Pencitraan Tomografi Atenuasi Seis mik 3-D Gunung … data dengan S/N yang cukup baik. Spektrum...
Transcript of Pencitraan Tomografi Atenuasi Seis mik 3-D Gunung … data dengan S/N yang cukup baik. Spektrum...
i
Pencitraan Tomografi Atenuasi Seismik 3-D Gunung Guntur Menggunakan Metode Spectral Fitting dengan Summary Ray
TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler Program Sarjana Geofisika
Oleh :
MUHAMMAD HAIKAL SEDAYO NIM : 12403023
PROGRAM STUDI GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2008
ii
Pencitraan Tomografi Atenuasi Seismik 3-D Gunung Guntur Menggunakan Metode Spectral Fitting dengan Summary Ray
Oleh :
MUHAMMAD HAIKAL SEDAYO NIM : 12403023
Program Studi Geofisika Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Tim Pembimbing
Bandung, Juni 2008
Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Sri Widiyantoro Ir. Gede Suantika M.Sc.
ii
Pencitraan Tomografi Atenuasi Seismik 3-D Gunung Guntur Menggunakan
Metode Spectral Fitting dengan Summary Ray
Oleh :
Muhammad Haikal Sedayo / 12403023 Pembimbing : Prof. Dr. Sri Widiyantoro, dan Gede Suantika M.Si
Abstrak
Studi tomografi atenuasi dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran struktur
internal Gunung Guntur dengan menggunakan data waktu tiba dan amplitudo gelombang
P dan S. Ruang lingkup area penelitian adalah 20 x 20 x 20 km3 dengan ukuran blok 2 x
2 x 2 km3. Area penelitian ini mencakup puncak Gunung Guntur dan beberapa puncak
yang lain di Komplek Guntur.
Dalam penelitian ini, posisi hiposenter ditentukan dengan metode 3 lingkaran
yang kemudian direlokasi dengan menggunakan metode Grid Search. Pemilihan data
gempa dilakukan berdasarkan sebaran posisi hiposenter dan waveform yang mempunyai
rasio S/N yang tinggi. Untuk pemilihan gempa sebaran wilayah dilakukan dengan
melakukan pembagian area penelitian menjadi blok- blok dengan ukuran blok 1 x 1 x 1
km3. Jika terdapat lebih dari satu data dalam satu blok maka akan dipilih satu data
(summary ray) dengan waveform terbaik.
Ray tracing dilakukan dengan menggunakan metode pseudo bending. Sedangkan
proses inversi kecepatan dan atenuasi menggunakan inversi Least Square (LSQR). Pada
inversi kecepatan, input yang digunakan adalah waktu tunda (δt) yang merupakan selisih
dari waktu tempuh gelombang P dan gelombang S observasi dengan waktu tempuh dari
model referensi. Sedangkan untuk inversi atenuasi, input berupa tp* dan ts
* yang diperoleh
dengan menggunakan metode spectral fitting. Spektrum gelombang S dan spektrum
gelombang P didekati dengan persamaan spectral fitting untuk mendapatkan nilai Ω0,
corner frequency (fc) dan t* masing-masing.
Zona dengan anomali atenuasi tinggi pada tomogram atenuasi dapat
diinterpretasikan sebagai daerah dengan temperatur tinggi yang kemungkinan
merepresentasikan magma di bawah Gunung Guntur.
Kata kunci : tomografi atenuasi seismik, spectral fitting, Gunung Guntur, summary ray
iii
Three-dimensional Seismic Attenuation Tomography Imaging of Mount Guntur Using
Spectral Fitting Method and Summary Rays
by : Muhammad Haikal Sedayo / 12403023
Supervisors : Prof. Dr. Sri Widiyantoro, and Gede Suantika M.Si.
Abstract
This attenuation tomography study was conducted to image the internal structure
of mount Guntur using arrival time data and amplitude of P and S waves. The research
area is 20 x 20 x 20 km3 and the size of each block used in the model parameterization
is 2 x 2 x 2 km3 that includes Guntur’s caldera and some other craters in the Mount
Guntur complex.
The hipocenter position was determined using three-circle method and then
relocated by using Grid Search method. We filtered earthquakes data based on area
distribution and good waveform. Based on the area distribution of the hipocenters, using
blocks of 1 x 1 x 1 km3, and only one hypocenter in one block will be selected (summary
ray) based on the best waveform quality.
Pseudo bending method was used to conduct ray tracing. Velocity and attenuation
inversions were processed by applying a Least Square method (LSQR). Delay time (the
difference of P or S wave observed and calculated travel times) was used as input on the
velocity inversion. For attenuation inversion, tp* dan ts
* were obtained from spectral
fitting method. We fitted S and P wave spectra using the spectral fitting equation to
determined Ω0, corner frequency (fc) and t*.
High attenuation anomaly zone resulting from the attenuation tomogram can be
interpreted as an area with high temperature, which may represent the magma under
Mount Guntur.
Key Words : Seismic attenuation tomography, spectral fitting, Mount Guntur, summary
ray
iv
KATA PENGANTAR
Terimakasih kepada Tuhan yang memberikan penulis kesempatan untuk dapat
menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul Pencitraan Tomografi
Atenuasi Gunung Guntur Dengan Metode Spectral Fitting dan Summary Ray ini
merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana Geofisika di Fakultas
Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung.
Atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis, maka penulis mengucapkan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Sri Widiyantoro dan Bapak Ir. Gede Suantika, M.Si. atas
kesabarannya membimbing penulis dalam menyusun tugas akhir ini.
2. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Alam Geologi, atas semua data dan
akses yang diberikan.
3. Seluruh staff Dosen Program Studi Geofisika, khususnya Bapak Drs. Untoro
selaku dosen wali.
4. Keluarga penulis yang telah banyak memberi semangat dan dukungan yang tak
ternilai.
5. Seluruh staff tata usaha Program Studi Geofisika yang selalu membantu semua
administrasi.
6. Rizki Pratama dan Trevi Jayanti P. atas kebersamaannya selama mengerjakan
tugas akhir ini.
7. Putri Suciati untuk semua hal luar biasa yang sangat membantu tugas akhir ini.
8. Seluruh teman – teman Geofisika, Meteorologi, dan Oseanografi 2003, 2004, dan
2005 atas semua dukungannya selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam tugas akhir ini masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis
harapkan. Akhir kata penulis harapkan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat .
Bandung, Juni 2008
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. iv
DAFTAR GAMBAR ..……………………………………………………………….. v
PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………………………………………………… 1
Tujuan …………………………………………………………………………………..2
Sistematika Pembahasan ………………………………………………………………..2
Deskripsi Gunung Guntur ……………………………………………………………... 3
DATA DAN METODE
Penentuan Hiposenter …………………………………………………………………. 4
Summary Ray ………………………………………………………………………….. 6
Spectral Fitting ………………………………………………………………………... 8
Tomografi Atenuasi …………………………………………………………………… 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………………. 10
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ……………………………………………………………………………12
Saran …………………………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA ………....………………………………………………………12
LAMPIRAN ...................................................................................................................14
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi Gunung Guntur yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat. 3
Gambar 2. Kaldera, kawah, dan kerucut (bulatan besar, kecil, dan kecil dengan tanda tambah) di sekitar Gunung Guntur yang merepresentasikan pusat-pusat letusan di masa lalu. 3
Gambar 3. Posisi stasiun pengamatan. 5
Gambar 4. Contoh picking waktu tiba gelombang P dan gelombang S. 5
Gambar 5. Regresi linier untuk mendapatkan nilai origin time (t0) dan hiposenter hasil perhitungan metode tiga lingkaran. 5
Gambar 6. Grid horizontal untuk pemilihan data. 6
Gambar 7. Grid 3-D untuk pemilihan data. 6
Gambar 8. Contoh data dengan S/N yang cukup baik. Spektrum sinyal ditunjukkan oleh warna biru, spektrum noise ditunjukkan oleh warna hijau, dan garis merah merupakan persamaan spectral fitting. 7
Gambar 9. Contoh data dengan S/N yang jelek. Spetrum sinyal ditunjukkan oleh warna biru, spektrum noise ditunjukkan oleh warna hijau, dan garis merah merupakan persamaan spectral fitting. 7
Gambar 10. Sebaran hiposenter sebelum pemilihan data. 8
Gambar 11. Sebaran hiposenter setelah pemilihan data. 8
Gambar 12. Flow chart metode spectral fitting ( Nugraha, 2008). 9
Gambar 13. Penampang vertikal pada daerah penelitian. A-A’ melewati Guntur – Gandapura. 10
Gambar 14. Penampang vertikal tomogram atenuasi Qp pada A-A’ sebelum pemilihan data. 10
Gambar 15. Penampang vertikal tomogram atenuasi Qp pada A 11
Gambar 16. Penampang vertikal tomogram atenuasi Qs pada A 11
vii
Gambar 17. Penampang vertikal tomogram atenuasi Qs pada A-A’ setelah pemilihan data. 11
Gambar 18. Tomogram kecepatan pada Z=7 (a) tomogram kecepatan gelombang P (b) tomogram kecepatan gelombang S. 14
Gambar 19. Pengolahan data dengan metode spectral fitting untuk gempa pada tanggal 28 Desember 2004 pukul 12.01 WIB (a) contoh rekaman data pada semua stasiun (b) contoh pemilihan window dari satu stasiun (LGP), garis hitam adalah window untuk noise, garis merah adalah window untuk gelombang P dan garis hijau adalah window untuk gelombang S (c) spectral fitting gelombang P, garis merah adalah corner frequency (fc) (d) spectral fitting gelombang S, garis merah adalah corner frequency (fc). 15
Gambar 20. Irisan horizontal tomogram Qp pada Z=-7. (a) tomogram dengan summary ray, (b) tomogram keseluruhan data 16
Gambar 21. Irisan horizontal tomogram Qs pada Z=-7. (a) tomogram dengan summary ray, (b) tomogram keseluruhan data 16
Gambar 22. Irisan vertikal tomogram Qp melewati gandapura-guntur. (a) tomogram dengan summary ray (b) tomogram dengan keseluruhan data. 17
Gambar 23. Irisan vertikal tomogram Qp melewati Gandapura (a) tomogram dengan summary ray, (b) tomogram keseluruhan data (c) posisi penampang. 18
Gambar 24. Irisan vertikal atenuasi gelombang P melewati Kamojang – Guntur (a) dengan summary ray (b) tomogram dengan seluruh data (c) kontur tomogram atenuasi dengan summary ray (d) kontur tomogram atenuasi dengan seluruh data (e) posisi penmpang.. 19
Gambar 25. Irisan vertikal atenuasi gelombang S melewati Kamojang – Guntur (a) dengan summary ray (b) tomogram dengan seluruh data (c) kontur tomogram atenuasi dengan summary ray (d) kontur tomogram atenuasi dengan seluruh data (e) posisi penampang.
20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam beberapa penelitian oleh
para peneliti sebelumnya untuk Gunung
Guntur (Gambar 1), telah dilakukan
pencitraan tomografi kecepatan
(Suantika, 2002; Suantika dkk, 2003;
dan Nugraha dkk, 2006) dan tomografi
atenuasi (Tambunan, 2007 & Adiwiarta,
2007). Studi tomografi ini menggunakan
metode spectral ratio. Sedangkan dalam
studi ini untuk pertama kali digunakan
metode spectral fitting.
Studi pendahuluan tomografi
seismik di Kompleks Gunung Guntur
menggunakan gelombang P (data gempa
1994-2001) dengan pendekatan linier
menunjukkan anomali negatif kecepatan
terdapat pada kedalaman 3-8 km di
bawah puncak (Suantika, 2002). Studi
lanjutan menggunakan gelombang P dan
S (data gempa 2002-2004) dengan
pendekatan non-linier di Kompleks
Gunung Guntur menunjukkan hasilnya
berbeda yaitu anomali negatif kecepatan
terdapat pada kedalaman 6-8 km
bergeser sejauh 3 km ke timur di bawah
Puncak Masigit (Nugraha, 2005). Hal ini
dapat disebabkan oleh pemakaian jumlah
stasiun dan jumlah sinar seismik yang
berbeda. Studi tomografi atenuasi yang
dilakukan dengan metode spectral ratio
(Tambunan, 2007 & Adiwiarta, 2007).
menunjukkan pola anomali atenuasi
yang berkorelasi dengan hasil tomogram
kecepatan.
Pada penelitian kali ini, metode
yang digunakan untuk pencitraan
struktur internal adalah metode spectral
fitting. Dengan menggunakan metode
spectral fitting ini akan diperoleh
tomogram atenuasi untuk gelombang P
dan S tidak seperti pada tomogram yang
dihasilkan dengan metode spectral ratio
yang menghasilkan satu tomogram
atenuasi karena nilai atenuasi diperoleh
dari perbandingan spektrum P dan S.
Metode spectral fitting memberikan
gambaran struktur internal dari
penyerapan energi pada material di
bawah permukaan untuk masing-masing
gelombang P dan S.
Pada perhitungan komputasi
dalam tomografi (termasuk dengan
metode spectral fitting), menghitung
masukan data merupakan salah satu
bagian yang memakan banyak waktu
2
akibat begitu banyaknya data, untuk
mempermudah proses komputasi
dilakukan pemilihan data dari
keseluruhan data yang dimiliki dengan
tujuan mereduksi jumlah data yang
memiliki sinar yang melewati blok yang
hampir sama.
Tujuan
Karya tulis ini akan membahas
mengenai penerapan metode spectral
fitting pada data gempa Gunung Guntur
untuk mendapatkan gambaran struktur
bawah permukaan dari Gunung Guntur.
Anomali atenuasi tinggi diharapkan
dapat memberikan gambaran tentang
struktur termal atau zona lemah di
bawah Gunung Guntur. Tujuan
selanjutnya adalah menerapkan metode
pemilihan data (summary ray) pada
tomografi atenuasi, dan melakukan
perbandingan dengan tomogram yang
menggunakan keseluruhan data.
Penerapan summarry ray ini diharapkan
dapat mengurangi jumlah masukan data
yang harus dihitung sehingga
mempercepat proses komputasi dan
tomografi secara keseluruhan, serta
meningkatkan S/N dari masukan data
gempa.
Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam tugas
akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Bab Pendahuluan
• Latar Belakang
• Tujuan
• Sistematika Pembahasan
• Deskripsi Gunung Guntur
2. Bab Data dan Metode
• Penentuan Hiposenter
• Summary Ray
• Spectral Fitting
• Tomografi Atenuasi
3. Bab Hasil dan Pembahasan
4. Bab Kesimpulan dan Saran
3
Deskripsi Gunung Guntur
Komplek Gunung Guntur dalam
penelitian ini terdiri atas beberapa
puncak, yaitu Gunung Masigit (2249)
yang merupakan kerucut tertinggi. Ke
arah tenggara dari Gunung Masigit
terdapat kerucut Gunung Parukuyan
(2135m), Gunung Kabuyutan (2048) dan
Gunung Guntur.
Gambar 1. Lokasi Gunung Guntur yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Gunung Guntur merupakan Gunung
api andesitik bertipe strato. Puncaknya
terletak pada koordinat 78’52’8” LS dan
107o50’34,8” BT. Gunung setinggi 2249
meter ini terletak di Kabupaten Garut,
Jawa Barat. Kompleks Gunung Guntur
mempunyai dua kaldera (kawah besar),
yaitu:
• Kaldera Pangkalan yang lebih tua
merupakan daerah kerja PLTU
Panas Bumi Kamojang, terletak
di kaki Gunung Guntur sebelah
barat.
• Kaldera Gandapura yang
diindikasikan terbentuk setelah
kaldera Pangkalan (Kamojang),
terletak di sebelah timur.
Gambar 2. Kaldera, kawah, dan kerucut (bulatan besar, kecil, dan kecil dengan tanda tambah) di sekitar Gunung Guntur yang merepresentasikan pusat-pusat letusan di masa lalu. Posisi kerucut dan kawah satu
terhadap yang lain di dalam kompleks
Gunung Guntur ada yang membentuk
pola melingkar dan ada pula membentuk
pola lurus. Pola melingkar ditunjukkan
oleh Gunung Kancing, Kawah Cakra,
4
Kawah Kamojang, Kawah Pojok, dan
Gunung Gajah yang mengelilingi
Kaldera Gandapura.
Pola lurus yang berarah barat laut
tenggara ditunjukkan oleh Gunung
Masigit, Gunung Sangiangburuan,
Gunung Parupuyan, Gunung Kabuyutan,
dan Gunung Guntur. Pola lurus lainnya
berarah barat timur dibentuk pula oleh
Gunung Batususun, Gunung Agung, dan
Gunung Picung. Pada abad ke-19,
Gunung Guntur menempati peringkat
ke-2 sebagai Gunungapi teraktif di Pulau
Jawa. Dalam kurun waktu 300 tahun
(1600-1900) telah terjadi letusan besar
sebanyak 22 kali (Matahelemual, 1989).
Letusan pertama tercatat pada tahun
1690 dan letusan terakhir tahun 1847.
Letusan paling besar terjadi tahun 1840,
aliran lava menerobos dari kawah
puncak Guntur mencapai Cipanas sejauh
3 km dalam arah tenggara.
Sejak letusan terakhir sampai
sekarang sudah 158 tahun Gunung
Guntur belum mengalami letusan. Untuk
mitigasi letusan Gunung Guntur telah
dilakukan monitoring secara menerus
menggunakan jaringan gempa mikro
yang dipasang di sekitar Komplek
Guntur oleh Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral.
DATA DAN METODE
Penentuan Hiposenter
Dalam penelitian ini data yang
digunakan adalah data dari tahun 2001-
2004 yang di rekam oleh stasiun-stasiun
pengamatan yang disebar pada komplek
Gunung Guntur.
Tabel 1. Posisi Stasiun Pengamatan
Stasiun Stasiun x y z CTS PSC PTR LGP KBY CKL K54 K74 K07 K64 K32 P5B ST6
13.790817.010012.91418.9182 12.58896.4317 6.7813 4.3354 7.2233 5.4024 5.3653 5.6965 5.1688
9.5237 9.2847 6.9544 7.0575 9.3708 7.5083 8.6946 9.9370 10.9379 12.9767 9.1027 10.5170 11.8536
-2.5720 -3.0545 -2.8419 -2.6101 -2.0893 -2.5827 -2.6145 -2.4862 -2.3505 -2.6265 -2.4988 -2.4982 -2.5031
5
Gambar 3. Posisi stasiun
pengamatan.
Dari rekaman data yang tercata pada
stasiun pengamatan dilakukan picking
travel time gelombang P dan travel
time gelombang S
Gambar 4. Contoh picking waktu tiba gelombang P dan gelombang S.
Setelah diperoleh nilai travel
time sebuah event gempa pada beberapa
stasiun pengamat, T0 (origin time)
dihitung dengan melakukan regresi
linear terhadap data. Metode
perpotongan tiga lingkaran diterapkan
untuk memperoleh posisi hiposenter.
Gambar 5. Regresi linier untuk mendapatkan nilai origin time (t0) dan hiposenter hasil perhitungan metode tiga lingkaran.
Dengan menggunakan metode
grid search posisi hiposenter ini
direlokasi lagi. Relokasi ini dilakukan
dengan cara menggeser-geser titik awal
(x,y,z dan t0) yang diperoleh dari
metode 3 lingkaran berdasarkan grid
yang diinginkan hingga diperoleh time
residual terkecil.
∑ −= )__( obstcalttδ
di mana :
tδ = time residual
t_obs = waktu tiba gelombang P hasil
picking dari data stasiun
t_cal = waktu tiba gelombang P hasil
dari ray tracing pada model
awal dengan metode pseudo
bending.
Waktu tiba Gel P (24.950)
Waktu tiba Gel S (25.850)
Waktu
6
Posisi hiposenter yang digunakan dalam
proses tomografi adalah posisi
hiposenter yang sudah direlokasi dengan
menggunakan metode grid search ini.
Summary Ray
Posisi hiposenter merupakan
salah satu input dalam proses tomografi.
Dalam tomografi atenuasi, setiap
hiposenter yang diperoleh, harus dicari
nilai corner frequency (fc). Untuk setiap
ray dicari juga nilai Ω0 dan t* masing-
masing. Hal ini cukup memakan banyak
waktu dan tenaga.
Pada hiposenter yang posisinya
berdekatan, sebenarnya dihasilkan ray
yang melewati blok-blok yang hampir
sama, sehingga untuk hiposenter yang
berdekatan tersebut dapat diwakili
dengan satu hiposenter saja (summary
ray). Pemilihan data ini
mempertimbangkan dua hal, yaitu
sebaran wilayah dengan cara membagi
daerah penelitian dalam blok-blok, dan
berdasarkan S/N dari waveform pada
rekaman data stasiun pengamatan.
Dalam penelitian ini, pemilihan data
gempa dilakukan dengan membuat blok
1 x 1 x 1 km3 pada area penelitian.
Gambar6. Grid horizontal untuk pemilihan data.
Gambar7. Grid 3-D untuk pemilihan data.
Jika dalam satu blok terdapat
lebih dari satu hiposenter, maka
dipilih satu hiposenter saja yang
mewakili hiposenter-hiposenter
dalam blok tersebut. Pemilihan
hiposenter yang digunakan dilakukan
berdasarkan waveform dari rekaman
data pada stasiun pengamatan.
Waveform dengan S/N ratio yang
7
paling tinggi yang dipilih untuk
mewakili hiposenter dari blok
pemilihan data sedangkan redundant
data pada blok tersebut dihilangkan
dan tidak dimasukkan sebagai input
dalam perhitungan tomografi.
Gambar 8. Contoh data dengan S/N yang cukup baik. Spektrum sinyal ditunjukkan oleh warna biru, spektrum noise ditunjukkan oleh warna hijau, dan garis merah merupakan persamaan spectral fitting.
Gambar 9. Contoh data dengan S/N yang jelek. Spektrum sinyal ditunjukkan oleh warna biru, spektrum noise ditunjukkan oleh warna hijau, dan garis merah
merupakan persamaan spectral fitting.
Pemilihan data ini mereduksi
jumlah hiposenter yang harus
dihitung nilai Ω0, corner frequency
(fc) dan t*. Data awal yang terdiri
dari 375 gempa menjadi 234 gempa,
mengurangi 38,6 % dari keseluruhan
data hiposenter. Sedangkan data ray
yang direduksi adalah 36,8 % dari
keseluruhan data ray, yang awal nya
berjumlah 1830 ray menjadi 1156
ray.
Gambar 10. Sebaran hiposenter sebelum pemilihan data.
8
Gambar 11. Sebaran hiposenter setelah pemilihan data.
Spectral Fitting
Amplitude spectrum pada event i
pada stasiun j dengan pendekatan
berdasarkan penelitian Scherbaum
[1990] adalah sebagai berikut :
)()()()( ffff BRISA ijjjiij = (1)
Dengan f adalah frekuensi, )( fSi adalah
source spectrum, )( fI i adalah respon
instrumen, )( fR j adalah amplifikasi
local, dan )( fBij merupakan absorpsi
yang terjadi sepanjang lintasan sinar
antara event i dan stasiun j. Berdasarkan
Rietbrock [2001] Source amplitude
spectrum dapat dimodelkan dengan :
γγ
γ
ffff
c
ciS +
=Ω0)( (2)
Dimana γ adalah faktor peluruhan
(dalam penelitian ini diasumsikan γ =2 )
dan )( fBij dihitung dengan
menggunakan persamaan
( )*exp)( ftfBij π−= (3)
Jika faktor amplifikasi lokal dan
instrumen diabaikan maka persamaan (1)
dapat ditulis
( ) ( )*22
2
0 exp2 ftff
ffA
c
c ππ −+
Ω= (4)
Dimana
A(f) = Amplitudo spectrum
f = Frekuensi
fc = corner frequency
0Ω = amplitude asymtode
Original spectral hasil transformasi
fourier pada data observasi, dicocokan
dengan persamaan (1) untuk menentukan
nilai fc, Ω0, dan t*. Ketiga nilai tersebut
ditentukan dengan metode grid search.
9
Setiap kombinasi dari ketiga
komponen yang ditemukan dalam proses
grid search akan diuji nilai rms nya.
( ) ( )[ ]2
1
loglog1 ∑=
−=N
i
fDfAN
rms (5)
Nilai fc, Ω0, dan t* dengan rms terkecil
akan diambil sebagai fc, Ω0, dan t* dari
sinar yang dihitung. Selanjutnya nilai fc
dirata-ratakan untuk setiap event dan
nilai Ω0 dan t* untuk masing-masing
sinar pada event tersebut dihitung
kembali menggunakan nilai dari fc rata-
rata.
Secara umum flowchart dari
spectral fitting dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 12. Flow chart metode spectral fitting ( Nugraha, 2008).
Contoh proses dari data sampai tahap
spectral fitting dapat dilihat pada
lampiran gambar 18.
Tomografi Atenuasi
Wilayah penelitian di bagi dalam
grid dengan blok 20 x 20 x 20 km3.
Model awal yang digunakan adalah
model 1-D yang dihitung berdasarkan
perhitungan Telford (1997). Setelah t*
diperoleh dari spectral fitting digunakan
persamaan tomografi atenuasi :
∑=j jj
ji VQ
dlt )( * (6)
Dengan i adalah nomor ray dan j adalah
nomor blok. Nilai t* diperoleh dari
spectral fitting, sedang dl (panjang sinar
yang melewati satu blok) dan V
(kecepatan blok) diperoleh dari
tomografi kecepatan. Dari persamaan (4)
dapat dibentuk matrik umum inversi
[ ] [ ]*1 tQ
Kernell =⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ (7)
Nilai Qp dan Qs dipecahkan dengan
inversi LSQR untuk masing-masing
gelombang P dan S.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk melakukan pengamatan
nilai atenuasi hasil dari tomografi
dilakukan pengamatan pada penampang
horizontal beberapa kedalaman dan juga
penampang vertikal pada beberapa
puncak yang ada di komplek Guntur.
Gambar 13. Penampang vertikal pada daerah penelitian. A-A’ melewati Guntur – Picung.
Gambar 14. Penampang vertikal tomogram atenuasi Qp pada A-A’ sebelum pemilihan data.
Gambar 15. Penampang vertikal tomogram atenuasi Qp pada A-A’ sebelum pemilihan data.
Gambar 16. Penampang vertikal tomogram atenuasi Qs pada A-A’ sebelum pemilihan data.
A
A’
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
MSL = -4
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
11
Gambar 17. Penampang vertikal tomogram atenuasi Qs pada A-A’ setelah pemilihan data.
Gambar 14 dan 15 menunjukkan
pola yang sama, terdapat anomali
atenuasi di bawah puncak guntur pada
kedalaman 2 km dari puncak Guntur.
Gambar 16 dan 17 masih menunjukkan
anomali atenuasi tinggi di bawah guntur.
Pola atenuasi tetap teramati walaupun
terjadi pelebaran sebaran atenuasi pada
tomogram dengan data yang terpilih, hal
ini akibat pengurangan data.
Perbandingan sejenis dapat dilihat juga
pada gambar 20, 21, 22, dan 23.
Pada gambar 24 dan 25 dapat dilihat
bahwa terdapat anomali atenuasi positif
di bawah Kamojang dan Guntur.
Anomali positif di bawah Kamojang
dalam dari pada di bawah Guntur. Hal
ini sesuai dengan penelitian
Matehelemual [1999] bahwa kawah
Kamojang terbentuk lebih dulu
kemudian terjadi migrasi magma ke
Gandapura dan Guntur. Hal ini juga
sesuai dengan usia batuan di Kamojang
yang lebih tua dibandingkan dengan usia
batuan di Gandapura dan Guntur.
Penggunaan kontur pada gambar 24 dan
25 adalah untuk memudahkan
interpretasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tomogram atenuasi dengan
metode spectral fitting dapat
diterapkan untuk memberikan
gambaran struktur internal
Gunung guntur, di mana anomali
atenuasi yang tinggi
menggambarkan zona lemah.
2. Redundant data dalam
perhitungan tomografi dapat
dikurangi.
3. Antara tomogram dengan
keseluruhan data dan tomogram
dari hasil pemilihan data
memiliki pola anomali atenuasi
yang sama. Namun pengurangan
data mengakibatkan hasil inversi
menjadi kurang terfokus.
12
Saran
1. Penambahan stasiun pengamatan
untuk mengcakup zona timur
laut.
2. Melakukan filtering data sebelum
menentukan waktu tiba
gelombang P dan S.
3. Melakukan spectral fitting
dengan multitaper untuk
mempermudah fitting data.
4. Memasukkan perhitungan respon
instrumen dan amplifikasi lokal
pada stasiun dalam perhitungan
untuk memperoleh hasil yang
lebih akurat.
5. Penerapan summary ray
sebaiknya dilakukan pada data
yang cukup besar dengan sebaran
area yang baik.
6. Optimalisasi ukuran cluster
gempa.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwiarta, A., Studi struktural 3D
Gunung-Guntur dengan tomografi
Atenuasi dari data gempa vulkanik
2002 - 2005 , Tugas Akhir Sarjana,
Departemen Geofisika &
Meteorologi, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, 2007.
Eberhart – Philip, D., Three-dimensional
model of shallow Hikurangi
subduction zone in the Raukumara
Peninsula, New Zealand, J. Geophys.
Res, 2002.
Tambunan, E., Tomografi atenuasi
gelombang seismik dengan
menggunakan data waktu tiba
gelombang P dan S
Gunung Guntur, Jawa Barat, Tugas
Akhir Sarjana, Departemen
Geofisika & Meteorologi, Institut
Teknologi Bandung, Bandung, 2007.
Matahelemual, J., Gunung Guntur,
Berita Berkala Vulkanologi Edisi
Khusus, Direktorat Vulkanologi
Bandung, Bandung, 1999.
Nugraha, A., Studi tomografi 3-D non
linier untuk Gunung Guntur dengan
menggunakan data waktu tiba
gelombang P dan S, Tesis Magister,
Departemen Geofisika &
Meteorologi, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, 2005.
Nugraha, A., Study of seismic
attenuation tomography by using
spectral fitting method, Ph.D.
Dissertation, Kyoto University,
Japan, 2008 (in preparation).
13
Nugraha, A.D., Suantika, G. dan
Widiyantoro, S., Relokasi Hiposenter
Gempa Vulkanik Gunung Guntur
Menggunakan Model Kecepatan
Tiga Dimensi, Jurnal Geofisika,
No.2, 20-26, 2006.
Rietbrock, A., P Wave attenuation
structure int the faultarea of Kobe
earthquake, J. Geophys. Res.,
106,4141-4154, 1990.
Scerbaum, F., Combined inversion for
three-dimensional Q structure and
source parameters using
microearthquake spectra, J.
Geophys. Res., 95,12,423-12,438,
1990.
Suantika, G., Pencitraan tomografi
seismik 3-D Gunung Guntur, Tesis
Magister, Departemen Geofisika &
Meteorologi, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, 2002.
Suantika, G. dan Widiyantoro, S.,
Pencitraan tomografi seismik tiga-
dimensi gunung Guntur, Jurnal
Teknologi Mineral, Vol. X/1, 30-37,
2003.
Telford, W.M., Geldart, L.P, dan Sheriff,
R.E., Applied geophysics, Second
Edition, 1980.
Widiyantoro, S., Tomografi geofisika
(GF-435), Diktat, Edisi ke-1, Institut
Teknologi Bandung, Bandung, 2000.
14
LAMPIRAN
(a) (b)
Gambar 18. Tomogram kecepatan pada Z=7 (a) tomogram kecepatan gelombang P (b) tomogram kecepatan gelombang S.
(%)
15
(a)
(b) (b) (c) (d) Gambar 19. Pengolahan data dengan metode spectral fitting untuk gempa pada tanggal 28 Desember 2004 pukul 12.01 WIB (a) contoh rekaman data pada semua stasiun (b) contoh pemilihan window dari satu stasiun (LGP), garis hitam adalah window untuk noise, garis merah adalah window untuk gelombang P dan garis hijau adalah window untuk gelombang S (c) spectral fitting gelombang P, garis merah adalah corner frequency (fc) (d) spectral fitting gelombang S, garis merah adalah corner frequency (fc).
16
(a) (b) Gambar 20. Irisan horizontal tomogram Qp pada Z=-7. (a) tomogram dengan summary ray, (b) tomogram keseluruhan data
(a) (b) Gambar 21. Irisan horizontal tomogram Qs pada Z=-7. (a) tomogram dengan summary ray, (b) tomogram keseluruhan data
17
(a) (b)
(c)
Gambar 22. Irisan vertikal tomogram Qs melewati Gandapura, (a) tomogram dengan summary ray, (b) tomogram keseluruhan data (c) posisi penampang.
AA’
18
(a) (b)
(c)
Gambar 23. Irisan vertikal tomogram Qp melewati Gandapura (a) tomogram dengan summary ray, (b) tomogram keseluruhan data (c) posisi penampang.
AA’
19
(e) Gambar 24. Irisan vertikal atenuasi gelombang P melewati Kamojang – Guntur (a) dengan summary ray (b) tomogram dengan seluruh data (c) kontur tomogram atenuasi dengan summary ray (d) kontur tomogram atenuasi dengan seluruh data (e) posisi penampang.
(c)
(a) (b)
(d)
AA’
20
(e)
Gambar 25. Irisan vertikal atenuasi gelombang S melewati Kamojang – Guntur (a) dengan summary ray (b) tomogram dengan seluruh data (c) kontur tomogram atenuasi dengan summary ray (d) kontur tomogram atenuasi dengan seluruh data (e) posisi penampang.
(a) (b)
(c) (d)
AA’