Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

14
Pemeriksaan penunjang A. Prenatal (sumber : Prenatal Screening for Down Syndrome, by Len Leshin, MD, FAAP ; ) 1.Skrining Serum Maternal Pemeriksaan darah ibu meliputi kombinasi dari penanda yang berbeda yaitu alpha-fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) merupakan tes standar yang dikenal sebagai “triple test”. Kadang-kadang pemeriksaan lainnya seperti inhibin A juga dilakukan, sehingga nama test ini menjadi “quadruple test”. Tes ini merupakan suatu pengukuran yang independen, dan dikombinasikan dengan usia ibu, test ini dapat menghitung risiko janin dengan sindrom down. Selama lima belas tahun terakhir ini, tes ini dilakukan antara 15 minggu dan18 minggu kehamilan. Baru-baru ini, suatu penanda yang disebut PAPP-A telah ditemukan dan juga digunakan dalam tets ini. a. Alpha-fetoprotein (AFP) Alpha-fetoprotein dibuat dari bagian yolk sac dan hati janin, dan sejumlah AFP masuk kedalam darah ibu. Pada

Transcript of Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

Page 1: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

Pemeriksaan penunjang

A. Prenatal (sumber : Prenatal Screening for Down Syndrome, by Len Leshin, MD, FAAP ;

)

1. Skrining Serum Maternal

Pemeriksaan darah ibu meliputi kombinasi dari penanda yang berbeda yaitu alpha-

fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin

(hCG) merupakan tes standar yang dikenal sebagai “triple test”. Kadang-kadang

pemeriksaan lainnya seperti inhibin A juga dilakukan, sehingga nama test ini menjadi

“quadruple test”. Tes ini merupakan suatu pengukuran yang independen,

dan dikombinasikan dengan usia ibu,  test ini dapat menghitung risiko janin dengan

sindrom down. Selama lima belas tahun terakhir ini, tes ini dilakukan antara 15

minggu dan18 minggu kehamilan. Baru-baru ini, suatu penanda yang disebut PAPP-

A telah ditemukan dan juga digunakan dalam tets ini.

a. Alpha-fetoprotein (AFP)

Alpha-fetoprotein dibuat dari bagian yolk sac dan hati janin, dan sejumlah AFP

masuk kedalam darah ibu. Pada defek neural tube dan kulit janin yang tidak utuh,

dapat ditemukan sejumlah besar AFP yang beredar di darah ibu. Pada sindrom

down, jumlah AFP ini menurun didalam darah ibu

b. Estriol

Estriol adalah hormon yang diproduksi oleh plasenta, yang berasal dari bahan-

bahan yang diproduksi oleh hati janin dan kelenjar adrenal. Estriol menurun pada

kehamilan dengan janin yang menderita sindrom down. Tapi test ini tidak selalu

dilakukan karena beberapa laboratium tidak mempunyai sarana untuk

melaksanakan test ini.

Page 2: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

c. Hormon human chorionic gonadotropin (hCG)

Hormon human chorionic gonadotropin diproduksi oleh plasenta, dan biasanya

digunakan untuk mengetahui  kehamilan. Sebuah bagian yang lebih kecil dari

hormon ini yang disebut subunit beta, meningkat pada kehamilan yang memiliki

janin dengan sindrom down.

d. Inhibin A

Inhibin A adalah protein yang disekresikan oleh ovarium, dan dirancang untuk

menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A

meningkat dalam darah ibu dari janin dengan sindrom down.

e. PAPP-A

PAPP-A merupakan singkatan “pregnancy-associated plasma protein A” yang -

diproduksi oleh telur yang baru dibuahi. Pada trimester pertama, rendahnya

tingkat protein ini terlihat pada kehamilan dengan janin yang menderita sindrom

down.

Sebuah pertimbangan yang sangat penting dalam tes skrining adalah usia janin (usia

kehamilan). Analisis yang benar dari komponen yang berbeda tersebut tergantung

pada perkiraan usia kehamilan yang tepat. Cara terbaik untuk menentukannya adalah

dengan USG.

Setelah hasil tes darah tersebut ditetapkan, suatu faktor risiko dihitung berdasarkan

hasil normal dari tes darah yang telah dilakukan sebelumnya di laboratorium. Rata-

rata pada kehamilan yang normal disebut "median populasi." Hasil tes ini disebut

sebagai "Multiple of the Median (MoM)". Rata-rata nilai normal ini ditetapkan

dengan satuan 1,0 MoM. Pada kehamilan dengan sindrom down yang memiliki

tingkat AFP dan estriol yang rendah, nilainya akan berada di bawah rata-rata yaitu

Page 3: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

kurang dari 1,0 MoM. Demikian juga dengan hCG yang meningkat pada kehamilan

dengan janin menderita sindrom down, nilainya akan lebih besar dari 1,0 MoM.

Perhitungan resiko akhir dari hasil lab berdasarkan usia janin digunakan untuk

memodifikasi resiko yang sudah dihitung berdasarkan usia ibu. Kita sudah tahu

bahwa semakin tua usia ibu, resiko memiliki bayi dengan sindrom down juga

meningkat. Sebagai contoh, misalkan hasil tes untuk kehamilan yang tidak terkait

dengan sindrom down yang memiliki nilai 1,0 MoM untuk semua komponen. Hasil

ini mengurangi risiko wanita itu memiliki anak dengan sindrom down empat kali

lipat. (Jumlah empat kali lipat ini didasarkan pada studi klinis, dan merupakan sebuah

standar). Jika seorang wanita yang berusia 25 tahun, hal ini mengurangi risiko dari

1:1100 menjadi 1:4400. Jika wanita tersebut berusia 35 tahun, hal ini mengurangi

risiko nya dari 1:250 menjadi 1:1000. Jika wanita tersebut berusia 45, itu menurunkan

resiko nya dari 1:20 menjadi 1:80.

Sekarang, mari kita ambil contoh hasil tes yang terkait dengan kehamilan anak dengan

sindrom down. Hal ini meningkatkan risiko sebesar empat kali lipat (ini juga

merupakan sebuah standar). Jadi wanita yang berusia 25 tahun, resikonya akan

meningkat dari 1:1100 menjadi 1:275. Jika wanita yang berusia 36 tahun, resikonya

meningkat dari 1:250 menjadi 1:62. Pada wanita yang berusia 45 tahun, hal ini akan

menigkatkan resikonya dari 1:20 menjadi 1:5. Jadi usia ibu masih merupakan aspek

yang paling penting ketika menentukan hasil skrining tes darah.

Perlu diketahui juga bahwa, skrining serum quadruple test memiliki 5% sampai 8%

hasil positif palsu, dan juga didapatkan hasil negatif palsu antara 35% sampai 40% ,

dan hanya dapat mendeteksi sekitar 80% dari semua janin dengan sindrom down.

Page 4: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

2. USG

Kegunaan utama dari USG adalah untuk mengkonfirmasi usia gestasi janin (lebih

akurat daripada diperkirakan dari siklus menstruasi terakhir ibu). Manfaat lain dari

USG juga dapat mengetahui masalah yang serius, seperti penyumbatan usus kecil atau

cacat jantung. Mengetahui ada cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi

perawatan anak setelah lahir.

Studi di pertengahan 1990-an menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara

ukuran dari kumpulan cairan pada nack dari leher janin, yang disebut transluceny

nuchal dan risiko sindrom down. Upaya awal untuk menggunakan pengukuran daerah

nuchal dibatasi oleh berbagai macam teknik pengukuran. Baru-baru ini, pedoman

standar untuk pengukuran nuchal translucency yang telah disertifikasi telah

ditetapkan, hal ini menjadikan penggunaan USG sebagai bagian dari skrining pada

trimester pertama. Sekarang ada program komputer yang dapat menggunakan

pengukuran ini untuk membantu menghitung risiko memiliki bayi dengan sindrom

down. Namun, tidak setiap orang tua mungkin memiliki akses ke teknisi USGyang

tersertifikasi ini untuk mengukur nuchal translucency, sehingga faktor risiko itu akan

dihitung tanpa pengukuran ini.

Ada beberapa item lainnya yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG yang

mungkin memiliki hubungan bermakna dengan sindrom down. Temuan ini juga dapat

dilihat pada janin normal, tetapi beberapa dokter kandungan percaya bahwa kehadiran

item ini meningkatkan risiko janin mengalami sindrom down atau kelainan kromosom

lainnya. Penanda ini meliputi usus echogenic, fokus echogenic intracardiac, dan

dillatasi dari ginjal (pyelctasis). Namun tanda tersebut masih kontroversial, dan orang

tua harus diberitahukan bahwa setiap penanda dapat juga ditemukan dalam persentase

kecil pada janin normal. Sebuah penanda yang lebih spesifik yang saat ini sedang

Page 5: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin, janin dengan sindrom tampaknya

memiliki hidung lebih kecil di USG dari janin tanpa kelainan kromosom. Namun

masih belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung dan dianggap ukuran

sebagai patokan yang tepat saat ini.

Penting untuk diingat bahwa,  kombinasi terbaik dari temuan USG dan variabel lain

hanya dapat memprediksikan dan bukan sebagai diagnostik. Untuk diagnosis yang

tepat yaitu dengan pemeriksaan kromosom janin.

3. Amniosentesis

Prosedur ini dilakukan dengan mengambil cairan ketuban yang ada di rahim. Prosedur

ini dapat dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit.  Caranya yaitu

dengan memasukan sebuah jarum melalui dinding perut ibu ke dalam rahim dan

dengan bantuan USG untuk memandu jarum. Sekitar satu ons cairan diambil untuk

pengujian. Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes

kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin memiliki

sindrom down atau tidak.

Amniosentesis biasanya dilakukan antara minggu 14 dan 18 kehamilan, beberapa

dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13. Efek samping yang dapat

terjadi pada ibu adalah perdarahan, infeksi dan bocornya cairan ketuban. Ada sedikit

peningkatan risiko keguguran yang biasanya tingkat keguguran pada kehamilan

normal adalah 2%-3%, dan dengan melakukan amniosentesis risiko bertambahan

0,5%-1%. Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke 14 kehamilan karena

risiko tinggi timbulnya komplikasi dan keguguran.

Page 6: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

Pemeriksaan ini direkomendasi oleh beberapa kelompok yang profesional dalam

bidang kebidanan pada wanita dengan risiko memiliki anak dengan sindrom Down

1:250 atau lebih.

4. Chorionic Villus Sampling (CVS)

Dalam prosedur ini yang diambil bukan cairan ketuban, tetapi sejumlah kecil jaringan

dari plasenta muda (yang juga disebut sebagai lapisan chorionic). Dimana jaringan ini

mengandung sel-sel kromosom janin yang dapat diuji untuk mendeteksi sindrom

down. Sel-sel ini dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis,

tetapi metode lainnya adalah dengan cara memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim

melalui vagina. Metode ini tergantung pada anatomi ibu.

CVS biasanya dilakukan antara minggu 10 dan 12 kehamilan. Efek samping kepada

ibu sama dengan efek samping pada amniosentesis. Risiko keguguran setelah CVS

sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, dan risiko meningkat 3%-5%

dari keguguran pada kehamilan yang normal. Penelitian telah menunjukkan bahwa

CVS yang dilakukan dokter yang lebih berpengalaman memiliki tingkat resiko

keguguran yang rendah. Pada awal penggunaan CVS, sejumlah bayi yang ibunya

dilakukan tes CVS ini dilahirkan dengan tidak mempunyai jari tangan atau jari kaki

dan juga jari tangan dan jari kaki yang pendek. Namun hal ini dihubungkan dengan

penggunaan CVS sebelum minggu ke 10 kehamilan.

Pemeriksaan ini juga direkomendasi pada wanita dengan risiko memiliki anak dengan

sindrom Down 1:250 atau lebih. Keputusan pemilihan penggunakan amniosentesis

atau CVS harus didiskusikan secara menyeluruh antara ibu dan dokternya.

Page 7: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

5. Tes Non-invasif

Pada Januari 2011, sebuah kelompok riset dari Cina menerbitkan sebuah studi dalam

British Medical Journal yang menunjukkan tingginya tingkat ketepatan diagnosis

sindrom down sebelum lahir yaitu dengan hanya menggunakan darah ibu. Tes ini

bertujuan untuk mencari DNA janin dalam darah ibu. Tes ini bisa mengurangkan

penggunaan lebih dari 90% dari tes diagnostik invasif. Pada bulan Oktober tahun

2011, tes tersebut disediakan untuk dokter kandungan di dua puluh kota di Amerika

Serikat.

 

B. Pemeriksaan Postnatal

1. Pemeriksaan Kariotip

2. Dermatoglifik

Dermatoglifik atau pola sidik jari didefinisikan sebagai gambaran sulur-sulur dermal

yang pararel pada jari-jari tangan dan kaki, serta telapak tangan dan telapak kaki.

Menurut Olivier yang membagi pola dermatoglifi berdasarkan klasifikasi Galton atas

tiga pola dasar yaitu :

a. Arch : pola dermatoglifi yang dibentuk oleh rigi epidermis yang berupa garis-garis

sejajar melengkung seperti busur. Dua macam pola arch yaitu plain arch dan tented

arch.

b. Loop : pola dermatoglifi berupa alur garis-garis sejajar yang berbalik 180°. Terdapat

dua macam loop baik pada tangan maupun kaki sesuai dengan alur membuka garis-

garis penyusunnya. Pada tangan dikenal loop radial dan loop ulnar sedang pada kaki

dikenal loop tibial dan loop fibular.

Page 8: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

c. Whorl : pola dermatoglifi yang dibentuk oleh garis-garis rigi epidermis yang

memutar berbentuk pusaran. Empat macam pola whorl yaitu plain whorl, central pocket

loop, double loop, dan accidental whorl.

Beberapa bukti menunjukkan bahwa orang dengan abnormalitas kromosom, seperti

Sindrom Down (Trisomi 21) memiliki gambaran pola sidik jari yang berbeda dari

orang normal. Pola sidik jari ini beda digunakan untuk konfirmasi diagnosis.

Dari hasil sebuah penelitian, terdapat variasi dari distribusi pola sidik jari anak normal

dan anak dengan sindrom down yaitu rata-rata frekuensi tertinggi distribusi pola sidik

jari pada penderita sindrom down adalah whorl (55%), sedangkan anak normal adalah

loop ulna (53%). Terdapat perbedaan bermakna dari distribusi pola whorl kedua tangan

dan distibusi pola whorl tangan kanan padap enderita sindrom down dengan anak

normal. Sedangkan, perbedaan distribusi pola loop ulna, loop radial dan arch baik pada

masing-masing tangan maupun kedua tangan tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

Sumber :

1. First-Trimester or Second-Trimester Screening, or Both, for Down’s Syndrome : Fergal D. Malone, M.D., Jacob A. Canick, Ph.D., Robert H. Ball, M.D., David A. Nyberg, M.D., Christine H. Comstock, M.D., Radek Bukowski, M.D., Richard L. Berkowitz, M.D., Susan J. Gross, M.D., Lorraine Dugoff, M.D., Sabrina D. Craigo, M.D., Ilan E. Timor-Tritsch, M.D., Stephen R. Carr, M.D., Honor M. Wolfe, M.D., Kimberly Dukes, Ph.D., Diana W. Bianchi, M.D., Alicja R. Rudnicka, Ph.D., Allan K. Hackshaw, M.Sc., Geralyn Lambert-Messerlian, Ph.D., Nicholas J. Wald, F.R.C.P., and Mary E. D’Alton, M.D., for the First- and Second-Trimester Evaluation of Risk (FASTER) Research Consortium ; The new england journal of medicine ; established in 1812 november 10, 2005, vol. 353 no. 19

2. Has Prenatal Screening Influenced the Prevalence of Comorbidities Associated With Down Syndrome and Subsequent Survival Rates? ; Jane Halliday, PhDa,b, Veronica Collins, PhDa, Merilyn Riley, BAppl Scib, Danielle Youssef, BAppl Scib, Evelyne Muggli, MPHa ; Pediatrics 2009;123;256 ; DOI: 10.1542/peds.2007-2840

3. Maternal Serum Triple Analyte Screening in Pregnancy : J. CHRISTOPHER RAVES, M.D., and KARL E. MILLER, M.D. ; University of Tennessee College of Medicine (Memphis)—Chattanooga Unit, Chattanooga, Tennessee ANGELA D. SELLERS, M.D.,

Page 9: Pemeriksaan Penunjang Sindrom Down

Baxley, Georgia : (Am Fam Physician 2002;65:915-20,922. Copyright© 2002 American Academy of Family Physicians.)

4. SCREENING OF MATERNAL SERUM FOR FETAL DOWN’S SYNDROME IN THE FIRST TRIMESTER ; JAMES E. HADDOW , M.D., GLENN E. PALOMAKI , B.S., GEORGE J. KNIGHT , PH.D., JOSEPHINE WILLIAMS , WAYNE A. MILLER , M.D., AND ANTHONY JOHNSON, D.O. The New England Journal of Medicine Downloaded from nejm.org on April 25, 2012. For personal use only. No other uses without permission. Copyright © 1998 Massachusetts Medical Society. All rights reserved. Volume 338 Number 14

5. Fetal Chromosomal Abnormalities: Antenatal Screening and Diagnosis ; Cynthia L. Anderson, MD, and Charles E . L. Brown, MD, MBA ; University of Texas Medical Branch, Austin, Texas ; (Am Fam Physician. 2009;79(2):117-123, 124. Copyright © 2009 American Academy of Family Physicians.) ; January 15, 2009 ◆ Volume 79, Number 2 www.aafp.org/afp American Family Physician

6. Ultrasound Findings After Screening for Down Syndrome Using the Integrated Test ; Boaz Weisz, Prana P. Pandya, Anna L. David, Wayne Huttly, Patricia Jones, and Charles H. Rodeck ; (Obstet Gynecol 2007;109:1046–52) ; VOL. 109, NO. 5, MAY 2007 OBSTETRICS & GYNECOLOGY

7. JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia : POLA SIDIK JARI ANAK-ANAK SINDROM DOWN DI SLB BAKHTI KENCANA DAN ANAK-ANAK NORMAL DI SD BUDI MULIA DUA YOGYAKARTA ; oleh : Annisa Ainur, Janatin Hastuti, Zainuri Sabta Nugraha ; 2009