PENGEMBANGAN INDUSTRI GELATIN TULANG IKAN … · minimum agar industri gelatin dapat layak adalah...

32
PENGEMBANGAN INDUSTRI GELATIN TULANG IKAN BANDENG DI KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH SRI ENDAH SEDAH AYU DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTAIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of PENGEMBANGAN INDUSTRI GELATIN TULANG IKAN … · minimum agar industri gelatin dapat layak adalah...

PENGEMBANGAN INDUSTRI GELATIN TULANG IKAN

BANDENG DI KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH

SRI ENDAH SEDAH AYU

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTAIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Industri

Gelatin Tulang Ikan Bandeng di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah adalah benar

karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Sri Endah Sedah Ayu

NIM F34080131

ABSTRAK

SRI ENDAH SEDAH AYU. Pengembangan Industri Gelatin Tulang Ikan

Bandeng di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Dibimbing oleh TAJUDDIN

BANTACUT.

Gelatin adalah salah satu produk industri yang bernilai ekonomi tinggi.

Bahan baku yang dapat digunakan adalah tulang ikan bandeng yang merupakan

limbah industri bandeng ikan tanpa duri. Tujuan penelitian ini adalah menentukan

skala minimum usaha gelatin melalui perhitungan NPV, IRR, PBP, dan BEP serta

menganalisis pola pengembangan berbasis masyarakat yang mungkin . kapasitas

minimum agar industri gelatin dapat layak adalah 80 kg tepung gelatin per hari

dengan melibatkan setidaknya 25 pengusaha tulang ikan bandeng. Pengembangan

industri berbasis masyarakat dapat mendukung industri-industri rumah tangga

untuk saling bekerja sama mengembangkan industri ini, yakni sebagai pemilik

usaha gelatin tulang ikan bandeng.

Kata kunci: usaha berbasis masyarakat

ABSTRACT

SRI ENDAH SEDAH AYU. Development of Community Based Enterprise of

Milkfish Bones Gelatin Industry in Kendal, Central Java. Supervised by

TAJUDDIN BANTACUT.

Gelatin is one of industrial products that has high economic value. Milkfish

bones is the potential raw material to produce it.The bones is produced from

industry of milkfish without bone from many home industries.This research

wasaimed to identify the minimum capacity of milkfish bone gelatin industry and

the form of community based enterprise of milkfish gelatin industry. The minimum

capacity was defined by calculating values of NPV, IRR, PBP, and BEP, that is 80

kg of gelatin powder per day. This capacity could be met by involving 25 milkfish

home industries. The development of community based enterprise would motivate

the home industries to joinly develop this industry. In which they hold position to

be the owner of the gelatin industry.

Keywords: community based enterprise

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENGEMBANGAN INDUSTRI GELATIN TULANG IKAN

BANDENG DI KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH

SRI ENDAH SEDAH AYU

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pegembangan Industri Gelatin Tulang Ikan Bandeng di Kabupaten

Kendal, Jawa Tengah

Nama : Sri Endah Sedah Ayu

NIM : F34080131

Disetujui oleh

Dr. Ir. Tajuddin Bantacut

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Pegembangan Industri Gelatin Tulang Ikan Bandeng di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah

Nama : Sri Endah Sedah Ayu NIM : F34080131

Disetujui oleh

Dr. Ir. Tajuddin Bantacut Pembimbing

Tanggal Lulus: ~ tv\a.(et J..O~~

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia

yang dilimpahkan sehingga karya ilmiah berjudul Pengembangan Industri Gelatin

Tulang Ikan Bandeng Berbasis Masyarakat di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah ini

dapat selesai.

Selama penelitian dan penulisan skripsi ini penulis telah mendapat banyak

dukungan dan bantuan berbagai pihak, karena itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, MSc selaku pembimbing yang dengan sabar

membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ibu, Ayah, dan ketiga saudara saya, Nizam, Irma dan Rintan atas do’a dan

restunya

3. Ibu Ilah Sailah dan Bapak Abdul Basith yang selalu memberikan banyak

dukungan dan semangat.

Penulis menyadari skripsi ini masih memerlukan saran dan kritik yang

membangun dalam penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian serta bagi siapapun yang membacanya.

.

Bogor, Maret 2014

Sri Endah Sedah Ayu

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODOLOGI PENELITIAN 2

Pengumpulan Data 2

Analisis Data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Kelayakan Usaha Gelatin Tulang Ikan Bandeng 3

Pengembangan Usaha Gelatin Ikan Bandeng 12

Pengembangan Industri Gelatin Ikan Bandeng Berbasis Masyarakat di Kawasan

Pengolahan Ikan Bandeng 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 17

RIWAYAT HIDUP 21

DAFTAR TABEL

1 Harga Gelatin Ikan Bubuk di Pasaran 5 2 Kebutuhan Luas Ruang Produksi 9 3 Asumsi Perhitungan Finasial 10 4 Komponen Biaya Investasi Industri Gelatin Ikan Bandeng 10 5 Kriteria Kelayakan Investasi 11

DAFTAR GAMBAR

1 Nilai Impor Gelatin Bubuk Indonesia Tahun 2009-2012 4 2 Mixing Tank 6 3 Mesin Pengering 7

4 Evaporator 7 5 Spray Dryer 8 6 Mesin Pengemas Bubuk 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Proyeksi Arus Kas Industri Gelatin Tulang Ikan Bandeng 17 2 Laporan Laba Rugi Industri Gelatin Tulang Ikan Bandeng 19

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu kendala dalam pengembangan industri pengolahan adalah faktor

ketersediaan bahan baku. Peran bahan baku menjadi sangat penting mengingat

jumlah ketersediaannya menentukan sejauh mana target produksi yang ingin

dicapai dapat terpenuhi. Dalam menentukan kebutuhannya, perlu diperhatikan

segi pemakaian teknologi yang sesuai untuk produk tertentu yang ingin

dihasilkan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penggunaan mesin dan

peralatan, kebutuha tenaga kerja, dan kemampuan investasi. Keseluruhannya akan

berdampak pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

Gelatin adalah salah satu produk yang bernilai ekonomi tinggi yang

pemenuhan kebutuhannya masih mengandalkan impor dari negara lain. Produk ini

banyak diaplikasikan pada berbagai industri, namun penggunaannya banyak

menuai kontroversi. Status kehalalannya banyak dipertanyakan mengingat

mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam sedangkan bahan baku utama

penghasil gelatin di dunia berasal dari babi. Selain itu, sebagian umat Hindu tidak

mengkonsumsi produk-produk yang berasal dari sapi. Penggunaan sapi sebagai

bahan baku juga perlu memperhatikan segi kesehatan karena beredar isu

mengenai penyakit sapi gila (mad cow).

Pada umumnya, gelatin diperoleh dari kulit atau tulang binatang mamalia.

Penelitian terkini menunjukkan bahwa selain binatang mamalia, limbah perikanan

dapat digunakan sebagai bahan baku diantaranya kulit ikan cucut (Astawan et al,

2002), tulang ikan tuna (Amiruldin, 2007), tulang ikan patin (Damayanti, 2007),

kulit ikan patin (Dianti, 2008), tulang ikan bandeng (Fatimah, 2008), dan kulit

ikan kakap merah (Sartika, 2009). Di negara lain, gelatin ikan telah diproduksi

dan beredar dengan berbagai merek, seperti Biotium, Modernist Pantry, Lapi

Gelatin, dan Marine Biotech Jiliding.

Di Indonesia, berbagai industri yang bergerak di bidang perikanan telah

banyak berkembang. Dengan berkembangya industri perikanan tersebut tidak

menutup kemungkinan bahwa limbah yang dihasilkan berpotensi mencemari

lingkungan atau bahkan masih dapat diolah untuk menghasilkan produk yang

bernilai, salah satunya adalah gelatin.

Pada umumnya, keuntungan dari usaha industri dalam skala besar banyak

dinikmati oleh pihak yang menyediakan modal investasi. Perkembangan industri

di Indonesia selain didukung oleh investor asing, juga ditopang oleh tumbuh

kembangnya usaha kecil dan usaha menengah. Namun, dilihat dari realita yang

ada, produktivitasnya masih rendah berbeda dengan industri skala besar. Dalam

perkembangannya pun masih menghadapi kendala keterbatasan modal,

pembiayaan, serta akses terhadap informasi teknologi dan kelembagaan. Kondisi

tersebut memperkuat bahwa usaha kecil perlu diberdayakan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan kapasitas minimum industri gelatin

tulang ikan bandeng yang menguntungkan secara finansial dan menentukan pola

pengembangan usaha gelatin tulang ikan bandeng berbasis masyarakat.

2

METODOLOGI PENELITIAN

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui wawancara dan survey lapangan. Data sekunder

diperoleh dari laporan, artikel, jurnal, data statistik dari Dinas Perikanan, Dinas

Perindustrian Kabupaten Kendal, serta Badan Pusat Statistik Nasional.

Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder. Metode

pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif

dipaparkan dalam bentuk uraian sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan

menghitung nilai NPV, IRR, BEP,dan PBP.

Net Present Value

Net present value adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai

sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan

datang pada tingkat suku bunga tertentu (Husnan dan Suwarsono, 2000). Formula

yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:

dengan

Bt = keuntungan pada tahun ke-t (aliran kas masuk tahun ke-t)

Ct = biaya pada tahun ke-t (biaya kas keluar tahun ke-t)

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (1,2,3,…,n)

n = umur ekonomi proyek

Proyek dianggap layak dan dapat dijalankan apabila NPV > 0, jika NPV < 0

maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol,

berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor

produksi modal.

Internal Rate of Return Internal rate of return adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama

dengan nol dan dinyatakan dalam persen. IRR merupakan tingkat bunga yang

digunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi

proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama denga investasi proyek. Tujuan

penghitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek

tiap tahunnya. Rumus IRR adalah sebagai berikut:

dengan

NPV (+) = NPV bernilai positif

3

NPV (-) = NPV bernilai negatif

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif

i(-) = suku bunga yang membuat NPV negative

dari hasil perhitungan IRR yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai

berikut:

jika IRR ≥ discount rate, maka proyek layak untuk dilaksanakan

jika IRR < discount rate, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan karena

pertumbuhan uang akibat investasi dari proyek tersebut lebih kecil daripada

pertumbuhan uang jika ditabung di bank.

Payback Period Payback period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan

modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih. Aliran kas bersih adalah

selisih pendapatan terhadap pengeluaran per tahun. Payback period biasanya

dinyatakan dalam jangka waktu per tahun dan dihitung denga rumus:

dengan

P = waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi

V = jumlah modal investasi

I = manfaat bersih rata-rata per tahun per periode

Semakin cepat modal investasi dikembalikan maka semakin baik usaha atau

proyek tersebut.

Break Even Point Break event point atau titik impas merupakan titik pada saat biaya produksi

sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi sama

besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Hubungan antara biaya tetap

dan biaya variabel dapat disajikan pada rumus berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelayakan Usaha Gelatin Tulang Ikan Bandeng

Analisis Pemasaran

Kotler dan Keller (2009) mengungkapkan pemasaran sebagai seni dan ilmu

memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan

pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai

pelanggan yang unggul. Konsep inti dari pemasaran meliputi kebutuhan,

keinginan, dan permintaan. Kebutuhan adalah syarat hidup dasar manusia.

Kebutuhan-kebutuhan ini menjadi keinginan ketika diarahkan ke objek tertentu

yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut. Permintaan adalah keinginan akan

produk-produk tertentu yang didukung oleh kemampuan untuk membayar.

4

Perusahaan harus mengukur tidak hanya seberapa banyak orang yang

menginginkan produk, namun juga berapa banyak orang yang mau dan mampu

membelinya.

Sumber gelatin utama di dunia adalah dari kulit babi dan sapi. Dilaporkan

bahwa produksi gelatin dari bahan baku kulit babi 42%, kulit sapi 28,6%, tulang

sapi 30% dan porsi lainnya 0,4% (Gelatin Manufacturer Europ, 2012) dengan

total produksi mencapai 269.000 ton. penggunaan gelatin dari sumber mamalia

memiliki banyak keterbatasan dari aspek religi, sosial, dan kesehatan.

Pertentangan pada aspek religi terletak pada status kehalalannya untuk pemeluk

agama islam, pembatasan konsumsi babi untuk orang Yahudi, dan pemeluk agama

Hindu tidak mengkonsumsi bahan-bahan dari sapi. Di sisi lain, pertentangan pada

aspek kesehatan muncul setelah beredar isu penyakit sapi gila (mad cow). Hal

tersebut menjadi kendala pemakaian gelatin dari bahan baku sapi. Dalam kasus

ini, gelatin ikan dipandang sangat potensial untuk menggantikan peran gelatin

mamalia dalam beberapa penggunaan.

Kebutuhan gelatin di Indonesia masih dipenuhi dengan cara impor. Hal ini

ditunjukkan dengan data impor gelatin bubuk dari tahun 2009-2012 yang tercatat

oleh Badan Pusat Statistik (Gambar 1). Dilihat pada empat tahun terakhir, jumlah

impor gelatin mengalami penurunan kuantitas. Namun demikian, impor masih

tetap dilakukan. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan dan sejumlah permintaan

terhadap gelatin di dalam negeri yang belum dapat dipenuhi oleh produk lokal.

Gambar 1 Nilai Impor Gelatin Bubuk Indonesia Tahun 2009-2012

Harga adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam pemasaran karena

berperan memberikan pandapatan bagi perusahaan. Penetapan harga gelatin tulang

ikan bandeng terutama mempertimbangkan harga yang sudah ada di pasar.

menurut Kotler dan Keller (2009), penetapan harga dapat dilakukan dengan

memilih metode penetapan harga. Salah satuya adalah peetapan harga nilai, yaitu

menggunakan harga yang relatif rendah tanpa mengorbankan kualitas, untuk

menarik sejumlah pelanggan yang sadar nilai. Selain itu, penentuan harga dapat

dilihat juga degan mendasarkan harga pada pesaing, mengenakan harga yang

sama, lebih mahal, atau lebih murah. Penetapan harga seperti ini disebut

penetapan harga going-rate. Beberapa harga gelatin ikan yang beredar di pasar

ditunjukkan pada Tabel 1.

650.61 637.53 592.13

335.62

0

200

400

600

800

2009 2010 2011 2012Imp

or

Gel

ati

n (

ton

)

Tahun

Nilai Impor Gelatin Bubuk

Indonesia Tahun 2009-2012

5

Tabel 1 Harga Gelatin Ikan Bubuk di Pasaran Produsen Kuantitas (gram) Harga (USD) Harga (IDR)*

Modernist Pantry 50 7.99 75.226

All in Kosher 28 5.49 51.688

Biotium 2x50 40 376.600

*1 USD = 9415 IDR

Harga gelatin ikan bandeng ditetapkan dengan mengambil batas bawah

harga atau harga yang rendah, yaitu Rp 150.000,00 per kg. Penetapan harga ini

mengambil batas rendah namun dengan mempertimbangkan harga produk sejenis

yang sudah ada di pasaran sehingga diharapkan masih berada dalam batas

kewajaran harga gelatin ikan. Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa

pelanggan mungkin memiliki batasan bawah harga bahwa harga yang lebih

rendah dari batas itu menandakan kualitas yang buruk atau kualitas yang tidak

dapat diterima dan juga batas atas harga bahwa harga yang lebih tinggi dari batas

itu dianggap terlalu berlebihan atau tidak sebanding dengan uang yang

dikeluarkan.

Penetapan harga juga dapat dilakukan melalui perkiraan biaya. Metode ini

digunakan dengan tujuan menutupi biaya produksi, distribusi, dan penjualan

produk, termasuk tingkat pengembalian yang wajar untuk usaha dan resikonya.

Pada kasus ini, biasanya perusahaan sudah menentukan kapasitas produksi yang

diinginkan sehingga penentuan harga disesuaikan dengan biaya produksi yang

dikeluarkan. Ketika perusahaan dapat memperoleh laba dari hasil penjualan,

secara langsung biaya produksi akan tertutupi. Dalam hal ini, kurang tepat jika

penetapan harga lebih mengacu pada biaya karena komponen biaya dapat

disesuaikan denga tujuan perusahaan.

Analisis Teknis dan Teknologis

Analisis teknis teknologis meliputi lokasi proyek, bahan baku, teknologi dan

peralatan produksi, desain tata letak dan kebutuhan ruang pabrik, serta organisasi

dan tenaga kerja.

Lokasi Proyek

Lokasi proyek meliputi lokasi dan lahan pabrik serta lokasi untuk bukan

pabrik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi diantaranya

ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air,

ketersediaan tenaga kerja, dan fasilitas transportasi.

Lokasi pabrik yang ditetapkan untuk industri gelatin tulang ikan bandeng ini

adalah Kecamatan Kaliwungu. Lokasi usaha menguntungkan dari sisi bahan baku

karena berdekatan dengan industri bandeng tanpa duri. Lokasi ini terletak di jalur

pantai utara yang merupakan jalur perdagangan utama di Pulau Jawa sehingga

memudahkan dalam akses transportasi darat. Selain itu, lokasi berdekatan dengan

pelabuhan Tanjung Mas dan bandar udara Ahmad Yani sehingga memudahkan

akses ekspor impor.

Bahan Baku

Bahan utama yang dibutuhkan untuk produksi gelatin tulang ikan bandeng

adalah tulang ikan bandeng. Ketersediaan bahan bergantung pada hasil samping

6

industri ikan bandeng tanpa duri. Industri yang mulai berkembang di Kabupaten

Kendal sejak tahun 2011 tersebut terus mengalami peningkatan produksi. Menurut

data yang tercatat di Dinas Perikanan Kendal (2012), produksi bandeng tanpa duri

pada tahun pertama sebanyak 21.200 kg dan limbah tulang yang dihasilkan sekitar

30% dari bobot bahan baku. Menurut hasil konversi tersebut diperoleh limbah

kurang lebih 9.085 kg tulang ikan. Dari lima industri bandeng tanpa duri yang ada,

kira-kira diolah sebanyak 800 kg ikan bandeng atau menghasilkan limbah kurang

lebih 240 kg tulang ikan bandeng setiap hari.

Teknologi dan Peralatan Produksi

Salah satu kriteria yang sesuai untuk menentukan jenis teknologi yang

digunakan adalah ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah

yang digunakan. Proses pengolahan tulang ikan bandeng diadopsi dari hasil

penelitian Fatimah (2008), yaitu meliputi tahapan proses pencucian bahan,

penghilangan lemak (degreasing), demineralisasi, ekstraksi, evaporasi dan

pengemasan produk.

Pada tahap pencucian bahan, tulang dan duri ikan dibersihkan dari daging,

sisa lemak yang masih menempel, serta kotoran lain. Air yang dibutuhkan untuk

mencuci tulang sebanyak 1,5 kali bobot bahan total. Proses pencuciannya

dilakukan secara otomatis dengan menggunakan tangki berpengaduk (lihat

Gambar 2).

Gambar 2 Mixing Tank

(sumber: http://jinanyaoji.en.alibaba.com/product/288110790-

209866597/PZG_Series_Mixing_Tank.html)

Tulang ikan hasil pencucian direndam dalam air dengan suhu antara 70-

80°C selama 2 jam menggunakan tangki berpengaduk. Kotoran yang

mengambang dan buih dibuang dan tulang ikan dikeringkan dengan mesin

pengering (lihat Gambar 3).

7

Gambar 3 Mesin Pengering

(sumber: http://anekamesin.com/mesin-pengering-cabinet-dryer.html)

Tulang ikan hasil degreasing kemudian direndam denga larutan asam sitrat

9% denga volume larutan sebanyak 3 kali jumlah bahan selama 24 jam

menggunakan tangki berpengaduk. Selama perendaman dilakukan pengadukan.

Setelah itu, tulang dicuci sampai pH netral.

Gelatin di dalam tulang diekstrak dengan air panas secara bertahap. Jumlah

air yang dibutuhkan pada proses ekstraksi sebanyak 3 kali bobot bahan dan

selama perendaman, dilakukan pengadukan. Ekstraksi dilakukan dengan

menggunakan tangki berpengaduk. Tahap pertama dilakukan pada suhu 50°C, ke

dua 65°C, dan ke tiga 80°C, masing-masing selama 4 jam. Larutan hasil ekstraksi

tiap-tiap tahap kemudian ditampung pada tangki agar konsentrasi larutan seragam.

Larutan hasil ekstraksi yang tertampung kemudian dievaporasi untuk

meningkatkan konsentrasi larutan hingga 30% denga menggunakan evaporator.

Pemekatan larutan ini dilakukan untuk memudahkan proses pengeringan larutan

menjadi bentuk bubuk.

Gambar 4 Evaporator

(sumber: http://www.alibaba.com/product-

gs/409872167/Vacuum_evaporator.html)

Larutan hasil evaporasi selanjutnya dikeringkan dengan spray dryer menjadi

bentuk bubuk.

8

Gambar 5 Spray Dryer

(sumber: http://www.alibaba.com/product-

gs/549874100/PGL_BThe_pharmaceutical_industry_spray_drying.html)

Produk gelatin bubuk yang dihasilkan dikemas dalam kemasan plastik

polypropylene 500 gram dan disimpan pada suhu kamar.

Gambar 6 Mesin Pengemas Bubuk

(sumber:http://www.alibaba.com/product-

gs/783220784/DXDCF2000A_type_automatic_quantitative_dry_powder.html)

Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik

Desain tata letak berhubungan dengan penyusunan mesin, peralatan

produksi serta ruangan dalam pabrik dengan tepat agar proses produksi dapat

berjalan dengan efektif dan efisien. Susunan yang baik akan berpengaruh terhadap

keuntungan yang diperoleh perusahaan. Selain mesin dan peralatan, fasilitas

seperti gudang, kantor dan lainnya juga perlu diatur tata letaknya. Selain itu,

perancangan tata letak dapat meminimumkan elemen-elemen biaya, seperti biaya

konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan, mesin, maupun fasilitas produksi

lainnya, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, perawatan, mesin, dan biaya

penyimpanan produk setengah jadi.

Kebutuhan luas ruang produksi dipertimbangkan berdasarkan jumlah mesin

atau peralatan, tenaga kerja atau operator yang manangani fasilitas produksi, serta

jumlah dan jenis sarana lain yang mendukung kegiatan produksi yang

bersangkutan. Jumlah mesin atau tenaga kerja tergantung pada tingkat produksi

secara keseluruhan dan tingkat produksi pada setiap tahapan kegiatan produksi.

Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan mempunyai sistem kerja yang

9

otomatis dan berteknologi tinggi, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak

banyak dan harus terampil, ahli dan mengerti dengan baik proses yang berjalan.

Area kelonggaran ditentukan sebesar 150%. Kelonggaran 150% ini

disediakanuntuk kegiatan penanganan bahan, pergerakan pekerja dan perawatan,

lorong, dan kolom sesuai dengan kebutuhan. Jika jumlah mesin yang akan

ditangani operator sudah ditetapkan, maka kebutuhan luas ruang untuk mesin atau

peralatan dapat ditentukan. Salah satu metode dalam menentukan luasan ruang

produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan

semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk

melaksanakan proses operasi.kebutuhan luasan ruang produksi gelatin ikan

bandeng denga kapasitas produksi 80 kg gelatin per hari ditampilkan pada tabel

berikut:

Tabel 2 Kebutuhan Luas Ruang Produksi Lokasi Luas (m

2) Allowance(150%)

Ruang penerimaan bahan baku 6 9

Ruang produksi 51 76.5

Pengolahan limbah 4 6

Laboratorium 4 6

Total 97.5

Organisasi dan Tenaga Kerja

Salah satu cara untuk mencapai kemampuan mengelola suatu perusahaan

yang baik adalah menentukan struktur formal organisasi. Struktur organisasi

menjelaskan pembagian aktivitas kerja serta memperhatikan hubungan fungsi dan

aktivitas tersebut sampai batas-batas tertentu. Selain itu, struktur organisasi

memperlihatkan tingkat spesifikasi aktivitas tersebut, menjelaskan hirarki dan

susunan kewenangan serta hubugan pelaporan. Dengan struktur organisasi,

stabilitas dan komunitas organisasi tetap tertahan.

Penentuan struktur organisasi pada industri gelatin tulang ikan bandeng ini

dilakukan berdasarkan bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari kegiatan usaha

yang direncanakan secara efisien. Organisasi perusahaan dipimpin oleh seorang

direktur yang membawahi 2 bagian, yaitu bagian produksi dan bagian pemasaran.

Struktur organisasi ini sangat sederhana mengingat kapasitas produksi yang

direcanakan relatif kecil.

Direktur merupakan penanggung jawab tertinggi kegiatan manajemen

perusahaan. Direktur bertanggung jawab terhadap seluruh proses dan hasil yang

dicapai oleh perusahaan baik dalam bidang produksi maupun pemasaran. Selain

itu, direktur juga bertanggung jawab untuk melakukan kerjasama dengan pihak

lain untuk memajukan perusahaan.

Kepala bagian produksi bertanggung jawab terhadap terlaksananya proses

produksi gelatin tulang ikan bandeng mulai dari penyediaan bahan baku hingga

produk masuk gudag penyimpanan. Bagian produksi dibantu oleh pekerja di

masing-masing ruang produksi, bagian gudang bahan baku dan bagian gudang

produk jadi.

Bagian pemasaran bertanggung jawab terhadap penjualan produk dan

distribusi produk kepada konsumen, termasuk juga pencapaian target-target

perusahaan, membawahi bagian gudang produk jadi dan penerimaan dan

pengeluaran barang.

10

Analisis Finansial

Perhitungan finansial dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan usaha

gelatin tulang ikan bandeng. Aspek kelayakan tersebut meliputi antara lain

komponen dan besaran modal investasi dan modal kerja yang diperlukan, nilai

dan sumber pendapatan usaha, proyeksi rugi laba, proyeksi aliran kas, serta

kriteria kelayakannya (NPV, IRR, BEP, dan PBP). Dalam perhitungan kelayakan

finansial menggunakan asumsi-asumsi seperti tabel berikut:

Tabel 3 Asumsi Perhitungan Finansial No Asumsi Nilai Satuan

1 Periode proyek 10 Tahun

Bulan kerja per tahun 12 Bulan

Hari kerja per bulan 30 Hari

2 Parameter teknis

Rendemen gelatin tulang ikan bandeng 8 %

3 Harga

Harga tulang ikan badeng 0 Rp/kg

Harga gelatin tulang ikan bandeng 150.000 Rp/kg

Biaya investasi diperlukan untuk mendirikan industri gelatin tulang ikan

bandeng terdiri atas biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi

tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan, pembiayaan kegiatan

praoperasi, serta biaya lain yang berkaitan dengan pembangunan sampai pabrik

siap beroperasi. Biaya modal kerja adalah sejumlah dana yang diperlukan untuk

menjalankan perusahaan setelah selesai dibangun.

Biaya investasi tetap untuk mendirikan industri gelatin ikan bandeng

diantaranya biaya pengadaan tanah, biaya mendirikan bangunan, pembelian mesin

dan peralatan produksi, instrumentasi dan kontrol, perpipaan, instalasi listrik,

insulansi, inventaris kantor, perlengkapan kebakaran dan keamanan, sarana

transportasi, kegiatan awal (pra investasi), engineering dan supervise, kontraktor,

dan kontingensi (biaya tak terduga). Adapun total biaya investasi yang dibutuhkan

adalah Rp 3.585.199.346,00.

Tabel 4 Komponen Biaya Investasi Industri Gelatin Ikan Bandeng No Komponen Nilai Total (Rp/tahun)

A Modal Investasi Tetap Langsung

Biaya Tanah 66.533.250

Biaya Bangunan dan Insulansi 263.214.040

Biaya Peralatan 458.199.205

Instalasi Listrik 32.267.550

Inventaris Kantor 3.226.755

Perlengkapan Kebakaran dan Keamanan 3.226.755

Sarana Transportasi 99.500.000

Total 926.167.555

11

Tabel 4 Komponen Biaya Investasi Industri Gelatin Ikan Bandeng (lanjutan) No Komponen Nilai Total (Rp/tahun)

B Modal Investasi Tetap Tak Langsung

Biaya Pra Investasi 64.831.729

Engineering dan supervisi 74.093.404

Kontraktor 18.523.351

Biaya Tak Terduga 46.308.378

Total 203.756.862

Modal Investasi Tetap 1.129.924.416

Modal Kerja 2.455.274.930

Total Modal Investasi 3.585.199.346

Biaya pra investasi adalah biaya yang digunakan untuk melakukan berbagai

kegiatan yang diperlukan sebelum produksi mulai berjalan. Biaya pra investasi

meliputi studi kelayakan, perizinan, dan akte perusahaan dan pengesahan. Karena

berbagai faktor, suatu perkiraan biaya tidak mungkin sepenuhnya tepat. Oleh

sebab itu, dalam suatu rencana bisnis biasanya terdapat kontingensi yang

disiapkan utuk menutupi kekurangan yang mungkin terjadi. Biaya kontingensi

adalah biaya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga yang diperkirakan

akan terjadi seperti becana alam atau kesalahan perhitungan awal. Selain itu, biaya

kontingensi juga disiapkan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang mungkin

terjadi selama 10 tahun.

Komponen biaya modal kerja diantaranya biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja, administrasi umum, pemasaran, serta biaya start-up. Total biaya modal

kerja yang dibutuhkan pada awal pendirian pabrik adalah Rp 2.455.274.930,00.

Kriteria investasi dimaksudkan untuk menilai kelayakan suatu proyek atau

untuk membuat peringkat beberapa proyek yang harus dipilih. Sebelum

melakukan penilaian kriteria investasi, terlebih dulu dilakukan pengkajian

terhadap kemampuan proyek dalam memenuhi kewajiban finansialnya serta

penghitungan keuntungan yang akan diperoleh selama umur proyek melalui

penyusunan perkiraan atau proyeksi laba rugi dan arus kas bersih. Proyeksi rugi

laba dan arus kas bersih dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Proyeksi laba rugi adalah selisih antara penjualan bersih produk selama satu

periode tertentu dengan total biaya selama periode yag sama. Dalam proyeksi rugi

laba akan diketahui pandapatan bersih selama umur proyek investasi berjalan.

Arus kas bersih adalah selisih antara arus uang masuk dengan arus uang keluar,

besarnya nilai dapat positif atau negatif. Perhitungan arus kas digunakan untuk

dasar perhitungan kriteria kelayakan investasi.

Tabel 5 Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria Kelayakan Basis (kg tulang ikan bandeng)

200 1000

NPV -10.443.101.095 3.486.110.369

IRR (%) - 68

PBP (tahun) - 1

NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya,

diperoleh dari pengolahan data dengan basis 200 kg tulang ikan per hari pada

tingkat suku bunga 10,8% bernilai negative, yaitu minus Rp 10.443.101.095

12

sedangkan dengan basis 1000 kg tulang ikan per hari pada tingkat suku bunga

yang sama adalah positif Rp 3.486.110.369. Hal ini berarti bahwa bahan baku

sebanyak 200 kg tulang ikan bandeng tidak memenuhi skala terkecil agar usaha

dapat dijalankan dengan layak atau perusahaan akan mengalami kerugian.

Sebaliknya, jika bahan baku dapat dipenuhi sebanyak 1.000 kg tulang ikan per

hari maka usaha tersebut dinilai layak untuk didirikan karena nilai NPV positif.

BEP atau titik impas menunjukkan titik pada saat total biaya produksi sama

dengan penerimaan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah

menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang

dikeluarkan. Titik impas selama umur proyek industri gelatin tulang ikan bandeng

ini berada pada penjualan saat kapasitas produksi 18.818 kg tepung gelatin per

tahun atau setara 62,7 kg tepung gelatin per hari dengan bahan baku sebanyak 785

kg tulang ikan per hari.

Nilai IRR adalah nilai tingkat suku bunga ketika nilai NPV sama dengan nol.

Nilai IRR jika bahan bakunya sebanyak 1.000 kg/hari adalah sebesar 0,68. Karena

nilai IRR tersebut positif, maka usaha dapat dinyatakan layak untuk dilaksanakan

dan menunjukkan bahwa perusahaan mampu beroperasi pada tingkat suku bunga

yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga yang berlaku.

PBP menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan agar dana yang

diinvestasikan pada suatu proyek dapat kembali. Seluruh modal yang

diinvestasikan dapat dikembalikan setelah proyek berumur 1 tahun jika kapasitas

produksi dapat memenuhi 62,7 kg/hari.

Pengembangan Usaha Gelatin Ikan Bandeng

Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi dapat diartikan sebagai jumlah maksimum output yang

dapat diproduksi atau dihasilkan dalam satuan waktu tertentu. Produksi tulang

ikan bandeng di Kabupaten Kendal rata-rata sebanyak 200 kg/hari. Pada jumlah

tersebut, usaha dinilai tidak layak dilihat dari nilai NPV yang negatif. Penentuan

kapasitas minimum usaha gelatin tulang ikan bandeng ditinjau dari nilai BEP

yaitu 62,7 kg tepung gelatin par hari atau setara 785 kg tulang ikan bandeng per

hari. Agar usaha tersebut dapat layak untuk dikembangkan, dibutuhkan setidaknya

785 kg bahan baku. Karena nilai BEP berada pada titik impas, kapasitas minimum

yang dinilai dapat mengutungkan adalah 80 kg tepung gelatin ikan per hari atau

setara 1.000 kg tulang ikan bandeng per hari.

Bentuk Usaha Suatu usaha yang ingin dijalankan harus dibentuk dalam suatu wadah yang

sesuai untuk menampung segala sesuatu yang berkaita di dalamnya. Selain itu,

dibutuhkan legalitas badan hukum di kalangan masyarakat untuk melindungi

perusahaan dari segala tuntutan akibat kegiatan yang dijalankannya.

Usaha gelatin tulang ikan bandeng adalah usaha yang membutuhkan modal

relatif besar dan diharapkan dapat berkembang baik di tengah masyarakat. Untuk

itu, faktor utama yang dipertimbangkan dalam pemilihan badan usaha adalah

keterbatasan bahan baku, perlunya kerjasama antar pengrajin bandeng tanpa duri,

penyediaan modal dan jangkauan untuk memperoleh modal yang relatif besar.

13

Selain itu, diharapkan bahwa perusahaan dapat berjalan secara berkelanjutan di

masa yang akan datang sehingga perlu bentuk usaha yang berpotensi berumur

panjang. Faktor penting lainnya adalah batasan wewenang, tanggung jawab

pemilik usaha untuk mengetahui resiko yang mungkin terjadi dan membatasi

peran masing-masing.

Bentuk usaha formal yang dikenal di kalangan masyarakat saat ini,

diantaranya persekutuan firma, persekutuan komanditer (CV), perseroan terbatas,

dan bentuk usaha koperasi. Masing-masing karakter bentuk usaha mempunyai

ukuran dan terikat dengan peraturan masing-masing. Selain bentuk usaha formal,

ada pula bentuk usaha informal, yakni bentuk usaha yang tidak membutuhkan

badan hukum.

Bentuk usaha firma dan komanditer, relatif sulit untuk memperoleh

pinjaman dana dalam jumlah besar dengan jangka waktu lama karena jarang ada

perusahaan dengan bentuk ini yang bertahan lama. Selain itu, usia perusahaan

juga ditentukan oleh sekutu yang terlibat, yakni masa hidup perusahaan berakhir

dengan meninggalnya salah satu atau lebih pemiliknya. Pertimbangan tersebut

menjadi hambatan penggunaan bentuk usaha firma atau CV untuk usaha gelatin

tulang ikan bandeng.

Bentuk usaha perseroan terbatas mempunyai karakter yang fleksibel yang

memungkinkan untuk kesempatan pengembangan yang baik, dilihat dari segi

kemudahan memperoleh pinjaman, tanggung jawab pemilik terbatas pada jumlah

saham yang dimiliknya, dan masa hidup perusahaan yang tidak dibatasi.

Usaha koperasi adalah usaha yang lebih ditekankan untuk kesejahteraan

anggota dan bersifat sukarela. Kegiatan usaha lebih ditekankan di antara kalangan

anggota koperasi atau kerjasama antar koperasi. Ukuran usaha dalam koperasi

biasanya relatif kecil sehingga sulit memperoleh pinjaman dalam jumlah besar

untuk membantu pendanaan perusahaan. Di sisi lain, ada banyak peran

pemerintah dalam mengatur usaha koperasi sehingga relatif sulit menggunakan

bentuk usaha ini sebagai wadah untuk mengembangkan usaha gelatin tulang ikan

bandeng yang sangat membutuhkan dukungan pengembangan teknologi dan

banyak berorientasi pada perkembangan pasar.

Pengembangan Industri Gelatin Ikan Bandeng Berbasis Masyarakat di

Kawasan Pengolahan Ikan Bandeng

Profil Usaha Industri Gelatin Tulang Ikan Bandeng

Usaha gelatin tulang ikan bandeng adalah salah satu usaha di bidang industri

pengolahan yang memanfaatkan sumber daya lokal sebagai upaya untuk menggali

potensi industri daerah dan mengembangkan peran masyarakat setempat dalam

memajukan perekonomian di wilayahnya. Sumber daya lokal yang digunakan

sebagai bahan baku utama dalam proses produksi adalah tulang ikan bandeng.

Tulang ikan bandeng ini adalah produk samping dari usaha produksi bandeng

tanpa duri yang saat ini mulai berkembang di masyarakat.

Produk yang dihasilkan dari usaha gelatin ikan ini adalah tepung gelatin.

Produk ini dipilih karena gelatin adalah salah satu produk industri yang banyak

diperdagangkan baik pada tingkat nasional maupun internasional. Selain itu,

semakin maraknya isu tetang gelatin halal mendorong banyak penelitian mencari

14

alternatif pemanfaatan sumber daya laut sebagai bahan utamanya untuk

menggatikan peran gelatin mamalia.

Gelatin ikan relatif masih diperdagangkan denga harga yang relatif tinggi

karena rendemen yang dihasilkan relatif rendah sedangkan biaya produksinya

sangat tinggi. Hal ini karena proses produksinya membutuhkan teknologi yang

canggih untuk menghasilkan produk dengan spesifikasi yang diharapkan.

Kebutuhan bahan baku yang relatif tidak sedikit menuntut usaha ini untuk

dikembangkan di wilayah penghasil ikan bandeng. Tujuannya adalah

memudahkan akses terhadap bahan baku, menekan biaya produksi, dan

diharapkan dapat dijadikan sebagai wadah berwirausaha serta penyediaan

kesempatan kerja bagi masyarakat setempat.

Konsep Pengembangan Pengembangan usaha gelatin tulang ikan bandeng baik ditumbuhkan di

wilayah penghasil ikan bandeng, yaitu daerah pesisir yang biasanya sangat baik

sebagai tempat budidaya ikan bandeng, terutama di wilayah pengolahan ikan

bandeng yang banyak menyisakan tulang ikan bandeng sebagai limbah. Konsep

pengembangan ini dimulai dari pengelompokan pengusaha kecil yang mengilah

ikan bandeng dalam suatu organisasi yang kemudian secara bersama-sama

memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki untuk membantu

mengembangkan industri dalam skala yang lebih besar.

Usaha yang dijalankan dalam skala kecil tentu produk yang dihasilkan juga

dalam jumlah yang kecil sehingga untuk memenuhi kapasitas tertentu, diperlukan

penggabungan dari beberapa pihak. Jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk

usaha gelatin tulang ikan bandeng ini minimal 1.000 kg tulang ikan bandeng. jika

dalam suatu wilayah ada 25 pengusaha ikan bandeng yang dapat memenuhi

kapasitas tersebut, maka sudah mampu mendukung 1 industri gelatin ikan

bandeng. Jika di wilayah lain juga berkembang minimal 25 pengusaha ikan

badeng yang serupa maka bertambah lagi 1 industri gelatin tulang ikan bandeng

yang dapat dibentuk, dan demikian seterusnya.

Ketika usaha baru tumbuh di kalangan masyarakat, secara langsung

penyediaan kesempatan kerja menjadi bertambah dan perekonomian daerah lebih

terdorong dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Selain itu,

perkembangan industri di suatu wilayah biasanya diikuti oleh peningkatan akses

terhadap informasi, fasilitas transportasi, layanan kesehatan, layanan pendidikan,

dan banyak lagi sehingga secara langsung dapat membantu pembangunan daerah.

Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai strategi dalam rangka

mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Strategi ini dapat

ditempuh melalui pengembangan industrialisasi daerah. Dengan kalimat lain,

pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai upaya melibatkan masyarakat dalam

kegiatan yang produktif sehingga mampu memunculkan dan mengembangkan

potensi yang dimilikinya. Pada pengembangan usaha gelatin tulang ikan bandeng

ini, upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan memperkuat industri-

industri kecil dengan melakukan usaha bersama sehingga mampu membentuk

usaha dalam skala yang lebih besar. Dengan demikian, diharapkan kedudukan

15

industri tersebut semakin mantap serta mampu memfasilitasi masyarakat sekitar

untuk turut berpartisipasi dalam pengembanga industri daerah.

Pembiayaan Konsep pengembangan usaha selalu berkaitan dengan kebutuhan modal atau

pembiayaan. Sumber pendanaan dapat berasal dari modal sendiri, modal pinjaman,

atau modal kerjasama. Faktor pendanaan ini seringkali menjadi penghambat

utama di kalangan usaha mikro karena sulitnya memperoleh dukungan dana dari

pihak luar sedangkan dana pribadi atau dana anggota yang ada tidak cukup untuk

memulai usaha atau memperbesar usaha yang dimilikinya.

Dana investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan usaha gelatin ikan

bandeng yang telah diperhitungkan adalah senilai Rp 3,6 milyar. Secara sederhana,

dana tersebut apabila dibagi rata kepada 25 pengusaha tulang ikan badeng,

masing-masing memperoleh bagian Rp 144 juta. Namun, cara ini dinilai kurang

sesuai karena ukuran usaha dan kemampuan yang berbeda-beda dari setiap

pengusaha tulang ikan bandeng. Untuk itu, perlu dukungan dana dari pihak

pemerintah daerah agar beban yang ditanggung menjadi lebih ringan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan nilai kriteria investasi, diperoleh nilai NPV negatif Rp

10.443.101.095,00 pada tingkat bahan baku 200 kg tulang ikan bandeng. Karena

nilai NPV negatif, usaha tidak layak untuk dijalankan pada kapasitas tersebut.

Kekurangan bahan baku menjadi kendala pengembangan industri gelatin tulang

ikan bandeng ini. Dengan demikian, kapasitas minimum agar usaha layak, jumlah

bahan baku perlu ditingkatkan. Diperoleh nilai BEP pada 785 kg tulang ikan per

hari sehingga bahan baku yang dibutuhkan sebanyak 1.000 kg. Pada tingkat

kapasitas tersebut, nilai NPV positif Rp 3.486.110.369, nilai IRR 68%, dan PBP 1

tahun. Pada tingkat kapasitas tersebut, usaha dapat dikatakan layak untuk

didirikan.

Saran

Pengembangan usaha gelatin tulang ikan bandeng berbasis masyarakat

memposisikan kelompok penghasil tulang ikan bandeng sebagai pemilik usaha.

Besarnya modal menjadi kendala pengembangan industri gelatin tulang ikan

bandeng ini. Untuk itu, perlu adanya dukungan dari pemerintah dalam hal

pendanaan.

16

DAFTAR PUSTAKA

Amiruldin, Musfiq. 2007. Pembuatan dan Analisis Karakteristik Gelatin dari

Tulang Ikan Tuna (Thunnus albacores) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian

Bogor

Astawan M, Hariyadi P, Mulyani A. 2002. Analisis Sifat Reologi Gelatin dari

Kulit Ikan Cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol 13 : 38-46

Damayanti, Dina. 2007. Aplikasi Gelatin dari Tulang Ikan Patin pada Pembuatan

Permen Jelly [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Dianti, Melly. 2008. Pemanfaatan Gelatin dari Kulit Ikan Patin (Pangasius sp)

sebagai Bahan Baku Pembuatan Edible Film [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian

Bogor

Fatimah, Dewi. 2008. Efektivitas Penggunaan Asam Sitrat dalam Pembuatan

Gelatin Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) [skripsi]. Malang:

Universitas Negeri Malang

GME. 2012. Gelatin Manufacturer of Europe [Internet]. [diacu 27 Mei 2012].

Tersedia dari: http://www.gelatine.org

Husnan, Suad dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek Edisi Revisi. UPP

AMP YKPN. Yogyakarta.

Philip Kotler dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran Ed. 3 Jilid 1.

Bob Sabran [Terj]. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Sartika, Dwi. 2009. Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan

Kakap Merah [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

LA

MP

IRA

N 1

PR

OY

EK

SI

AR

US

KA

S I

ND

US

TR

I G

EL

AT

IN T

UL

AN

G I

KA

N B

AN

DE

NG

Ura

ian

T

ah

un

ke-

0

1

2

3

4

5

Kas

Masu

k

Lab

a B

ersi

h

0

406.6

92.7

99

406.6

92.7

99

406.6

92.7

99

406.6

92.7

99

406.6

92.7

99

Dep

resi

asi

0

61.6

16.6

45

61.6

16.6

45

61.6

16.6

45

61.6

16.6

45

61.6

16.6

45

Modal

Sen

dir

i 2.1

51.1

19.6

08

0

0

0

0

0

Modal

Pin

jam

an

1.4

34.0

79.7

39

0

0

0

0

0

Tota

l 3.5

85.1

99.3

46

468.3

09.4

44

468.3

09.4

44

468.3

09.4

44

468.3

09.4

44

468.3

09.4

44

Kas

Kel

uar

Inv

esta

si T

etap

1.1

29.9

24.4

16

0

0

0

0

0

Modal

Ker

ja

2.4

55.2

74.9

30

0

0

0

0

0

Angsu

ran P

inja

man

0

441.6

96.5

59

441.6

96.5

59

441.6

96.5

59

441.6

96.5

59

441.6

96.5

59

Tota

l 3.5

85.1

99.3

46

441.6

96.5

59

441.6

96.5

59

441.6

96.5

59

441.6

96.5

59

441.6

96.5

59

Kas

Ber

sih

0

26.6

12.8

84

26.6

12.8

84

26.6

12.8

84

26.6

12.8

84

26.6

12.8

84

Kas

Aw

al T

ahun

0

0

26.6

12.8

84

53.2

25.7

68

79.8

38.6

52

106.4

51.5

36

Kas

Akh

ir T

ahun

0

26.6

12.8

84

53.2

25.7

68

79.8

38.6

52

106.4

51.5

36

133.0

64.4

20

PR

OY

EK

SI

AR

US

KA

S I

ND

US

TR

I G

EL

AT

IN T

UL

AN

G I

KA

N B

AN

DE

NG

(L

anju

tan)

Ura

ian

T

ah

un

ke-

6

7

8

9

10

Kas

Masu

k

L

aba

Ber

sih

561.5

73.4

11

561.5

73.4

11

561.5

73.4

11

561.5

73.4

11

561.5

73.4

11

Dep

resi

asi

61.6

16.6

45

61.6

16.6

45

61.6

16.6

45

61.6

16.6

45

61.6

16.6

45

Modal

Sen

dir

i 0

0

0

0

0

Modal

Pin

jam

an

0

0

0

0

0

Tota

l 623.1

90.0

55

623.1

90.0

55

623.1

90.0

55

623.1

90.0

55

623.1

90.0

55

Kas

Kel

uar

In

ves

tasi

Tet

ap

0

0

0

0

0

Modal

Ker

ja

0

0

0

0

0

Angsu

ran P

inja

man

0

0

0

0

0

Tota

l 0

0

0

0

0

Kas

Ber

sih

623.1

90.0

55

623.1

90.0

55

623.1

90.0

55

623.1

90.0

55

623.1

90.0

55

Kas

Aw

al T

ahun

133.0

64.4

20

756.2

54.4

75

1.3

79.4

44.5

31

2.0

02.6

34.5

86

2.6

25.8

24.6

41

Kas

Akh

ir T

ahun

756.2

54.4

75

1.3

79.4

44.5

31

2.0

02.6

34.5

86

2.6

25.8

24.6

41

3.2

49.0

14.6

96

LA

MP

IRA

N 2

LA

PO

RA

N L

AB

A R

UG

I IN

DU

ST

RI

GE

LA

TIN

TU

LA

NG

IK

AN

BA

ND

EN

G

Ura

ian

T

ah

un

ke-

1

2

3

4

5

Pen

dap

atan

3.6

00.0

00.0

00

3.6

00.0

00.0

00

3.6

00.0

00.0

00

3.6

00.0

00.0

00

3.6

00.0

00.0

00

Bia

ya

Op

eras

ional

2.8

22.7

52.2

70

2.8

22.7

52.2

70

2.8

22.7

52.2

70

2.8

22.7

52.2

70

2.8

22.7

52.2

70

Lab

a K

oto

r 777.2

47

.730

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

Bun

ga

kre

dit

154.8

80

.612

154.8

80.6

12

154.8

80.6

12

154.8

80.6

12

154.8

80.6

12

Lab

a S

ebel

um

Paj

ak

622.3

67

.118

622.3

67.1

18

622.3

67.1

18

622.3

67.1

18

622.3

67.1

18

Paj

ak (

PP

h)

215.6

74

.319

215.6

74.3

19

215.6

74.3

19

215.6

74.3

19

215.6

74.3

19

Lab

a B

ersi

h

406.6

92

.799

406.6

92.7

99

406.6

92.7

99

406.6

92.7

99

406.6

92.7

99

Pro

fit

mar

gin

(%

) 11,2

970

2219

11,2

9702219

11,2

9702219

11,2

9702219

11,2

9702219

LA

PO

RA

N L

AB

A R

UG

I IN

DU

ST

RI

GE

LA

TIN

TU

LA

NG

IK

AN

BA

ND

EN

G (

Lan

juta

n)

Ura

ian

T

ah

un

ke-

6

7

8

9

10

Pen

dap

atan

3.6

00.0

00.0

00

3.6

00.0

00.0

00

3.6

00.0

00.0

00

3.6

00.0

00.0

00

3.6

00.0

00.0

00

Bia

ya

Oper

asio

nal

2.8

22.7

52.2

70

2.8

22.7

52.2

70

2.8

22.7

52.2

70

2.8

22.7

52.2

70

2.8

22.7

52.2

70

Lab

a K

oto

r 777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

Bun

ga

kre

dit

0

0

0

0

0

Lab

a S

ebel

um

Paj

ak

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

777.2

47.7

30

Paj

ak (

PP

h)

215.6

74.3

19

215.6

74.3

19

215.6

74.3

19

215.6

74.3

19

215.6

74.3

19

Lab

a B

ersi

h

561.5

73.4

11

561.5

73.4

11

561.5

73.4

11

561.5

73.4

11

561.5

73.4

11

Pro

fit

mar

gin

(%)

15,5

9926141

15,5

9926141

15,5

9926141

15,5

9926141

15,5

9926141

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1990 di Kendal, Jawa Tengah.

Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Asri dan

Sofiatun. Pendidikan dasar penulis dimulai pada tahun 1996 di SDN 1 Penaruban.

Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Weleri dan pada

tahun 2005, melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Weleri sampai tahun 2008. Pada

tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sebagai

mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada

bulan Juni 2011, penulis melakukan praktik lapangan di pabrik Industri Gula

Nusantara, Kendal, Jawa Tengah.