PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

25
TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN Oleh: Fitria Nurjiati (A1M009053) Harum Sundari (A1M009054) Alfiana Rosyidah (A1M009055) Vanessa Len Cahya A (A1M009056) Bastian Febri Nugroho (A1M009057) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

description

TUGAS TERSTRUKTURTEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN

Transcript of PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

Page 1: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

TUGAS TERSTRUKTURTEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI

PERTANIAN

PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

Oleh:Fitria Nurjiati (A1M009053)Harum Sundari (A1M009054)Alfiana Rosyidah (A1M009055)Vanessa Len Cahya A (A1M009056) Bastian Febri Nugroho (A1M009057)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO

2012

Page 2: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi hasil perikanan laut

yang sangat berlimpah. Pengolahan hasil perikanan seringkali menimbulkan masalah

karena limbah yang mencemari lingkungan. Selama ini pemanfaatan limbah tulang

ikan di Indonesia sebatas dijadikan tepung sebagai pakan ternak. Namun, berdasarkan

berbagai penelitan saat ini limbah ikan tidak hanya dimanfaatkan sebagai pakan

ternak akan tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan gelatin.

Produk gelatin yang banyak dijual biasanya terbuat dari kulit sapi atau babi. Hal

inilah yang menjadi polemik penggunaan gelatin selama ini baik dari aspek religious,

sosial, maupun kesehatan. Oleh karenanya pencarian alternatif gelatin yang tidak

bersumber dari babi dan sapi sangat dibutuhkan. Dalam hal ini gelatin ikan

merupakan alternatif yang potensial untuk mengganti peranan gelatin mamalia dalam

beberapa penggunaan.

Gelatin diperoleh dari hasil hidrolisis serabut kolagen jaringan penghubung

yang dihidrolisis dengan asam atau basa. Kolagen merupakan bahan baku gelatin

yang banyak terdapat pada kulit, urat, tulang rawan, dan tulang pada hewan.

Gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A, sehingga bahan baku

diberikan perlakuan perendaman dalam larutan asam. Penggunaan asam dalam

pembuatan gelatin lebih menguntungkan untuk produksi gelatin bila dilihat dari segi

waktu perendaman yang lebih singkat dan biaya lebih murah. Proses produksi utama

gelatin dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan bahan baku antara lain

penghilangan komponen non-kolagen, konversi kolagen menjadi gelatin dan tahap

pemurnian gelatin dengan penyaringan dan pengeringan.

Pada dasarnya gelatin ikan lebih berperan untuk produk-produk khusus

(speciality products). Sifat fungsional gelatin dari ikan dan mamalia pada produk

pangan memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan yang utama antara gelatin mamalia

dan ikan adalah gelatin ikan mempunyai titik gelling dan titik leleh lebih rendah

daripada gelatin mamalia, akan tetapi tinggi viskositasnya.

Page 3: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara maritim, Indonesia mempunyai potensi hasil perikanan laut

yang sangat berlimpah. Menururut statistik perikanan FAO tahun 2000, Indonesia

pada tahun 2000 menduduki peringkat ke-6 dunia sebagai Negara penghasil

produk perikanan hasil tangkapan dengan jumalah 4,16 juta ton dan peringkat ke-

5 dunia dalam menghasilkan produk perikanan hasil budidaya dengan jumlah

mencapai 0,99 juta ton. Rata-rata produk ikan yang dihasilkan hanya

menggunakan bagian dagingnya saja, dengan demikian hasil sampingan lain

seperti tulang, kepala, ekor, sisik dan jeroan dari ikan sangat berlimpah. Hasil

samping produksi ini dianggap sebagai limbah yang mengganggu lingkungan.

Demi mengatasi masalah ini, maka diperlukan tindakan dengan memanfaatkan

limbah tersebut.

Selama ini tulang ikan sebagai limbah belum termanfaatkan secara optimal,

yaitu hanya digunakan untuk bahan pembuatan pakan atau pupuk sehingga nilai

ekonomisnya sangat kecil. Selain itu, pemanfaatan tulang ikan sebagai bahan

baku gelatin merupakan pengolahan bersih (cleaner production) dari pengolahan

ikan. Produksi bersih merupakan konsep pengolahan untuk mengurangi dampak

terhadap pencemaran lingkungan.

Ekstraksi gelatin dari tulang ikan merupakan usaha pemanfaatan limbah

industri pengolahan ikan yaitu dari industri pengalengan dan filet yang hanya

memakai daging ikan dalam produksinya. Dalam industri pangan, gelatin banyak

dimanfaatkan sebagai pengemulsi, pengental, penstabil, pembentuk gel, pengikat

air, pembentuk busa dan sebagainya. Proporsi tulang ikan terhadap tubuh ikan

mencapai 12,4 persen. Umumnya rendemen gelatin dari tulang ikan sekitar 12

persen, sehingga diperkirakan gelatin yang dapat diperoleh dari 6.703 ton tulang

ikan adalah 804,6 ton. Hal ini juga menunjukkan tingginya nilai ekonomi dari

ekstraksi gelatin.

Page 4: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

B. Perumusan Masalah

Indonesia merupakan negara dengan potensi hasil laut yang sangat

berlimpah dan sebagai penghasil produk perikanan yang besar. Produk perikanan

yang dihasilkan rata-rata merupakan produk pengolahan fillet ikan saja, sehingga

bagian lain dari ikan seperti kepala, tulang, jeroan dan ekor yang tidak digunakan.

Bagian lain ini merupakan hasil sampingan yang sering dianggap sebagai limbah.

Selama ini pemanfaatan limbah ikan masih belum optimal, sehingga limbah

ini sering dianggap mengganggu, terutama pencemaran lingkungan. Salah satu

usaha pemanfaatan limbah ikan yang dapat sangat menguntungkan adalah

ekstraksi gelatin dari tulang ikan.

Page 5: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

II. STUDI PUSTAKA

Ikan merupakan bahan makanan berprotein tinggi yang sangat diperlukan oleh

tubuh manusia. Bagian dari ikan, selain daging, sekitar 37,9 persen berupa limbah

yang masih mempunyai bagian-bagian yang bernilai tinggi diantaranya adalah bagian

kulit, gelembung renang, duri dan tulang (Zaitsev et al., 1969). Selama ini

pemanfaatan limbah tulang ikan masih belum optimal. Tulang ikan biasanya dibuat

tepung sebagai pakan ternak. Ada juga penelitian tentang pemanfaatan tepung tulang

ikan sebagai bahan baku pangan manusia, akan tetapi pemanfaatan tulang ikan

sebagai bahan baku gelatin masih merupakan hal baru yang perlu adanya

perkembangan.

Pada ikan terdapat tiga tipe protein, yaitu protein myofibril (65-75%),

sarkoplasma (20-30%) dan stroma (1-3%). Protein stroma merupakan jaringan ikat

yang terdiri dari komponen kolagen dan elastin (Suzuki, 1981).

Kolagen merupakan protein fibriler, yaitu protein yang berbentuk serabut.

Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer baik larutan garam, asam, basa, dan

alkohol. Kolagen yang berarti “bahan pembentuk perekat” merupakan komponen

protein utama jaringan penghubung, yang bertindak sebagai elemen penahan tekanan

pada semua mamalia dan ikan (Glicksman, 1969).

Menurut Lehninger (1997), jaringan kolagen tersusun atas fibril kolagen yang

nampak seperti garis-garis melintang. Fibril ini terorganisasi sesuai dengan sistem

biologis jaringan tersebut. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin

dan sekitar 11% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi. Gelatin merupakan

senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung yang

dihidrolisis dengan asam atau basa (Charley, 1982).

Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya,

yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan

perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses

Page 6: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

asam. Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan

adalah perlakuan basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997).

Gelatin dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas dari kolagen. Pemanasan

kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantairantai akan

terpisah. Berat molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap

perubahan temperatur yang dapat menghancurkan makro molekulnya (Wong, 1989).

Menurut deMan (1997), gelatin adalah protein larut yang diperoleh dari kolagen

tak larut. Gelatin juga didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari jaringan

kolagen hewan yang dapat didispersi dalam air dan menunjukkan perubahan sol-gel

yang reversibel seiring perubahan suhu. Proses perubahan kolagen menjadi gelatin

melibatkan tiga perubahan berikut:

1. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai

2. Pemutusan / pengacauan sejumlah ikatan samping antar rantai

3. Perubahan konfigurasi rantai

Metode pengkonversian kolagen menjadi gelatin adalah dengan cara denaturasi

kolagen dengan pemutusan ikatan hidrogen. Proses denaturasi terjadi dengan

pemanasan kolagen pada suhu 400C atau dengan penambahan senyawa pemecah

ikatan hidrogen pada suhu kamar atau lebih rendah, berupa pemecahan struktur koil

kolagen menjadi satu, dua, atau tiga rantai secara acak (Hinterwaldner, 1977).

Gelatin mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida

membentuk rantai polimer yang panjang. Komposisi asam amino dalam gelatin

bervariasi tergantung pada sumber kolagen tersebut, spesies, jenis kolagen (Ward dan

Courts, 1977). Susunan asam amino gelatin hampir mirip dengan kolagen, dimana

glisin merupakan asam amino yang utama (Charley, 1982).

Page 7: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

III. ANALISIS DAMPAK

A. Analisis Dampak Lingkungan

Limbah hasil perikanan, seperti tulang ikan, dapat menimbulkan polusi yang

dapat merusak keseimbangan ekosistem apabila tidak dilakukan penanganan yang

tepat. Pada umumnya, limbah tulang ikan tidak membahayakan kesehatan

manusia, karena tidak terlibat secara langsung dalam perpindahan penyakit.

Namun, kandungan organik yang tinggi pada tulang ikan dapat bertindak sebagai

sumber makanan bagi pertumbuhan mikroorganisme yang pada akhirnya dapat

mengkontaminasi manusia melalui berbagai media, seperti air, udara, tanah, dan

lain-lain.

Selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, penanganan limbah

tulang ikan yang tidak tepat dapat merusak lingkungan. Jika limbah tulang ikan

dibuang pada lingkungan perairan, kandungan organik pada tulang ikan yang

dimanfaatkan oleh mikroorganisme menyebabkan produktivitasnya meningkat

dan akan mereduksi oksigen terlarut yang terkandung dalam air. Akibat

mikroorganisme yang mereduksi oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan

kandungan oksigen terlarut menjadi dibawah standar dan mengakibatkan

kematian ikan dan biota perairan lainnya. Limbah tulang ikan yang dibuang

secara sembarangan juga dapat menyebabkan polusi udara berupa bau yang tidak

sedap.

B. Analisis Dampak Sosial

Limbah tulang ikan yang melimpah dan tidak dilakukan penanganan secara

tepat dan benar akan menimbulkan masalah yang pada akhirnya akan merugikan

masyarakat sendiri. Pencemaran yang dihasilkan oleh limbah tulang ikan baik

udara, air, tanah, dan lingkungan lainnya dapat menyebabkan kondisi yang tidak

sehat dan nyaman bagi kehidupan masyarakat. Lingkungan yang menjadi tempat

hidup masyarakat menjadi kotor, tidak sedap dipandang dan tentu saja dapat

Page 8: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

menganggu kesehatan manusia karena udara yang dihirup telah tercemar, air

untuk berbagai keperluan hidup, seperti minum, mencuci, mandi, dan masak

menjadi tidak layak konsumsi dan menunjang penyebaran berbagai penyakit,

seperti diare, penyakit kulit, dan lain-lain. Dengan kondisi masyarakat yang tidak

sehat, kualitas hidup menjadi rendah, tingkat kematian meningkat, dan interaksi

sosial antar masyarakat pun akan terganggu.

C. Analisis Dampak Ekonomi

Pada industri pengolahan ikan maupun pemanfaatan ikan oleh rumah

tangga, bagian dari ikan yang dibuang dan menjadi limbah adalah kepala, ekor,

sirip, dan tulang dengan menghasilkan ikan yang telah disiangi rata-rata sebesar

65% (Irawan, 1995). Hal ini berarti pengolahan ikan pada umumnya

meninggalkan limbah perikanan sebesar 35%.

Pembangunan sektor perikanan pada satu sisi telah berhasil meningkatkan

devisa negara serta menyediakan lapangan kerja. Namun, pada sisi lain juga telah

menciptakan masalah lingkungan dengan terdapatnya limbah hasil perikanan

yaitu salah satunya masalah limbah tulang ikan yang dihasilkan.

Penanganan limbah tulang ikan yang dilakukan secara tidak optimal akan

mendatangkan kerugian. Hal ini dikarenakan masyarakat atau industri besar tidak

bisa mengolah dan memanfaatkan limbah tulang ikan dengan baik dan tepat.

Limbah tulang ikan merupakan limbah hasil pengolahan ikan dengan jumlah yang

cukup tinggi dan masih memiliki kandungan organik yang dapat dimanfaatkan

untuk pembuatan produk-produk yang memiliki nilai ekonomis yang cukup

tinggi, seperti porselen, kolagen, dan gelatin. Limbah tulang ikan juga dapat

menghasilkan barang-barang kerajinan yang bernilai seni tinggi. Masyarakat

sebenarnya bisa memperoleh pendapatan yang lebih baik apabila ada upaya untuk

mempelajari pemanfaatan limbah tulang ikan ini secara mendalam, sehingga tidak

terbuang begitu saja dan dapat dimanfaatkan dengan baik.

Berdasarkan dampak analisis aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi yang

telah dijelaskan diatas, diperlukan adanya upaya kesadaran dan pengetahuan

Page 9: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

kepada masyarakat, kalangan industri maupun pemerintah akan pentingnya

penanganan limbah tulang ikan yang tepat agar dapat dimanfaatkan secara

optimal untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara.

Page 10: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

IV. PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi hasil perikanan laut

yang sangat berlimpah. Menururt statistik perikanan FAO tahun 2000, Indonesia pada

tahun 2000 menduduki peringkat ke-6 dunia sebagai negara penghasil produk

perikanan hasil tangkapan dengan jumalah 4,16 juta ton dan peringkat ke-5 dunia

dalam menghasilkan produk perikanan hasil budidaya dengan jumlah mencapai 0,99

juta ton. Rata-rata produk ikan yang dihasilkan hanya menggunakan bagian

dagingnya saja, dengan demikian hasil sampingan lain seperti tulang, kepala, ekor,

sisik dan jeroan dari ikan sangat berlimpah. Hasil samping produksi ini dianggap

sebagai limbah yang mengganggu lingkungan.

Selama ini pemanfaatan limbah tulang ikan masih belum optimal. Tulang ikan

biasanya dibuat tepung sebagai pakan ternak. Selain digunakan sebagai tepung pakan

ternak, sebenarnya saat ini telah cukup banyak dilakukan penelitian mengenai

pemanfaatan kulit dan tulang ikan sebagai gelatin.

Gelatin merupakan bahan tambahan yang penggunaan cukup luas, yaitu

digunakan dalam industri pangan, farmasi, fotografi, dan industri kecantikan.

Kebutuhan gelatin Indonesia selama ini masih mengandalkan impor dari beberapa

negara seperti Cina, Jepang, Prancis, Australia dan Selandia Baru. Data BPS tahun

2007 menyebutkan, impor gelatin mencapai 2.715.782 kg dengan nilai sebesar

9.535.128 dolar AS.

Produk gelatin yang banyak dijual biasanya terbuat dari kulit sapi atau babi. Hal

inilah yang menjadi polemik penggunaan gelatin selama ini. Bahan- bahan yang

berasal dari babi adalah haram dikonsumsi oleh orang beragama Islam. Orang Hindu

taat tidak mengkonsumsi bahan-bahan dari sapi. Disamping itu, adanya penyakit

bovine spongiform encephalopathy (BSE) atau dikenal penyakit sapi gila (mad cow

disease) merupakan kendala pemakaian gelatin dari sapi. Oleh karenanya pencarian

alternatif gelatin yang tidak bersumber dari babi dan sapi sangat dibutuhkan. Dalam

Page 11: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

hal ini gelatin ikan merupakan alternatif yang potensial untuk mengganti peranan

gelatin mamalia dalam beberapa penggunaan.

Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen

jaringan penghubung yang dihidrolisis dengan asam atau basa (Charley, 1982).

Kolagen merupakan bahan baku gelatin yang banyak terdapat pada kulit, urat, tulang

rawan, dan tulang pada hewan. Kolagen merupakan protein fibriler, yaitu protein

yang berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer baik

larutan garam, asam, basa, dan alkohol. Protein (kolagen) dapat mengalami kerusakan

oleh pengaruh panas, reaksi kimia dengan asam atau basa, goncangan dan sebab-

sebab lainnya.

Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A.

Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam

larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam (Utama, 1997).

Penggunaan asam dalam pembuatan gelatin lebih menguntungkan untuk

produksi gelatin bila dilihat dari segi waktu perendaman yang lebih singkat dan biaya

lebih murah. Hal ini diakibatkan karena pada perendaman asam yang singkat sudah

dapat melakukan pemutusan ikatan dan struktur koil kolagen dengan lebih baik

sehingga jumlah kolagen yang terekstrak hampir mendekati jumlah kolagen untuk

proses basa pada perendaman tulang selama delapan minggu (Astawan, 2002).

Proses produksi utama gelatin dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu

persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non-kolagen, konversi

kolagen menjadi gelatin dan tahap pemurnian gelatin dengan penyaringan dan

pengeringan (Hinterwaldner dalam Wiratmaja, 2006).

Persiapan dilakukan dengan pencucian pada tulang ikan. Tulang dibersihkan

dari sisa-sisa daging dan kotoran lain yang mengandung deposit-deposit lemak yang

tinggi. Untuk memudahkan pembersihan maka sebelumnya dilakukan pemanasan

pada air mendidih selama 1-2 menit. Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang

disebut degreasing, dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi

Page 12: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

albumin tulang yaitu antara 320C – 800C sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang

optimum.

Proses degreasing bertujuan untuk menghilangkan lemak-lemak yang masih

terdapat dalam jaringan kulit dan tulang dengan proses pemasakan. Penghilangan

lemak pada kulit dan tulang yang paling efektif dilakukan pada suhu antara titik cair

lemak dan suhu koagulasi albumin tulang, yaitu sekitar 28 – 320C sehingga dihasilkan

kelarutan lemak yang optimum (Ward dan Courts dalam Wiratmaja, 2006).

Sebelum dilakukan proses pengembangan kulit (swelling), maka perlu

dilakukan proses demineralisasi. Proses demineralisasi bertujuan untuk

menghilangkan garam kalsium dan garam lainnya dari tulang, sehingga diperoleh

tulang yang sudah lumer disebut ossein (Hinterwaldner dalam Wiratmaja, 2006).

Menurut Ward dan Courts dalam Wiratmaja (2006), asam mampu mengubah serat

kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal.

Tahap pengembangan kulit (swelling) adalah tahap yang bertujuan untuk

menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin (Surono,

1994). Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik

seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat, dan asam

lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung. Sedangkan asam anorganik yang biasa

digunakan adalah asam hidroklorat, fosfat, klorida, dan sulfat (Grossman dan

Bergman, 1991).

Konversi kolagen menjadi gelatin biasanya didasarkan pada pengaturan suhu

ekstraksi, yaitu untuk mencegah kerusakan protein pada suhu tinggi. Kisaran suhu

yang digunakan antara 500C dan 1000C atau lebih rendah, pada selang pH dapat

bervariasi untuk tiap metode (Hinterwaldner dalam Wiratmaja, 2006).

Ekstraksi adalah proses denaturasi untuk mengubah kolagen menjadi gelatin

dengan penambahan senyawa pemecah ikatan hidrogen pada suhu kamar atau suhu

yang lebih rendah. Ekstraksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan air panas,

dimana pada proses ini terjadi denaturasi, peningkatan hidrolisis dan kelarutan

gelatin. Waktu yang diperlukan untuk ekstraksi adalah 4-8 jam dengan suhu antara

Page 13: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

55-1000C. Setelah diperoleh ekstrak bersih, dilakukan pengeringan untuk mengurangi

kadar air sebanyak 85-90%. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan evaporator

vakum dengan suhu 43-450C dan dilanjutkan dengan menggunakan freeze dryer atau

oven pada suhu antara 30-600C (Viro, 1992).

Larutan gelatin yang diperoleh selanjutnya mengalami proses pendinginan

untuk memadatkan larutan gelatin. Selanjutnya adalah pengeringan gelatin pekat

yang telah padat dengan sinar matahari atau menggunakan mesin pengering yang

bersuhu 32– 600C, sampai diperoleh gelatin kering.

Sifat fungsional gelatin yang penting adalah titik gelling dan titik leleh. Perilaku

setting, gelling dan titik leleh gelatin tergantung pada distribusi berat molekul dan

komposisi asam amino, dimana bervariasi dari spesies satu dengan lainnya yang

dikarenakan perbedaan keadaan protein, kemampuan pembentukan gel, kondisi

ekstraksi dan perlakuan. Sifat fungsional gelatin dari ikan dan mamalia pada produk

pangan memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan yang utama antara gelatin mamalia

dan ikan adalah gelatin ikan mempunyai titik gelling dan titik leleh lebih rendah

daripada gelatin mamalia, akan tetapi tinggi viskositasnya.

Penelitian aplikasi dan sifat fungsional gelatin dari tulang ikan kakap merah

pada permen jelly telah dilakukan oleh Paranginangin., et al (2005). Permen jelly

gelatin tulang ikan kakap merah secara organoleptik (warna, bau rasa, dan tekstur)

dan fisik (sineresis dan kekenyalan) yang dibandingkan dengan permen jelly gelatin

komersial dan jelly komersial, bahwa jelly gelatin tulang ikan kakap merah dapat

menyamai jelly gelatin komersial dan jelly komersial, kecuali pada warna yang masih

dibawah kualitas warna jelly komersial. Dari kandungan air, abu, lemak, dan

proteinnya, jelly gelatin tulang ikan kakap merah merupakan makanan yang berguna

di dalam tubuh dan baik untuk dikonsumsi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Page 14: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

A. Kesimpulan

Pemanfaatan limbah ikan cukup potensial digunakan sebagai bahan baku

pembuatan gelatin. Tersedianya bahan baku yang melimpah diperoleh dari limbah

industri perikanan, juga pembuatan gelatin yang tidak memerlukan teknologi

yang tinggi merupakan alasan perlunya pengembangan industri gelatin ikan di

Indonesia. Selain itu, adanya polemik penggunaan gelatin dari mamalia juga

merupakan alas an penggunaan gelatin dari ikan.

Berdasarkan proses pembutannya, gelatin ikan merupakan gelatin tipe A,

yaitu gelatin yang diproses menggunakan pelarut asam. Dalam pembuatan gelatin,

penggunaan asam lebih menguntungkan untuk produksi gelatin bila dilihat dari

segi waktu perendaman yang lebih singkat dan biaya yang lebih murah.

Proses produksi utama gelatin dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu

persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non-kolagen, konversi

kolagen menjadi gelatin dan tahap pemurnian gelatin dengan penyaringan dan

pengeringan.

Sifat sensori gelatin dari ikan pada dasarnya hampir menyamai gelatin

mamalia pada beberapa penggunaan. Pada beberapa produk, gelatin ikan pada

umumnya memiliki kekuatan gel lebih rendah dibandingkan gelatin mamalia.

A. Saran

Pengembangan industri gelatin dari limbah perikanan dapat dilakukan dengan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh kerenanya perlu adanya koordinasi antara

pemerintah, peneliti dan pengusaha dalam pelaksanaannya. Kekurangan dari

gelatin adalah adanya bau amis (fishy odor) yang masih tertinggal, oleh karenanya

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar kekurangan tersebut dapat

dihilangkan. Selain itu perlu dilakukan penelitian tentang aplikasi gelatin ikan

pada berbagai produk.

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

Astawan, M., Hariyadi, P., Mulyani, A. 2002. Analisis Sifat Reologi Gelatin dari Kulit Ikan Cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.

Badan Pusat Statistik. 2007. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negri Impor. Jakarta.

Charley, H. 1982. Food Science 2nd ed. Di dalam Wiratmaja, Heidi. 2006 Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Tunnus sp) Menjadi Gelatin Serta Analisis Fisika-Kimia. Skripsi. IPB, Bogor.

deMan, John. M. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. Di dalam Wiratmaja, Heidi. 2006 Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Tunnus sp) Menjadi Gelatin Serta Analisis Fisika-Kimia. Skripsi. IPB, Bogor.

Glicksman, M.1969. Gum Technology in Food Industry. Di dalam Wiratmaja, Heidi. 2006 Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Tunnus sp) Menjadi Gelatin Serta Analisis Fisika-Kimia. Skripsi. IPB, Bogor.

Grossman, S., dan Bergman, M. 1991. Process for The Production of Gelatin from Fish Skins. European Paten Aplication 0436266 A1.

Hinterwaldner, R. 1977. Technology of Gelatin Manufacture. Dalam: Wiratmaja, Heidi. 2006 Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Tunnus sp) Menjadi Gelatin Serta Analisis Fisika-Kimia. Skripsi. IPB, Bogor.

Lehninger, A.L. 1997. Dasar-Dasar Biokimia, Jilid I. Diterjemahkan Oleh Thenawidjya. Erlangga, Jakarta.

Paranginangin, R., Tazwir., Susilo Hadi. 2005. Penelitian Pembuatan Permen Jelli Dari Gelatin Tulang Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp). Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor.

Surono., Djazuli, N., Budiyanto, D., Widarto., Ratnawati., Aji, U.S., Suyuni, A.M., Sugiran. 1994. Penerapan Paket Teknologi Pengolahan Gelatin dari Ikan Cucut. Laporan BBMHP. Jakarta.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Procesing Technology. Applied Science Publisher, Ltd. London.

Utama, H. 1997. Gelatin yang Bikin Heboh. Jurnal Hala LPPOM-MUI No.18: 10- 12.

Viro, F. 1992. Encyclopedia of Science and Technology. Mc Graw Hill, New York.

Ward. A.G dan A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Di dalam Wiratmaja, Heidi. 2006 Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Tunnus sp) Menjadi Gelatin Serta Analisis Fisika-Kimia. Skripsi. IPB, Bogor.

Page 16: PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI GELATIN

Wiyono, V.S. 2001. Gelatin Halal Gelatin Haram. Jurnal Halal LPPOM-MUI. No. 36: 26 – 37.

Wong, D. W. S. 1989. Mechanism and The Theory in Food Chemistry.Di dalam Wiratmaja, Heidi. 2006 Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Tunnus sp) Menjadi Gelatin Serta Analisis Fisika-Kimia. Skripsi. IPB, Bogor.

Zaitsev, V., I. Kizevetter, L.,Lagunov, T. Makarova, L. Minder dan V. Podsevalov. 1969. Fish Curing and Processing. MIR Publisher. Moscow. Dalam: Nurilmala, Mala. Kajian Potensi Limbah Tulang Ikan Keras (Teleostei) sebagai Sumber Gelatin dan Analisis Karakteristiknya. Skripsi. Sekolah Pascasarjana. IPB, Bogor.