (KBK) meng gunakan pendekatan produk. Pada tahun 2006, KBK yang masih dikembangkan oleh pusat kurikulum, dipertajam lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada dasamya KTSP adalah KBK yang disesuaikan dengan kemam puan sekolah untuk menjalankan proses pem belajarannya.

Dalam posisi kurun waktu seperti ini, John Naisbit dalam Oernstein & Hunkin (1 998) mengatakan bahwa kita berada di antara dua gelombang besar, yaitu era industrialisasi dan informasi. Sebagian besar masyarakat dunia masih berkutat dengan industri yang menggunakan mesin-mesin, tetapi teknologi informasi sudah sedemikian cepat berkembang. Sehubungan dengan pertanyaan, bahwa kurikulum adalah wahana untuk membang kitkan potensi manusia dalam menjawab tantangan kehidupan, maka sebenarnya diperlukan kurikulum yang tidak hanya mampu menjawab persoalan masa kini tetapi juga mampu menjawab persoalan masa depan.

Tulisan ini membahas dan mengupas, apakah KBK mampu menjawab keinginan masyarakat agar hasil pendidikan akan menghasilkan manusia Indonesia yang mampu men~awab tantangan persoalan masa kini dan masa depan. Mula-mula akan dibahas

dan arti, baik valuasi kurikulum dalam arti rencana, implementasi rencana, atau hasil dan dampak. Tyler (1949) menyakatakan bahwa evaluasi kurikulum adalah untuk:memperbaiki kurikulum, sedangkan Cronbach (1 963) menegaskan bahwa fungsi evaluasi kurikulum adalah untuk memperbaiki kurikulum dan memberikan penghargaan. Tyler menekankan kepada evaluasi produk, sedangkan Cronbach ingin menemukan aspek-aspek kurikulum yang akan diperbaiki.

Sementara Scriven (1 967) menambahkan' bahwa fungsi evaluasi dapat berbentuk forrnatif dan berbentuk sumatif. Sebagai fungsi formatif, Scriven melihat kurikulum sebagai suatu rencana. lmplementasi kurikulum di lapangan terus dinilai dengan memperhatikan berbagai faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi pelaksanaan kurikulum. Sedangkan fungsi sumatif memberikan perhatian pada evaluasi hasil. Suatu ha1 yang harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum adalah kerangka berpikir dasar, konsep, ide yang melatarbelakangi perubahan dan penyempurnaan kurikulum.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka evaluasi kurikulum dapat dikelompokkan atas 4 kategori, yaitu: (1) evaluasi reflektif, (2) eva luasi Rencana, (3) evaluasi pelak sanaan, dan (4) evaluasi produk.

tentang pengertian kurikulum, Evaluasi reflektif, mengacu kompetensi, implementasi KBK yang kepada . kurikulum sebagai ide. sudah dilakukan, dan analisis tentang KBK.

Pertanyaan-pertanyaan Yang dimunculkan untuk evaluasi reflektif

B. Pentingnya Evaluasi Kurikulum diantaranya adalah: (1) telah . .

Tidak dapat dipungkiri bahwa berubahkah ide dan konsepsi

dalam konstruk evaluasi kurikulum kurikulum, (2) Telah goyahkah

tersimpan kata pertimbangan, nilai fondasi-fondasi kurikulum yang 7 , ' ,

Page 190

scrnlnart nrrslonrri Pcnqcmban<)an Kurikulum Ptogram Diploma Tcknik

Rcrbarir Kompetenri Dunia Uraha dan lndurtri

digunakan, (3) Apa dan bagaimana sebagai kelanjutan dari gerakan kurikulum 1994 sehingga muncul behavioral objectives.. Pendukung KBK gerakan ini menganjurkan spesifikasi

Evaluasi rencana merupakan jenis evaluasi kurikulum yang banyak dilakukan dewasa ini. Jenis evaluasi ini diarahkan pada dokumen kurikulum, seperti pada tujuan, konten (scope dan sequence), pengalaman belajar, dan evaluasi. Di samping itu diarahkan pula pada kesesuaian format, kejelasan bahasa dan keterbacaan serta hubungan antar komponen dalam dokumen kurikulum.

. .

Evaluasi implementasi kuriku lum diarahkan pada pelaksanaan kurikulum. Di samping itu ditujukan pula pada faktor-faktor komponen yang mempengaruhi dan hubungan dengan pelaksanaan kurikulum, seperti: pengetahuan dan sikap pendidik, kepemimpinan kepala sekolah, peserta didik, media dan alat belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem supervisi.

Evaluasi Produk diarahkan pada evaluasi hasil belajar. Namun kemudian disempurnakan dan diarahkan pula pada pencapaian tujuan dalam kurikulum yaitu sejauh mana perilaku yang dinyatakan dalam kurikulum telah dimiliki peserta didik bukan hanya pengetahuan semata. Disamping itu perlu pula dilengkapi dengan evaluasi dampak kurkulum terhadap masyarakat.

C. Pengertian Kurikulum Berbasis Kom petensi

Seperti dikemukakan oleh Bowden dalam Wibowo (2002), konsep sistem pendidikan berbasis kompetensi bukanlah ha1 baru, karena sejak akhir 1960 telah diperkenalkan di Amerika Serikat

tujuan sebagai perilaku yang dapat diobservasi secara langsung dan dapat dicatat. Untuk mengim plementasikan konsep pendidikan berbasis kompetensi diperlukan sistem dan proses pembelajaran yang mendukung, yaitu disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada KBK, peran pendidik lebih bersifat sebagai fasilitator dan mediator, yaitu: (1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan peserta didik bertanggungjawab dalam membuat rancangan dan proses. Memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang pendidik; (2) menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keinginantahuan peserta didik dan membantu mereka untuk mengek presikan gagasan-gagasannya; (3) menyediakan sarana yang merang sang berpikir secara produktif; (4) menyediakan kesempatan pengala man konflik, (5) memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran jalan atau tidak. Pendidik menunjukkan dan mem pertanyakan apakah pengetahuan peserta didik berlaku untuk menghadapi persoalan baru. Pendidik membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan peserta didik.

KBK mempunyai beberapa karakteristik diantaranya adalah: pembelajaran menggunakan pende katan dan metode yang bervariasi, dan sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur pendidikan. Pendidik diberikan kebebasan untuk memilih sumber, metode dan media

Waskito Page 191

SE~II IAR nasionat Penqcmbanqon I<urikulum Program Diplomcr Teknih ncrborir I<ompetenri Dunie Umha den Indurkri

pembelajaran yang sesuai untuk D. lmplementasi KBK diterapkan di kelasnya. Dengan kata lain guru tidak terpaku pada hanya satu jenis buku teks rnelainkan dapat menggunakan berbagai sumber dan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar anak.

Sebagian besar rnetode pembelajaran yang digunakan adalah metode-metode pembelajaran yang melibatkan dominasi peserta didik dalam pelaksanaannya. Metode- metode tersebut antara lain: metode diskusi, latihan terbimbing, simulasi, studi kasus, Cooperative Learning, Active Learning, dan sebagainya. Dengan kata lain pemilihan rnetode diarahkan kepada rnetode yang dapat membangun pengetahuan peserta didik secara aktif. Sedangkan penggunaan media untuk mencapai kompetensi yang diharapkan merupakan keharusan. Untuk jenis media yang dibutuhkan akan

. meliputi: alat bantu instruksional (instructional aids) dan media instruksional (instructional media). Namun dernikian penggunaannya perlu disesuaikan dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai serta usia atau jenjang pendidikan

Dengan kriteria seperti itu, menurut Zuhdi dalam Wibowo (2002) kebanyakan pendidik akan rnengalami - kesulitan untuk menerapkan KBK karena berbagai alasan, diantaranya: Pertama, KBK menuntut pendidik untuk lebih rnencurahkan kepada masing-masing peserta didik, khususnya mereka yang memiliki prestasi di bawah rata- rata. Hal ini tentunya membutuhkan waktu yang lebih banyak. Kedua,KBK menuntut para pendidik untuk merancang sendiri bahan dan strategi pembelajaran.

Secara konseptual, KBK diterapkan dengan mempertim bangkan kondisi dan tantangan serta peluang pada awal abad ke-21. Apalagi Indonesia yang sudah mulai rnenerapkan sistem desentralisasi- terrnasuk dalam bidang pendidikan. Sehingga irnplementasi KBK di lndonesia mernperhatikan situasi dan kondisi pada tiap daerah yang memang beragarn. Beberapa pengembangan KBK rneliputi: (1) Pengernbangan kurikulurn diorien tasikan pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented) yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi; (2) Pengernbangan berbasis pada kompetensi dasar yang berfungsi sebagai "national platform" yang memungkinkan daerah dan peserta didik-di seluruh tanah air yang beragam potensi, kemampuan dan rninat belajarnya mendapatkan kesempatan yang sarna untuk mengakses pendidikan lanjutan atau dunia kerja di manapun di tanah air; (3) KBK adalah pengembangan kurikulum yang bertitik-tolak dari kompetensi yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah menyelesaikan pendidikan (tamat/lulus); (4) Pengembangan kurikulurn berdiversifikasi yang mernungkinkan setiap daerah atau sekolah mengernbangkan atau menyusun silabus sendiri berdasarkan kompetensi dasar yang telah ditentukan pusat. Dengan dernikian, kurikulurn akan lebih relevan dengan kondisi dan kepentingan masing-masing daerah sehingga dapat rnemberdayakan stakeholder di daerah; (5) Pengembangan kurikulum yang utuh dan menyeluruh (holistic) yang mencakup pernbentukan karakter,

Page 192

penguasaan ketrampilan hidup dan akademik, hidup sehat dan mengapresiasi seni baik melalui kegiatan intra maupun ekstra kurikuler, (6) Untuk menjamin bahwa kompetensi dasar yang ditentukan telah dapat dicapai maka perlu diterapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning) dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan keragaman cara penilaian.

Sasaran akhir pendidikan adalah membekali peserta didik dengan pengetahuan (knowledge), kompetensi (skill), dan nilai-nilai (values) agar ia mampu hidup mandiri. Karena itu Ansyar (2002) berpendapat bahwa pendisain kurikulum ditantang untuk mengembangkan program pendidikan, yang dengan bekal itu, peserta didik mampu berfungsi optimal di masyarakat, baik di masa kini maupun di masa depan. Peserta didik saat ini akan berkiprah di masa depan. Warna kehidupan masa depan, pada sektor politik, sosial, ekonomi, dan budaya, tergantung pada kontribusi mereka nanti. Karena itu, pendidikan harus berorientasi masa depan (future oriented); tidak tepat kalau berorientasi masa kini saja, apalagi ke masa lalu.

Sangat riskan mendasarkan kurikulum pada potret masyarakat yang statis, baik masa kini maupun masa depan, karena salah satu ciri masa depan ialah perubahan yang sangat cepat (increasing rate of change); ia tidak mudah diprediksi, mengingat bentuknya yang jamak dan bukan selalu merupakan lanjutan masa lalu. Bahkan ada skenario masa depan itu yang belum pernah ditemui di masa lalu (Tofler, 1981). Karena itu, sangat sukar ditentukan bentuk tingkah laku atau kompetensi

SEmlfIAR nASlOnA1 ngembongan Kurikulum Proqram Diploma Teknik

fierbarir Kompetenri Dunia U ~ a h a dan lndurtri

yang tepat untuk menghadapinya, walau dapat diprediksi.

KBK kelihatannya lebih diarahkan pada relevansi kurikulum yang semata ditujukan kepada dunia industri dan kebutuhan masyarakat masa kini. Akibatnya kurikulum akan kehilangan kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan yang sedemikian cepat. KBK juga melihat peserta didik seperti robot, karena hanya memberi pengetahuan yang terbatas bersifat "emerging" dan "unfolding"

Hasan (2002) mengatakan bahwa suatu implementasi kurikulum baru akan berhasil apabila pelaksana (pendidik, kepala sekolah, peniliWpengawas) memahami ide baru yang dibawa oleh kurikulum, dapat melakukan apa yang diinginkan oleh kurikulum, dan yakin bahwa ide baru tersebut lebih baik dibandingkan apa yang sedang dilakukan sehingga mereka mau melakukan kurikulum tersebut. Artnya sosialisasi kurikulum haruslah sampai pada tingkat mengem bangkan keyakinan para pelaksana bahwa ide baru akan memberikan jaminan kualitas pendidikan lebih baik dan mereka merasa bahwa mereka adalah bagian dari ide baru tersebut.

Pada KBK yang sekarang diberlakukan, memang telah dilaku kan sosialisasi dan uji coba. Para pelaksana telah diberikan pelatihan bagaimana melaksanakan pembe lajaran dengan KBK. Namun kenyataan di lapangan, hanya sedikit sekali guru Yang mampu menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang dituntut oleh KBK. Misalnya dalam penggunaan modul, boleh dikatakan tidak ada

Waskito Page 193

SQlllltlClR CICISI0II;Cll Pengembangan Kurikulum Program Diploma Tcknik Berbnr i~ I(ompelenri Dunia Ufaha dan lndurtri

sekolah dan guru yang menggu karena kompetensi yang digunakan nakan modul. Umumnya guru kurikulum dikembangkan dari menggunakan sumber belajar dari disiplin.ilmu dan bukan dari dunia buku-buku teks yang diberi label kerja, masyarakat, bangsa atau pun "Buku ini sesuai dengan Kurikulum kehidupan global. Berbasis ~om~etensi" . Sehingga prinsip belajar tuntas yang sesuai dengan jiwa KBK juga tidak dapat diterapkan. Sekolah yang katanya sudah rnenerapkan KBK, kepala sekolahnya ternyata belum paham dan gagap mengimplementasikan pengelolaan proses pembelajaran. Hal ini disebabkan sistem sosialisi yang tidak efektif.

Struktur KBK yang memberikan sks lebih besar pada mata pelajaran matematika, sains (untuk lebih mendekatkan diri pada istilah yang dibenarkan oleh pandangan esensialis), dan teknologi dengan mengorbankan Pengetahuan Sosial dan llmu Sosial, PPKNlkewarga negaraan, bahasa Indonesia dan daerah, serta bidang-bidang yang dianggap kurang "penting". Alokasi waktu ini adalah "construct" para pengembang kurikulurn dan jawaban terhadap permasalahan yang ada.

Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa KBK gagal menjawab keseluruhan spektrum perrnasalahan masyarakat. KBK hanya menjawab sebagian kecil dari permasalahan yang ada. di masyarakat yaitu rendahnya penguasaan matematika dan ilmu alamiah (sains) yang - diindikasikan dalarn tes seperti UAN . Permasalahan lain yang terjadi di masyarakat dan dirumuskan dalam ketetapan formal seperti undang- undang tidak menjadi perhatian KBK. Tuntutan dunia kerja yang seharusnya menjadi kepedulian besar dalam model kurikulum berbasis kompetensi tidak muncul

Utuk perguruan tinggi, Mendik nas telah mengeluarkan surat keputusan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi melalui SK Menteri Pendidikan Nasional Vomor 232lUl2000 Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Dengan dasar empat pilar itu kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok mata kuliah yaitu: (1) Mata. Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilryuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) M.ata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).

Walaupun ' tidak dinyatakan secara eksplisit, namun SK nomor 232 tahun 2000 di atas jelas menunjukkan arah kurikulum berbasis kompetensi. Penjelasaan eksplisit dinyatakan pada Surat Keputusan Mendiknas nomor 045lU12002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan ' "Kompetensi - adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu".

SK Mendiknas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat perlu~ya pendekatan KBK dalam pengem

Page 194

SE~IIICIR nrrslonni Pengembangan Kurikulum Progrom Diploma Tehnih

Bcrbari~ Komgtlenti Dunin Ulaha dan lndu~tri

bangan kurikulum pendidikan tinggi. kelima kelompok mata kuliah tersebut Bahkan dalam SK Mendiknas 045 sebagai kelompok kompetensi. pasal 2 ayat (2) dikatakan bahwa Dengan demikian maka setiap mata kelima kelompok mata kuliah yang kuliah harus menjabarkan, dikemukakan dalam SK nomor 232 kompetensi yang dikembangkan mata adalah merupakan elemen-elemen kuliah tersebut sehingga setiap mata kompetensi. kuliah memiliki matriks kompetensi.

Selanjutnya, keputusan tersebut Setelah itu dapat dikembangkan

menetapkan pula arah pengem matriks yang menggambarkan

bangan program yang dinamakan sumbangan setiap mata kuliah

dengan kurikulum inti dan kurikulum terhadap kelima, kategori

institusional. Jika diartikan melalui kompetensi.

keputusan nomor 045 maka Untuk mengembangkan dan kurikulum inti berisikan kompetensi mengimplementasikan KBK ini utama sedangkan kurikulum dengan baik sejumlah komponen institusional berisikan kompetensi pedu terlibat secara inten dan pendukung dan kompetensi lainnya. memberikan perannya masing- Berdasarkan SK Mendiknas nomor masing sesuai dengan kapasitasnya, 045: antara lain:

Kurikulum inti yang merupakan a. Visi dan Misi kelernbagaan dan penciri kompetensi utama, bersifat: kepemimpinan yang berorientasi

a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan

b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi

c. berlaku secara. nasional dan intemasional

d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, clan

e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan

kualitas ban akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.

b. Partisipasi seluruh sivitas akademika terutama dosen dan mahasiswa dalam bentuk shared vision dan mutual commitment untuk optimasi kegiatan pem belajaran.

c. lklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan Yang berkesinambungan.

d. Keteriibatan kelompok masyarakat pemrakarsa serta masyarakat pengguna lulusan.

E. Penutu~ Sedangkan Kurikulurn institusi

onal berisikan kompetensi pendukung KBK mempunyai kekuatan

serta kompetensi lain yang bersifat dalam kejelasan komunikasi antar

khusus dan gayut dengan kompetensi pengembang dan pelaksana

utama. kurikulum tentang arah dan evaluasi keberhasilannya. Kelemahannya

Dalam rangka implementasi berkaitan dengan tujuan tingkah laku KBK di perguruan Tinggi, maka yang membekali peserta didik hendaknya kita memperlakukan

Waskito Page 195

SEmlnaR naslonmi Pengembangan I<urikulum Program Diplomo Teknik ncrborir Kompetcnri Dunia U ~ a h a don Induttri

dengan pengetahuan, kompetensi, dan nilai-nilai agar ia dapat berfungsi optimal di masyarakat. Karena KBK didasarkan pada pendekatan S-R, maka tidak memadai sebagai dasar pengembangan kurikulum berorien tasi ke masa depan.

Pemikiran untuk mengembang kan kurikulum berdasarkan standar dan kompetensi serta memasukkan ketrampilan hidup baik sebagai model pengernbangan kurikulum atau pun bagian dari kurikulum yang sudah ada mernerlukan proses sosialisasi yang kuat. Perubahan sikap yang diperlukan dengan adanya standar kompetensi terlebih- lebih dengan model ketrampilan hidup merupakan suatu perubahan yang tidak kecil. Perubahan tersebut memerlukan waktu, tenaga, dana, dan kesabaran yang tinggi .di pihak para pengernbang kurikulum. Upaya ini tidak boleh diabaikan dan tidak boleh pula dilakukan hanya dalam waktu yang singkat. Untuk itu perlu dilakukan kontak yang berkesinarn bungan antar para pengembang kurikulum dengan pelaksana sehingga tidak terjadi bahwa apa yang direncanakan berbeda dengan yang dilaksanakan.

Daftar Pustaka

A Muri Yusuf,(2005), Dasar-Dasar dan Teknik Evaluasi Pendidikan. Padang: Universitas Negeri Padang

Ansyar, M (2002) Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah, Seminar Nasional

Kurikulum Berbasis Kompetensi, Universitas Negeri Padang

Cronbach, Edward, & Zeller, Richard A, (1 970), Essential of Psychological Testing, New York:Harper & Row

Hasan, S. H (2002), Hakekaf Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah, Seminar Nasional Kurikulum Berbasis Kompetensi, Universitas Negeri Padang

McAshan, H.H. (1 979). Competency- Based Education and behavioral Objectives, Englewood Cliff, N. J: Educational Technology Publishers.

Oernstein, A.C, and Hunkins, F.P.(1988) Curriculum: Foundations, Principles, and Issues, Englewood Cliff, N.J.:Prentice Hall.

Scriven, M, .(1967), The Methodology of Evaluation, U.S.A:Office of Education

Tofler, A (1981). The Third Wave, New York:Bantam

Tyler, R. W, (1951), The Function of Measurement in Improving Instruction, in E. F Lindquist (Ed) Educational Measurement, Washinfton D.C:American Council Education

1) Wibowo, Alexander jatmiko dan Fandy Ciptono (2002), Pendidikan Berbasis Kompe tensi, Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta

Page 196