Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)
-
Upload
rama-fadila -
Category
Documents
-
view
35 -
download
3
description
Transcript of Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)
Pendekatan rasional terapi cairan pada sepsis
Abstrak
Resusitasi cairan agresif untuk mencapai tekanan vena sentral (central venous pressure
—CVP) lebih besar dari 8 mm Hg telah disebut sebagai standar perawatan, dalam
pengelolaan pasien dengan sepsis berat dan syok septik. Namun uji klinis terbaru
menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak meningkatkan luaran pasien dengan sepsis
berat dan syok septik. Secara patofisologis, sepsis ditandai dengan vasoplegia dengan
hilangnya tonus arteri, venodilatasi dengan sekuesterasi darah dalam kompartemen
darah tanpa stres dan perubahan fungsi ventrikel dengan pengurangan komplians dan
pengurangan respon preload. Data tersebut menunjukkan bahwa sepsis bukan
merupakan kondisi kurangnya volume dan bukti terbaru menunjukkan bahwa
kebanyakan pasien septik kurang responsif terhadap cairan. Selanjutnya, hampir seluruh
cairan yang diberikan menumpuk pada jaringan sehingga terjadi edema berat pada
organ vital dan dengan demikian, meningkatkan risiko disfungsi organ. Data ini
menunjukkan bahwa pedoman pendekatan konservatif secara fisiologi dan
hemodinamik untuk terapi cairan pada pasien dengan sepsis diperlukan dan
kemungkinan dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan luaran dari penyakit ini.
Kata kunci: tekanan vena sentral; terapi cairan; edema paru; sepsis; syok septik
Pada abad ke-19, pasien dengan kolera yang sekarat akibat syok hipovolemik
dilakukan venaseksi atau pengambilan darah.1 2 Tatalaksana ini dianggap sebagai
standar perawatan untuk gangguan ini. Pada Awal abad ke-21 pasien dengan syok
septik ditatalaksana dengan kristaloid dalam jumlah masif, mendekati 17 liter dalam 72
jam pertama perawatan.3 4 Pendekatan ini dianggap sebagai standar perawatan dan
Poin kunci dari editor
• Penulis melakukan tinjauan secara rinci mengenai fisiologi hipo dan hiperkalemia, serta efek venodilatasi dan arteriodilatasi.
• Penulis berpendapat bahwa pemberian cairan pada syok septik secara universal dan agresif dapat mendatangkan risiko yang cukup besar, dan panduan pendekatan konservatif hemodinamik dapat memberikan luaranl yang lebih baik.
• Penulis juga berpendapat bahwa terapi norepinefrin dini dapat meningkatkan luaran.
didukung oleh Pedoman Internasional.5-7 Jelas, pendekatan terapi ini gagal untuk
mengatasi perubahan patofisiologi dari kedua gangguan dan tatalaksana yang diberikan
berbahaya. Kolera adalah penyakit yang berhubungan dengan penurunan volume yang
berat karena diare yang membutuhkan cairan pengganti intravena.1 2 Namun, sepsis
berat dan syok septik tidak terkait dengan kehilangan volume. Sepsis ditandai dengan
dilatasi arteri dan vena secara bersamaan dengan disfungsi mikrosirkulasi dan disfungsi
miokard, dan pasien septik menjadi kurang responsif terhadap pemberian cairan.
Namun demikian, resusitasi cairan agresif untuk mencapai central venous pressure
(CVP) lebih besar dari 8 mm Hg ('Early awal Directed Therapy'-EGDT), telah dianggap
sebagai standar perawatan dalam pengelolaan pasien dengan sepsis berat dan syok
septic.5-7 Namun, uji klinis multisenter terbaru ini (ProCESS, ARISE dan PROMISE)
dan meta-analisis dari EGDT telah menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak
meningkatkan LUARAN pasien dengan sepsis berat dan syok septik.8-11 Artikel ini
meninjau perubahan hemodinamik terkait dengan sepsis dan memberikan pendekatan
rasional untuk manajemen cairan pada gangguan yang kompleks ini.
Fisiologi kardiovaskular
Jumlah darah yang dipompa keluar jantung (cardiac output) setara dengan aliran
aliran balik vena (volume yang memasuki atrium kanan).12 Menurut Guyton, aliran balik
vena ditentukan oleh gradien tekanan antara vena perifer dan atrium kanan (CVP).13
Sistem vena secara teoritis dapat dibagi menjadi dua kompartemen, yaitu volume
dengan stres dan volume tanpa stres.14 Volume intravaskular yang mengisi sistem vena
ke titik di mana tekanan intravaskular mulai meningkat disebut sebagai volume tanpa
stres, sedangkan volume yang mengisi pembuluh darah dan menyebabkan tekanan
intravaskular meningkat disebut sebagai volume dengan stres. Mean circulatory filling
pressure (MCFP) dikonseptualisasikan sebagai tekanan yang melebarkan pembuluh
darah, ketika jantung berhenti (aliran nol) dan tekanan dari seluruh segmen sistem
peredaran darah setara.14 15 Sistem vena dengan stres merupakan kontributor utama
MCFP.14 15 MCFP pada manusia biasanya berada pada kisaran 8-l0 mmHg.14 15 MCFP
merupakan determinan utama dari aliran balik vena.
Sistem vena memiliki kapasitansi vaskular yang besar dan memiliki komplians
dimana peningkatan volume darah berkaitan dengan perubahan MCFP yang relatif
kecil.14 Namun, karena efek perikardium dan sitoskeleton jantung, komplians diastolik
pada jantung normal (kedua ventrikel kiri dan kanan) berkurang seiring dengan volume
distensi meningkat; akibatnya, dengan volume resusitasi cairan yang besar, tekanan
pengisian jantung (terutama pada sisi kanan, yaitu CVP) meningkat lebih cepat
dibandingkan MCFP, mengurangi gradien untuk aliran balik vena. 16-18 Aliran darah
organ ditentukan oleh perbedaan antara tekanan arteri dan vena pada sirkulasi. Oleh
karena itu rerata tekanan arteri (mean arterial pressure—MAP) dikurangi CVP adalah
kekuatan pendorong untuk aliran darah organ. Maka dari itu CVP yang tinggi
menurunkan gradien aliran balik vena, sementara pada saat yang sama mengurangi
tekanan organ dan aliran darah. Tekanan vena memiliki efek yang jauh lebih besar pada
aliran mikrosirkulasi dibandingkan dengan MAP; asalkan MAP dalam kisaran
autoregulasi organ, CVP menjadi penentu utama aliran darah kapiler.19 20
Menurut prinsip Frank-Starling, jika volume diastolik akhir ventrikel kiri (Left
ventricular end diastolic pressure) (yaitu preload) meningkat, (stroke volume—SV)
ventrikel kiri juga meningkat sampai preload optimal dicapai, di mana titik SV masih
relatif konstan.21 preload optimal Hal ini terkait dengan tumpang tindih maksimal dari
miofibril actinmyosin. Pemberian cairan hanya akan meningkatkan SV jika dua kondisi
terpenuhi, yaitu: i) bolus cairan meningkatkan MCFP lebih dari bolus tersebut
meningkatkan CVP, sehingga meningkatkan gradien untuk aliran balik vena, dan ii)
kedua ventrikel berfungsi pada segmen naik dari kurva Frank-Starling.22 23
Endotel vaskular pada sisi luminal dilapisi oleh selaput dari glikoprotein terikat
membran dan proteoglikan yang dikenal sebagai glikokaliks endotelial.24-26 Glikokaliks
memainkan peran utama sebagai sawar vaskular, mencegah makromolekul bergerak
melewati endotel, mencegah leukosit dan agregasi platelet dan membatasi edema
jaringan. Glikokaliks endotel yang intak merupakan prasyarat berfungsinya sawar
vaskular.27 Peningkatan tekanan pengisian jantung setelah resusitasi cairan agresif
meningkatkan pelepasan peptida natriuretik 28 29 Peptida natriuretik membelah
proteoglikan terikat membran dan glikoprotein (terutama syndecan-1 dan asam
hialuronat) dari glikokaliks endotel.30-32 Kerusakan glikokaliks meningkatkan
permeabilitas endotel. Selain itu, peningkatan peptida natriuretik menghambat aktivitas
motorik propulsi limfe sehingga mengurangi drainase limfatik.33-35
Disfungsi vaskular dengan sepsis
Syok septik secara umum adalah keadaan vasoplegik dengan dilatasi arteri dan
vena, sebagai akibat dari kegagalan otot polos pembuluh darah untuk konstriksi.36 Syok
vasoplegik diyakini disebabkan oleh peningkatan ekspresi sintetase nitrit oksida (NO),
aktivasi saluran KATP sehingga mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel otot,
peningkatan produksi peptida natriuretik (yang bertindak sinergis dengan NO) dan
defisiensi relatif vasopresin.36 Dilatasi arteri menyebabkan hipotensi sistemik. Namun,
yang lebih penting, venodilatasi berat terjadi pada bantalan vaskular splanknik dan
kutaneus sehingga meningkatkan volume darah tanpa stres, mengurangi aliran balik
vena dan cardiac output.14 15 Sekitar 70% dari volume darah berada dalam sistem vena,
perubahan pada volume vena memainkan peran utama dalam menentukan aliran balik
vena.15
Sepsis ditandai dengan peningkatan ekspresi dan aktivasi molekul adhesi endotel
dengan adhesi dan aktivasi trombosit, leukosit dan sel mononuklear dan aktivasi
kaskade koagulasi.37 Hal ini menyebabkan cedera endotel difus, trombosis
mikrovaskular, kesenjangan antar sel endotel (kebocoran paraselular) dan kebocoran
glikokaliks endotel.38 39 Kombinasi dari mekanisme ini berkontribusi terhadap
penurunan densitas kapiler fungsional, abnormalitas heterogen dalam aliran darah
mikrosirkulatorik dan peningkatan permeabilitas kapiler.40 41
Perubahan jantung pada sepsis
Depresi miokard pada pasien dengan syok septik pertama kali disebutkan pada
1984 oleh Parker dkk42 menggunakan radionuklida sineangiografi. Dalam serial 20
pasien, peneliti tersebut melaporkan kejadian disfungsi sistolik ventrikel kiri sebesar
50%. Dalam penelitian ini, fraksi ejeksi awal dan volume ventrikel normal pada pasien
tidak selamat dan indeks ini tidak berubah selama serial studi; terdapat kemungkinan
bahwa pasien ini memiliki disfungsi diastolik yang signifikan. Studi awal yang
mengevaluasi fungsi jantung pada sepsis fokus pada fungsi sistolik ventrikel kiri.
Namun, disfungsi diastolik ventrikel kiri muncul sebagai temuan umum pada pasien
dengan sepsis berat dan syok septik.43 Pengisian adekuat selama diastolik merupakan
komponen penting dari fungsi pompa ventrikel yang efektif. Disfungsi diastolik
mengacu pada adanya distensibilitas diastolik ventrikel kiri yang abnormal, pengisian,
atau relaksasi, terlepas dari fraksi ejeksi ventrikel kiri. Disfungsi diastolik secara
predominan dua kali lebih umum dari disfungsi sistolik pada pasien dengan sepsis.43
Dalam studi terbesar sampai saat ini (n=262), Landesberg dkk44 melaporkan disfungsi
diastolik pada 54% dari pasien dengan sepsis, sementara 23% pasien mengalami
disfungsi sistolik. Brown dkk45 melakukan ekokardiogram serial pada 78 pasien dengan
sepsis berat atau syok septik. Dalam penelitian ini, sebanyak 62% pasien mengalami
disfungsi diastolik pada setidaknya satu ekokardiogram. Tidak seperti disfungsi sistolik
ventrikel kiri, disfungsi diastolik merupakan penanda prognostik yang penting pada
pasien dengan sepsis.43-45 Disfungsi diastolik mulai dikenal pada masyarakat, terutama
di antara pasien dengan hipertensi, diabetes, obesitas dan dengan bertambahnya umur.46-
48 Kondisi ini berkaitan dengan peningkatan risiko sepsis dan dapat meningkatkan
prevalensi dan keparahan disfungsi diastolik pada pasien dengan sepsis. Pasien dengan
disfungsi diastolik merespon loading cairan dengan sangat buruk.44 Hal ini ditunjukkan
dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh Ognibene dkk49 tahun 1988, yang
melaporkan peningkatan indeks stroke velume ventrikel kiri yang signifikan dan
peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri pada pasien dengan syok septik yang
mendapat fluid challenge. Pada pasien ini, loading cairan akan meningkatkan tekanan
pengisian jantung, meningkatkan tekanan hidrostatik vena dan pulmoner dengan
peningkatan pelepasan peptida natriuretik dengan peningkatan SV minimal (jika ada).
Selanjutnya, seperti yang diulas di atas, resusitasi cairan agresif dapat menyebabkan
disfungsi diastolik yang akan menambah disfungsi diastolik yang sudah ada dan/atau
disfungsi diastolik yang diinduksi sepsis.
Responsivitas cairan
Alasan yang diterima secara luas dibalik resusitasi pada sepsis adalah untuk
meningkatkan curah jantung dan perfusi organ, sehingga mengurangi disfungsi organ.
Logikanya, satu-satunya alasan untuk melakukan resusitasi cairan pada pasien
(memberikan bolus cairan) akan menyebabkan peningkatan SV yang signifikan secara
klinis. Pasien dengan SV meningkat 10-15% setelah fluid challenge (250-500 ml)
dianggap responsif cairan.50 Meskipun demikian, menurut prinsip Frank-Starling,
dengan meningkatnya preload, SV meningkat sampai preload optimal dicapai, di mana
titik SV masih relatif konstan.50 Jika fluid challenge tidak meningkatkan SV, volume
loading tidak bermanfaat bagi pasien dan mungkin berbahaya. Efek samping fluid
challenge ketika seorang pasien berada pada bagian datar kurva Frank-Starling,
berkaitan dengan bentuk lengkung kurva volume ventrikel kiri, sebagai akibat dari
perubahan komplians diastolic pada volume pengisian yang lebih besar.16-18 Saatpasien
mencapai plateau kurva Frank-Starling, tekanan atrium meningkat, meningkatkan
tekanan hidrostatik pulmoner dan vena yang dikombinasikan dengan peningkatan
pelepasan peptida natriuretik, menyebabkan pergeseran cairan ke dalam ruang
interstitial, dengan peningkatan edema paru dan jaringan (lihat Gambar 1). Jaringan
edema mengganggu difusi oksigen dan metabolit, mendistorsi arsitektur jaringan,
menghambat aliran darah kapiler dan drainase limfatik, serta mengganggu interaksi
sel.52 53 Peningkatan tekanan atrium kanan (CVP) ditransmisikan mundur sehingga
meningkatkan tekanan vena pada organ vital, dengan efek berat pada aliran
mikrosirkulasi dan fungsi organn.19 Ginjal terutama dipengaruhi oleh peningkatan
tekanan vena, yang menyebabkan peningkatan tekanan subkapsular ginjal dan
berkurangnya aliran darah ginjal serta laju filtrasi glomerulus rate.52
Respon cairan dan efek hemodinamik cairan pada pasien dengan sepsis
Penelitian pada kelompok heterogen pasien dengan sakit kritis dan trauma yang
menjalani operasi telah menunjukkan bahwa hanya sekitar 50% dari pasien dengan
hemodinamik tidak stabil yang responsif cairan.50 54-56 Hal ini adalah konsep mendasar
yang kurang diperhatikan secara luas, 57 58 dan bertolakbelakang dengan gagasan
diterima secara luas bahwa pemberian cairan merupakan landasan resusitasi.5-7 59
Sebagai hasil dari efek sepsis pada kapasitansi vena dan fungsi miokard, kemungkinan
kurang dari 40% pasien hipotensi dengan sepsis berat atau syok septik responsif
cairan.60-62
Tujuan resusitasi cairan adalah untuk meningkatkan volume darah stres dan
MCFP lebih dari CVP, dan dengan demikian meningkatkan gradien tekanan untuk
aliran balik vena. Namun demikian, kemampuan kristaloid (cairan yang paling umum
digunakan untuk resusitasi pasien dengan sepsis) untuk memperluas volume
intravaskularssangat buruk. Chowdhury dkk63 melaporkan bahwa pada relawan sehat,
hanya 15% bolus kristaloid yang tetap pada ruang intravaskular dalam 3 jam, dengan
50% dari volume yang diinfus berada pada kompartemen ekstraseluler ekstravaskuler.
Pada pasien dengan sepsis dan pada model eksperimental, kurang dari 5% bolus
kristaloid tetap pada intravaskular dalam satu jam setelah infus akhir.64 65 Oleh karena
itu, efek hemodinamik dari bolus cairan (pada pasien responsif cairan) berumur pendek,
dengan efek net pergeseran cairan ke kompartemen interstitial dengan edema jaringan.
Nunes dkk66 menunjukkan bahwa pada pasien responsif cairan, SV kembali pada
baseline 60 menit setelah bolus kristaloid. Glassford dkk67 melakukan tinjauan
sistematis yang meneliti respon hemodinamik dari bolus cairan pada pasien dengan
sepsis. Peneliti melaporkan bahwa mean arterial pressure (MAP) segera meningkat
sebesar 7,8 (3,8) mmHg segera setelah bolus cairan, MAP kembali ke baseline dalam
satu jam tanpa peningkatan output urin. Dalam analisis retrospektif dari ARDSnet Fluid
and Catheter Treatment Trial (FACTT),68 Lammi dkk62 meneliti efek fisiologis dari 569
bolus cairan (15 ml kg-1; 1025±243 ml) pada 127 pasien (mayoritas pasien sepsis),
secara acak terhadap kateter pulmoner lengan. Percibaan FACTT membutuhkan
penilaian ulang dari profil hemodinamik satu jam setelah bolus cairan, jika indikasi
bolus cairan adalah syok, sirkulasi tidak efektif, atau output urine rendah dan 4 h jika
indikasinya adalah pulmonary artery occlusion pressure (PAOP) rendah.68 Sebanya 58%
bolus cairan diberikan untuk syok atau output urine buruk/ sirkulasi ridak efektif,
dengan 42% bolus diberikan untuk PAOP rendah. Dalam penelitian ini, hanya 23% dari
pasien responsif cairan (peningkatan CI>15%). Terdapat peningkatan MAP kecil (78,3
16,4-80,4 16,5 mm Hg) sedangkan output urine tidak berubah dalam 1-4 jam setelah
bolus cairan.
Monge-Garcia dkk69 mengukur efek bolus cairan pada arterial load pada pasien
dengan syok septik. Dalam penelitian ini, 67% dari pasien responsif cairan, namun
MAP meningkat hanya pada 44% dari pasien ini (responden tekanan). Secara
keseluruhan terdapat penurunan yang signifikan dalam elastance arteri (Ea) efektif dan
resistensi vaskuler sistemik (systemic vascular resistance—SVR), efek ini yang paling
menonjol pada responden preload tanpa stres. Studi tambahan telah menunjukkan
penurunan SVR setelah resusitasi cairan pada pasien dengan sepsis.70 71 Hal ini
menunjukkan bahwa bolus cairan harus mempertimbangkan terapi vasodilator, pada
pasien dengan sepsis dan resusitasi cairan yang agresif karena potensi kondisi
hiperdinamik.
Singkatnya, studi ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien dengan sepsis berat
dan syok septik tidak responsif cairan. Selain itu, perubahan hemodinamik pada pasien
responsive cairan adalah kecil, berumur pendek dan cenderung tidak signifikan secara
klinis. Namun, resusitasi cairan agresif kemungkinan akan memiliki konsekuensi
hemodinamik yang merugikan termasuk peningkatan tekanan pengisian jantung,
kerusakan pada glikokaliks endotel, vasodilatasi arteri dan edema jaringan. Akibatnya,
konsep resusitasi cairan agresif sebagai 'landasan resusitasi' pasien dengan sepsis berat
dan syok septik perlu dipertimbangkan ulang.5-7 59 Memang, terdapat kemungkinan
bahwa resusitasi cairan agresif meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien dengan
sepsis (lihat bagian bawah). Namun demikian, peoman Surviving Sepsis Campaign
terbaru, yang diterbitkan setelah publikasi ProCESS, ARISE dan PROMISE8-10
memberikan mandat pemberian kristaloid 30 ml kg-1 untuk hipotensi atau laktat ≥4
mmol Liter-1 dalam waktu 3 jam setelah masuk rumah sakit.72 Rekomendasi ini
problematik karena mayoritas pasien hipotensi dengan syok septik tidak responsif
cairan; Pendekatan ini cenderung mengarah pada tenggelam di air laut, dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien.73 Selanjutnya, seperti yang dibahas di
bawah ini, peningkatan laktat darah mungkin tidak berhubungan dengan metabolisme
anaerobik, atau pemberian oksigen yang inadekuat, dan upaya meningkatkan
pengiriman oksigen tidak meningkatkan konsumsi oksigen atau mengurangi konsentrasi
laktat. Pendekatan semacam itu telah terbukti meningkatkan risiko kematian pasien
sakit kritis.74
Data ini menunjukkan bahwa hanya pasien yang responsif cairan yang ditangani
dengan bolus cairan. Selanjutnya, responsivitas cairan pada pasien dan rasio
risiko/manfaat dari pemberian cairan harus ditentukan sebelum pemberian setiap bolus
cairan.75 Dikarenakan respon hemodinamik dari fluid challenge sangat singkat dan bolus
cairan yang besar (20-30 ml kg-1) berhubungan dengan overload cairan yang berat,
pendekatan bolus cairan mini (200-500 ml) untuk terapi cairan direkomendasikan.76
Manuver pengangkatan kaki pasif (passive leg raising manoeuvre—PLR) dan tes bolus
cairan ditambah dengan pemantauan SV real-time, saat ini adalah satu-satunya teknik
yang diterima dengan akurasi klinis, yang dapat digunakan untuk menentukan
responsivitas cairan.51 Karena kemudahan penggunaan, kesederhanaan, akurasi
diagnostik yang tinggi, keamanan dan waktu prosedur yang singkat (kurang dari 5 menit
untuk melakukan prosedur) PLR adalah metode yang disukai untuk menilai respon
cairan oada departemen gawat darurat, bangsal rumah sakit, dan ICU.51 75 Manuver PLR
dilakukan dengan mengangkat kaki secara pasif dari posisi horisontal dan berhubungan
dengan perpindahan darah secara gravitasi (sekitar 300 ml) dari tungkai bawah dan
perut menuju kompartemen intratorakal.75 77 78 Manuver PLR memiliki keuntungan yaitu
efek reversal dengan mengembalikan tungkai kembali ke posisi horizontal.75 79 80 Oleh
karena itu, manuver PLR dianggap reversibel atau merupakan fluid challenge 'virtual' .
Kemampuan manuver PLR untuk bertindak sebagai uji terhadap responsivitas preload
telah dikonfirmasi dalam beberapa studi yang dilakukan pada pasien sakit kritis. Studi
meta analisis, yang mengumpulkan hasil dari delapan studi, menegaskan nilai PLR yang
sangat baik untuk memprediksi respon cairan pada pasien sakit kritis dengan area global
di bawah kurva ROC 0,95 (95% IK, 0,92-0,95).81 Dalam meta-analisis terbaru yang
mengevaluasi 21 penelitian, peneliti melaporkan ROC AUC sebesar 0,93-0,95 (Monnet
X, Marik P, Teboul JL; dikirimkan untuk publikasi). Karena efek hemodinamik
maksimal PLR terjadi dalam menit pertama setelah levasi kaki, 75 80 penting untuk
menilai efek ini dengan metode dapat melacak perubahan cardiac output atau SV secara
real-time. Penting untuk dicatat bahwa perubahan tekanan darah setelah PLR atau fluid
challenge merupakan panduan buruk untuk responsivitas cairan; SV dapat meningkat
tanpa perubahan signifikan dalam tekanan darah.70 Selanjutnya, tidak seperti teknik
untuk menentukan respon cairan berdasarkan interaksi jantung-paru, manuver PLR
dapat dilakukan dengan pernapasan spontan pasien, pasien dengan aritmia jantung dan
pasien yang mendapat ventilasi volume tidal rendah.75 51
Rontgen dada, CVP, saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) dan ultrasonografi,
termasuk indeks kolapsibilitas vena kava, memiliki nilai terbatas dalam memandu
manajemen cairan dan tidak boleh digunakan untuk tujuan ini.54 82-86 Selain itu, telah
tegak bahwa pemeriksaan fisik tidak dapat digunakan untuk memprediksi respon cairan
dan pemeriksaan fisik tidak dapat diandalkan untuk memperkirakan status volume
intravaskular.87 Oleh karena itu, Surviving Sepsis Campaign Guidelines yang sekarang
diamanatkan secara federal di Amerika Serikat (SEP-1 Early Management Bundle,
#0500 Severe Sepsis and Septic Shock: management Bundle) memerlukan pemeriksaan
khusus oleh praktisi independen dengan lisensi atau pengukuran CVP atau ScvO2, atau
USG kardiovaskular samping tempat tidur, untuk menilai status volume pasien dengan
sepsis berat dan syok septik.88 Perlu dicatat bahwa area di bawah kurva ROC dari CVP
yang digunakan untuk memprediksi respon cairan adalah sekitar 0,5, yang dianggap
sebagai tes yang tidak bermanfaat.54 89 90 Selanjutnya, penting untuk menekankan bahwa
CVP normal adalah antara 0-2 mmHg; ini diperlukan untuk memastikan aliran balik
vena dan cardiac output yang memadai (seperti dibahas di atas). Selain itu, perubahan
CVP sebagai respon terhadap fluid challange masih banyak dipromosikan sebagai
metode untuk memandu terapi cairan,57 namun teknik ini tidak memiliki dasar fisiologis
dan tidak dapat memprediksi respon cairan dengan akurat.54 91 Selain itu, harus dicatat
bahwa dengan pengecualian pengukuran doppler pada perubahan dinamis kecepatan
puncak karotis,86 92 93 USG samping tempat tidur termasuk indeks distensibilitas vena
kava inferior tidak dapat secara akurat memprediksi responsivitas cairan. 51 82 85 86 Agak
mengherankan bahwa ScvO2 masih dianjurkan untuk memandu resusitasi pasien septik
yang sakit kritis dan digunakan sebagai indikator kualitas perawatan yang diberikan.72 88
Pemantauan ScvO2 pada pasien dengan sepsis tidak memiliki dasar ilmiah, seperti
pasien dengan sepsis biasanya memiliki ScvO2 normal atau meningkat,94 95 dan ScvO2
yang tinggi (ScvO2>90%) dibandingkan ScvO2 rendah telah terbukti menjadi prediktor
independen dari kematian.96 Tiga RCT besar (ProCESS, ARISE, dan PROMISE) telah
menunjukkan bahwa terapi titrasi untuk ScvO2>70% tidak meningkatkan luaran,8-10
melainkan meningkatkan risiko disfungsi organ, lama rawatan ICU, dan peningkatan
penggunaan sumber daya dan biaya.10 Pengamatan ini harus mengarahkan pada
kesimpulan bahwa studi EGDT original tidak valid secara ilmiah dan bahwa tidak ada
aspek studi yang harus digunakan untuk memandu pengelolaan pasien dengan sepsis
berat dan syok septic. 3 97 98
Selain menargetkan CVP yang lebih besar dari 8 mmHg, yang panduan e
Surviving Sepsis Campaign merekomendasikan 'menargetkan resusitasi untuk
menormalkan laktat pada pasien dengan kadar laktat tinggi sebagai penanda hipoperfusi
jaringan'.7 Rekomendasi ini didasarkan pada gagasan bahwa kadar laktat tinggi
merupakan konsekuensi dari hipoksia jaringan dan pengiriman oksigen yang tidak
memadai.95 Namun, pernyataan ini mungkin salah.99 Hotchkiss dan Karl100 dalam
tinjauan seminal yang diterbitkan lebih dari 20 tahun yang lalu, menunjukkan bahwa
hipoksia seluler dan kegagalan bioenergetik tidak terjadi pada sepsis. Sekarang telah
terbukti bahwa epinefrin dilepaskan sebagai bagian dari respon stres pada pasien dengan
sepsis berat, menstimulasi aktivitas Na+ K+-ATPase. Peningkatan aktivitas Na+ K+-
ATPase menyebabkan peningkatan produksi laktat dalam kondisi teroksigenasi baik
dalam berbagai sel, termasuk eritrosit, otot polos pembuluh darah, neuron, glia, dan otot
skeletal.101 102 Sementara sepsis dianggap sebagai kondisi konsumsi oksigen
'hipermetabolik' dan pengeluaran energi yang besar dibandingkan dengan pada individu
normal, dengan pengurangan pengeluaran energi dan meningkatnya keparahan
sepsis.103-105 Oleh karena itu, tidak ada persyaratan bahwa pengiriman oksigen
meningkat dengan sepsis. Sebenarnya, peningkatan pengiriman oksigen pada pasien
dengan sepsis tidak meningkatkan konsumsi oksigen atau menurunkan konsentrasi
laktat. 106 107 Ambang pengiriman oksigen yang penting bagi manusia (baik septik dan
non septik) adalah sekitar 3,8 (1,5) ml min-1 kg-1 (270 ml min-1 pada pasien 70 kg).108
Nilai ini diterjemahkan dalam cardiac output sekitar 2 liter min-1; kemungkinan bahwa
pasien pra-terminal dengan syok septik akan memiliki curah jantung yang rendah.
Bukti yang mendukung efek buruk resusitasi cairan
Efek berbahaya dari resusitasi cairan agresif pada luaran sepsis didukung oleh
studi eksperimental dan akumulasi data dari berbagai percobaan klinis.109 110 Banyak
studi klinis menunjukkan hubungan independen antara keseimbangan cairan yang
semakin positif dengan peningkatan mortalitas pada pasien dengan sepsis.29 111-120 Data
yang paling menarik mengenai loading cairan pada sepsis berbahaya, berasal dari
penelitian ‘Fluid Expansion as Supportive Therapy (FEAST)’ yang dilakukan pada
3141 anak di sub-Sahara dengan sepsis berat.121 Dalam penelitian acak ini, loading
cairan agresif berkaitan dengan peningkatan risiko kematian yang signifikan. Setelah
percobaan Rivers’ Early Goal Directed Therapy,3 yang membentuk konsep dasar
resusitasi cairan agresif, sejumlah studi EGDT telah dipublikasikan.4 8-10 122 Sebuah
analisis dari studi ini menunjukkan penurunan angka kematian selama periode waktu ini
(lihat Gambar 2). Sementara seluruh studi ini menekankan penggunaan awal antibiotik
yang tepat, penurunan jumlah cairan yang diberikan dalam 72 jam pertama mencolok.
Selanjutnya, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3, terdapat korelasi yang sangat
kuat antara jumlah cairan yang diberikan (dalam 6 jam pertama) dan target CVP. Perlu
dicatat bahwa CVP pada kelompok biasa dari percobaan ARISE (The Australasian
Resuscitation in Sepsis Evaluation) dan ProMISe (Protocolised Management in Sepsis)
lebih besar dari 10 mmHg, yang hampir identik dengan kelompok EGDT, dan dengan
jumlah cairan diberikan hampir sama pada kelompok biasa, seperti pada kelompok
EGDT aktif pada kedua studi.9 10 Dokter tampaknya didorong untuk memberikan cairan
ketika CVP kurang dari 8 mm Hg; satu-satunya solusi untuk masalah ini adalah untuk
menghentikan pengukuran CVP.
Strategi resusitasi cairan dengan panduan hemodinamik
Data ini sangat mendukung strategi resusitasi cairan dengan panduan
hemodinamik pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik. Selanjutnya, dari sudut
pandang evolusi, manusia telah berevolusi untuk mengatasi hipovolemia dan tidak
hipervolemia. Bolus cairan yang besar dapat melawan mekanisme homeostatis pada
pasien sakit kritis yang tidak stabil, sehingga meningkatkan risiko kematian.123 Pada
beberapa pasien, hipotensi dan takikardia teratasi dengan resusitasi cairan yang terbatas.
Sangat mungkin bahwa banyak dari pasien ini yang mengalami dehidrasi sebagai akibat
dari asupan per oral yang buruk dan keterlambatan dalam mencari pertolongan medis.
Namun, cairan saja tidak akan mengembalikan ketidakstabilan hemodinamik pasien
dengan sepsis yang lebih berat; pada pasien ini, cairan saja cenderung memperburuk
vasodilatasi syok dan meningkatkan kebocoran kapiler dan edema jaringan.
Berdasarkan data tersebut, resusitasi awal pasien dengan syok septik harus logis
mencakup paling banyak 500 ml bolus kristaloid (Ringer laktat), sampai paling
maksimum sekitar 20 ml kg-1.124 Idealnya, resusitasi cairan harus dipandu oleh
responsivitas terhadap cairan.50 51 Saline normal adalah larutan nonfisiologis yang harus
dihindari, kecuali pada pasien dengan cedera neurologis akut. Salin normal
menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik125-128; yang menurunkan aliran darah
ginjal63 sehingga meningkatkan risiko gagal ginjal.129 Pada pasien dengan sepsis,
penggunaan salin normal dibandingkan dengan larutan garam fisiologis, telah dikaitkan
dengan peningkatan risiko kematian.130 Demikian pula, larutan kanji sintesis
meningkatkan risiko gagal ginjal dan kematian pada pasien dengan sepsis dan harus
dihindari.131 132
Pasien sepsis dengan gangguan intra-abdominal, yang memerlukan intervensi
bedah emergensi, merupakan sub kelompok pasien yang mungkin memerlukan
resusitasi cairan lebih agresif. Namun, resusitasi cairan terlalu agresif kemungkinan
akan mengakibatkan hipertensi intra abdominal, yang berhubungan dengan risiko tinggi
komplikasi dan kematian.133 134 Pada pasien ini pemantauan SV terus menerus adalah
penting dan persyaratan cairan yang dinerikan harus dipandu oleh tren SV dan respon
hemodinamik terhadap bolus cairan mini. Selain itu, , pemantauan tekanan intra
abdominal perioperatif diperlukan.133
Norepinefrin ini harus dimulai pada pasien yang tetap hipotensif (MAP <65
mmHg) meskipun telah diberikan strategi cairan inisial yang terbatas.124 135 Norepinefrin
meningkatkan tonus pembuluh arteri, meningkatkan tekanan darah, dan aliran darah
organ. Kapasitansi pembuluh vena jauh lebih sensitif terhadap stimulasi simpatis
daripada pembuluh arteri yang memiliki resistensi, sehingga dosis rendah α-1 agonis
menyebabkan konstriksi vena yang lebih besar dibandingkan dengan konstriksi
arteri.136 Pada pasien septik, α-1 agonis memobilisasi darah dari reservoir tanpa stres
pada sirkulasi splanknik dan kulit, sehingga meningkatkan aliran balik vena dan curah
jantung. Dalam model syok endotoksik pada babi, Datta dan Magder137 menunjukkan
bahwa norepinefrin meningkatkan MCFP, yang meningkatkan aliran balik vena.
Demikian pula pada pasien dengan syok septik, Persichini dkk138 menunjukkan bahwa
pengurangan dosis norepinefrin, menurunkan MCFP seiring dengan penurunan aliran
balik vena dan curah jantung. Dalam kelompok pasien dengan syok septik Kozieras
dkk139 menunjukkan bahwa norepinefrin meningkatkan indeks jantung, resistensi
vaskuler sistemik dan volume darah sentral (volume darah intratoraks, volume akhir
diastolik global), yang diukur dengan termodilusi transpulmoner. Dalam penelitian ini,
extra-vascular lung water (EVLW) tetap tidak berubah. Hamzaoui dkk140 menunjukkan
bahwa pemberian norepinefrin secara dini meningkat preload, cardiac output dan MAP
sebagian besar mengembalikan kelainan abnormalitas hemodinamik pada syok
vasodilatasi yang berat. Abid dkk141 menunjukkan bahwa penggunaan awal norepinefrin
pada pasien dengan syok septik merupakan prediktor kuat untuk bertahan hidup. Studi
ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan syok septik, penggunaan awal norepinefrin
mengembalikan volume darah dengan stres, meningkatkan MCFP, aliran balik vena dan
cardiac output. Peningkatan volume darah dengan stres adalah sebagai akibat dari
mobilisasi darah, dibandingkan efek volume expander dengan umur pendek. Oleh
karena itu, tidak seperti cairan, efek dari α-1 agonis pada aliran balik vena adalah baik
dan tidak terkait dengan edema jaringan. α-1 agonis tidak boleh digunakan pada pasien
dengan syok hipovolemik (misalnya, kolera) yang sudah mengalami konstriksi vena;
dalam keadaan ini, α-1 agonis akan menyebabkan vasokonstriksi berat sehingga
merusak aliran darah organ. Namun, pada pasien septik dengan dilatasi vena dan arteri,
α-1 agonis meningkatkan aliran balik vena, meningkatkan stroke volume dan
meningkatkan tonus arteri sehingga meningkatkan aliran darah organ.142-144 Iskemik jari
dan ekstremitas serta lesi kulit iskemik sangat jarang dengan penggunaan
norepinefrin,145 terjadi biasanya dengan dosis tinggi dan ketika digunakan bersamaan
dengan vasopressin.146 147 Selanjutnya, disseminated intravascular coagulation (DIC)
yang tidak terkontrol memainkan kontribusi pada pasien.148 Peneliti tidak memerhatikan
adanya pasien yang dilaporkan dengan iskemia digital atau anggota tubuh terkait
dengan penggunaan norepinefrin dini. Dalam pengalaman peneliti, penggunaan awal
norepinefrin mengurangi dosis puncak dan dosis total vasopressor yang diberikan. Perlu
dicatat bahwa norepinefrin dapat dengan aman diberikan melalui kateter vena perifer,149
meniadakan kebutuhan untuk kateterisasi vena sentral emergensi, yang umumnya
dianggap sebagai hambatan untuk penggunaan awal norepinefrin. Dalam model sepsis
eksperimental, norepinefrin lebih baik dibandingkan epinefrin dan fenilefrin sebagai
terapi lini pertama dalam pemulihan stabilitas hemodinamik.150 151 Dopamin,
dibandingkan dengan norepinefrin dikaitkan dengan peningkatan risiko aritmia dan
kematian pada pasien dengan sepsis dan harus dihindari.152 -154
Kesimpulan
Ilmu sains dasar dan studi klinis mendukung konsep strategi restriksi resusitasi
cairan pada pasien dengan sepsis berat dan syok septic dengan panduan hemodinamik.
Resusitasi cairan inisial harus dibatasi dan dipandu oleh penilaian respon cairan.
Norepinefrin meningkatkan preload, resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, dan penggunaannya pada pasien dengan hipotensi persisten dianjurkan sebagai
penanganan awal syok septic. Penilaian ekokardiografi samping tempat tidur lebih dini
terhadap fungsi jantung dianjurkan untuk memandu manajemen hemodinamik lebih
lanjut. Percobaan acak, terkontrol, dengan kekuatan adekuat sangat diperlukan untuk
mendemonstrasikan manfaat dari penggunaan awal norepinefrin dan strategi konservati
resusitasi cairan dengan panduan hemodinamik.