Pengantar Manajemen Bisnis

46
Pengantar Manajemen Bisnis KELOMPOK 5 - Arthur R (140210075)

description

manajemen

Transcript of Pengantar Manajemen Bisnis

Pengantar Manajemen Bisnis

KELOMPOK 5- Arthur R (140210075)

- Michelle L (140210073)

- Masli R (140210080)

BAB II

A. Kewirausahaan

1. Pengertian Wirausaha

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu.Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian.

2. Ciri-ciri dan Sifat Kewirausahaan

Untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang memerlukan ciri-ciri dan juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri seorang wirausaha adalah:

Percaya diri Berorientasikan tugas dan hasil

Berani mengambil risiko

Kepemimpinan

Keorisinilan

Berorientasi ke masa depan

Jujur dan tekun

Sifat-sifat seorang wirausaha adalah:

Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme. Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki

ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik dan memiliki inisiatif.

Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.

Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka terhadap saran dan kritik yang membangun.

Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki jaringan bisnis yang luas.

Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan.

Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.

3. Tahap-tahap Kewirausahaan

Tahap memulai

Tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat peluang usaha baru yang mungkin apakah membuka usaha baru, melakukan akuisisi, atau melakukan ‘’franchising’’.Tahap ini juga memilih jenis usaha yang akan dilakukan apakah di bidang pertanian, industri, atau jasa.

Tahap melaksanakan usaha

Dalam tahap ini seorang wirausahawan mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, mencakup aspek-aspek: pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil risiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan evaluasi.

Tahap mempertahankan usaha

Tahap di mana wirausahawan berdasarkan hasil yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

Tahap mengembangkan usaha

Tahap di mana jika hasil yang diperoleh tergolong positif atau mengalami perkembangan atau dapat bertahan maka perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang mungkin diambil.

4. Faktor Kegagalan Seorang Wirausaha

Tidak kompeten dalam manajerial.

Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama yang membuat perusahaan kurang berhasil.

Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan, keterampilan mengelola sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan operasi perusahaan.

Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan baik, faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas. Mengatur pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan memelihara aliran kas menyebabkan operasional perusahan dan mengakibatkan perusahaan tidak lancar.

Gagal dalam perencanaan.

Perencanaan merupakan titik awal dari suatu kegiatan, sekali gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.

Lokasi yang kurang memadai.

Lokasi usaha yang strategis merupakan faktor yang menentukan keberhasilan usaha. Lokasi yang tidak strategis dapat mengakibatkan perusahaan sukar beroperasi karena kurang efisien.

Kurangnya pengawasan peralatan.

Pengawasan erat berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas. Kurang pengawasan mengakibatkan penggunaan alat tidak efisien dan tidak efektif.

Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha.

Sikap yang setengah-setengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang dilakukan menjadi labil dan gagal. Dengan sikap setengah hati, kemungkinan gagal menjadi besar.

Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan.

Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan setiap waktu.

5. Tujuan Kewirausahaan

Kewirausahaan bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan secara umum meningkatkan harkat dan martabat pribadi wirausahawan serta bangsa dan negara, dengan pengetahuan tersebut diharapkan akan semakin banyak warga negara Indonesia khusunya mahasiswa yang terjun dalam dunia usaha, namun perlu diperhatikan dalam berusaha harus mengedepankan kejujuran, sehingga apa yang dihasilkan dapat bermanfa’at bagi masyarakat luas.

6. Peranan Wirausaha dalam Perekonomian Nasional

- Menciptakan lapangan kerja

- Mengurangi pengangguran

- Meningkatkan pendapatan masyarakat

- Mengombinasikan faktor–faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal dan keahlian)

- Meningkatkan produktivitas nasional

B. Usaha KecilA. Pengertian Usaha Kecil

usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1995.

Usaha kecil merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas ekonomi pada khususnya

Pada dasarnya tujuan utama menjalankan usaha kecil sama dengan tujuan perusahaan besar untuk memperoleh laba dan dan menjaga kelangsungan pertumbuhan usaha dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Tujuan utama usaha kecil dicapai dengan cara melakukan kegiatan penyediaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat. Agar tujuan tersebut dapat tercapai secara efisien dan efektif, maka kegiatan-kegiatan usaha kecil perlu dikelola. Pengelolaan itu memerlukan proses yang kita kenal dengan proses manajemen.

C. FranchisingDASAR HUKUM

Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu de-ngan diterbitkannya Peraturan pemerintah

Republik Indonesia (PP) No.16 tahun 1997 tentang Waralaba, yang kemudian dicabut dan telah diganti dengan PP No. 42/ 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum untuk format waralaba adalah:

Kepmen Perindustrian dan Perdagangan RI No.259/ MPP/KEP/7/1997 tanggal 30 Juli 1997

Undang Undang no 14 tahun 2001 tentang Hak Paten

Undang Undang no. 15 tahun 2001 tentang Merek

Undang Undang no 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

PENGERTIAN

Untuk memahami lebih jauh tentang franchise, maka perlu dipahami terlebih dahulu pengertian franchise. Franchise (Prancis), yang berarti kejujuran atau kebebasan. Franchise secara mudah sering diartikan sebagai hak-hak untuk menjual jasa atau layanan. Dalam buku Jurus Jitu Antirugi Franchise, Eka Darma Pranoto (2010:4), menuliskan bahwa kita membeli satu paket bisnis dengan harga tertentu, sebagai gantinya pihak penjual paket bisnis akan memberikan kita lisensi untuk menggunakan mereknya, resep rahasia mereka atau sistem manajemen mereka, peralatan serta bahan baku untuk usaha awal. Pada bagian lain Eka (2010:2) menuliskan perlu dipahami bahwa bisnis franchise, seyogyanya merupakan bisnis khusus, jenis bisnis yang spesial, dan terbukti su-dah sukses, sehingga layak diwaralabakan. Bisnis fran-chise bukan sekedar bisnis seumur jagung yang belum je-las tingkat return dan operasionalnya.

DEFINISI

Beberapa definisi tentang Franchise/ waralaba telah dirumuskan, antara lain: Berdasarkan rumusan AFI (Asosiasi Franchise Indo-nesia), suatu sistem pendistribusian barang atau jasa ke-pada pelanggan akhir, dimana pemilik merek

(Franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prose-dur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya da-lam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu. (Sonny Sumarsono, 2009:1)

Menurut versi Pemerintah Indonesia, bahwa wara-laba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang dite-tapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa (Sonny Sumarsono, 2009:1)

Definisi lain menyebutkan bahwa, Franchise adalah membeli paket bisnis orang lain, dimana kita akan men-dapat outlet untuk berjualan, paket peralatan usaha yang lengkap, bahan baku bulan pertama, tata cara dalam bu-ku panduan, hak berkonsultasi, kepada pihak penjual franchise, serta lisesni penggunaan merek dagang bisnis tersebut (Eka Darma Pranoto, 2010:4)

JENIS FRANCHISE

Dari sisi asal produk atau layanan yang dipasarkan, franchise/waralaba ada 2 jenis, yaitu Franchise luar negeri dan franchise dalam negeri:

Franchise luar negeri, cenderung lebih disukai ka-rena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima di berbagai negara, dan dirasakan lebih bergengsi

Franchise dalam negeri, pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha te-tapi tidak memiliki pengetahuan, cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.

Sedangkan berdasarkan pola pengoperasiannya, waralaba dibagi dalam dua jenis, yaitu waralaba dengan format bisnis dan waralaba produk dan merek dagang.

a. Waralaba dengan format bisnis, franchisor memberi-kan hak (lisensi) kepada franchisee untuk menjual produk/jasa menggunakan merek, identitas dari sistem yang dimiliki franchisor

b. Waralaba produk dan merek dagang, pemberian hak dan izin pengelolaan dari franchisor kepada franchisee untuk menjual produk dengan menggunakan merek dagang dalam bentuk keagenan, distributor, atau lisensi penjualan

APA DAN SIAPA?

Dalam upaya mempelajari lebih lanjut tentang Franchise maka perlu dipelajari beberapa istilah yang ter-kait dengan bisnis ini, antara lain: Franchise; Franchisor; Franchisee; Biaya Royalty/Royalty fee; Advertising fee; Area Franchise dan istilah-istilah lain dalam Franchise. Satu persatu akan dijelaskan sebagai berikut:

1. FRANCHISOR Franchisor adalah pihak penjual Franshise/pemberi waralaba. Franchisor dapat berupa badan usaha atau per-orangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan HAKI atau pene-muan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisor bertugas memberikan outlet dan bahan baku serta menye-diakan pelatihan operasional bisnis kepada pihak franchi-see. Dengan kata lain Franchisor membuat manual ope-rasi sebagai panduan operasional secara detail bagi fran-chisee tentang bagaimana melakukan fungsi-fungsi dalam menjalankan bisnis. Bagian-bagian yang tercantum dalam manual operasi berkaitan dengan operasional, personalia, marketing, kehumasan, customer service, perawatan dsb. Penyimpangan terhadap manual operasi akan mengaki-batan franchise kehilangan hak waralaba. (Sonny Sumar-sono, 2009:6)

2. FRANCHISEE Franchisee adalah penerima waralaba. Adalah pi-hak yang membeli franchise. Franchise dapat berupa badan usaha atau pero-rangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau pene-muan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Franchise, adalah individu/perusahaan yang dibe-rikan hak oleh franchisor dengan cara membeli hak terse-but untuk area dan periode tertentu. Hak yang didapat oleh Franchisee adalah menerima outlet, peralatan atau in-ventaris usaha lengkap, distribusi bahan baku, pelatihan produksi, menerima transfer rahasia manajemen, lisensi penggunaan merek bisnis, serta hak konsultasi.

3. FRANCHISE FEE Dalam Bisnis Franchise, dikenal istilah Franchise Fee, adalah biaya pembelian hak waralaba yang dikeluar-kan oleh franchisee setelah dinyatakan memenuhi syarat. Franchise Fee, merupakan biaya pembelian fran-chise yang harus dibayarkan pihak franchisee kepada pi-hak franchisor pada saat membeli paket bisnis tersebut. Franchise Fee, umumnya dibayarkan satu kali saja. Akan dikembalikan oleh franchisor dalam bentuk fasilitas pelatihan awal, dukungan set up awal dari outlet pertama yang akan dibuka franchisee.

Contoh yang disaji-kan oleh Eka Darma Pranoto (2010:7), sebagai berikut: Asep membeli paket “Burger Super Yogya” (nama fiktif) dari franchisor Hendry. Maka sebagai Franchisee, Asep ha-rus membayar 15 juta rupiah kepada Hendry. Uang 15 juta tersebut akan dibelanjakan 3,5 juta untuk pembuatan gerobak, 2 juta untuk pembelian alat-alat makan serta 1,5 juta untuk bahan baku bulan pertama, dan sisanya masuk kantong Hendry sendiri. Kalau dilihat si penjual untung besar. Ya!, tetapi bagi Asep, dapat berdagang de-ngan kelengkapan peralatan dan bahan standar, produk yang dijual telah dikenal (dengan menggunakan merek “Burger Super Yogya” ), sehingga menarik pelanggan, dan mendapat buku panduan berisi tata cara atau rahasia ma-najemen bisnis agar berhasil; pelatihan memasak dan yang terkait dengan prosedur operasi serta ‘bocoran resep rahasia lainnya’; serta hak berkonsultasi kepada Hendry apabila pihak pembeli mengalami masalah, yang semua-nya akan menjadi modal bisnis bagi Asep.

4. ROYALTY FEE Royalty Fee, merupakan biaya royalty yang harus dibayarkan pihak franchisee kepada franchisor sebagai konsekuensi penggunaan atas merek dagang bisnis. Pada franchise nyata Royalty Fee harus dibayar setelah 3 tahun pertama, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya Royalty Fee berkisar 5-15% dari pengha-silan kotor, tetapi patokan Royalty Fee yang layak adalah 10%. Menurut Eka Darma Pranoto (2010:7), besar biaya royalty umumnya berkisar mulai dari 500 ribu/bulan. Ja-rang ada franchise yang mau mematok royalty di bawah 500 ribu/ bulan. Penggunaan biaya royalty, biasanya dike-luarkan untuk pemasaran.

5. ADVERTISING FEE Advertising Fee, merupakan biaya yang harus dike-luarkan oleh franchisee untuk pemasaran/promosi/peri-klanan. Merupakan biaya yang dibayarkan oleh

franchisee kepada franchisor untuk membiayai pos pengeluaran/ belanja iklan dari franchisor yang disebarluaskan secara nasional/internasional. Menurut Sonny Sumarsono (2009:13), besarnya Advertising Fee maksimal 3% dari penjualan. Tidak semua franchisor mengenakan Advertising Fee adalah kenyataan bahwa tujuan dari jaringan waralaba adalah membentuk satu skala ekonomi yang demikian besar sehingga biaya-biaya per outletnya menjadi sedemikian efisiennya untuk bersaing dengan usaha sejenis. Mengingat Advertising Fee merupakan pos pengeluaran yang dirasakan manfaatnya oleh semua jaringan, maka setiap anggota jaringan (fran-chise) diminta untuk memberikan kontribusi dalam ben-tuk Advertising Fee Salah satu contoh adalah, biaya iklan Mc Donalds, Pizza Hutz, atau lainnya di televisi dibayar menggunakan biaya pemasaran/Advertising Fee, yang dikumpulkan secara kolektif dari para Franchise Mc Donalds, Pizza Hutz di seluruh Indonesia. Jadi, dana dari ratusan franchise di seluruh pelosok nusantara akan dikumpulkan secara ko-lektif menjadi satu dan dikelola oleh pihak perwakilan franchisor di Indonesia, dan digunakan untuk mengiklan-kan produk di TV agar penjualan semakin meningkat.

6. AREA FRANCHISE Dalam bisnis franchise, dikenal Area Franchise, yai-tu semacam perwakilan franchise pada area tertentu. Dise-but juga Master Franchise, dengan hak waralaba yang biasanya diberikan meliputi wilayah geografis tertentu (biasanya negara) yang ditentukan dalam perjanjian war-alaba. Pada praktiknya area franchise dapat diberikan tar-get dan dead line terkait dengan jumlah outlet yang harus dibuka dalam kurun waktu tertentu. Selain itu Area Franchise/Master Franchise dapat menjual hak waralaba-nya kepada area, individual atau Multiple Franchisee.

7. MULTIPLE FRANCHISE Multiple Franchise, adalah Franchisor yang meme-gang hak waralaba untuk lebih dari satu outlet di area geo-grafis tertentu, akan tetapi tidak bisa menjual hak wara-laba yang dimilikinya. Sehingga Multiple Franchise hanya memegang hak untuk mengoperasikan waralaba saja.

8. INDIVIDUAL FRANCHISE Individual Franchise adalah Franchisee yang bertin-dak atas nama sendiri yang memegang hak waralaba un-tuk satu outlet saja, dan tidak dapat menjual hak waralaba yang dimilikinya.

9. DEVELOPMENT AGREEMENT Adalah perjanjian antara Franchisor dengan Master Franchise atau Area Franchise berkaitan dengan komitmen franchise dalam hal target pengembangan waralaba di area geografis yang dimilikinya.

10. BUSINESS FORMAT FRANCHISING Waralaba format bisnis merupakan jenis waralaba yang paling maju. Dalam waralaba format bisnis, Franchis-or memberikan hak (lisensi) kepada franchisee untuk men-jual produk/jasa menggunakan merek, identitas dari sis-tem yang dimiliki franchisor. Selain itu Franchisor melatih franchisee dalam hal pemasaran, penjualan, pengelolaan stock, akunting, personalia, pemeliharaan, pengembangan bisnis dan semua aspek yang berkaitan dengan pengelo-laan usaha yang bersangkutan. Selain itu dalam waralaba format bisnis, franchisor juga memberikan dukungan untuk kesinambungan bisnis dalam bentuk konsultasi usaha, internal audit, pemusatan pembelian untuk mendapatkan harga terbaik, pengem-bangan produk dan advertising (Sonny Sumarsono, 2009: 14).

11. CONVERSION FRANCHISE Waralaba konversi adalah jenis waralaba dimana franchisor memberikan lisensi kepada usaha sejenis milik franchise untuk bergabung di dalam rantai usaha yang di-miliki franchisor untuk menggunakan merek, logo dan sis-tem operasi franchisor. Contoh penerapan waralaba konversi ini adalah dalam rantai hotel.

12. DISCLOSURE Pada awal pembelian waralaba dikenal dengan sebutan FOC (Franchise Ofering Circular). Disclosure meru-pakan penyajian fakta berupa kondisi penjualan, perso-nalia maupun keuangan dari franchisor kepada calon fran-chisee. Fakta yang disajikan merupakan dokumen rahasia, tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, untuk mengetahui kondisi usaha dan memutuskan pembelian hak waralaba. Biasanya diberikan paling tidak sepuluh hari sebelum pembelian

waralaba untuk dipelajari calon pembeli waralaba. Dalam praktik selanjutnya disclosure agreement ka-dang dilakukan jika franchisor memberikan satu informa-si berkaitan dengan usaha waralaba tersebut kepada para franchisee-nya.

13. DISTRIBUTORSHIP (Dealer) Merupakan hak yang diberikan oleh pabrikan atau wholesaler kepada individu/perusahaan untuk menjual produk atau jasa kepada pihak lain. Distributorship, meru-pakan cikal bakal format waralaba yang paling sederhana Umumnya Distributorship yang hanya menyangkut perpindahan kepemilikan produk bukan merupakan for-mat waralaba. Namun demikian Distributorship yang men-cantumkan adanya disclosure dalam persyaratan kerjasa-manya dapat disebut sebagai salah satu format waralaba yang paling sederhana (Sonny Sumarsono, 2009:15).

14. FRANCHSEE’S QUALIFICATION QUESTIONAIRE Untuk menilai apakah calon franchisee layak untuk mengoperasikan bisnis franchisor, maka diperlukan peni-laian kualifikasi. Untuk kepentingan tersebut digunakan Franchsee’s Qualification Questionaire atau Kuesioner Kua-lifikasi Pewaralaba/franchisee. Franchsee’s Qualification Questionaire, merupakan dokumen yang disiapkan franchisor untuk dilengkapi fran-chisee. Dokumen tersebut berisi informasi untuk menen-tukan kandidat mampu dan memiliki motivasi memulai usaha seperti yang dimiliki franchisor. Dokumen ini juga berisi tentang tertarik membeli hak waralaba dari franchis-or dan kemampuan finansial kandidat.

15. MYSTERY SHOPERS Mystery Shopers adalah satu alat yang digunakan Franchisor atau franchisee untuk menilai seberapa baik penerapan standar operasional di satu outlet dari sisi pe-langgan.

16. INITIAL INVESTMENT Initial Investment, adalah modal awal yang harus disetorkan dan dimiliki oleh Franchisee pada saat memulai usaha waralabanya. Merupakan biaya pembelian franchise yang harus dibayarkan pihak franchisee kepada franchisor pada saat membeli paket bisnis tersebut. Terdiri atas Fran-chisee Fee, investasi untuk fixed asset dan modal kerja untuk menutup operasi selama bulan-bulan awal wara-labanya.

17. MANUAL OPERASI/OPERATING MANUAL Manual operasi, adalah manual yang dibuat oleh Franchisor sebagai panduan operasional bagi Franchisee. Merupakan panduan komprehensif dan detail bagaimana cara melakukan fungsi-fungsi operasi bisnis franchisor. Manual ini memuat pangaturan yang terkait dengan ope-rasional, personalia, marketing, keuangan, kehumasan, customer service, perawatan, dsb. Apabila Franchisee me-langgar atau melakukan penyimpangan terhadap keten-tuan dalam manual ini dapat kehilangan hak franchisee.

Eka Darma Pranoto (2010:9-10), menuliskan ten-tang Manual Book, sebagai panduan cara mengelola bisnis yang berisikan standar manajeman (SOP) untuk mengelola bisnis franchise. Buku ini adalah hak terbesar bagi pem-beli franchise, karena melalui buku ini franchisee dapat mentransfer ilmu dari franchisor dari sebuah dokumen tertulis.

Manual Operasi, dengan sebutan SOP/Standar Operating Procedure, di dalamnya berupa sumber ilmu yang merupakan standar manajemen yang berlaku di fran-chise. SOP berisi tata cara bisnis agar bisa sukses, mulai dari memilih karyawan, tata cara produksi, pema-saran, dsb, yang bisa dikatakan salah satu rahasia kesuksesan bisnis yang ditransfer franchisor ke pihak franchisee. SOP ini mengatur tata cara manajemen secara tertulis, jelas dan terumuskan.

Contoh SOP untuk bisnis Burger: • Secara berkala, karyawan harus selalu membuat masakan ½ jadi, misalnya potongan selada telah dipotong rapi, tomat yang sudah diiris, dsb, sehingga ketika ada pelanggan datang, penyajian dapat cepat dilakukan • Sebelum usaha dimulai, X-banner harus dipasang tegak agar menarik konsumen • Tiap malam, listrik di outlet harus dinyalakan agar menarik perhatian pelanggan • Cara memasak adalah digoreng selama 3 menit. Patokannya adalah produk sudah kekuningan dan cukup keras. • Memasak harus menggunakan api sedang agar tidak mudah gosong • Secara berkala, pihak franchisee harus berkunjung ke outlet dan mencicipi rasa produk hasil masakan kar-yawan, dengan tujuan mengevaluasi dan memastikan bahwa rasa dan kualitas sudah sesuai standar.

18. COMPANY OWNED OUTLET/ PILOT STORE Company Owned Outlet atau Pilot Store adalah Out-let milik Franchisor Franchisor yang terpercaya adalah Franchisor yang telah terbukti sukses dan mengoperasikan outlet milik mereka sendiri yang disebut Pilot Store atau Company Owned Outlet. Jangan pernah membeli waralaba kalau tidak ter-bukti akan outlet yang dipasarkan franchise/ waralabanya

19. OFFER Penawaran merupakan komunikasi lisan atau tertulis dari Franchisor kepada calon Franchisee. Komunikasi tertulis dpat berupa prospektus, dsb. Saran Eka Darma Pranoto (2010:30), dalam menilai tawaran franchise, pas-tikan anda selalu melakukan prinsip 3D: Disurvei, Dicek, Diputuskan mau diterima atau ditolak.

KELEBIHAN BISNIS FRANCHISE Bagi mereka yang mempunyai modal tetapi belum mene-mukan ide bisnis, bisnis waralaba dapat menjadi pilihan, karena mempunya kelebihan:

1. Mereknya sudah dikenal luas oleh masyarakat Produk yang sudah dikenal masyarakat akan cenderung men-jadi pilihan dibanding dengan produk baru, meskipun produknya sama, ciri khususnya sama, penataan gerainya sama, pelayanan sama. Masyarakat akan memilih produk yang telah dikenal, karena biasanya mereka menggunakan motto ‘yang pasti-pasti sajalah’.

2. Produknya memenuhi standar kualitas produksi. Kare-na franchise selalu menetapkan tata cara dan prosedur penyediaan produk. Dalam penetapan prosedur penyediaan produk atau layanan sudah didahului dengan uji kelayakan dan evaluasi produk secara berkala. Apabila ada perubahan prosedur penyediaan produk untuk kualitas yang lebih baik pihak franchisor juga memberikan informasi kepada franchiseenya.

3. Standar manajemennya sudah terbukti sukses dan ada jaminan pembimbingan/konsultasi. Dalam memilih franchise, calon franchisor berhak meminta bukti keberhasilan manajemen dengan melihat laporan keuangan franchisor sebagai gambaran tentang keberhasilan manajemen. Selain keberhasilan manajemen, franchisor yang baik (bukan asal-asalan)

juga menyediakan pembimbingan dalam menangani keluhan pelanggan atau masalah lainnya terkait dengan manajemen operasi bisnis.

CARA MEMBELI FRANCHISE SAMPAI OPENING

Secara berturut-turut diringkas sebagaimana dijelaskan oleh Eka Darma Pranoto (2010:24-29):

1. Survei lokasi. Cari lokasi yang dekat dengan pangsa pasar, ramai dan berdaya beli kuat. Kalau tidak mam-pu bisa minta bantuan pihak franchisor

2. Pembayaran DP 80%. Pembayaran umumnya melalui transfer rekening.

3. Simpan Nota Transfer baik-baik. Dengan cara melakukan scan atau fotocopy. Kemudian kirim hasil scan ke franchisor sebagai bukti telah melakukan transfer

4. Pengiriman Outlet. Yaitu peralatan dan barang inventtaris maupun bahan baku pada bulan-bulan awal oleh franchisor

5. Promosi dan Rekrutmen. Merupakan langkah persiapan operasi usaha dengan kegiatan menyebarkan bro-sur ke daerah sekitar dan melakukan upaya mencari karyawan.

6. Bayar sisa pembayaran 20%. Lakukan cara yang sa-ma dengan langkah no.2.

7. Pelatihan Karyawan. Kirimkan karyawan yang telah Anda rekrut untuk mengikuti pelatihan di tempat fran-chisor. Atau Anda sendiri datang ke pelatihan, kemudian mentransfer kepada karyawan Anda.

8. Pelajari Buku Manual/Panduan. Buku panduan diterima dalam satu paket dengan pengiriman outlet. Pelajari minimal 2 kali, apabila ada yang kurang dimengerti dapat bertanya kepada franchisor atau customer service franchise Anda.

9. Pembukaan Usaha. Bawalah semua bahan baku ke tempat usaha dan lakukan pembukaan usaha. Bila Franchise Anda besar biasanya disertai pembagian voucher kepada calon pelanggan.

Kriteria Franchising

Memiliki ciri khas usaha Terbukti sudah meberikan keuntungan Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan atau jasa yang ditawarkan

yang di buat secara tertulis Mudah diajarkan dan di aplikasikan Adanya dukungan yang berkesinambungan dan Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar

Kelebihan Franchising

1. Merknya sudah dikenal oleh masyarakat 2. Produknya memenuhi standar kualitas produksi.3. Standar manajemennya sudah terbukti sukses dan ada jaminan

pembimbingan /konsultasi

D. Perusahaan Multi Nasional

A .PENGERTIAN PERUSAHAAN MULTINASINAL 

            Di beberapa dekade akhir abad ke-20, transformasi pesat dunia industri

mengambil bentuknya yang baru. Kemajuan mencolok ilmu dan teknologi,

sebagai mesin penggerak suatu masyarakat, dunia mendapatkan pengaruhnya

dari berbagai sudut. Perekonomian adalah salah satu bidang yang mengalami

berbagai perubahan mencolok di masa-masa tersebut. Yang pasti, munculnya

berbagai perusahaan multinasional, hingga batas tertentu, membuka peluang

bagi globalisasi ekonomi.

Pengalaman pertumbuhan ekonomi pada abad kesembilan belas di Negara-

negara maju banyak bersumber dari dari pergerakan modal internasional yang

cukup deras pada waktu itu. Mobiltas faktor-faktor produksi yang terjadi antar

Negara mencapai titik puncaknya dengan hadirnya perusahaan-perusahaan 

multinasional. Mungkin perkembangan yang terpenting dalam hubungan-hubungan

ekonomi internasional selama dua dasawarsa terakhir ini adalah lonjakan

mengagumkan kekuatan dan pengaruh perusahaan-perusahaan raksasa 

multinasional. Merekalah penyalur utama aneka factor produksi, mulai dari modal,

tenaga kerja dan teknologi produksi, semuanya dalam skala besar-besaran, dari

satu Negara ke Negara lainnya.

\

Dalam operasinya ke berbagai Negara-negara dunia ketiga, mereka

menjalankan berbagai macam operasi bisnis yang inovatif dan kompleks sehingga

tidak bias lagi kita pahami hanya dengan perangkat teori-teori perdagangan yang

sederhana, apalagi mengenai distribusi keuntungannya. Perusahaan-perusahaan

raksasa, seperti IBM, Ford, Exxon, Philips, Hitachi, British Petroleum, Renault,

Volkswagen, dan Coca-Cola, telah sedemikan rupa mendunia dalam operasinya

sehingga kalkulasi atas distribusi keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh

produksi internasional itu kepada penduduk setempat dan pihak asing menjadi

semakin sulit dilakukan.

Arus sumber-sumber keuangan internasional dapat terwujud dalam dua

bentuk. Yang pertama adalah penanaman modal asing yang dilakukan oleh pihak

swasta (private foreign investment) dan investasi portofolio, terutama berupa

penanaman modal asing “langsung” (PMI). Penanaman modal seperti ini juga

dapat disebut Foreign Direct Investment (FDI). FDI (Foreign Direct Investment)

atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem

ekonomi yang kian mengglobal. Ia bermula saat sebuah perusahaan dari satu

negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di

negara lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di negara asal (biasa disebut

‘home country‘) bisa mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan

investasi (biasa disebut ‘host country‘) baik sebagian atau seluruhnya. Caranya

dengan si penanam modal membeli perusahaan di luar negeri yang sudah ada atau

menyediakan modal untuk membangun perusahaan baru di sana atau membeli

sahamnya sekurangnya 10%.

Biasanya, FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya

pembelian atau konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau

bangunan; atau konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh

perusahaan asing. Penanaman kembali modal (reinvestment) dari pendapatan

perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang antara

perusahaan induk dan perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan sebagai

investasi langsung. Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI seperti

pemberian lisensi atas penggunaan teknologi tinggi. Sebagian besar FDI ini

merupakan kepemilikan penuh atau hampir penuh dari sebuah perusahaan.

Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki bersama (joint ventures) dan

aliansi strategis dengan perusahaan-perusahaan lokal. Joint ventures yang

melibatkan tiga pihak atau lebih biasanya disebut sindikasi (atau ‘syndicates‘) dan

biasanya dibentuk untuk proyek tertentu seperti konstruksi skala luas atau proyek

pekerjaan umum yang melibatkan dan membutuhkan berbagai jenis keahlian dan

sumberdaya.

B. Perusahaan-perusahaan Multinasional

Perusahaan Multinasional telah memainkan peranan yang sangat penting dalam menjalankan kebijakan dan aturan baik di tingkat national maupun internasional. Di negara-negara berkembang, hampir setiap aspek dari kehidupan komunitas telah terkena dampak dari operasi Perusahaan Multinasional. Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinasional yang sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik. Karena jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan Negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-

negara dan distrik politik regional seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan lingkungan yang memadai.

Perusahaan multinasional pada dasarnya adalah sebuah perusahaan raksasa yang menjalankan, memiliki serta mengendalikan operasi bisnis atau kegiatan-kegiatan usahanya di lebih dari satu Negara. Perusahaan multinasional ini umumnya berupa perusahaan yang dikelola oleh lebih dari sebuah negara, dan oleh karena kekuatan ekonominya yang besar, ia mampu mempengaruhi kebijakan-kebijakan perekonomian suatu negara dengan sangat luas.

Dari sudut pandang sejarah, model perusahaan seperti ini mulai bermunculan sejak dekade 50. perusahaan-perusahaan multinasional, terutama di AS, semakin aktif di beberapa bidang, setelah terpengaruh oleh kondisi perekonomian di zaman itu. Dengan memanfaatkan sistem transportasi dan komunikasi internasional yang semakin modern, demikian pula karena adanya “celah” antara hubungan Eropa dan Jepang, perusahaan-perusahaan ini menemukan peluang untuk menjual produk-produk mereka ke luar batas-batas AS. Tak lama kemudian, perusahaan-perusahaan Eropa mengikuti jejak langkah mereka ini, sehingga menjadi semakin luaslah keberadaan perusahaan-perusahaan multinasional ini.

Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinasional yang sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik. Karena jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan Negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan lingkungan yang memadai.

Terdapat dua karakteristik pokok dari perusahaan multinasional, yakni ukuran mereka yang sangat besar dan kenyataan bahwa operasi bisnis mereka yang tersebar ke seluruh dunia itu cenderung dikelola secara terpusat oleh para pemimpinnya di kantor pusatnya yang berkedudukan di Negara asal. Ukuran mereka yang sedemikian besar tentu memberikan kekuatan ekonomi (dan terkadang juga kekuatan politik) yang sangat besar, sehingga mereka merupakan kekuatan utama (sekitar 40%) yang menyebabkan berlangsungnya globalisasi perdagangan duniua secara pesat. Dengan kekuatan yang begitu besar, merekalah yang sebenarnya seringkali mendominasi aneka komoditi dagang di Negara-negara berkembang (tembakau, mie, bubur gandum instant, dsb).

Dari gambaran ini, maka bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan ekonomi (dan terkadang politik) yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaa multinasional tersebut, apalagi jika dibandingkan dengan pemerintahan di Negara-negara berkembang di mana mereka menjalankan bisnisnya. Kekuatan mereka ini juga ditunjang lagi oleh posisi oligopolitik yang mereka genggam dalam perekonomian domestic atau bahkan internasional pada sektor atau jenis-jenis produk yang mereka jalankan.

C. Dampak Perusahaan Multi Nasional

Dewasa ini kehadiran perusahaan-perusahaan multinasional di bidang

ekonomi dan politik dunia, terasa sangat mencolok. Perusahaan-perusahaan

multinasional yang “menancapkan kukunya” juga tentu saja memberikan

implikasi kepada, saya sebut sebagai, Negara yang di’ekspansi’nya, baik dampak

positif maupun dampak negatifnya. Dampak positif pertama yang paling sering

disebut-sebut sebagai sumbangan positif penanaman modal asing ini adalah,

peranannya dalam mengisi kekosongan atau kekurangan sumber daya antara

tingkat investasi yang ditargetkan dengan jumlah actual “tabungan domestik”

yang dapat dimobilisasikan. Dampak positif kedua adalah, dengan memungut

pajak atas keuntungan perusahaan multinasional dan ikut serta secara financial

dalam kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri, pemerintah Negara-negara

berkembang berharap bahwa mereka akan dapat turut memobilisasikan sumber-

sumber financial dalam rangka membiayai proyek-proyek pembangunan secara

lebih baik.

Dampak positif ketiga adalah, perusahaan multinasional tersebut tidak

hanya akan menyediakan sumber-sumber financial dan pabrik-pabrik baru saja

kepada Negara-negara miskin yang bertindak sebagai tuan rumah, akan tetapi

mereka juga menyediakan suatu “paket” sumber daya yang dibutuhkan bagi

proses pembangunan secara keseluruhan, termasuk juga pengalaman dan

kecakapan manajerial, kemampuan kewirausahaan, yang pada akhirnya nanti

dapat dimanifestasikan dan diajarkan kepada pengusaha-pengusaha domestic.

Dampak positif keempat adalah, perusahaan multinasional juga berguna

untuk mendidik para manajer local agar mengetahui strategi dalam rangka

membuat relasi dengan bank-bank luar negeri, mencari alternative pasokan

sumber daya, serta memperluas jaringan-jaringan pemasaran sampai ke tingkat

internasional. Dampak positif kelima adalah, perusahaan multinasional akan

membawa pengetahuan dan teknologi yang tentu saja dinilai sangat maju dan

maju oleh Negara berkembang mengenai proses produksi sekaligus

memperkenalkan mesin-mesin dan peralatan modern kepada Negara-negara dun

ia ketiga.

Selain dampak positif yang telah dikatakan diatas, tentu saja dalam

pelaksanaan kegiatan ekonominya, perusahaan multinasional juga mempunyai

dampak negatif yang terjadi pada Negara tamu. Pada umumnya pasar yang

menjadi sasaran pemasaran perusahaan multinasional ini memang adalah

Negara-negara yang notabenenya adalah Negara-negara yang sedang

berkembang atau Negara-negara dunia ketiga. Hal ini mereka lakukan karena

Negara-negara dunia ketiga ini dinilai belum mempunyai perlindungan yang baik

atau belum mempunyai “kekuatan” yang cukup untuk menolak “kekuatan”

daripada perusahaan-perusahaan raksasa multinasional ini sehingga bukan tidak

mungkin mereka bisa melakukan intervensi terhadap pemerintahan yang

dilangsungkan oleh Negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain Negara-

negara ini menghadapi dilema di mana sebagian besar negara terlalu lemah

untuk menerapkan prinsip aturan hukum, dan juga perusahaan-perusahaan

raksasa ini sangat kuat menjalankan kepentingan ekonomi untuk keuntungan

mereka sendiri.

Kemudian kita juga harus menyadari bahwa perusahaan-perusahaan

mutinasional ini tidak tertarik untuk menunjang usaha pembangunan suatu

Negara. Perhatian mereka hanya tertuju kepada upaya maksimalisasi keuntungan

atau tingkat hasil financial atas setiap sen modal yang mereka tanamkan.

Perusahaan-perusahaan multi nasional ini senantiasa mencari peluang ekonomi

yang paling menguntungkan, dan mereka tidak bisa diharapkan untuk memberi

perhatiam kepada soal-soal kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan lonjakan

pengangguran. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan multinasional hanya

sedikit memperkerjakan tenaga-tenaga setempat. Operasi mereka cenderung

terpusat di sector modern yang mampu menghasilkan keuntungan yang maksimal

yaitu di daerah perkotaan.

Selain tidak bisa diharapkan untuk ikut membantu mengatasi masalah

ketenagakerjaan di Negara tuan rumah, mereka bahkan seringkali memberi

pengaruh negative terhadap tingkat upah rata-rata, karena mereka biasanya

memberikan gaji dan aneka tunjangan kesejahteraan yang jauh lebih tinggi

ketimbang gaji gaji rata-rata kepada para karyawannya, baik itu yang berasal

dari Negara setempat atau yang didatangkan dari Negara-negara lain. Di atas

telah dikatakan bahwa keuatan mereka juga ditunjang oleh posisi oligopolitik

yang mereka genggam dalam perekonomian domestik atau bahkan internasional

pada sektor atau jenis-jenis produk yang mereka geluti. Hal ini bertolak berlakang

dari keyataan bahwa mereka cenderung beroperasi di pasar-pasar yang dikuasai

oleh beberapa penjual dan pembeli saja. Situasi seperti ini memberi mereka

kemampuan serta kesempatan yang sangat besar untuk secara sepihak

menentukan harga-harga dan laba yang mereka kehendaki, bersekongkol dengan

perusahaan lainnya dalam membagi daerah operasinya serta sekaligus untuk

mencegah atau membatasi masuknya perusahaan-perusahaan baru yang

nantinya dikhawatirkan akan menjadi saingan mereka.

Hal-hal tersebut mereka upayakan dengan menggunakan kekuatan yang

mereka miliki dalam penguasaan teknologi-teknologi baru yang paling canggih

dan efisien, keahlian-keahlian khusus, diferensiasi produk, serta berbagai kegiatan

periklanan secara gencar dan besar-besaran untuk mempengaruhi, kalau perlu

mengubah, selera dan minat konsumen. Kemudian walaupun dampak-dampak

awal (berjangka awal) dari penanaman modal perusahaan multinasional memang

dapat memperbaiki posisi devisa Negara yang menerima mereka (Negara tuan

rumah), tetapi dalam jangka panjang dampak-dampaknya justru negatif, yakni

dapat mengurangi penghasilan devisa itu, baik dari sisi neraca transaksi berjalan

maupun neraca modal. Neraca transaksi berjalan bisa memburuk karena adanya

impor besar-besaran atas barang-barang setengah jadi dan barang modal oleh

perusahaan multinasional itu, dan hal tersebut masih diperburuk lagi oleh adanya

pengiriman kembali keuntungan hasil bunga, royalty, dan biaya-biaya jasa

manajemen ke Negara asalnya. Jadi praktis pihak Negara tuan rumah tidak

memperoleh bagian keuntungan yang adil dan wajar.

Selain itu perusahaan-perusahaan multinasional berpotensi besar untuk

merusak perekonomian tuan rumah dengan cara menekan timbulnya semangat

bisnis para usahawan local, dan menggunakan tingkat penguasaan pengetahuan

teknologi mereka yang superior, jaringan hubungan luar negeri yang luas dan

tertata baik, keahlian dan agresivitas di bidang periklanan, serta penguasaan atas

berbagai berbagai jenis jasa pelengkap lainnya untuk mendorong keluar setiap

perusahaan local yang cukup potensial yang dianggap mengganggu atau

mengancam dalam kancah persaingan, dan sekaligus untuk menghalangi

munculnya perusahaan-perusahaan baru yang berpotensi untuk menjadi saingan

mereka. Perusahaan-perusahaan multinasional juga sering menggunakan

kekuatan ekonomi mereka untuk mempengaruhi, menyuap, dan memanipulasi

berbagai kebijakan pemerintah di Negara tuan rumah ke arah yang tidak

menguntungkan bagi pembangunannya.

Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................1

Daftar isi...................................................................................................2

BAB 1. Pendahuluan

1.1 latar belakang.....................................................................................3

1.2 Tujuan................................................................................................4

BAB 2. Pembahasan

A. Kewirausahaan.....................................................................................6

B. Usaha Kecil........................................................................................10

C. Franchising.........................................................................................11

D. Perusahaan Multinasional..................................................................24

BAB 3. Penutup

3.1 Kesimpulan......................................................................................25

3.2 Saran................................................................................................25

Daftar Pustaka…………………………………………………………26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu ekonomi, perusahaan adalah suatu satuan ekonomi yang

bertujuan menyelenggarakan sebagian dari proses produksi masyarakat guna

memperoleh laba atau penghasilan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya

terdapat berbagai persoalan yang sering muncul dalam setiap perusahaan pada

umumnya, yakni bagaimana perusahaan dapat mengatur mengenai proses

manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengimplementasian, dan

pengontrolan, bagaimana memperoleh bahan baku dengan mudah dan dengan

biaya yang rendah, bagaimana perusahaan dapat melakukan kegiatan proses

produksi, bagaimana peruahaan dapat memasarkan hasil produksi kepada

konsumen sehingga perusahaan/toko dapat memperoleh penghasilan tertentu

dengan biaya seminimal mungkin.

1.2 Tujuan

Pembuatan materi di dalam mata kuliah manajemen bisnis yang dilakukan

pada selasa 2 December 2014 salah satunya dalam rangka pembuatan makalah

sebagai nilai mata kuliah pengantar manajemen dan bisnis.

Disamping itu ,diadakannya pembuatan materi ini bertujuan unutk

memberikan informasi atau pengetahuan baru kepada para mahasiswa mengenai

apa yang sesungguhnya terjadi dilapangan terkait dengan proses perencanaan,

pengorganisasian, pengimplementasian, dan pengontrolan pada suatu

perusahaan/toko sehingga mahasiswa tidak hanya memahami informasi dari

sumber buku saja, akan tetapi dapat membandingkannya dengan kejadian

langsung dilapangan.

Kata Pengantar

Alhamdulilah dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT, akhirnya makalah

ini dapat diselesaikan sesuai dengan deadline yang sudah ditentukan. Makalah ini

berisikan tentang Pengantar Manajemen Bisnis

Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah

Ilmu Pengantar Manajemen yang telah memberi kesempatan dan

kepercayaannya kepada kami untuk membuat dan menyelesaikan makalah ini.

Sehingga kami memperoleh banyak ilmu, informasi dan pengetahuan selama

kami membuat dan menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kepada seluruh rekan

kami yang membantu penyelesaian makalah ini baik berupa bantuan moril

maupun materil.

Setelah itu kami berharap semoga makalah ini berguna bagi pembaca meskipun

terdapat banyak kekurangsempurnaan di dalamnya. Akhir kata kami meminta

maaf sebesar-besarnya kepada pihak pembaca maupun pengoreksi jika terdapat

kesalahan dalam penulisan, penyusunan maupun kesalahan lain yang tidak

berkenan di hati pembaca maupun pengoreksi, karena hingga saat ini kami masih

dalam proses belajar. Oleh karena itu kami memohon kritik dan sarannya demi

kemajauan bersama.

BAB III

3.1 Kesimpulan

Kewirausaahan adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa fisik kedalam kehidupan di dalam kewirausahaan memiliki memiliki beberapa ciri-ciri, sifat, tahap-tahap, faktor penghambat seorang wirausahawan selain itu juga terdapat tujuan kewirausahaan.

Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi criteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.

Di dalam franchising terdapat dasar hukum, jenis-jenis fracnchise dan cara-cara membeli franchise dan memiliki criteria serta kelebihannya.

Begitu pula dengan perusahaan multi nasional memiliki pengertian, perusahan-perusahaan nya dan dampak perusahaan.

3.2 SaranSebaiknya dalam melakukan kewirausahaan, usaha kecil,

franchising dan perusahaan multi nasional haruslah menggunakan kreatifitas manusia itu sendiri harus banyak berlatih dan mencoba dengan sesuatu hal positif yang baru dan tentu saja memiliki sifat inovatif yang membuat usaha kita menjadi laku dan lancar di pasaran nasional maupun internasional.

Daftar Pustaka