Down Sindrom

50
II. SINDROM DOWN II.1. Definisi Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh (Pathol, 2003). Sindroma Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Sindrom Down dapat disebut juga penyakit Mongoloid. Yaitu berupa kelainan pada kromosom no 15 dan 21, yang biasanya kedua kromosom ini berdekatan. Karena salah satu penyebab yang tidak seharusnya, terjadilah pemecahan yang disebut dispuntum. Karena suatu penyebab, dapat juga keadaan ini disebut translokasi yang sifatnya sama karena jumlahnya, tetapi pada pembentukan gamet berlainan. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Sindroma Down merupakan kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Kelainan sindroma Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom nomor 21, yang seharusnya dua 1

Transcript of Down Sindrom

Page 1: Down Sindrom

II. SINDROM DOWN

II.1. Definisi

Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi,

karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom.

Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua

saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan

mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta

gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh (Pathol, 2003).

Sindroma Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan

perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas

perkembangan kromosom. Sindrom Down dapat disebut juga penyakit Mongoloid.

Yaitu berupa kelainan pada kromosom no 15 dan 21, yang biasanya kedua kromosom

ini berdekatan. Karena salah satu penyebab yang tidak seharusnya, terjadilah

pemecahan yang disebut dispuntum. Karena suatu penyebab, dapat juga keadaan ini

disebut translokasi yang sifatnya sama karena jumlahnya, tetapi pada pembentukan

gamet berlainan. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom

untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Sindroma Down merupakan

kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Kelainan sindroma Down terjadi

karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom nomor 21, yang seharusnya dua

menjadi tiga, yang menyebabkan jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah,

sehingga disebut trisomi 21. Pada manusia normal jumlah kromosom sel mengandung

23 pasangan kromosom. Akibat proses tersebut, terjadi goncangan sistem

metabolisme di dalam sel. Kelainan kromosom itu bukan merupakan faktor

keturunan.2

Anak yang menyandang sindroma Down ini akan mengalami keterbatasan

kemampuan mental dan intelektual, retardasi mental ringan sampai sedang, atau

pertumbuhan mental yang lambat. Selain itu, penderita seringkali mengalami

perkembangan tubuh yang abnormal, pertahanan tubuh yang relatif lemah, penyakit

jantung bawaan, alzheimer, leukemia, dan berbagai masalah kesehatan lain.³

1

Page 2: Down Sindrom

II.2. EPIDEMIOLOGI

Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak

terjadi pada manusia. Kejadian sindroma Down diperkirakan satu per 800 sampai satu

per 1000 kelahiran. Pada tahun 2006, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit

memperkirakan tingkat kejadiannya sebagai satu per 733 kelahiran hidup di Amerika

Serikat (5429 kasus baru per tahun). Sekitar 95% dari kasus ini adalah trisomi 21.

Sindroma Down terjadi pada semua kelompok etnis dan di antara semua golongan

tingkat ekonomi. Kebanyakan anak dengan Sindrom Down dilahirkan oleh wanita

yang berusia datas 35 tahun. Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan

angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam. Sumber lain

mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, terdapat pada penderita

retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang

berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda.4

II.2. ETIOLOGI

Penyebab kelainan kromosom adalah terjadinya pemecahan kromosom dan

pecahnya hilang/melekat pada kromosom lain. Kejadian ini disebut translokasi.

Pengaturan kembali yang dilakukan sel dapat menghasilkan keseimbangan normal

tetapi dapat juga menjadi tidak seimbang. Jika terjadi keseimbangan normal, total

materi genetik didalam sel dengan kromosom normal. Pengaturan semacam ini

biasanya tidak akan menimbulkan sindrom klinis. Apabila terjadi ketidakseimbangan

maka terjadi kelebihan atau kekurangan materi genetik dalam barisan sel-sel tersebut.

Pengaturan semacam ini biasanya menimbulkan perubahan dalam fenotif klinis.

Dijumpai penderita Sindrom Down yang hanya memiliki 46 kromosom.

Individu ini ialah penderita Sindrom Down translokasi 46.t (14q21q). Setelah

kromosom dari orang tuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya

hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, 1 autosom 14 dan 1 autosom

translokasi 14q21q. Jelaslah bahwa bahwa ibu merupakan “carrier” yang walaupun

memiliki 45 kromosom 45.XX.t (14q21q) ia adalah normal.

2

Page 3: Down Sindrom

Sebaliknya, laki-laki “carrier” Sindrom Down translokasi tidak dikenal dan apa

sebabnya , sampai sekarang belum diketahui. (Suryo. Genetika Manusia. 2001).

II.3. KLASIFIKASI

Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan

mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan

mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus

sindrom Down adalah dari tipe ini (Lancet, 2003).

Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan

berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang

menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter

penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus (Lancet, 2003)

Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang

mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan

biasanya kondisi si penderita lebih ringan. (Lancet, 2003).

II.4. PATOFISIOLOGI

Pada sel-sel yang tidak membelah, DNA ditemukan hampir diseluruh bagian

dalam nukleus. Walaupun dengan mikroskop, molekul DNA tidak dapat lolos sebagai

struktur tersendiri, tetapi hanya sebagai bagian dari bahan dalam nukleus yang

diwarnai dengan jelas. Sewaktu sel mulai membelah, bahan tersebut mulai mengatur

dirinya untuk membentuk untaian kromosom. Kromosom ini mengandung banyak

molekul DNA yang tersusun dalam urutan tertentu.

Sel-sel tubuh manusia pada umumnya terdiri dari 46 kromosom/23 pasang,

merupakan susunan diploid. Dari ke 23 pasang disebut sebagai otosom, dan 1 pasang

kromosom seks. Wanita memiliki 2 kromosom X, dan pria memiliki 1 kromosom X

dan 1 kromosom Y dalam setiap sel. Dalam terminologi standar, seorang wanita

normal ditandai dengan 46 XX, seorang pria normal ditandai dengan 46 XY.

3

Page 4: Down Sindrom

Kromosom yang terbentuk pada setiap individu berasal dari kedua orangtua

dalam porsi yang sama. Ovum dan sperma normal masing-masing mengandung 23

kromosom, merupakan susunan haploid, sehingga pembuahan menghasilkan zigot

yang tersusun diploid dari 23 pasang yang homolog.

Akan tetapi, kadang-kadang dijumpai penderita Sidrom Down yang hanya

memiliki 46 kromosom. Individu ini ialah penderita Sidrom Down translokasi 46.

t(14 q 21q). setelah kromosom orang tuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya

normal, tetapi ibunya hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, 1

autosom 14 dan satu autosom translokasi 14q 21q. jelaslah bahwa ibu itu merupakan

“carrier” yang walupun memiliki 45 kromosom 45.xx.t (14q21q) ai adalah normal.

Sebaliknya laki-laki “carrier” Sindrom Down translokasi tidak dikenal dan apa

sebabnya demikian, sampai sekarang belum diketahui. (Suryo.Genetika Manusia.

2001) (Patofisiologi, Edisi 4. 1994)

Pada Down syndrome trisomi 21, dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada

waktu pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan zigot,

walaupun kejadian yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit

primer yang terhenti perkembangannya saat profase pada meiosis I stasioner pada

tahap tersebut sampai terjadi ovulasi, yang jaraknya dapat mencapai hingga 40

sampai 45 tahun. Diantara waktu tersebut, oosit mungkin mengalami disposisi. non-

disjunction. Pada kasus Down syndrome, dalam meiosis I menghasilkan ovum yang

mengandung dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal

yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. 

Beberapa sebab dapat terjadinya non-disjunction ini adalah :

a. Infeksi virus atau radiasi dimana makin mudah berpengaruh pada wanita usia tua

b. Kandungan antibody tiroid yang tinggi

c. Mundurnya sel telur di tuba falopii setelah 1 jam tidak dibuahi. Oleh karena itu

para ibu yang berusia agak lanjut (>35 tahun) biasanya mempunyai risiko yang

lebih besar untuk mendapat anak sindroma Down Tripel-21.

4

Page 5: Down Sindrom

Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak

pernah ada non-disjunction dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi

setiap hari dan tidak ada waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada

oogenesis. Akibat dari adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita Down

syndrome jenis ini mempunyai 47 kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21).

Gambar (1). Kariotipe Trisomi 21.

Sumber:http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/genetics/diseases/

downs_syndrome.htm

Jika pada trisomi 21 karena non-disjunction mempengaruhi seluruh sel tubuh,

pada kasus Down syndrome mosaik (46,XX/47,XX,+21),  terdapat sejumlah sel yang

normal dan yang lainnya mempunyai mengalami trisomi 21. Kejadian ini dapat

terjadi dengan dua cara:non-disjunction pada perkembangan sel awal pada embryo

yang normal menyebabkan pemisahan sel dengan trisomi 21, atau embryo

dengan Down syndrome mengalami non-disjunction dan beberapa sel embryo

kembali kepada pengaturan kromosom normal.

5

Page 6: Down Sindrom

Penderita Down syndrome translokasi mempunyai 46 kromosom t(14q21q).

Setelah kromosom orang tua diselidiki, ternyata ayah normal, tetapi ibu hanya

mempunyai 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu

autosom translokasi 14q21q. Ibu merupakan karier, sehingga normal walaupun

kariotipenya 45,XX,t(14q21q). Perkawinan laki-laki normal (46,XY) dengan

perempuan karier Down syndrome secara teoritis menghasilkan keturunan dengan

perbandingan fenotip 2 normal : 1 Down syndrome. (Suryo, 2005). Pada Down

syndrome translokasi, susunan kromosom tidak sesuai dengan susunan kromosom

normal. Jumlah kromosom tetap 46, tetapi karena terdapat bagian tambahan dari

kromosom ke-21, anak akan memiliki fitur Down syndrome.6

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan

menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan

komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan

secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan

morbiditas prenatal dan postnatal. Anak – anak yang terkena biasanya mengalami

keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan

gigi yang lambat.

Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan

fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada

ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular

menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab

menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara

gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2,

adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama

retardasi mental dan defek jantung (Mayo Clinic Internal Medicine Review, 2008).

Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme tiroid dan

malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem

imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk

hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto. Penderita dengan sindrom Down sering

6

Page 7: Down Sindrom

kali menderita hipersensitivitas terhadap proses fisiologis tubuh, seperti

hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai

contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif

terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor

predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin.

Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom

Down (Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).

Anak – anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia,

seperti Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia.

Hampir keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia

terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia

pada anak – anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi

GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum

diketahui pasti (Lange BJ,1998).

II.5. MANIFESTASI KLINIS

Anak dengan sindroma Down pada umumya memiliki berat badan lahir yang

kurang dari normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir 2500 gr

atau kurang.8 Secara fenotip karakteristik yang terdapat pada bayi dengan sindroma

Down yaitu: 1,8,9

• Sutura sagitalis yang terpisah

• Fisura palpebralis yang oblique

• Jarak yang lebar antara jari kaki I dan II

• “plantar crease” jari kaki I dan II

• Hiperfleksibilitas

• Peningkatan jaringan sekitar leher

• Bentuk palatum yang abnormal

• Tulang Hidung hipoplasia

• Kelemahan otot

7

Page 8: Down Sindrom

• Hipotonia (Kaplan)

• Bercak Brushfield pada mata (Prof Suci, Baby Down Syd)

• Mulut terbuka

• Lidah terjulur

• Lekukan epikantus

• “single palmar crease” pada tangan kiri

• ”single palmar crease” pada tangan kanan

• “Brachyclinodactily” tangan kiri

• “Brachyclinodactily” tangan kanan

• Jarak pupil yang lebar

Tangan yang pendek dan lebar

• Oksiput yang datar

• Ukuran telinga yang abnormal

• Kaki yang pendek dan lebar

• Bentuk atau struktur telinga abnormal

• Letak telinga yang abnormal

• Kelainan tangan lainnya

• Kelainan mata lainnya

• Sindaktili

• Kelainan kaki lainnya

• Kelainan mulut lainnya

Karakteristik dari sindroma tersebut ada yang berubah dengan

bertambahnya umur anak, misalnya lekukan epikantus atau jaringan tebal di

sekitar leher akan berkurang dengan bertambahnya umur anak. Berdasarkan atas

ditemukannya karakteristik dengan frekuensi yang tinggi pada sindroma Down,

maka gejala–gejala tersebut dianggap sebagai “cardinal sign” dan petunjuk

diagnostik dalam mengidentifikasi sindroma Down secara klinis. Tetapi yang

perlu diketahui adalah tidak adanya kelainan fisik yang terdapat secara konsisten

dan patognomonik pada sindroma Down. Bentuk muka anak dengan sindroma

Down pada umumnya mirip dengan ras Mongoloid.8

8

Page 9: Down Sindrom

Gambar (3). Neonatus dengan Sindroma Down.

Gambar 4. Penampakan klinis tangan anak dengan Sindroma Down.

Selain beberapa tampilan dari anak dengan sindroma Down terdapat juga

kelainan klinis antara lain: 9,11,12

Cacat jantung bawaan, cacat jantung kongenital yang umum (40 - 50%) jantung

bawaan yang paling sering endocardial cushion defect (43%), ventricular septal

defect (32%), secundum atrial septal defect (10%), tetralogy Fallot cacat septum

atrium (6%), dan isolated patent ductus arteriosus (4%), lesions pada patent ductus

arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua endocardial

cushion defects terkait dengan sindroma Down.

Vision disorders

Hearing disorders

9

Page 10: Down Sindrom

Obstructive sleep apnoea syndrome, terjadi ketika aliran udara inspirasi dari

saluran udara bagian atas ke paru-paru yang terhambat untuk 10 detik atau lebih

sehingga sering mengakibatkan hypoxemia or hypercarbia.

Wheezing airway disorders

Congenital defek pada gastrointestinal tract

Coeliac disease

Obesity dan bertubuh pendek selama remaja

Transient myeloproliferative disorder

Thyroid disorders, yaitu hipotiroidism

Atlanto-axial instability,

Anomali saluran kemih

Masalah kulit seperti Atopik eksim, Seborrhoeic eczema, Alopecia areata, Vitiligo

Syringomas, Perforans elastosis serpiginosa, Onychomycosis, Tinea corporis,

Anetoderma, Folliculitis, Chelitis, Keratosis pilaris, Psoriasis , Cutis marmorata⁄ivedo

reticularis, Xerosis, hyperkeratosis Palmar atau hiperkeratosis plantar

Behaviour problems, spontanitas alami, kehangatan, ceria, kelembutan dan

kesabaran sebagai karakteristik toleransi. Beberapa pasien menunjukkan kecemasan

dan keras kepala.

Psychiatric disorder, Prevalensi dari 17.6% gangguan kejiwaan di kalangan

anak-anak dan di antara orang dewasa adalah 27,1%. Anak-anak dan remaja berada

pada risiko tinggi untuk autisme, attention deficit hyperactivity disorder dan conduct

disorder. Obsessive-compulsive disorder, Tourette syndrome, gangguan depresi, dan

dapat terjadi selama transisi dari remaja sampai dewasa.

Gangguan Kejang 5-10 %, yaitu umumnya kejang infantil pada bayi,

sedangkan-kejang tonik klonik umumnya diamati pada pasien yang lebih tua.

10

Page 11: Down Sindrom

Gambar (5). Tanda & gejala sindrom Down

Efek Pada Fisik Dan Sistem Tubuh

Temuan Fisik

Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek.

Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh

penderita sindrom Down mempunyai ciri – ciri yang khas. Tangan mereka pendek

dan melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang

mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki

dengan jari kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%) (Brunner,

2007).

Bagi panderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan xerosis,

lesi hiperkeratosis yang terlokalisir, garis – garis transversal pada telapak tangan,

hanya satu lipatan pada jari kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo,

follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang rekuren (Am J., 2009).

11

Page 12: Down Sindrom

Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ)

mereka sering berada antara 20 – 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita

akan meningkat apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan

artikulasi. (Mao R., 2003).

Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap

ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan

perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi (Nelson, 2003)

Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak –

anak sindrom Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang

dewasa. Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur,

hipogonadism, katarak, kurang pendengaran, hal yang berhubungan dengan

hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang meningkat, kejang, neoplasma,

penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun,

dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita sindrom Down.

Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang – orang lanjut usia (Am J.,

2009).

Penderita sindrom Down sering menderita Brachycephaly, microcephaly, dahi

yang rata, occipital yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang

tengkorak yang lambat, sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid

serta hipoplasia pada sinus maksilaris (John A. 2000).

Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting)

karena fissure palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik –

titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus

(20%), blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak

kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans dan keratoconus (Schlote, 2006).

Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi

tulang hidung dan jembatan hidung yang rata (Schlote, 2006).

12

Page 13: Down Sindrom

Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan

mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah

yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan

sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan

sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal yang jelas (Selikowitz, Mark.,

1997).

Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat.

Otitis media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira – kira

60–80% anak penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 – 20 dB pada satu

telinga (William W. Hay Jr, 2002).

Hematologi

Anak penderita sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat Leukemia,

termasuklah Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Myeloid. Diperkirakan 10%

bayi yang lahir dengan sindrom Down akan mendapat klon preleukemic, yang berasal

dari progenitor myeloid pada hati yang mempunyai karekter mutasi pada GATA1,

yang terlokalisir pada kromosom X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai

Transient Leukemia, Transient Myeloproliferative Disease (TMD), atau Transient

Abnormal Myelopoiesis (TAM) (Lanzkowsky, 2005).

Penyakit Jantung Kongenital

Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down

dengan prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada

penderita yang dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering

adalah aneuploidy dalam dua tahun pertama kehidupan.

Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects

(AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular

Septal Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of

Fallot (6%), dan Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering

ditemukan adalah Patent Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis(9%). Kira -

13

Page 14: Down Sindrom

kira 70% dari endocardial cushion defects adalah terkait dengan sindrom Down. Dari

keseluruhan penderita yang dirawat, kira – kira 30% mempunyai beberapa defek

sekaligus pada jantung mereka (Baliff JP, 2003).

Atrioventricular septal defects (AVD)

Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya

kelainan anatomis akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak sempurna

sewaktu tahap embrio. Kelainan yang sering di hubungkan dengan AVD adalah

patent ductus arteriosus, coarctation of the aorta, atrial septal defects, absent atrial

septum, dan anomalous pulmonary venous return. Kelainan pada katup mitral juga

sering terjadi. Penderita AVD selalunya berada dalam kondisi asimtomatik pada

dekade pertama kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada dekade kedua dan

ketiga kehidupan. Pasien akan mula mengalami pengurangan pulmonary venous

return, yang akhirnya akan menjadi left-to-right shuntpada atrium dan ventrikel.

Akhirnya nanti akan terjadi gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara lain

takipnu dan penurunan berat badan (William 2002).

AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan ada salah

satu, atau kedua dua katup atrioventikuler. Pada penderita dengan penyakit ini,

jaringan jantung pada bagian superior dan inferior tidak menutup dengan sempurna.

Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui septum atrial. Kondisi ini kita kenal

sebagai defek ostium primum. Akan terjadi letak katup atrioventikuler yang

abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup aorta. Perfusi jaringan endokardial yang

tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet katup mitral.

Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila

penderita mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium

primum pada septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat

terjadi defek pada septum ventrikel dan juga insufisiensi valvular. Kemudian akan

terjadi volume overloading pada ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti

dengan gagal jantung pada awal usia. Sekiranya terjadi overload pulmonari, dapat

14

Page 15: Down Sindrom

terjadi penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti dengan gagal jantung kongestif

(Kallen B.,1996).

Ventricular Septal defect (VSD)

Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi

dimana adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi

sebagai anomali primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat

terjadi akibat kelainan seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular

(AV) canal defects, transposition of great arteries,dan corrected transpositions

(Freeman SB, 1998)

Secundum Atrial Septal Defect (ASD)

Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau jalur

yang menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya,

melalui septum interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial dan

darah venous akan bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang gejala

klinis. Percampuran darah ini juga disebut sebagai ‘shunt’. Secara medis, right-to-

left-shunt adalah lebih berbahaya (Freeman SB, 1998).

Tetralogy of Fallot (TOF)

Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada anak

yang sering ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darah yang kaya oksigen

dengan darah yang kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering terkait

dengan Tetralogy of fallot. Pertama adalah hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya

pengecilan atau tahanan pada katup pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan

katup terbuka kearah luar dari ventrikel kanan. Ini akan menimbulkan restriksi pada

aliran darah akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat yang akhirnya akan

menimbulkan hipertrofi pada ventrikel. Kedua adalah ventricular septal defect. Pada

kondisi ini, adanya lubang pada dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan

menyebabkan darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang oksigen bercampur.

Akibatnya akan berkurang jumlah oksigen yang dihantar ke seluruh tubuh dan

15

Page 16: Down Sindrom

menimbulkan gejala klinis berupa sianosis. Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal.

Keempat adalah pulmonary valve stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis

yang minimal terjadi karena darah masih lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika

stenosisnya sedang atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit maka

sianosis akan menjadi lebih berat (Amit K, 2008).

Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak gagal

menutup dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung.

Simptom yang terjadi antara lain adalah nafas yang pendek dan aritmia jantung.

Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal jantung kongestif. Semakin besar PDA, semaki

buruk status kesehatan penderita (Amik K, 2008).

Immunodefisiensi

Penderita sindrom Down mempunyai risiko 12 kali lebih tinggi dibandingkan

orang normal untuk mendapat infeksi karena mereka mempunyai respons sistem imun

yang rendah. Contohnya mereka sangat rentan mendapat pneumonia (William W.

Hay Jr. 2002).

Sistem Gastrointestinal

Kelainan pada sistem gastrointestinal pada penderita sindrom Down yang

dapat ditemukan adalah atresia atau stenosis, Hirschsprung disease (<1%), TE fistula,

Meckel divertikulum, anus imperforata dan juga omphalocele. Selain itu, hasil

penelitian di Eropa dan Amerika didapatkan prevalensi mendapat Celiac disease pada

pasien sindrom Down adalah sekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik,

yaitu spesifik pada human leukocyte antigen (HLA) heterodimers DQ2 dan juga

DQ8. Dilaporkan juga terdapat kaitan yang kuat antara hipersensitivitas dan

spesifikasi yang jelek (Livingstone, 2006).

16

Page 17: Down Sindrom

Sistem Endokrin

Tiroiditis Hashimoto yang mengakibatkan hipothyroidism adalah gangguan

pada sistem endokrin yang paling sering ditemukan. Onsetnya sering pada usia awal

sekolah, sekitar 8 hingga 10 tahun. Insidens ditemukannya Graves disease juga

dilaporkan meningkat. Prevelensi mendapat penyakit tiroid seperti hipothirodis

kongenital, hipertiroid primer, autoimun tiroiditis, dan compensated hypothyroidism

atau hyperthyrotropenemia adalah sekitar 3-54% pada penderita sindrom Down,

dengan persentase yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur

(Merritt's, 2000).

Gangguan Psikologis

Kebanyakan anak penderita sindrom Down tidak memiliki gangguan psikiatri

atau prilaku. Diperkirakan sekitar 18-38% anak mempunyai risiko mendapat

gangguan psikis. Beberapa kelainan yang bisa didapat adalah Attention Deficit

Hyperactivity Disorder (ADHD), Oppositional Defiant Disorder, gangguan disruptif

yang tidak spesifik dan gangguan spektrum Autisme (Cincinnati Children's Hospital

Medical Center, 2006).

Trisomi 21 mosaik

Trisomi 21 mosaik biasanya hanya menampilkan gejala – gejala sindrom

Down yang sangat minimal. Kondisi ini sering menjadi kriteria diagnosis awal bagi

penyakit Alzheimer. Fenotip individu yang mendapat trisomi 21 mosaik

manggambarkan persentase sel – sel trisomik yang terdapat dalam jaringan yang

berbeda di dalam tubuh (Andriolo, 2005).

II.6. FAKTOR RISIKO

Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat

dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada

usia di atas 35 tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak

bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan sindrom Down.

17

Page 18: Down Sindrom

Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down

adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom

Down, atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat

kondisi yang sama. Walau bagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan

didapatkan ibu dan bapaknya normal (Livingstone, 2006).

Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan

umur ibu yang hamil:

- 20 tahun: 1 per 1,500

- 25 tahun: 1 per 1,300

- 30 tahun: 1 per 900

- 35 tahun: 1 per 350

- 40 tahun: 1 per 100

- 45 tahun: 1 per 30

II.7. DIAGNOSIS

Tidak ada kritera diagnosis khusus untuk sindroma Down. Namun, retardasi

mental merupakan gambaran yang menumpang tindih dengan sindroma Down.

Sebagian besar orang dengan sindroma ini mengalami retardasi mental sedang atau

berat, hanya sebagian kecil yang memiliki IQ diatas 50. Perkembangan mental

tampak normal dari lahir hingga usia 6 bulan dan nilai IQ secara bertahap menurun

dari hampir normal pada usia 1 tahun hingga sekitar 30 pada usia yang lebih tua.

Penurunan intelegensi dapat nyata atau jelas: uji infantil mungkin tidak

mengungkapkan tingkat defek sepenuhnya, yang mungkin tertungkap ketika uji yang

lebih canggih digunakan pada masa kanak-kanak awal. 1 Derajat atau tingkat

retardasi mental diekspresikan dalam berbagai istilah. Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR)

18

Page 19: Down Sindrom

memberikan empat tipe retardasi mental, yang mencerminkan tingkat gangguan

intelektual antara lain: retardasi mental ringan, sedang, berat, dan sangat berat.

Adapun kriteria diagnostik untuk retardasi mental menurut DSM-IV antara

lain : ¹΄³

a. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata: IQ kira-kira 70 atau

kurang pada tes IQ yang dilakukan secara individual (untuk bayi, pertimbangan

klinis adanya fungsi intelektual yang jelas di bawah rata-rata)

b. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif sekarang

(yaitu, efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-standar yang dituntut

menurut usianya dalam kelompok kulturalnya) pada sekurangnya dua bidang

keterampilan berikut: komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan

sosial/interpersonal, menggunakan sarana masyarakat, mengarahkan diri sendiri,

keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan, kesehatan, dan keamanan.

c. Onset sebelum usia 18 tahun

Penulisan didasarkan pada derajat keparahan yang mencerminkan tingkat

gangguan intelektual:

a. Retardasi mental ringan : tingkat IQ 50-55 sampai 70

b. Retardasi mental sedang : tingkat IQ 35-40 sampai 50-55

c. Retardasi mental berat : tingkat IQ 20-25 sampai 35-40

d. Retardasi mental sangat berat : tingkat IQ dibawah 20 atau 25

e. Retardasi mental, keparahan tidak ditentukan : jika terdapat kecurigaan kuat

adanya retardasi mental tetapi inteligensi pasien tidak dapat diuji oleh tes inteligensi

baku.

Untuk gangguan kromosom dan metabolik, seperti sindroma Down, sindroma

X rapuh, dan fenilketonuria (PKU) merupakan gangguan yang sering dan biasanya

menyebabkan sekurangnya retardasi mental sedang¹³.

Diagnosis Sindrom Down dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan

intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku

anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapkan. Suatu

riwayat penyakit dan wawancara psikiatrik sangat berguna untuk mendapatkan

19

Page 20: Down Sindrom

gambaran longitudinal perkembangan dan fungsi anak, sedangkan pemeriksaan fisik,

dan tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.

Pada anamnesis riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau

pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, kelahiran,

riwayat keluarga retardasi mental, dan gangguan herediter. Selain itu, sebagai bagian

riwayat penyakit, klinisi sebaiknya menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim

emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.

Pada pemeriksaan fisik berbagai bagian tubuh mungkin memiliki karakteristik

tertentu yang sering ditemukan pada orang dengan retardasi mental seperti sindroma

Down ini dan kemungkinan memiliki penyebab pranatal. Pemeriksaan fisik pasien

dengan sindroma Down dapat dilihat dari gambaran klinis fisik pasien yang telah

dijelaskan sebelumnya.¹³

II.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Skrining

Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom

Down. Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau

sonogram. Uji kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah

bayi yang dikandung menderita sindrom Down atau tidak (American College of

Nurse-Midwives, 2005).

Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal

Translucency (NT test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 – 14 kehamilan. Apa

yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh

daripada sepulah bayi dengan sindrom Down dapat dikenal pasti dengan tehnik ini

(American College of NurseMidwives, 2005).

Hasil uji sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu hamil

yang disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma protein-

A dan hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal

menjadi indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung (Mayo

Foundation for Medical Education and Research (MFMER), 2011).

20

Page 21: Down Sindrom

b. Amniocentesis

Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang

kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin. Amniosentesis merupakan

pemeriksaan yang berguna untuk diagnosis berbagai kelainan kromososm bayi

terutama sindroma Down, di mana dengan mengambil sejumlah kecil cairan amniotik

dari ruang amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14-16 minggu.

Amniosentesis dianjurkan untuk semua wanita hamil di atas usia 35 tahun. Risiko

keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.

c. Chorionic villus sampling (CVS)

CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut

akan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan

minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100 kehamilan.

d. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS)

PUBS adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk

melihat kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini

dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko

keguguran adalah lebih tinggi (Mayo Foundation for Medical Education and Research

(MFMER), 2011).

e. Pemeriksaan sitogenik

Diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan studi sitogenetika.

Karyotyping sangat penting untuk menentukan risiko kekambuhan. Dalam translokasi

sindrom Down, karyotyping dari orang tua dan kerabat lainnya diperlukan untuk

konseling genetik yang tepat. 10

21

Page 22: Down Sindrom

Gambar (6). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 (47,XY,+21)10

Gambar (7). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 dari lengan isochromosome arm

21q tipe [46,XY,i(21)(q10)]10

f. Interphase fluorescence in situ hybridization (FISH)

FISH dapat digunakan untuk diagnosis cepat. Hal ini dapat berhasil di kedua

diagnosis prenatal dan diagnosis pada periode neonatal. Mosaicism yang tersembunyi

untuk trisomi 21 sebagian dapat menerangkan hubungan yang telah dijelaskan antara

sejarah keluarga sindroma Down dan risiko penyakit Alzheimer. Skrining untuk

mosaicism dengan FISH diindikasikan pada pasien tertentu dengan gangguan

perkembangan ringan dan mereka dengan Alzheimer onset dini.

22

Page 23: Down Sindrom

g. Ekokardiografi

Tes ini harus dilakukan pada semua bayi dengan sindroma Down untuk

mengidentifikasi penyakit jantung bawaan, terlepas dari temuan pada pemeriksaan

fisik. 10

h. Skeletal Radiografi

Kelainan kraniofasial termasuk brachycephalic microcephaly, hypoplastic

facial bones dan sinuses. Tes ini diperlukan untuk mengukur jarak atlantodens dan

untuk menyingkirkan atlantoaxial instabilitas pada umur 3 tahun. Radiografi juga

digunakan sebelum anesthesia diberikan jika terdapat tanda-tanda spinal cord

compression. Penurunan sudut iliac dan acetabular juga dapat ditemukan pada bayi

baru lahir.10

Diagnosis Banding Sindroma Down

Adapun diagnosis banding dari sindroma Down adalah : 14

a. Hipotiroidisme

Terkadang gejala klinis sindroma Down sulit dibedakan dengan

hipotiroidisme. Secara kasar dapat dilihat dari aktivitasnya karena anak-anak dengan

hipotiroidisme sangat lambat dan malas, sedangkan anak dengan sindroma Down

sangat aktif

b.Akondroplasia

c. Rakitis

d.Sindrom Turner

e. Penyakit Trisomi

23

Page 24: Down Sindrom

Penyakit Angka

Kejadian

Kelainan Keterangan Prognosis

Trisomi 21

(Sindroma

Down)

1 dari 700 bayi

baru

Lahir

Kelebihan

kromosom

21

Perkembangan

fisik & mental

terganggu,

ditemukan

berbagai

kelainan fisik

Biasanya bertahan

sampai usia 30-40

tahun

Trisomi 18

(Sindroma

Edwards)

1 dari

3.000 bayi

baru lahir

Kelebihan

kromosom

18

Kepala kecil,

telinga terletak

lebih rendah,

celah bibir/celah

langit-langit,

tidak memiliki

ibu jari tangan,

clubfeet, diantara

jari tangan

terdapat selaput,

kelainan jantung

& kelainan

saluran

kemihkelamin

Jarang bertahan

sampai lebih dari

beberapa bulan;

keterbelakangan

mental yg terjadi

sangat berat

Trisomi 13

(Sindroma

Patau)

1 dari

5.000 bayi

baru lahir

Kelebihan

kromosom

13

Kelainan otak &

mata yg berat,

celah bibir/celah

langit-langit,

kelainan jantung,

kelainan saluran

kemih-kelamin

& kelainan

bentuk telinga

Yang bertahan

hidup

sampai lebih dari

1

tahun, kurang dari

20%;

keterbelakangan

mental yg terjadi

sangat berat

24

Page 25: Down Sindrom

II.9. PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif

untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom

juga dapat mengalami kemunduran dari sistim tubuhnya. Dengan demikian penderita

harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam

menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran

perkembangan baik fisik maupun mentalnya.

A. MEDIKAMENTOSA

Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya

defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia

akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut

menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini

memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.

B. NON MEDIKAMENTOSA

1. Fisio Terapi.

- Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk

mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap

perkembangan yang berkelanjutan.

- Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk

menggerakkan tubuhnya seperti duduk dan berjalan dengan cara/gerakan yang

tepat (appropriate ways). Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down

Syndrome dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat

mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi.

- Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome menyesuaikan

gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya, sehingga

selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.

- Dapat dilakukan seminggu sekali

25

Page 26: Down Sindrom

2. Terapi Bicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami

keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.

3. Terapi Okupasi. Melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman,

kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak

DS tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada

komunikasi dan tidak memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak

mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.

4. Terapi Remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan

kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan

pelajaran dari sekolah biasa.

1. Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah

rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang

mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik

kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan

terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.

5. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy). Mengajarkan anak DS yang

sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak

sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

6. Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya

penanganan medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja terapi jenis

ini masih belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang

membuktikan manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim dapat menyembuhkan DS.

Terapi alternatif tersebut di antaranya adalah :

- Terapi Akupuntur. Dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh

tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang

anak.

- Terapi Musik. Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat

senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka

dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan

mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik

26

Page 27: Down Sindrom

- Terapi Lumba-Lumba. Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang

sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak DS. Sel-sel saraf otak

yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.

- Terapi Craniosacral. Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan

pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak DS diperbaiki metabolisme tubuhnya

sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.

- Terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang berupa vitamin, supplemen maupun

dengan pemijatan pada bagian tubuh tertentu.

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang

sama dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan,

imunisasi, kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarga, tetapi

terdapat beberapa keadaan di mana anak dengan sindroma Down memerlukan

perhatian khusus antara lain:

a. Pemeriksaan mata dan telinga serta pendeteksian fungsi tiroid pada bayi baru lahir

dan rutin pada anak sindroma Down

b. Penyakit jantung bawaan, intervensi dini dengan pemeriksaan kardiologi pada

bayi baru lahir

c. Status Nutrisi, perlu perhatian meliputi kesulitan menyusu pada bayi sindroma

Down dan pencegahan obesitas pada usia anak dan remaja

d. Kelainan tulang

e. Pendidikan, sebagai intervensi dini terhadap kelainan perkembangan terutama

menyangkut kemampuan kognitif dan perkembangan social

f. Monitoring pertumbuhan dan perkembangan dengan kurva spesial untuk

sindroma Down dan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak

sindroma Down

g. Perawatan mulut dan gigi

h. Atlanto-axial instability screening pada usia tiga tahun

i. Konseling genetik.

27

Page 28: Down Sindrom

II.10. PROGNOSIS

Survival rate penderita sindroma Down umumnya hingga usia 30-40 tahun.

Selain perkembangan fisik dan mental terganggu, juga ditemukan berbagai kelainan

fisik. Kemampuan berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan

kelainan jantung bawaan, seperti defek septum ventrikel yang memperburuk

prognosis.15 Sebesar 44% penderita sindroma Down hidup sampai 60 tahun dan

hanya 14% hidup sampai 68 tahun. Meningkatnya risiko terkena leukemia pada

sindroma Down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih

dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.14

Beberapa penderita sindroma Down mengalami hal-hal berikut:

a. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa.

b. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea.

c. Pada usia 30 tahun menderita dementia (berupa hilang ingatan, penurunan

kecerdasan dan kepribadian).

d. Gangguan tiroid.

Bisa terjadi kematian dini pada penderita sindroma Down meskipun banyak

juga penderita yang berumur panjang. Kematian biasanya disebabkan kelainan

jantung bawaan. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita

ini yang mengakibatkan 80% kematian. Anak-anak dengan sindroma Down memiliki

risiko tinggi untuk menderita kelainan jantung dan leukemia. Jika terdapat kedua

penyakit tersebut maka angka harapan hidupnya berkurang dan jika kedua penyakit

tersebut tidak ditemukan maka anak bisa bertahan sampai dewasa.

Mortalitas/Morbiditas

Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan.

Sekitar 85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga

berusia lebih dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor yang

menentukan usia penderita sindrom Down. Selain itu, penyakit seperti Atresia

Esofagus dengan atau tanpa fistula transesofageal, Hirschsprung disease, atresia

duodenal dan leukemia akan meningkatkan mortalitas (William, 2002).

28

Page 29: Down Sindrom

Selain itu, penderita sindrom Down mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi karena

mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti tonsil yang membesar dan

adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau glossoptosis dapat menimbulkan obstruksi

pada saluran nafas atas. Obstruksi saluran nafas dapat menyebabkan Serous Otitis Media,

Alveolar Hypoventilation, Arterial Hypoxemia, Cerebral Hypoxia, dan Hipertensi Arteri

Pulmonal yang disertai dengan cor pulmonale dan gagal jantung (Cincinnati Children's

Hospital Medical Center, 2006).

Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital yang tidak stabil

dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan pendengaran,

visus, retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan keterbatasan kepada anak –

anak dengan sindrom Down dalam meneruskan kelangsungan hidup. Mereka juga akan

menghadapi masalah dalam pembelajaran, proses membangunkan upaya berbahasa, dan

kemampuan interpersonal (Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).

29

Page 30: Down Sindrom

II.11. KOMPLIKASI

Anak-anak dengan sindrom Down bisa mempunyai berbagai komplikasi, ada

yang menjadi lebih menonjol sesuai dengan umur yang semakin meningkat, antara

komplikasi yang timbul termasuk:

Komplikasi Pada Jantung dan Sistem Vaskular

Walapupun lahir secara normal, asimptomatik dan tidak dijumpai murmur,

anak penderita sindrom Down tetap mempunyai risiko mendapat defek pada jantung.

Apabila resistensi pada vaskular pulmonari dapat dideteksi, kemungkinan terjadinya

shunt dari kiri ke kanan dapat dikurangi, sehingga dapat mencegah terjadinya gagal

jantung awal. Apabila tidak dapat dideteksi, keadaan ini akan menyebabkan

hipertensi pulmonal yang persisten dengan perubahan pada vaskular yang ireversibel

(Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).

Umumnya tatalaksana operatif untuk memperbaiki defek pada jantung

dilakukan setelah anak cukup besar dan kemampuan bertahan terhadap operasi yang

dilakukan lebih baik. Biasanya tindakan operasi dilakukan apabila anak sudah berusia

6-9 bulan. Saat ini, hasil operasi sudah lebih baik dan anak yang dioperasi mampu

hidup lebih lama (Kallen B, 1996).

Bagi penderita sindrom Down yang menderita defek septal atrioventrikuler,

symptom biasanya timbul sewaktu usia kecil, ditandai dengan shunting sistemik-

pulmonari, aliran darah pulmonari yang tinggi, disertai dengan peningkatan risiko

terjadinya hipertensi arteri pulmonal. Resistensi pulmonal yang meningkat dapat

memicu terjadinya kebalikan dari shunting sistemik-pulmonal yang diikuti dengan

sianosis (Baliff JP, 2005).

Penderita sindrom Down mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita

hipertensi arteri pulmonal dibandingkan dengan orang normal. Hal ini disebabkan

berkurangnya jumlah alveolus, dinding arteriol pulmonal yang lebih tipis dan fungsi

endotelial yang terganggu (Galley R, 2005).

30

Page 31: Down Sindrom

Tindakan operatif perbaikan jantung pada usia awal dapat mencegah

terjadinya kerusakan vaskuler pulmonal yang permanen pada paru - paru. Apalagi

dengan pengobatan yang terkini (prostacyclin, endothelin, antagonis reseptor dan

phosphodiesterase-5-inhibitor) didapatkan mampu memperbaiki status klinis dan

jangka hidup bagi penderita hipertensi arteri pulmonal (Livingstone, 2006).

Meskipun demikian penyakit jantung koroner didapatkan rendah pada

penderita sindrom Down. Hal ini dibuktikan melalui pemeriksaan patologi dimana

didapatkan rendahnya kemungkinan terjadi aterosklerosis pada penderita sindrom

Down (Tyler, 2004)

Leukemia. Anak-anak dengan sindrom Down lebih cenderung menderita leukemia.

Hal ini berdasarkan pengamatan bahawa leukemia tertentu dapat berhubungan dengan

defek pada kromosom 21.

Penyakit menular. Disebabkan sistem imun yang terganggu, penderita sindrom Down

lebih mudah terkena serangan penyakit menular seperti radang paru-paru.

Demensia. Resiko untuk terkena demensia di waktu tua, tanda dan gejala demensia

sering muncul sebelum berumur 40 tahun. Mereka yang menderita demensia juga

mempunyai kecenderungan yang tinggi menderita kejang.

Apnea tidur. Disebabkan oleh perubahan pada sel jaringan dan tulang yang

menyebabkan penyempitan pada jalan pernafasan, risiko untuk terjadinya sleep apneu

tinggi.

Obesitas. Penderita sindrom Down mempunyai kecenderungan yang lebih

besar untuk menjadi obes daripada penduduk umum.

Lain-lain. Sindrom Down juga bisa dikaitkan dengan keadaan kesehatan yang lain,

termasuk masalah gastrointestinal, masalah tiroid, menopause awal, kehilangan

pendengaran, penuaan dini, masalah tulang dan masalah penglihatan.

Sekitar 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan antara masa

kehamilan 10-16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau

ibu mengalami keguguran sebelum usia kehamilan 6-8 minggu.

31

Page 32: Down Sindrom

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryo. Abnormalitas akibat kelainan kromosom dalam Genetika manusia, Universitas

Gadjah Mada press, cetakan ke 6 tahun 2001. Hal 259-270

2. Adkinson R.L, Brown M.D. Disorders of gender differentiation and sexual

development in Elsevier’s Integrated Genetics 2007. p 17-20

3. Reed E.P. medical genetics. Current medical diagnosis and treatment, McGraw-Hill

Companies. 44th ed. 2005. p 1670

4. N Heyn, Sietske. 2011. Available at: Down

Syndrome.http://www.medicinenet.com/down_syndrome/article.htm. [Accessed on

June 8th 2013.

5. Sherman SL, Allen EG, Bean LH, Freeman SB. Epidemiology of Down Syndrome.

Mental Retardation And Developmental Disabilities Research Reviews. 2007; 13: 221

– 227.

6. Chen H. genetics of Down syndrome. eMedicine. Feb 4, 2011. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/943216-overview#a0104. Accessed on June 6th

2013.

7. Mayo C.S Down syndrome. Available at http://www.mayoclinic.com/health/down-

syndrome/DS00182. Accessed on June 2rd 2013.

8. Sietske N.H. Down syndrome 10 July 2011. Available at

http://www.medicinenet.com/down_syndrome/article.html. Accessed on June 3rd

2013.

9. Down syndrome. Genetics Home Reference. 30 Aug 2010. Available at

http://www.ghr.nlm.nih.gov/condition/down-syndrome. Accessed on June 3rd 2013.

10. Care C. masalah sindrom Down. 2009. Available at http://www.childcare-

center.com/masalah/sindrom-down.html. Accessed on June 3rd 2013.

11. Saharso D. Sindroma Down. 2006. Available at http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-

irky208.htm. Accessed on June 6th 2013.

32

Page 33: Down Sindrom

12. Lyle R. Down syndrome. 2004. Available at

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15510164. Accessed on June 6th 2013.

13. Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri

Klinis. Ed. 2. Jakarta: EGC, 2010:563.

14. Shin, M., Besser, Lilah M., Kucik, James E., Lu, C., Siffel, C., Correa, A. et al. 2009.

15. Prevalence of Down Syndrome Among Children and Adolescents in 10 Regions of the

United States. Official Journal of the American Academic of Pediatrics. 124:1565-

1571.

33