Penatalaksanaan sis Gravid Arum (HG)

download Penatalaksanaan sis Gravid Arum (HG)

of 16

Transcript of Penatalaksanaan sis Gravid Arum (HG)

A. Pembahasan Permasalahan Ketiga 1. Rawat inap dan penatalaksanaan Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum sangat beragam tergantung dari beratnya gejala yang terjadi. Tatalaksana dini memberikan prognosis baik pada pasien. Ketika mengobati ibu dengan HG, pencegahan serta koreksi defisiensi nutrisi adalah prioritas utama agar ibu dan bayi tetap dalam keadaan sehat. Perubahan pola makan dan gaya hidup umumnya cukup untuk mengatasi gejala awal HG dan meningkatkan kualitas hidup. Indikasi pasien dapat dirawat inap adalah mual muntah berlebih disertai gangguan elektrolit dan cairan. Pada rawat inap, penderita sebaiknya disendirikan (isolasi) dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Mencatat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minum selama 24 jam. Kadang kadang dengan isolasi saja gejala gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan (MacGibon, 2010). Terapi yang diberikan pada ibu yang mengalami HG adalah : 1. Rehidrasi oral maupun parenteral Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan muntah yang sering hingga

menyebabkan dehidrasi dan turunnya berat badan, harus segera mendapat terapi cairan. Langkah utama dalam terapi hiperemesis gravidarum adalah rehidrasi oral yang cukup untuk menghindari dehidrasi. Dehidrasi akan memperburuk rasa mual. Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme

kompensasi yaitu vasokntriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi adalah dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration), maka tindakan yang dilakukan yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat berdasarkan berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium, dan ada tidaknya asidosis. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk awalan : 1. Berdasarkan klinis dehidrasi, bila ada rasa haus dan tidak ada tanda klinis dehidrasi maka kehilangan cairan kira kira 2%. Jika berat badan 50kg maka defisit air sekitar 1000ml. Bila terdapat rasa haus dan oliguria, mulut kering diperkirakan defisit 6% atau 3000 ml. Bila ada tanda tanda diatas ditambah perubahan mental maka defisit sekitar 7 14% atau sekitar 3,5 7 liter. 2. Jika pasien ditimbang maka kehilangan berat badan 4 kg pada fase akut sama dengan defisit 4 liter Rencana rehidrasi sebaiknya dikaitkan dengan jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam berikutnya, yaitu menjumlahkan defisit cairan dengan 2000 ml. Bila pasien dapat menelan, air diberikan peroral. Bila kesulitan maka rehidrasi diberikan perinfus. Jenis cairan yang diberikan hingga kini masih diperdebatkan apakah menggunakan kristaloid atau koloid. Umumnya kehilangan cairan diganti dengan cairan isotonik (RL, normal saline). Bila menggunakan normal saline jangan menghitung jumlah cairan rehidrasi

diberikan dalam jumlah banyak karena dapat menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis. Bila diperlukan dapat ditambahkan ion kalium. Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri rata rata 70 80 mmHg, denyut jantung < 100x/menit, ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urin 0,5 1 ml/kgBB/jam dan tidak ada asidosis berlanjut. Setelah tercapai rehidrasi, pemberian cairan harus terus diberikan dalam bentuk rumatan, contoh cairan yang sering dipakai adalan Kaen Mg. Setelah tercapai rehidrasi, pasien dengan hiperemesis gravidarum secara bertahap dapat mulai diberikan makanan dan minuman dengan jumlah sedikit namun sering 2. Terapi nutrisi 3. Perubahan gaya hidup dan psikologi a. Mencatat hal hal yang dapat memicu mual dan muntah seperti makanan, aroma khas, aktivitas. Menghindari pemicu pemicu tersebut b. Menghindari tempat bersuhu panas dan ventilasi buruk. Suasana panas dapat memperburuk mual. Pastikan ruangan memiliki sirkulasi udara yang baik dan terkena sinar matahari. c. Duduk sejenak setelah makan dan untuk mengurangi refluks lambung d. Menghindari tekanan psikologis (Ogunyemi dan Chelmow, 2011). 4. Farmakologis a. Obat obatan pada penderita hiperemesis gravidarum diberikan jika :

Penggunaan obat pada ibu hamil harus berdasar prinsip the risk versus the benefits. Mempertimbangkan besarnya resiko obat terhadap ibu dan janin

dibandingkan dengan resiko dehidrasi malnutrisi pada ibu dan janin. Manfaat harus lebih besar , resiko penggunaan obat lebih kecil daripada resiko malnutrisi penurunan berat janin serta apabila gejala tidak berkurang dengan pengelolaan non medikamentosa. b. Antihistamin : Antihistamin yang digunakan adalah Antagonis reseptor H1. Suatu penelitian randomized control trial menunjukkan bahwa antihistamin berguna mengurangi mual muntah pada kehamilan. Kombinasi antihistamin dengan Pyridoxine efektif sebagai profilaksis pada wanita hamil dengan riwayat HG pada kehamilan sebelumnya. Bendectin merupakan obat kombinasi yang berisi vitamin B6 (pyridoxine) dan antihisamin, doxylamine. Tahun 1983 Bendectin ditarik dari pasaran karena banyaknya isu meningkatkan resiko deformitas pada bayi. Namun isu teratogenik tersebut belum terbukti secara ilmiah. Kini banyak praktisi kesehatan menggunakan pyridoxine dan antihistamine sebagai dua obat sekaligus yang diberikan pada penderita Hiperemesis Gravidarum. Kombinasi ini merupakan lini pertama terapi wanita hamil di UK. Antihistamin yang digunakan yaitu Promethazine, Meclizine, Cyclizine. Promethazine diberikan 12,5mg peroral atau rectal setiap 4 jam. (Ogunyemi dan Chelmow, 2011, Sheehan, 2007) c. Vitamin : 1. Pyridoxine (Vitamin B6) Dosis efektif Pyridoxine yaitu 30 75 mg/hari, dengan efek samping yang dapat ditoleransi tubuh. Pyridoxine diberikan 3 kali sehari 10 25mg

dimulai dengan dosis rendah. Pyridoxine dapat mengurangi mual muntah dan terbukti lebih efektif daripada placebo. Dosis dapat dinaikkan hingga 200 mg tanpa efek samping (Jueckstock et al. 2010). 2. Thiamine (vitamin B1) Thiamine, dikenal juga dengan B1 atau aneurin, sangat penting dalam metabolisme karbohidrat. Peran utama tiamin adalah sebagai bagian dari koenzim dalam dekarboksilasi oksidatif asam alfa-keto. Gejala defisiensi akan muncul secara spontan berupa beri-beri pada manusia. Penyakit tersebut ditandai dengan penimbunan asam piruvat dan asam laktat, terutama dalam darah dan otak serta kerusakan dari sistem kardiovaskuler, syaraf dan alat pencernaan. Defisiensi thiamine ini menimbulkan rangkaian proses dan gejala yang disebut Encephalopathy Wernick (Chiossi et al, 2006, Zempleni, et al,2007). Defisiensi tiamin ini akan menyebabkan gangguan saraf pusat, antara lain memori berkurang atau hilang, nistagmus, optalmoplegia, dan ataksia. Gangguan juga terjadi pada saraf tepi, berupa neuropati perifer. Gangguan yang lain berupa kelemahan simetrik (badan sangat lemah), kehilangan fungsi sensorik, motorik dan reflek kaki. Timbul beri-beri jantung, dengan gejala jantung membesar, aritma, hipertensi, odema, dan kegagalan jantung (Zempleni, et al,2007). Pasien dengan kecurigaan ensefalopati Wernicke, direkomendasikan pemberian 100mg thiamin intravena atau intramuscular selama 5 hari berturut turut. Pemberian glukosa tanpa thiamin dapat memicu atau

memperburuk sindrom ini, sehingga thiamin harus diberikan sebelum glukosa. Thiamin diberikan secara parenteral karena penyerapan thiamin pada gastrointestinal tidak menentu pada pasien beralkohol dan kurang gizi. Pemberian oral harian 100mg thiamin harus dilanjutkan setelah pengobatan parenteral dan setelah keluar dari rumah sakit sampai pasien tidak lagi dianggap beresiko. Magnesium dan vitamin lainnya juga dikoreksi bersama dengan defisit gizi lainnya. Normal asupan tiamin untuk orang dewasa adalah antara 1,0 1,5 mg/hari. Jika makanan terlalu banyak mengandung karbohidrat, maka dibutuhkan lebih banyak tiamin. Tanda-tanda defisiensi tiamin antara lain menurunnya nafsu makan, depresi mental (Peripheral neurophaty) dan lemah. Pada

defisiensi kronis, maka muncul gejala kelainan neurologist, seperti kebingungan (mental), dan kehilangan koordinasi mata (Ogunyemi dan Chelmow,2011, Zempleni, et al,2007). 3. Cyanokobalamin ( vitamin B12) Pada gastritis kronik, gastric atrophy dapat menyebabkan malabsorbsi vitamin B12 yang berujung pada defisiensi vitamin B12. Gejala klasik defisiensi B12 berupa anemia megaloblastik hanya terjadi pada defisiensi vitamin B12 yang berat, tetapi manifestasi neuropsikiatrik dan

abnormalitas metabolisme dapat terjadi sebelum konsentrasi B12 dalam serum mencapai kadar defisiensi vitamin B12. Cut off point vitamin B12 yaitu