Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan...

27
JURNAL TRANSFORMASI BUDAYA JAWA (Studi dengan Perspektif Komunikasi mengenai Perubahan Cara Berbusana di Kalangan Perempuan Jawa di Surakarta) Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Disusun Oleh: WAHDANIA D1215075

Transcript of Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan...

Page 1: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

JURNAL

TRANSFORMASI BUDAYA JAWA

(Studi dengan Perspektif Komunikasi mengenai Perubahan Cara Berbusana

di Kalangan Perempuan Jawa di Surakarta)

Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

WAHDANIA

D1215075

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017

Page 2: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

TRANSFORMASI BUDAYA JAWA

(Studi dengan Perspektif Komunikasi mengenai Perubahan Cara Berbusana

di Kalangan Perempuan Jawa di Surakarta)

Wahdania

Pawito

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

AbstractThis study focuses on changing the way Javanese women dress in Surakarta.

How to dress for Javanese women is one form of self-esteem, self-expression and identity, a characteristic of the woman's self. But since the development of technology, there are things to watch out for. Technology has a very extraordinary role for human life, one of them on how to dress in Javanese women in Surakarta. The development of technology makes it easier for Javanese women to recognize and follow other cultures for their way of dressing.

This study aims to examine the communication perspective on the change of way of dressing among Javanese women in Surakarta. The research method used is qualitative-interpretive. The interpretive approach is adopted from a practical orientation. In general, interpretive approach is a social system that interpret the behavior in detail directly observe. (Newman, 1997). Data collection is done by interview, observation, literature study and documentation. This research uses the theory of Technology Determinism. This theory was proposed by Marshall Mc Luhan first time in 1962 in his writings The Guttenberg Galaxy: The Making of Typographic Man. The basic idea of this theory is that the changes that occur in various ways of communicating will also shape the existence of man himself. The technology of shaping individuals how to think, behave in society and technology ultimately leads man to move from one century of technology to another technological age.

The conclusion of this study is that the process of changing the way of dressing is influenced by technology that resulted in Javanese women in Surakarta getting new information about how to dress in the context of home, public, wedding and office.Keywords: Communication, Technology, transformation, Change How to Dress

1

Page 3: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

Pendahuluan

Ajining diri saka lati, anjining raga saka busana. Idiom ini mengajarkan bahwa

penghargaan atas diri seseorang berdasarkan aspek lahiriah dan batiniah secara

seimbang (Purwadi, 2007). Busana merupakan salah satu penampilan lahiriah yang

paling jelas dimana penduduk dibedakan dengan yang lain dan sebaliknya

menyamakan dengan kelompok lainnya (Craik, 1994). Budaya Jawa mengajarkan

pedoman-pedoman dasar dalam berbusana yang benar dan sesuai dengan situasi serta

kondisi. Moeryati (dalam Purwadi, 2007) menegaskan bahwa busana dan kecantikan

merupakan perpaduan yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu kedua hal tersebut harus

diperhatikan dengan cermat.

Cara berbusana sebagai ekspresi diri dan komunikasi dari pemakaianya

memberikan implikasi bagi perempuan Jawa di Surakarta dalam kaitannya

mengomunikasikan nilai, status, kepribadian, identitas, dan perasaan kepada orang

lain. Ciri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan

ketika hidup bermasyarakat, dimana individualitas menjadi tolak ukur penilaian

dalam sebuah hubungan maupun interaksi. Karena berbusana bisa mengekspresikan

sesuatu yang tidak terucap secara verbal inilah, maka busana juga seringkali

digunakan untuk menunjukkan identitas personal dari individu yang bersangkutan.

Hanya dengan mengenakan jenis pakaian tertentu maka, orang lain akan bisa menilai

kepribadian dan citra dirinya.

Orang Jawa menyadari betul arti penting berpakaian dengan ungkapan ajining

diri saka lati, anjining raga saka busana. Harus ada perpaduan jiwa dan raga perlu

diperhatikan secara khusus, agar dirinya mendapat penghormatan yang layak dari

pihak lain. Cara berbusana dalam pergaulan sehari-hari juga harus diperhatikan.

Terlebih dalam upacara resmi, perhatian orang pertama kali tertuju kepada situasi

yang dapat dilihat oleh mata. Bagi orang Jawa, berbusana ada aturannya. Setaiap

aturan yang dibuat mengahasilkan kearifan tersendiri. Namun belakangan ini,

peraturan tersebut mulai tergeserkan yang menyebabkan perubahan dalam cara

berbusana terutama bagi perempuan Jawa di Surakarta.

2

Page 4: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

Perempuan menjadi sorotan penting ditengah perannya yang sangat kompleks.

Secara etimologis, perempuan berasal dari kata empu, perempuan (waninoto) artinya

berani menata, mengatur. Jelas dari sini bahwa sesungguhnya perempuan punya

kedudukan sosial yang luhur. Masyarakat Jawa pada umumnya, perempuan (anak

perempuan) adalah satru mungguh ing cangklakan, musuh dalam selimut. Kartini

membuktikan bahwa dirinya tidak pernah merugikan keluarganya, tetapi justru tampil

baik bak seorang pahlawan bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Stereotip perempuan Jawa yang mempunyai sifat-sifat nrima, sabar, pasrah, halus,

setia dan berbakti ternyata masih merupakan gambaran ideal mengenai perempuan

Jawa pada umumnya.

Cara berbusana bagi perempuan Jawa merupakan salah satu bentuk

penghargaan diri, menunjukkan identitas dan ciri khas dari diri perempuan tersebut.

Namun semenjak berkembangnya teknologi, ada hal yang harus diwaspadai.

Teknologi mempunyai peran yang sangat luar biasa bagi kehidupan manusia dalam

membawa suatu informasi, salah satunya terhadap cara berbusana pada perempuan

Jawa di Surakarta. Berkembangnya teknologi menyebabkan perempuan Jawa mudah

mengenali dan mengikuti budaya lain untuk cara berbusana.

Budaya Jawa telah hidup dan mengalami dinamika yang pajang. Dalam kaitan

ini, karya sastra Jawa telah mendampingi kehidupan masyarakat Jawa sejak zaman

prasejarah, zaman sejarah, zaman kerajaan, zaman pengaruh budaya Barat, hingga

masa kini pada era global. Seiring dengan berkembangnya budaya Barat dalam

memasuki kehidupan masyarakat Jawa, karya sastra Jawa berubah dari bentuk terikat

atau tembang menjadi bentuk gancar atau bebas (Suratno, 2013).

Kemajuan teknologi komunikasi dapat membawa dampak, baik positif maupun

negatif terhadap kehidupan sosial budaya terutama perempuan Jawa di Surakarta.

Secara positif akan memberikan kemungkinan terjadinya komunikasi secara lebih

baik dan luas jangkauannya. Sedangkan dampak negatifnya akan menimbulkan

masalah baru. Perubahan terhadap sistem nilai, karena adanya perbenturan sistem

nilai pada masyarakat dalam penerima teknologi.

3

Page 5: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

Semenjak hadirnya teknologi, terutama media baru seperti internet dan media

sosial, informasi dapat mengalir secara cepat dan luas. Informasi-informasi tersebut

dapat mempengarauhi cara berpikir perempuan Jawa di Surakarta dalam hal

berpakaian dan berinteraksi. Benkler (dalam Nasrullah, 2015: 33) menjelaskan bahwa

medium sharing tidak hanya menhasilkan konten yang dibangun dari dua dan

dikonsumsi oleh penggunanya, tetapi juga didistribusikan sekaligus oleh

penggunanya. Sehingga, bagi perempuan yang tidak terlalu paham tentang media

baru juga akan mendapatkan informasi baru dan ikut mengalami perubahan dalam hal

berbusana.

Perubahan nilai di dalam hidup masyarakat pasti terjadi dan masyarakat itu

harus siap untuk menghadapinya. Begitu juga dengan cara berbusana bagi perempuan

Jawa di Surakarta. Cara menghadapi perubahan ini penting dimengerti oleh

perempuan Jawa untuk tetap mempertahankan salah satu amanah yakni cara

berbusana Jawa

Seiring bertambahnya waktu, cara berbusana perempuan Jawa di Surakarta juga

ikut berubah. Perempuan Jawa abad ke-21 mulai menggunakan pakaian yang modis

dan terus berkembang hingga kini di abad ke-22. Teknologi yang semakin maju juga

turut serta mempengaruhi cara busana perempuan Jawa di Surakarta. Busana adalah

komunikasi. Perempuan Jawa masa kini terus mengikuti trend yang ada. Busana dan

gender semakin terlihat kaitannya di masa kini. Bagi perempuan Jawa yang bekerja,

akan sangat berbeda cara busananya dengan perempuan Jawa yang tidak bekerja.

Secara objektif, bagi perempuan Jawa masa kini, gambaran tersebut rasanya

tidak sesuai lagi dengan cara mereka sekarang menampilkan dirinya di tengah-tengah

masyarakat. dalam berbagai peran yang diisinya, perempuan Jawa dapat

menunjukkan sikap yang tegas, berinisiatif, malahan tidak kalah tangkas dari kaum

pria. Perempuan berani menolak sesuatu bila tidak sesuai dengan pandangannya.

Perempuan juga tidak segan-segan menguatarakn pendapatnya bilamana dipandang

perlu.

Perubahan yang terjadi terhadap cara berbusana perempuan Jawa di Surakarta,

diasumsikan oleh peneliti disebabkan oleh teknologi (faktor “X”) yang menyebabkan

4

Page 6: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

perubahan tersebut (“Y”). Dalam elemen penting komunikasi (komunikator, pesan,

media, komunikan, dan umpan balik), peneliti fokus terhadap media (teknologi) yang

akan dikaji mengenai peran komunikasi terhadap perubahan cara berbusana

perempuan Jawa di Surakarta.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini hendak menjawab beberapa

pertanyaan yakni

1. Bagaimana proses terjadinya perubahan cara berbusana di kalangan perempuan

Jawa di Surakarta?

2. Bagaimana peran komunikasi terhadap perubahan cara berbusana di kalangan

perempuan Jawa di Surakarta?

Telaah Pustaka

1. Teknologi

Teknologi informasi menjadi kabar gembira bagi masyarakat yang selalu

membutuhkan informasi. Hadinrnya teknologi sering disebut sebagai “Revolusi

Informasi”. Winston (1998: 2) mengungkap “The concept of the “Information

Revolution” is implicity historical, for how can one knowthat a situation has changed

– has revolved – without knowing its previous state or position” Ledakan informasi

merupakan pertanda dari peluang dan tantangan yang akan dihadapi manusia di masa

depan. Pembekakan volume informasi yang dicetuskan, dipindahkan, dan diterima

akan terus dan semakin menggelembung. Seiring dengan itu, makna informasi pun

meningkat pula. Manusia akan hidup dalam suatu tatanan masyarakat baru, yakni

masyarakat informasi.

Melihat hal tersebut, penelitian ini menggunakan teori Determinisme

Teknologi. Teori ini dikemukakan oleh Marshall Mc Luhan pertama kali pada tahun

1962 dalam tulisannya The Guttenberg Galaxy: The Making of Typographic Man.

Ide dasar teori ini adalah bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara

berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi

membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan

teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad

5

Page 7: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

teknologi ke abad teknologi yang lain. Misalnya dari masyarakat suku yang belum

mengenal huruf menuju masyarakat yang memakai peralatan komunikasi cetak, ke

masyarakat yang memakai peralatan komunikasi elektronik.

McLuhan berpikir bahwa budaya dibentuk oleh bagaimana cara berkomunikasi.

Paling tidak ada beberapa tahapan yang layak disimak. Pertama, penemuan dalam

teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya. Kedua, perubahan di dalam

jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia. Ketiga,

sebagaimana yang dikatakan McLuhan bahwa “Kita membentuk peralatan untuk

berkomunikasi, dan akhirnya peralatan untuk berkomunikasi yang kita gunakan itu

akhirnya membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri”. Kita belajar,

merasa dan berpikir terhadap apa yang akan kita lakukan karena pesan yang diterima

teknologi komunikasi menyediakan untuk itu. Artinya, teknologi komunikasi

menyediakan pesan dan membentuk perilaku kita sendiri. Maka dari itu dari

penelitian ini, akan dibuktikan apakah teknologi yang mempengaruhi perubahan cara

berbusana perempuan Jawa di Surakarta.

2. Media Massa

Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari

sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi

mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Cangara, 2009:126). Sedangkan

bagi khalayak, pesan yang disampaikan oleh media adalah sarana akan segala hal

mulai dari informasi hingga hiburan. Media massa sendiri dibagi menjadi dua

kategori, yaitu media massa cetak dan media elektronik. Media cetak merupakan

surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik adalah televisi, radio, film, dan

internet.

Media merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mentransmisikan pesan

kepada khlayak. Fungsi dari media massa yang paling sederhana diungkapkan oleh

Jay Black dan Frederick C Whitney yaitu: (1) to inform (mengkonstruksikan), (2) to

entertain (menghibur), (3) to persuade (membujuk), dan (4) transmission of the

culture (transmisi budara) (Nurudin, 2013:540)

6

Page 8: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

3. Media Baru

Media baru merupakan bentuk komunikasi massa yang terdiri atas teknologi

berbasis komuter. Teknologi komunikasi ini termasuk e-mai, internet, televisi kabel

digital, teknologi video seperti DVD, pesan instan (instan messaging – IM), dan

telepon genggam (West dan Turner, 2008:41). Media baru juga sering disebut sebagai

media siber, media online, media digital, dan media web. Namun pada intinya

bermuara pada hal yang sama, yaitu merujuk pada perangkat media baik itu perangkat

keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). (Nasrullah, 2014, 13)

4. Transformasi Budaya

Laseau 1980 yang dikutip oleh Sembiring 2006 memberikan kategori

Transformasi sebagai berikut:

1. Transformasi bersifat Tipologikal (geometri) bentuk geometri yang berubah den-

gan komponen pembentuk dan fungsi ruang yang sama.

2. Transformasi bersifat gramatikal hiyasan (ornamental) dilakukan dengan

menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkirbalikkan, dan melipat.

3. Transformasi bersifat refersal (kebalikan) pembalikan citra pada figur objek yang

akan ditransformasi dimana citra objek dirubah menjadi citra sebaliknya.

4. Transformasi bersifat distortion (merancukan) kebebasan perancang dalam berak-

tifitas

Habraken, 1976 yang dikutip oleh Pakilaran, 2006 (dalam http://www.ar.

itb.ac.id/wdp/ diakses pada tanggal 15 November 2016). menguraikan faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya transformasi yaitu sebagai berikut:

1. Kebutuhan identitas diri (identification) pada dasarnya orang ingin dikenal dan in-

gin memperkenalkan diri terhadap lingkungan.

2. Perubahan gaya hidup (Life Style) perubahan struktur dalam masyarakat, pen-

garuh kontak dengan budaya lain dan munculnya penemuan-penemuan baru men-

genai manusia dan lingkuangannya.

3. Pengaruh teknologi baru timbulnya perasaan ikut mode, dimana bagian yang

masih dapat dipakai secara teknis (belum mencapai umur teknis dipaksa untuk di-

ganti demi mengikuti mode.

7

Page 9: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

Transformasi budaya secara teoritis diartikan sebagai suatu proses dialog yang

terus menerus antara kebudayaan lokal dengan kebudayaan “donor” sampai pada

tahap tertentu membentuk proses sintesa dengan berbagai wujud yang akan

melahirkan format akhir budaya yang mantap. Dalam proses dialog, sintesa dan

pembentukan format akhir tersebut didahului oleh inkulturasi dan akulturasi Sachari

(dalam Esti Ismawati 2012 : 100). Transformasi budaya di Indonesia telah

berlangsung atas 3 tahap, (1) dari budaya primitif kearah terbentuknya format

terbentuk format kebudayaan Jawa Hindu-Budha, (2) dari kebudayaan Jawa Hindu-

Budha kearah format terbentuknya kebudayaan Jawa hindu-Islam (kebudayaan lokal),

(3) bertemunya kebudayaan lokal dengan kebudayaan.

5. Berbusana

Busana menunjukkan bangsa. Cara berpakaian menunjukkan sifat tabiat

seseorang baik dalam tindak laku sehari-hari, tata karma, selera maupun pandangan

hidupnya. Budaya Jawa mengajarkan pedoman-pedoman dasar dalam cara berbusana

yang benar dan sesuai dengan situasi serta kondisi. Usaha untuk meningkatkan

pengetahuan, khususnya kesadaran berbusaana atau ngadi salira, merupakan unsur

yang penting dalam mencapai kecantikan lahir dan batin demi terwujudnya keluarga

yang bahagia dan sejahtera (Purwadi, 2007).

Metode Penelitian

8

Page 10: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – interpretatif ; dengan

menggunakan strategi studi kasus yakni yang terjadi/ berkembang di wilayah

Surakarta. Menurut Newman (1997) terdapat tiga pendekatan, yaitu positivisme,

interpretif, dan kritikal. Ketiganya memiliki tradisi yang berbeda dalam teori sosial

dan teknik penelitiannya. Dengan menggunakan paradigma interpretif, kita dapat

melihat fenomena dan menggali pengalaman dari objek penelitian. Pendekatan

interpretif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa

sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang

diteliti. Pendekatan interpretatif diadopsi dari orientasi praktis. Secara umum

pendekatan interpretatif merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku

secara detail langsung mengobservasi. (Newman, 1997).

Peneliti melihat dan menyimak apa yang disamopaikan oleh informan-informan

yang telah dipilih. Peneliti membandingkan apa yang dikatakan oleh informan 1

dengan lainnya. Hal ini mencari satu jawaban yang varian terkait perubahan cara

berbusana perempuan Jawa di Surakarta. Pendekatan interpretative ini dilakukan

dengan persetujuan dari semua informan. Sehingga informan lebih leluasa untuk

menceritakan pengalaman-pengalaman yang ada.

Subjek penelitian pada penelitian ini disebut informan. Instrumen penelitian

yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah interview guide. Dalam

penelitian ini penulis mewawancarai 12 orang informan untuk mengumpulan data.

Wawancara pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu, teknik wawancara yang

terstruktur dan tidak terstuktur. Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang dipilih

merupakan teknik wawancara yang tidak terstruktur atau baisa disebut wawancara

mendalam. Peneliti akan menggunakan teknik purposive sampling secara khusus dan

maximum variation sampling.

Peneliti menggunakan teknik observasi pasif. Yakni obeservasi dimana subjek

penelitian mengetahui bahwa dirinya sedang diamati. Peneliti meminta ijin terlebih

dahulu untuk dapat mengamati hal-hal yang terjadi di sekitar lingkungan subjek

penelitian. Walau pada kenyataannya peneliti hanya mengamati dan menganalisis

situasi yang sedang terjadi.

9

Page 11: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

Analisis Data

1. Proses Terjadinya Perubahan Cara Berbusana

Sebagai seorang perempuan, penampilan penting untuk diperhatikan.

Perempuan cenderung menempatkan penampilan fisik diatas segalanya atau

“appearance is key”. Maka dari itu segala sesuatu yang memperindah dan

mempercantik penampilan akan selalu diupayakan oleh perempuan. Bagi banyak

perempuan busana merupakan sesuatu yang sangat penting seperti makanan dan air.

Berbusana, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan biologis untuk

melindungi tubuh dari panas, dingin, bahkan serangan binatang, akan tetapi terkait

dengan adat istiadat, pandangan hidup, peristiwa, kedudukan atau status dan juga

identitas.

Sifat khas perempuan Jawa masa kini menunjukkan adanya kombinasi antara

sifat-sifat perempuan Jawa tempo dulu dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan

pengalaman-pengalaman pendidikan dan tersedianya berbagai kesempatan baginya

dalam masyarakat masa kini. Artinya, tidak hanya sartia/bekti, sabar, tetapi juga

cerdas dan kritis, berinisiatif, dan kreatif. Selain memiliki aspirasi bagi dirinya

sendiri, perempuan Jawa di Surakarta masih cenderung untuk bersikap conform

terhadap harapan-harpan orang lain.

Proses perubahan cara berbusana perempuan Jawa di Surakarta ditandai dengan

beberapa hal yang semakin terlihat nyata di setiap konteks situasi dan kondisi.

Perubahan disini dengan membandingkan cara berbusana yang dulu dengan sekarang.

Konteks tersebut meliputi perubahan cara berbusana di rumah, tempat umum,

pernikahan, dan kantor (tempat kerja).

a. Perubahan cara berbusana di Rumah

Setiap orang mengetahui, gaya berbusana di rumah yang selayaknya dipakai

oleh perempuan Jawa di Surakarta adalah busana yang nyaman, sederhana, dan

sopan. Perempuan Jawa di Surakarta identik dengan sifat malu, sabar, dan santun.

Oleh karena itu, orangtua mengajarkan anak perempuannya untuk berbusana

selayaknya perempuan. Busana yang digunakan oleh perempuan remaja dulu adalah

rok pendek dan baju atas (kaos atau kaos kemeja). Anak perempuan tampil dengan

10

Page 12: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

rambut yang diikat (karena memang kebanyakan memiliki rambut yang panjang),

baju yang dimasukkan kedalam celana, kadang dilengkapi dengan ikat pinggang.

Bertambahnya waktu, gaya berbusana semakin berubah mengikuti trend yang

ada. Perempuan Jawa di Surakarta tidak ada lagi yang menggunakan rok pendek

untuk busana di rumah. Sehari-harinya mulai banyak perempuan yang menggunakan

daster. Daster merupakan pakaian langsung (panjang atau pendek) yang nyaman

digunakan, terbuat dari bahan yang tidak panas, dan harganya yang terjangkau.

b. Perubahan cara berbusana di Tempat Umum

Berwisata bersama keluarga merupakan hal yang menyenangkan. Bagi

perempuan, wisata menjadi ajang untuk menampilkan hal yang bebas dan santai.

Dipilih busana yang tidak mengganggu gerak dan aktivitas. Dulu, perempuan Jawa di

Surakarta tampil dengan gaya tomboy saat berwisata. Modernisasi sudah mulai

masuk dan menggejala. Perempuan tampil dengan celana panjang, baju kaos, dan

sepatu sandal.

c. Perubahan cara berbusana di Pesta pernikahan

Gaya penampilan perempuan selalu berubah dan mengadopsi konsep modern

dalam perkembangannya. Seperti sesuatu yang dulu pernah in pasti suatu saat akan

menjadi tren kembali. Maka dari banyak muncul istilah “back to 60’s” dan “back to

80’s”. seperti yang diungkapkan oleh informan NA

“menghadiri pernikahan saat ini udah mulai kayak dulu lagi. mulai perduli sama kebaya dan kainnya. Sebenarnya gaya itu selalu berputar, dimana tren dulu di Tahun 60-an atau 80-an menjadi tren sekaran ini. Cuma bedanya sekarang lebih praktis.” (Wawancara dengan informan NA, tanggal 23 Maret 2017)

Dulu, perempuan jawa di Surakarta menyiapkan segala sesuatunya dengan baik

ketika akan menghadiri acara pernikahan. Menggunakan busana kebaya lengkap

dengan kain lilit, selendang, tagen, sepatu jinjit. Rambut di gulung lengkap dengan

11

Page 13: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

aksesorirnya. Informan WA mengatakan, satu semuanya lengkap ketika akan

menghadiri acara pernikahan.

Modernisasi begitu dahsyat perngaruhnya terhadap cara berbusana perempuan

Jawa di Surakarta. Hal ini juga mengakibatkan terdapat beberapa pandangan terhadap

gaya busana yang untuk menghadiri pesta pernikahan. Perempuan bisa menunjukkan

jati dirinya melalui balutan busana Jawa lengkap di pesta pernikahan, hanya saja saat

ini nilai kepraktisan lebih dipertimbangkan, mengingat informasi yang didapat dari

teknologi semakin deras sehingga perempuan Jawa bisa leluasa memodifikasi

penampilannya saat menghadiri pesta pernikahan. Meskipun nilai kepraktisan

didahulukan, citra perempuan Jawa yang anggun dan mewah masih terjaga.

d. Perubahan cara berbusana di Kantor

Informasi yang disampaikan oleh teknologi, seseorang yang hendak pergi ke

kantor, harus menggunakan pakaian yang rapih, bersih, jas/blazer, rok pendek, sepatu

tinggi, yang menimbulkan kesan seksi. Semenjak perempuan bekerja, pengaruh barat

sudah terasa, sehingga penampilan perempuan kala itu sudah kebarat-baratan.

Bagi perempuan yang berkerudung, dulu sulit sekali untuk bekerja di

perusahaan-perusahaan besar. Ini menjadi salah satu perubahan yang terjadi di dunia

kantor. Saat ini perempuan yang berkerudung bisa bekerja tanpa harus membuka

kerudung. Saat ini sedang tren yang disebut sebagai hijab style.

2. Peranan Komunikasi terhadap Perubahan

a. Teknologi

Internet, pesan instan dan telepon genggam adalah jenis media yang digunakan

dalam konteks penelitian ini. Menurutu LaQuey (Ardianto, dkk, 2009:150)

sebagaimana dikutip dalam buku Komunikasi Massa Suatu Pengatar, internet

merupakan jaringan longgar dari ribuan computer yang menjangkau jutaan orang di

seluruh dunia. Internet dihuni oleh jutaan orang nonteknik yang menggunakannya

setiap hari untuk berkomunikasi dan mencari informasi. Lebih lanjut LaQuey

menjelaskan bahwa yang membedakan tradisional adalah interaksi dan kecepatannya

yang dapat dinikmati penggunanya kemampuan untuk berkomuniaksi secara seketika

12

Page 14: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

dengan ribuan orang. Bagi perempuan jawa yang tidak begitu mahir dalam

menggunakan internet, alat teknologi masih tetap besar peranannnya dalam

menyampaikan informasi terkait model busana yang sedang trend.

b. Faktor Individual dan Faktor Sosial

Dalam lingkungan masyarakat dapat dilihat bahwa ada perbedaan-perbedaan

yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Beragamnya orang yang ada

di suatu lingkungan akan membentuk status sosial dan kelas sosial. Status dan Kelas

sosial menunjukan preferensi produk dan merek dalam bidang-bidang ter-tentu

seperti pakaian, perabotan rumah, kegiatan pada waktu luang, dan kendaraan.

Perubahan diakibatkan dari kelas sosial dari seseorang. Dimana seseorang

berdomisili, situasi sosialnya akan mempengaruhi cara berbusana. Dari kelas sosial

dapat dibagi memjadi beberapa variabel ekonomi dan interaksi.

c. Ekspresi Diri

Busana dalam realitas sosial, ada saat ini, bukan saja karena nilai gunanya.

Akan tetapi, busana lebih dipandang karena nilai-nilai tanda yang terkandung di

dalamnya. Perempuan Jawa memakai busana untuk mengungkap maksud dan tujuan

tertentu serta menyampaikan pesan non verbal. Oleh karena itu cara berbusana bisa

dianggap identitas, cirri dan perasaan pemakainya atau kata lain busana bukan hanya

sekedar cover of the body.

Kesimpulan

Dalam penelitian ini, peneliti telah mengumpulkan data melalui interview, riset

literature, baik buku maupun jurnal, serta observasi. Data yang telah terkumpul telah

disajikan dan dianalisis di bab III untuk menjawab rumusan masalah yaitu bagaimana

perspektif komunikasi terhadap perubahan cara berbusana di kalangan perempuan

jawa di Surakarta. Dari data yang telah dijabarkan dan dianalisis peneliti

menyimpulkan bahwa:

1. Proses perubahan cara berbusana perempuan Jawa di Surakarta ditandai dengan

beberapa hal yang semakin terlihat nyata di setiap konteks situasi dan kondisi.

Perubahan tersebut dimulai dari berkembangnya teknologi komunikasi dan

internet. Informasi yang dibawa melalui teknologi tersebut telah membujuk

13

Page 15: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

(persuasif) perempuan untuk merubah cara berbusananya mengikuti trend yang

sedang berkembang.

Perempuan Jawa di Surakarta belajar, merasa ,dan berpikir terhadap apa

yang akan dilakukan karena pesan yang diterima teknologi komunikasi

menyediakan untuk itu. Artinya, teknologi komunikasi menyediakan pesan dan

membentuk perilaku. Radio menyediakan kepada manusia lewat indera

pendengaran (audio), sementara televisi menyediakan tidak hanya pendengaran

tetapi juga penglihatan (audio visual). Apa yang diterpa dari dua media itu masuk

ke dalam perasaan manusia dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, timbul hasrat ingin menggunakannya lagi dan terus menerus.Seiring

dengan perjalanan waktu, di tahun-tahun mendatang, gambaran stereotip terhadap

perempuan jawa tampaknya semakin tidak relevan lagi. kontribusi pendidikan

yang kian terbuka bagi perempuan jawa jelas berdampak pada perubahan itu.

Adapun bagaimana akan berubah pasti ditentukan oleh kaum perempuan jawa

sendiri maupun oleh perkembangan lingkungan sosial kita. Perubahan yang mulai

sekarang sudah dapat diamati berhubungan dengan perilaku perempuan jawa yang

ingin mengisi peran ganda (atas pilihan sendiri atau terpaksa) fenomenanya makin

bertambah banyak.

Cara berbusana bagi perempuan jawa merupakan salah satu bentuk

penghargaan diri, menunjukkan identitas dan ciri khas dari diri perempuan

tersebut. Seiring berkembangnya teknologi, cara berbusana perempuan jawa

semakin berubah dan mengarah kebarat-baratan. Beberapa dampak dari teknologi

bagi cara berbusana perempuan jawa yaitu,

a. Eksistensi diri

b. Memudahkan dalam berbusana

c. Perempuan jawa meninggalkan cara yang lama dan terbiasa dengan yang

baru

d. Membentuk karakter yang baru

14

Page 16: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

Perubahan cara ini dilihat dari beberapa konteks, yakni di rumah, tempat

umum, pernikahan dan kantor.

2. Peranan komunikasi terhadap perubahan cara berbusana perempuan Jawa di

Surakarta mencakup teknologi dan ekspresi yang disampaikan dari perempuan

Jawa saat berbusana. Teknologi memang membawa dampak yang sanga luar bisa

terhadap perubahan cara berbusana, namun berdasarkan data yang di lapangan,

teknologi tidak sendirian dalam mempengaruhi perubahan tersebut. perubahan

juga diperngaruhi oleh faktor individual serta sosial seperti, Ekonomi ; Pekerjaan,

Pendapatan, Pendidikan. Interaksi; Prestise pribadi, Asosiasi, Sosialisasi.

Busana dalam kehidupan perempuan Jawa di Surakarta erat dengan citra

dan ekspresi diri serta identitas. Perempuan lebih senang mengekspresikan dirinya

sebagai seseorang yang cantik, anggun, sederhana dalam konteks domestik, dan

praktis.

Nilai aktualisasi diri merupakan salah satu bagian yang penting untuk

ditunjukkan oleh perempuan. Karena dengan itu seorang perempuan akan

memperoleh rasa percaya diri yang amat berharga ketika menunjukkan eksistensi

dirinya di masyarakat. Sebagai bagian dari nilai aktualisasi diri perempuan,

busana merupakan obyek untuk mendapatkan nilai percaya diri tersebut. Berusaha

tampil dengan busana-busana yang fashionable untuk membuktikan bahwa ia ada

dan eksis.

Saran

Melihat perubahan yang terus terjadi tersebut, peneliti menuliskan saran sebagai

berikut:

1. Sebagai perempuan jawa di Surakarta yang menjadi ikon salah satu kota solo,

sebaiknya ada langkah yang lebih baik untuk menjaga keaslian budaya ini. Tidak

mudah tergiling oleh zaman.

2. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa adanya faktor lain yang

mempengaruhi perubahan tersebut. perempuan jawa di Surakarta yang telah

15

Page 17: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – - wahdania D1215075.docx · Web viewCiri dan identitas pribadi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ditunjukkan ketika hidup

membaca ini hendaknya bisa lebih menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan

kearifan nilai budaya dengan tidak meninggalkannya.

Daftar Pustaka

Ardianto , dkk. 2009. Komunikasi Massa suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rakatama Media

Cangara, Hafied. 2009. Pengantar ilmu komunikasi . Jakarta: Rajawali Press Koswara, E. dkk. 1998. Dinamika Informasi dalam Era Global. Bandung: PT Remaja

RosdakaryaNasrullah , rulli. 2015 Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya, Dan

Sosiotenologi. Bandung : Simbiosa Rekanata MediaNurudin. 2013. Pengantar komunikasi massa. Jakarta : PT Raja Perindo PersadaPurwadi. 2007. Busana Jawa : Jenis-jenis Pakaian Adat, Sejarah, Nilai Filosofis dan

Penerapannya. Yogyakarta : Pura Pustaka Suratno, Pardi. 2013. Masyarakat Jawa & Budaa Barat : Kajian Sastra Jawa Masa

Kolonial. Yogyakarta: Adi WacanaW.F. Wertheim. 1999. Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Studi Perubahan

Sosial, (Yogyakarta: Tiara WacanaPakilaran, Faktor yang Menyebabkan Transformasi Budaya, http://www.ar.

itb.ac.id/wdp/ , diakses pada tanggal 15 November 2016

16